Anda di halaman 1dari 91

MAKALAH KONSEP PENYAKIT DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

PASIEN Tn. M (39 Tahun) DENGAN GANGGUAN SISTEM INTEGUMEN:


LUKA BAKAR

diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah III
Dosen Pengampu: Bapak Angga Wilandika, S.Kep., Ners., M.Kep

Disusun oleh:
Kelompok 3 - Kelas 3B

Deviana Nur Azzizah (302019087)


Putri Melda Setiani (302019083) Sultoni Zaelani (302019088)
Insan Prasetya (302019084) Zean Nur Gina (302019089)
Elsa Yulistiani (302019085) Nida Resayanti (302019090)
Vera Apriliani (302019086) Mutiara Az’zahra (302019091)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


UNIVERSITAS ‘AISYIYAH BANDUNG
Jln. K.H. Ahmad Dahlan No.6 Bandung
2021
ii
DAFTAR TILIK

PENILAIAN MAKALAH

ASPEK
NO. KRITERIA B N BxN
PENILAIAN
4 Konsep lengkap dan integrative
3 Konsep lengkap
Kelengkapan
1. 2 Konsep hanya sebagian 3
Konsep Hanya menunjukkan sebagian
1
kecil konsep
Konsep diungkapkan dengan
4 tepat, lengkap baik analisis
maupun sintesis
Konsep diungkapkan dengan
3
Kebenaran tepat, namun deskriptif
2. 3,5
Konsep Sebagian besar konsep
2 diungkapkan, namun masih ada
yang terlewatkan
Aspek penting konsep kurang
1
terungkap dan bertele-tele
Bahasa menggugah pembaca
4 untuk mencari tahu konsep
lebih dalam
Bahasa menambah informasi
3
pembaca
3. Bahasa 2
Bahasa deskriptif, tidak terlalu
2
menambah pengetahuan
Informasi dan data yang
1 disampaikan tidak menarik dan
membingungkan
4. Kerapian Makalah dibuat sesuai pedoman 1,5
4 penulisan makalah, menarik,
dan dijilid rapi
3 Makalah dibuat sesuai pedoman
penulisan makalah, tidak
menarik, dan dijilid rapi

i
Makalah dibuat tidak sesuai
2 pedoman penulisan makalah,
menarik, dan dijilid rapi
Makalah dibuat tidak sesuai
pedoman penulisan makalah,
1
tidak menarik, dan
tidak dijilid rapi
TOTAL NILAI (B x N) / 10 x 25

ii
DAFTAR PENILAIAN PEER-GROUP

PENILAIAN KELOMPOK
(Dilihat dari kerjasama, kontribusi, dan
partisipasi)
NO
NAMA MAHASISWA
. Nilai langsung diberikan oleh kelompok
dan dicantumkan dalam kolom ini

(Rentang Nilai 0 – 100)


1. Anti Sumiati 100

2. Putri Melda Setiani 100

3. Insan Prasetya 100

4. Elsa Yulistiani 100

5. Vera Apriliani 100

6. Deviana Nur Azzizah 100

7. Sultoni Zaelani 100

8. Zean Nur Gina 100

9. Nida Resayanti 100

10. Mutiara Az’zahra 100

iii
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrohiim
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kemudahan kepada
Penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah tentang “Konsep Penyakit
Dan Asuhan Keperawatan Pada Tn. M (39 Tahun) Dengan Gangguan Sistem
Integument: Luka Bakar” ini dengan tepat waktu. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada jungjunan kita semua nabi besar Muhammad SAW yang
kita nanti-nantikan syafa’atnya di akhirat nanti. Makalah ini dibuat untuk
memenuhi salah satu tugas Keperawatan Medikal Bedah III. Makalah ini tidak akan
selesai tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis menyampaikan
ucapan terimakasih kepada bapak Angga Wilandika, S.Kep., Ners., M.Kep, selaku
dosen mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah III, dan juga kepada semua pihak
yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk
itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari para pembaca untuk makalah ini,
karena mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa ada kritik yang
membangun.
Semoga makalah yang penulis buat ini dapat di pahami oleh siapa saja yang
membacanya, dan semoga dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan umumnya
bagi siapa saja yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf jika ada kata yang
kurang berkenan, dan Penulis mohon adanya kritik dan saran agar dapat memperbaiki
di saat yang akan datang.

Bandung, 27 November 2021

Penyusun

iv
DAFTAR ISI

DAFTAR TILIK...........................................................................................................i
PENILAIAN MAKALAH............................................................................................i
DAFTAR PENILAIAN PEER-GROUP....................................................................iii
KATA PENGANTAR.................................................................................................iv
DAFTAR ISI.................................................................................................................v
BAB I.............................................................................................................................1
PENDAHULUAN.........................................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................................2
C. Tujuan.................................................................................................................2
BAB II...........................................................................................................................4
TINJAUAN TEORI.....................................................................................................4
A. Anatomi Fisiologi Sistem Integument.............................................................4
1. Anatomi sistem integument.............................................................................4
2. Fisiologi sistem integument.............................................................................6
B. Proses penyembuhan luka................................................................................9
C. Gangguan-gangguan sistem integument.......................................................10
1. Luka bakar.........................................................................................................10
2. Dermatitis seboroik...........................................................................................23
3. Sindrom stevens Johnson..................................................................................27
4. Scabies...............................................................................................................36
D. Konsep Asuhan Keperawatan........................................................................42
1. Pengkajian.....................................................................................................42
2. Skala Braden..................................................................................................45
3. Skala Norton..................................................................................................46
4. Analisa Data..................................................................................................46
5. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul.............................................46
6. Intervensi keperawatan..................................................................................47
BAB III........................................................................................................................49

v
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.M (39 Tahun) DENGAN GANGGUAN
SISTEM INTEGUMEN: LUKA BAKAR...............................................................49
A. Kasus luka bakar...............................................................................................49
B. Pengkajian.........................................................................................................49
C. Analisa Data......................................................................................................57
D. Diagnosis keperawatan berdasarkan prioritas...................................................58
E. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN..................................................60

vi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sistem integumen adalah sistem organ yang membedakan,
memisahkan, melindungi, dan menginformasikan hewan terhadap lingkungan
sekitarnya. Sistem ini seringkali merupakan bagian sistem organ yang terbesar
yang mencakup kulit, rambut, bulu, sisik, kuku, kelenjar keringat dan
produknya (keringat atau lendir).
Anatomi fisilogi sistem integumen terdiri dari kulit, stuktur
tambahannya, seperti folikel rambut dan kelenjar keringat, dan jaringan
subkutan dibawah kulit. Kulit terbentuk dari berbagai macam jaringan yang
berbeda dan dianggap sebagai suatu organ. Adapun beberapa gangguan pada
sistem integument, seperti luka bakar, dermatitis seboroik, scabies, sindrom
stevens johnson, dan scabies. [ CITATION Ang19 \l 1033 ]
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak seperti suhu
tinggi misalkan api, air panas, listrik, bahan kimia dan radiasi. (Arief, 2000 :
365) dalam [ CITATION Ang19 \l 1033 ]. Luka bakar merupakan kerusakan kulit
tubuh yang disebabkan oleh trauma panas atau trauma dingin (Frost bite).
Penyebabnya adalah api, air panas, listrik, kimia, radiasi, dan trauma dingin
(frost bite). [ CITATION Azi20 \l 1033 ]
Luka bakar memiliki angka kejadian dan prevalensi yang tinggi,
mempunyai risiko morbiditas dan mortalitas yang tinggi, memerlukan sumber
daya yang banyak dan memerlukan biaya yang besar (Kemenkes, 2019).
Menurut data World Health Organization (WHO), 90 % luka bakar terjadi
pada sosial ekonomi rendah di Negara-negara berpenghasilan menengah ke
bawah, daerah yang umumnya tidak memiliki infrastruktur yang memadahi
untuk mencegah terjadinya kebakaran. Di Amerika Serikat, kurang lebih 1,25
juta kejadian luka bakar per tahun yang dibawa ke unit gawat darurat. Diantara
jumlah ini, 63.000 menderita luka bakar ringan sedangkan 6000 lainnya harus
rawat inap. (Sheridan RL, 2018) dalam [ CITATION Azi20 \l 1033 ]

1
2

Dengan prevalensi yang tinggi pada luka bakar, maka harus melakukan
perawatan luka yang merupakan salah satu tindakan keperawatan mandiri
perawat yang sangat menantang di fasilitas pelayanan kesehatan terutama bila
menjumpai luka infeksi atau luka kronis. Ada berbagai penanganan luka
kronis yang biasa dilakukan seperti debridement, pemberian obat sistemik dan
perawatan luka (Zhang et al., 2020). Perawatan terbaik dan optimal dalam
pengelolaan luka adalah dengan mempertahankan lingkungan dalam keadaan
lembab (moisture balance) dengan menggunakan bahan-bahan dan metode
yang mempercepat kontraksi luka, mencegah terbentuknya jaringan granulasi
yang berlebihan, mencegah pertumbuhan bakteri dan sebagai pelembab yang
sesuai untuk mempercepat proses penyembuhan luka. (Weller et al., 2019)
dalam [ CITATION Ett21 \l 1033 ]

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah merupakan rumusan pertanyaan yang akan diajukan


dalam makalah. Adapun rumusan masalah dalam makalah ini sebagai berikut:
1. Apa anatomi fisiologi pada sistem integument?
2. Bagaimana proses penyembuhan luka?
3. Apa yang dimaksud dengan gangguan-gangguan pada sistem integument
yang meliputi luka bakar, dermatitis seboroik, sindrom stevens Johnson,
dan scabies?
4. Bagaimana pengkajian sistem integument, yang meliputi riwayat kesehatan,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostic, skala norton dan skala braden?
5. Apa modalitas penatalaksanaan gangguan sistem integument?
6. Bagaimana asuhan keperawatan pada Tn. M (39 Tahun) dengan gangguan
sistem integument: Luka bakar?

C. Tujuan

Tujuan merupakan sesuatu yang ingin dicapai dari suatu makalah.


Adapun tujuan penulisan dalam makalah ini sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui anatomi fisiologi pada sistem integument;
2. Untuk mengetahui proses penyembuhan luka;
3

3. Untuk mengetahui gangguan-gangguan pada sistem integument yang


meliputi luka bakar, dermatitis seboroik, sindrom stevens Johnson, dan
scabies;
4. Untuk mengetahui pengkajian sistem integument, yang meliputi riwayat
kesehatan, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostic, skala norton dan
skala braden;
5. Untuk mengetahui modalitas penatalaksanaan gangguan sistem integument;
6. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada Tn. M (39 Tahun) dengan
gangguan sistem integument: Luka bakar.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Anatomi Fisiologi Sistem Integument

1. Anatomi sistem integument


Anatomi sistem integumen terdiri dari kulit, stuktur tambahannya,
seperti folikel rambut dan kelenjar keringat, dan jaringan subkutan dibawah
kulit. Kulit terbentuk dari berbagai macam jaringan yang berbeda dan
dianggap sebagai suatu organ. Karena kulit menutupi seluruh permukaan
tubuh, salah satu fungsinya sudah jelas terlihat: memisahkan tubuh dari
lingkungan luar dan mencegah masuk berbagai macam zat berbahaya.
Jaringan subkutan yang secara langsung berada dibawah kulit dan
menghubungkan kulit dengan otot serta mempunyai fungsi lain. Adapun
lapisan-lapisan kulit, diantaranya:
a. Lapisan Epidermis
1) Stratum korneum.
Lapisan ini terdiri dari banyak lapisan tanduk (keratinasi), gepeng,
kering, tidak berinti, inti selnya sudah mati, dan megandung zat
keratin.
2) Stratum lusidum
Selnya pipih, bedanya dengan stratum granulosum adalah sel-sel
sudah banyak yang kehilangan inti dan butir-butir sel telah menjadi
jernih sekali dan tembus sinar. Lapisan ini hanya terdapat pada
telapak tangan dan telapak kaki. Dalam lapisan terlihat seperti
suatu pipa yang bening, batas-batas sel sudah tidak begitu terlihat
disebut stratum lusidum.
3) Stratum granulosum
Lapisan ini terdiri dari 2-3 lapis sel pipih seperti kumparan dengan
inti ditengah dan sitoplasma berisi butiran (granula) keratohiali
atau gabungan keratin dengan hialin. Lapisan ini menghalangi
benda asing, kuman dan bahan kimia masuk ke dalam tubuh.

4
5

4) Stratum spinosum atau stratum akantosum


Lapisan ini merupakan lapisan yang paling tebal dan dapat
mencapai 0,2 mm terdiri dari 5-8 lapisan . sel-selnya disebut
spinosum karena jika dilihat di bawah mikroskop, sel-selnya terdiri
dari sel yang bentuknya polygonal/banyak sudut dari mempunyai
tanduk (spina). Lapisan ini berfungsi untuk menahan gesekan dan
tekanan dari luar. Bentuknya tebal dan terdapat di daerah tubuh
yang banyak bersentuhan atau menahan beban dan tekanan seperti
tumit dan pangkal telapak kaki. Disebut akantosum sebab sel-
selnya berduri. Ternyata spina atau tanduk tersebut ada hubungan
antara sel yang lain yang disebut intercelulair bridges atau
jembatan interselular.
5) Stratum Basal atau Germinativum
Disebut stratum basal karena sel-selnya terletak dibagian basal atau
basis, stratum germinativum menggantikan sel-sel yang di atasnya
dan merupakan sel-sel induk. Bentuknya silindris (tabung) dengan
inti yang lonjong. Di dalamnya terdapat butir-butir yang halus
disebut butir melanin warna. Sel tersebut disusun seperti pagar
pagar (palisade) dibagian bawah sel tersebut terdapat suatu
membran disebut membran basalis, sel-sel basalis dengan membran
basalis merupakan batas terbawah dari pada epidermis dengan
dermis. Ternyata batas ini tidak datar tapi bergelombang, pada
waktu korium menonjol pada epidermis tonjolan ini disebut papilla
kori (papilla kulit). Dipihak lain epidermis menonjol kearah
korium, tonjolan ini disebut Rute Ridges atau rete peg = prosessus
inter papilaris.
b. Lapisan Dermis
Lapisan dermis terdiri dari 2 lapisan, diantaranya:
1) Bagian atas, Pars Papilaris (stratum papilar).
2) Bagian bawah, Retikularis (stratum retikularis).
Batas antara pars papilaris dengan pars retikularis adalah bagian
bawahnya sampai ke subkutis. Baik pars papilaris maupun pars
retikularis terdiri dari serabutserabut yaitu serabut kolagen, serabut
elastis, dan serabut retikulus. Serabut ini saling beranyaman dan
6

masing-masing mempunyai tugas yang berbeda. Serabut kolagen,


untuk memberikan kekuatan kepada kulit, serabut elastic untuk
memberikan kelenturan pada kulit, dan retikulus terdapat disekitar
kelenjar dan folikel rambut yang memberikan kekuatan pada alat
tersebut.
c. Lapisan Subkutis
Subkutis terdiri dari kumpulan-kumpulan sel-sel lemak dan diantara
gerombolan ini berjalan serabut-serabut jaringan ikat dermis. Sel-sel
lemak ini bentuknya bulat dengan intinya terdesak ke pinggir, sehingga
membentuk seperti cincin. Lapisan lemak ini di sebut perikulus
adiposus, yang tebalnya tidak sama pada tiap-tiap tempat dan juga
pembagian antara laki-laki dan perempuan tidak sama (berlainan).
Guna perikulus adiposus adalah sebagai Shok breker yaitu pegas, bila
tekanan trauma mekanis yang menimpa pada kulit, Isolator panas atau
untuk mempertahankan suhu, penimbun kalori, dan tambahan untuk
kecantikan tubuh. Di bawah subkutis terdapat selaput otot kemudian
baru terdapat otot.

2. Fisiologi sistem integument


Kulit memiliki banyak fungsi yang berguna dalam menjaga
homeostasis tubuh.berikut fungsi-fungsi pada kulit, diantaranya:
a. Fungsi proteksi
Kulit melakukan proteksi terhadap tubuh dengan berbagai cara,
diantaranya:
1) Keratin melindungi tubuh dari mikroba, abrasi (gesekan), panas,
dan zat kimia.
2) Lipid yang dilepaskan mencegah evaporasi air dari permukaan
kulit dan dehidrasi, selain itu juga mencegah masuknya air dari
lingkungan luar tubuh melalui kulit.
3) Sebum yang berasal dari kelenjar sebasea mencegah kulit dan
rambut dari kekeringan serta mengandung zat bakterisid yang
berfungsi membunuh bakteri di permukaan kulit.adanya
sebumyang bersamaan dengan kelenjar keringat akan
7

menghasilkan mantel asal dengan kadar pH 5-6.5 yang mampu


menghambat pertumbuhan mikroba.
4) Pigmen melanin melindungi dari efek sinar ultraviolet yang
berbahaya.
5) Sel langerhans berperan sebagai sel imun yang protektif yang
mempresentasikan antigen terhadap mikroba dan sel fagosit
yang bertugas memfagositosis mikroba yang masuk melewati
keratin dan sel langerhans
b. Fungsi absorbsi
Kulit tidak bisa menyerap air akan tetapi bisa menyerap material
larut di dalam lemak seperti vitamin A.D.E. dan K, obat-obatan
tertentu, oksigen dan karbon dioksida. Kemampuan absorbsi kulit
dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi , kelembaban
metabolisme dan jenis vehikulum. Penyerapan dapat berlangsung
melalui celah antarsel atau melalui muara saluran kelenjar, akan
tetapi banyak yang melalui muara kelenjar.
c. Fungsi ekskresi
Kulit juga berfungsi dalam ekkresi dengan perantara dua kelenjar
eksokrinnya, yaitu:
1) Kelenjar sebasea
Kelenjar ini merupakan kelenjar yang melekat pada folikel
rambut dan melepaskan lipid yang dikenal dengan sebum
menuju lumen.sebum dikeluarkan ketika muskulus arektor pili
berkontraksi menekan kelenjar sebasea sehingga sebum
dikeluarkan ke folikel rambut lalu ke permukaan kulit.
2) Kelenjar keringat
Terdapat dua jenis kelenjar keringat , yaitu kelenjar keringat
apokrin dan kelenjar keringat merokrin .
a) Kelenjar keringat apokrin terdapat di daerah aksila,payudara
dan pubis , serta aktif pada usia pubertas dan menghasilkan
sekret yang kental dan bau yang khas. Kelenjar ini bekerja
ketika ada sinyal dari sistem saraf dan hormon sehingga sel-
sel miopitel yang ada di kelenjar berkontraksi dan menekan
kelenjar keringat apokrin.akibatnya kelenjar keringat apokrin
8

melepaskan sekretnya ke folikel rambut lalu ke permukaan


luar.
b) Kelenjar keringat merokrin terdapat di daerah telapak tangan
dan kaki. Sekretnya mengandung air,elektrolit,nutrien
organik dan sampah metabolisme. Fungsi dari kelenjar
keringat merokrin yaitu mengatur temperatur permukaan,
mengekskresikan air dan elektrolit serta melindungi dari
agen asing dengan cara mempersulit perlekatan asing dan
menghasilkan dermicidin, sebuah peptida kecil dengan sifat
antibiotik.
d. Fungsi persepsi
Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan
subkutis. Untuk merespon terhadap rangsangan panas diperankan
oleh badan-badan di dermis dan subkutis,sedangkan terhadap
dingin diperankan oleh badan-badan krause yang terletak di
dermis, badan taktil meissner terletak di papilla dermis berperan
terhadap rabaan demikian pula badan merkel ranvier yang terletak
di epidermis.

e. Fungsi pengaturan suhu tubuh (termoregulasi)

Kulit berkontribusi terhadap pengaturan suhu tubuh melalui dua


cara yaitu pengeluaran keringat dan menyesuaikan aliran darah di
pembuluh kapiler.pada saat suhu tinggi tubuh akan mengeluarkan
keringat dalam jumlah banyak serta memperlebar pembuluh darah
(vasodilatasi) sehingga panas akan terbawa keluar tubuh.
Sebaliknya, pada saat suhu rendah, maka tubuh akan mengeluarkan
keringat yang lebih sedikit juga pembuluh darah akan vasokontriksi
sehingga mengurangi pengeluaran panas.

f. Fungsi pembentukan vitamin D

Tubuh akan memproduksi vitamin D sendiri, namun belum


memenuhi kebutuhan tubuh secara keseluruhan sehingga
pemberian vitamin D sistemik masih tetap diperlukan.
9

B. Proses penyembuhan luka


1. Fase Koagulasi dan Inflamasi (0-3 hari).
Koagulasi merupakan respon yang pertama terjadi sesaat setelah luka
terjadi dan melibatkan platelet. Pengeluaran platelet akan menyebabkan
vasokonstriksi. Proses ini bertujuan untuk homeostatis sehingga mencegah
perdarahan lebih lanjut. Fase inflamasi selanjutnya terjadi beberapa menit
setelah luka terjadi dan berlanjut hingga sekitar 3 hari. Fase inflamasi
memungkinkan pergerakan leukosit (utamanya neutrofil). Neutrofil
selanjutnya memfagosit dan membunuh bakteri dan masuk ke matriks
fibrin dalam persiapan pembentukan jaringan baru.
2. Fase Proliferasi atau Rekonstruksi (2-24 hari)
Apabila tidak ada infeksi atau kontaminasi pada fase inflamasi, maka
proses penyembuhan selanjutnya memasuki tahapan Proliferasi atau
rekonstruksi. Tujuan utama dari fase ini adalah:
a) Proses granulasi (untuk mengisi ruang kosong pada luka).
b) Angiogenesis (pertumbuhan kapiler baru).
Secara klinis akan tampak kemerahan pada luka. Angiogenesis terjadi
bersamaan dengan fibroplasia. Tanpa proses angiogenesis sel-sel
penyembuhan tidak dapat bermigrasi, replikasi, melawan infeksi dan
pembentukan atau deposit komponen matrik baru.
c) Proses kontraksi (untuk menarik kedua tepi luka agar saling
berdekatan).
Menurut Hunt (2003) kontraksi adalah peristiwa fisiologi yang
menyebabkan terjadinya penutupan pada luka terbuka. Kontraksi
terjadi bersamaan dengan sintesis kolagen. Hasil dari kontraksi akan
tampak dimana ukuran luka akan tampak semakin mengecil atau
menyatu.
3. Fase Remodelling atau Maturasi (24 hari-1tahun)
Fase ini merupakan fase yang terakhir dan terpanjang pada proses
penyembuhan luka. Aktifitas sintesis dan degradasi kolagen berada dalam
keseimbangan. Serabut-serabut kolagen meningkat secara bertahap dan
bertambah tebal kemudian disokong oleh proteinase untuk perbaikan
sepanjang garis luka. Kolagen menjadi unsur yang utama pada matrks.
Serabut kolagen menyebar dengan saling terikat dan menyatu serta
10

berangsur-angsur menyokong pemulihan jaringan. Akhir dari


penyembuhan didapatkan parut luka yang matang yang mempunyai
kekuatan 80 % dibanding kulit normal. [ CITATION Ami20 \l 1033 ]

C. Gangguan-gangguan sistem integument

1. Luka bakar
a. Definisi
Luka bakar adalah luka yang diakibatkan oleh perpindahan
energi dari sumber panas ke tubuh yang dipindahkan melalui konduksi
atau radiasi (Effendi, 1999 : 4). Luka bakar adalah kerusakan jaringan
tubuh terutama kulit akibat langsung atau peratara dengan sumber
panas (thermal), kimia, elektrik, dan radiasi. luka bakar disebabkan
oleh trauma panas yang memberikan gejala, tergantung luas, dalam,
dan lokasi lukanya (Andara & Yessie, 2013). Luka bakar juga
merupakan kerusakan atau kehilangan jaringan yang di sebabkan
kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik
dan radiasi (Smeltzer, suzanna, 2002).
Dapat disimpulkan bahwa luka bakar adalah kerusakan jaringan
pada tubuh terutama pada kulit baik kontak secara langsung ataupun
radiasi yang disebabkan oleh panas, listrik, maupun bahan kimia, yang
memberikan gejala tergantung pada luas, kedalaman, dan lokasi
lukanya. [ CITATION Ang19 \l 1033 ]

b. Etiologi
1. Luka bakar thermal
Agen pencedera dapat berupa api, air panas, atau kontak dengan
objek panas, luka bakar api berhubungan dengan asap atau cedera
inhalasi (cedera terbakar, kontak dan kobaran api).
2. Luka bakar listrik
Cedera listrik yang disebabkan oleh aliran listrik dirumah
merupakan inside tertinggi pada anak-anak yang masih kecil yang
sering memasukkan benda konduktif kedalam colokan listrik dan
digigit atau menghisap kabel listrik yang tersambung.
3. Luka bakar kimia
11

Terjadi dari tite atau kandungan agen pencedera, serta konsentrasi


dan suhu agen.
4. Luka bakar radiasi
Luka bakar bila terpapar pada bahan radioaktif dosis tinggi (Andra
& Yessie, 2013) dalam [ CITATION Ang19 \l 1033 ].

c. Patofisiologi
Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan
kesakitan. Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan
permeabilitas meninggi. Sel darah yang ada didalamnya ikut rusak
sehingga terjadi anemia. Meningkatnya permeabilitas menyebabkan
oedem dan menimbulkan bula yang banyak elektrolit. Hal itu
menyebabkan berkurangnya volume cairan intravaskuler. Kerusakan
kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan akibat
penguapan yang berlebihan, masuknya cairan ke bula yang terbentuk
pada luka bakar derajat dua dan pengeluaran cairan dari keropeng luka
bakar derajat tiga. Bila luas luka bakar kurang 20% biasanya
mekanisme kompensasi tubuh masih bisa mengatasinya, tetapi bila
lebih dari 20% akan terjadi syok hipovolemik dengan gejala yang khas,
seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan
darah menurun, dan produksi urin berkurang. Oedem terjadi pelan-
pelan, maksimal terjadi setelah delapan jam.
Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi di
wajah dapat terjadi kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap,
atau uap panas yang terhisap. Oedem laring yang ditimbulkannya dapat
menyebabkan hambatan jalan napas dengan gejala sesak napas,
takipnea, stridor, suara serak dan dahak berwarna gelap akibat jelaga.
Dapat juga keracunan gas karbon monoksida (CO) dan gas beracun
lainnya. Karbon monoksida (CO) akan mengikat hemoglobin dengan
kuat sehingga hemoglobin tidak mampu lagi mengikat oksigen. Setelah
12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan mobilisasi serta
penyerapan kembali cairan edema ke pembuluh darah, ini ditandai
dengan meningkatnya diuresis. [ CITATION Azi20 \l 1033 ]
d. Pathway (Effendi 1999, Hudak&Gallo 1994)

Agen penyebab:
Arus listrik, lidah api, bahan kimia, air panas,
benda panas, radiasi
Luka Bakar
12

Cidera inhalasi Mengenai kulit Kerusakan Laju metabolic


atau udara yang (Epidermis, kapiler meningkat
terlalu panas dermis)

Permeabilitas kapiler Peningkatan


Perubahan Escar/Keropeng meningkat keluarnya
mukosa saluran protein
pernafasan
Kerusakan Kehilangan cairan
lingkungan kulit plasma, protein, Hipoproteinemia
Iritasi saluran elektrolit kedalam
nafas spasium interstisial
Gangguan Resiko perubahan
integritas nutrisi kurang
kulit/jaringan Hemokonsentrasi, dari kebutuhan
Edema mukosa hipovolemia, tubuh
saluran napas hipokalemia
atas (laring)

Resiko kekurangan
volume cairan dan
Obstruksi lumen elektrolit
atau saluran
napas atas
Pemejanan ujung kulit
Fungsi
Bersihan jalan kulit
napas tidak normal
hilang Menekan ujung sayaraf perifer
efektif

Hilangnya daya Nyeri


lindung terhadap
infeksi Gerak

Gangguan mobilitas
Resiko terhadap
infeksi
Kerusakan mobilitas fisik
13

e. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala luka bakar berdasarkan derajat luka bakar,
diantaranya:
1. Luka bakar derajat 1 (superficial thickness burn)
Yaitu jika luka bakar hanya mengenai lapisan kulit paling luar
(epidermis). Tanda dan gejalanya hanya berupa kemerahan
(eritema), pembengkakan dan disertai rasa nyeri pada lokasi luka.
Tidak dijumpai adanya lepuhan (blister). Kebanyakan luka bakar
akibat radiasi sinar ultra violet (sunburn) termasuk dalam luka bakar
derajat 1.
2. Luka bakar derajat 2 (partial thickness burn)
Yaitu jika luka bakar mengenai epidermis hingga lapisan kulit di
bawahnya (dermis). Luka bakar derajat 2 dibagi menjadi dua, yaitu:
a) Luka bakar derajat 2 dangkal (superficial partial thickness burn)
Jika luka bakar mengenai hingga lapisan dermis bagian atas,
tanda dan gejalanya berupa kemerahan (eritema), tampak ada
lepuhan (blister) yaitu gelembung yang berisi cairan, dan
disertai rasa nyeri.
b) Luka bakar derajat 2 dalam (deep partial thickness burn)
Jika luka bakar mengenai hingga lapisan dermis bagian bawah.
tanda dan gejalanya berupa kemerahan (eritema), tampak ada
lepuhan (blister), tetapi kadang-kadang tidak disertai rasa nyeri
jika ujung saraf sudah rusak.
3. Luka bakar derajat 3 (full thickness burn)
Yaitu jika luka bakar mengenai seluruh lapisan kulit (epidermis,
dermis dan jaringan subkutan). Tanda dan gejalanya berupa luka
bakar yang tampak putih pucat atau justru tampak hangus, dan
kadang-kadang disertai jaringan nekrotik yang keras berwarna
hitam, tetapi tanpa disertai rasa nyeri karena ujung saraf sudah
rusak. Tidak tampak ada lepuhan (blister). Pada luka bakar derajat 3,
kapiler darah, folikel rambut dan kelenjar keringat juga sudah rusak.
Biasanya luka bakar derajat 3 dikelilingi oleh luka bakar derajat 1
dan 2. Luka bakar yang sangat berat dapat mengenai otot dan tulang.
[ CITATION Ang19 \l 1033 ]
14

f. Klasifikasi
Klasifikasi luka bakar dapat dibagi berdasarkan beberapa
indikator anatara lain, sebagai berikut:
1. Kedalaman luka bakar
Berdasarkan kedalaman luka bakar dapat digolongkan menjadi
empat derajat, yaitu:
a) Luka bakar derajat pertama
Luka bakar hanya terbatas di epidermis, kulit kering dan
kemerahan. Luka bakar akibat terjemur matahari merupakan
contoh dari tipe ini. Pada awalnya terasa nyeri dan kemudian
gatal akibat stimulasi reseptor sensoris. Biasanya luka ini akan
sembuh dengan spontan tanpa meninggalkan jaringan parut
dalam waktu 5-10 hari. Biasanya tidak timbul komplikasi.
[ CITATION Ang19 \l 1033 ]
b) Luka bakar derajat kedua superficial
Luka meluas ke epidermis dan kedalam lapisan dermis tetapi
masih ada elemen epitel yang tersisa, seperti sel epitel basal,
kelenjar sebasea, kelenjar keringat, dan folikel rambut. Dengan
adanya sisa sel epitel yang sehat ini, luka dapat sembuh sendiri
dalam 10-14 hari. Oleh karena kerusakan kapiler dan ujung saraf
di dermis, luka derajat ini tampak lebih pucat dan lebih nyeri
dibandingkan dengan luka bakar superfisial karena adanya iritasi
ujung saraf sensorik. Juga timbul bulae berisi cairan eksudat yang
keluar dari pembuluh darah karena permeabilitas dindingnya
meninggi. Komplikasi jarang terjadi hanya timbul infeksi
sekunder pada luka. Jika luka ini mengalami infeksi atau suplai
darahnya mengalami gangguan maka luka ini akan berubah
menjadi luka bakar derajat kedua dalam. [ CITATION Ang19 \l
1033 ]
c) Luka bakar derajat kedua dalam
Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis. Pada luka
bakar jenis ini penyembuhannya memerlukan waktu lebih dari
satu bulan. Pembersihan (Debridement) secara bedah untuk
15

membuang jaringan yang mati. Pada luka bakar derajat ini selalu
terjadi pembentukan jaringan parut. Pada fase penyembuhan,
kekeringan dan gatal adalah biasa sebab terjadi peningkatan
vaskularisasi kelenjar sebasea, sekresi berkurang dan keringat
juga berkurang. [ CITATION Ang19 \l 1033 ]
d) Luka bakar derajat tiga
Luka bakar derajat tiga meliputi seluruh kedalaman kulit
mengenai seluruh dan epidermis. Lapisan ini mengandung
kelenjar keringat dan akar folikel rambut. Luka akan tampak
berwarna putih, merah, coklat, atau hitam. Daerah yang terbakar
tidak terasa nyeri, luka bakar jenis ini mungkin memerlukan
waktu berbulan-bulan untuk sembuh, luka bakar tersebut tampak
seperti bahan kulit. [ CITATION Ang19 \l 1033 ]
2. Keparahan luka bakar
Cedera luka bakar dapat berkisar dari lepuh kecil sampai luka bakar
masif derajat III. Cedera luka bakar di kategorikan ke dalam luka
bakar minor, sedang, dan mayor. [ CITATION Ang19 \l 1033 ]
1) Cedera luka bakar minor
a) Derajat 2 dengan luas kurang dari 15 %
b) Derajat 3 kurang dari 2 %
2) Cedera luka bakar sedang
a) Derajat 2 dengan luas 15-25 %
b) Derajat 3 dengan luas kurang dari 10 %, kecuali muka , kaki,
dan tangan.
3) Cedera luka bakar mayor
a) Derajat 2 dengan luas lebih dari 25 %
b) Derajat 3 dengan luas lebih dari 10 %, atau terdapat di muka,
kaki dan tangan.
c) Luka bakar disertai trauma jalan napas atau jaringan lunak
luas atau fraktur.
d) Luka bakar akibat listrik
3. Luas luka bakar
Ukuran luas luka bakar (presentasi cedera pada kulit) ditentukan
dengan salah satu dari dua metode Rule of nine dan Diagram bagan
16

Lund dan Browder yang spesific dengan usia. Ukuran luka


ditunjukkan dengan presentasi LPTT (luas permukaan tubuh total).
Rule of nine digunakan sebagai alat untuk memperkirakan ukuran
luka bakar yang cepat. Dasar dari penghitungan ini adalah membagi
tubuh ke dalam bagian-bagian anatomi yang setiap bagian tersebut
mencerminkan luas 9 % dari LPT (luas permukaan tubuh) atau
kelipatan dari 9 %. Metode ini mudah di gunakan dalam
penggunaannya tidak membutuhkan diagram untuk menentukan
presentasi LPTT yang mengalami cedera. [ CITATION Ang19 \l 1033 ]

Perhitungan Luka Bakar Menurut Rule of Nine

AREA PERSENTASE

- Kepala dan leher 9%


- Dada depan belakang 18%
- Abdomen depan dan 18%
belakang
- Ekstremitas atas kanan 9%
- Ekstremitas atas kiri 9%
- Perineum 1%
- Ekstremitas bawah kanan 18%
- Ekstremitas bawah kiri 18%
17

Penggunaan diagram bagan Lund dan Browder biasanya di tujukan


untuk menentukan keluasan luka bakar yang terjadi pada anak-anak dan
bayi di mana dalam bagan ini kelompok usia yang berbeda mempunyai
keluasan yang berbeda. Bagan ini memberikan hasil penghitungan yang
akurat. Dasar presentasi yang digunakan dalam rumus-rumus tersebut
diatas adalah luas telapak tangan dianggap 1 %.

UMUR
AREA 0 1 5 10 15
Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun
- Setengah
bagian kepala 9½ 8½ 6½ 5½ 4½
- Setengah
bagian tungkai 2¾ 3¼ 4 4¼ 4½
atas
- Setengah
bagian tungkai 2½ 2½ 2¾ 3 3¼
bawah

g. Pemeriksaan diagnostic
Pemeriksaan diagnostik dari luka bakar sebagai penunjang
untuk menggunakkan diagnosa keperawatan antara lain, sebagai
berikut:
1. Hitung darah lengkap
Peningkatan HT awal menunjukkan hemokonsentrasi sehubungan
dengan pemindahan atau kehilangan cairan.
2. Sel darah putih
Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan kehilangan sel pada
sisi luka.
3. GDA (Gas Darah Arteri)
Penurunan Pa O2 atau peningkatan Pa CO2 mungkin terlihat pada
retensi karbon monoksida. Asidosis dapat terjadi sehubungan
dengan penurunan fungsi ginjal dan kehilangan kompensasi
pernapasan.
4. CoHbg (Karboksi Hemoglobin)
18

Peningkatan lebih dari 15% mengindikasikan keracunan karbon


monoksida atau cedera inhalasi.
5. Elektrolit Serum
Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan cedera
jaringan dan penurunan fungsi ginjal, seperti hipokalemi dapat
terjadi apabila mulai terjadi diuresis, magnesium mungkin menurun,
natrium pada awal juga menurun.
6. Natrium Urine Random
Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan resusitasi
cairan. Kurang dari 10 mEq/L menduga ketidakadekuatan resusitasi
cairan.
7. Blood Urea Nitrogen (BUN)
Untuk mengetahui apakah ada penurunan fungsi ginjal/tidak.

h. Penatalaksanaan
Penatalaksaan luka bakar daat dibagi menjadi dua, antara lain:
1. Penatalaksanaan medis
1) Debridemen
a) Debridemen alami, yaitu jaringan mati yang akan memisahkan
diri secara spontan dari jaringan di bawahnya.
b) Debridemen mekanis, yaitu dengan penggunaan gunting dan
forcep untuk memisahkan, mengangkat jaringan yang mati.
c) Dengan tindakan bedah, yaitu dengan eksisi primer seluruh
tebal kulit atau dengan mengupas kulit yang terbakar secara
bertahap hingga mengenai jaringan yang masih viabel.
2) Graft pada luka bakar
Biasanya dilakukan bila re-epitelisasi spontan tidak mungkin
terjadi, diantaranya:
a) Autograft : dari kulit penderita sendiri.
b) Homograft : kulit dari manusia yang masih hidup atau baru
saja meninggal (balutan biologis).
c) Heterograft : kulit berasal dari hewan, biasanya babi (balutan
biologis).
2. Penatalaksanaan keperawatan
19

Penatalaksaan keperawatan luka bakar dibagi menjadi tiga,


diantaranya:
1) Perawatan luka umum
a) Pembersihan luka
b) Terapi antibiotik local
c) Ganti balutan
d) Perawatan luka tertutup/tidak tertutup
2) Resusitasi cairan
Menurut Sunatrio (2000), pada luka bakar mayor terjadi
perubahan permeabilitas kapiler yang akan diikuti dengan
ekstrapasasi cairan (plasma protein dan elektrolit) dari
intravaskuler ke jaringan interstisial mengakibatkan terjadinya
hipovolemik intravaskuler dan edema interstisial. Keseimbangan
tekanan hidrostatik dan onkotik terganggu sehingga sirkulasi
kebagian distal terhambat yang menyebabkan gangguan perfusi
sel atau jaringan atau organ. Pada luka bakar yang berat dengan
perubahan permeabilitas kapiler yang hampir menyeluruh, terjadi
penimbunan cairan massif di jaringan interstisial menyebabkan
kondisi hipovolemik. Volume cairan intravaskuler mengalami
defisit, sehingga timbul ketidakmampuan menyelenggarakan
proses transportasi oksigen ke jaringan. Keadaan ini dikenal
dengan sebutan syok. Syok yang timbul harus diatasi dalam
waktu singkat untuk mencegah kerusakan sel dan organ
bertambah parah. Sebab syok secara nyata bermakna memiliki
korelasi dengan angka kematian.
Pedoman dan rumus untuk penggantian cairan luka bakar,
diantaranya:
a) Rumus Evans
Untuk menghitung kebutuhan cairan pada hari pertama
hitunglah:
a. Berat badan (kg) x % luka bakar x 1 cc NaCL
b. Berat badan (kg) x % luka bakar x 1cc Larutan Koloid Cc
Glukosa 5 %
20

Separuh dari jumlah (1), (2), (3) diberikan dalam 8 jam


pertama. Sisanya diberikan 16 jam berikutnya. Pada hari
kedua diberikan setengah jumlah cairan hari pertama. Pada
hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua,
sebagai monitor pemberian cairan lakukan penghitungan
diuresis. Maksimum 10.000 ml selama 24 jam. Luka bakar
derajat dua dan tiga yang melebihi 50 % luas permukaan
tubuh dihitung berdasarkan 50 % luas permukaan tubuh.
b) Rumus Baxter
Merupakan cara lain yang lebih sederhana dan banyak
dipakai. Jumlah cairan hari pertama dihitung dengan rumus =
% luka bakar x BB (kg) x 4cc. Separuh dari jumlah cairan ini
diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan dalam 16
jam selanjutnya. Hari pertama diberikan larutan ringer laktat
karena terjadi hipotermi. Untuk hari kedua di berikan setengah
dari jumlah hari pertama.
a. Larutan RL : ml x % luas luka bakar
b. Hari 1: separuh diberikan dalam 8 jam pertama, separuh
dalam 16 jam berikutnya
c. Hari 2: Bervariasi Ditambahkan koloid
c) Nutrisi yang cukup
Dengan banyak mengkonsumsi makanan yang mengandung
protein, dapat mempercepat proses penyembuhan luka bakar
karena protein berperan penting dalam pembentukkan sel- sel
jaringan tubuh yang rusak, contohnya seperti ikan dan telur.
[ CITATION Ang19 \l 1033 ]

i. Terapi farmakologi
Terapi farmakologi terhadap pasien luka bakar adalah antibiotic
(ceftriaxone) dan parasetamol. Medikamentosa yang diberikan pada
pasien sebaiknya turut menjadi perhatian sebab obat-obatan tertentu
dapat memiliki pengaruh terhadap saluran cerna.
1. Ceftriaxone
21

Ceftriaxone merupakan golongan cephalosporin yang diketahui


dapat menyebabkan gangguan gastrointestinal seperti mual, muntah,
diare, dan stomatitis tetapi insidennya rendah.
2. Paracetamol
Paracetamol dapat menimbulkan keluhan gastrointestinal seperti
mual, muntah, dan konstipasi.
3. Morfin
Morfin dapat menyebabkan perlambatan pengosongan lambung.
Pasien yang mendapatkan morfin saat di ICU mengalami aliran
balik yang cukup banyak sehingga diberikan metoklopramid untuk
meningkatkan motilitas gaster dan usus halus.
4. Norepinefrin
Pasien juga dapat diberikan obat norepinefrin yang memiliki efek
pada saluran cerna yaitu dapat menyebabkan mual, muntah, dan
nyeri epigastrium. Pada metabolisme norepinefrin dapat
meningkatkan kadar glukosa darah, laktat, dan glucagon serta
menghambat pengeluaran insulin. Omeprazol merupakan golongan
proton pump inhibitor yang berfungsi menekan pengeluaran HCI,
penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan defisiensi vitamin
B12. [ CITATION Suz17 \l 1033 ]

j. Terapi diet
Terapi nutrisi merupakan bagian integral dalam tatalaksanan
luka bakar dari sejak awal resusitasi hingga fase rehabilitasi. Dukungan
nutrisi bertujuan untuk mengembalikan fungsi fisiologis normal,
mempertahankan massa otot, mencegah malnutrisi dan infeksi,
menunjang proses penyembuhan luka, mengurangi morbiditas, dan
mortalitas. [ CITATION Suz17 \l 1033 ]
Awalnya pasien dapat mengkonsumsi makanan secara oral
dengan baik, kondisi klinis, dan penyulit yang dialami pasien serta
puasa pra pembedahan dan tindakan medis menyebabkan asupan
pasien terganggu dan harus mendapatkan dukungan nutrisi enteral dan
parenteral untuk memenuhi kebutuhannya. Pemberian nutrisi jalur
enteral ini dapat memperbaiki perfusi splanknik dan respon metabolic
22

menstimulasi produksi IgA usus dan mempertahankan integritas


mukosa usus. Selain itu, adanya nutrisi bahkan dalam jumlah yang
kecil didalam lumen usus akan menstimulasi fungsi sel usus,
mempertahankan arsitektur mikrovili usus, dan fungsi mukosa yang
normal dapat menjaga aliran darah yang normal ke usus. Adapun
nutrisi yang harus diberikan, diantaranya:
1. Protein
Kebutuhan protein pada pasien luka bakar berat berkisar antara 1,5-
2 g/kg/BB/hari dengan N:NPC = 1 : 80 – 100. Kebutuhan protein
pasien luka bakar meningkat dari normal karena pada luka bakar
berat terjadi proteolysis yang merupakan ciri dari respon
hipermetabolik.
2. Glutamin
Glutamin merupakan asam amino conditionally essential pada
pasien sakit kritis dan luka bakar karena kebutuhannya meningkat
melebihi kemampuan produksi endogen untuk menjadi sumber
energy bagi eritrosit, limfosit, dan enterosit.
3. Karbohidrat dan lemak
Pemberian karbohidrat dan lemak pada pasien disesuaikan dengan
kategori ESPEN, yaitu 60-65% dari kalori total dan <35% dari
kalori total. Pemberian karbohidrat bertujuan untuk menjadi sumber
energy utama dalam proses penyembuhan luka dan imunitas
sehingga memberikan sparring effect terhadap protein. Sedangkan
pemberian lemak bertujuan untuk memenuhi kebutuhan energy,
asam lemak esensial dan vitamin larut lemak.
4. Mikronutrien
Mikronutrien juga merupakan bagian yang tak kalah penting dari
nutrisi untuk dipenuhi kebutuhannya. ESPEN memberikan
rekomendasi pemberian suplementasi mikronutrien karena
pemberian dengan dosis standar dapat menyebabkan pasien luka
bakar mengalami sindroma defisiensi. [ CITATION Suz17 \l 1033 ]

k. Komplikasi
23

Menurut (Effendi, 1999), Komplikasi yang timbul akibat luka


bakar , diantaranya:
1. Septikemia ( infeksi )
2. Pneumonia : tidur terus - statis pneumoni
3. Gagal Ginjal Akut : tdk ada plasma dalam darah – anuri
4. Deformitas, yaitu perubahan bentuk tubuh
5. Sindrom Kompartemen
6. Kekurangan Kalori, Protein
7. Kontraktur (lengketnya) yang merupakan gangguan fungsi
pergerakan
8. Ileus Paralitik, misalnya distensi abdomen, mual.

2. Dermatitis seboroik
a. Definisi
Dermatitis seboroik digambarkan seperti bercak eritema dengan
sisik berwarna putih-kuning pada kulit. Hal ini paling sering muncul di
daerah wajah, kulit kepala, punggung, dan dada. (Borda &
Wikramanayake, 2015)
Dermatitis seboroik (DS) adalah penyakit papuloskuamosa
kronis yang menyerang bayi dan juga orang dewasa (Collins dan
Hivnor, 2017). Biasanya terjadi pada area tubuh yang banyak
mengandung kelenjar sebasea, scalp atau kulit kepala, wajah, dan
badan (Jacoeb, T.N.A., 2017). Menurut Collins dan Hivnor (2017) DS
sering ditemukan pada bagian tubuh dengan konsentrasi folikel sebasea
yang tinggi dan aktif termasuk wajah, kulit kepala, telinga, dan bagian
fleksura (inguinal, lipatan bawah payudara, dan aksila). Penyebaran
lesi dermatitis seboroik dimulai dari derajat ringan, misalnnya ketombe
sampai dengan bentuk yang berat yaitu eritroderma. (Jacoeb, T.N.A.,
2017) dalam [ CITATION Sil20 \l 1033 ]

b. Etiologi
Etiologi dermatitis seboroik belum diketahui pasti tapi
umumnya disebabkan oleh produksi kelenjar sebasea yang berlebih1
dan dikaitkan dengan peningkatan jumlah jamur Malassezia spp.
24

Beberapa faktor pencetus atau yang memperberat DS misalnya


musim, stres, cuaca ekstrim, kulit atau rambut berminyak, penyakit
kulit lain misalnya akne, obesitas, penggunaan losio atau zat lain yang
mengandung alkohol. Dalam perjalanan klinisnya dapat sembuh
sendiri, sembuh dengan pengobatan atau berkembang menjadi
eritroderma. (Kemenkes Republik Indonesia, 2019)

c. Patofisiologi
Patogenesis DS masih belum diketahui dengan pasti, namun
berhubungan erat dengan jamur Malassezia, kelainan imunologis,
aktivitas kelenjar sebasea dan kerentanan pasien. Jumlah sebum yang
diproduksi bukan faktor utama pada kejadian DS. Permukaan kulit
pasien DS kaya akan lipid trigliserida dan kolesterol, namun rendah
asam lemak dan skualen. Flora normal kulit, yaitu Malassezia sp dan
Propionibacterium acnes, memiliki enzim lipase yang aktif yang dapat
(cradle cap) berupa plak eritematosa disertai skuama kuning
kecoklatan yang lekat dan menyebar ke seluruh bagian kulit kepala.
Selain itu, juga terdapat krusta. Lesi dapat ditemukan di wajah, leher
dan menyebar ke punggung serta ektremitas, berupa plak inflamasi di
daerah intertrigo, yaitu aksila dan lipat paha. Lesi juga bisa didapatkan
di area popok. Diagnosis banding perlu dipikirkan pada bayi dengan
gejala dermatitis seboroik yang luas, harus dibedakan misalnya dengan
dermatitis, atopik, antara lain dengan melakukan pemeriksaan
penunjang misalnya immunoglobulin E total.
Hormon dan lipid kulit, pasien dengan dermatitis seboroik
memeperlihatkan kadar lipid permukaan kulit yang tinggi trigliserida
dan kolesterol, tetapi level yang rendah dari asam lemak bebas dan
squalene. Penderita dermatitis seboroik biasanya mempunyai kulit
kaya sebum dan berminyak. [ CITATION Nur17 \l 1033 ]
25

d. Pathway

Kelenjar sebasea Kekurangan nutrisi: Makanan tinggi


Faktor neorologik
yang terlalu aktif zink protein dan lemak

Aktivasi sel limfosit T dan


sel lagerhans

Produksi sebum sebasea

Regenerasi kulit
kepala terhambat Pertumbuhan jamur Reaksi imflamasi di
pityrosporum ovale sekitar kulit
Penumpukan sel-sel
kulit mati

Proliferasi spesies Malassezia


epidermis meningkat

Dermatitis seboroik

Perubahan
Jika terjadi pada
penampilan pada
Kelainan kulit (eritema+skuama area terbuka
kulit yang terkena
berminyak kekuning-kuningan) wajah, tanggan,
dermatitis
leher, dll
seboroik
Menimbulkan rasa gatal dikulit MK: gangguan
integritas kulit MK: citra
tubuh
Mengaruk-garuk

MK: gangguan
pola tidur
26

e. Manifestasi klinis
Dermatitis seboroik sering tampak sebagai plak eritema
berbatas tegas dengan permukaan berminyak, skuama kekuningan
dengan berbagai perluasan pada daerah yang kaya kelenjar sebasea,
seperti kulit kepala, area retroaurikuler, wajah (lipatan nasolabial, bibir
atas, kelopak mata dan alis) dan dada bagian atas. Distribusi lesi
umumnya simetris dan DS tidak menular maupun fatal.
Gambaran klinis dari dermatitis seboroik bervariasi tergantung
pada area kulit yang terlibat. Keluhan gatal paling sering muncul pada
dermatitis seboroik di daerah kulit kepala dan telinga.

f. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan DS secara umum ditujukan untuk
menghilangkan skuama dan krusta, menghambat kolonisasi jamur,
mengendalikan infeksi sekunder, serta mengurangi eritema dan rasa
gatal. Penderita dewasa sebaiknya diberikan informasi tentang
kronisitas penyakit dan pengertian mengenai cara kerja terapi dengan
lebih mengendalikan penyakit daripada menyembuhkannya.
Penatalaksanaan pada dermatitis seboroik bertujuan untuk
mengontrol penyakit karena dermatitis seboroik ini bersifat kronis dan
sering mengalami kekambuhan. 1-4 Terapi yang efektif untuk
dermatitis seboroik meliputi obat antiinflamasi, obat imunomodulator,
antijamur, keratolitik dan obat alternative.

g. Terapi farmakologi
27

Berdasarkan keputusan menteri kesehatan republik Indonesia


tahun 2019 terapi yang bisa diberikan pada pasien dermatitis seboroik
yaitu dibedakan berdasar area non-skalp, area skalp/berambut, yaitu :
1) Pada area non-skalp
a) Bentuk ringan, obat pilihan adalah obat topikal yaitu antijamur,
AIAFp (non-steroid anti-inflammatory agent with antifungal
properties). Bila belum ada perbaikan dapat ditambahkan
kortikosteroid kelas I, dan selanjutnya adalah inhibitor
kalsineurin
b) Bentuk sedang/berat: kortikosteroid topikal kelas II dan obat
antijamur sistemik . Fototerapi dapat dipertimbangkan
2) Pada area skalp:
a) Bentuk ringan: sama dengan untuk area non-skalp, dengan
tambahan bahan lain yang bersifat keratolitik. Bila belum ada
perbaikan dapat ditambahkan kortikosteroid kelas I-II.
b) Bentuk sedang/berat: sama dengan area non-skalp, namun potensi
kortikosteroid dapat ditingkatkan sampai kelas IV.

h. Terapi diet
Diit tinggi kalori dan protein untuk terapi gizi yang adekuat,
keseimbangan protein dan elektrolit, sirkulasi, dan temperatur harus
dijaga secara terus menerus. Suhu lingkungan harus diatur secara
hatihati. Suhu dingin harus dihindari dengan menggunakan selimut.
Pengobatan eritroderma disesuaikan dengan penyakit yang mendasari,
sehingga tidak semua kasus eritroderma dapat diberikan terapi spesifik
yang sama. [ CITATION Mah17 \l 1033 ]

3. Sindrom stevens Johnson


a. Definisi
Stevens-Johnson syndrome (SJS) atau sindrom Stevens-
Johnson adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh alergi atau
infeksi. Stevens Johnson Syndrome adalah sindroma yang mengenai
kulit, selaput lendir orifisium dan mata dengan keadaan umum
bervariasi dari ringan sampai berat.Sindrom Stevens Johnson
28

umumnya terjadi pada anak-anak dan dewasa muda terutama pria.


(Fitriany, 2019)

b. Etiologi
Penyebab yang pasti belum diketahui, namun dikatakan
multifaktoral. Ada yang beranggapan bahwa sindrom ini merupakan
eritema multiforme yang berat dan disebut eritema multiforme mayor,
sehingga dikatakan mempunyai penyebab yang sama. Beberapa faktor
yang dapat menyebabkan tibulnya sindrom ini, diantaranya:
1. Agen Infeksius
Sindrom Stevens-Johnson dapat disebabkan oleh reaksi
hipersensitivitas terhadap virus, bakteri, maupun fungi. Virus yang
dapat menyebabkan reaksi SSJ misalnya Epstein-Barr virus
Coxsackie, Echovirus , Poliomyelits dan Herpes simplex virus.
Bakteri misalnya Brucelosis, Dyptheria, Erysipeloid, Glanders,
Pneumonia, Psitacosis, Tuberculosis, Tularemia,Lepromatous
Leprosy atau Typhoid Fevera. Sedangkan fungi misalnya
Cocidiodomycosis dan Histoplasmosis
2. Obat
Adapun beberapa obat yang diduga dapat menyebabkan Sindrom
Stevens-Johnson diantaranya adalah penisilin dan derivatnya,
streptomysin, sulfonamide, tetrasiklin, analgesik/antipiretik
(misalnya deriva salisilat, pirazolon, metamizol, metampiron dan
paracetamol), digitalis, hidralazin, barbiturat (Fenobarbital), kinin
antipirin, chlorpromazin, karbamazepin dan jamu-jamuan.
3. Pasca vaksinasi
Beberapa jenis vaksin bisa menyebabkan terjadnya sindrom stevens
johnson seperti BCG, Smalpox dan Poliomyelits.
4. Kehamilan dan Menstruasi.
5. Neoplasma.
6. Radioterapi.
29

c. Patofisiologi
Patogenesis SSJ sampai saat ini masih belum jelas walaupun
sering dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe III dan IV.
Pada beberapa kasus yang dilakukan biopsi kulit dapat ditemukan
endapan IgM, IgA, C3 dan fibrin, serta circulating immune complex
dalam sirkulasi.
Antigen penyebab berupa hapten akan berikatan dengan karier
yang dapat merangsang respon imun spesifik sehingga terbentuk
kompleks imun beredar. Hapten atau karier tersebut dapat berupa
faktor penyebab (misalnya virus, partikel obat atau metabolitnya) atau
produk yang timbul akibat aktivitas faktor penyebab tersebut (struktur
sel atau jaringan sel yang rusak dan terbebas akibat infeksi, inflamasi
atau proses metabolik).8 Circulating immune complex (CIM) dapat
mengendap di daerah kulit dan mukosa, serta menimbulkan kerusakan
jaringan akibat aktivasi komplemen dan reaksi inflamasi yang terjadi.
Kerusakan jaringan dapat pula terjadi akibat aktivitas sel T serta
mediator yang dihasilkannya. Kerusakan jaringan yang terlihat sebagai
kelainan klinis lokal di kulit dan mukosa dapat pula disertai gejala
sistemik akibat aktivitas mediator serta produk inflamasi lainnya.
Adanya reaksi imun sitotoksik juga mengakibatkan apoptosis
keratinosit yang akhirnya menyebabkan kerusakan epidermis.
Kerusakan epidermis membawa beberapa implikasi, yaitu kegagalan
fungsi kulit yang menyebabkan terjadinya kehilangan cairan tubuh,
kegagalan termoregulasi, dan meningkatkan risiko infeksi.
30

d. Pathway

Obat-obatan, infeksi mikroorganisme,


neoplasma, faktor fisik, dan makanan
31

e. Manifestasi klinis
Gejala prodromal terjadi dalam 1-14 hari dan sangat bervariasi
Bereaksi dengan hipersensitifitas III dan IV
dalam derajat berat serta kombinasi gejala. Gejala prodromal dapat
Hipersensitifitas III
berupa demam, malaise, batuk, koriza, sakit menelan, Hipersensitifitas
sakit kepala, IV
nyeri dada, muntah, myalgia, dan atralgia. Setelah itu akan timbul lesi
Komplek antigen mengendap dalam
kulit, PD dan mata. Lesi pada kulit bersifat simetris, Limfosit
mukosa, T terinfeksi
dapat berupa
eritema, papel, vesikel, atau bula. Lesi spesifik berupa lesi target
Membentuk mikro presipitasi Kontak dengangejala
timbul akibat adanya perdarahan pada lesi yang menimbulkan antigen yang sama

fokal berbentuk target, iris, atau mata sapi. Pada keadaan lanjut dapat
Akumulasi neutrofil Melepaskan
terjadi erosi, ulserasi, kulit mengelupas (tanda Nikolsky limfokin/sitotoksik
positif) dan
pada kasus berat pengelupasan kulit dapat terjadi pada seluruh tubuh
Melepaskan lisozim
disertai paronikia dan pengelupasan kuku. Predileksi Penghancuran sel-sel yang
lesi adalah pada
bersangkutan
area muka, ekstensor tangan dan kaki, serta dapat meluas ke seluruh
Kerusakan pada organ sasaran
tubuh. Jumlah dan luas lesi meningkat dan mencapai puncaknya pada
hari dan
Trias gangguan kulit, mukosa, keempat
mata sampai kelima.
Lesi pada mukosa dapat terjadi bersamaan atau bahkan
mendahului timbulnya lesi di kulit. Pada mukosa mulut, tenggorokan,
Sindrom Stevens Johnson
dan genital dapat ditemukan vesikel, bula, erosi, ekskoriasi,
Kemerahan pada kulit perdarahan, dan krusta berwarna merah. Pada faring dapatSelaput
ISPA
lendir menurun
terbentuk
Radang selaput mata
pseudo membran berwarna putih atau keabuan yang menimbulkan
Vesicular & purpura Eritema
kesukaran menelan.
Lesi traktus Pada bibir dapat dijumpai
laring, Erosi krusta kehitaman yang
Lesi membesar faring
disertai & esofagus
stomatitis berat pada mukosa mulut. Lesi jarang terjadi pada Edema
Perforasi kornea
mukosa hidung dan anus, tetapi pada kasus berat dapat terjadi lesi yang
Pseudeomembran Stomatitis
Lesi pecah
luas sampai ke daerah trakeobronkial.
faring Cedera mokusa okuler
Infeksi kulit sekunder Kelainan mata berupa konjungtifitis kataralis,
Kurangnya nafsu
Gangguan Inflamasi
blefarokonjungvitis, iritis, iridosiklitis, kronik
pembentukan pseudomembran,makan
Morbiditas pertukaran gas
kelopak mata edema dan sulit dibuka, sekret mata purulen disertai
Sulit makan/minum
Kebutaan
dengan fotofobia. Pada kasus berat dapat terjadi erosi dan perforasi
Gangguan kornea.
Resiko tinggi Kekurangan volume
integritas
Gangguan
Gejala klinis SSJ biasanya timbul citra
cepattubuh
dengan keadaan umum
cairan &
kulit infeksi
yang berat, disertai demam, dehidrasi, gangguan pernafasan, ketidakseimbangan
muntah,
nutrisi kurang dari
diare, melena, pembesaran kelenjar getah bening, hepatosplenomegali,
kebutuhan tubuh
Nyeri kronis
32

sampai pada penurunan kesadaran dan kejang. Perjalanan penyakit


dapat berlangsung beberapa hari sampai 6 minggu, tergantung dari
derajat berat penyakitnya. [ CITATION Wit19 \l 1033 ]

f. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis SSJ 90% dibuat berdasarkan gambaran klinis, yaitu
didapatkannya trias kelainan pada kulit, mukosa, dan mata. Anamnesis
ditujukan untuk mengetahui faktor penyebab, dimana faktor penyebab
tersering adalah obat.
Pemeriksaan laboratorium ditujukan untuk mencari hubungan
dengan faktor penyebab serta untuk penatalaksanaan secara umum.
Pemeriksaan laboratorium antara lain pemeriksaan darah tepi,
pemeriksaan imunologis, biakan kuman dan uji resistensi dari darah
dan tempat lesi serta pemeriksaan histopatologi biopsi kulit. Anemia
dapat dijumpai pada kasus berat dengan perdarahan, leukosit biasanya
normal atau sedikit meninggi, terdapat peningkatan eosinofil. Kadar
IgG dan IgM dapat meninggi, C3 dan C4 normal atau sedikit menurun
dan dapat dideteksi adanya circulating immune complex.
Pada pemeriksaan histopatologi dapat ditemukan gambaran
nekrosis di epidermis sebagian atau menyeluruh, edema intrasel di
daerah epidermis, pembengkakan endotel, serta eritrosit yang keluar
dari pembuluh darah dermis superfisial. Pemeriksaan imunofluoresen
dapat memperlihatkan endapan IgM, IgA, C3 dan fibrin. [ CITATION
Wit19 \l 1033 ]

g. Penatalaksanaan medis
Adapun prinsip – prinsip utama perawatan suportif adalah sama
seperti pada luka bakar, penatalaksanaan yang bisa dilakukan pada
pasien sindrom stevens johnson antara lain: (Fitriany,2019)
a. Penghentian Obat Penyebab
Diagnosis dini dengan pengenalan dini dan penghentian segera dari
segala obat-obatan yang diduga menjadi penyebab sangat
menentukan hasil akhir. Morbiditas dan mortalitas meningkat jika
obat-obatan yang menjadi penyebab terlambat dihentikan.
33

b. Menjaga Keseimbangan Cairan, Termoregulasi dan Nutrisi


Sindrom steven johnson dihubungkan dengan hilangnya cairan yang
signifikan dikarenakan erosi, yang menyebabkan hipovolemia dan
ketidakseimbangan elektrolit. Pasien SSJ mengalami status
katabolik yang tinggi sehingga memerlukan tambahan nutrisi.
Terapi parenteral membutuhkan akses vena sentral dan
meningkatkan resiko sepsis. Dapat juga digunakan nasogastric tube
apabila terdapat lesi mukosa mulut.
c. Perawatan luka
Pembersihan luka (debridement) nekrosis epidermis yang ekstensif
dan agresif tidak direkomendasikan pada kasus NE karena nekrosis
permukaan bukanlah halangan untuk reepitelisasi, dan justru dapat
mempercepat proliferasi sel-sel stem berkenaan dengan sitokin
peradangan.Pengobatan topikal diberikan untuk mengurangi
kehilangan cairan, elektrolit, dan mencegah terjadinya infeksi.
Debridement dilakukan dengan pemberian analgetik dengan derivat
morfin sebelumnya. Kulit dibersihkan dengan antiseptic yang ringan
dan solusio antibiotik seperti sabun povidone iodine, chlorhexidine,
silver nitrate untuk mengurangi pertumbuhan bakteri.
d. Perawatan mata dan mulut
Komplikasi oftalmik adalah satu dari permasalahan tersering
terhadap SSJ/NET. Sekitar 80% pasien yang dihospitalisasi
mengalami komplikasi ocular akut yang sama pada SSJ maupun
NET dengan keterlibatan berat sebesar 25%. Perawatan mata
meliputi pembersihan kelopak mata dan memberi pelumas setiap
hari dengan obat tetes atau salep mata. Mulut harus dibersihkan
beberapa kali dalam sehari untuk menjaga kebersihan rongga mulut,
berulang-ulang kumur-kumur dengan antiseptik dan mengoleskan
topikal anestesi seperti xylocaine, lignocaine sebelum makan
sehingga dapat mengurangi sakit waktu menelan. Tindakan ini
hanya direkomendasikan bila penderita tidak mengalami
pharyngealdysphagia. Hindari makanan yang terlalu panas atau
dingin, makanan yang asam dan kasar. Sebaiknya makanan yang
halus dan basah sehingga tidak mengiritasi lesi pada mulut. Kadang-
34

kadang diberikan obat anti fungal seperti mikostatin, obat kumur-


kumur soda bikarbonat, hydrogen peroksida dengan konsentrasi
ringan. Pemberian topikal pada bibir seperti vaselin, lanolin.
e. Perawatan vulvovaginal
Pencegahan pada vulvovaginal dengan memeriksakan ginekologi
dini harus dilakukan pada semua pasien wanita penderita SJS.
Pencegahan dengan memberikan kortikosteroid intravaginal
diterapkan dua kali sehari pada pasien dengan lesi ulseratif sampai
resolusi fase akut penyakit. Pemberian kortikosteroid topical ini
disertai dengan krim antijamur topical untuk mencegah kandidiasis
vagina.

h. Terapi Farmakologi
Ada beberapa jenis terapi farmakologi yang bisa diberikan pada
pasien dengan sindrom steven johnson , antara lain :
1. Antibiotik
Antibiotik profilaksis bukan merupakan indikasi, malah mungkin
dapat menyebabkan resistensi organisme dan meningkatnya
mortalitas. Pasien diberikan antibiotik apabila terdapat tanda-tanda
klinis infeksi.
a) Kortikosteroid Sistemik
Pemakaian kortikosteroid sistemik masih kontroversial.
Beberapa studi menemukan bahwa pemberian kortikosteroid
dapat mencegah perluasan penyakit bila diberikan pada fase
awal. Studi lain menyebutkan bahwa steroid tidak menghentikan
perkembangan penyakit dan bahkan dihubungkan dengan
kenaikan mortalitas dan efek samping, khususnya sepsis.
Kortikosteroid dapat diberikan dalam 72 jam pertama setelah
onset untuk mencegah penyebaran yang lebih luas, dapat
diberikan selama 3-5 hari diikuti penurunan secara bertahap
(tapering off). Dosis yang dapat diberikan adalah 30-40 mg
sehari .Dapat digunakan deksametason secara intravena dengan
dosis permulaan 4-6 x 5 mg sehari.
35

Tapering off hendaknya cepat dilakukan karena pada umumnya


penyebab SSJ/NET adalah eksogen (alergi). Pada SSJ/NET,
kortikosteroid berperan sebagai anti inflamasi, imunosupresif
dan anti apoptosi
b) Immunoglobulin Intravena (IVIG)
Hasil studi dari IVIG pada SSJ masih diperdebatkan, dan IVIG
tidak disarankan sebagai pengobatan rutin. Namun jika
diputuskan untuk menggunakan IVIG dengan penyakit berat
diberikan dosis 1 gr/kgBB perhari selama 3 hari berturut –
turut ) pada fase awal penyakit yaitu dalam waktu 24-48 jam
dari onset gejala.13,15 Efek samping IVIG termasuk ginjal,
hematologi dan komplikasi trombotik. Resiko komplikasi yang
serius meningkat pada pasien usia tua yang menerima dosis
tinggi IVIG serta pada penderita gangguan ginjal dan jantung.
Telah dilaporkan hemolysis berat dan nefropati pada pasien SJS
yang diobati dengan IVIG.
c) Siklosporin A
Siklosporin merupakan suatu agen imunosupresif yang penuh
kekuatan dihubungkan dengan efek biologik yang secara teoritis
berguna dalam pengobatan SSJ/NET.Berbagai laporan kasus
individual yang menggunakan dosis 3 hingga 5 mg/kg/hari
secara intravena atau oral juga telah dipublikasikan
memperlambat perkembangan SJS/NET tanpa toksisitas yang
signifikan. Durasi pengobatan bervariasi mulai dari 8 hingga 24
hari, biasanya hingga pasien mengalami reepitelisasi. Efek
samping termasuk peningkatan ringan dari serum kreatinin,
hipertensi dan infeksi.
d) Agen TNF-α
Dalam beberapa laporan kasus dengan pemberian infus tunggal
5 mg/kgbb TNF- α menghentikan perluasan dan perkembangan
dari SJS/NET dan memicu epitelisasi. Pemberian etanercept 50
mg inj subkutan telah berhasil digunakan dalam sejumlah kecil
pasien.
36

i. Terapi diet
Pasien harus diberikan diet khusus berupa diet cairan, sebanyak
1500 kalori dalam 1500 ml pada 24 jam pertama. Kemudian,
ditambahkan 500 kalori setiap harinya hingga mencapai 3500-4000
kalori per hari. Pemberian melalui selang nasograstik digunakan
apabila pasien tidak dapat makan. Selain itu, monitoring infeksi juga
harus dilakukan. Jika terdapat tanda-tanda infeksi, antibiotik empiris
harus diberikan secepatnya.

j. Komplikasi
SSJ sering menimbulkan komplikasi pada mata, diantaranya
ulkus kornea dan simblefaron. Komplikasi lain yang dapat terjadi
adalah gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit,
bronkopneumonia, nefritis, miositis, mielitis, poliartritis serta yang
terberat adalah septicemia. [ CITATION Wit19 \l 1033 ]

4. Scabies
a. Definisi
Skabies atau dikenal juga dengan kudis, gudig, dan budug,
adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infeksi kutu Sarcoptes
scabiei varietas hominis.(Kurniawan,2020).World Health Organization
(WHO) menyatakan scabies merupakan salah satu dari enam penyakit
parasit epidermal kulit yang terbesar angka kejadiannya di dunia.

b. Etiologi
Penyakit skabies merupakan penyakit kulit yang disebabkan
oleh parasit tungau Sarcoptes scabei yang dapat menular lewat kontak
langsung manusia.
Sarcoptes scabiei varietas hominis adalah parasit yang
termasuk kelas Arachnida, subkelas Acarina, ordo Astigmata, dan
famili Sarcoptidae. Selain varietas hominis, S. scabiei juga mempunyai
varietas hewan, namun tidak menular, hanya menimbulkan dermatitis
sementara serta tidak dapat melanjutkan siklus hidupnya pada manusia.
37

Penularan penyakit ini seringkali terjadi saat berpegangan


tangan dalam waktu yang lama dan dapat di katakan penyebab umum
terjadinya penyebaran penyakit ini.

c. Patofisiologi
Siklus hidup S. scabiei terdiri tadi telur, larva, nimfa, dan
tungau dewasa. Infestasi dimulai ketika tungau betina gravid berpindah
dari penderita skabies ke orang sehat. Tungau betina dewasa akan
berjalan di permukaan kulit untuk mencari daerah untuk digali; lalu
melekatkan dirinya di permukaan kulit menggunakan ambulakral dan
membuat lubang di kulit dengan menggigitnya. Tungau akan menggali
terowongan sempit dan masuk ke dalam kulit; penggalian biasanya
malam hari sambil bertelur atau mengeluarkan feses. Tungau betina
hidup selama 30-60 hari di dalam terowongan dan selama itu tungau
tersebut terus memperluas terowongannya.saat menggali terowongan
dalam stratum korneum tungau betina akan meletakkan sebanyak 2
sampai 50 telur. Aktivitas ini akan menimbulkan rasa gatal yang
umumnya mulai timbul 4-6 minggu setelah infestasi pertama; bila
terjadi re-infestasi tungau, gejala dapat muncul lebih cepat dalam 2
hari. (Kurniawan dkk, 2020)
38

d. Pathway
Tungau sarcoptes scabei

Kontak kulit kuat

Timbul reaksi alergi pada kulit

↓ Prostaglandin mengiritasi
ujung-ujung saraf nyeri
Pelepasan mediator kimia

(histamin,kinin,prostaglandin)
Gatal

Vasodilatasi pembuluh Permeabilitas kapiler


darah meningkat Gangguan pola tidur

Permeabilitas kapiler Perpindahan IV ke IS


meningkat

Aliran darah di pembuluh Edema


darah dermis meningkat Masuk ke jaringan

Vesikel timbul
erosi,
Papule ekskoriasi,krusta
Plak merah

Garukan
Papule pecah
Perubahan body
image

Gangguan citra tubuh Resiko infeksi Kerusakan integritas


kulit
39

e. Manifestasi klinis
Gejala klinis pada infeksi kulit akibat skabies disebabkan
oleh respons alergi tubuh terhadap tungau. Setelah tungau
melakukan kopulasi (perkawinan) di atas kulit, tungau jantan akan
mati dan tungau betina akan menggali terowongan dalam stratum
korneum sambil meletakkan sebanyak 2 hingga 50 telur. Tanda dan
gejala dari skabies ,yaitu :
1. Gejala gatal pada malam hari (pruritus nokturna), disebabkan
aktivitas tungau skabies yang lebih tinggi pada suhu lebih
lembap dan panas biasanya
2. Terbentuknya terowongan atau kunikulus di tempat-tempat
predileksi, terowongan berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-
rata panjangnya 2 cm, putih atau keabu-abuan. Predileksi di
bagian stratum korenum yang tipis
Skabies umumnya ditemukan di beberapa daerah pada
tubuh diantaranya, Sela-sela jari tangan dan kaki, pergelangan
tangan, siku bagian depan, lipatan ketiak bagian depan, dada,
areola mammae (pada wanita), punggung, pinggang, pusar,
bokong, selangkangan, genitalia eksterna (pada laki-laki).
Sedangkan pada bayi dan anak-anak biasanya skabies terdapat pada
kulit kepala, wajah, leher telapak tangan, dan kaki.

f. Penatalaksanaan medis
Penanganan pada skabies adalah dengan mengeliminasi
infestasi dengan pengobatan. Adapun beberapa jenis obat yang
diberikan pada kasus skabies , diantaranya

1. Krim permetrin

2. Krotamiton
40

3. Belerang Endap (Sulfur Presipitatum)

4. Lindane (Gammexane)

5. Emulsi Benzil Benzoas

6. Ivermectin

g. Terapi farmakologi
Dalam mengobati pasien skabies, seluruh anggota keluarga
harus juga diobati. Termasuk anggota keluarga yang mengalami
hiposensitisasi (mengalami infestasi tungau namun tidak
memberikan gejala) karena dapat menjadi carrier untuk penularan
selanjutnya.
Berikut ini merupakan obat-obatan topikal yang dapat
digunakan untuk mengatasi skabies :
1. Krim Permetrin 5%
Obat ini diaplikaskan ke seluruh tubuh (kecuali area kepala dan
leher pada dewasa) dan dibersihkan setelah 8 jam dengan
mandi.Seluruh anggota keluarga atau kontak dekat penderita
juga perlu diterapi pada saat bersamaan. Permetrin memiliki
efektivitas tinggi dan ditoleransi dengan baik.Pemakaian pada
wanita hamil, ibu menyusui, anak usia di bawah 2 tahun dibatasi
menjadi dua kali aplikasi (diberi jarak 1 minggu) dan segera
dibersihkan setelah 2 jam aplikasi.
2. Krotamiton 10%
Obat ini merupakan jenis krim atau lotion diaplikasikan ke
seluruh tubuh dan dibasuh setelah 24 jam dan diulang sampai 3
hari.Penggunaan dijauhkan dari area mata, mulut, dan uretra.
Obat ini memiliki efek antipruritus. Efektivitas rendah
3. Belerang Endap (Sulfur Presipitatum) 5%- 10%
Obat ini merupakan obat dalam bentuk salep atau krim ,
digunakan 3 hari berturut-turut. Kelebihan obat ini yaitu murah
41

dan merupakan pilihan paling aman untuk neonatus dan wanita


hami. Kekurangan obat ini yaitu berbau, mengotori pakaian, dan
terkadang dapat menimbulkan dermatitis iritan.
4. Emulsi Benzil Benzoas 25%
Obat ini efektif terhadap seluruh stadia, diberikan setiap malam
selama 3 hari dan pemakaian di seluruh tubuh dan dibasuh
setelah 24 jam dan untuk pemakaian pada bayi dan anak-anak
perlu dilarutkan dengan air.kekurangan dari obat ini yaitu
menyebabkan iritasi kulit.
5. Lindane (Gammexane) 1%
US Food and Drug Administration (FDA) memasukkan obat ini
dalam kategori “black box warning”, dilarang digunakan pada
bayi prematur, individu dengan riwayat kejang tidak terkontrol.
Selain itu, obat ini tidak dianjurkan pada bayi, anak-anak, lanjut
usia, individu dengan berat kurang dari 50 kg karena risiko
neurotoksisitas, dan individu yang memiliki riwayat penyakit
kulit lainnya seperti dermatitis dan psoriasis.akan tetapi obat ini
memiliki kelebihan yaitu efektif untuk semua stadia, mudah
digunakan, dan jarang mengiritasi.
6. Ivermectin
Ivermectin merupakan agen antiparasit golongan macrocyclic
lactone yang merupakan produk fermentasi bakteri
Streptomyces avermitilis.rute pemberian obat ini yaitu oral
dengan dua dosis dan jarak 1 minggu .Kontraindikasi jika berat
badan<15 kg,wanita hamil dan ibu menyusui.

h. Terapi non farmakologis


Adapun beberapa jenis terapi non farmakologi untuk pasien
skabies , di antaranya :
1. Produk Natural
42

Di rumah sakit Royal Darwin Australia menggunakan produk


natural seperti tea tree oil yang berasal dari tanaman Melaleuca
alternifolia untuk kasus skabies . pada studi di Australia
didapatkan bahwa produk tea tree oil mematikan tungau lebih
banyak dibandingkan produk permethrin atau ivermectin (85%
tungau mati setelah kontak 1 jam dengan tea tree oil; 10%
tungau mati setelah kontak dengan permethrin dan ivermectin.
2. Pemberian virgin coconut oil
Virgin Coconut Oil (VCO) memberikan efek kerusakan dan
membuat lubang pada dinding cel bakteri Penggunaan (VCO)
dalam penatalaksanaan dermatitis atopik merupakan salah satu
terapi topikal yang terbukti memiliki efek terapeutik yang baik
dan aman untuk topikal. Studi telah membuktikan bahwa VCO
menunjukkan sifat antioksidan, anti- inflamasi, antibakteri,
penyembuhan luka, dan pelembab yang sangat penting dalam
pengelolaan dermatitis atopik.

D. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Identitas klien dan keluarga


1) Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama,
pekerjaan, suku bangsa, tanggal masuk, tanggal pengkajian,
nomor registrasi dan adekuat.
2) Identitas penanggung jawab. Meliputi nama, jenis kelamin,
pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
43

Biasanya pasien dengan luka bakar mengeluh adanya nyeri,


tergantung dari derajat luka bakar dan luasnya luka bakar juga
menentukan beratnya nyeri. Misalnya daerah wajah akan lebih
mengalami nyeri yang lebih berat bila dibandingkan dengan
daerah ekstrimitas. Selain itu luka bisa disertai dengan tanda-
tanda syok seperti penurunan kesadaran, tanda-tanda vital yang
tidak stabil.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Saat dikaji pasien mengeluh Nyeri pada daerah yang terkena
luka bakar, napas sesak, sering merasa haus dan tidak napsu
makan.
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Perlu dikaji apakah pernah mengalami luka bakar sebelumnya,
riwayat pengobatan luka bakar terdahulu.Kaji riwayat penyakit
jantung, ginjal, paruparu dan DM.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji adakah riwayat penyakit yang sama pada keluarga klien
seperti yang dialaminya sekarang. Apakah dalam keluarga
klien ada yang punya penyakit keturunan seperti asma, jantung
dan DM.
5) Struktur keluarga
Menggambarkan kedudukan klien dalam keluarga.
c. Data biologis
Untuk mengetahui aktivitas antara di rumah dan di rumah sakit
meliputi pola makan, tidur, kebersihan dan eliminasi.
d. Data psikologi
Klien dengan luka bakar sering mengalami gangguan psikologi
berupa kecemasan yang meningkat akibat nyeri yang tidak bisa
ditanggulangi.Dan terdapatnya perubahan struktur tubuh akibat
kerusakan integritas kulit.
e. Data sosial
44

Data yang diambil dari klien mengenai hubungan sosialnya dengan


keluarga dan gaya hidup klien. Klien dengan luka bakar menjadi
tidak percaya diri dalam bergaul karena takut dia tidak di terima
didalam masyarakat akibat struktur tubuhnya yang berubah.
f. Data spiritual
Kemungkinan terjadi perubahan dalam aktifitas spiritual yang
disebabkan karena kondisi luka bakar.
g. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Biasanya tanda-tanda syok seperti penurunan kesadaran dapat
dialami oleh pasien dan tanda-tanda vital tidak stabil.
2) Sistem pernafasan
Bila terjadi luka bakar didaerah wajah, leher, dan dapat
memungkinkan terjadinya obstruksi jalan napas yang
menyebabkan gangguan pertukaran gas, selain itu jaringan
nekrosis dari luka bakar dapat mengelurkan burn toksin ke
dalam sirkulasi sistemik yang menyebabkan disfungsi paru-
paru sehingga terjadi ARDS.
3) Sistem kardiovaskular
Terjadinya penurunan curah jantung akibat kehilangan cairan
dan berkurangnya volume vaskular.Terjadinya penurunan
tekanan darah yang merupakan awitan shock luka bakar.
4) Sistem pencernaan
Respon umum yang terjadi pada pasien luka bakar lebih dari 20
% adalah penurunan aktivitas gastrointestinal hal ini
disebabkan oleh kombinasi efek respon hipovolemik dan
neurologik serta respon endokrin terhadap adanya luas luka
bakar.
5) Sistem urinaria
45

Sistem urinaria Riwayat adanya haluaran urine dapat tidak


memadai sebagai akibat dari kehilangan cairan yang
merupakan permulaan terjadinya gagal ginjal akut.
6) Sistem persyarafan
Biasanya ditemukan nyeri yang hebat dan perubahan status
mental yang merupakan gejala awal terjadinya syok
hipovolemik.
7) Sistem muskuloskeletal
Jarang ditemukan kelainan atau perubahan tetapi dapat juga
terjadi kontraktur akibat otot yang tidak digerakan.
8) Sistem integumen
Kerusakan system integumen yang terjadi akibat luka bakar
digambarkan dengan adanya bulae, bahkan dapat terjadi
kehilangan lapisan kulit akibat luka bakar yang dalam.
h. Data Penunjang
1) Hitung darah lengkap
Peningkatan Ht awal menunjukkan hemokonsentrasi sampai
dengan perpindahan atau kehilangan cairan.
2) Elektrolit
Kalium dapat meningkat pada awal sampai dengan cedera
jaringan atau kerusakan sel darah merah dan penurunan fungsi
ginjal.
3) Rontgen dada
Dapat tampak normal pada paska luka bakar dini meskipun
dengan cedera inhalasi, namun cedera inhalasi sesungguhnya
akan tampak saat foto torax, kerusakan bagian-bagian paru.
4) EKG
Tanda ischemia, disritmia dapat terjadi pada luka bakar listrik.
46

2. Skala Braden
Skala Braden terdiri dari 6 subskala yang meliputi persepsi sensori,
kelembaban,tingkat aktifitas, mobilitas, nutrisi, dan gesekan dengan
permukaan kasur(matras). Skor maksimum pada Skala Braden adalah
23. Score diatas 20 risiko rendah,16-20 risiko sedang,11-15 risiko
tinggi, dan kurang dari 10 risiko sangat tinggi.

3. Skala Norton
Penilaian Skala Norton meliputi kondisi fisik (sangat baik, baik,
sedang, berat), tingkat kesadaran (sadar, apatis,
suporis/konfus,stupor/koma), aktivitas atau kemampuan melakukan
pergerakan (sendiri, dengan bantuan, kursi roda, tidak bergerak di
tempat tidur), kemampuan merubah posisi atau mobilitas (bergerak
bebas, sedikit terbatas, sangat terbatas, tidak bisa bergerak),
kemampuan mengontrol spinter ani dan spinter uretra atau
inkontinensia (tidak , kadang-kadang beser, sering kontinensia urine,
sering kontinensia alvi). Maksimum score yang dapat dicapai pada
skala ini adalah 20. Score lebih dari 18 berarti risiko dekubitus masih
rendah, 14-18 risiko sedang, 10-13 risiko tinggi dan kurang dari 10
termasuk kategori sangat tinggi.

4. Analisa Data

Data yang sudah ada dikumpulkan kemudian dikelompokkan


berdasarkan masalahnya kemudian dianalisa sehingga menghasilkan
masalah keperawatan yang nantinya akan terjadi diagnosa
keperawatan.

5. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul

Diagnosis keperawatan yang umum terjadi pada pasien luka bakar [


CITATION PPN17 \l 1057 ], antara lain:
47

a. Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan melalui rute


abnormal, contoh luka, peningkatan kebutuhan: status
hipermetabolik, ketidak cukupan pemasukan, kehilangan
perdarahan.
b. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak ade
kuat: kerusakan perlindungan kulit, jaringan traumatik, pertahanan
sekunder tidak adekuat, penurunan Hb, penekanan proses
inflamasi.
c. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan kulit atau jaringan,
pembentukan edema, manipulasi jaringan kerja contohnya
debridement.
d. Defisit nutrisi berhubungan dengan status hipermetabolik,
katabolisme protein.
e. Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan trauma:
kerusakan permukaan kulit karena destruksi lapisan kulit (parsial
atau luka bakar dalam).
f. Gangguan citra tubuh: penampilan, peran berhubungan dengan
krisis situasi yaitu kejadian traumatik, peran pasien terganggu,
kecacatan, nyeri.

6. Intervensi keperawatan

Intervensi keperawatan yang umum terjadi pada pasien luka bakar [


CITATION PPN17 \l 1057 ], antara lain:
a. Intervensi utama hipovolemia
1) Manajemen Hipovolemia
2) Manajemen syok hipovolemik
b. Intervensi utama resiko infeksi
1) Pencegahan infeksi
2) Manajemen imunisasi/vaksinasi
c. Intervensi utama nyeri akut
1) Manajemen Nyeri
48

2) Pemberian analgesic
d. Intervensi utama deficit nutrisi
1) Manajemen nutrisi
2) Promosi berat badan
e. Intervensi utama gangguan integritas kulit/jaringan
1) Perawatan integritas kulit
2) Perawatan luka
f. Intervensi utama gangguan citra tubuh
1) Promosi citra tubuh
2) Promosi koping
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.M (39 Tahun) DENGAN


GANGGUAN SISTEM INTEGUMEN: LUKA BAKAR

A. Kasus luka bakar

Seorang laki-laki, Tn.M, berusia 39 tahun, tersiram air panas dan


segera dibawa ke RSHS. Luka bakar tampak sampai tendon mengenai
seluruh tangan kanan, paha depan kanan dan perineum. Pasien mengerang
kesakitan dengan wajah tegang skala 7 (0-10), mengatakan kulitnya serasa
dikuliti dan terus menerus. Tampak eksudat sedang, keluar dari luka.
Pemeriksaan tanda-tanda vital: tekanan darah 150/80 mmHg, nadi
110 x/menit, RR: 24 x/menit, Hb 12 gr/dl, Ht 29%, trombosit
115.000/mm3 , leukosit 14.000, albumin 2,9 dan BB pasien 50 kg, tinggi
badan 160 cm. Terpasang kateter urin dengan jumlah urin 100 cc selama
12 jam, warna kuning agak pekat. Turgor kulit kering.
Terapi farmakologi yang diberikan:
 Tramadol drip perinfus dalam 500 cc RL 20 tetes/menit
 Amicasin 2x1 ampul/IV
 Ranitidine 2x1 ampul/IV
 Albumin 2 labu perinfus

B. Pengkajian

1. Identitas
a. Identitas Pasien

Nama Pasien : Tn. M

Tanggal Lahir : 24 Januari 1982 (39 Tahun)

49
50

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Jln. Palasari No. 8 Bandung

Pekerjaan : Wiraswasta

Agama : Islam

Pendidikan : SMA

Status : Menikah

Nomor RM : 00002468xxxx

Diagnosa Medis : Luka bakar derajat 3

Tanggal Pengkajian : 25 November 2021

Tanggal Masuk RS : 25 November 2021

b. Identitas penanggung jawab

Nama : Ny. A

Jenis Kelamin : Perempuan

Pendidikan : SMA

Hubungan dengan Pasien : Istri

Alamat : Jln. Palasari No. 8 Bandung

2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan Utama
Pasien mengeluh kulitnya serasa dikuliti secara terus-menerus.

b. Riwayat Kesehatan Sekarang


51

Tn.M, berusia 39 tahun, tersiram air panas dan segera dibawa ke


RSHS. Luka bakar tampak sampai tendon mengenai seluruh tangan
kanan, paha depan kanan dan perineum. Pasien mengerang
kesakitan dengan wajah tegang skala 7 (0-10), mengatakan
kulitnya serasa dikuliti dan terus menerus. Tampak eksudat sedang,
keluar dari luka.

c. Riwayat Kesehatan Dahulu

Data tambahan: Tn. M mengatakan tidak mempunyai riwayat


penyakit DM, hipertensi, TBC, dan ataupun penyakit infeksi.

d. Riwayat Kesehatan Keluarga

Data tambahan: Tn. M tidak mengatakan bahwa ia memiliki


penyakit turunan seperti DM, hipertensi, tidak memiliki penyakit
menular, tidak memiliki gangguan mental.

3. Riwayat psikososial dan spiritual


a. Data Psikologis
1) Gambaran diri
Pasien merasa khawatir jika luka bakar yang ia alami saat ini
akan menimbulkan bekas pada tubuhnya.
2) Identitas diri
Tn. M, lahir pada 24 Januari 1982, jenis kelamin laki-laki,
alamat di Jln. Palasari No.8 Bandung.
3) Peran diri
Pasien berperan sebagai seorang suami dari istrinya dan seorang
ayah bagi anak-anaknya. Ia juga berperan sebagai kepala
keluarga yang harus mencari nafkah untuk keluarganya.
4) Ideal diri
52

Pasien berharap agar ia bisa segera sembuh sehingga dapat


melakukan aktivitas seperti biasa. Misalnya bekerja dan
berkumpul bersama keluarga. Pasien juga berharap agar luka
bakar yang dialami tidak menimbulkan bekas pada tubuhnya.
5) Harga diri
Hubungan pasien dengan istri, anak, keluarga dan masyarakat
sangat baik. Pasien merasa dirinya dihargai oleh istri, anak,
keluarga bahkan masyarakat sekitarnya, karena pasien merasa
tidak dikucilkan sedikitpun.
b. Data sosial
Data tambahan: Pasien mempunyai riwayat sosialisasi yang baik,
baik itu di lingkungan rumah ataupun di lingkungan pekerjaannya.
Untuk komunikasinya pasien biasa menggunakan bahasa sunda
dan bahasa Indonesia. Pasien tinggal dilingkungan yang memiliki
kesamaan antara budaya dan keyakinan pada dirinya.
c. Data Spiritual
1) Praktik ibadah saat di rumah
Pasien beragama Islam. Saat di rumah pasien menjalankan
sholat 5 waktu tanpa memiliki hambatan.
2) Praktik ibadah saat di rumah sakit
Pasien terhambat dalam melakukan ibadah sholat karena luka
bakar yang ia alami.

4. Riwayat Activity Daily Living (ADL)

No Kebiasaan di rumah di rumah sakit

1 Nutrisi
Makan
 Jenis  Nasi,sayur dan lauk  Nasi,telur,Susu
 Frekuensi pauk  3x sehari
 3x sehari
53

 Porsi  1 piring  1 piring


 Keluhan  Tidak ada  Tidak ada

Minum
 Air putih, susu  Air putih dan susu
 Jenis
 5x sehari  Air putih 2x susu 1x
 Frekuensi
 5 gelas  500+250=750cc
 Jumlah (cc)
 Tidak ada  Tidak ada
 Keluhan

2 Eliminasi
BAB
 Frekuensi  1 hari sekali  Belum BAB sudah 1
 Warna  Coklat hari
 Konsistensi  Lunak  Coklat
 Keluhan  Tidak ada  Lunak
 Tidak ada

BAK
 2x sehari  1x sehari
 Frekuensi
 Kuning jernih  Kuning agak pekat
 Warna
 Kurang lebih  100 cc/12 jam
 Jumlah (cc)
 Tidak ada  Kurang nyaman
 Keluhan
karena
menggunakan
kateter

3 Istirahat dan tidur


 Waktu tidur
o Malam, pukul  10:00- 4:00  08:00-4:30
o Siang, pukul  11:00-12:00  12:00-2:00
 Lamanya  8jam  10 jam 30 menit
 Keluhan  Tidak ada  Sering terbangun
54

karena nyeri

4 Kebiasaan diri
 Mandi  2 kali sehari  1 kali sehari (di
 Perawatan kuku  1 minggu sekali washlap)
 Perawatan gigi  2 kali sehari  belum
 Perawatan rambut  2 hari sekali  1 kali sehari
 Ketergantungan  Mandiri  Belum keramas
 Keluhan/gangguan  Tidak ada  Ketergantungan
 Tidak ada

5. Pemeriksaan fisik
a. Status Kesehatan Umum

Penampilan umum : Penampilan umum pasien baik.

Kesadaran : Composmentis - GCS 15 (E4M6V5)

Tanda-tanda vital : TD = 150/80 mmHg

HR = 110 kali/menit

RR = 24 kali/menit

S = 37,5 OC

Status Antopometri : BB = 50 kg

TB = 160 cm

IMT = 19,5 (normal)

b. Sistem Pernafasan
55

Hidung pasien bersih, tidak terdapat pernapasan cuping hidung,


tidak ada penggunaan otot bantu napas tambahan, bentuk dada
simetris, irama napas reguler, pengembangan dada seimbang, vocal
fremitus seimbang kanan kiri. Tidak terdapat nyeri tekan di area
dada. Terdengar suara resonan di area dada, terdengar bunyi
vesikuler di sekitar area paru, saat di auskultasi tidak terdengar
wheezing (-/-).
c. Sistem Kardiovaskular
Konjungtiva terlihat merah muda, tidak anemis. Tidak terdapat
peningkatan JVP, tidak terlihat kebiruan pada bagian dada/jantung,
tidak terdapat kardiomegali, saat di perkusi pada daerah lapang
jantung terdengar suara dullness, saat dipalpasi tidak terdapat
pulsasi di 4 area katup jantung, bunyi jantung S1 dan S2 terdengar
lub dub. Akral pasien hangat. CRT < 2 detik.
d. Sistem Pencernaan
Warna bibir merah muda, lidah klien bersih, tidak ada luka pada
daerah bibir, bentuk bibir simetris, gigi klien lengkap, tidak
terdapat caries. Abdomen datar lembut, suara perkusi area lambung
tympani, tidak terdapat pembengkakan dan nyeri tekan pada hepar
dan lien, tidak terdapat asites, pasien tidak merasa kembung dan
mual, bising usus 10 kali/menit.
e. Sistem Endokrin
Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid dan getah bening.
f. Sistem Perkemihan
Kandung kemih tidak distensi, tidak ada pembesaran ginjal, tidak
ada rasa nyeri, tidak terjadi inkontensia urine, terpasang kateter
urin dengan jumlah urine 100 cc selama 12 jam, dengan warna
kuning pekat.
g. Sistem Persarafan
 N1 (Olfaktorius): pasien dapat membedakan bau kopi.
56

 N2 (Optikus): pasien mampu membaca papan nama perawat


dalam jarak 30 cm tanpa mengguanakan alat bantu.
 N3, N4, N6 (Okulomotoris, Trokhealis, Abdusen): Gerak bola
mata ke segala arah, respon pupil miosis (mengecil)
 N5 (Trigeminus): mata klien berkedip saat diberi pilinan kapas
yang diusapkan pada kelopak mata, klien dapat membedakan
sensasi kasar, halus, tajam, dan tumpul pada area wajah. Reflek
mengedip (+).
 N7 (Fasialis): wajah simetris, tidak ada kelumpuhan di muka
 N8 (Auditorius): kemempuan mendengar (+) namun harus
dengan suara dan intonasi yang jelas dan agak keras agar dapat
mendengar dengan baik.
 N9 dan N10 (Glosofaringeus): klien dapat menelan dengan baik
saat minum
 N11 (Asesorius): klien dapat menoleh ke kanan dan ke kiri
dengan normal. Kekuatan otot sternokleidomastoideus dan
trapezius (+).
 N12 (Vagus): klien dapat menggerakan lidahnya ke segala arah
dengan bebas.
h. Sistem Muskuloskeletal
 Ektremitas atas: ROM kiri dapat digerakan dengan bebas ke
segala arah. Dapat melakukan fleksi dan ekstensi pada
persendian tidak ada nyeri pada area tangan. Kekuatan otot
tangan kiri: 5. luka bakar tampak sampai tendon mengenai
seluruh tangan kanan.
 Ektremitas bawah: akral hangat, tidak ada edema, ROM kaki
kiri dapat bergerak ke segala arah. Tidak terdapat kelemahan
pada kaki kiri dengan kekuatan otot kaki kiri: 5. luka bakar
sampai tendon mengenai paha depan kanan.
i. Sistem Integumen
57

Warna kulit sawo matang, kebersihan kulit bersih, kulit kepala


bersih, rambut bersih, turgor kulit kering, terdapat luka bakar
sampai tendon dan tampak eksudat sedang keluar dari luka.
j. Sistem Reproduksi
Terdapat luka bakar di perineum.

6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

Tanggal 25 November 2021

Hematologi

- Hemoglobin 12 13,5 ~ 17,5 g/dL

- Hematokrit 29 40 ~ 52 %

- Leukosit 14000 4400 ~ 11300 /mm3

- Trombosit 115000 150000 ~ 450000 /mm3

- Albumin 2,9 3,8 ~ 5,1 gr/dL

b. Program terapi

1. Tramadol drip Tramadol termasuk dalam golongan


perinfus dalam opioid. Obat ini bekerja di sistem saraf pusat
500 cc RL 20 dengan menghambat penghantaran sinyal rasa
tetes/menit nyeri. (Alodokter, 2021)

2. Amicasin 2x1 Amikacin adalah obat antibiotik yang


ampul/IV digunakan untuk sejumlah infeksi bakteri.
58

(Alodokter, 2021)

3. Ranitidine 2x1 Ranitidin adalah obat yang digunakan untuk


ampul/IV menangani gejala atau penyakit yang berkaitan
dengan produksi asam berlebih di dalam
lambung. (alodokter, 2019)

4. Albumin 2 labu Albumin adalah cairan infus yang digunakan


perinfus untuk mengatasi hipoalbuminemia, yaitu
rendahnya kadar albumin dalam darah.
Albumin juga digunakan untuk
menangani syok hipovolemia akibat cedera
atau luka bakar yang parah. (Alodokter, 2021)
59

C. Analisa Data

No. Data Fokus (Data Senjang) Etiologi Masalah

1. DS: Perineum, tangan dan Nyeri akut


 Pasien mengeluh kaki kanan tersiram air
kulitnya serasa dikuliti panas
secara terus-menerus.

DO:
 Pasien mengerang Terjadi pengalihan
kesakitan. energi dari sumber panas
 Wajah tampak tegang. ke tubuh
 Skala nyeri 7 (0-10).

 TD: 150/80 mmHg.
 Nadi: 110 kali/menit. Trauma kulit
 RR: 24 kali/menit.

 Diberi tramadol drip
perinfus. Combustio (luka bakar)

Terjadi kerusakan kulit

Pengeluaran mediator
kimia (bradikinin,
histamin)

Merangsang nosiseptor


60

Merangsang saraf
afferen, kornu dorsalis,
medula spinalis, dan
hipotalamus

Dipersepsikan nyeri

Nyeri akut

2. DS: - Perineum, tangan dan Gangguan


DO: kaki kanan tersiram air integritas kulit
 Luka bakar tampak panas dan jaringan
sampai tendon mengenai

seluruh tangan kanan,
paha depan kanan, dan Terjadi pengalihan
perineum. energi dari sumber panas
 Skala nyeri 7 (0-10). ke tubuh
 Derajat luka 3.

Trauma kulit

Combustio (luka bakar)

Terjadi kerusakan kulit


dan jaringan
61

Jaringan kulit hipertrofi

Elastisitas kulit menurun

Gangguan integritas
kulit dan jaringan

3. DO: Perineum, tangan dan Risiko infeksi


 Tampak eksudat sedang, kaki kanan tersiram air
keluar dari luka. panas
 Leukosit meningkat:

14000 /mm3.
 Albumin menurun: 2,9 Terjadi pengalihan
gr/dL. energi dari sumber panas
 Trombosit menurun: ke tubuh
115000/mm3.
 Diberi amicasin 2x1 ↓

ampul/IV.
Trauma kulit

Combustio (luka bakar)

Terjadi kerusakan kulit


62

Terbukanya daerah kulit

Terkontaminasi oleh
mikroorganisme

Risiko infeksi

4. Do: Perineum, tangan dan Hipovolemia


 Frekuensi nadi kaki kanan tersiram air
meningkat: 24 x/menit. panas
 Turgor kulit kering.

 Volume urin menurun:
100 cc selama 12 jam. Terjadi pengalihan
 Warna urin kuning agak energi dari sumber panas
pekat. ke tubuh
 Diberi RL 500 cc 20
tetes/menit. ↓

 Diberi albumin 2 labu


Trauma kulit
perinfus.

Combustio (luka bakar)

Vasokontriksi pembuluh
darah

Permeabilitas kapiler
63

meningkat

Terjadi perpindahan
H2O, protein dari
intravaskuler ke ruang
interstisial

Penurunan volume darah

Hipovolemia

D. Diagnosis keperawatan berdasarkan prioritas

1) Nyeri akut b.d. agen cedera fisik (luka bakar) d.d. Pasien mengeluh
kulitnya serasa dikuliti secara terus-menerus, pasien mengerang
kesakitan, wajah tampak tegang, skala nyeri 7 (0-10), TD: 150/80
mmHg, nadi: 110 x/menit, dan RR: 24 x/menit.

2) Gangguan integritas kulit dan jaringan b.d. kerusakan kulit/jaringan


d.d. Luka bakar tampak sampai tendon mengenai seluruh tangan
kanan, paha depan kanan, dan perineum, skala nyeri 7 (0-10), derajat
luka 3.

3) Risiko infeksi d.d. Tampak eksudat sedang, keluar dari luka, leukosit
meningkat: 14000 /mm3, albumin menurun: 2,9 gr/dL, dan trombosit
menurun: 115000/mm3.
64

4) Hipovolemia b.d. Cedera (luka bakar) d.d. Frekuensi nadi meningkat:


24 x/menit, turgor kulit kering, volume urin menurun: 100 cc selama
12 jam, warna urin kuning agak pekat, diberi RL 500 cc 20 tetes/menit,
dan diberi albumin 2 labu perinfus.
65

E. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

Nama Pasien : Tn. M Ruangan : Azalea


No. Medrek : 00002468xxxx Diagnosa Medis : Luka bakar

Diagnosis Rasional
No. Tujuan Intervensi
Keperawatan (Didasarkan Pada Referensi atau Jurnal)
1. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan MANAJEMEN NYERI (I. 08238)
berhubungan keperawatan selama 3 x 24 jam 1. Dengan mengidentifikasi dapat
Observasi
dengan agen diharapkan tingkat nyeri menurun, membantu perawat untuk berfokus pada
pencedera fisik dengan kriteria: penyebab nyeri dan manajemennya
1. lokasi, karakteristik,
(luka bakar) a. Keluhan nyeri berkurang. (Muttaqin dan Sari, 2013)
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
b. Meringis berkurang.
nyeri
c. Skala nyeri berkurang dari 7 2. Dengan mengetahui skala nyeri klien
2. Identifikasi skala nyeri
menjadi 3 (0-10). dapat membantu perawat untuk
3. Identifikasi respon nyeri
d. Tekanan darah menjadi normal mengetahui tingkat nyeri klien (LeMone,
non verbal
dari 150/80 mmHg menjadi et al., 2015)
130/80 mmHg. Terapeutik 3. Dengan mengidentifikasi respon nyeri
e. RR: 16 – 20 kali/menit nonverbal klien dapat mengetahui
4. Berikan teknik
66

(normal), irama reguler. seberapa kuat nyeri yang dirasakan oleh


nonfarmakologis untuk mengurangi
f. Frekuensi nadi: 60-100 klien (Anggarini, 2018)
rasa nyeri (terapi music/ murotal,
kali/menit. 4. Pemberian teknik nonfarmakologis dapat
aroma terapi)
membantu klien dalam mengurangi
5. Control lingkungan yang
kecemasan nyeri (Zakiyah, 2015)
memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
5. Untuk membantu klien rileks dan
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
menurunkan stimulus internal (Zakiyah,
2015)
Edukasi
6. Untuk mengurangi rasa nyeri pasien
6. Ajarkan teknik napas 7. Pemberian analgetik dapat memblok
dalam untuk mengurangi rasa nyeri nyeri pada susunan saraf pusat
(Demonstrasi kan menarik napas (Sukarmin, 2012)
selama 4 detik menahan napas selama
2 detik dan menghembu skan selama 8
detik)

Kolaborasi

7. Kolaborasi pemberian
analgetik: Tramadol drip perinfus
67

dalam 500 cc RL 20 tetes/menit

2. Gangguan integritas Setelah dilakukan tindakan PERAWATAN LUKA BAKAR


kulit dan jaringan keperawatan selama 3 x 24 jam
( I.14565 )
b.d. kerusakan diharapkan integritas kulit dan 1. Untuk mengetahui penyebab luka
kulit/jaringan jaringan meningkat, dengan Observasi bakar
kriteria: 2. Dapat mengetahui tindakan yang akan
a. Kerusakan jaringan dan lapisan 1. Identifikasi penyebab luka bakar diberikan
kulit membaik 2. Identifikasi durasi terkena luka bakar 3. Meminimalisir terjadinya keparah
dan riwayat penanganan luka pada luka
sebelumnya 4. Teknik aseptik berkisar dari praktik
3. Monitor kondisi luka (mis. persentasi sederhana, seperti menggunakan
ukuran luka, derajat luka, perdarahan, alkohol untuk mensterilkan kulit,
warna dasar luka, infeksi, eksudat, bau hingga asepsis bedah lengkap, yang
luka, kondisi tepi luka) melibatkan penggunaan gaun, sarung
tangan, dan masker steril. (Kepo, K.
Terapeutik
2020)
4. Gunakan teknik aseptik selama 5. Untuk menghindari jaringan/ kulit
yang ikut terangkat & menghindari
68

kerusakan kulit yang sudah melalui


merawat luka
proses penyembuhan
5. Lepaskan balutan lama dengan
menghindari nyari dan perdarahan
6. NaCl dipilih sebagai cairan pembersih
Rendam dengan air steril jika balutan
luka karena bersifat isotonik,
lengket pada luka
sehingga tidak mengganggu proses
6. Bersihkan luka dengan cairan steril
penyembuhan luka. Selain itu, air
(mis. NaCI 0,9%, cairan antiseptik)
saline memiliki kadar toksik yang
7. Lakukan terapi relaksasi untuk
rendah dan tidak menyebabkan reaksi
mengurangi nyeri
alergi atau perubahan ekosistem di
8. Gunakan modern dressing sesuai
kulit. (Azelia 2019)
dengan kondisi luka (mis.
7. untuk mengurangi nyeri yang
Hyrocolloid, polymer, crystaline,
dirasakan oleh pasien. Teknik
cellulose)
relaksasi memberikan individu
9. Berikan diet dengan kalori 30-
kontrol diri ketika nyeri muncul dan
35kkal/kgBB/hari dan protein 1,25-
dapat digunakan pada seseorang sehat
1,5g/kgBB/hari
ataupun sakit (Perry & Potter, 2005).
10. Berikan suplemen vitamin dan
8. untuk mengurangi eksudat,
mineral (Mis. Vit. A, vit. C, zinc,
menyediakan lingkungan luka yang
69

asam amino) sesuai indikasi lembab untuk penyembuhan lebih


optimal, menjaga jaringan sekitar luka
Edukasi
tetap sehat Rook dkk (2019)
9. mengkonsumsi makanan kaya protein,
11. Anjurkan mengonsumsi makanan
contohnya daging merah, kacang-
tinggi kalori dan protein
kacangan, biji-bijian, ikan laut,
Kolaborasi daging unggas, telur, susu, dan
sebagainya memang bisa membantu
12. Berikan antibiotik (amicasin 2x1
mempercepat proses
ampul/IV
penyembuhan luka (alodokter, 2020)
10. Dengan tercukupinya asupan vitamin
dan mineral, fungsi organ tubuh serta
proses metabolism dapat berjalan
lancar.
Vitamin C bertindak sebagai kofaktor
dalam produksi kolagen, serta
mencegah pecahnya luka-luka yang
sudah sembuh. Vitamin A perannya
adalah mempromosikan sintesis
70

kolagen dan diferensiasi fibroblast


serta mengendalikan infeksi. Zinc
membantu berbagai jenis enzim di
tubuh untuk melaksanakan fungsinya,
karena banyak enzim yang terlibat
dalam penyembuhan luka terutama
produksi kolagen. Selain itu
membantu proses pembelahan sel
yang memungkinkan tubuh
menggunakan protein tertentu. Asam
amino berfungsi untuk pertumbuhan,
pembentukan sel darah, dan perbaikan
jaringan.
(Putri, N. H. 2019)
11. mengkonsumsi makanan kaya protein,
contohnya daging merah, kacang-
kacangan, biji-bijian, ikan laut,
daging unggas, telur, susu, dan
sebagainya memang bisa membantu
71

mempercepat proses
penyembuhan luka (alodokter, 2020)
12. Pemberian antibiotika merupakan
pengobatan utama dalam
penatalaksanaan penyakit infeksi
(Negara,K.S. 2014)
3. Risiko infeksi b.d Setelah dilakukan tindakan PENCEGAHAN INFEKSI (I.14539) 1. Tanda infeksi lokal meliputi rubor atau
luka bakar keperawatan selama 3 x 24 jam kemerahan, kalor atau panas, dolor atau
Observasi
diharapkan derajat infeksi menurun, rasa sakit/nyeri, tumor atau bengkak
dengan kriteria hasil: (disebabkan oleh pengiriman cairan dan
1. Mengidentifikasi tanda dan gejala
a. Kadar leukosit (sel darah putih) sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-
infeksi dan sistemik
membaik menjadi normal jaringan interstisial) fungsio laesa atau
dengan rentang (4400 – Terapeutik perubahan fungsi/keterbatasan anggota
11.300/mm3) 2. Cuci tangan sebelum dan sesudah gerak. Sementara itu, tanda infeksi
b. Kadar albumin meningkat dalam kontak dengan pasien dan lingkungan sistemik meliputi demam, malaise,
rentang (3,8 – 5,1 gr/dl) pasien anoreksia, mual, muntah, sakit kepala,
c. Trombosit meningkat
dalam 3. Pertahankan teknik aseptic pada pasien dan diare (Price dan Wilson, 1994 dalam
rentang (150.000 – 450.000/ berisiko tinggi Wahit, 2016).
mm3) 2. Untuk mencegah terjadinya infeksi
72

d. Tidak terdapat pengeluaran Edukasi nosokomial (Devi, M. 2014)


eksudat pada luka 3. Teknik aseptik berkisar dari praktik
4. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
sederhana, seperti menggunakan alkohol
5. Ajarkan cara mencuci tangan dengan
untuk mensterilkan kulit, hingga asepsis
benar
bedah lengkap, yang melibatkan
6. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka
penggunaan gaun, sarung tangan, dan
masker steril. (Kepo, K. 2020)
4. Sama dengan rasional pencegahan
infeksi point 1
5. Cucilah tangan dengan air mengalir dan
sabun, setidaknya selama 20 detik.
Pastikan seluruh bagian tangan tercuci
hingga bersih, termasuk punggung
tangan, pergelangan tangan, sela-sela
jari, dan kuku.
Setelah itu, keringkan tangan
menggunakan tisu, handuk bersih, atau
DUKUNGAN PERAWATAN DIRI:
mesin pengering tangan. (Kemenkes,
MANDI (I.11352)
2020)
73

6. Memeriksa adanya tanda-tanda infeksi.


Observasi
1. Identifikasi budaya dalam membantu
kebersihan diri & jenis bantuan yang 1. Untuk mengetahui budaya/ kebiasaan
di butuhkan pasien dalam merawat diri & membantu
sesuai apa yang pasien butuhkan.
Terapeutik 2. Mempermudah dalam melakukan
2. Sediakan peralatan mandi (sabun, tindakan & mencegah infeksi yang
washlap, sikat gigi, pelembab kulit) maksimal.
3. Sediakan lingkungan aman dan 3. Memberikan kenyamanan dan menjaga
nyaman privasi pasien saat melakukan tindakan
4. Fasilitasi menggosok gigi/ mandi 4. Mempertahankan kemandirian paasien
sesuai kebutuhan 5. Supaya keluarga dapat melakukannya
secara mandiri
Edukasi
5. Ajarkan keluarga cara memandikan
pasien
4. Hipovolemia b.d. Setelah dilakukan tindakan MANAJEMEN HIPOVOLEMIA
Cedera (luka bakar) keperawatan selama 3 x 24 jam 1. Pemeriksaan pengisian dan frekuensi
74

diharapkan tingkat cedera menurun, (I.03116) nadi, tekanan darah, CRT, suhu dan
dengan kriteria hasil: turgor kulit dilakukan untuk
Observasi
a. dapat beraktifitas secara normal menegakkan diagnosis adanya syok
b. derajat luka hipovolemia. (Hardisman, 2013)
1. Periksa tanda dan gejala hipovolemia
c. Tekanan darah menjadi normal 2. Pemantauan dilakukan dengan cara
(mis. frekuensi nadi meningkat, nadi
dari 150/80 mmHg menjadi 130/80 mencatat jumlah cairan yang masuk
teraba lemah, tekanan darah menurun,
mmHg. dan jumlah urin yang keluar setiap
tekanan nadi menyempit,turgor kulit
d. RR: 16 – 20 kali/menit (normal), harinya, untuk kemudian dilakukan
menurun, membrane mukosa kering,
irama reguler. penghitungan balance cairan, sehingga
volume urine menurun, hematokrit
e. Frekuensi nadi: 60-100 menghindari terjadinya komplikasi
meningkat, haus dan lemah)
kali/menit. serta dapat mempertahankan kualitas
2. Monitor intake dan output cairan
hidup. (Angraini, F., & Putri, A.F,
Terapeutik 2016)
3. Penghitungan kebutuhan cairan
3. Hitung kebutuhan cairan
dilakukan untuk mengetahui kebutuhan
cairan yang dibutuhkan sehingga tubuh
Edukasi
tidak mengalami dehidrasi. (Briawan,
4. Anjurkan memperbanyak asupan D., Ekayanti, I., & Sedayu, T.R, 2011)
cairan oral 4. Memperbanyak asupan cairan oral
75

dilakukan untuk menjaga agar kondisi


Kolaborasi
dan fungsi cairan tubuh tidak
terganggu, sehingga kehilangan cairan
5. Kolaborasi pemberian cairan IV
yang terjadi dapat diganti. (Briawan,
isotinis yaitu RL 500 cc.
D., Ekayanti, I., & Sedayu, T.R, 2011)
6. Kolaborasi pemberian cairan koloid
5. Pemberian infus cairan isotonis ringer
yaitu albumin 2 labu perinfus.
laktat (RL) bertujuan untuk
mengembalikan cairan tubuh yang
hilang akibat perdarahan atau luka
yang parah dan menjadi perantara atau
media untuk obat-obatan yang
dimasukkan ke pembuluh darah.
(Ikhsania, A.A, 2020)
6. Pemberian cairan koloid albumin
bertujuan untuk menggantikan volume
darah yang hilang akibat trauma,
seperti luka bakar parah atau cedera.
Selain itu, albumin juga digunakan
untuk meningkatkan volume plasma
76

atau kadar albumin yang rendah dalam


PERAWATAN KATETER URINE
darah. (Nuraini, T.N, 2021)
(I.04164)

Observasi

1. Monitor kepatenan urine 1. Memonitor kepatenan kateter urine ini


2. Monitor tanda dan gejala infeksi berguna untuk menjaga kateter tidak
saluran kemih lepas dari tempatnya (sulaiman, 2018)
3. Monitor tanda dan gejala obstruksi 2. Infeksi saluran kemih berbahaya dan
aliran urine dapat menyebabkan bakteri yang ada di
4. Monitor kebocoran kateter, selang dan ginjal yang terinfeksi menyebar ke dalam
kantung urine darah. Hal ini bisa mengakibatkan
5. Monitor input dan output cairan tekanan darah turun, syok, bahkan
(jumlah dan karakteristik) kematian (Indra,2017)
3. Seseorang dengan tanda gejala obstruksi
Terapeutik
aliran urine akan mengalami pengurangan
bahkan adanya penghentian aliran
6. Gunakan teknik aseptic selama
urine ke uretra (susi,2016)
perawatan kateter urine
4. Kateter urin yang bocor atau merembes
7. Pastikan selang kateter dan kantung
77

urine terbebas dari lipatan dapat disebabkan karena gangguan pada


8. Pastikan kantung urine diletakkan otot dasar panggul, selang terlipat, balon
dibawah ketinggian kandung kemih tidak berkembang sempurna didalam
dan tidak dilanjai kandung kemih, selang kateter tidak
9. Lakukan perawatan pariental minimal sesuai ukurannya, terdapat sumbatan di
1 kali sehari saluran kencing (fitria,2020)
10. Lakukan irigasi rutin dengan cairan 5. Pengukuran Intake dan
isotonis untuk mencegah kolonisasi Output cairan merupakan suatu tindakan
bakteri yang dilakukan untuk mengukur
11. Kosongkan kantung urine jika kantung jumlah cairan yang masuk kedalam tubuh
urine telah terusu setengahnya (Intake) dan jumlah cairan yang keluar
12. Ganti kateter dan kantung urine secara dari tubuh (Output) dengan tujuan
rutin sesuai protocol atau sesuai Menentukan status
indikasi keseimbangan cairan tubuh klien
13. Lepaskan kateter urine sesuai (Wijaya, 2016)
kebutuhan 6. Perawatan
14. Jaga privasi selama melakukan kateter denganteknik aseptik untuk
tindakan mencegah terjadinya infeksi saluran
kemih (sulistyorini,2015)
78

7. Jangan sampai selang kateter tertekan


Edukasi
atau terlipat untuk menghindari
penyumbatan. Tidak boleh ditarik karena
15. Jelaskan tujuan, manfaat, prosedur,
dapat menyebabkan pendarahan
dan risiko sebelum pemasangan
(jumuatul,2015)
kateter.
8. Kantong urin diletakkan di
bawah kandung kemih untuk mencegah
air urin mengalir balik dan mulut saluran
pembuangan tidak boleh menyentuh
lantai (jumuatul, 2015)
9. Perawatan perineum adalah upaya
memberikan pemenuhan kebutuhan rasa
nyaman dengan cara menyehatkan daerah
antara kedua paha yang dibatasi antara
lubang dubur dan bagian alat kelamin luar
agar terhindar dari infeksi (Maya, 2016).
10. Kebersihan kateter harus selalu dijaga
untuk mencegah terjadinya infeksi
(sulistyorini,2015)
79

11. Kantong urin harus dikosongkan setiap 8


jam atau kantong telah terisi 1/2
(sulistyorini,2015)
12. Selang urin berbahan plastik harus diganti
setiap 7 hari, sedangkan selang urin
berbahan silikon diganti setiap 1 bulan.
Namun keduanya harus segera diganti
jika ada tanda tanda terinfeksi atau
tersumbat (sulistyorini,2015)
13. Penggunaan kateter hanya untuk
sementara, sampai pasien mampu
kembali buang air kecil sendiri
(sulistyorini,2015)
14. Privasi sangat erat kaitannya dengan
rahasia pribadi seseorang yang tidak
boleh di publikasikan kepada orang lain
(risma,2020)
15. menjelaskan manfaat,
prosedur, dan risiko suatu tindakan
80

memberikan pemahaman kepada klien


mengenai tindakan yang akan dilakukan
(risma,2020)
BAB IV
KESIMPULAN

Sistem integumen adalah sistem organ yang membedakan,


memisahkan, melindungi, dan menginformasikan hewan terhadap
lingkungan sekitarnya. Sistem ini seringkali merupakan bagian sistem
organ yang terbesar yang mencakup kulit, rambut, bulu, sisik, kuku,
kelenjar keringat dan produknya (keringat atau lendir). Adapun gangguan
pada sitstem integument yaitu luka bakar, dermatitis seboroik, sindrom
stevens Johnson, dan scabies.
Luka bakar merupakan kerusakan atau kehilangan jaringan yang di
sebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia,
listrik dan radiasi (Smeltzer, suzanna, 2002). Dermatitis seboroik
digambarkan seperti bercak eritema dengan sisik berwarna putih-kuning
pada kulit. Hal ini paling sering muncul di daerah wajah, kulit kepala,
punggung, dan dada. (Borda & Wikramanayake, 2015). Stevens-Johnson
syndrome (SJS) atau sindrom Stevens-Johnson adalah penyakit kulit yang
disebabkan oleh alergi atau infeksi (Fitriany, 2019). Skabies atau dikenal
juga dengan kudis, gudig, dan budug, adalah penyakit kulit yang
disebabkan oleh infeksi kutu Sarcoptes scabiei varietas hominis.
(Kurniawan,2020).
Asuhan keperawatan pada Tn. M (39 Tahun) dengan gangguan
sistem integument yaitu luka bakar. Dengan keluhan utama kultnya serasa
dikutili secara terus menerus. Tn. M tidak memiliki riwayat penyakit DM,
hipertensi, TBC, ataupun penyakit infeksi. Tn. M juga tidak memiliki
riwayat penyakit keturunan dari keluarganya. Diagnosa keperawatan
terhadap Tn. M adalah nyeri akut, gangguan integritas kulit, risiko infeksi,
dan hipovolemia. Adapun rencana asuhan keperawatan yang diberikan
pada Tn. M adalah manajemen nyeri, perawatan luka bakar, pencegahan
infeksi, dukungan perawatan diri mandi, manajemen hipovolemia, dan
perawatan kateter urine.

81
DAFTAR PUSTAKA

Aminuddin, M., Sholichin, Sukmana, M., & Nopriyanto, D. (2020). Modul


Perawatan Luka. Samarinda: Cv Gunawan Lestari.

Anggraini, Y., & Leniwita, H. (2019). Modul Keperawatan Bedah II. Jakarta:
Universitas Kristen Indonesia.

Aziz, A. A., & Sobaryati. (2020). Laporan Kasus: Tatalaksana Pasien Luka Bakar
Berat Dengan Trauma Inhalasi Di Unit Perawatan Intensif. Jurnal Ilmiah
WIDYA Kesehatan dan Lingkungan Volume 2 Nomor 1 November, 9-15.

Etty, Syam, Y., & Yusuf, S. (2021). Penggunaan Madu Topikal Efektif Terhadap
Penyembuhan Luka Kronis. Jurnal Keperawatan Silampari Volume 4
Nomor 2 Juni, 415-424.

Fadillah ,A.,dkk. (2021). Pencegahan Perkembangan Scabies di Pondok Nurul


Huda Surabaya Dengan Perilaku Hidup Sehat dan Bersih dan Pembagian
Virgin Coconut Oil(vco).Communnity Development Journal 2(3)561-564.

Fitriany, J., Alratisda, F. (2019). Stevens Johnson Syndrome. Jurnal Averrous


5(1),1-20.

Kurniawan, M., dkk. (2020). Diagnosis dan Terapi Skabies.CDK-283 ,47(2),104-


107.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2019) Pedoman Nasional


Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Dermatitis Seboroik.

Luthfa ,I., dkk. (2019). Perilaku Hidup Menentukan Kejadian Skabies. Jurnal
Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal 9(1),35-41

Maharani, S., & Setyaningrum, T. (2017). Profil Pasien Eritroderma. Jurnal


Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin - Periordical of Dermatology
and Venereology Volume 29 Nomor 1 April, 44-51.

82
83

Nurhadi, S. (2017). Tatalaksana Dermatitis Seboroik Terkini. Denpasar: Fakultas


Kedokteran UNUD/RSUP Sanglah.

PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia . Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Intevensi Keperawatan Indonesia . Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia . Jakarta: DPP PPNI.

Santosa, W. R., & Anggraini, R. (2021). Perbandingan Efektifitas Tumbukan


Daun Cocor Bebek Dan Rebisan Daun Sirih Terhadap Penyembuhan Luka
Bakar Derajat II Pada Tikus Wistar Jantan. Jurnal Insan Cendekia Volume
8 Nomor 1 Maret, 75-78.

Silvia, E., Anggunan, Effendi, A., & Nurfaridza, I. (2020). Hubungan Antara
Jenis Kelamin Dengan Angka Kejadian Dermatitis Seboroik. Jurnal
Ilmiah Kesehatan Sandi Husada Volume 9 Nomor 1 Juni, 37-46.

Suzan, R., & Andayani , D. E. (2017). Tata Laksana Nutrisi Pada Pasien Luka
Bakar Listrik. Jambi Medical Journal Volume 5 Nomor 1, 1-13.

Tyagi S,.dkk. Stevens-Johnson Syndrome: -A Life Threatening Skin Disorder: A


Review. J Chem Pharm Res 2010; 2 (2): 618-26.

Witarini, K. A. (2019). Diagnosis dan Tatalaksana Sindroma Stevens Johnson


(SJS) Pada Anak: Tinajuan Pustaka. Jurnal Intisari Sains Medis Volume
10 Nomor 3 , 592-596.

Anda mungkin juga menyukai