diajukan untuk memenuhi tugas praktik stase keperawatan anak holistik islam
Dosen Pembimbing :
Maya Amelia S.Kep, M.Kep
disusun oleh
GITA AGUSTINA ISLAMI
NIM 402023060
LAPORAN PENDAHULUAN
1. Definisi
Hiperbilirubunemia adalah suatu keadaan kadar bilirubin serum total yang
lebih dari 10 mg% pada minggu pertama yang ditandai dengan ikterus pada kulit,
sklera dan organ lain, keadaan ini mempunyai potensi menimbulkan Kern Ikterus.
Ikterus Neonatorum merupakan salah satu keadaan yang menyerupai penyakit hati
yang terdapat pada bayi baru lahir, terjadinya hiperbilirubinemia merupakan salah
satu kegawatan pada bayi baru lahir (BBL) karena dapat menjadi penyebab gangguan
tumbuh kembang bayi (Ridha, 2014).
Ikterus adalah gejala kuning pada sklera, kulit dan mata akibat bilirubin yang
berlebihan di dalam darah dan jaringan. Normalnya bilirubin serum < 9µmol/L (0,5
mg%). Ikterus nyata secara klinis jika kadar bilirubin meningkat diatas 35µmol/L (2
mg%) (NANDA, 2015).
2. Anatomi dan Fisiologi
Hati melakukan berbagai fungsi penting, termasuk menghasilkan empedu.
Sistem empedu mencakup hati, kandung empedu, dan saluran-saluran terkaitnya.
a. Anatomi Hati
5. Patofisiologi
Bilirubin adalah produk penguraian heme. Sebagian besar (85-90%) terjadi
dari penguraian hemoglobin dan sebagian kecil (10-15%) dari senyawa lain seperti
mioglobin. Sel retikuloendotel menyerap kompleks haptoglobin dengan hemoglobin
yang telah dibebaskan dari sel darah merah kemudian mengeluarkan besi dari heme
sebagai cadangan untuk sintesis berikutnya menghasilkan tertapirol bilirubin, yang
disekresikan dalam bentuk yang tidak larut dalam air (bilirubin tak terkonjugasi,
indirek). Karena ketidaklarutan ini, bilirubin dalam plasma terikat ke albumin untuk
diangkut dalam medium air. Sewaktu zat ini beredar dalam tubuh dan melewati
lobulus hati, hepatosit melepas bilirubin dari albumin dan menyebabkan larutnya air
dengan mengikat bilirubin ke asam glukoronat (bilirubin terkonjugasi, direk). Dalam
bentuk glukoronida terkonjugasi, bilirubin yang larut tersebut masuk ke sistem
empedu untuk diekskresikan. Saat masuk ke dalam usus ,bilirubin diuraikan oleh
bakteri kolon menjadi urobilinogen. Pada dewasa normal level serum bilirubin 2mg/dl
dan pada bayi yang baru lahir akan muncul ikterus bila kadarnya >7mg/dl.
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin yang melebihi
kemampuan hati normal untuk ekskresikannya atau disebabkan oleh kegagalan hati
(karena rusak). Tanpa adanya kerusakan hati, obstruksi saluran ekskresi hati juga akan
menyebabkan hiperbilirubinemia. Pada semua keadaan ini, bilirubin tertimbun di
dalam darah dan jika konsentrasinya mencapai nilai tertentu (sekitar 2- 2,5mg/dl),
senyawa ini akan berdifusi ke dalam jaringan yang kemudian menjadi kuning.
Keadaan ini disebut ikterus atau jaundice.
6. Manifestasi Klinis
Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata berputar-putar, letargi (lemas),
kejang, tidak mau menghisap, tonus otot meninggi, leher kaku dan epistotonus. Jika
bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat terjadi spasme otot, epistotonus, kejang,
stenosis, yang disertai ketegangan otot. Dapat pula terjadi ketulian, gangguan bicara
dan retardasi mental. Perut buncit, pembesaran di hati, feses berwarna seperti dempul,
bayi tidak mau minum (Ridha, 2014).
7. Komplikasi
Apabila tidak ditangani dengan serius, akan terjadi komplikasi Kern ikterus
yaitu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak terutama pada
korpus striatum, thalamus, nucleus subtalamus hipokempus, nucleus merah di dasar
ventrikel IV.
8. Pemeriksaan diagnostik
a. Visual Metode
Visual memiliki angka kesalahan yang cukup tinggi, namun masih dapat
digunakan bila tidak tersedia alat yang memadai. Pemeriksaan ini sulit diterapkan
pada neonatus kulit berwarna, karena besarnya bias penilaian. Secara evidence
base, pemeriksaan metode visual tidak direkomendasikan, namun bila terdapat
keterbatasan alat masih boleh digunakan untuk tujuan skrining. Bayi dengan
skrining positif harus segera dirujuk untuk diagnosis dan tata laksana lebih lanjut.
Panduan WHO mengemukakan cara menentukan ikterus secara visual, sebagai
berikut:
1) Pemeriksaan dilakukan pada pencahayaan yang cukup (di siang hari dengan
cahaya matahari) karena ikterus bisa terlihat lebih parah bila dilihat dengan
pencahayaan buatan dan bisa tidak terlihat pada pencahayaan yang kurang.
2) Kulit bayi ditekan dengan jari secara lembut untuk mengetahui warna di
bawah kulit dan jaringan subkutan.
3) Keparahan ikterus ditentukan berdasarkan usia bayi dan bagian tubuh yang
tampak kuning.
b. Bilirubin Serum
Pemeriksaan bilirubin serum merupakan baku emas penegakan diagnosis
ikterus neonatorum serta untuk menentu-kan perlunya intervensi lebih lanjut.
Pelaksanaan pemeriksaan serum bilirubin total perlu dipertimbangkan karena hal
ini merupakan tindakan invasif yang dianggap dapat meningkatkan morbiditas
neonatus.
c. Bilirubinometer transkutan
Bilirubinometer merupakan instrumen spektrofotometrik dengan prinsip kerja
memanfaatkan bilirubin yang menyerap cahaya (panjang gelombang 450 nm).
Cahaya yang dipantulkan merupakan representasi warna kulit neonatus yang
sedang diperiksa.
d. Pemeriksaan bilirubin bebas dan CO
Bilirubin bebas dapat melewati sawar darah otak secara difusi. Oleh karena
itu, ensefalopati bilirubin dapat terjadi pada konsentrasi bilirubin serum yang
rendah. Beberapa metode digunakan untuk mencoba mengukur kadar bilirubin
bebas, antara lain dengan metode oksidaseperoksidase. Prinsip cara ini yaitu
berdasarkan kecepatan reaksi oksidasi peroksidasi terhadap bilirubin dimana
bilirubin menjadi substansi tidak berwarna. Dengan pendekatan bilirubin bebas,
tata laksana ikterus neonatorum akan lebih terarah. 2,3 Pemecahan heme
menghasilkan bilirubin dan gas CO dalam jumlah yang ekuivalen. Berdasarkan
hal ini, maka pengukuran konsentrasi CO yang dikeluarkan melalui pernapasan
dapat digunakan sebagai indeks produksi bilirubin.
e. Laboratorium (Pemeriksan Darah)
1) Pemeriksaan billirubin serum. Pada bayi prematur kadar billirubin lebih dari
14 mg/dl dan bayi cukup bulan kadar billirubin 10 mg/dl merupakan keadaan
yang tidak fisiologis.
2) Hb, HCT, Hitung Darah Lengkap.
3) Protein serum total.
4) USG, untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu.
5) Radioisotop Scan, dapat digunakan untuk membantu membedakan hapatitis
dan atresia billiari.
9. Penatalaksanaan medis
Tahap awal dengan melakukan pencegahan, ikterus dapat di cegah dan di hentikan
peningkatannya dengan cara (Ridha, 2014):
1) Pengawasan antenatal yang baik
2) Menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada masalah kehamilan
misalnya oksitosin
3) Pencegahan dan pengobatan hipoksia pada janin dan neonates
4) Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum ibu melahirkan
5) Pemberian makan yang bergizi
6) Pencegahan infeksi
Cara mengatasi hiperbilirubinemia:
1) Mempercepat proses konjugasi
2) Memberikan substant yang kurang untuk transportasi inkonjugasi (pemberian
albumin)
3) Melakukan dekomposisi bilirubin dan foto terapi
4) Transfusi tukar
5) Jika kadar bilirubin mencapai kadar yang mengkhawatirkan, sebaiknya bayi
dirawat untuk mendapat terapi sinar. Pemberian ASI dihentikan sambil di lakukan
pemeriksaan. Namun adakalanya kasus bayi kuning terjadi karena kurangnya
pemberian ASI pada hari-hari pertama, karena ASI pada hari pertama masih
sedikit tetapi dokter sering meminta ibu untuk menyusui lebih sering.
Pelaksanaan pemberian terapi sinar dan yang perlu diperhatikan:
1) Pemberian terapi sinar biasanya selama 100 jam
2) Lampu yang di pakai tidak melebihi 500 jam (maksimal sampai 500 jam)
3) Baringkan bayi telanjang, hanya genitalia yang ditutup dengan popok mini saja
agar sinar dapat merata keseluruh tubuh
4) Kedua mata ditutup dengan penutup yang tidak tembus cahaya
5) Posisi bayi sebaiknya diubah-ubah
6) Perhatikan suhu bayi agar selalu dalam rentang normal 36,5-37°C dan observasi
suhu tiap 4-6 jam sekali
7) Perhatikan asupan cairan agar tidak terjadi dehidrasi
8) Perhatikan apakah terjadi iritasi atau tidak
9) Jika setelah pemberian terapi selama 100 jam bilirubin tetap tinggi/terus naik, lihat
apakah lampu belum mencapai 500 jam, dan dapat dilakukan tranfusi tukar
10) Pada kasus ikterus karena hemolitis diperiksa setiap hari
Alat permainan:
a) Berbagai benda di sekitar rumah, buku bergambar, majalah anak-anak, alat gambar
dan tulis, kertas untuk belaja melipat, gunting, air dan sebagainya
b) Teman-teman bermain, anak sebaya, orang tua, orang lain di luar rumah.
2. Terapi Bermain Pada Anak Yang di Hospitalisasi
Rumah sakit merupakan lingkungan baru bagi anak-anak, sehingga tidak
sedikit anak yang mengalami “rewel” sebagai bentuk protes dan adaptasi terhadap
lingkungan baru yang dirasakannya tidak nyaman. Tujuan bermain di rumah sakit
diantaranya adalah untuk dapat melanjutkan tumbuh kembang yang normal selama
dirawat di rumah sakit. Disamping itu untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan
dan fantasinya melalui permainan.
3. Prinsip Bermain Di Rumah Sakit
a) Tidak membutuhkan banyak energi
b) Waktunya singkat
c) Mudah dilakukan
d) Aman
e) Kelompok umur yang sama sebaya
f) Tidak bertentangan dengan terapi
g) Melibatkan keluarga
FORMAT PENGKAJIAN NEONATUS
I. BIODATA
A. Identitas Neonatus
1. Nama : Bayi Nyonya Anggi Noviani
2. Tempat, Tanggal Lahir : Bandung, 27 September 2023
3. Usia : 5 Hari
4. Jenis Kelamin : Laki-laki
5. Tanggal Masuk : 02 – 10 – 2023
Jam : 14.00
6. Tanggal Pengkajian : 02 – 1 – 2023
Jam : 14.20
7. Diagnosa Medis : Neonatus Hiperbilirubinemia
8. Jaminan Kesehatan : BPJS
B. Identitas Orangtua
1. Nama Ayah/Ibu : Tn. Rizal Januar
2. Usia : 32 Tahun
3. Pendidikan : SMA
4. Pekerjaan : Wiraswasta
5. Agama : Islam
6. Alamat : Jl. Cibangkong Rt/Rw 05/05
Riwayat Kelahiran :
Usia Kehamilan : 35 mgg Berat Badan Lahir : 2400 gram Masalah Post Natal yang lain
Ya
Tidak
Persalinan : Spontan SC Forcep Ekstraksi Vakum Sebutkan : …….
menangis : Ya Tidak, Nilai APGAR : 5
jaundice : Ya Tidak, Dilakukan IMD : Ya Tidak
Pengobatan yang didapat :
……………………………………………………………………………………………
PENGKAJIAN FISIK
1. Pemeriksaan Fisik
TD : ………….. mmHg BB : 2400kg PB/TB: 42 cm LILA: 9 cm
Denyut jantung :140 RR : 50 Suhu : 36,8° LP (sesuai kondisi pasien) : 33 cm
Status Gizi……………………
PENGKAJIAN PSIKOSPIRITUAL
Persepsi klien/ orang tua terhadap kesehatan neonatus saat ini:
…………………………………………………………………………………….
Harap orangtua terhadap perawatan dan pengobatan saat ini :
…………………………………………………………………..
Aturan dalam agama yang mempengaruhi kesehatan dalam hal : Diet Pengobatan Lain-lain
Sebutkan :
…………………………………………………………………………………………………………………
………………………………….
Penerimaan keluarga :
…………………………………………………………………………………………………………………
……………….
PENGKAJIAN SOSIOKULTURAL
Status social
Tempat tinggal : Rumah Panti Tempat penitipan anak
Yang merawat klien : Ibu Nenek Pengasuh Lain – lain Sebutkan
…………………………..
Kerabat terdekat yang dapat dihubungi : Nama : Tn. Rizal Januar Hubungan:……suami…..telepon:
…………….
Suku : Jawa Batak Madura Betawi Lain – lain Sebutkan
…………………………..
Aturan dalam budaya yang mempengaruhi kesehatan dalam hal :
Sebutkan :
……………………………………………………………………………………………………………
Kebutuhan Edukasi
C Diagnosa Medis C Tata laksana penyakit C Obat- obatan
C Manajemen nyeri C Rehabilitasi C Penggunaan Alat Kesehatan
C Perawatan Luka C Diet dan Nutrisi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Hb: 22,4 g/dL, leukosit 18,4 10^3/mmol, hematoktrit: 63 vol%, trombosit 524 10^3/mmol, eritrosit: 6,5 10^3/mmol,
eosinofil 4%, neutrophil 39%,, monosit 19%
Golongan darah: A, rhesus positif
Bilirubin bayi 18,15 mg/dL, bilirubin direk 0,36 mg/dL, bilirubin indirek 17,79 mg/dL, CRP <0,50 mg/L
A. ANALISA DATA
Data Fokus Masalah Keperawatan
DS:- Ikhterik neonatus
B. PRIORITAS MASALAH
1. Ikhterik Neonatus
2. Resiko infeksi
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
No. Tanggal Diagnosa Tujuan Rencana Rasional
dan Jam Keperawatan Tindakan
Ikhterik Setelah dilakukan 1. Monitor ikterik
Neonatus intervensi pada sklera dan