Anda di halaman 1dari 18

REFERAT

Polycystic Ovarium Syndrome (PCOS)

Disusun Oleh:
TITA
1102014265

Pembimbing:
dr. Mathius S. Gasong, Sp.OG

KEPANITRAAN KLINIK MAHASISWA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSTAS YARSI
BAGIAN ILMU OBSTETRIK GINEKOLOGI
RSAD. MOH. RIDWAN MEURAKSA
PERIODE 11 DESEMBER-18 JANUARI 2019
BAB I
PENDAHULUAN

Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) merupakan kelainan kompleks endokrin


dan metabolik yang ditandai dengan adanya anovulasi kronik dan atau
hiperandrogenisme yang diakibatkan oleh kelainan dari fungsi ovarium dan bukan
oleh sebab lain. Pertama kali diperkenalkan oleh Stein dan Leventhal (1935) dalam
bentuk penyakit ovarium polikistik (polycyctic ovary disease/Ovarium
polikistik/Stein-Leventhal Syndrome), dimana gambaran dari sindroma ini terdiri dari
polikistik ovarium bilateral dan terdapat gejala ketidakteraturan menstruasi sampai
amenorea, riwayat infertil, hirsutisme, retardasi pertumbuhan payudara dan
kegemukan. Sindroma ini dicirikan dengan sekresi gonadotropin yang tidak sesuai,
hiperandrogenemia, peningkatan konversi perifer dari androgen menjadi estrogen,
anovulasi kronik, dan ovarium yang sklerokistik dengan demikian sindroma ini
merupakan satu dari penyebab paling umum dari infertilitas.
Diagnosis dan terapi PCOS masih menjadi kontroversi. Pada pertemuan
European Society for Human Reproduction and Embryology (ESHRE) and the
American Society for Reproductive Medicine (ASRM) di Rotterdam pada tahun 2003
telah ditetapkan poin diagnostik untuk menegakkan PCOS yaitu adanya
oligomenorrhea atau anovulasi, tanda-tanda hiperandrogenisme secara klinis maupun
biokimia, polycystic ovarian morphology (sonography), setidaknya didapatkan 2 dari
3 kriteria tersebut maka seorang wanita dapat ditegakkan diagnosis PCOS.
Oleh karena PCOS sering menunjukkan beragam manifestasi klinis maka
pemahaman gejala klinis sangat penting sehingga diagnosis dapat ditegakkan seakurat
mungkin, dengan demikian penatalaksanaan yang diberikan dapat serasional mungkin
dan bermanfaat baik secara medikamentosa ataupun operatif.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) adalah penyakit endokrin yang paling
umum pada wanita, mempengaruhi 8% dari wanita di usia reproduksi. PCOS ditandai
dengan siklus anovulasi kronis, oligo-atau amenore, hirsutisme, dan resistensi insulin.
Definisi yang paling dapat diterima secara internasional pada saat ini seperti yang
diadopsi pada tahun 2003 oleh European Society for Human Reproduction dan
Embryology and the American Society for Reproductive Medicine, yang dikenal
dengan ESHRE/ASRM Dalam konsensus ini diperlukan adanya dua dari tiga kriteria
diagnosa yaitu :
1. Oligo/anovulation
2. Gejala hiperandrogen baik secara klinik maupun biokimia
3. Adanya gambaran morfologi ovarium yang polikistik dengan USG (12 atau
lebih folikel-folikel dengan ukuran diameter antara 2-9 mm dan/atau
peningkatan volume ovarium (>10 ml).
Selain kriteria di atas, etiologi lain seperti Cushing Syndrome, androgen producing
tumours dan Congenital adrenal hyperplasia harus di singkirkan.

- Oligo/anovulation : ovulasi yang terjadi kurang dari satu kali dalam 35 hari.
- Hiperandrogenism : tanda-tanda klinik yang meliputi hirsutism, acne,
alopecia (malepattern balding) dan virilisasi yang nyata. Indikator biokimia
meliputi meningkatnya konsentrasi total testosterone dan androstendione dan
meningkatnya free androgen index yang diukur dengan membandingkan total
testosterone dan sex hormone binding globulin (SHBG). Akan tetapi,
pengukuran petanda biokimia untuk hiperandrogenism sering memberikan
hasil yang tidak konsisten, hal ini disebabkan oleh pemakaian berbagai metode
yang berbeda.
- Ovarium polikistik : adanya 12 atau lebih folikel dalam salah satu ovarium
dengan ukuran diameter 2-9 mm dan/atau meningkatnya volume ovarium (>10
ml). Menurut kriteria Rotterdam diagnostic ini, kebanyakan wanita dengan
PCOS dapat didiagnosa tanpa memerlukan pemeriksaan laboratorium.

2
Sementara sekitar 21% dari perempuan memiliki ovarium polikistik,
diperkirakan bahwa PCOS mempengaruhi 5% sampai 10% dari wanita usia
reproduksi dan 15% sampai 20% dari wanita dengan infertilitas.

2.2. Epidemiologi
Prevalensi PCOS bervariasi tergantung pada kriteria yang digunakan untuk
mendiagnosa. Ketika kriteria National Institutes of Health (NIH) digunakan,
khususnya adanya oligomenore atau amenore dan hiperandrogenisme, kejadian ini
dilaporkan 7% menjadi 8,7% pada wanita usia reproduksi. Namun, prevalensi lebih
tinggi ketika salah satu kriteria Rotterdam atau The Androgen Excess Society (AES)
diterapkan. WHO tahun 2010 menunjukan 3 – 5 % penduduk dunia menderita PCOS.
Diderita pada wanita (5–10% dari wanita usia reproduksi yang berumur 12 – 45
tahun) dan diduga menjadi salah satu penyebab utama infertilitas wanita.
Sekitar 18% wanita dari studi prevalensi berbasis komunitas memenuhi
kriteria diagnostik untuk PCOS, berdasarkan kriteria Rotterdam. Batas atas penelitian
ini prevalensi diperhitungkan menggunakan perkiraan dari ovarium polikisik untuk
wanita tanpa dokumentasi kista ovarium dengan USG. Namun, batas atas dari
prevalensi yang tidak diperhitungkan untuk memperkirakan ovarium polikistik pada
wanita didiagnosis dengan menggunakan kriteria AES. Selain itu, perkiraan
prevalensi bervariasi sesuai dengan berat badan wanita, dengan PCOS mempengaruhi
sekitar 28% dari wanita yang mengalami obesitas. Akhirnya, perbedaan yang
signifikan dalam prevalensi PCOS di kelompok etnis yang berbeda belum dilaporkan.

3
2.3. Etiologi
Etiologi yang tepat untuk pengembangan hiperandrogenisme tidak diketahui.
Namun, kecenderungan keluarga untuk terjadinya PCOS menunjukkan pola turun-
temurun dapat menjadi suatu kerentanan. Sekitar 70% dari yang disajikan varians
diamati dalam patogenesis PCOS adalah disebabkan pengaruh polygenetic. Beberapa
gen telah diidentifikasi yang dapat terlibat dalam patogenesis PCOS, termasuk gen
yang terlibat dalam biosintesis dan tindakan androgen, gen yang berhubungan dengan
resistensi insulin, dan gen yang mengkode untuk sitokin inflamasi. Faktor-faktor lain
yang dapat meningkatkan kerentanan terhadap pengembangan PCOS termasuk
riwayat memiliki berat lahir yang tinggi (8.5 pon) dan dilahirkan dari ibu kelebihan
berat badan, berat badan lahir rendah, virilisasi bawaan, pubarche dini
(pengembangan rambut kemaluan sebelum 8 tahun), obesitas, acanthosis nigricans
(gelap, tebal, kulit beludru diamati dalam lipatan tubuh), jerawat, anovulasi, dan
ovarium polikistik.

2.4. Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya PCOS sampai serkarang ini masih dipelajari. Namun
telah disetujui bahwa ketidakseimbangan hormon menjadi salah satu penyebabnya,
kemungkinkan juga dikombinasikan dengan adanya resistensi insulin.,yang mana
dapat meningkatkan produksi androgen.
Dalam studi dibuktikan bahwa faktor intrinsik dari folikulogenesis ovarium
berpengaruh dalam PCOS yakni hipersekresi dari sel teca dan juga sekresi abnormal
insulin.Penyebab ketidakseimbangan hormon sendiri belum diketahui,namun ini telah
menjadi proses yang berulang-ulang
Karakteristik gambaran hormon pada PCOS yakni sekresi abnormal hormon
gonadotropin yang mana meningkatkan kadar LH, yang menstimulasi sel teca di
ovarium untuk memproduksi androgen berlebih. Hiperaktivitas adrenal, yang terjadi
pada 30% wanita dengan PCOS, juga berkontribusi dalam peningkatan dan sirkulasi
hormon androgen. Hasilnya, proses folikulogenesis normal terganggu dan
mempengaruhi perkembangan folikel yang nantinya akan menyebabkan anovulasi.
Anovulasi yang berkepanjangan dapat meningkatkan kadar level androgen dan
estrogen (terutama proses konversi androgen menjadi estrone yang berlangsung pada
jaringan adiposa). Peningkatan level androgen juga menyebabkan berkurangnya

4
sekresi SHBG dan menurunnya SHBG dapat meningkatkan sirkulasi dari androgen
dan estradiol. Meningkatnya estradiol dapat meningkatkan hormon relising GnRH
dan dapat berkontribusi dalam meningkat level LH dan terjadi unovulasi. Proses ini
termasuk perkembangan abnormal dari folikel, atresia dan unovulasi yang mana rasio
LH dan FSH meningkat. Selain itu ada resusitasi insulin pada wanita pengidap PCOS
dapat berkontribusi dalam peningkatan androgen. Wanita dengan PCOS, faktor
pertunbuhan insulin meningkat yang mana menstimulasi sel teca di ovarium
dikombinasikan dengan LH yang mana akan dapat menyebabkan produksi androgen
berlebihan.
 Cascade Cholesterol

5
2.5. Manifestasi Klinis
Kriteria diagnostik yang dipakai untuk PCOS termasuk kejadian
hiperandrogen, oligoovulasi atau anovulation, dan atau polikistik ovari. Ada juga
gejala dari segi dernatologis seperti hirsutisme, acne, androgeni alopersia (kerontokan
rambut). Yang lebih penting di asia dan remaja jarang terjadi hirsutisme. Rata-rata
60% mengalami gejala unovulasi (amenore, infertil, menorargi, oligomenore) dan 50-

6
60% gejala obesitas ada namun hanya 30% yang mengalami kejadian ini. Salah satu
indikasi hiperandrogen kemungkin pada pada PCOS yaitu pubertas prekok.
Gejala dan keluhan PCOS disebabkan oleh adanya perubahan hormonal. Satu
hormon merupakan pemicu bagi hormon lainnya. Hal ini akan menimbulkan
lingkaran setan dari suatu gangguan keseimbangan hormonal dalam sistem endokrin.
Gangguan tersebut antara lain adalah :
1. Hormon ovarium. Bila kadar hormon pemicu ovulasi tidak normal maka
ovarium tidak akan melepaskan sel telur setiap bulan. Pada beberapa
penderita, dalam ovarium terbentuk kista-kista kecil yang menghasilkan
androgen.
2. Kadar androgen yang tinggi. Kadar androgen yang tinggi pada wanita
menyebabkan timbulnya jerawat dan pola pertumbuhan rambut seperti pria
serta terhentinya ovulasi.
3. Kadar insulin dan gula darah yang meningkat. Sekitar 50% tubuh penderita
PCOS bermasalah dalam penggunaan insulin yaitu mengalami resistensi
insulin. Bila tubuh tidak dapat menggunakan insulin dengan baik maka kadar
gula darah akan meningkat. Bila keadaan ini tidak segera diatasi, maka dapat
terjadi diabetes kelak dikemudian hari.

Gejala PCOS cenderung terjadi secara bertahap. Awal perubahan hormon


yang menyebabkan PCOS terjadi pada masa remaja setelah menarche. Gejala akan
menjadi jelas setelah berat badan meningkat pesat.
Gejala yang diperlihatkan oleh penderita PCOS kadang-kadang tidak jelas
 Gejala PCOS awal:
1. Jarang atau tidak pernah mendapat haid. Setiap tahun rata-rata hanya terjadi
kurang dari 9 siklus haid ( siklus haid lebih dari 35 hari ). Beberapa penderita
PCOS dapat mengalami haid setiap bulan namun tidak selalu mengalami
ovulasi.
2. Perdarahan haid tidak teratur atau berlebihan. Sekitar 30% penderita PCOS
memperlihatkan gejala ini.
3. Rambut kepala rontok dan rambut tubuh tumbuh secara berlebihan.
Kerontokan rambut dan pertumbuhan rambut berlebihan dimuka, dada, perut
(hirsuitisme) disebabkan oleh kadar androgen yang tinggi.

7
4. Pertumbuhan jerawat. Pertumbuhan jerawat disebabkan pula oleh kadar
androgen yang tinggi.
5. Depresi. Perubahan hormon dapat menyebabkan gangguan emosi.
 Gejala PCOS lanjut
1. Berat badan meningkat atau obesitas terutama pada tubuh bagian atas (sekitar
abdomen dan pinggang). Gejala ini disebabkan oleh kenaikan kadar hormon
androgen.
2. Kerontokan rambut dengan pola pria atau penipisan rambut kepala (alopesia).
Gejala ini disebabkan oleh kenaikan kadar hormon androgen.
3. Abortus berulang. Penyebab hal ini tidak diketahui dengan jelas. Abortus
mungkin berkaitan dengan tingginya kadar insulin, ovulasi yang terhambat
atau masalah kualitas sel telur atau masalah implantasi pada dinding uterus.
4. Sulit mendapatkan kehamilan (infertil) oleh karena tidak terjadi ovulasi.
5. Hiperinsulinemia dan resistensi insulin yang menyebabkan obesitas tubuh
bagian atas, perubahan kulit dibagian lengan, leher atau pelipatan paha dan
daerah genital.
6. Masalah gangguan pernafasan saat tidur (mendengkur). Keadaan ini
berhubungan dengan obesitas dan resistensi insulin.
7. Nyeri panggul kronis (nyeri perut bagian bawah dan panggul)
8. Tekanan darah tinggi seringkali ditemukan pada penderita PCOS.

2.6. Diagnosis
Catatan medis berasal dari sedini zaman Hippocrates memberikan bukti
adanya berbagai karakteristik fisik pada wanita yang konsisten dengan PCOS,
termasuk oligomenore, infertilitas, tubuh gemuk, hirsutisme, dan virilisasi. Meskipun
karakteristik fisik gangguan ini telah diakui selama ribuan tahun, saat ini belum ada
definisi yang diterima secara universal dari PCOS. Pada tahun 1990, sebuah panel
ahli diselenggarakan di National Institutes of Health (NIH) yang diusulkan kriteria
diagnostik untuk PCOS yang diperlukan dokumentasi hiperandrogenisme (baik
hyperandrogenemia biokimia atau bukti klinis hirsutisme) dan oligomenore atau
amenore. Pada tahun 2003, Rotterdam PCOS Konsensus Kelompok memperluas
kriteria NIH menyertakan bukti ovarium polikistik dengan USG dan diperlukan
bahwa 2 dari 3 kriteria ini harus dipenuhi untuk mendiagnosis PCOS. The Androgen
Excess Society (AES) Ulasan kriteria diagnostik PCOS yang ada dan pada tahun 2006

8
menyimpulkan bahwa dokumentasi hyperandrogenemia sangat penting untuk
diagnosis PCOS dan harus disertai dengan bukti disfungsi ovarium dan / atau ovarium
polikistik didokumentasikan oleh USG.
Yang penting, semua pedoman diagnostik yang diusulkan oleh kelompok-
kelompok ini mengharuskan minimal 2 dari 3 kriteria yang terdaftar hadir dan
penyebab lain dari sekresi androgen berlebih (misalnya, hiperprolaktinemia)
dikecualikan untuk mendiagnosa kondisi ini.
 Hirsutism

9
Rotterdam Kriteria AES (2006)
(2003)
Semua tiga kriteria Dua dari tiga kriteria: Semua tiga hal berikut :
 Bukti klinis atau  Oligomenorre  Hiperandrogenisme
biokimia dan/atau (klinis atau biokimia )
Hiperandrogen anovulasi  Disfungsi ovarium
 Oligomenorre  Tanda klinis dari (oligomenore atau
dan/atau hiperandrogen anovulasi dan /atau
anovulasi  Polikistik morfologi ovarium
 Pengecualian ovarium polikistik)
dari gangguan  Pengecualian
lainnya kelebihan androgen
lain atau terkait
gangguan lainnya
PCOS dapat didiagnosis PCOS didominasi gangguan
hanya setelah kelebihan androgen .
mengesampingkan
gangguan yang terkait
(misalnya, resistensi
insulin yang parah,
androgen neoplasma,
sindrom Cushing,
hiperprolaktinemia dan
kelainan tiroid gen)

10
Untuk menegakkan diagnosa PCOS diperlukan sejumlah pemeriksaan antara
lain anamnesa yang cermat, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium serta
pemeriksaan ultrasonografi.
Anamnesa:
1. Riwayat medis mengenai keluhan yang dirasakan penderita.
2. Pertanyaan mengenai perubahan berat badan, perubahan kulit, rambut dan
siklus haid.
3. Pertanyaan mengenai masalah kesuburan.
4. Pertanyaan mengenai riwayat keluarga yang menderita PCOS atau diabetes.
Pemeriksaan fisik:
1. Pemeriksaan kesehatan secara umum termasuk tekanan darah, berat dan tinggi
badan (menentukan BMI-Body Mass Index).
2. Pemeriksaan tiroid, kulit, rambut, payudara.
3. Pemeriksaan bimanual untuk melihat kemungkinan adanya pembesaran
ovarium.
Pemeriksaan laboratorium :
1. β-hCG untuk menyingkirkan kemungkinan kehamilan.
2. Testosteron dan androgen. Kadar tinggi dari Androgen akan menghambat
terjadinya ovulasi dan menyebabkan jerawat, pertumbuhan rambut secara
berlebihan dan kerontokan rambut kepala.
3. Prolaktin yang mempengaruhi siklus haid dan fertilitas
4. Kolesterol dan trigliserida
5. Pemeriksaan untuk fungsi ginjal dan hepar dan pemeriksaan gula darah
6. Pemeriksaan TSH (Thyroid Stimulating Hormon) untuk menentukan aktivitas
tiroid
7. Pemeriksaan hormon adrenal, DHEA-S (Dehiydroepiandrosteron Sulfat) atau
17-hydroxyprogesteron. Gangguan kelenjar adrenal dapat menimbulkan gejala
seperti PCOS.
8. Pemeriksaan OGTT- oral glucosa tolerance test dan kadar insulin untuk
menentukan adanya resistensi insulin.

Pemeriksaan ultrasonografi :
Pemeriksaan ulttrasonografi pelvis dapat menemukan adanya pembesaran satu
atau kedua ovarium. Namun yang perlu diingat bahwa pada PCOS tidak selalu terjadi

11
pembesaran ovarium sehingga diagnosa PCOS dapat diduga tanpa harus melakukan
pemeriksaan ultrasonografi terlebih dulu.

2.7. Terapi
2.7.1. Farmakologi
2.7.1.1. Metformin
Dalam penelitian, pengobatan metformin setelah 6 dan 12 bulan secara
signifikan mengurangi berat badan, BMI dan lingkar pinggang. Hiperinsulinemia
merupakan parameter penting dalam menentukan memulai atau tidak untuk terapi
metformin untuk wanita PCOS dengan harapan mencegah timbulnya diabetes mellitus
tipe 2.
Sindroma ovarium polikistik adalah sekelompok masalah gangguan kesehatan
akibat gangguan keseimbangan hormonal. Seringkali PCOS menyebabkan gangguan
pada pola haid dan menimbulkan kesulitan untuk mendapatkan kehamilan. Olahraga
secara teratur, konsumsi makanan sehat, serta menghentikan kebiasaan merokok dan
mengendalikan berat badan merupakan kunci utama pengobatan PCOS. Alternatif
pengobatan lainnya adalah dengan menggunakan obat untuk menyeimbangkan
hormon. Tidak terdapat pengobatan definitif untuk PCOS, namun pengendalian
penyakit dapat menurunkan resiko infertilitas, abortus, diabetes, penyakit jantung dan
karsinoma uterus.

12
Metformin adalah obat sensitifitas insulin yang sudah dipakai untuk
mengobati PCOS pada wanita. Metformin yang meningkatkan sensitifitas insulin di
liver dengan mengurangi kerja enzim gluconeogenic, menghambat pengeluaran laktat
dan alanine, peningkatan konversi piruvat ke alanine dan menghambat pengeluaran
glukosa. Dalam studi menunjukkan bahwa metformin efektif mengurangi androgen,
meningkatkan sensitifitas insulin, mengurangi penurunan berat badan yang sering
terjadi pada PCOS. Namun dalam suatu studi randomisasi lebih dari 600 wanita
dilaporkan tidak ada perubahan dalam fertilitas dalam menggunakan metformin
jangka panjang pada wanita PCOS dibandingkan dengan dengan clomphine.
Terapi metformin secara signifikan memperbaiki resistensi insulin, ketidak
seimbangan hormon endokrin, hirsutisme, siklus mentruasi. kehamilan dapat terjadi
tergantung terhadap keseimbangan metabolisme, endokrin dan parameter
antropometri.
Metformin (Glucophage). Obat diabetes ini digunakan untuk mengendalikan
insulin, gula darah dan androgen. Obat ini menurunkan resiko diabetes dan penyakit
jantung serta memulihkan siklus haid dan fertilitas.
Catatan : Metformin nampaknya sangat bermanfaat untuk mengatasi gejala yang
terjadi pada PCOS. Metformin dapat memperbaiki derajat fertilitas, menurunkan
kejadian abortus, dan diabetes gestasional serta mencegah terjadinya masalah
kesehatan jangka panjang. Penggunaan metformin pada masa kehamilan masih
merupakan kontroversi meskipun resiko nampaknya sangat kecil. Metformin oleh
FDA dimaksudkan untuk mengatasi diabetes sehingga penggunaannya pada kasus
PCOS harus dibahas secara rinci.
Faktor yang paling penting dalam penggunaan metformin yaitu testosteron,
progesteron, FSH, CRP dan adanya ovulasi. Untuk kedepannya perlu dipelajari
adanya hubungan antara perubahan endokrin degan penggunaan jangka panjang
metformin pada wanita PCOS.
2.7.1.2. Pil KB Diane
Pil KB Diane merupakan merek dagang pil kontrasepsi yang mengandung
ethinyloestradiol dan cyproterone acetate. Pil KB Diane umumnya digunakan sebagai
terapi gejala androgenisasi pada wanita, seperti jerawat yang parah dengan riwayat
gagal dengan terapi lainnya atau pertumbuhan rambut di daerah wajah atau tubuh
(disebut hirsutism) dengan derajat ringan sampai sedang yang tidak disebabkan oleh
penyakit lain yang mendasari. Selain itu, pil KB Diane juga dapat digunakan sebagai

13
pil kontrasepsi untuk mencegah kehamilan. Pil Diane mengandung hormon
progesteron dan estrogen, yang memiliki kombinasi yang sama dengan piil
kontrasepsi oral pada umumnya. Oleh karena itu, penggunaan pil KB Diane tidak
boleh digabungkan dengan pil kontrasepsi lainnya.
2.7.1.3. Anti-androgen
Mengurangi timbulnya gejala yang abnormal seperti hirsutisme, contoh obat:
flutamid, finasterid
2.7.1.4. Obat untuk fertilitas
Clomiphene citrate merangsang pelepasan hormon yang diperlukan untuk
menyebabkan ovulasi.
Terapi Clomiphene biasanya digunakan selama 5 hari berturut-turut di awal
siklus menstruasi, selama 3 sampai 6 siklus bulanan. Mungkin diperlukan beberapa
siklus untuk menemukan dosis yang tepat untuk merangsang ovulasi. Setelah dosis
yang ditentukan, seorang wanita akan mengambil obat untuk setidaknya 3 lebih
siklus. Jika dia tidak menjadi hamil setelah 6 siklus, tidak mungkin bahwa pengobatan
clomiphene lanjut akan berhasil.
2.7.1.5. Terapi Pembedahan
Terapi pembedahan kadang-kadang dilakukan pada kasus infertilitas akibat PCOS
yang tidak segera mengalami ovulasi setelah pemberian terapi medikamentosa.
Melalui pembedahan, fungsi ovarium di pulihkan dengan mengangkat sejumlah kista
kecil.Alternatif tindakan :
1. “Wedge Resection”
Mengangkat sebagian ovarium. Tindakan ini dilakukan untuk
membantu agar siklus haid menjadi teratur dan ovulasi berlangsung secara
normal. Tindakan ini sudah jarang dikerjakan oleh karena memiliki potensi
merusak ovarium dan menimbulkan jaringan parut.
2. “Laparoscopic ovarian drilling”
Merupakan tindakan pembedahan untuk memicu terjadinya ovulasi
pada penderita PCOS yang tidak segera mengalami ovulasi setelah
menurunkan berat badan dan memperoleh obat-obat pemicu ovulasi. Pada
tindakan ini dilakukan eletrokauter atau laser untuk merusak sebagian
ovarium. Beberapa hasil penelitian memperlihatkan bahwa dengan tindakan
ini dilaporkan angka ovulasi sebesar 80% dan angka kehamilan sebesar 50%.

14
Wanita yang lebih muda dan dengan BMI dalam batas normal akan lebih
memperoleh manfaat melalui tindakan ini.
2.7.1.6. OHSS
Ovarian Syndrome Hyperstimulation (OHSS) adalah suatu kondisi dimana
karena produksi beberapa telur (biasanya lebih dari 25) cairan menumpuk di perut
yang menyebabkan pembengkakan, rasa tidak nyaman, mual, muntah, rasa sakit,
kesulitan bernapas, dan buang air kecil. Ada derajat yang berbeda pada OHSS. Hal ini
dapat sangat ringan dengan gejala minimal yang dapat diselesaikan lebih dari
hitungan 2-3 hari atau bisa berat yang membutuhkan akumulasi cairan drainase perut
(ascites) dan rawat inap. Insiden OHSS ringan terjadi pada sekitar 10% kasus dan
OHSS dalam <1% dalam jangka waktu tertentu dalam proses bayitabung.

15
BAB III
KESIMPULAN

Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) adalah penyakit endokrin yang paling


umum pada wanita, mempengaruhi 8% dari wanita di usia reproduksi. PCOS ditandai
dengan siklus anovulasi kronis, oligo-atau amenore, hirsutisme, dan resistensi insulin.
Penyebab dari PCOS masih belum jelas, namun faktor genetik dapat menjadi salah
satu penyabab dari PCOS. PCOS ditandai dengan terjadinya peningkatan pada LH,
androgen yang menyebabkan hirsutism dan adipose yang menyebabkan tingginya
kadar estrone sehingga tidak bekerja pada FSH sehingga menyebabkan menurunnya
kadar estradiol di dalam folikel yang dapat menyebabkan digenerasi kistik folikel.
Terapinya juga dapat berupa terapi dengan obat-obatan dan dengan pembedahan.

16
Daftar Pustaka

Anonym (2010). Kriteria PCOS. http://related:nurse-practitioners-and-physician-


assistants.advanceweb.com/SharedResources/Downloads/2010/012510/NP0201
10_p18table1.pdf. Diakses 19 Juni 2014 jam 18.00.
Ehrmann DA (2005). Polycystic ovary syndrome. New England Journal of Medicine,
352(12): 1223–1236.
Haas DA, et al. (2003). Effects of metformin on body mass index, menstrual cyclicity,
and ovulation induction in women with polycystic ovary syndrome. Fertility and
Sterility, 79(3): 469–481.
Huang I, et al. (2007). Endocrine disorders. In JS Berek, ed., Berek and Novak's
Gynecology, 14th ed., pp. 1069–1135. Philadelphia: Lippincott Williams and
Wilkins.
lsenbruch S, et al. (2003). Quality of life, psychological well-being, and sexual
satisfaction in women with polycystic ovary syndrome. Journal of Clinical
Endocrinology and Metabolism, 88(12): 5801–5807
Maureen Shannon, Yusharn Wang (2012). Polycystic Ovary Syndrome: A Common
But Often Unrecognized Condition. Journal of Midwifery & Women’s Health
Volume 57, No. 3, May/June 2012
Speroff L, Fritz MA (2005). Anovulation and the polycystic ovary. Clinical
Gynecologic Endocrinology and Infertility, 7th ed., pp. 465–498. Lippincott
Williams and Wilkins.
Yuan An, Zhuangzhuang Sun, Yajuan Zhang et al (2014). The use of berberine for
women with polycystic ovary syndrome undergoing IVF treatment. Clinical
Endocrinology (2014) 80, 425–431
Zelija Velija-Ašimi (2013). Evaluation of endocrine changes in women with the
polycystic ovary syndrome during metformin treatment. Bosn J Basic Med Sci
2013; 13 (3): 180-185

17

Anda mungkin juga menyukai