Anda di halaman 1dari 13

TUGAS BEDAH MINOR

“PERBEDAAN LUKA KERING DAN LUKA SEMBUH”

Pembimbing:
dr. Jefferson Marampe, Sp.B

Disusun oleh:
Faza Aditya Kencana
1102014097

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK. 1 RADEN SAID SUKANTO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
PERIODE 2 SEPTEMBER – 9 NOVEMBER 2019
LUKA DAN PERAWATANNYA

I. DEFINISI LUKA
Luka didefinisikan sebagai suatu kerusakan integritas epithel dari kulit atau
terputusnya kesatuan struktur anatomi normal dari suatu jaringan akibat suatu trauma.
Definisi lain menyebutkan luka sebagai hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh.

II. PENYEBAB LUKA


Luka dapat disebabkan oleh trauma tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia,
ledakan, sengatan listrik dan animal bite.

III. KLASIFIKASI LUKA


Ada beberapa cara untuk membuat klasifikasi luka. Namun yang umum luka dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
A. Berdasarkan sifat luka yaitu :
1. Aberasi
Aberasi adalah luka dimana lapisan terluar dari kulit tergores. Luka
tersebut akan sangat nyeri dan mempunyai resiko tinggi terhadap infeksi, karena
benda asing dapat masuk ke lapisan kulit yang lebih dalam dan dalam jaringan
subkutan. Perdarahan biasanya sedikit.
2. Punktur (Luka Tusuk)
Luka tusuk merupakan cedera penetrasi. Penyebabnya berkisar dari paku
sampai pisau atau peluru. Walaupun perdarahan nyata seringkali sedikit,
kerusakan jaringan internal dan perdarahan dapat sangat meluas dan
mempunyai resiko tinggi terhadap infeksi sehubungan adanya benda asing pada
tubuh.
3. Avulsi
Avulsi terjadi sebagai akibat jaringan tubuh tersobek. Avulsi seringkali
dihubungkan dengan perdarahan yang hebat. Kulit kepala dapat tersobek dari
tengkorak pada cedera degloving. Cedera dramatis seringkali dapat diperbaiki
dengan scar-scar kecil. Apabila semua bagian tubuh seperti telinga, jari tangan
tangan, jari kaki, mengalaqmi sobekan maka pasien harus dikirim ke rumah
sakit dengan segera untuk memungkinkan perbaikan (penyambungan kembali).
4. Insisi (Luka sayatan)
Insisi adalah terpotong dengan kedalaman yang bervariasi. Hal ini
seringkali menimbulkan perdarahan hebat dan kemungkinan bisa terdapat
kerusakan pada struktur dibawahnya sedemikian rupa, seperti saraf, otot atau
tendon. Luka-luka ini harus dilindungi utuk menghambat terjadinya infeksi,
bersamaan dengan pengontrolan perdarahan.
5. Laserasi
Laserasi adalah luka bergerigi yang tidak teratur. Seringkali meliputi
kerusakan jaringan yang berat. Luka-luka ini seringkali menyebabkan
perdarahan yang serius dan kemudian pasien akan mengalami syok
hipovolemik.
Penolong pertama harus mempertimbangkan kondisi luka yang terjadi
sepeti perlukaan itu dapat merupakan akibat cedera oleh dirinya sendiri.
6. Dekubitus
Ulkus Dekubitus (Luka akibat penekanan, Ulkus kulit, Bedsores) adalah
kerusakan kulit yang terjadi akibat kekurangan aliran darah dan iritasi pada kulit
yang menutupi tulang yang menonjol, dimana kulit tersebut mendapatkan
tekanan dari tempat tidur, kursi roda, gips, pembidaian atau benda keras lainnya
dalam jangka panjang.

B. Berdasarkan mekanisme terjadinya Luka


1. Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam. Misal
yang terjadi akibat pembedahan. Luka bersih (aseptik) biasanya tertutup oleh sutura
seterah seluruh pembuluh darah yang luka diikat (Ligasi).
2. Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan
dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.
3. Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain yang
biasanya dengan benda yang tidak tajam.
4. Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti peluru atau
pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.
5. Luka gores (Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh kaca
atau oleh kawat.
6. Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh biasanya
pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujung biasanya
lukanya akan melebar.
7. Luka Bakar (Combustio) adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus
listrik, bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih
dalam.

C. Berdasarkan proses penyembuhan, dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu:


a. Healing by primary intention
Tepi luka bisa menyatu kembali, permukan bersih, biasanya terjadi karena suatu
insisi, tidak ada jaringan yang hilang. Penyembuhan luka berlangsung dari bagian
internal ke ekseternal.
b. Healing by secondary intention
Terdapat sebagian jaringan yang hilang, proses penyembuhan akan berlangsung
mulai dari pembentukan jaringan granulasi pada dasar luka dan sekitarnya.
c. Delayed primary healing (tertiary healing)
Penyembuhan luka berlangsung lambat, biasanya sering disertai dengan infeksi,
diperlukan penutupan luka secara manual.

D. Berdasarkan usia luka (Wound Age) atau lama penyembuhan bisa dibedakan
menjadi dua yaitu:
a. Luka Akut
Luka dikatakan akut jika penyembuhan yang terjadi dalam jangka waktu 2-3
minggu atau luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep penyembuhan
yang telah disepakati atau diharapkan. Luka akut biasanya terjadi pada individu
yang normal, sehat dan dapat dilakukan penutupan luka secara primer atau
dibiarkan menyembuh secara sekunder. Sebagian besar luka yang terjadi akibat
trauma pada organ atau jaringan dapat dikatagorikan sebagai luka akut.
Menurut Cohen,dkk luka akut akan mencapai penyembuhan normal melalui
proses penyembuhan yang diharapkan dalam waktu tertentu untuk mencapai
pemulihan integritas anatomi dan fungsi. luka disebut akut bila luka tersebut baru
atau mencapai kemajuan penyembuhan luka sesuai yang diharapkan.
b. Luka Kronik
luka kronis adalah segala jenis luka yang tidak tanda-tanda untuk sembuh
dalam jangka lebih dari 4-6 minggu. luka kronik adalah luka yang tidak sembuh
dalam waktu yang diharapkan. Hal yang penting adalah pada luka kronik proses
penyembuhan melambat atau berhenti dan luka tidak bertambah kecil atau tidak
bertambah dangkal. Meskipun dasar luka tampak merah, lembab dan sehat tetapi
bila proses penyembuhan luka tidak mengalami kemajuan maka dikatagorikan
sebagai luka kronik.
Pada luka kronik terjadi kegagalan untuk mencapai penyembuhan yang
diharapkan dalam waktu tertentu untuk menghasilkan pemulihan integritas
anatomi dan fungsi. Penyembuhan luka kronik biasanya berkepanjangan dan tidak
lengkap.
Luka kronik terjadi karena kegagalan proses penyembuhan luka akibat ada
kondisi patologis yang mendasarinya. Luka kronik tidak akan sembuh bila
penyebab yang mendasarinya tidak dikoreksi. Seringkali luka kronik mengalami
rekurensi. Diantara kondisi patologis tersebut adalah penyakit vaskuler, oedema,
diabetes melitus, malnutrisi dan tekanan (pressure). Torre menyebutkan penyebab
luka kronik diantaranya infeksi, hipoksia jaringan, trauma berulang, adanya
jaringan nekrotik/debris dan sebab sistemik seperti diabetes melitus, malnutrisi,
imunodefisiensi dan pemakaian obat-obatan tertentu.
Luka insisi bisa dikategorikan luka akut jika proses penyembuhan berlangsung
sesuai dengan kaidah penyembuhan normal tetapi bisa juga dikatakan luka kronis
jika mengalami keterlambatan penyembuhan (delayed healing) atau jika
menunjukkan tanda-tanda infeksi.

E. Berdasarkan kedalaman luka (Wound Depth) :


a. Superficial, yakni hanya mengenai epidermis saja
b. Partial Thickness, mengenai epidermis dan sebagian dermis, dan
c. Full Thickness, yakni luka menembus kulit melampaui dermis dapat mencapai
lemak subkutan, fascia, otot bahkan tulang.
F. Berdasarkan warna luka (Wound Color) :
a. Merah (warna jaringan granulasi yang sehat)
b. Kuning ( warna lapisan fibrin melekat pada jaringan)
c. Hitam (warna jaringan nekrotik atau avaskuler diatas luka)

G. Berdasarkan waktu terjadinya luka


a. Luka Kontaminasi
Luka Kontaminasi yakni luka yang belum melewati batas waktu kontaminasi
atau golden periode (kurang dari 6 jam). Pembagian luka ini berdasarkan waktu
kontaminasi (golden periode) yaitu 6-8 jam.
b. Luka Infeksi
Luka Infeksi yakni luka yang sudah melewati batas waktu kontaminasi atau golden
periode (lebih dari 6 jam), dimana setelah waktu 6-8 jam setelah terjadi luka maka
bakteri yang ada telah mencapai koloni tertentu dan mengadakan invasi ke dalam
jaringan sekitar luka atau pembuluh darah. Pada kondisi ini luka disebut sebagai
luka infeksi.

H. Berdasarkan Jenis Luka Operasi


Berdasarkan hubungan antara luka dengan beberapa faktor seperti situasi,
mekanisme luka, adanya kontaminasi atau infeksi pada saat operasi maka luka operasi
diklasifikasikan menjadi empat jenis, yakni : (5,6)
a. Tipe I, Luka Bersih, adalah luka operasi yang dibuat diatas kulit yang utuh tanpa
tanda infeksi atau peradangan. Luka jenis ini tidak membuka traktus respiratorius,
traktus urinarius, traktus gastrointestinal maupun traktus bilier. Luka dibuat
terencana dan penutupan luka dilakukan secara primer dan tanpa pemakaian drain
tertutup.
b. Tipe II, Luka Bersih Terkontaminasi, adalah luka operasi yang membuka traktus
respiratorius, traktus urinarius, traktus gastrointestinal dimana tanpa adanya
spillage atau tumpahan kontaminan. Khusus pada operasi traktus bilier, appendiks,
vagina dan orofaring pada saat dilakukan operasi tidak ditemukan tanda infeksi.
c. Tipe III, Luka Terkontaminasi, adalah luka operasi yang dilakukan pada kulit yang
mengalami trauma terbuka yang masih baru, operasi dengan spillage dari traktus
gastrointestinal atau incisi pada lapangan operasi dengan inflamasi akut dan non-
purulen.
d. Tipe IV, Luka Terinfeksi, adalah luka operasi yang dilakukan pada kulit yang
mengalami trauma melewati waktu golden periode, serta ditemukan adanya infeksi
atau adanya perforasi pada organ viscera. Disini organisme penyebab infeksi luka
post-operatif sudah ada sebelum operasi.

VI. FASE PENYEMBUHAN LUKA


Proses penyembuhan luka bersifat dinamis dengan tujuan akhir pemulihan fungsi
dan integritas jaringan. Dengan memahami biologi penyembuhan luka, kita dapat
mengoptimalkan lingkungan jaringan dimana luka berada.
Proses penyembuhan luka merupakan hasil akumulasi dari proses-proses yang
meliputi koagulasi, inflamasi, sintesis matriks dan substansi dasar, angiogenesis,
fibroplasias, epitelisasi, kontraksi dan remodeling. Tetapi secara garis besar proses
kompleks ini dibagi menjadi tiga fase penyembuhan luka : Fase inflamasi, fase
proloferasi dan fase maturasi.

a. Fase inflamasi
Fase ini terjadi pada hari ke 0-5, dimana terjadi respon yang segera timbul setelah
terjadi injuri, kemudian terjadi pembekuan darah dimana hal ini terjadi untuk mencegah
kehilangan darah. Karakteristik lainnya adalah terjadinya tumor, rubor, dolor, color,
functio laesa. Kondisi ini juga merupakan awal terjadinya haemostasis
sedangkan fagositosis terjadi pada fase akhir dari fase inflamasi ini. Lama fase ini bisa
singkat jika tidak ditemukan adanya infeksi pada luka.
b. Fase proliferasi or epitelisasi
Terjadi pada hari 3 – 14, fase ini juga disebut juga dengan fase granulasi o.k adanya
pembentukan jaringan granulasi pada luka dimana luka nampak merah segar,
mengkilat. Jaringan granulasi terdiri dari kombinasi : Fibroblasts, sel inflamasi,
pembuluh darah yang baru, fibronectin dan hyularonic acid. Proses epitelisasi terjadi
pada 24 jam pertama ditandai dengan penebalan lapisan epidermis pada tepian luka.
Pada luka insisi, proses epitelisasi ini terjadi pada 48 jam pertama.

c. Fase maturasi atau remodelling


Fase ini berlangsung dari beberapa minggu sampai dengan 2 tahun. Pada fase ini
akan terbentuk jaringan kolagen yang baru yang mengubah bentuk luka serta
peningkatan kekuatan jaringan (tensile strength). Jaringan parut (scar tissue) yang
tumbuh sekitar 50-80% sama kuatnya dengan jaringan sebelumnya. Pada fase ini juga
terdapat pengurangan secara bertahap pada aktivitas selular and vaskularisasi jaringan
yang mengalami perbaikan.
V. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROSES PENYEMBUHAN LUKA
Status Imunologi, kadar gula darah (impaired white cell function, hidrasi (slows
metabolism), nutritisi, kadar albumin darah (‘building blocks’ for repair, colloid
osmotic pressure – edema), suplai oksigen dan vaskularisasi, nyeri (causes
vasoconstriction), corticosteroids (depress immune function).

VI. PENGKAJIAN LUKA


a. Kondisi luka
1. Warna dasar luka
 Nekrotik, (hitam), Eschar yang mengeras dan nekrotik, mungkin kering
atau lembab.
 Sloughy (kuning), jaringan mati yang fibrous.
 Terinfeksi (kehijauan), terdengan tanda-tanda klinis adanya infeksi seperti
nyeri, panas, bengkak, kemerahan dan peningkatan eksudat.
 Granulasi (merah), jaringan granulasi yang sehat.
 Epitalisasi (pink), terjadi epitelisasi.
2. Lokasi ukuran dan kedalaman luka
3. Eksudat dan bau
4. Tanda-tanda infeksi
5. Keadaan kulit sekitar luka : warna dan kelembaban
6. Hasil pemeriksaan laboratorium yang mendukung
b. Status nutrisi klien : BMI, kadar albumin
c. Status vascular : seperti Hb
d. Status imunitas: terapi kortikosteroid atau obat-obatan immunosupresan yang lain
e. Penyakit yang mendasari : diabetes atau kelainan vaskularisasi lainnya

VII. PERENCANAAN
a. Pemilihan Balutan Luka
Balutan luka (wound dressings) secara khusus telah mengalami perkembangan
yang sangat pesat selama hampir dua dekade ini. adapun alasan dari teori
perawatan luka dengan suasana lembab ini antara lain:
1. Mempercepat fibrinolisis. Fibrin yang terbentuk pada luka kronis dapat
dihilangkan lebih cepat oleh netrofil dan sel endotel dalam suasana lembab.
2. Mempercepat angiogenesis. Dalam keadaan hipoksia pada perawatan luka
tertutup akan merangsang lebih pembentukan pembuluh darah dengan lebih
cepat.
3. Menurunkan resiko infeksi
4. Kejadian infeksi ternyata relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan
perawatan kering.
5. Mempercepat pembentukan Growth factor. Growth factor berperan pada
proses penyembuhan luka untuk membentuk stratum corneum dan
angiogenesis, dimana produksi komponen tersebut lebih cepat terbentuk
dalam lingkungan yang lembab.
6. Mempercepat terjadinya pembentukan sel aktif. Pada keadaan lembab, invasi
netrofil yang diikuti oleh makrofag, monosit dan limfosit ke daerah luka
berfungsi lebih dini.

Pada dasarnya prinsip pemilihan balutan yang akan digunakan untuk membalut luka
harus memenuhi kaidah-kaidah berikut ini:
1. Kapasitas balutan untuk dapat menyerap cairan yang dikeluarkan oleh luka
(absorbing)
2. Kemampuan balutan untuk mengangkat jaringan nekrotik dan mengurangi
resiko terjadinya kontaminasi mikroorganisme (non viable tissue removal)
3. Meningkatkan kemampuan rehidrasi luka (wound rehydration)
4. Melindungi dari kehilangan panas tubuh akibat penguapan
5. Kemampuan atau potensi sebagai sarana pengangkut atau pendistribusian
antibiotic ke seluruh bagian luka (Hartmann, 1999; Ovington, 1999).

b. Jenis-jenis balutan dan terapi alternative lainnya


1. Film Dressing
 Semi-permeable primary atau secondary dressings
 Clear polyurethane yang disertai perekat adhesive
 Conformable, anti robek atau tergores
 Tidak menyerap eksudat
 Indikasi : luka dgn epitelisasi, low exudate, luka insisi
 Kontraindikasi : luka terinfeksi, eksudat banyak
 Contoh: Tegaderm, Op-site, Mefilm
2. Hydrocolloid
 Pectin, gelatin, carboxymethylcellulose dan elastomers
 Support autolysis untuk mengangkat jaringan nekrotik atau slough
 Occlusive –> hypoxic environment untuk mensupport angiogenesis
 Waterproof
 Indikasi : luka dengan epitelisasi, eksudat minimal
 Kontraindikasi : luka yang terinfeksi atau luka grade III-IV
 Contoh: Duoderm extra thin, Hydrocoll, Comfeel
3. Alginate
 Terbuat dari rumput laut
 Membentuk gel diatas permukaan luka
 Mudah diangkat dan dibersihkan
 Bisa menyebabkan nyeri
 Membantu untuk mengangkat jaringan mati
 Tersedia dalam bentuk lembaran dan pita
 Indikasi : luka dengan eksudat sedang s.d berat
 Kontraindikasi : luka dengan jaringan nekrotik dan kering
 Contoh : Kaltostat, Sorbalgon, Sorbsan
4. Foam Dressings
 Polyurethane
 Non-adherent wound contact layer
 Highly absorptive
 Semi-permeable
 Jenis bervariasi
 Adhesive dan non-adhesive
 Indikasi : eksudat sedang s.d berat
 Kontraindikasi : luka dengan eksudat minimal, jaringan nekrotik hitam
 Contoh : Cutinova, Lyofoam, Tielle, Allevyn, Versiva
5. Terapi alternatif
 Zinc Oxide (ZnO cream)
 Madu (Honey)
 Sugar paste (gula)
 Larvae therapy/Maggot Therapy
 Vacuum Assisted Closure
 Hyperbaric Oxygen

VIII. IMPLEMENTASI
A. Luka dengan eksudat & jaringan nekrotik (sloughy wound)
 Bertujuan untuk melunakkan dan mengangkat jaringan mati (slough tissue)
 Sel-sel mati terakumulasi dalam eksudat
 Untuk merangsang granulasi
 Mengkaji kedalaman luka dan jumlah eksudat
 Balutan yang dipakai antara lain: hydrogels, hydrocolloids, alginates dan
hydrofibre dressings
B. Luka Nekrotik
 Bertujuan untuk melunakan dan mengangkat jaringan nekrotik (eschar)
 Berikan lingkungan yg kondusif u/autolisis
 Kaji kedalaman luka dan jumlah eksudat
 Hydrogels, hydrocolloid dressing
C. Luka terinfeksi
 Bertujuan untuk mengurangi eksudat, bau dan mempercepat penyembuhan
luka
 Identifikasi tanda-tanda klinis dari infeksi pada luka
 Wound culture – systemic antibiotics
 Kontrol eksudat dan bau
 Ganti balutan tiap hari
 Hydrogel, hydrofibre, alginate, metronidazole gel (0,75%), carbon
dressings, silver dressings
D. Luka Granulasi
 Bertujuan untuk meningkatkan proses granulasi, melindungi jaringan yang
baru, jaga kelembaban luka
 Kaji kedalaman luka dan jumlah eksudat
 Moist wound surface – non-adherent dressing
 Treatment overgranulasi
 Hydrocolloids, foams, alginates
E. Luka epitelisasi
 Bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang kondusif untuk “re-
surfacing”
 Transparent films, hydrocolloids
 Balutan tidak terlalu sering diganti
F. Balutan kombinasi
 Untuk hidrasi luka : hydrogel + film atau hanya hydrocolloid
 Untuk debridement (deslough) : hydrogel + film/foam atau hanya
hydrocolloid atau alginate + film/foam atau hydrofibre + film/foam
 Untuk memanage eksudat sedang s.d berat : extra absorbent foam atau extra
absorbent alginate + foam atau hydrofibre + foam atau cavity filler plus
foam.

Anda mungkin juga menyukai