Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERBILIRUBIN PADA NEONATUS


DI RUANG ATH - THUUR RSI FATIMAH CILACAP

Diajukan untuk Memenuhi


Tugas Praktikum Klinik Stase Anak
Asuhan Keperawatan pada Anak
Ruang Ath - thuur

Disusun Oleh
Suci Nurchaeni, S.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH CILACAP
2018/2019
LAPORAN PENDAHULUAN
PADA PASIEN DENGAN HIPERBILIRUBIN

I. KONSEP DASAR PENYAKIT


A. Pengertian
Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang
kadar nilainya lebih dari normal (Suriadi dan Rita, 2006). Nilai normal
bilirubin indirek 0,3 – 1,1 mg/dl, bilirubin direk 0,1 – 0,4 mg/dl.
Hiperbilirubinemia (ikterus bayi baru lahir) adalah meningginya kadar
bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler, sehingga kulit, konjungtiva,
mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning (Ngastiyah, 1997).
Hiperbilirubinemia merujuk pada tingginya kadar bilirubin terakumulasi
dalam darah dan ditandai dengan joundis atau ikterus, suatu pewarnaan
kuning pada kulit, sklera, dan kuku. Hiperbilirubinemia merupakan temuan
biasa pada bayi baru lahir dan pada kebanyakan kasus relatif jinak. Akan
tetapi hal ini, bisa menunjukkan keadaan patologis. (Donna L. Wong, 1995).
Hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan kadar bilirubin serum total yang
lebih dari 10 mg % pada minggu pertama yang ditandai dengan ikterus pada
kulit, sklera dan organ lain, keadaan ini mempunyai potensi menimbulkan
Kern Ikterus. (Nabiel Ridha,2014).
Kern Ikterus ialah ensefalopati bilirubin yang biasanya ditemukan pada
neonatus cukup bulan dengan ikterus berat (bilirubin indirek lebih dari 20
mg%) dan disertai penyakit hemolitik berat serta pada autopsi ditemukan
bercak bilirubin pada otak (A Surasmi, S Handayani dan HN Kusuma,2003)

B. Etiologi
Menurut Nabiel Ridha,2014. Peningkatan kadar bilirubin dalam darah
tersebut dapat terjadi karena keadaan sebagai berikut;
1. Peningkatan produksi :
a) Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat
ketidaksesuaian golongan darah ibu dan anak seperti Rhesus
antagonis, dan ABO.
b) Hematoma, polisitemia, pendarahan tertutup misalnya pada trauma
kelahiran.
c) Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan
metabolik yang terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis .
d) Kelainan dalam sel darah merah pada defisiensi G-6-PD ( Glukosa 6
Phospat Dehidrogenase ), dan talasemia .
e) Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa),
20 (beta) , diol (steroid).
f) Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase, sehingga kadar Bilirubin
Indirek meningkat misalnya pada berat badan lahir rendah.
g) Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin
Hiperbilirubinemia.
2. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan
misalnya pada Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat
tertentu misalnya Sulfadiasine.
3. Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa
mikroorganisme atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan
darah merah seperti infeksi, Toksoplasmosis, Siphilis.
4. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.
5. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif.

C. Patofisiologi
1. Metabolisme bilirubin
Bilirubin adalah produk penguraian heme. Sebagian besar(85-90%)
terjadi dari penguraian hemoglobin dan sebagian kecil(10-15%) dari
senyawa lain seperti mioglobin. Sel retikuloendotel menyerap kompleks
haptoglobin dengan hemoglobin yang telah dibebaskan dari sel darah
merah. Sel-sel ini kemudian mengeluarkan besi dari heme sebagai
cadangan untuk sintesis berikutnya dan memutuskan cincin heme untuk
menghasilkan tertapirol bilirubin, yang disekresikan dalam bentuk yang
tidak larut dalam air(bilirubin tak terkonjugasi, indirek). Karena
ketidaklarutan ini, bilirubin dalam plasma terikat ke albumin untuk
diangkut dalam medium air. Sewaktu zat ini beredar dalam tubuh dan
melewati lobulus hati ,hepatosit melepas bilirubin dari albumin dan
menyebabkan larutnya air dengan mengikat bilirubin ke asam
glukoronat(bilirubin terkonjugasi, direk). Dalam bentuk glukoronida
terkonjugasi, bilirubin yang larut tersebut masuk ke sistem empedu
untuk diekskresikan. Saat masuk ke dalam usus ,bilirubin diuraikan oleh
bakteri kolon menjadi urobilinogen. Urobilinogen dapat diubah menjadi
sterkobilin dan diekskresikan sebagai feses. Sebagian urobilinogen
direabsorsi dari usus melalui jalur enterohepatik, dan darah porta
membawanya kembali ke hati. Urobilinogen daur ulang ini umumnya
diekskresikan ke dalam empedu untuk kembali dialirkan ke usus, tetapi
sebagian dibawa oleh sirkulasi sistemik ke ginjal, tempat zat ini
diekskresikan sebagai senyawa larut air bersama urin. (Suriadi dan Rita,
2006).
Pada neonatus, segera setelah lahir bayi harus mengkonjugasi
Bilirubin (merubah Bilirubin yang larut dalam lemak menjadi Bilirubin
yang mudah larut dalam air) di dalam hati. Frekuensi dan jumlah
konjugasi tergantung dari besarnya hemolisis dan kematangan hati, serta
jumlah tempat ikatan Albumin (Albumin binding site).
Pada bayi yang normal dan sehat serta cukup bulan, hatinya sudah
matang dan menghasilkan Enzim Glukoronil Transferase yang memadai
sehingga serum Bilirubin tidak mencapai tingkat patologis.
2. Patofisiologi hiperbilirubin
Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa
keadaan . Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat
penambahan beban Bilirubin pada sel Hepar yang berlebihan. Hal ini
dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran Eritrosit,
Polisitemia.
Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan
peningkatan kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar
protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi Hipoksia, Asidosis. Keadaan
lain yang memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin adalah apabila
ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang mengalami
gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada ikterus neonatorum, Pada periode neonatal, metabolisme
bilirubin berada pada transisi dari masa fetus, dimana pengeluaran
bilirubin tidak terkonjugasi yang larut dalam lemak, terjadi melalui
plasenta.
Jaringan hati pada masa tersebut belum sempurna sehingga penyerapan
dan konjugasi bilirubin oleh sel hati berjalan lebih lambat, sedangkan
jumlah bilirubin mungkin lebih banyak, karena umur sel darah merah masa
fetus lebih pendek dari pada sel darah merah normal. Akibatnya kadar
bilirubin tidak terkonjugasi dalam plasma biasanya lebih tinggi pada bayi
baru lahir. Sejumlah bilirubin terkonjugasi yang dikeluarkan dalam empedu
dan dihidrolisa kembali menjadi bilirubin tidak terkonjugasi, tidak dapat
diubah menjadi urobilinogen, karena pada bayi baru lahir tidak terdapat
kuman dalam saluran cerna.
Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak
jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang
bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. sifat ini
memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin tadi
dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut
Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat
tersebut mungkin akan timbul apabila kadar Bilirubin Indirek lebih dari 20
mg/dl.
Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak
hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin Indirek akan mudah
melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir
Rendah , Hipoksia, dan Hipoglikemia

PATHWAYS

Hemoglobin

Hemo Globin

Fe,Co Biliverdin
Pemecahan bilirubin
berlebih, bilirubin yg
tdk berikatan dengan
Peningkatan destruksi albumin meningkat
eritrosit (ggn
konjugasi bilirubin / Suplai bilirubin melebihi
ggn transport kemampuan hepar
bilirubin / peningkatan
siklus enteropetik) Hb
Hepar tidak mampu
dan eritrosit abnormal.
melakukan konjugasi
Ikterus Neonatus Peningkatan bilirubin
unjongned dalam darah
Sebagian masuk
pengeluaran meconium
Ikterus pada sclera kembali ke siklus
terlambat / obstruksi usus,
leher dan badan , emerohepatik
peningkatan biklirubin tinja berwarna pucat
indirect > 12,5 mg/dl
Defisit volume cairan
Sinar dg intensitas tinggi
Indikasi Fototerapi
Hipertermi
Ggn Suhu Tubuh

Diare

Risiko Kerusakan
Integritas Kulit

D. Klasifikasi
Berikut ini klasifikasi ikterus menurut Nabiel Ridha,2014 adalah :
1. Ikterus Fisiologis.
Ikterus fisiologis adalah ikterus yang terjadi karena metabolisme
normal bilirubin pada bayi baru lahir usia minggu pertama. Peninggian
kadar bilirubin timbul pada hari kedua dan ketiga dan tampak jelas pada
hari kelima dan keenam dan menghilang sampai hari kesepuluh sampai
keempatbelas. Pada neonatus cukup bulan, kadar bilirubin tidak
melebihi 10 mg/dL dan pada bayi kurang bulan, kurang dari 12 mg/dL.
Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5% per hari dan
kadar bilirubin direk tidak melebihi 1 mg%. Ikterus fisiologis tidak
mempunyai dasar patologis (tidak terbukti mempunyai hubungan
dengan keadaan patologis tertentu). Ikterus fisiologi baru dapat
dinyatakan sesudah observasi dalam minggu pertama setelah kelahiran
2. Ikterus Patologis
Ikterus patologis adalah suatu keadaan dimana kadar konsentrasi
bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi
untuk menimbulkan kern ikterus jika tidak ditanggulangi dengan baik,
atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Ikterus
patologis timbul dalam 24 jam pertama dimana kadar bilirubin pada
neonatus cukup bulan melebihi 10 mg/dL dan pada bayi kurang bulan
melebihi 12,5 mg/dL. Peningkatan kadar bilirubin lebih dari 5 mg% per
hari. Ikterus menetap setelah sesudah dua minggu pertama. Kadar
bilirubin direk melebihi 1 mg%. Ikterus yang disertai berat badan lahir
kurang dari 2000 gram, masa gestasi kurang dari 36 minggu, afiksia,
hipoksia, sindrom gangguan pernafasan, infeksi, hipoglikemia. Ikterus
yang disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim
G6PD dan sepsis)
3. Kern Ikterus.
Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek
pada otak terutama pada korpus striatum, talamus, nucleus subtalamus,
hipokampus, nukleus merah, dan nukleus pada dasar ventrikulus IV.
Kern ikterus ialah ensefalopati bilirubin yang biasanya ditemukan
pada neonatus cukup bulan dengan ikterus berat (bilirubin lebih dari 20
mg%) dan disertai penyakit hemolitik berat dan pada autopsy
ditemukan bercak bilirubin pada otak. Kern ikterus secara klinis
berbentuk kelainan syaraf simpatis yang terjadi secara kronik.
E. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang jelas pada anak yang menderita hiperbilirubin
menurut Suriadi dan Rita, 2006 adalah;
1. Tampak ikterus pada sklera, kuku atau kulit dan membran mukosa.
2. Jaundice yang tampak dalam 24 jam pertama disebabkan oleh penyakit
hemolitik pada bayi baru lahir, sepsis, atau ibu dengan diabetik atau
infeksi.
3. Jaundice yang tampak pada hari ke dua atau hari ke tiga, dan mencapai
puncak pada hari ke tiga sampai hari ke empat dan menurun pada hari
ke lima sampai hari ke tujuh yang biasanya merupakan jaundice
fisiologis.
4. Ikterus adalah akibat pengendapan bilirubin indirek pada kulit yang
cenderung tampak kuning terang atau orange, ikterus pada tipe
obstruksi (bilirubin direk) kulit tampak berwarna kuning kehijauan atau
keruh. Perbedaan ini hanya dapat dilihat pada ikterus yang berat.
5. Muntah, anoksia, fatigue, warna urin gelap dan warna tinja pucat,
seperti dempul
6. Perut membuncit dan pembesaran pada hati
7. Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata berputar-putar
8. Letargik (lemas), kejang, tidak mau menghisap dan tidak mau minum,
tonus otot meninggi, leher kaku.
9. Dapat terjadi ketulian, gangguan bicara dan retardasi mental
10. Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat disertai spasme otot,
epistotonus, kejang, stenosis yang disertai ketegangan otot.

F. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum lemah, TTV tidak stabil terutama suhu tubuh ( hipotermi/
hipertemi ).Reflek hisap pada bayi masih lemah
2. Warna Kulit

Warna Kulit kuning di bagian kaki, namun keseluruhan warna kulit bayi
kemerahan, tidak terdapat pengelupasan kulit.
Derajat ikterus berdasarkan Kramer :
Derajat Daerah ikterus Perkiraan kadar
ikterus bilirubin
I Kepala dan leher 5,0 mg%

II Sampai badan atas (di atas 9,0 mg%


umbilikus)
III Sampai badan bawah (di bawah 11,4 mg/dl
umbilikus) hingga tungkai atas (di
atas lutut)
IV Sampai lengan, tungkai bawah 12,4 mg/dl
lutut
V Sampai telapak tangan dan kaki 16,0 mg/dl

3. Suara Waktu Menangis : Menangis melengking


4. Tonus Otot: Bayi kadang tremor, penurunan tonus otot (hipotonia )
5. Turgor Kulit : Turgor kulit tidak elastis
6. Edema : Tidak adanya edema
7. Kepala : bentuk kepala simetris, keadaan rambut persebarannya
merata, kulit kepala berwarna kemerahan
8. Mata : Sklera iktrerik, bentuk mata simteris, kelopak mata
edema, konjungtiva merah muda, tidak ada
airmata, jarak kantus 2.5 cm, iris bulat kuning, pupil
berespon cepat terhadap cahaya.
9. Hidung : Tidak ada secret, tidak menggunakan pernafasan cuping
hidung, menggunakan alat bantu nafas berupa nasal

kanul dengan pemberian O2 1 liter/menit, , tidak ada


cairan dan tidak berbau, mukosa hidung merah muda,
reflek bersin ada.
10. Telinga : Kebersihan telinga terjaga, alat pendengaran terjaga.
Bentuk simetris, puncak vina sejajar garis horizontal
kantus mata, ada meatus akustikus berwarna seperti
daging.
11. Mulut : Kebersihan mulut terjaga, belum terlihat adanya gigi
Warna merah muda dan kuat, bibir utuh membran mulut
lembab, gusi tidak bengkok, uvula digaris tengah,
palatum tidak ada celah.
12. Leher : Bentuk pendek gemuk, dan di kelilingi lipatan-lipatan,
tidak ada pembesaran tyroid dan tidak ada lesi
13. Thoraks : Tidak terdapat pembesaran kelenjar limfe, jenis
pernapasan abdomen.
14. Jantung : Tidak cianosis, nadi apikal dapat dipalpalsi S1 (lub) di
ICS 4 – 5, S2 (dub) di ICS 1 – 2
15. Persyarafan : penurunan refleks menghisap
16. Abdomen :

Bentuk rata sedikit cembung, warna kulit kemerahan, umbilikus


hampir kering, BU 12 X/menit, massa abdomen tidak ada
17. Ekstremitas : pergerakan ekstremitas atas dan bawah bergerak
aktif , tidak adanya eudema. Bentuk simetris, jari kaki
dan jari tangan lengkap,.
18. Sistem neuromuskular : Ekstremitas fleksi ekstensi masih lemah,
mampu menahan kepala dan mampu memutar kepala.
19. Refleks-refleks : Reflek moro = ada , Reflek sucking= ada tapi
lemah
20. Alat Kelamin : Genetalia dalam keadaan bersih, terdapat lubang
uretra, labia mayora belum sempurna menutupi
labia minora.

G. Pemeriksaan Diagnostik
Secara umum pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada bayi
hiperbilirubin menurut Suriadi dan Rita, 2006 adalah sebagai berikut :
1. Laboratorium (Pemeriksan Darah)
a. Pemeriksaan billirubin serum. Pada bayi prematur kadar billirubin
lebih dari 10 mg/dl dan bayi cukup bulan kadar billirubin 12,5
mg/dl merupakan keadaan yang tidak fisiologis.
b. Hb, HCT, Hitung Darah Lengkap.
c. Protein serum total.
2. Ultrasound, untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu.
3. Radioisotop Scan, dapat digunakan untuk membantu membedakan
hapatitis dan atresia billiari.

Adapun pemeriksaan yang dilakukan berdasarkan waktu timbulnya ikterus,


yaitu :
1. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama
Pemeriksaan yang dilakukan :
a. Kadar bilirubin serum berkala.
b. Darah tepi lengkap.
c. Golongan darah ibu dan bayi diperiksa.
d. Pemeriksaan penyaring defisiensi enzim G-6-PD biakan darah
atau biopsi hepar bila perlu.
2. Ikterus yang timbul 24 – 72 jam setelah lahir:
Pemeriksaan yang perlu diperhatikan : Bila keadaan bayi baik dan
peningkatan tidak cepat dapat dilakukan pemeriksaan darah tepi,
periksa kadar bilirubin berkala, pemeriksaan penyaring enzim G-6-PD
dan pemeriksaan lainnya.
3. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai minggu pertama
Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya
Pemeriksaan yang dilakukan :
a. pemeriksaan bilirubin direk dan indirek berkala
b. pemeriksaan darah tepi
c. pemeriksaan penyaring G-6-PD
d. biakan darah, biopsy hepar bila ada indikasi

H. Diagnose/ Criteria Diagnosis


1. Devisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
volume cairan (evavorasi), diare.
2. Hipertermi berhubungan dengan paparan lingkungan panas (efek
fototerapi)
3. Diare berhubungan dengan efek foto terapi
4. Ikterus neonatus berhubungan dengan bilirubin tak terkonjugasi di dalam
sirkulasi
5. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pigmentasi
(jaundice), perubahan tugor kulit, efek fototerapi
I. Penatalaksanaan dan Penanganan
Adapun penatalaksanaan dan penanganan pada bayi dengan hiperbiliubin
menurut A Surasmi, S Handayani dan HN Kusuma,2003 adalah :
1. Penanganan Ikterus Fisiologis
Ikterus fisiologis tidak memerlukan penanganan yang khusus, kecuali
pemberian minum sedini mungkin dengan jumlah cairan dan kalori yang
mencukupi. Pemberian minum sedini mungkin akan meningkatkan
mortilitas usu dan juga menyebabkan bakteri diintroduksi ke usus. Bakteri
dapat mengubah bilirubin direk menjai urobilirubin yang tidak dapat
diarbsorbsi kembali. Dengan demikian, kadar bilirubin serum akan turun.
Meletakkan bayi dibawah sinar matahari selama 15-30 menit, ini
dilakukan seriap hari antara pukul 7.00-8.30. Selama ikterus masih
terlihat, perawat harus memperhatikan pemberian minum dengan jumlah
cairan dan kalori yang mencukupi dan pemantauan perkembangan ikterus.
Apabila ikterus meningkat intensitasnya harus segera dicatat dan
dilaporkan karena mungkin diperlukan penanganan yang khusus.

2. Penatalaksanaan Medis Bayi Ikterus


Setiap bayi yang kuning harus ditangani menurut keadaannya masing-
masing. Bila kadarbilirubin serum bayi tinggi (hiperbilirubinemia) maka
perlu dilakukan tindakan :
a. Pengawasan antenatal dengan baik dan pemberian makanan sejak dini
(pemberian ASI).
b. Menghindari obat yang meningkatakan ikterus pada masa kelahiran,
misalnya sulfa furokolin.
c. Pencegahan dan pengobatan hipoksia pada neonatus dan janin.
d. Fenobarbital
Fenobarbital dapat mengeksresi billirubin dalam hati dan
memperbesar konjugasi. Meningkatkan sintesis hepatik glukoronil
transferase yang mana dapat meningkatkan billirubin konjugasi dan
clereance hepatik pigmen dalam empedu. Fenobarbital tidak begitu
sering digunakan oleh karena kadar bilirubin bayi yang menderita
hiperbilirubinemia baru menurun sesudah pemberian 4-5 hari.
Pemberian fenobarbital profilaktis tidak dianjurkan karena
mempunyai efek samping gangguan metabolik dan pernafasan.
e. Antibiotik, bila terkait dengan infeksi.
f. Fototerapi
Fototerapi dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbillirubin patologis
dan berfungsi untuk menurunkan billirubin dikulit melalui tinja dan
urine dengan oksidasi foto pada billirubin dari billiverdin. Fototerapi
dapat menyebabkan terjadinya isomerisasi bilirubin indirek yang
mudah larut dalam plasma dan lebih mudah dieksresikan oleh hati
kedalam saluran empedu. Meningkatnya foto bilirubin di dalam
empedu, menyebabkan bertambahnyapengeluaran cairan empedu ke
dalam usus sehingga peristaltik usus meningkat dan birirubin akan
lebih cepat meninggalkan usus. Energi sinar dari fototerapi akan
mengubah senyawa bilirubin 4Z-15E bilirubin yang merupakan
bentuk isomernya yang mudah larut dalam air. Penggunaan fototerapi
sesuai anjuran dokter
g. Transfusi tukar.
Transfusi tukar dilakukan bila sudah tidak dapat ditangani dengan foto
terapi. Penggantian darah neonatus dengan darah dengan cara
mengeluarkan darah neonatus dan memasukkan darah donor secara
berulang dan bergantian melalui suatu prosedur. Penggantian darah
bisa mencapai 75-85% dari jumlah darah neonatus. Hal ini dilakukan
jika kadar bilirubin indirek sama dengan atau lebih tinggi dari 20 mg
% dan peningkatan kadar bilirubin 1 mg% tiap jam.

J. Komplikasi
1. Bilirubin Encephalopathy ( komplikasi serius )
Ikterus neonatorum yang berat dan tidak ditata laksana dengan benar
dapat menimbulkan komplikasi ensefalopati bilirubin. Hal ini terjadi
akibat terikatnya asam bilirubin bebas dengan lipid dinding sel neuron
di ganglia basal, batang otak dan serebelum yang menyebabkan
kematian sel. Pada bayi dengan sepsis, hipoksia dan asfiksia bisa
menyebabkan kerusakan pada sawar darah otak. Dengan adanya ikterus,
bilirubin yang terikat ke albumin plasma bisa masuk ke dalam cairan
ekstraselular.
2. Gangguan pendengaran dan penglihatan
3. Asfiksia
4. Hipotermi
5. Hipoglikemi
6. Kernikterus
7. Kematian

II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN HIPERBILIRUBIN


A. PENGKAJIAN
1. Riwayat Penyakit
Perlunya ditanyakan apakah dulu pernah mengalami hal yang
sama, apakah sebelumnya pernah mengkonsumsi obat-obat atau
jamu tertentu baik dari dokter maupun yang di beli sendiri, apakah
ada riwayat kontak dengan penderiata sakit kuning, adakah riwayat
operasi empedu, adakah riwayat mendapatkan suntikan atau
transfuse darah. Ditemukan adanya riwayat gangguan hemolisis
darah (ketidaksesuaian golongan Rhesus atau darah ABO),
polisitemia, infeksi, hematoma, gangguan metabolisme hepar,
obstruksi saluran pencernaan dan ASI, ibu menderita DM.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pemeriksaan derajat ikterus,
ikterus terlihat pada sclera, tanda-tanda penyakit hati kronis yaitu
eritema palmaris, jari tubuh (clubbing), ginekomastia (kuku putih)
dan termasuk pemeriksaan organ hati (tentang ukuran, tepi dan
permukaan); ditemukan adanya pembesaran limpa (splenomegali),
pelebaran kandung empedu, dan masa abdominal, selaput lendir,
kulit nerwarna merah tua, urine pekat warna teh, letargi, hipotonus,
reflek menghisap kurang/lemah, peka rangsang, tremor, kejang, dan
tangisan melengking
3. Pengkajian Psikososial
Pengkajian psikososial antara lain dampak sakit pada anak
hubungan dengan orang tua, apakah orang tua merasa bersalah,
merasa bonding, perpisahan dengan anak.
4. Laboratorium
Pada bayi dengan hiperbilirubinemia pada pemeriksaan
laboratorium ditemukan adanya Rhesus darah ibu dan janin
berlainan, kadar bilirubin bayi aterm lebih dari 12,5 mg/dL
premature lebih dari 10 mg/dL

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Devisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
aktif volume cairan (evavorasi), diare.
2. Hipertermi berhubungan dengan paparan lingkungan panas
(efek fototerapi)
3. Diare berhubungan dengan efek foto terapi
4. Ikterus neonatus berhubungan dengan bilirubin tak terkonjugasi
di dalam sirkulasi
5. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
pigmentasi (jaundice), perubahan tugor kulit, efek fototerapi.

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

N Rencana Keperawatan NOC NIC


O
1. Devisit volume cairan NOC: NIC
Fluid balance Fluid management
Definisi : penurunan
Hydration a. Timbang
cairan intravascular, Nutritional Status :
popok/pembalut jika
interstisial , dan / atau Food and Fluid
diperlukan
interseluler , ini mengacu Intake b. Pertahankan catatan
Kriteria Hasil :
pada dehidrasi , intake dan output yang
a. Mempertahank
kehilangan cairan dengan akurat
an urine output
c. Monitor status hidrasi (
pengeluaran sodium
sesuai dengan
kelembaban membran
usia dan BB,
mukosa, nadi adekuat,
Batasan Karakteristik
BJ urine
tekanan darah
a. Kelemahan
normal, HT
b. Haus ortostatik), jika
c. Penurunan tugor normal
diperlukan
b. Tekanan darah,
kulit/lidah d. Monitor vital sign
d. Membran nadi, suhu e. Monitor masukan
mukosa/kulit kering tubuh dalam makanan / cairan dan
e. Peningkatan denyut
batas normal hitung intake kalori
nadi, penurunan TD, c. Tidak ada
harian
penurunan tanda tanda f. Lakukan terapi IV
g. Monitor status nutrisi,
volume/tekanan nadi dehidrasi,
h. Dorong masukan oral,
f. Pengisian darah vena
Elastisitas i. Berikan penggantian
menurun
turgor kulit nesogatrik sesuai
g. Perubahan status baik, membran output.
j. Dorong ibu dalam
mental mukosa
h. Konsentrasi urine memenuhi kebutuhan
lembab, tidak
meningkat nutrisi bayinya (ASI)
ada rasa haus
i. Temperatur tubuh k. Kolaborasi dokter jika
yang
meningkat tanda cairan berlebih
j. HCT meninggi berlebihan
muncul meburuk
k. Kehilangan BB
l. Atur kemungkinan
seketika
tranfusi
m. Persiapkan untuk
Faktor- faktor yang
tranfusi
berhubungan
a. Kehilangan volume Hypovolemia Management
cairan secara aktif a. Monitor status cairan
b. Kegagalan mekanisme
termasuk intake dan
pengaturan
output cairan
b. Pelihara IV line
c. Monitor tingkat Hb dan
HCT
d. Monitor TTV
e. Monitor respon bayi
terhadap penambahan
cairan
f. Monitor BB
g. Dorong ibu untuk
menambah intake oral
dengan pemberian ASI
2. Hipertermi NOC NIC
Definisi : Suhu tubuh Thermoregulation Fever Treatment
Kreteria hasil :
naik diatas rentang a. Monitor suhu sesering
a. Suhu tubuh
normal (>37,5) mungkin
dalam rentang b. Monitor IWL
Batasan karakteristik c. Monitor warna dan
normal
a. Kenaikan suhu tubuh b. Nadi dan RR suhu kulit
d. Monitor TTV
diatas rentang normal dalam rentang
e. Monitor penurunan
b. Serangan atau
normal
tingkat kesadaran
konvulsi (kejang)
f. Monitor WBC,Hb,Hct
c. Kulit kemerahan
d. Peningkatan RR g. Monitor intake, output
e. Takikardi h. Beri antipiretik
f. Saat disentuh terasa
hangat
Temperatur Regulation
a. Monitor suhu minimal
Faktor yg berhubungan
tiap 2 jam
a. Penyakit/trauma b. Rencanakan
b. Peningkatan
monitoring suhu secara
metabolisme
kontinue.
c. Aktivitas yang berlebih
c. Monitor TD, nadi dan
d. Pengaruh
RR , monitor warna
medikasi/anasesi
e. Penurunan kemampuan dan suhu kulit .
d. Berikan antipiretik jika
untuk berkeringat
f. Terpapar dilingkungan perlu .
panas
Vital Sign Monitor
g. Dehidrasi
h. Pakaian tidak tepat a. Monitor TTV
b. Monitor frekuensi irama
pernafasan
c. Monitor kualitas nadi
d. Monitor suara paru
e. Monitor frekuensi dan
irama pernafasan
3. Diare NOC NIC
Bowel elimination Diarhea Management
Definisi : kehilangan
Fluid Balance
a. Evaluasi efek samping
banyak cairan dan Hydration
Electrolyte and pengobatan terhadap
elektrolit melalui tinja
Acid base Balance gastointestinal
dengan frekuensi buang
Kriteria Hasil : b. Catat warna, jumlah,
air besar lebih dari empat
a. Feses berbentuk, frekuensi, dan
kali pada bayi dan lebih
BAB sehari konsistensi dari feses
dari 3 kali pada anak c. Evaluasi intake
sekali
b. Menjaga daerah makanan yang masuk
d. Identifikasi faktor
sekitar rektal dari
penyebab diare
iritasi
e. Monitor tanda dan
c. Tidak mengalami
gejala diare
diare
f. Observasi tugor kulit
d. Menjelaskan
penyebab diare secara rutin
g. Ukur diare/keluaran
dan tindakan
BAB dengan
yang diberikan
a. Mempertahankan menimbang popok
tugor kulit

4. Ikterus Neonatus NOC NIC


Definisi : Kulit dan
a. Breasfeeding a. Kaji tanda-tanda
membrane mukosa
inefektif ikterus.
neonatus berwarna b. Breasfeeding Rasional, Memantau
kuning yang terjadi interrupted peningkatan bilirubin
c. Liver fungtion, b. Monitor tanda-tanda
setelah 24 jam kehidupan
Risk of impaired vital setiap 2 jam
sebagai akibat bilirubin
d. Blood glucose, Rasional, Memantau
takk terkonjugasi ada
Risk of unstable kestabilan kerja organ
dalam sirkulasi
Kriteria Hasil : tubuh
c. Amati tanda-tanda
a. Bilirubin normal
dehidrasi dan berikan
(7-8 µmol/L)
b. Kekuningan bayu susu setiap 3 jam
Rasional, Pemenuhan
hilang
c. Tanda-tanda cairan bertujuan
vital bayi dalam membantu mengurangi
batas normal ikterus
d. Dapat d. Berikan Fototherapy
memananjemen sesuai dengan indikasi
dan mencegah Rasional, Phototerapi
keadaan berfungsi
semakin parah mendekomposisikan
bilirubin dengan
photoisomernya
5. Risiko kerusakan NOC NIC
Tissue intergrity : a. Monitor adanya
Integritas kulit
Definisi : perubahan / Skin and mocus kerusakan integritas
gangguan epidermis dan / membranes kulit
Hemodyalisis akses b. Jaga kebersihan kulit
atau dermis
Kriteria Hasil :
agar tetap bersih dan
a. Integritas kulit
yang baik bisa kering
c. Mobilisasi/ubah posisi
dipertahankan
bayi setiap dua jam
(sensasi,elasitas,
sekali
tempratur,
d. Bersihkan kulit bayi
hidrasi dan
dari kotoran setelah
pigmentasi)
BAB, BAK
b. Tidak ada
e. Pertahankan suhu
luka / lesi pada
lingkungan netral dan
kulit
suhu axial 36.5 derajat
c. Perfusi
Celsius
jaringan baik
f. Oleskan lotion atau
d. Melindungi
baby oil pada daerah
kulit dan
yang tertekan
mempertahank
g. Monitor aktifitas bayi
an kelembaban h. Memandikan bayi
kulit dan dengan sabun dan air
perawatan hangat
alami.

D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah
direncanakan, mencangkup observasi, tindakan mandiri, edukasi dan
kolaborasi. Tindakan mandiri adalah tindakan keperawatan berdasarkan
analisis dan kesimpulan perawat. Tindakan kolaborasi adalah tindakan
keperawatan yang didasarkan oleh hasil keputusan bersama seperti dokter
atau petugas kesehatan lain.

E. EVALUASI KEPERAWATAN
Merupakan hasil perkembangan pasien berpedoman pada hasil dan
tujuan yang hendak dicapai
DAFTAR PUSTAKA

Astrining S, Siti H& Heni N.2003. Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Jakarta : EGC
Nanda NIC-NOC.2013.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis Edisi Revisi Jilid 2. Jakarta : ECG
NANDA Internasional. 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi.
Jakarta : EGC
Ngastiah. 2006. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC
Ridha,Nabiel.2014.Buku Ajar Keperawatan Anak.Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Suriadi, dan Rita Y. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Anak . Edisi 2. Jakarta :
Sagung Seto

Wong and Whaley. 1995 , Clinical Manual of Pediatric Nursing, Mosby,


Philadelphia

Anda mungkin juga menyukai