Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI Ny. A (5 HARI) DENGAN


DIAGNOSA MEDIS NEONATUS HIPERBILIRUBINEMIA
RUANGAN PERINATAL DI RS MUHAMMADIYAH BANDUNG

diajukan untuk memenuhi tugas praktik stase keperawatan anak holistik islam

Dosen Pembimbing :
Maya Amelia S.Kep, M.Kep

disusun oleh
GITA AGUSTINA ISLAMI
NIM 402023060

PROGRAM STUDI PRFOESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH BANDUNG
Jln. K.H.Ahmad Dahlan No. 6 Bandung

LAPORAN PENDAHULUAN

1. Definisi
Hiperbilirubunemia adalah suatu keadaan kadar bilirubin serum total yang
lebih dari 10 mg% pada minggu pertama yang ditandai dengan ikterus pada kulit,
sklera dan organ lain, keadaan ini mempunyai potensi menimbulkan Kern Ikterus.
Ikterus Neonatorum merupakan salah satu keadaan yang menyerupai penyakit hati
yang terdapat pada bayi baru lahir, terjadinya hiperbilirubinemia merupakan salah
satu kegawatan pada bayi baru lahir (BBL) karena dapat menjadi penyebab gangguan
tumbuh kembang bayi (Ridha, 2014).
Ikterus adalah gejala kuning pada sklera, kulit dan mata akibat bilirubin yang
berlebihan di dalam darah dan jaringan. Normalnya bilirubin serum < 9µmol/L (0,5
mg%). Ikterus nyata secara klinis jika kadar bilirubin meningkat diatas 35µmol/L (2
mg%) (NANDA, 2015).
2. Anatomi dan Fisiologi
Hati melakukan berbagai fungsi penting, termasuk menghasilkan empedu.
Sistem empedu mencakup hati, kandung empedu, dan saluran-saluran terkaitnya.
a. Anatomi Hati

Susunan anatomi hati memungkinkan setiap hepatosit berkontak langsung


dengan darah dari luar sumber yaitu darah arteri yang datang dari jantung dan
darah vena yang datang langsung dari saluran cerna. Di dalam hati vena porta
kembali bercabang-cabang menjadi anyaman kapiler atau (sinusoid hati) untuk
memungkinkan terjadinya pertukaran antara darah dan hepatosi sebelum darah
mengalir ke dalam vena hepatika, yang kemudian menyatu dengan vena kava
inferior. Darah dari cabang arteri hepatika dan vena porta mengalir dari perifer
lobulus ke ruang kapiler luas atau yang disebut sinusoid yang akan menelan dan
mengahancurkan sel darah merah usang dan bakteri yang melewatinya dalam
darah.
Hepatosit terus-menerus mengeluarkan empedu ke kanalikus biliaris, yang
menyangkut empedu ke duktus biliaris yang menyangkut empedu dari hati ke
duodenum. Empedu mngandung beberapa konstituen organik yaitu, garam
empedu, kolesterol, lestisin, dan bilirubin dalam suatu cairan encer alkalis yang
serupa dengan sekresi NaHCO3 pankreas.
b. Fungsi Hati
Hati adalah organ metabolik terbesar dan terpenting ditubuh, organ ini dapat
dipandang sebagai pabrik biokimia utama tubuh. Perannya dalam sistem
pencernaan adalah sekresi garam empedu, yang membantu pencernaan dan
penyerapan lemak. Hati juga melakukan berbagai fungsi yang tidak berkaitan
dengan pencernaan, termasuk yang berikut:
1) Proses metabolik kategori-kategori utama nutrien (karbohidrat, protein dan
lemak) setelah zat-zat ini diserap dari saluran cerna.
2) Mendoktifikasi atau menguraikan zat sisa tubuh dan hormon serta obat dan
senyawa asing lain.
3) Membentuk protein plasma, termasuk protein yang dibutuhkan untuk
pembekuan darah yang menyangkut hormon streroid dan tiroid serta kolesterol
dalam darah.
4) Menyimpan glikogen, lemak, besi, tembaga, dan banyak vitamin.
5) Mengaktifkan vitamin D yang dilakukan hati bersama ginjal
6) Mengeluarkan bakteri sel darah merah tua. Berkat adanya makrofag residen.
7) Mengeksresi kolesterol dan bilirubin. Bilirubin adalah produk penguraian yang
berasal dari dekstruksi sel darah merah tua.
Meskipun memiliki beragam fungsi kompleks ini, tidak banyak spesialisasi
ditemukan diantara sel-sel hati. Setiap sel hati atau sel hapatisit melakukan
beragam tugas metabolik dan sekretorik yang sama. Satu-satunya fungsi hati yang
tidak dilakuakn oleh hepatosit adalah aktivitas fagosit yang dilaksanakan oleh
makrofag residen yang dikenal sebagai sel Kupffer.
c. Bilirubin
Bilirubin merupakan konstituen utama lainnya pada empedu, tidak berperan
dalam pencernaan tetapi merupakan produk sisa yang diekskresikan di dalam
empedu. Bilirubin adalah pigmen empedu utama yang berasal dari penguraian sel
darah merah usang. Rentang usia tipikal sel darah merah di dalam sistem sirkulasi
adalah 120 hari. Sel darah merah yang telah usang dikeluarkan oleh tubuh oleh
makrofag yang melapisi bagian dalam sinosoid hati dan di tempat-tempat lain di
tubuh. Bilirubin adalah produk akhir penguraian bagian hem (yang mengandung
besi) hemoglobin yang terkandung di dalam sel darah merah usang ini. Hepatosit
mengambil bilirubin dari plasma, sedikit memodifikasi pigmen tersebut untuk
meningkatkan kelarutannya dan kemudian secara aktif mengeksresikannya ke
empedu.
Bilirubin adalah pigmen kuning yang menyebabkan empedu berwarna kuning.
Di dalam saluran cerna, pigmen ini dimodifikasi oleh enzim-enzim bakteri,
menghasilkan warna tinja yang coklat khas. Jika tidak terjadi sekresi bilirubin,
seperti ketika duktus biliaris tersumbat total oleh batu empedu, tinja berwarna
putih keabuan, dalam keadaan normal, sejumlah kecil bilirubin di reabsorpsikan
oleh usus kembali ke darah, dan ketika akhirnya dieksresikan di urine, bilirubin ini
berperan besar menyebabkan warna urine menjadi kuning. Ginjal tidak dapat
mengeskresikan bilirubin hingga bahan ini telah dimodifikasi ketika mengalir
melalui hati dan usus. Jika bilirubin dibentuk teralu cepat daripada laju eksresinya,
bahan ini menumpuk di tubuh dan menyebabkan ikterus.
d. Metabolisme Bilirubin
Produksi bilirubin sebagian besar merupakan akibat degradasi hemoglobin
pada sistem retikuloendotelial. Tingkat penghancuran hemoglobin pada neonatus
lebih tinggi daripada bayi yang lebih tua. Sekitar 1 g hemoglobin dapat menghasilkan
35 mg bilirubin indirek, yaitu bilirubin yang larut dalam lemak tetapi tidak larut
dalam air.
Transportasi bilirubin indirek melalui ikatan dengan albumin. Bilirubin
ditransfer melalui membran sel ke dalam hepatosit, sedangkan albumin tidak. Di
dalam sel, bilirubin akan terikat pada ligandin, serta sebagian kecil pada glutation S-
transferase lain dan protein Z. Proses ini merupakan proses dua arah, tergantung dari
konsentrasi dan afinitas albumin plasma dan ligandin dalam hepatosit. Sebagian besar
bilirubin yang masuk hepatosit dikonjugasi dan diekskresi ke dalam empedu. Di
dalam sitosol hepatosit, ligandin mengikat bilirubin sedangkan albumin tidak.
Dalam hepatosit terjadi konjugasi lanjut dari bilirubin menjadi bilirubin
diglukoronid. Sebagian kecil bilirubin terdapat dalam bentuk monoglukoronid, yang
akan diubah oleh glukoronil-transferase menjadi diglukorinid. Enzim yang terlibat
dalam sintesis bilirubin diglukorinid, yaitu uridin difosfat-glukoronid transferase
(UDPG-T), yang mengatalisis pembentukan bilirubin monoglukoronid. Sintesis dan
ekskresi diglukoronid terjadi di kanalikuli empedu. Isomer bilirubin yang dapat
membentuk ikatan hidrogen seperti bilirubin natural IX dapat diekskresi langsung ke
dalam empedu tanpa konjugasi, misalnya isomer yang terjadi sesudah terapi sinar.
Setelah konjugasi bilirubin menjadi bilirubin direk yang larut dalam air, terjadi
ekskresi segera ke sistem empedu kemudian ke usus. Di dalam usus, bilirubin direk
ini tidak di absorbsi; sebagian bilirubin direk dihidrolisis menjadi bilirubin indirek
dan direabsorbsi, siklus ini disebut siklus enterohepatik.
3. Etiologi
Dikatakan hiperbilirubinemia apabila ada tanda-tanda sebagai berikut (Ridha, 2014):
1) Ikterus terjadi pada 24 jam pertama
2) Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau lebih setiap 24 jam
3) Konsentrasi bilirubin serum 10 mg% pada neonatus cukup bulan dan 12,5 mg%
pada neonatus kurang bulan
4) Ikterus yang disertai proses hemolisis
5) Ikterus di sertai dengan berat badan lahir < 2000 gram, masa gestasi < 36 minggu,
defikasi, hipoksia, sindrom gangguan pernapadan, infeksi, trauma lahir kepala,
hipoglikemia, hiperkarbia
Adapun penyebab dari ikterus di antaranya adalah sebagai berikut:
a) Produksi bilirubinyang berlenihan
b) Gangguan dalam proses ambil dan konjugasi hepar
c) Gangguan transportasi dalam metabolism bilirubin
d) Gangguan dalam ekresi
4. Klasifikasi Ikterus
Ikterus dapat di klasifikasikan menjadi beberapa bagian (Ridha, 2014):
1) Ikterus fisiologis
Warna kuning akan timbul pada hari kedua atau ketiga dan tampak jelas pada hari
kelima sampai keenam dan menghilang sampai hari kesepuluh. Ikterus fisiologis
tidak mempunyai dasar patologis potensi menjadi kern ikterus. Bayi tampak biasa,
minum baik, BB naik biasa, kadar bilirubin serum pada bayi cukup bulan tidak
lebih dari 12 mg/dl dan pada BBLR 10 mg/dl, dan akan hilang pada hari keempat
belas, kecepatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% perhari.
2) Ikterus patologis
Ikterus ini mempunyai dasar patologi, ikterus timbul dalam 24 jam pertama
kehidupan: serum bilirubin total > 12 mg/dl. Terjadi peningkatan kadar bilirubin 5
mg% atau lebih dalam 24 jam. Konsentrasi bilirubin serum melebihi 10 mg%
pada bayi kurang bulan (BBLR) dan 12,5 mg% pada bayi cukup bulan ikterus
yang disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim G-6-PD
dan sepsis). Bilirubin direk > 1 mg/dl atau kenaikan bilirubin serum 1 mg/dl per-
jam atau lebih dari 5 mg/dl perhari. Ikterus menetap sesudah bayi umur 10 hari
(bayi cukup bulan) dan lebih dari 14 hari pada bayi baru lahir (BBLR).
Dibawah ini ada beberapa keadaan yang menimbulkan ikterus patologis:
a) Penyakit hemolitik, isoantibodi karena ketidakcocokan golongan darah ibu
dan anak seperti Rhesus Antagonis, ABO dan sebagainya
b) Kelainan dalam sel darah merah pada defisiensi G-6-PD (glukosa-6-phospat
dehidrokinase), talasemia dan sebagainya
c) Hemolisis: hematoma, polisitemia, perdarahan karena trauma lahir
d) Infeksi: septisemia, meningitis, infeksi saluran kemih, penyakit karena
toksoplasmosis, sifilis, rubella dan hepatitis
e) Kelainan metabolic: hipoglikemia, galaktosemia
f) Obat-obatan yang menggantikan ikkatan bilirubin dengan albumin seperti
solfonamida, salisilat, sodium benzoat, gentamisin
g) Pirau enterohepatik yang meninggi: obstruksi usus letak tinggi, penyakit
Hiscprung, stenosis, pilorik, mekonium ileus
Derajat Hiperbilirubinemia:
RATA-RATA SERUM
ZONA BAGIAN TUBUH
INDIREK (Umol/L)
1 Kepala sampai leher 100
2 Kepala, leher, sampai umbilicus 150
3 Kepala, leher, pusar sampai paha 200
4 Lengan + tungkai 250
5 Kepala sampai ke tumit kaki >250

5. Patofisiologi
Bilirubin adalah produk penguraian heme. Sebagian besar (85-90%) terjadi
dari penguraian hemoglobin dan sebagian kecil (10-15%) dari senyawa lain seperti
mioglobin. Sel retikuloendotel menyerap kompleks haptoglobin dengan hemoglobin
yang telah dibebaskan dari sel darah merah kemudian mengeluarkan besi dari heme
sebagai cadangan untuk sintesis berikutnya menghasilkan tertapirol bilirubin, yang
disekresikan dalam bentuk yang tidak larut dalam air (bilirubin tak terkonjugasi,
indirek). Karena ketidaklarutan ini, bilirubin dalam plasma terikat ke albumin untuk
diangkut dalam medium air. Sewaktu zat ini beredar dalam tubuh dan melewati
lobulus hati, hepatosit melepas bilirubin dari albumin dan menyebabkan larutnya air
dengan mengikat bilirubin ke asam glukoronat (bilirubin terkonjugasi, direk). Dalam
bentuk glukoronida terkonjugasi, bilirubin yang larut tersebut masuk ke sistem
empedu untuk diekskresikan. Saat masuk ke dalam usus ,bilirubin diuraikan oleh
bakteri kolon menjadi urobilinogen. Pada dewasa normal level serum bilirubin 2mg/dl
dan pada bayi yang baru lahir akan muncul ikterus bila kadarnya >7mg/dl.
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin yang melebihi
kemampuan hati normal untuk ekskresikannya atau disebabkan oleh kegagalan hati
(karena rusak). Tanpa adanya kerusakan hati, obstruksi saluran ekskresi hati juga akan
menyebabkan hiperbilirubinemia. Pada semua keadaan ini, bilirubin tertimbun di
dalam darah dan jika konsentrasinya mencapai nilai tertentu (sekitar 2- 2,5mg/dl),
senyawa ini akan berdifusi ke dalam jaringan yang kemudian menjadi kuning.
Keadaan ini disebut ikterus atau jaundice.

6. Manifestasi Klinis
Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata berputar-putar, letargi (lemas),
kejang, tidak mau menghisap, tonus otot meninggi, leher kaku dan epistotonus. Jika
bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat terjadi spasme otot, epistotonus, kejang,
stenosis, yang disertai ketegangan otot. Dapat pula terjadi ketulian, gangguan bicara
dan retardasi mental. Perut buncit, pembesaran di hati, feses berwarna seperti dempul,
bayi tidak mau minum (Ridha, 2014).
7. Komplikasi
Apabila tidak ditangani dengan serius, akan terjadi komplikasi Kern ikterus
yaitu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak terutama pada
korpus striatum, thalamus, nucleus subtalamus hipokempus, nucleus merah di dasar
ventrikel IV.
8. Pemeriksaan diagnostik
a. Visual Metode
Visual memiliki angka kesalahan yang cukup tinggi, namun masih dapat
digunakan bila tidak tersedia alat yang memadai. Pemeriksaan ini sulit diterapkan
pada neonatus kulit berwarna, karena besarnya bias penilaian. Secara evidence
base, pemeriksaan metode visual tidak direkomendasikan, namun bila terdapat
keterbatasan alat masih boleh digunakan untuk tujuan skrining. Bayi dengan
skrining positif harus segera dirujuk untuk diagnosis dan tata laksana lebih lanjut.
Panduan WHO mengemukakan cara menentukan ikterus secara visual, sebagai
berikut:
1) Pemeriksaan dilakukan pada pencahayaan yang cukup (di siang hari dengan
cahaya matahari) karena ikterus bisa terlihat lebih parah bila dilihat dengan
pencahayaan buatan dan bisa tidak terlihat pada pencahayaan yang kurang.
2) Kulit bayi ditekan dengan jari secara lembut untuk mengetahui warna di
bawah kulit dan jaringan subkutan.
3) Keparahan ikterus ditentukan berdasarkan usia bayi dan bagian tubuh yang
tampak kuning.
b. Bilirubin Serum
Pemeriksaan bilirubin serum merupakan baku emas penegakan diagnosis
ikterus neonatorum serta untuk menentu-kan perlunya intervensi lebih lanjut.
Pelaksanaan pemeriksaan serum bilirubin total perlu dipertimbangkan karena hal
ini merupakan tindakan invasif yang dianggap dapat meningkatkan morbiditas
neonatus.
c. Bilirubinometer transkutan
Bilirubinometer merupakan instrumen spektrofotometrik dengan prinsip kerja
memanfaatkan bilirubin yang menyerap cahaya (panjang gelombang 450 nm).
Cahaya yang dipantulkan merupakan representasi warna kulit neonatus yang
sedang diperiksa.
d. Pemeriksaan bilirubin bebas dan CO
Bilirubin bebas dapat melewati sawar darah otak secara difusi. Oleh karena
itu, ensefalopati bilirubin dapat terjadi pada konsentrasi bilirubin serum yang
rendah. Beberapa metode digunakan untuk mencoba mengukur kadar bilirubin
bebas, antara lain dengan metode oksidaseperoksidase. Prinsip cara ini yaitu
berdasarkan kecepatan reaksi oksidasi peroksidasi terhadap bilirubin dimana
bilirubin menjadi substansi tidak berwarna. Dengan pendekatan bilirubin bebas,
tata laksana ikterus neonatorum akan lebih terarah. 2,3 Pemecahan heme
menghasilkan bilirubin dan gas CO dalam jumlah yang ekuivalen. Berdasarkan
hal ini, maka pengukuran konsentrasi CO yang dikeluarkan melalui pernapasan
dapat digunakan sebagai indeks produksi bilirubin.
e. Laboratorium (Pemeriksan Darah)
1) Pemeriksaan billirubin serum. Pada bayi prematur kadar billirubin lebih dari
14 mg/dl dan bayi cukup bulan kadar billirubin 10 mg/dl merupakan keadaan
yang tidak fisiologis.
2) Hb, HCT, Hitung Darah Lengkap.
3) Protein serum total.
4) USG, untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu.
5) Radioisotop Scan, dapat digunakan untuk membantu membedakan hapatitis
dan atresia billiari.
9. Penatalaksanaan medis
Tahap awal dengan melakukan pencegahan, ikterus dapat di cegah dan di hentikan
peningkatannya dengan cara (Ridha, 2014):
1) Pengawasan antenatal yang baik
2) Menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada masalah kehamilan
misalnya oksitosin
3) Pencegahan dan pengobatan hipoksia pada janin dan neonates
4) Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum ibu melahirkan
5) Pemberian makan yang bergizi
6) Pencegahan infeksi
Cara mengatasi hiperbilirubinemia:
1) Mempercepat proses konjugasi
2) Memberikan substant yang kurang untuk transportasi inkonjugasi (pemberian
albumin)
3) Melakukan dekomposisi bilirubin dan foto terapi
4) Transfusi tukar
5) Jika kadar bilirubin mencapai kadar yang mengkhawatirkan, sebaiknya bayi
dirawat untuk mendapat terapi sinar. Pemberian ASI dihentikan sambil di lakukan
pemeriksaan. Namun adakalanya kasus bayi kuning terjadi karena kurangnya
pemberian ASI pada hari-hari pertama, karena ASI pada hari pertama masih
sedikit tetapi dokter sering meminta ibu untuk menyusui lebih sering.
Pelaksanaan pemberian terapi sinar dan yang perlu diperhatikan:
1) Pemberian terapi sinar biasanya selama 100 jam
2) Lampu yang di pakai tidak melebihi 500 jam (maksimal sampai 500 jam)
3) Baringkan bayi telanjang, hanya genitalia yang ditutup dengan popok mini saja
agar sinar dapat merata keseluruh tubuh
4) Kedua mata ditutup dengan penutup yang tidak tembus cahaya
5) Posisi bayi sebaiknya diubah-ubah
6) Perhatikan suhu bayi agar selalu dalam rentang normal 36,5-37°C dan observasi
suhu tiap 4-6 jam sekali
7) Perhatikan asupan cairan agar tidak terjadi dehidrasi
8) Perhatikan apakah terjadi iritasi atau tidak
9) Jika setelah pemberian terapi selama 100 jam bilirubin tetap tinggi/terus naik, lihat
apakah lampu belum mencapai 500 jam, dan dapat dilakukan tranfusi tukar
10) Pada kasus ikterus karena hemolitis diperiksa setiap hari

10. Konsep dasar asuhan keperawatan


1. Pengkajian
a. Aktivitas / Istirahat
Letargi, malas.
b. Sirkulasi
1) Mungkin pucat, menandakan anemia
2) Bertempat tinggal di atas ketinggian 500 ft
c. Eliminasi
1) Bising usus hipoaktif
2) Pasase mekonium mungkin lambat
3) Feses mungkin lunak / coklat kehijauan selama pengeluaran bilirubin
4) Urine gelap pekat; hitam kecoklatan (sindroma bayi bronze)
d. Makanan / Cairan
1) Riwayat pelambatan / makan oral buruk, lebih mungkin disusui dari pada
menyusu botol
2) Palpasi abdomen dapat menunjukkan pembesaran limpa, hepar
e. Neurosensori
1) Sefalohematoma besar mungkin terlihat pada satu atau kedua tulang parietal
yang berhubungan dengan trauma kelahiran / kelahiran ekstraksi vakum.
2) Edema umum, hepatosplenomegali, atau hidrops fetalis mungkin ada dengan
inkompatibilitas Rh berat.
3) Kehilangan reflex Moro mungkin terlihat.
4) Opistotonus dengan kekuatan lengung punggung, fontanel menonjol,
menangis lirih, aktivitas kejang (tahap krisis).
f. Pernapasan
1) Riwayat asfiksia.
2) Krekels, mucus bercak merah muda (edema pleura, hemoragi pulmonal)
g. Keamanan
1) Riwayat positif infeksi/sepsis neonatus.
2) Dapat mengalami ekimosis berlebihan, petekie, perdarahan intra cranial
3) Dapat tampak ikterik pada awalnya pada wajah dan berlanjut pada bagian
distal tubuh; kulit hitam kecoklatan (sindrom bayi bronze) sebagai efek
samping fototerapi
h. Seksualitas
1) Mungkin praterm, bayi kecil untuk usia gestasi (SGA), bayi dengan reterdasi
pertumbuhan intrauterus (IUGR), atau bayi besar untuk usia gestasi (LGA),
seperti bayi dengan ibudiabetes.
2) Trauma kelahiran dapat terjadi berkenaan dengan stress dingin, asfiksia,
hipoksia, asidosis, hipoglikemia, hipoproteinemia.
3) Terjadi lebih sering pada bayi pria dari pada bayi wanita
2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko tinggi cedera b.d. meningkatnya kadar bilirubin toksik dan komplikasi
berkenaan phototerapi.
b. Kerusakan integritas kulit b.d. efek dari phototerapi
c. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b.d. phototerapi
d. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan menelan

3. Nursing Care Plan


DIAGNOSA NOC NIC RASIONAL
Resiko tinggi Setelah di lakukan
1. Kaji BBL terhadap
1. BBL sangat rentan
cedera b.d. tindakan keperawatan adanya terhadap
meningkatnya selama 3x24 jam klien hiperbilirubinemia setia hiperbilirubinemia
kadar bilirubin membaik dengan 2-4 jam lima hari
2. phototerapi berfungsi
toksik dan kriteria pertama kehidupan mendekomposisikan
komplikasi 1. Klien tidak
2. Berikan phototerapi bilirubin dengan
berkenaan menunjukan gejala
3. Jelaskan fungsi photoisomernya. Selama
phototerapi. sisa neurologis dan phototerapi perlu
berlanjutnya fototherapy diperhatikan adanya
komplikasi 4. Kolaborasi pemberian komplikasi seperti:
phototerapi transfusi tukar hipertermi,
Konjungtivitis, dehidrasi
3. agar keluarga pahan
tentang prosdeur yang
akan di lakukan
4. Transfusi tukar
dilakukan bila terjadi
hiperbilirubinemia
pathologis karena
terjadinya proses
hemoliitik berlebihan
yang disebabkan oleh
ABO antagonis

Resiko tinggi Setelah dilakukan


1. Kaji Output 1. Output yang berlebihan
kekurangan tindakan keperawatan
2. Pertahankan intake atau tidak seimbang
volume cairan selama 3x24 jam cairan dengan intake akan
b.d. pasien membaik
3. Jelaskan kepada menyebabkan gangguan
phototerapi dengan kriteria hasil: keluarga tentang keseimbangan cairan
1. Tidak ada tanda-tanda penting keseimbangan
2. Agar intake yang masuk
dehidrasi cairan tetap seimbang dengan
2. Turgor baik 4. Kolaborasi dengan intake yang keluar
3. Tidak terjadi dokter tentang
3. Agar keluarga paham
penurunan kesadaran pemberian cairan tentang kondisi pasien
4. Untuk mencegah
terjadinya dehidrasi
Setelah di lakukan
1. Monitor adanya
1. Deteksi dini kerusakan
Kerusakan intervensi kerusakan integritas integritas kulit
integritas kulit keperawatan selama kulit 2. Feses dan urine yang
b.d 3x24 jam pasien
2. Bersihkan kulit bayi bersifat asam dapat
phototherapi membaik dengan dari kotoran setelah mengiritasi kulit
kriteria hasil : BAB, BAK 3. Perubahan posisi
1. Tidak terjadi
3. Lakukan perubahan mempertahankan
kerusakan integritas posisi setiap 2 jam sirkulasi yang adekuat
kulit 4. Jelaskan keluarga dan mencegah penekanan
tentang pentingnya yang berlebihan pada
menjaga kelembaban satu sisi
kulit 4. Agar keluarga pahan
5. Kolaborasi dengan tentang pentingnya
dokter untuk pemberian menjaga kelembaban
salep kulit
5. Untuk mencegah
kerusakan kulit lebih
parah

Nutrisi kurang Setelah di lakukan


1. Monitor jumlah nutrisi1. Untuk mengetahui intake
dari kebutuhan tindakan keperawatan dan kandungan kalori pasien
tubuh b.d selama 3x24 jam,
2. Berikan makanan2. Agar tidak terjadi
ketidak pasien membaik terpilih penurunan BB dan gizi
mampuan dengan kriteria: 3. Berikan informasi tercukupi
menelan 1. Tidak terjadi kepada keluarga tentang3. Agar keluarga paham
penurunan BB kebutuhan nutrisi tentang jumlah nutrisi
2. Tidak terdapat tanda-
4. Kolaborasi dengan yang di butuhkan pasien
tanda malnutrisi doktermaupun ahli gizi4. Agar dapat menentukan
3. Terjadi peningkatan tentang gizi yang di makanan yang benar-
BB butuhkan benar sesuai dengan
kondisi pasien

11. Konsep Tumbuh Kembang


Istilah pertumbuhan dan perkembangan (tumbang) pada dasarnya merupakan dua
peristiwa yang berlainan, akan tetapi keduanya saling keterkaitan. Pertumbuhan (growth)
merupakan masalah perubahan dalam ukuran besar, jumlah, ukuran atas dimensi tingkat
sel, organ maupun individu yang bisa diukur dengan ukuran berat gram atau kilogram),
ukuran panjang (cm atau meter). Sedangkan perkembangan (development) merupakan
bertambahnya kemampuan (skill/keterampilan) dalam struktur dan fungsi tubuh yang
lebih kompleks dalam pola yang lebih teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari
proses pematangan (Ridha, 2014).
1. Tahap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia 4 Tahun
- Motorik kasar: berjalan berjinjit, melompat, melompat dengan satu kaki,
menangkap bola dan meleparkannya dari atas kepala.
- Motorik Halus: sudah bisa menggunakan gunting dengan lancer, sudah bisa
menggambar kotak, menggambar garis vertical maupun horizontal, belajar
membuka dan memasang kancing baju.
- Sosial emosional: bermain sendiri mulai berkurang, sering berkumpul dengan
teman sebaya, interaksi social selama bermain meningkat, sudah siap untuk
menggunakan alat-alat bermain.
- Pertumbuhan fisik: berat badan meningkat 2,5 Kg/tahun, tinggi badan meningkat
6,75-7,5 cm/tahun.
2. Tumbuh Kembang Usia Sekolah
- Motorik: lebih mampu menggunakan otot-otot kasar daripada otot-otot halus.
Misalnya loncat tali, badminton, bola volley, pada akhir masa sekolah motorik
halus lebih berkurang, anak laki-laki lebih aktif daripada anak perempuan.
- Sosial emosional: mencari lingkungan yang lebih luas sehingga cenderung sering
pergi dari rumah hanya untuk bermain dengan teman, saat ini sekolah sangat
berperan untuk membentuk pribadi anak, disekolah anak harus berinteraksi
dengan orang lain selain keluarganya, sehingga peranan guru sangatlah besar.
- Pertumbuhan fisik: berat badan meningkat 2-3 Kg/tahun, tinggi badan meningkat
6-7 cm/tahun.
12. Konsep terapi bermain
Bermain merupakan cara ilmiah bagi seorang anak untuk mengungkapkan konflik
yang ada dalam dirinya yang pada awalnya anak belum sadar bahwa dirinya sedang
mengalami konflik. Melalui bermain anak dapat mengekspresikan pikiran, perasaan,
fantasi serta daya kreasi dengan tetap mengembangkan kreatifitasnya dan berdadpptasi
lebih efektif terhadap berbagai sumber stress (Ridha, 2014).
1. Macam Alat Permainan untuk Anak Usia 37-72 bulan
Tujuan:
a) Mengembangkan kemampuan menyamakan dan membedakan
b) Mengembangkan kemampuan berbahasa
c) Mengembangkan pengertuan tentang berhitung, menambah dan mengurangi
d) Merangsang daya imajinasi dengan berbagai acar bermain pura-pura (sandiwara)
e) Membedakan benda dengan perabaan
f) Menumbuhkan sportifitas
g) Mengembangkan kepercayaan diri
h) Mengembangkan kreatifitas
i) Mengembangkan koordinasi motorik (melompat, memanjat, lari)
j) Mengembangkan kemampuan mengontrol emosi motorik halus dan motorik kasar
k) Mengembangkan sosialisasi atau bergaul dengan anak dan orang diluar rumah
l) Memperkenalkan pengertian yang bersifat ilmu pengetahuan, misalnya pengertian
mengenai terapung dan tenggelam
m) Memeperkenalkan suasana kompetisi, gotong royong.

Alat permainan:
a) Berbagai benda di sekitar rumah, buku bergambar, majalah anak-anak, alat gambar
dan tulis, kertas untuk belaja melipat, gunting, air dan sebagainya
b) Teman-teman bermain, anak sebaya, orang tua, orang lain di luar rumah.
2. Terapi Bermain Pada Anak Yang di Hospitalisasi
Rumah sakit merupakan lingkungan baru bagi anak-anak, sehingga tidak
sedikit anak yang mengalami “rewel” sebagai bentuk protes dan adaptasi terhadap
lingkungan baru yang dirasakannya tidak nyaman. Tujuan bermain di rumah sakit
diantaranya adalah untuk dapat melanjutkan tumbuh kembang yang normal selama
dirawat di rumah sakit. Disamping itu untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan
dan fantasinya melalui permainan.
3. Prinsip Bermain Di Rumah Sakit
a) Tidak membutuhkan banyak energi
b) Waktunya singkat
c) Mudah dilakukan
d) Aman
e) Kelompok umur yang sama sebaya
f) Tidak bertentangan dengan terapi
g) Melibatkan keluarga
FORMAT PENGKAJIAN NEONATUS
I. BIODATA
A. Identitas Neonatus
1. Nama : Bayi Nyonya Anggi Noviani
2. Tempat, Tanggal Lahir : Bandung, 27 September 2023
3. Usia : 5 Hari
4. Jenis Kelamin : Laki-laki
5. Tanggal Masuk : 02 – 10 – 2023
Jam : 14.00
6. Tanggal Pengkajian : 02 – 1 – 2023
Jam : 14.20
7. Diagnosa Medis : Neonatus Hiperbilirubinemia
8. Jaminan Kesehatan : BPJS

B. Identitas Orangtua
1. Nama Ayah/Ibu : Tn. Rizal Januar
2. Usia : 32 Tahun
3. Pendidikan : SMA
4. Pekerjaan : Wiraswasta
5. Agama : Islam
6. Alamat : Jl. Cibangkong Rt/Rw 05/05

II. RIWAYAT KESEHATAN


A.
1. Alasan masuk Rumah Sakit
Ibu pasien mengatakan, bayi terlihat kuning.
2. Riwayat kesehatan sekarang
Bayi terlihat makin lama makin kuning. Bayi aktif, reflek hisap bagus muntah tidak ada,
BAK ada, BAB ada.
Genogram :
Alergi : Ya tidak Riwayat Kesehatan/Pengobatan/Perawatan
Sebutkan : Sebelumnya :
…………………………………………… Pernah dirawat : Ya Tidak
Riwayat Imunisasi Kapan : …………………………………….
Hepatitis B : Polio : Diagnosa: …………………………………
DPT : I II III Riwayat Operasi : Ya Tidak
BCG : Kapan : …………………………………….
Campak : Lain –lain Diagnosa: …………………………………
:
Riwayat Kehamilan :
Kesehatan ibu saat hamil : Hiperemis Gravidarum Perdarahan Pervagina Anemia
Penyakit infeksi
Pre Eklamsi/ Eklamsi Gangguan Kesehatan
Periksa Kehamilan :
Diperiksa secara teratur Ya Tidak Tempat pemeriksaan Ya Tidak
Diperiksa oleh : Bidan Imunisasi TT Ya Tidak

Riwayat Kelahiran :
Usia Kehamilan : 35 mgg Berat Badan Lahir : 2400 gram Masalah Post Natal yang lain
Ya
Tidak
Persalinan : Spontan SC Forcep Ekstraksi Vakum Sebutkan : …….
menangis : Ya Tidak, Nilai APGAR : 5
jaundice : Ya Tidak, Dilakukan IMD : Ya Tidak
Pengobatan yang didapat :
……………………………………………………………………………………………

PENGKAJIAN FISIK
1. Pemeriksaan Fisik
TD : ………….. mmHg BB : 2400kg PB/TB: 42 cm LILA: 9 cm
Denyut jantung :140 RR : 50 Suhu : 36,8° LP (sesuai kondisi pasien) : 33 cm
Status Gizi……………………

a. Pernafasan b. Sirkulasi c. Kardiovaskuler


SI SII C
C
√√√√ Oksigen :….Lt/ menit Pucat : Ya Tidak Sebutkan :
C
Irama : Teratur Tidak CRT : < 3 detik ………………………………….
Teratur > 3 detik C Suara Jantung tambahan : Ya
Suara Nafas : Vesikuler Akral : hangat c Tidak
WWheezing Dingin Sebutkan :
Ronkhi …………………………………
Cracles Takikardi Bradikardi
Stidor Kualitas denyut nadi
Penggunaan Otot bantuan nafas : Kuat Lemah
Ya
Tidak
Retraksi dada : Ya Tidak
Pernafasan cuping hidung :
Ya Tidak
d. Gastrointestinal e. Eliminasi f. Integumen
Mulut : Mukosa lembab Defekasi : Anus Warna kulit : normal pucat
Kering stoma Kuning
Stomatitis Frekuensi :…………X/hari mottled
Labio/palatoskisis Konsistensi Luka : Ada tidak
Pendarahan gusi Keras Lembek
Pembesaran Tonsil : Ada Cair g. Muskuloskeletal
Tidak ada Karekterisitik feses Kelainan tulang : ada tidak
Mual : Ya Tidak Hijau Terdapat darah Gerakan anak : bebas terbatas
Muntah : Ya Tidak Cair Dempul Lain-lain :
Abdomen : Normal Urin : ………………………………………
Ascites Spontan kateter …
Turgor : Elastis urin Cystostomy ………………………………………
Tidak elastis Frekuensi :…………x/hari …………………
Bising usus :10….x/ menit Karakteristik urin h. Genitalia
Diet : Kuning jernih normal kelainan
………………………………… Terdapat darah sebutkan………………………………
………………………… Kuning pekaat ………….
ASI Formula lain-
lain J. Kelainan yang lain: i. Neurologi
Cara Pemberian : Pembesaran organ : Kesadaran :compos mentis
Kapan mulai diberikan ASI : Ada Tidak ada GCS :
Frekuensi pemberian ASI : Sebutkan : Pupil isokor anisokor
……………x/hari …………………………… Reflek thdp cahaya :
Kesulitan : …………. Ada Tidak ada
Mual : Gangguan sensori : Ubun-ubun :
Muntah : Ada Tidak ada Datar cembung cekung
Jumlah kebutuhan cairan per hari :
Sebutkan : Gangguan neurologis :
…………………………… Normal kelainan
…………. Sebutkan…………………………
K. Istiharahat dan tidur Lain-lain:
Lama tidur : ……………………………
Apakah bayi tidur nyenyak : ………….
Masalah gangguan tidur : Tidak ada masalah
gangguan tidur
SKRINING NYERI DAN KETIDAKNYAMANAN
Tidak ada nyeri ada nyeri (lampiran formulir pemantauan nyeri)
Scala nyeri :……. Penyebab Nyeri :…………… Karekteristik :…………….
Durasi :……………. Lokasi :……………… Frekuensi :…………………

PENGKAJIAN PSIKOSPIRITUAL
Persepsi klien/ orang tua terhadap kesehatan neonatus saat ini:
…………………………………………………………………………………….
Harap orangtua terhadap perawatan dan pengobatan saat ini :
…………………………………………………………………..
Aturan dalam agama yang mempengaruhi kesehatan dalam hal : Diet Pengobatan Lain-lain
Sebutkan :
…………………………………………………………………………………………………………………
………………………………….
Penerimaan keluarga :
…………………………………………………………………………………………………………………
……………….

PENGKAJIAN SOSIOKULTURAL
Status social
Tempat tinggal : Rumah Panti Tempat penitipan anak
Yang merawat klien : Ibu Nenek Pengasuh Lain – lain Sebutkan
…………………………..
Kerabat terdekat yang dapat dihubungi : Nama : Tn. Rizal Januar Hubungan:……suami…..telepon:
…………….
Suku : Jawa Batak Madura Betawi Lain – lain Sebutkan
…………………………..
Aturan dalam budaya yang mempengaruhi kesehatan dalam hal :
Sebutkan :
……………………………………………………………………………………………………………

Kebutuhan Edukasi
C Diagnosa Medis C Tata laksana penyakit C Obat- obatan
C Manajemen nyeri C Rehabilitasi C Penggunaan Alat Kesehatan
C Perawatan Luka C Diet dan Nutrisi

C Lain – lain, Sebutkan


…………………………………………………………………………………………………………………
…………………

PENGKAJIAN LINGKUNGAN PERAWATAN


Kebisingan ruangan : C Ya C
Tidak, Alasan :
Pencahayaaan ruang redup …………………………………………………………………
Suhu ruangan yang bising : C Ya C
Tidak, Alasan :
Interupsi tidur …………………………………………………………………
Monitoring pemasangan alat : C Ya C
Tidak, Alasan :
invasif …………………………………………………………………
: C Ya C
Tidak, Alasan :
…………………………………………………………………
: C Ya C
Tidak, Alasan :
…………………………………………………………………
Obat yang digunakan
Fototerapi double
Bactesyn 2x110 mg IV
Sagestam 1x13 mg IV

PEMERIKSAAN PENUNJANG

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Hb: 22,4 g/dL, leukosit 18,4 10^3/mmol, hematoktrit: 63 vol%, trombosit 524 10^3/mmol, eritrosit: 6,5 10^3/mmol,
eosinofil 4%, neutrophil 39%,, monosit 19%
Golongan darah: A, rhesus positif
Bilirubin bayi 18,15 mg/dL, bilirubin direk 0,36 mg/dL, bilirubin indirek 17,79 mg/dL, CRP <0,50 mg/L

A. ANALISA DATA
Data Fokus Masalah Keperawatan
DS:- Ikhterik neonatus

DO: Keadaan umum bayi sedang,


kesadaran composmentis, bayi kurang
aktif, menangis kuat, sesak dan sianosis
tidak ada, kejang tidak ada, kulit tampak
kuning, sklera mata ikhterik, BBL
2400gram, BBM 2310 gram, bayi berusia
5 hari. Bilirubin bayi 18,15 mg/dL,
bilirubin direk 0,36 mg/dL, bilirubin
indirek 17,79 mg/dL
DS:- Resiko infeksi
DO: Suhu: 36,8’c, trombosit 524
10^3/mmol, IgG bayi reaktif, bayi
mendapat terapi bactesyn iv 2 x 110mg,
gentamicyn iv 1 x 13mg

B. PRIORITAS MASALAH
1. Ikhterik Neonatus
2. Resiko infeksi

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
No. Tanggal Diagnosa Tujuan Rencana Rasional
dan Jam Keperawatan Tindakan
Ikhterik Setelah dilakukan 1. Monitor ikterik
Neonatus intervensi pada sklera dan

DS:- keperawatan kulit bayi

DO: Keadaan selama 2x 24 jam 2. Identifikasi


umum bayi diharapkan ikhterik kebutuhan cairan
sedang, kesadaran neonatus teratasi sesuai dengan
composmentis,
bayi kurang aktif, dengan kriteria usia gestasi dan
menangis kuat, hasil: berat badan
sesak dan sianosis -integritas kulit dan 3. Monitor suhu
tidak ada, kejang
jaringan meningkat dan tanda vital
tidak ada, kulit
tampak kuning, - hidrasi meningkat setiap 4 jam
sklera mata - perfusi jaringan 4. Monitor efek
ikhterik, BBL meningkat samping
2400gram, BBM
2310 gram, bayi fototerapi
berusia 5 hari. 5. Lepaskan
Bilirubin bayi
pakaian bayi
18,15 mg/dL,
bilirubin direk
0,36 mg/dL, kecuali popok
bilirubin indirek 6. Berikan
17,79 mg/dL
penutup mata (eye
protector/biliband
) pada bayi
7. Biarkan tubuh
bayi terpapar
sinar fototerapi
secara
berkelanjutan
8. Ganti segera
alas dan popok
bayi jika
BAB/BAK
9. Gunakan linen
berwarna putih
agar
memantulkan
cahaya sebanyak
mungkin
10. Kolaborasi
pemeriksaan
darah vena
bilirubin direk
indirek
Resiko Infeksi Setelah dilakukan 1. Batasi jumlah
DS:- intervensi pengunjung
DO: Suhu: 36,8’c, keperawatan 2. Ajarkan
trombosit 524 selama 3x 24 jam Teknik cuci
10^3/mmol, IgG diharapkan Resiko tangan yang
bayi reaktif, bayi Infeksi tidak terjadi benar kepada
mendapat terapi dengan kriteria tenaga
bactesyn iv 2 x hasil: Kesehatan lain
110mg, -Tidak ada tanda- 3. Edukasi
gentamicyn iv 1 x tanda infeksi pengunjung
13mg,tali pusar (tumor, dolor kalor, untuk mencuci
basah rubor dan fungtio tangan saat
lease) pada tubuh akan masuk
klien, atau
- RR : 30 – 40 meniggalkan
x/menit, Nadi : 140 rungan pasien
– 160 x/menit, 4. Cuci tangan
- trombosit : sebelum dan
Jumlah trombosit sesudah
dalam batas normal kegiatan
perawatan
pasien
5. Gunakan
sarung tangan
sesuai
ketentuan
kewaspadaan
umum
6. Berikan terpai
antibiotic,
secaara tepat
sesuai order
dokter

D. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN


Tanggal No. Implementasi Evaluasi Tanda
dan Jam DX. Tangan
Kep
2/10/2023 1. - Mengobservasi KU bayi, S:
14:00 kesadaran compos mentis, O: kulit kuning
bayi aktif, menangis kuat, tampak berkurang,
kejang tidak ada, kulit sklera ikhterik tampak
kuning tampak berkurang, berkurang.
sklera ikhterik tampak A: Ikhterik Neonatus
berkurang. teratasi sebagian
- Menenangkan bayi.
dilihat dari tubuh
Mengganti posisi tidur bayi.
pasien yang masi
Bayi tidur tenang di box
kuning
bayi tanpa memaka baju
hanya dengan popok bayi P: intervensi di
- Mengobservasi eye lanjutkan
protector: eye proctector
3/10/2023 terpasang dengan baik
14:00 - Menenangkan bayi.
Mengganti posisi tidur bayi.
Bayi tidur tenang di box bayi
tanpa memaka baju hanya
dengan popok bayi
- Mengobservasi eye
protector: eye proctector
3/10/2023 terpasang dengan baik
16:00 - Memandikan bayi,
mengganti linen kotor bayi
dengan linen bersih
- Mengstop pemberian
fototerapy hasil cek ulang
bilirubirubin bayi
9,05mg/dL, direk 0,66
mg/dL, indirek 8,39
2/10/2023 2. - Melalukan five moment S:
14:05 hand hygine
O: pasien cukup aktif
- Memberikan injeksi
nangis kuat,reflek isap
antibiotik bactesyn 110mg
baik,bab ada, bak ada,
iv dalam syringe pump
selama 30 mnt pemberian ke tali pusar basah
5
A: Resiko infeksi
- Mengobservasi pemasangan
belum teratasi
2/10/2023 infus di vena dorsalis pedis
20:00 P: intervensi di
sinistra pemasangan ke 2
lanjutkan
hari ke 0 jalur infus lancar,
tidak ada tanda-tanda infeksi
- Melaporkan hasil cek lab DR
bayi:
S:-
O: Hb 18,4g/dL, leukosit
19,2 10^3/mmol, Hematokrit
51vol%, Trombosit 633
10^3/mmol, eritrosit 5,4
10^6/mmol
A: Resiko Inveksi
- P: advice lanjutkan
antibiotik s.d besok (2x)
- Melalukan five moment
hand hygine
- Memberikan injeksi
antibiotik bactesyn 110mg
iv dalam syringe pump
selama 30 mnt pemberian ke
7
- Mengobservasi pemasangan
infus di vena dorsalis pedis
sinistra pemasangan ke 2
hari ke 0 jalur infus lancar,
tidak ada tanda-tanda infeksi,
kolaborasi pemberian
antibiotik Bactesyn 2 x 110
mg pemberian 7 dan
antibiotik Sagestam 1 x 12
mg pemberian ke 3, Hasil
Swab Negatif Sars Cov-2
- memberikan inj. antibiotik
sagestam 12mg iv pemberian
ke 3 jalur infus lancar tidak
ada tanda gejala infeksi
disekitar area insersi
- Mengganti popok bayi BAK
30cc BAB 1x hijau lembek
- Mengganti linen kotor bayi
dengan linen bersih
- Memandikan bayi dengan
sabun dan air hangat, bayi
tampak bersih, segar dan
harum
- Memakaikan bayi baju dan
bedong bersih, bayi tampak
kembali tidur dengan
nyaman

Anda mungkin juga menyukai