II. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya Mola Hidatidosa adalah pembengkakan pada vili
( degenerasi pada hidrofik) dan proliferasi trofoblas. Factor yang dapat menyebabkan
Mola Hidatidosa antara lain:
1. Factor ovum : ovum patologik sehingga mati dan terlambat dikeluarkan
2. Imunoselektif dari trofoblas
3. Keadaan sosek rendah
4. Parietas tinggi
5. Kekurangan protein
6. Infeksi virus dan factor kromosom belum jelas
III.MANIFESTASI KLINIS
Pada pasien mola biasanya akan terjadi:
1) Nyeri / kram perut
2) Muka pucat/ kekuning – kuningan (mofa face)
3) Perdarahan tidak teratur
4) Keluar jaringan mola
5) Keluar secret pervagina
6) Muntah – muntah
7) Pembesaran uterus dan uterus lembek
8) Baloteman tidak teraba
9) Fundus uteri lebih tinggi dari kehamilan normal
10) Gerakan janin tidak terasa
11) Terdengar bunyi dan bising yang khas
12) Penurunan berat badan
IV. KLASIFIKASI
Klasifikasi mola hidatidosa menurut Federation International of Gynecology and
Obstetrics (FIGO,2016) terbagi menjadi mola hidatidosa komplit dan parsial (PTG
benigna) dan mola invasif (PTG maligna).
1. Mola Hidatidosa Komplit: merupakan hasil kehamilan tidak normal tanpa adanya
embrio-janin, dengan pembengkakan hidrofik vili plasenta dan seringkali memiliki
hiperplasia trofoblastik pada kedua lapisan. Pembengkakan vili menyebabkan
pembentukan sisterna sentral disertai penekanan jaringan penghubung matur yang
mengalami kerusakan pembuluh darah. Mola hidatidosa komplit hanya mengandung
DNA paternal sehingga bersifat androgenetik tanpa adanya jaringan janin. Hal ini
terjadi karena satu sel sperma membawa kromosom 23X melakukan fertilisasi
terhadap sel telur yang tidak membawa gen maternal (tidak aktif), kemudian
mengalami duplikasi membentuk 46XY dan 46XX heterozigot. Secara makroskopik
pada kehamilan trimester dua berbentuk seperti anggur karena vili korialis mengalami
pembengkakan secara menyeluruh. Pada kehamilan trimester pertama, vili korialis
mengandung cairan dalam jumlah lebih sedikit, bercabang, dan mengandung
sinsitiotrofoblas dan sitotrofoblas hiperplastik dengan banyak pembuluh darah.
GAMBAR:
2. Mola Hidatidosa Parsial: merupakan triploid yang mengandung dua set kromosom
paternal dan satu set kromosom maternal, tetapi pada triploid akibat dua set
kromosom maternal tidak menjadi mola hidatidosa parsial. Seringkali terdapat
mudigah atau jika ditemukan sel darah merah berinti pada pembuluh darah vili.4,9 3.
Mola Invasif: neoplasia trofoblas gestasional dengan gejala adanya vili korialis
disertai pertumbuhan berlebihan dan invasi sel-sel trofoblas. Jaringan mola invasif
melakukan penetrasi jauh ke miometrium, kadang-kadang melibatkan peritoneum,
parametrium di sekitarnya atau dinding vagina. Mola invasif terjadi pada sekitar 15%
pasien pasca evakuasi mola hidatidosa komplit.
GAMBAR:
V. PATOFISIOLOGI
Jonjot – jonjot tumbuh berganda dan mengandung cairan merupakan kista – kista
anggur, biasanya didalamnya tidak berisi embrio. Secara hispatologik kadang – kadang
ditemukan jaringan mola pada plasenta dengan bayi normal. Bisa juga terjadi kehamilan
ganda mola pada plasenta dengan bayi normal. Bisa juga terjadi kehamilan ganda mola
adalah : satu janin tumbuh yang satu lagi menjadi mola hidatidosa. Gelembung mola
besarnya bervariasi, mulai dari yangkecil sampai berdiameter lebih dari 1 cm. mola
parliasis adalah bila dijumpai janin dan gelembung – gelembung mola, secara
mikroskopik terlihat:
a. Proliferasi dan trofoblas.
b. Degenerasi hidropik dari stroma vili dan kesembaban
c. Terlambat atau hilangnya pembuluh darah dan stroma
Sel – sel tampak seperti sel polidraal dengan inti terang dan adanya sel sinsial giantik.
Pada kasus mola banyak kita jumpai ovarium dengan kista lutein ganda berdiameter 10
cm atau lebih (25%-60%). Kista lutein akan berangsur – angsur mengecil dan kemudian
hilang setelah Mola Hidatidosa sembuh (Purwoastuti dan Siwi Walyani, 2015).
Mola hidatidosa yaitu ovum Y telah dibuahi mengalami proses segmentasi
sehingga terjadi blastomer kemudian terjadi pembelahan dan sel telur membelah menjadi
2 buah sel. Masing-masing sel membelah lagi menjadi 4, 8, 16, 32, dan seterusnya hingga
membentuk kelompok sel yang disebut morula. Morula bergerak ke cavum uteri kurang
lebih 3 hari dan didalam morula terdapat exozeolum. Sel-sel morula terbagi dalam 2 jenis
yaitu trofoblas (sel yang berada disebelah luar yang merupakan dinding sel telur) sel
kedua yaitu bintik benih atau nodus embrionale (sel 16 yang terdapat disebelah dalam
yang akan membentuk bayi). Pada fase ini sel seharusnya mengalami nidasi tetapi karena
adanya poliferasi dari trofoblas atau pembengkakan vili atau degenerasi hidrifilik dari
stroma vili dan hilangnya pembuluh darah stroma vili maka nidasi tidak terjadi. Trofoblas
kadang berproliferasi ringan kadang keras sehingga saat proliferasi keras uterus menjadi
semakin besar. Selain itu trofoblas juga mengeluarkan hormone HCG yang akan
mengeluarkan rasa mual dan muntah. Pada mola hidatidosa tidak jarang terjadi
perdarahan pervaginam, ini juga dikarenakan proliferasi trofoblas yang berlebihan.
Pengeluaran darah ini kadang disertai gelembung vilus yang dapat memastikan diagnosa
mola hidatidosa (Purwaningsih,2015)
Gambar Klinikal Pathways:
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a) Identitas
Terdiri atas nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamat, dll.
b) Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama: keluhan utama yang dirasakan oleh klien mola hidatidosa adalah
nyeri dan perdarahan yang sering terjadi.
2) Riwayat penyakit sekarang: gambaran keadaan klien mulai dari terjadinya mola
hidatodosa seperti perdarahan, uterus yang membesar lebih dari usia kehamilan.
3) Riwayat penyakit dahulu: merupakan riwayat penyakit yang mungkin pernah
diderita oleh klien sebelumnya seperti DM, hipertensi, jantung.
4) Riwayat penyakit keluarga: merupakan gambaran keadaan kesehatan keluarga
dan penyakit yang berhubungan dengan kesehatan klien, meliputi: penyakit
kongenital atau keturunan (fibrosis, sel sabit, kistik, hemophilia, talasemia,
kerusakan tuba neural)
5) Riwayat penyakit kesehatan reproduksi: Kaji tentang mennorhoe, siklus
menstruasi, lamanya, banyaknya, sifat darah, bau, warna dan adanya
dismenorhoe serta kaji kapan menopause terjadi, gejala serta keluahan yang
menyertainya
6) Riwayat kehamilan dan persalinan: kaji berapa kali klien pernah persalinan dan
hamil. Biasanya pada multipara lebih berisiko terkena mola hidatidosa
7) Riwayat seksual: kaji riwayat seksual klien, serta jenis kontrasepsi yang
digunakan
8) Riwayat pemakaian obat: kaji riwayat pemakaian obat kontrasepsi oral, dan jenis
obat lainnya.
c) Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi: mengobservasi kulit terhadap warna, laserasi, lesi terhadap drainase,
pola pernafasan, pergerakan dan postur
2. Palpasi: merasakan adanya pembengkakan, suhu, derajat kelembaban, atau
menentukan kekuatan kontraski uterus, memperhatikan posisi janin
3. Perkusi: ketuk perut dan dada dengarkan bunyi yang menandakan adanya cairan
atau massa.
4. Auskultasi: dengarkan tekanan darah, bunyi jantung, bising usus atau denyut
jantung janin.
e) Pemerikasaan Penunjang
1. Pemeriksaan Rontgen : tidak ditemukan kerangka bayi
2. HCG: meningkat dari biasa
3. USG: tidak ada gambaran janin dan denyut jantung janin
4. Uji sonde : tidak ada tahanan
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan per vagina
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
penurunan asupan oral, mual sekunder akibat peningkatan hCG.
3. Nyeri akut berhubungan dengan perdarahan, terputusnya jaringan saraf.
3. INTERVENSI
Prawirohardjo, 2015, Pengertian Tentang Ibu Hamil pada Mola Hidatidosa, EGC, Yogyakarta.
Purwaningsih Wahyu, Fatmawati Siti, 2015, Asuhan Keperawatan Maternitas, Nuha Medika,
Yogyakarta
Purwostuti, Walyani, Ilmu Kesehatan Masyarakat dalam Kebidanan, Pustaka Baru, Yogyakarta
Sukarni Icesmi, 2014, Patologi Kehamilan, Persalinan, Nifas dan Neonatus Resiko Tinggi, Nuha
Medika, Yogyakarta
Prawirohardjo, 2015, Pengertian tentang ibu hamil pada mala hidatidosa, EGC, Yogyakarta.
WHO, 2013, Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan, Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU (KET)
A. KONSEP DASAR
1. DEFINISI
KET atau Kehamilan Ektopik Terganggu adalah setiap implantasi yang telah
dibuahi diluar cavum uterus. Implantasi dapat terjadi di tuba falopi, ovarium, serviks, dan
abdomen. Namun kejadian kehamilan ektopik yang terbanyak adalah dituba falopi.
(Murria, 2018).
Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang terjadi bila sel telur dibuahi
berimplamentasi dan tumbuh diluar endometrium kavum uteri.(Ilmu Kebidanan, 2016).
2. ETIOLOGI
Sebagian besar kehamilan ektopik terjadi pada tuba sehingga setiap gangguan pada
tuba yang disebabkan infeksi akan menimbulkan gangguan dalam perjalanan hasil
konsepsi menuju rahim. Sebagai gambaran penyebab kehamilan ektopik dapat dijabarkan
sebagai berikut:
Dengan terjadinya implantasi didalam lumen tuba dapat terjadi beberapa kemungkinan:
a) Hasil konsepsi mati dini
1. Tempatnya tidak mungkin memberikan kesempatan tumbuh kembang hasil
konsepsi mati secara dini
2. Karena kecilnya kemungkinan diresorbsi
b) Terjadi abortus
1. Kesempatan berkembang yang sangat kecil menyebabkan hasil konsepsi mati
dan tepat dalam lumen
2. Lepasnya hasil konsepsi menimbulkan pendarahan dalam lumen tuba atau
keluar lumen tuba serta membentuk timbulnya darah
3. Tuba tampak berwarna biru pada saat dilakukan operasi
c) Tuba falopi pecah
1. Karena tidak berkembang dengan baik maka tuba dapat pecah
2. Jonjot villi menembus tuba, sehingga terjadi ruptura yang menimbulkan
timbunan darah kedalam ruangan abdomen
3. Ruptura tuba menyebabkan hasil konsepsi terlempar keluar dan kemungkinan
untuk melakukan implantasi menjadi kehamilan abdominal skunder
4. Kehamilan abdominal dapat mencapai cukup besar
3. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis dengan kehmilan ektopik adalah sebagai berikut :
a. Gambaran klinis kehamilan tuba belum terganggu tidak khas. Pada umumnya ibu
menunjukkan gejala-gejala kehamilan muda dan mungkin merasa nyeri sedikit
diperut bagian bawah yang tidak seberapa dihiraukan. Pada pemeriksaan vaginal ,
uterus membesar dan lembek, walaupun mungkin besarnya tidak sesuai dengan usia
kehamilan. Tuba yang mengandung hasil konsepsi karena lembeknya sukar diraba
pada pemeriksaan bimanual
b. Gejala kehamilan tuba terganggu sangat berbeda-beda dari perdarahan banyak
yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapat gejala yang tidak jelas, sehingga
sukar membuat diagnosisnya.
c. Nyeri merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu. Pada ruptur
tuba nyeri perut bagan bawah terjadi secara tiba-tiba dan intensitas yang kuat disertai
dengan perdarahan yang menyebabkan ibu pingsan dan masuk kedalam syok.
d. Perdarahan per vagina merupakan salah satu tanda penting yang kedua pada
kehamilan ektopik terganggu (KET). Hal ini menunjukkan kematian janin.
e. Amenore juga merupakan tanda yang penting pada kehamilan ektopik. Lamanya
amenore tergantug pada kehidupan janin sehingga dapat bervariasi.
4. KLASIFIKASI
Klasifikasi tempat terjadi KET adalah:
1. Kehamilan tuba, terdiri dari:
a. Interstitial 2%
b. Ishmus 25%
c. Ampular 5%
d. Fibial 7%
e. Kehamilan ovarial 0,5%
f. Abdominal 0,1%
g. Tuba ovarial
h. Intraligamental
i. Servikal
j. Tanduk Rahim rudimeter
5. PATOFISIOLOGI
Proses implantasi ovum di tuba pada dasarnya sama dengan yang terjadi di kavum
uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumnar atau interkolumnar. Pada nidasi secara
kolumnar telur bernidasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping. Perkembangan telur
selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini
dan direabsorbsi. Pada nidasi interkolumnar, telur bernidasi antara dua jonjot
endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup maka ovum dipisahkan dari lumen oleh
lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena
pembentukan desidua di tuba malahan kadang-kadang sulit dilihat vili khorealis
menembus endosalping dan masuk kedalam otot-otot tuba dengan merusak jaringan
dan pembuluh darah. Perkembangan janin selanjutnya tergantung dari beberapa
faktor, yaitu; tempat implantasi, tebalnya dinding tuba dan banyaknya perdarahan
yang terjadi oleh invasi trofoblas.
Di bawah pengaruh hormon esterogen dan progesteron dari korpus luteum
graviditi dan tropoblas, uterus menjadi besar dan lembek, endometrium dapat berubah
menjadi desidua. Beberapa perubahan pada endometrium yaitu; sel epitel membesar,
nucleus hipertrofi, hiperkromasi, lobuler, dan bentuknya ireguler. Polaritas
menghilang dan nukleus yang abnormal mempunyai tendensi menempati sel luminal.
Sitoplasma mengalami vakuolisasi seperti buih dan dapat juga terkadang ditemui
mitosis. Perubahan endometrium secara keseluruhan disebut sebagai reaksi Arias-
Stella.
Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi kemudian
dikeluarkan secara utuh atau berkeping-keping. Perdarahan yang dijumpai pada
kehamilan ektopik terganggu berasal dari uterus disebabkan pelepasan desidua yang
degeneratif. Sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6
sampai 10 minggu. Karena tuba bukan tempat pertumbuhan hasil konsepsi, tidak
mungkin janintumbuh secara utuh seperti dalam uterus. (Purwaningsih, 2015)
Pathways:
Faktor dalam Faktor dalam Faktor luar Faktor lain
Lumen tuba dinding tuba dinding tuba
Perjalanan
Lumen tuba Implantasi telur
Menghambat
menyempit telur dalam perjalanan diperpanjang
tuba telur ke uterus
Kurang vaskularisasi
Pendarahan sedikit
Pembesaran tuba
(terlambat haid)
(hematosalping)
Perdarahan ke
Mengalir ke rongga rongga peritonium
peritonium
Hematokele retrouterina
Janin mati
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a) Anamnese : Identitas pasien, riwayat menstruasi, riwayat kesehatan, riwayat
kehamilan, riwayat persalinan, riwayat nifas, riwayat biopsikososiospiritual.
b) Keluhan
Riwayat terlambat haid, gejala dan tanda kehamilan muda, dapat ada atau tidak ada
perdarahan pervagina, ada nyeri perut kanan atau bawah kiri.Berat dan ringannya
nyeri terganggu pada banyaknya darah yang terkumpul dalam peritoneum.
c) Pemeriksaan fisik
a) Di dapatkan rahim yang juga membesar
b) Adanya tandanya syok hipovilemik, Yitu hipotensi, pucat dan ektermitas dingin,
adanya tanda-tanda abdomen akut, yaitu perut tegang bagian bawah, nyeri tekan
dan nyeri lepas dinding abdomen.
d) Pemeriksaan ginekologis
Pemeriksaan dalam:serviks teraba lunak, nyeri tekan, nyeripada uteris kanan dan
kiri.
e) Pemeriksaan penunjang
1. USG
2. Kadar HCG menurun
3. Laparoskopi
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
b. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan yang lebih banyak
pada uterus
c. Defisit volume cairan yang berhubungan dengan rupture pada lokasi implantasi,
perdarahan
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen/kebutuhan, kelemahan.
e. Defisiensi pengetahuan berhubungna dengan kurang informasi
1. Rencana Keperawatan
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan
No Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Nyeri akut berhubungan dengan: NOC : NIC
Agen injuri (biologi, kimia, fisik, a. Pain Level, Label : Pain Management
psikologis), kerusakan jaringan b. pain control, 1. Kaji secara komprehensip terhadap
DS: c. comfort level nyeri termasuk lokasi, karakteristik,
Laporan secara verbal Setelah dilakukan tinfakan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
DO: keperawatan selama …. Pasien nyeri dan faktor presipitasi
1. Posisi untuk menahan nyeri tidak mengalami nyeri, dengan 2. Observasi reaksi ketidaknyaman
2. Tingkah laku berhati-hati kriteria hasil: secara nonverbal
3. Gangguan tidur (mata sayu, 1. Mampu mengontrol nyeri 3. Gunakan strategi komunikasi
tampak capek, sulit atau gerakan (tahu penyebab nyeri, mampu terapeutik untuk mengungkapkan
kacau, menyeringai) menggunakan tehnik pengalaman nyeri dan penerimaan
4. Terfokus pada diri sendiri nonfarmakologi untuk klien terhadap respon nyeri
5. Fokus menyempit (penurunan mengurangi nyeri, mencari 4. Tentukan pengaruh pengalaman nyer
persepsi waktu, kerusakan proses bantuan) terhadap kualitas hidup( napsu makan
berpikir, penurunan interaksi 2. Melaporkan bahwa nyeri tidur, aktivitas,mood, hubungan sosia
dengan orang dan lingkungan) berkurang dengan 5. Tentukan faktor yang dapat
6. Tingkah laku distraksi, contoh : menggunakan manajemen memperburuk nyeriLakukan evaluasi
jalan-jalan, menemui orang lain nyeri dengan klien dan tim kesehatan lain
dan/atau aktivitas, aktivitas 3. Mampu mengenali nyeri tentang ukuran pengontrolan nyeri
berulang-ulang) (skala, intensitas, frekuensi yang telah dilakukan
7. Respon autonom (seperti dan tanda nyeri) 6. Berikan informasi tentang nyeri
diaphoresis, perubahan tekanan 4. Menyatakan rasa nyaman termasuk penyebab nyeri, berapa lam
darah, perubahan nafas, nadi dan setelah nyeri berkurang nyeri akan hilang, antisipasi terhadap
dilatasi pupil) 5. Tanda vital dalam rentang ketidaknyamanan dari prosedur
8. Perubahan autonomic dalam tonus normal 7. Control lingkungan yang dapat
otot (mungkin dalam rentang dari 6. Tidak mengalami gangguan mempengaruhi respon
lemah ke kaku) tidur ketidaknyamanan klien (suhu ruanga
9. Tingkah laku ekspresif (contoh : cahaya dan suara)
gelisah, merintih, menangis, 8. Hilangkan faktor presipitasi yang
waspada, iritabel, nafas dapat meningkatkan pengalaman nye
panjang/berkeluh kesah) klien (ketakutan, kurang pengetahuan
10. Perubahan dalam nafsu 9. Ajarkan cara penggunaan terapi non
makan dan minum farmakologi (distraksi, guide
imagery,relaksasi)
10.Kolaborasi pemberian analgesic
2. Perubahan perfusi jaringan Setelah diberikan asuhan 1. Awasi tanda vital, kaji pengisis
berhubungan dengan perdarahan keperawatan selama…..x jam kapiler, warna kulit atau membra
yang lebih banyak pada uterus diharapkan pasien mampu mukosa dan dasar kuku
mendemonstrasikan perfusi 2. Kaji respon verbal melambat, muda
yang adekuat secara individual terangsang, agitasi, ganggua
dengan Kriteria hasil: memori, bingung
1. Kulit hangat dan kering 3. Catan keluhan rasa dingi
2. Ada nadi perifer / kuat Pertahankan suhu lingkungan da
3. Tanda vital dalam batas tubuh hangat sesuai indikasi
normal 4. Kolaborasi :
4. Pasien sadar/berorientasi a. Berikan SDM yan
5. Keseimbangan lengkap/packed, produk dara
pemasukan/pengeluaran sesuai indikasi. Awasi ketat untu
6. Tak ada edema komplikasi tranfusi
b. Berikan oksigen tambahan sesu
indikasi
Baughman, Diane, 2015, Keperawatan Medikal Bedah: Buku Saku Untuk Brunerner dan
Suddart, EGC, Jakarta
Heather, Herdman, 2015, Nanda Internasional Inc, Diagnosis Keperawatan: definisi &
Klasifikasi2015-2017, EGC, Jakarta
Johnson, M.,et all. 2015. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey:
Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2017. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius
Marya, Buku Ajar Patofisiologi Mekanisme Terjadinya Penyakit, Binarupa Aksara, Tanggerang
Mc Closkey, C.J., Iet all. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River
Price, Silvia dan Wilson, Lorraine, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, EGC,
Jakarta