Pembimbing:
dr. Jefferson Marampe, Sp.B
Disusun oleh:
Faza Aditya Kencana
1102014097
I. DEFINISI LUKA
Luka didefinisikan sebagai suatu kerusakan integritas epithel dari kulit atau
terputusnya kesatuan struktur anatomi normal dari suatu jaringan akibat suatu trauma.
Definisi lain menyebutkan luka sebagai hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh.
D. Berdasarkan usia luka (Wound Age) atau lama penyembuhan bisa dibedakan
menjadi dua yaitu:
a. Luka Akut
Luka dikatakan akut jika penyembuhan yang terjadi dalam jangka waktu 2-3
minggu atau luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep penyembuhan
yang telah disepakati atau diharapkan. Luka akut biasanya terjadi pada individu
yang normal, sehat dan dapat dilakukan penutupan luka secara primer atau
dibiarkan menyembuh secara sekunder. Sebagian besar luka yang terjadi akibat
trauma pada organ atau jaringan dapat dikatagorikan sebagai luka akut.
Menurut Cohen,dkk luka akut akan mencapai penyembuhan normal melalui
proses penyembuhan yang diharapkan dalam waktu tertentu untuk mencapai
pemulihan integritas anatomi dan fungsi. luka disebut akut bila luka tersebut baru
atau mencapai kemajuan penyembuhan luka sesuai yang diharapkan.
b. Luka Kronik
luka kronis adalah segala jenis luka yang tidak tanda-tanda untuk sembuh
dalam jangka lebih dari 4-6 minggu. luka kronik adalah luka yang tidak sembuh
dalam waktu yang diharapkan. Hal yang penting adalah pada luka kronik proses
penyembuhan melambat atau berhenti dan luka tidak bertambah kecil atau tidak
bertambah dangkal. Meskipun dasar luka tampak merah, lembab dan sehat tetapi
bila proses penyembuhan luka tidak mengalami kemajuan maka dikatagorikan
sebagai luka kronik.
Pada luka kronik terjadi kegagalan untuk mencapai penyembuhan yang
diharapkan dalam waktu tertentu untuk menghasilkan pemulihan integritas
anatomi dan fungsi. Penyembuhan luka kronik biasanya berkepanjangan dan tidak
lengkap.
Luka kronik terjadi karena kegagalan proses penyembuhan luka akibat ada
kondisi patologis yang mendasarinya. Luka kronik tidak akan sembuh bila
penyebab yang mendasarinya tidak dikoreksi. Seringkali luka kronik mengalami
rekurensi. Diantara kondisi patologis tersebut adalah penyakit vaskuler, oedema,
diabetes melitus, malnutrisi dan tekanan (pressure). Torre menyebutkan penyebab
luka kronik diantaranya infeksi, hipoksia jaringan, trauma berulang, adanya
jaringan nekrotik/debris dan sebab sistemik seperti diabetes melitus, malnutrisi,
imunodefisiensi dan pemakaian obat-obatan tertentu.
Luka insisi bisa dikategorikan luka akut jika proses penyembuhan berlangsung
sesuai dengan kaidah penyembuhan normal tetapi bisa juga dikatakan luka kronis
jika mengalami keterlambatan penyembuhan (delayed healing) atau jika
menunjukkan tanda-tanda infeksi.
a. Fase inflamasi
Fase ini terjadi pada hari ke 0-5, dimana terjadi respon yang segera timbul setelah
terjadi injuri, kemudian terjadi pembekuan darah dimana hal ini terjadi untuk mencegah
kehilangan darah. Karakteristik lainnya adalah terjadinya tumor, rubor, dolor, color,
functio laesa. Kondisi ini juga merupakan awal terjadinya haemostasis
sedangkan fagositosis terjadi pada fase akhir dari fase inflamasi ini. Lama fase ini bisa
singkat jika tidak ditemukan adanya infeksi pada luka.
b. Fase proliferasi or epitelisasi
Terjadi pada hari 3 – 14, fase ini juga disebut juga dengan fase granulasi o.k adanya
pembentukan jaringan granulasi pada luka dimana luka nampak merah segar,
mengkilat. Jaringan granulasi terdiri dari kombinasi : Fibroblasts, sel inflamasi,
pembuluh darah yang baru, fibronectin dan hyularonic acid. Proses epitelisasi terjadi
pada 24 jam pertama ditandai dengan penebalan lapisan epidermis pada tepian luka.
Pada luka insisi, proses epitelisasi ini terjadi pada 48 jam pertama.
VII. PERENCANAAN
a. Pemilihan Balutan Luka
Balutan luka (wound dressings) secara khusus telah mengalami perkembangan
yang sangat pesat selama hampir dua dekade ini. adapun alasan dari teori
perawatan luka dengan suasana lembab ini antara lain:
1. Mempercepat fibrinolisis. Fibrin yang terbentuk pada luka kronis dapat
dihilangkan lebih cepat oleh netrofil dan sel endotel dalam suasana lembab.
2. Mempercepat angiogenesis. Dalam keadaan hipoksia pada perawatan luka
tertutup akan merangsang lebih pembentukan pembuluh darah dengan lebih
cepat.
3. Menurunkan resiko infeksi
4. Kejadian infeksi ternyata relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan
perawatan kering.
5. Mempercepat pembentukan Growth factor. Growth factor berperan pada
proses penyembuhan luka untuk membentuk stratum corneum dan
angiogenesis, dimana produksi komponen tersebut lebih cepat terbentuk
dalam lingkungan yang lembab.
6. Mempercepat terjadinya pembentukan sel aktif. Pada keadaan lembab, invasi
netrofil yang diikuti oleh makrofag, monosit dan limfosit ke daerah luka
berfungsi lebih dini.
Pada dasarnya prinsip pemilihan balutan yang akan digunakan untuk membalut luka
harus memenuhi kaidah-kaidah berikut ini:
1. Kapasitas balutan untuk dapat menyerap cairan yang dikeluarkan oleh luka
(absorbing)
2. Kemampuan balutan untuk mengangkat jaringan nekrotik dan mengurangi
resiko terjadinya kontaminasi mikroorganisme (non viable tissue removal)
3. Meningkatkan kemampuan rehidrasi luka (wound rehydration)
4. Melindungi dari kehilangan panas tubuh akibat penguapan
5. Kemampuan atau potensi sebagai sarana pengangkut atau pendistribusian
antibiotic ke seluruh bagian luka (Hartmann, 1999; Ovington, 1999).
VIII. IMPLEMENTASI
A. Luka dengan eksudat & jaringan nekrotik (sloughy wound)
Bertujuan untuk melunakkan dan mengangkat jaringan mati (slough tissue)
Sel-sel mati terakumulasi dalam eksudat
Untuk merangsang granulasi
Mengkaji kedalaman luka dan jumlah eksudat
Balutan yang dipakai antara lain: hydrogels, hydrocolloids, alginates dan
hydrofibre dressings
B. Luka Nekrotik
Bertujuan untuk melunakan dan mengangkat jaringan nekrotik (eschar)
Berikan lingkungan yg kondusif u/autolisis
Kaji kedalaman luka dan jumlah eksudat
Hydrogels, hydrocolloid dressing
C. Luka terinfeksi
Bertujuan untuk mengurangi eksudat, bau dan mempercepat penyembuhan
luka
Identifikasi tanda-tanda klinis dari infeksi pada luka
Wound culture – systemic antibiotics
Kontrol eksudat dan bau
Ganti balutan tiap hari
Hydrogel, hydrofibre, alginate, metronidazole gel (0,75%), carbon
dressings, silver dressings
D. Luka Granulasi
Bertujuan untuk meningkatkan proses granulasi, melindungi jaringan yang
baru, jaga kelembaban luka
Kaji kedalaman luka dan jumlah eksudat
Moist wound surface – non-adherent dressing
Treatment overgranulasi
Hydrocolloids, foams, alginates
E. Luka epitelisasi
Bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang kondusif untuk “re-
surfacing”
Transparent films, hydrocolloids
Balutan tidak terlalu sering diganti
F. Balutan kombinasi
Untuk hidrasi luka : hydrogel + film atau hanya hydrocolloid
Untuk debridement (deslough) : hydrogel + film/foam atau hanya
hydrocolloid atau alginate + film/foam atau hydrofibre + film/foam
Untuk memanage eksudat sedang s.d berat : extra absorbent foam atau extra
absorbent alginate + foam atau hydrofibre + foam atau cavity filler plus
foam.