Anda di halaman 1dari 13

Pembesaran Kelenjar Tiroid pada Wanita 55 Tahun

Fendy 102013345
Singgih 102016020
Devonata Vigawan 102016183
Annisa Nova 102015075
Goza Ralinsa 102016035
Roswita Sisilia 102016127
Cicilia Sinaga 102016170
Fatin Batrisyia 102016256
Kelompok: D2
Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Terusan Arjuna No. 6, Jakarta Barat 11510

Abstrak

Penyakit grave merupakan bentuk hipertiroidi yang paling umum, juga disebut struma difus
toksik atau penyakit Basedow dan hipertiroidi primer. Penyakit ini umumnya mengenai individu
berusia 30-50 tahun. Kasusnya pada wanita lebih besar daripada pria, juga diketahui mempunyai
faktor keturunan dan autoimun. Manifestasi klinis dari penyakit ini meliputi goiter difus,
eksoftalmos (unilateral, bilateral), tanda-tanda hipermetabolisme, gelisah, mudah tersinggung,
lelah, tidak tahan panas, dan berat badan turun.
Kata kunci : penyakit grave, struma difus toksik, hipertiroid primer.

Abstract

Grave is the most common form of hyperthyroidism, also called diffuse toxic goitre or Basedow
disease and primary hyperthyroidism. This disease generally affects individuals aged 30-50
years. The cases in women are greater than men, also known to have hereditary and
autoimmune factors. The clinical manifestations of this disease include diffuse goiter,
exophthalmos (unilateral, bilateral), signs of hypermetabolism, anxiety, irritability, fatigue, heat
resistance, and weight loss.
Keywords: grave disease, toxic diffuse goitre, primary hyperthyroidism.

Pendahuluan
1
Istilah Tiroksikosis adalah keadaan dimana terdapat temuan klinis, fisiologik, dan
biokimiawi, yang dihasilkan saat jaringan memberikan respons terhadap hormon tiroid yang
berlebihan (hipertirod). Keadaan ini terjadi akibat adanya gangguan yang mungkin terjadi pada
kelenjar tiroid itu sendiri (primer), pada kelenjar hipofisis (sekunder), dan kelainan pada
hipotalamus (tersier). Hipertiroid sendiri paling umum disebabkan oleh penyakit graves.1,2

Penyakit graves, juga dikenal sebagai penyakit Parry atau Basedow merupakan kelainan
dengan tiga manifestasi utama : hipertiroidisme dengan struma difusa, oftalmopati, dan
dermopati. Ketiga gejala ini tidak harus tampak bersamaan , namun satu atau dua tidak perlu
tampak terlebih lagi, ketiganya dapat mengakibatkan perjalanan penyakit yang sebgaian besar
tergantung satu sama lain. Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengatahui apa itu penyakit
graves, manifestasi klinisnya, perjalanan penyakitnya , serta bagaimana penatalaksanaan dari
penyakit graves.1

Anamnesis

Anamnesis adalah wawancara yang dilakukan dokter atau petugas kesehatan terhadap
pasien. hal ini juga berguna untuk menegakkan diagnosis yang ada. Pertanyaan dalam anamnesis
adalah meliputi indentitas (nama, alamat, umur, pekerjaan dan agama). Dilanjutkan dengan
menanyakan keluhan utamanya yaitu keluhan yang membuat pasien datang ke petugas
kesehatan. Kemudian riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit
keluarga dan riwayat pribadi.3

 Data identitas pasien


 Keluhan utama
 Riwayat penyakit sekarang
 Riwayat penyakit dahulu
 Riwayat penyakit keluarga
 Riwayat pribadi
 Riwayat social ekonomi
Hasil anamnesis didapatkan identitas pasien yaitu perempuan 55 tahun,dengan keluhan
utama benjolan di bagian leher depan. Di dapatkan benjolan sejak 3 tahun yang lalu, terdapat
kesulitan menelan, mudah berkeringat, kadang berdebar-debar, terdapat penurunan berat badan.
2
Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik diawali oleh penilaian kesadaraan dan keadaan umum dari pasien dan
dilanjutkan dengan melakukan pengukuran tanda-tanda vital pasien. Berupa tekanan darah, nadi,
pernafasan dan juga suhu. Pada pemeriksaan fisik pada kelenjar tiroid dapat dilakukan secara
umum dengan melakukan inspeksi, palpasi dan auskultasi.

Pemeriksaan secara luas tiroid lebih memerlukan perhatian tambahan dan pengulangan.
Arti dari inspeksi memerlukan penekanan kembali. Banyak goiter dan nodulus yang terlihat juga
teraba. Untuk tiap pembengkakan yang terlihat pada saat istirahat, tidak terlihat adanya elevasi
pada penelanan biasanya menyingkirkan penyebab yang berasal dari tiroid. Hal ini
membebaskan pemeriksa dari keharusan untuk menekankan ke dalam jari-jarinya yang
melakukan palpasi dalam usaha untuk menemukan kelenjar, goiter atau nodul. Amati posisi
kepala. Apakah kepala ditegakkan? Apakah ada bagian muka yang asimetris? Apakah besar
kepala proporsional terhadap bagian tubuh lain?; Apakah teraba massa? Jika ya, perhatikan
ukuran, konsistensi, dan simetrinya. Amati mata terhadap kemungkinan proptosis (menonjolnya
bola mata). Protopsis dapat disebabkan oleh disfungsi tiroid atau oleh massa dalam orbita.
Periksa leher terhadap kemungkinan asimetri. Minta pasien menjulurkan lehernya. Cari ada luka
parut, asimetri, atau massa. Persilakan pasien untuk menelan, sambil mengamati gerak naik
tiroid. Pembesaran tiroid secara difus seringkali menyebabkan pembesaran leher secara merata.
Apakah tampak benjolan-benjolan pada leher?. Apakah tampak bendungan vena superficial?
Bendungan vena di leher penting untuk dinilai, karena mungkin berhubungan dengan goiter. 4
Terdapat dua cara palpasi kelenjar tiroid. Cara anterior dilakukan dengan pasien dan
pemeriksa duduk berhadapan. Dengan memfleksi leher pasien atau memutar dagu sedikit ke
kanan, pemeriksa dapat merelaksasi muskulus sternokleidomastoideus pada sisi itu, sehingga
memudahkan pemeriksaan. Tangan kanan pemeriksa mengeser laring ke kanan dan, selama
menelan, lobus tiroid kanan yang tergeser dipalpasi dengan ibu jari dan jari telunjuk tangan kiri.
Setelah memeriksa lobus kanan, laring digeser ke kiri dan lobus kiri dievaluasi melalui cara
serupa dengan tangan sebelah.
Kemudian, pemeriksa harus berdiri di belakang pasien untuk meraba tiroid melalui cara
posterior. Pada cara posterior ini, pemeriksa meletakkan kedua tangannya pada leher pasien,
yang posisi lehernya sedikit ekstensi. Pemeriksa memakai tangan kirinya mendorong trakea ke

3
kanan. Pasien diminta menelan sementara tangan kanan pemeriksa meraba tulang rawan tiroid.
Saat pasien menelan. Tangan kanan pemeriksa meraba kelenjar tiroid berlatar-belakang
muskulus sternokleidomastoideus. Pasien diminta sekali lagi untuk menelan saat trakea
terdorong ke kiri, dan pemeriksa meraba kelenjar tiroid berlatar belakang muskulus
sternokleidomastoideus kiri dengan tangan kiri. Segelas air akan memudahkan pasien untuk
menelan. Konsistensi kelenjar harus dinilai. Kelenjar tiroid normal mempunyai konsistensi mirip
jaringan otot. Keadaan padat keras terdapat pada kanker atau luka parut. Lunak atau mirip spons,
seringkali dijumpai pada goiter toksika. Nyeri tekan pada kelenjar tiroid terdapat pada infeksi
akut atau pendarahan ke dalam kelenjar.
Jika tiroid ini membesar, harus pula dilakukan auskultasi. Bagian corong stetoskop
diletakkan di atas lobus tiroid untuk mendengar adanya bruit (bising yang terdengar bila terjadi
percepatan aliran dalam pembuluh). Terdapatnya bruit tiroid sistolik atau to and fro, terutama
jika terdengar di atas polus superior, menunjukkan aliran darah yang abnormal besar dan sangat
mungkin terdapat pada goiter toksika. 5
Bising ini terjadi pada hiperplasi toksik difusa dari tiroid (penyakit Grave). Aliran darah
yang cepat ke kelenjar endokrin menerangkan bagaimana organ yang sekecil itu dapat
menghasilkan suara arteri. Jika terdengar suara dengan nada rendah, periksalah apakah timbul
ketika diberikan tekanan pada bagian bell stetoskop. 4
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan tambahan untuk melihat gejala opthalmopati pada
pasien yang di curigai mengidap penyakit graves sebagai berikut:

 Jofroy sign  mengerutkan dahi


 Von stelwag sign  mengedipkan mata
 Von Grave sign  caranya dengan menutupkan mata, pada keadaan normal palpebra
akan menutup hampir semua bola mata
 Rosenbach sign  dengan menutup mata, positif jika terdapat tremor pada palpebra
 Moebius sign  tes konvergensi
 Exophtalamus  melihat dari samping ada atau tidak bola mata yang menonjol
Pemeriksaan fisik relevan lainnya.
 Pamberton sign  tangan lurus ke atas, positif jika terdapat flusing pada wajah
 Tremor kasar  tangan lurus ke depan, positif jika tangan bergetar

4
 Refleks fisiologis dan babinski

Hasil pemeriksaan fisik tekanan darah 120/80 mmHg, rata-rata pernapasan 82 kali
permenit, suhu tubuh 36.8 C. teraba pada leher berdiameter kurang lebih 12 cm, eksopthalmus
positif.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan serum TSH memiliki sensiftas dan spesifitas yang tinggi dalam mendeteksi
untuk diagnosis atau untuk tes penyaringan. Pada keadaan hipertiroid TSH dalam serum akan
menurun atau bahkan tidak akan terdeteksi.6 Untuk menilai tingkat keparahan dan untuk
meningkatkan akurasi diagnostik, TSH dan tingkat T4 bebas harus dinilai pada saat evaluasi
awal. Pada hipertiroidisme yang nyata, biasanya perkiraan T4 dan T3 bebas serum meningkat,
dan TSH serum <0,01 mU / L atau tidak terdeteksi. Pada hipertiroidisme yang lebih ringan,
serum T4 dan perkiraan T4 bebas bisa normal, hanya serum T3 yang dapat meningkat, dan
serum TSH akan kurang dari 0,01 mU / L (atau tidak terdeteksi) - disebut tirotoksikosis T3.
Pengujian untuk memperkirakan T3 bebas kurang divalidasi secara luas daripada T4 bebas, dan
oleh karena itu pengukuran total T3 sering lebih disukai dalam praktik klinis.1,6
USG dilakukan dengan pasien dalam posisi terlentang dan leher hiper-diperpanjang. USG dapat
mendeteksi lobus atau lesi tiroid sekecil 2 mm. Dapat membedakan nodul padat dari kista
sederhana dan kompleks. Ini dapat memperkirakan ukuran tiroid, memberikan perkiraan kasar
kepadatan jaringan, menunjukkan aliran vaskular dan kecepatan dan bantuan dalam
menempatkan jarum untuk tujuan diagnostik. Studi Doppler dapat ditambahkan saat
mengeksekusi ultrasonografi.6 Pada kasus belum dilakukan pemeriksaan penunjang.

Diagnosis
Dari hasil anamnesis dan dilakukan pemeriksaan fisik yang didapatkan pada kasus dapat
di diagnosis sebagai struma difus toksik atau Graves disease dengan hipertiroidisme walaupun
belum dilakukan pemeriksaan penunjang.
Struma difus toksik (Penyakit Graves), penyakit Graves adalah bentuk tirotoksikosis yang paling
umum dan dapat terjadi pada segala umur, lebih sering pada wanita daripada pria. Sindroma ini
terdiri dari satu atau lebih dari hal-hal ini : (1) tirotoksikosis (2) goiter (3) oftalmopati

5
(eksoftalmos) dan (4) dermopati (miksedema pretibial). Tirotoksikosis adalah sindroma klinis
yang terjadi bila jaringan terpajan hormon tiroid beredar dalam kadar tinggi. Pada kebanyakan
kasus, tiroksikosis disebabkan hiperaktivitas kelenjar tiroid atau hipertiroidisme. Kadang-
kadang, tirotoksikosis bisa disebabkan sebab-sebab lain seperti mengonsumsi hormon tiroid
berlebihan atau sekresi hormon tiroid berlebihan dari tempat-tempat ektopik.

Diagnosis Banding

Struma Toksik Multinodular

Struma nodular toksik adalah kelenjar tiroid yang mengandung nodul tiroid yang menghasilkan
suatu keadaan hipertiroid. Struma nodular toksik
(Plummers disease) pertama sekali dideskripsikan oleh Henry Plummer pada tahun 1913.
Struma nodular toksik merupakan penyebab hipertiroid terbanyak kedua setelah Graves disease.
Kelainan ini terjadi pada pasien-pasien tua dengan struma multinodular yang lama. Oftalmopati
sangatlah jarang. Klinis pasien menunjukkan takikardi, kegagalan jantung atau aritmiadan
kadang-kadang penurunan berat badan, nervous, tremor dan berkeringat. Pemeriksaan fisik
memperlihatkan struma multinodular yang dapat kecil atau cukup besar dan bahkan membesar
sampai substernal. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan TSH tersupresi dan kadar T3 serum
yang sangat meningkat, dengan peningkatan kadar T4 serum yang tidak terlalu menyolok. Scan
radioiodin menunjukkan nodul fungsional multipel pada kelenjar atau kadang-kadang
penyebaran iodin radioaktif yang tidak teratur dan bercak-bercak. Hipertiroidisme pada pasien-
pasien dengan goiter multinodular sering dapat ditimbulkan dengan pemberian iodin (efek
"jodbasedow" atau hipertiroidisme yang diinduksi oleh iodida). Beberapa adenoma tiroid tidak
mengalami efek efek ini didorong oleh kelebihan produksi hormon karena kadar iodida sirkulasi
yang tinggi. Penanganan goiter nodular toksika cukup sukar. Penanganan keadaan hipertiroid
dengan hipertiroid dengan obat-obat antitiroid diikuti dengan tiroidektomi subtotal tampaknya
akan menjadi terapi pilihan, namun sering pasien-pasien ini sudah tua dan memiliki penyakit lain
sehingga pasien-pasien ini seringkali merupakan pasien dengan risiko operasi yang buruk.
Amiodaron adalah obat antiaritmia yang mengandung 37,3% iodin. Dalam tubuh, obat ini
disimpan dalam lemak, miokardium, hepar dan paru-paru dan memiliki waktu paruh kira-kira 50
hari. Kira-kira 2% pasien diobati dengan amiodaron mengalami tirotoksis. Hal ini menimbulkan
6
masalah yang paling sukar. Pasien yang mendapat amiodaron mempunyai penyakit jantung
serius yang mendasari, dan pada banyak kasus obat ini tidak dapat dihentikan. Jika tirotoksikosis
ringan, dapat dikendalikan dengan metimazol 40-60 mg sehari, sementara terapi amiodaron
diteruskan. Satu-satunya jalan untuk menghilangkan cadangan hormon tiroid yang besar adalah
pembedahan untuk mengangkat goiter.1

Tiroiditis Subakut
Kelainan ini biasa juga di sebut sebagai tiroiditis granulomatosa, sel raksasa, atau de
Quervain disebabkan oleh virus. Gejala tiroiditis biasanya mengikuti gejala dari infeksi jalan
napas bagian atas dan meliputi asthenia yang nyata, malaise, terutama nyeri pada tiroid atau
nyeri alih ke rahang bawah, telinga. Nyeri alih mungkin menonjol. Gejala ini mungkin menetap
selama berminggu-minggu sebelum diagnosis dicurigai. Yang lebih jarang, awitannya akut,
dengan nyeri yang hebat di seluruh tiroid, demam, dan kadang gejala tiroksikosis. Temuan fisik
berupa kekenyalan yang sempurna dan nodulartas tiroid yang dapat unilateral tetapi melibatkan
daerah lain pada kelenjar. Walaupun nyeri local atau alih biasa pasien kadang memliki gambaran
tipikal. 1
Kelainan dapat menetap selama berbulan-bulan tetapi biasanya berkurang dengan
kembalinya fungsi tiroid normal. Pada kasus yang ringan, aspirin cukup untuk mengontrol
gejala. Pada kasus yang lebih berat, glukokortikoid (prednison, 20 sampai 40 mg/hari) biasanya
efektif. Propranolol dapat digunakan untuk mengontrol tirotoksikosi berkaitan. Jika RAIU dan
T4 akan kembali normal terapi dapat di hentikan tanpa rekurnesi gejala.1

Karsinoma Tiroid
Karsinoma tiroid adalah suatu pertumbuhan yang ganas dari kelenjar tiroid. Keganasan
tiroid dikelompokkan menjadi karsinoma tiroid berdiferensi baik, yaitu bentuk papiler, folikuler,
atau campuran keduanya, karsinoma meduler yang berasal dari sel parafolikuler yang
mengeluarkan kalsitonin (APUD-oma), dan karsinoma berdiferensiasi buruk/anaplastik.
Karsinoma sekunder pada kelenjar tiroid sangat jarang dijumpai. Perubahan dari struma endemik
menjadi kasinoma anaplastik dapat terjadi terutama pada usia lanjut. Gambaran klinis terdiri dari
kelemahan, penurunan berat badan, dan palpitasi, nodul tiroid tapi tidak oftalmopati. Diagnosis
pasti dengan pemeriksaan histopatologi.1
7
Etiologi
Penyakit Graves sekarang ini dipandang sebagai penyakit autoimun yang penyebabnya
tidak diketahui. Terdapat predisposisi familial kuat pada sekitar 15% pasien Graves mempunyai
keluarga dekat dengan kelainan sama dan kira-kira 50% keluarga pasien dengan penyakit Graves
mempunyai autoantibody tiroid yang beredar di darah.1
Terdapat faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya GD antara lain adalah jenis
kelamin, perempuan lebih rentan disbanding laki-laki. Kemudian umur, karena angka kejadian
terjadinya GD lebih cenderung terjadi pada umur 30-50 tahunan lebih, kemudian ada lingkungan
dan penggunaaan obat-obatan seperti amiodarone.

Epidemologi
Penyebab dari kasus tiroksikosis yang spontan terjadi , biasa di sebabkan oleh graves
disease. Graves disease mempresentasikan 60-90% dari semua penyebab tiroksikosis dari
berbagai daerah di dunia. Dari studi yang di lakukan Wickham di inggris, dilaporkan bahwa
terjadi sekitar 100-200 kasus per 100.000 populasi pertahun.7 GD lebih sering di temukan pada
wanita dengan rasio wanita : pria adalah 8:1 dan pada umumnya terjadi pada umur 30-50 tahun.6

Patofisiologi
Perjalanan penyakit grave dimulai oleh limfosit T dan B memediasi tejadinya autoantibody
terhadap 4 antigen tiroid thyroglobulin, thyroid peroxidase, sodium-iodide symporter and the
thyrotropin receptor. Dimana thyrotropin receptor TSHR merupakan antigen utama terjadinya
GD. Autoantibodi yang terbentuk berupa IgG yang efeknya menyerupai TSH yang menyebabkan
terjadinya sintesis hormone tiroid serta mensekresikannya dan juga sebagai penyebab terjadinya
pertumbuhan dari kelenjar tersebut sehingga terjadinya sebuah goiter atau benjolan. Stimulasi
antibody menyebabkan peningkatan sintesis dan kerja dari sodium-iodide symporte sehingga
terjadinya peningkatan uptake iodium pada kejadian GD, tidak adanya TSH akibat negative

8
feedback dari peningkatan hormone tiroid dan kurangnya protein C kinase menyebabkan sel
berploriferasi dengan cepat.8
Pada kejadian opthalmopati terjadi akibat tiroid menstimulasi antibodi dan sel T sitokin
untuk aktivasi tumor necrosis factor alfa (TNF) dan interferon gamma yang menstimulasi sel
adiposit untuk berproliferasi dan menyebabkan sel fibroblas orbital untuk mensekresi
glikosaminoglikan. Akumulasi glikosaminoglikan hidrofilik menyebabkan perubahan tekanan
osmotik, yang pada gilirannya menyebabkan terjadinya akumulasi cairan, pembengkakan otot
dan peningkatan tekanan di dalam orbit. Bersama dengan adipogenesis retroorbital, bola mata
mengalami pergeseran sehingga kerusakan otot ekstraokuler serta drainase vena pada mata.8

Manifestasi Klinis dan Gejala


Gejala dari tiroksikosis pada penyakit GD berupa gelisah, labiltas emosi, sering
berkeringat, kulit hangat, tidak dapat tidur dan tremor, diare, rasa berdebar-debar, mudah lelah
serta kehilangan berat badan dengan adanya peningkatan nafsu makan serta pada wanita sering
terjadi gangguan pada menstruasi seperti, oligomenore dan amenore.

Penyakit graves sendiri dapat terlihat dengan adanya gejala tiroksikosis, terjadinya
pembesaran kelenjar atau struma serta adanya gangguan dari penglihatan seperti, Eksoftalmus
bulbus okuli menonjol keluar. Tanda Stellwag’s yaitu mata jarang berkedip.Tanda Von Graefes
jika klien melihat ke bawah maka palpebra superior sukar atau sams sekali tidak dapat mengikuti
bola mata. Tanda Mobive sukar mengadakan atau menahan konvergensi. Tanda Joffroy tidak
dapat mengerutkan dahi jika melihat ke atas. Tanda Rosenbagh tremor palpebra jika mata
menutup. Selain itu terdapat gejala berupa dermopati yang biasanya terjadi di dorsal tungkai atau
kaki dan disebut miksedema lokal atau pretibial. Ditemukan pada kulit daerah tersebut
meningkat, menebal dan memiliki gambaran peau d’orange( kulit jeruk), dapat pruritik dan
hiperpigmentasi. 1,6

Penatalaksanaan

Farmakoterapi
Ada tiga macam obat yang dipakai untuk hipertiroidisme, yaitu antitiroid atau Thiomides
yang bisa menekan sintesis hormon tiroid, iodides untuk menghindari keluarnya hormone tiroid,
9
dan antagonis tiroid. Antagonis tiroid adalah penyekat beta-adrenergik (Propanolol) dan
antagonis kalsium yang menghalangi efek hormon tiroid dalam sel tubuh.
Thiomides profiltiourasil (PTU) dan metimasol (Tapazole) adalah obat antitiroid yang
paling sering dipakai. Efek obat ini lambat, sekitar 2-4 minggu baru tampak ada perbaikan. Hal
ini terjadi karena efek obat ini menyekat sintesis tiroid, bukan sekresi atau keluarnya hormon.
Obat ini diberikan selama 6-18 bulan. Pasien dengan goiter yang mengecil dengan obat ini dan
bisa mempertahankan keadaan eutiroid, diharapkan akan mendapat remisi. Pasien memerlukan
pemeriksaan medis yang teratur supaya bisa cepat diketahui bila mengalami eksaserbasi.
Efek samping obat ini antara lain demam, sakit tenggorok, dan bintik-bintik pada kulit
(erupsi kulit dan granulositosis). Penyekat beta-adrenergik seperti Propanolol dipakai untuk
menangani gejala akibat peningkatan stimulasi simpatis, misalnya takikardiam disritmia, dan
angina. penyekat beta-arenergik dapat pula memperbaiki tremor, kegelisahan dan cemas.

Terapi iodine radioaktif


Terapi RAI dengan iodine-131 sering dipakai karena dapat diberikan pada pasien yang
berobat jalan. Juga lebih aman bagi sebagian pasien yang bisa menjadi risiko tinggi untuk
pembedahan, terutama yang lansia. Perbaikan fungsi tiroid lebih cepat tampak dibandingkan
dengan obat antitiroid.
RAI diberikan secara oral dalam dosis tunggal. Setelah obat dimakan, RAI dieliminasi dari
tubuh dalam dua hari melalui urine, feses, keringat, dan saliva. Menyuisui air susu ibu tidak
diperbolehkan selama beberapa hari setelah obat diminum. Komplikasi utama terapi radioaktif
adalah hipotiroidisme, yang akhirnya terjadi pada 80% atau lebih pasien yang diobati secara
adekuat.

Pembedahan
Pembedahan atau pengobatan dengan obat antitiroid dipakai untuk ibu hamil dengan
hipertiroidisme. Terapi RAI tidak dipakai untuk ibu hamil. Pembedahan adalah pengobatan
pilihan untuk pasien dengan kanker tiroid.
Termasuk dalam prosedur bedah adalah pengangkatan satu lobus tiroid yang disebut
tiroidektomi subtotal. Tiroidektomi subtotal dapat menghindari hipotiroidisme. Akan tetapi, ada
kemungkinan timbul hipertiroidisme dari hipertrofi sisa jaringan tiroid yang tidak diangkat.
10
Risiko utama pembedahan terhadap kelenjar tiroid adalah kerusakan saraf laringealis rekuren,
yang dapat menimbulkan paralisis pita suara temporer atau permanen. 9

Diet
Ciri khas hipertiroidisme adalah berat badan menurun walaupun nafsu makan meningkat.
Karena kebutuhan makanan meningkat, asupan nutrisi dan kalori perlu ditingkatkan.
Bertambahnya atau kembalinya berat badan pada ukuran semula dapat menunjukkan keadaan
eutiroid.

Aktivitas
Pasien dengan hipertiroidisme merasa cepat lelah. Selama tidak ada takikardia, fibrilasi
atrial, atau gangguan kardiovaskular, pasien bisa mengatur kegiatannya. Misalnya, kegiatan
diselingi dengan istirahat. Perlu diingat bahwa pasien ini mengalami insomnia sehingga istirahat
diperluka n pada siang hari. 8

Komplikasi

Krisis tirotoksikosis (thyroid strom) adalah eksaserbasi akut semua gejala tirotoksikosis, sering
terjadi sebagai suatu sindroma yang demikian berat sehingga dapat menyebabkan kematian. 2
Terjadinya krisis tiroid ini bisa pada pasien yang sebelumnya sudah adah hipertiroid, atau yang
sebelumnya belum pernah ada tanda-tanda hipertiroid, kemudian lantaran menjalani operasi, ada
infeksi, atau trauma lainnya, sehingga terjadi pelepasan hormone tiroid yang berlebihan secara
mendadak. 9 Manifestasi klinis krisis tiroid adalah hipermetabolisme yang menonjol dan respon
adrenergic berlebihan. Febris dari 38 sampai 41 derajat celcius dan dihubungkan dengan muka
kemerahan dan keringat banyak. Terdapat takikardi berat sering dengan fibrilasi atrium, tekanan
nadi tinggi dan kadang-kadang gagal jantung. Gejala susunan saraf puat termasuk agitasi berat,
gelisah, delirium, dan koma. Gejala gastrointestinal termasuk nausea, muntah, diare dan ikterus.
Akibat fatal ada hubungannya dengan gagal jantung dan syok. 2
Pasien demikian harus cepat dilarikan ke ICU, diberi cairan infus untuk mengatasi dehidrasi.
Obat anti-tiroid yang diberikan dalam dosis tinggi, PTU 900-1200 mg sebagai dosis awal, juga

11
larutan lugol (kalium yodida), propanolol untuk menekan denyut jantung, kadang ditambah
dengan kortikosteroid. Obat penurun panas dan penenang juga diberikan.

Prognosis
Penyakit graves memiliki prognosis yang baik jika dilakukan terapi yang baik dan tepat.
Tetapi, 30-50 % dari penyakit Graves bisa kambuh lagi. Ini biasanya terjadi 1-2 tahun kemudian
setelah obat yang diminum dihentikan. Kalau pengobatannya dengan yodium radioaktif,
kesembuhan bisa tuntas tanpa kambuh. Apabila dilakukan pembedahan, kemungkinan kumat
sangat jarang. Sekalipun demikian, ada juga yang kambuh beberapa puluh tahun kemudian.1

Kesimpulan
Penyakit graves merupakanya penyakit autoimun yang menyebabkan terjadinya keadaan
pembesaran kelenjar tiroid dan adanya efek tiroksikosis. Penyakit ini dapat dilakukan tatalaksana
berupa pemberian obat serta terapi definitif berupa pembedaan atau terapi radioaktif. Penyakit ini
juga memiliki prognosis yang baik tetapi dapat terjadi kekambuhan.

Daftar Pustaka:

1. Wartofsky. Penyakit tiroid. Dalam: Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Editors: Isselbacher KJ,
Braunwald E, Wilson JD, Martin JB, Fauci AS, Kesper DL. Edisi 13 Volume 5. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2017. h. 2156-67.
2. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Indonesia. Situasi dan Analisis Penyakit Tiroid. May
2015: 1-3.
3. Supartondo, Setiyohadi B. Anamnesis. Dalam: Buku ajar ilmu penyakit dalam. Editor : Setiati S, Alwi I,
Sudoyo AW. Edisi 6 Jilid I. Jakarta: Interna Publishing; 2014. p. 125-27
4. Willms JL, Schneiderman H, Algranati PS. Diagnosis fisik: evaluasi diagnosis dan fungsi di bangsal.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005. h. 166-8.

12
5. Swartz MH. Buku ajar diagnostic fisik. Jakarta: penerbit Buku Kedokteran EG; 2005. h. 83-6.
6. The Indonesian Society of Endocrinology. Indonesian Clinical Practice Guideline for Hyperthyroidm.
JAFES. 2012 May. 27 (1):34-9
7. Tunbridge WM, Evered DC, Hall R, et al. The spectrum of thyroid disease in a community: the Whickham
survey. Clin Endocrinol (Oxf). 1977 Dec. 7(6):481-93.
8. Yeung SCJ, Habra MA, Chiu AC, Talavera F, Wehmeler K. Graves Disease (online). 2018 Mar 23
( diakses pada 2018 Nov 28) . Available from: https://emedicine.medscape.com/article/120619-
overview#a4
9. Tandra H. Mencegah dan mengatasi penyakit tiroid: segala sesuatu yang harus anda ketahui tentang
kelenjar gondok. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2011.h. 62-4.

13

Anda mungkin juga menyukai