Anda di halaman 1dari 3

2.

3 Patomekanisme Meningitis

Meningitis terjadi akibat dari penyebaran penyakit di organ atau jaringan tubuh yang lain.
Infeksi mikroorganisme terutama bakteri dari golongan kokus seperti streptokokus, stapilokokos,
meningokokus, pnemokokus, dan dari golongan lain seperti tersebut di atas menginfeksi tonsil,
bronkus, dan saluran cerna. Mikroorganisme tersebut mencapai otak mengikuti aliran darah
(hematogen).1,2
Masuknya organisme melalui sel darah merah pada bloodbrain barrier. Penyebaran
organisme bisa terjadi akibat prosedur pembedahan, pecahnya abses serebral atau kelainan
sistem saraf pusat. Otorrhea atau rhinorrhea akibat fraktur dasar tengkorak yang dapat
menimbulkan meningitis, dimana terjadinya hubungan antara CSF (Cerebro-spinal Fluid) dan
dunia luar. Penumpukan pada CSF akan bertambah dan mengganggu aliran CSF di sekitar otak
dan medulla spinalis. Mikroorganisme masuk ke susunan saraf pusat melalui ruang pada
subarachnoid sehingga menimbulkan respon peradangan seperti pada via, arachnoid, CSF, dan
ventrikel.2
Di otak mikroorganisme berkembangbiak membentuk koloni. Koloni mikroorganisme
itulah yang yang mampu menginfeksi lapisan otak (meningen). Mikroorganisme menghasilkan
toksik dan merusak meningen. Kumpulan toksik mikroorganisme, jaringan meningen yang
rusak, cairan sel berkumpul menjadi satu membentuk cairan yantg kental yang disebut pustula.
Karena sifat cairanya tersebut penyakit ini populer disebut meningitis purulenta.1
Toksik yang dihasilkan oleh mikroorganisme melalui hematogen sampai hipotalamus.
Hipotalamus kemudian menaikkan suhu sebagai tanda adanya bahaya. Kenaikkan suhu di
hipotalamus akan diikuti dengan peningkatan mediator kimiawi akibat peradangan seperti
prostaglandin, epinefrin, norepinefrin. Kenaikan mediator tersebut dapat merangsang
peningkatan metabolisme sehingga dapat terjadi kenaikkan suhu di seluruh tubuh, rasa sakit
kepala, peningkatan gastrointestinal yang memunculkan rasa mual dan muntah.1

Volume pustula yang semakin meningkat dapat mengakibatkan peningkatan desakan di


dalam intrakranial. Desakan tersebut dapat meningkatan rangsangan di korteks serebri yang
terdapat pusat pengaturan gastrointestinal sehingga merangsang munculnya muntah dengan
cepat, juga dapat terjadi gangguan pusat pernafasan. Peningkatan tekanan intrakranial tersebut
juga dapat mengganggu fungsi sensorik maupun motorik serta fungsi memori yang terdapat pada
serebrum sehingga penderita mengalami penurunan respon kesadaran terhadap lingkungan
(penurunan kesadaran). Penurunan kesadaran ini dapat menurunkan pengeluaran sekresi
trakeobronkial yang berakibat penumpukan sekret di trakea dan bronkial. Kondisi ini berdampak
pada penumpukan sekret di trakea dan bronkus sehingga trakea dan bronkus menjadi sempit.1

Peningkatan tekanan intrakranial juga dapat berdampak pada munculnya fase eksitasi
yang telalu cepat pada neuron sehingga memunculkan kejang. Respon saraf perifer juga tidak
bisa berlangsung secara kondusif, ini yang secara klinis dapat memunculkan respon yang
patologis pada jaringan tersebut seperti munculnya tanda kernig dan brudinsky. Kejang yang
terjadi pada anak dapat mengakibatkan spasme pada otot bronkus. Spasme dapat mengakibatkan
penyempitan jalan nafas.1

Gambar 1. Pathway Meningitis. Sumber: Oktaviani DM. Risiko Kejang Ulang Pada An. N Dengan
Meningoencephalitis Di Ruang Cempaka RS Umum Daerah Dr. R Goeteng Taroenadibrata Purbalingga
[thesis]. Banyumas: Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Purwokerto; 2012. 11p.1

Sumber:
1. Oktaviani DM. Risiko Kejang Ulang Pada An. N Dengan Meningoencephalitis Di Ruang
Cempaka RS Umum Daerah Dr. R Goeteng Taroenadibrata Purbalingga [thesis].
Banyumas: Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Purwokerto; 2012. 9-
11p.
2. Putri KKA. Gambaran Asuhan Keperawatan Pada Anak Meningitis Dengan Hipertermia
di Ruang Cempaka III RSUP Sanglah Tahun 2019 [thesis]. Denpasar: Politeknik
Kesehatan Kemenkes Denpasar; 2019. 10p.

Anda mungkin juga menyukai