diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah III
Dosen Pengampu: Bapak Angga Wilandika, S.Kep., Ners., M.Kep
Disusun oleh:
Kelompok 3 - Kelas 3B
PENILAIAN MAKALAH
ASPEK
NO. KRITERIA B N BxN
PENILAIAN
4 Konsep lengkap dan integrative
3 Konsep lengkap
Kelengkapan
1. 2 Konsep hanya sebagian 3
Konsep Hanya menunjukkan sebagian
1
kecil konsep
Konsep diungkapkan dengan
4 tepat, lengkap baik analisis
maupun sintesis
Konsep diungkapkan dengan
3
Kebenaran tepat, namun deskriptif
2. 3,5
Konsep Sebagian besar konsep
2 diungkapkan, namun masih ada
yang terlewatkan
Aspek penting konsep kurang
1
terungkap dan bertele-tele
Bahasa menggugah pembaca
4 untuk mencari tahu konsep
lebih dalam
Bahasa menambah informasi
3
pembaca
3. Bahasa 2
Bahasa deskriptif, tidak terlalu
2
menambah pengetahuan
Informasi dan data yang
1 disampaikan tidak menarik dan
membingungkan
4. Kerapian Makalah dibuat sesuai pedoman 1,5
4 penulisan makalah, menarik,
dan dijilid rapi
3 Makalah dibuat sesuai pedoman
penulisan makalah, tidak
menarik, dan dijilid rapi
i
Makalah dibuat tidak sesuai
2 pedoman penulisan makalah,
menarik, dan dijilid rapi
Makalah dibuat tidak sesuai
pedoman penulisan makalah,
1
tidak menarik, dan
tidak dijilid rapi
TOTAL NILAI (B x N) / 10 x 25
ii
DAFTAR PENILAIAN PEER-GROUP
PENILAIAN KELOMPOK
(Dilihat dari kerjasama, kontribusi, dan
partisipasi)
NO
NAMA MAHASISWA
. Nilai langsung diberikan oleh kelompok
dan dicantumkan dalam kolom ini
iii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrohiim
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kemudahan kepada
Penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah tentang “Konsep Penyakit
Dan Asuhan Keperawatan Pada Tn. M (39 Tahun) Dengan Gangguan Sistem
Integument: Luka Bakar” ini dengan tepat waktu. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada jungjunan kita semua nabi besar Muhammad SAW yang
kita nanti-nantikan syafa’atnya di akhirat nanti. Makalah ini dibuat untuk
memenuhi salah satu tugas Keperawatan Medikal Bedah III. Makalah ini tidak akan
selesai tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis menyampaikan
ucapan terimakasih kepada bapak Angga Wilandika, S.Kep., Ners., M.Kep, selaku
dosen mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah III, dan juga kepada semua pihak
yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk
itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari para pembaca untuk makalah ini,
karena mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa ada kritik yang
membangun.
Semoga makalah yang penulis buat ini dapat di pahami oleh siapa saja yang
membacanya, dan semoga dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan umumnya
bagi siapa saja yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf jika ada kata yang
kurang berkenan, dan Penulis mohon adanya kritik dan saran agar dapat memperbaiki
di saat yang akan datang.
Penyusun
iv
DAFTAR ISI
DAFTAR TILIK...........................................................................................................i
PENILAIAN MAKALAH............................................................................................i
DAFTAR PENILAIAN PEER-GROUP....................................................................iii
KATA PENGANTAR.................................................................................................iv
DAFTAR ISI.................................................................................................................v
BAB I.............................................................................................................................1
PENDAHULUAN.........................................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................................2
C. Tujuan.................................................................................................................2
BAB II...........................................................................................................................4
TINJAUAN TEORI.....................................................................................................4
A. Anatomi Fisiologi Sistem Integument.............................................................4
1. Anatomi sistem integument.............................................................................4
2. Fisiologi sistem integument.............................................................................6
B. Proses penyembuhan luka................................................................................9
C. Gangguan-gangguan sistem integument.......................................................10
1. Luka bakar.........................................................................................................10
2. Dermatitis seboroik...........................................................................................23
3. Sindrom stevens Johnson..................................................................................27
4. Scabies...............................................................................................................36
D. Konsep Asuhan Keperawatan........................................................................42
1. Pengkajian.....................................................................................................42
2. Skala Braden..................................................................................................45
3. Skala Norton..................................................................................................46
4. Analisa Data..................................................................................................46
5. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul.............................................46
6. Intervensi keperawatan..................................................................................47
BAB III........................................................................................................................49
v
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.M (39 Tahun) DENGAN GANGGUAN
SISTEM INTEGUMEN: LUKA BAKAR...............................................................49
A. Kasus luka bakar...............................................................................................49
B. Pengkajian.........................................................................................................49
C. Analisa Data......................................................................................................57
D. Diagnosis keperawatan berdasarkan prioritas...................................................58
E. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN..................................................60
vi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem integumen adalah sistem organ yang membedakan,
memisahkan, melindungi, dan menginformasikan hewan terhadap lingkungan
sekitarnya. Sistem ini seringkali merupakan bagian sistem organ yang terbesar
yang mencakup kulit, rambut, bulu, sisik, kuku, kelenjar keringat dan
produknya (keringat atau lendir).
Anatomi fisilogi sistem integumen terdiri dari kulit, stuktur
tambahannya, seperti folikel rambut dan kelenjar keringat, dan jaringan
subkutan dibawah kulit. Kulit terbentuk dari berbagai macam jaringan yang
berbeda dan dianggap sebagai suatu organ. Adapun beberapa gangguan pada
sistem integument, seperti luka bakar, dermatitis seboroik, scabies, sindrom
stevens johnson, dan scabies. [ CITATION Ang19 \l 1033 ]
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak seperti suhu
tinggi misalkan api, air panas, listrik, bahan kimia dan radiasi. (Arief, 2000 :
365) dalam [ CITATION Ang19 \l 1033 ]. Luka bakar merupakan kerusakan kulit
tubuh yang disebabkan oleh trauma panas atau trauma dingin (Frost bite).
Penyebabnya adalah api, air panas, listrik, kimia, radiasi, dan trauma dingin
(frost bite). [ CITATION Azi20 \l 1033 ]
Luka bakar memiliki angka kejadian dan prevalensi yang tinggi,
mempunyai risiko morbiditas dan mortalitas yang tinggi, memerlukan sumber
daya yang banyak dan memerlukan biaya yang besar (Kemenkes, 2019).
Menurut data World Health Organization (WHO), 90 % luka bakar terjadi
pada sosial ekonomi rendah di Negara-negara berpenghasilan menengah ke
bawah, daerah yang umumnya tidak memiliki infrastruktur yang memadahi
untuk mencegah terjadinya kebakaran. Di Amerika Serikat, kurang lebih 1,25
juta kejadian luka bakar per tahun yang dibawa ke unit gawat darurat. Diantara
jumlah ini, 63.000 menderita luka bakar ringan sedangkan 6000 lainnya harus
rawat inap. (Sheridan RL, 2018) dalam [ CITATION Azi20 \l 1033 ]
1
2
Dengan prevalensi yang tinggi pada luka bakar, maka harus melakukan
perawatan luka yang merupakan salah satu tindakan keperawatan mandiri
perawat yang sangat menantang di fasilitas pelayanan kesehatan terutama bila
menjumpai luka infeksi atau luka kronis. Ada berbagai penanganan luka
kronis yang biasa dilakukan seperti debridement, pemberian obat sistemik dan
perawatan luka (Zhang et al., 2020). Perawatan terbaik dan optimal dalam
pengelolaan luka adalah dengan mempertahankan lingkungan dalam keadaan
lembab (moisture balance) dengan menggunakan bahan-bahan dan metode
yang mempercepat kontraksi luka, mencegah terbentuknya jaringan granulasi
yang berlebihan, mencegah pertumbuhan bakteri dan sebagai pelembab yang
sesuai untuk mempercepat proses penyembuhan luka. (Weller et al., 2019)
dalam [ CITATION Ett21 \l 1033 ]
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
TINJAUAN TEORI
4
5
1. Luka bakar
a. Definisi
Luka bakar adalah luka yang diakibatkan oleh perpindahan
energi dari sumber panas ke tubuh yang dipindahkan melalui konduksi
atau radiasi (Effendi, 1999 : 4). Luka bakar adalah kerusakan jaringan
tubuh terutama kulit akibat langsung atau peratara dengan sumber
panas (thermal), kimia, elektrik, dan radiasi. luka bakar disebabkan
oleh trauma panas yang memberikan gejala, tergantung luas, dalam,
dan lokasi lukanya (Andara & Yessie, 2013). Luka bakar juga
merupakan kerusakan atau kehilangan jaringan yang di sebabkan
kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik
dan radiasi (Smeltzer, suzanna, 2002).
Dapat disimpulkan bahwa luka bakar adalah kerusakan jaringan
pada tubuh terutama pada kulit baik kontak secara langsung ataupun
radiasi yang disebabkan oleh panas, listrik, maupun bahan kimia, yang
memberikan gejala tergantung pada luas, kedalaman, dan lokasi
lukanya. [ CITATION Ang19 \l 1033 ]
b. Etiologi
1. Luka bakar thermal
Agen pencedera dapat berupa api, air panas, atau kontak dengan
objek panas, luka bakar api berhubungan dengan asap atau cedera
inhalasi (cedera terbakar, kontak dan kobaran api).
2. Luka bakar listrik
Cedera listrik yang disebabkan oleh aliran listrik dirumah
merupakan inside tertinggi pada anak-anak yang masih kecil yang
sering memasukkan benda konduktif kedalam colokan listrik dan
digigit atau menghisap kabel listrik yang tersambung.
3. Luka bakar kimia
11
c. Patofisiologi
Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan
kesakitan. Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan
permeabilitas meninggi. Sel darah yang ada didalamnya ikut rusak
sehingga terjadi anemia. Meningkatnya permeabilitas menyebabkan
oedem dan menimbulkan bula yang banyak elektrolit. Hal itu
menyebabkan berkurangnya volume cairan intravaskuler. Kerusakan
kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan akibat
penguapan yang berlebihan, masuknya cairan ke bula yang terbentuk
pada luka bakar derajat dua dan pengeluaran cairan dari keropeng luka
bakar derajat tiga. Bila luas luka bakar kurang 20% biasanya
mekanisme kompensasi tubuh masih bisa mengatasinya, tetapi bila
lebih dari 20% akan terjadi syok hipovolemik dengan gejala yang khas,
seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan
darah menurun, dan produksi urin berkurang. Oedem terjadi pelan-
pelan, maksimal terjadi setelah delapan jam.
Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi di
wajah dapat terjadi kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap,
atau uap panas yang terhisap. Oedem laring yang ditimbulkannya dapat
menyebabkan hambatan jalan napas dengan gejala sesak napas,
takipnea, stridor, suara serak dan dahak berwarna gelap akibat jelaga.
Dapat juga keracunan gas karbon monoksida (CO) dan gas beracun
lainnya. Karbon monoksida (CO) akan mengikat hemoglobin dengan
kuat sehingga hemoglobin tidak mampu lagi mengikat oksigen. Setelah
12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan mobilisasi serta
penyerapan kembali cairan edema ke pembuluh darah, ini ditandai
dengan meningkatnya diuresis. [ CITATION Azi20 \l 1033 ]
d. Pathway (Effendi 1999, Hudak&Gallo 1994)
Agen penyebab:
Arus listrik, lidah api, bahan kimia, air panas,
benda panas, radiasi
Luka Bakar
12
Resiko kekurangan
volume cairan dan
Obstruksi lumen elektrolit
atau saluran
napas atas
Pemejanan ujung kulit
Fungsi
Bersihan jalan kulit
napas tidak normal
hilang Menekan ujung sayaraf perifer
efektif
Gangguan mobilitas
Resiko terhadap
infeksi
Kerusakan mobilitas fisik
13
e. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala luka bakar berdasarkan derajat luka bakar,
diantaranya:
1. Luka bakar derajat 1 (superficial thickness burn)
Yaitu jika luka bakar hanya mengenai lapisan kulit paling luar
(epidermis). Tanda dan gejalanya hanya berupa kemerahan
(eritema), pembengkakan dan disertai rasa nyeri pada lokasi luka.
Tidak dijumpai adanya lepuhan (blister). Kebanyakan luka bakar
akibat radiasi sinar ultra violet (sunburn) termasuk dalam luka bakar
derajat 1.
2. Luka bakar derajat 2 (partial thickness burn)
Yaitu jika luka bakar mengenai epidermis hingga lapisan kulit di
bawahnya (dermis). Luka bakar derajat 2 dibagi menjadi dua, yaitu:
a) Luka bakar derajat 2 dangkal (superficial partial thickness burn)
Jika luka bakar mengenai hingga lapisan dermis bagian atas,
tanda dan gejalanya berupa kemerahan (eritema), tampak ada
lepuhan (blister) yaitu gelembung yang berisi cairan, dan
disertai rasa nyeri.
b) Luka bakar derajat 2 dalam (deep partial thickness burn)
Jika luka bakar mengenai hingga lapisan dermis bagian bawah.
tanda dan gejalanya berupa kemerahan (eritema), tampak ada
lepuhan (blister), tetapi kadang-kadang tidak disertai rasa nyeri
jika ujung saraf sudah rusak.
3. Luka bakar derajat 3 (full thickness burn)
Yaitu jika luka bakar mengenai seluruh lapisan kulit (epidermis,
dermis dan jaringan subkutan). Tanda dan gejalanya berupa luka
bakar yang tampak putih pucat atau justru tampak hangus, dan
kadang-kadang disertai jaringan nekrotik yang keras berwarna
hitam, tetapi tanpa disertai rasa nyeri karena ujung saraf sudah
rusak. Tidak tampak ada lepuhan (blister). Pada luka bakar derajat 3,
kapiler darah, folikel rambut dan kelenjar keringat juga sudah rusak.
Biasanya luka bakar derajat 3 dikelilingi oleh luka bakar derajat 1
dan 2. Luka bakar yang sangat berat dapat mengenai otot dan tulang.
[ CITATION Ang19 \l 1033 ]
14
f. Klasifikasi
Klasifikasi luka bakar dapat dibagi berdasarkan beberapa
indikator anatara lain, sebagai berikut:
1. Kedalaman luka bakar
Berdasarkan kedalaman luka bakar dapat digolongkan menjadi
empat derajat, yaitu:
a) Luka bakar derajat pertama
Luka bakar hanya terbatas di epidermis, kulit kering dan
kemerahan. Luka bakar akibat terjemur matahari merupakan
contoh dari tipe ini. Pada awalnya terasa nyeri dan kemudian
gatal akibat stimulasi reseptor sensoris. Biasanya luka ini akan
sembuh dengan spontan tanpa meninggalkan jaringan parut
dalam waktu 5-10 hari. Biasanya tidak timbul komplikasi.
[ CITATION Ang19 \l 1033 ]
b) Luka bakar derajat kedua superficial
Luka meluas ke epidermis dan kedalam lapisan dermis tetapi
masih ada elemen epitel yang tersisa, seperti sel epitel basal,
kelenjar sebasea, kelenjar keringat, dan folikel rambut. Dengan
adanya sisa sel epitel yang sehat ini, luka dapat sembuh sendiri
dalam 10-14 hari. Oleh karena kerusakan kapiler dan ujung saraf
di dermis, luka derajat ini tampak lebih pucat dan lebih nyeri
dibandingkan dengan luka bakar superfisial karena adanya iritasi
ujung saraf sensorik. Juga timbul bulae berisi cairan eksudat yang
keluar dari pembuluh darah karena permeabilitas dindingnya
meninggi. Komplikasi jarang terjadi hanya timbul infeksi
sekunder pada luka. Jika luka ini mengalami infeksi atau suplai
darahnya mengalami gangguan maka luka ini akan berubah
menjadi luka bakar derajat kedua dalam. [ CITATION Ang19 \l
1033 ]
c) Luka bakar derajat kedua dalam
Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis. Pada luka
bakar jenis ini penyembuhannya memerlukan waktu lebih dari
satu bulan. Pembersihan (Debridement) secara bedah untuk
15
membuang jaringan yang mati. Pada luka bakar derajat ini selalu
terjadi pembentukan jaringan parut. Pada fase penyembuhan,
kekeringan dan gatal adalah biasa sebab terjadi peningkatan
vaskularisasi kelenjar sebasea, sekresi berkurang dan keringat
juga berkurang. [ CITATION Ang19 \l 1033 ]
d) Luka bakar derajat tiga
Luka bakar derajat tiga meliputi seluruh kedalaman kulit
mengenai seluruh dan epidermis. Lapisan ini mengandung
kelenjar keringat dan akar folikel rambut. Luka akan tampak
berwarna putih, merah, coklat, atau hitam. Daerah yang terbakar
tidak terasa nyeri, luka bakar jenis ini mungkin memerlukan
waktu berbulan-bulan untuk sembuh, luka bakar tersebut tampak
seperti bahan kulit. [ CITATION Ang19 \l 1033 ]
2. Keparahan luka bakar
Cedera luka bakar dapat berkisar dari lepuh kecil sampai luka bakar
masif derajat III. Cedera luka bakar di kategorikan ke dalam luka
bakar minor, sedang, dan mayor. [ CITATION Ang19 \l 1033 ]
1) Cedera luka bakar minor
a) Derajat 2 dengan luas kurang dari 15 %
b) Derajat 3 kurang dari 2 %
2) Cedera luka bakar sedang
a) Derajat 2 dengan luas 15-25 %
b) Derajat 3 dengan luas kurang dari 10 %, kecuali muka , kaki,
dan tangan.
3) Cedera luka bakar mayor
a) Derajat 2 dengan luas lebih dari 25 %
b) Derajat 3 dengan luas lebih dari 10 %, atau terdapat di muka,
kaki dan tangan.
c) Luka bakar disertai trauma jalan napas atau jaringan lunak
luas atau fraktur.
d) Luka bakar akibat listrik
3. Luas luka bakar
Ukuran luas luka bakar (presentasi cedera pada kulit) ditentukan
dengan salah satu dari dua metode Rule of nine dan Diagram bagan
16
AREA PERSENTASE
UMUR
AREA 0 1 5 10 15
Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun
- Setengah
bagian kepala 9½ 8½ 6½ 5½ 4½
- Setengah
bagian tungkai 2¾ 3¼ 4 4¼ 4½
atas
- Setengah
bagian tungkai 2½ 2½ 2¾ 3 3¼
bawah
g. Pemeriksaan diagnostic
Pemeriksaan diagnostik dari luka bakar sebagai penunjang
untuk menggunakkan diagnosa keperawatan antara lain, sebagai
berikut:
1. Hitung darah lengkap
Peningkatan HT awal menunjukkan hemokonsentrasi sehubungan
dengan pemindahan atau kehilangan cairan.
2. Sel darah putih
Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan kehilangan sel pada
sisi luka.
3. GDA (Gas Darah Arteri)
Penurunan Pa O2 atau peningkatan Pa CO2 mungkin terlihat pada
retensi karbon monoksida. Asidosis dapat terjadi sehubungan
dengan penurunan fungsi ginjal dan kehilangan kompensasi
pernapasan.
4. CoHbg (Karboksi Hemoglobin)
18
h. Penatalaksanaan
Penatalaksaan luka bakar daat dibagi menjadi dua, antara lain:
1. Penatalaksanaan medis
1) Debridemen
a) Debridemen alami, yaitu jaringan mati yang akan memisahkan
diri secara spontan dari jaringan di bawahnya.
b) Debridemen mekanis, yaitu dengan penggunaan gunting dan
forcep untuk memisahkan, mengangkat jaringan yang mati.
c) Dengan tindakan bedah, yaitu dengan eksisi primer seluruh
tebal kulit atau dengan mengupas kulit yang terbakar secara
bertahap hingga mengenai jaringan yang masih viabel.
2) Graft pada luka bakar
Biasanya dilakukan bila re-epitelisasi spontan tidak mungkin
terjadi, diantaranya:
a) Autograft : dari kulit penderita sendiri.
b) Homograft : kulit dari manusia yang masih hidup atau baru
saja meninggal (balutan biologis).
c) Heterograft : kulit berasal dari hewan, biasanya babi (balutan
biologis).
2. Penatalaksanaan keperawatan
19
i. Terapi farmakologi
Terapi farmakologi terhadap pasien luka bakar adalah antibiotic
(ceftriaxone) dan parasetamol. Medikamentosa yang diberikan pada
pasien sebaiknya turut menjadi perhatian sebab obat-obatan tertentu
dapat memiliki pengaruh terhadap saluran cerna.
1. Ceftriaxone
21
j. Terapi diet
Terapi nutrisi merupakan bagian integral dalam tatalaksanan
luka bakar dari sejak awal resusitasi hingga fase rehabilitasi. Dukungan
nutrisi bertujuan untuk mengembalikan fungsi fisiologis normal,
mempertahankan massa otot, mencegah malnutrisi dan infeksi,
menunjang proses penyembuhan luka, mengurangi morbiditas, dan
mortalitas. [ CITATION Suz17 \l 1033 ]
Awalnya pasien dapat mengkonsumsi makanan secara oral
dengan baik, kondisi klinis, dan penyulit yang dialami pasien serta
puasa pra pembedahan dan tindakan medis menyebabkan asupan
pasien terganggu dan harus mendapatkan dukungan nutrisi enteral dan
parenteral untuk memenuhi kebutuhannya. Pemberian nutrisi jalur
enteral ini dapat memperbaiki perfusi splanknik dan respon metabolic
22
k. Komplikasi
23
2. Dermatitis seboroik
a. Definisi
Dermatitis seboroik digambarkan seperti bercak eritema dengan
sisik berwarna putih-kuning pada kulit. Hal ini paling sering muncul di
daerah wajah, kulit kepala, punggung, dan dada. (Borda &
Wikramanayake, 2015)
Dermatitis seboroik (DS) adalah penyakit papuloskuamosa
kronis yang menyerang bayi dan juga orang dewasa (Collins dan
Hivnor, 2017). Biasanya terjadi pada area tubuh yang banyak
mengandung kelenjar sebasea, scalp atau kulit kepala, wajah, dan
badan (Jacoeb, T.N.A., 2017). Menurut Collins dan Hivnor (2017) DS
sering ditemukan pada bagian tubuh dengan konsentrasi folikel sebasea
yang tinggi dan aktif termasuk wajah, kulit kepala, telinga, dan bagian
fleksura (inguinal, lipatan bawah payudara, dan aksila). Penyebaran
lesi dermatitis seboroik dimulai dari derajat ringan, misalnnya ketombe
sampai dengan bentuk yang berat yaitu eritroderma. (Jacoeb, T.N.A.,
2017) dalam [ CITATION Sil20 \l 1033 ]
b. Etiologi
Etiologi dermatitis seboroik belum diketahui pasti tapi
umumnya disebabkan oleh produksi kelenjar sebasea yang berlebih1
dan dikaitkan dengan peningkatan jumlah jamur Malassezia spp.
24
c. Patofisiologi
Patogenesis DS masih belum diketahui dengan pasti, namun
berhubungan erat dengan jamur Malassezia, kelainan imunologis,
aktivitas kelenjar sebasea dan kerentanan pasien. Jumlah sebum yang
diproduksi bukan faktor utama pada kejadian DS. Permukaan kulit
pasien DS kaya akan lipid trigliserida dan kolesterol, namun rendah
asam lemak dan skualen. Flora normal kulit, yaitu Malassezia sp dan
Propionibacterium acnes, memiliki enzim lipase yang aktif yang dapat
(cradle cap) berupa plak eritematosa disertai skuama kuning
kecoklatan yang lekat dan menyebar ke seluruh bagian kulit kepala.
Selain itu, juga terdapat krusta. Lesi dapat ditemukan di wajah, leher
dan menyebar ke punggung serta ektremitas, berupa plak inflamasi di
daerah intertrigo, yaitu aksila dan lipat paha. Lesi juga bisa didapatkan
di area popok. Diagnosis banding perlu dipikirkan pada bayi dengan
gejala dermatitis seboroik yang luas, harus dibedakan misalnya dengan
dermatitis, atopik, antara lain dengan melakukan pemeriksaan
penunjang misalnya immunoglobulin E total.
Hormon dan lipid kulit, pasien dengan dermatitis seboroik
memeperlihatkan kadar lipid permukaan kulit yang tinggi trigliserida
dan kolesterol, tetapi level yang rendah dari asam lemak bebas dan
squalene. Penderita dermatitis seboroik biasanya mempunyai kulit
kaya sebum dan berminyak. [ CITATION Nur17 \l 1033 ]
25
d. Pathway
Regenerasi kulit
kepala terhambat Pertumbuhan jamur Reaksi imflamasi di
pityrosporum ovale sekitar kulit
Penumpukan sel-sel
kulit mati
Dermatitis seboroik
Perubahan
Jika terjadi pada
penampilan pada
Kelainan kulit (eritema+skuama area terbuka
kulit yang terkena
berminyak kekuning-kuningan) wajah, tanggan,
dermatitis
leher, dll
seboroik
Menimbulkan rasa gatal dikulit MK: gangguan
integritas kulit MK: citra
tubuh
Mengaruk-garuk
MK: gangguan
pola tidur
26
e. Manifestasi klinis
Dermatitis seboroik sering tampak sebagai plak eritema
berbatas tegas dengan permukaan berminyak, skuama kekuningan
dengan berbagai perluasan pada daerah yang kaya kelenjar sebasea,
seperti kulit kepala, area retroaurikuler, wajah (lipatan nasolabial, bibir
atas, kelopak mata dan alis) dan dada bagian atas. Distribusi lesi
umumnya simetris dan DS tidak menular maupun fatal.
Gambaran klinis dari dermatitis seboroik bervariasi tergantung
pada area kulit yang terlibat. Keluhan gatal paling sering muncul pada
dermatitis seboroik di daerah kulit kepala dan telinga.
f. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan DS secara umum ditujukan untuk
menghilangkan skuama dan krusta, menghambat kolonisasi jamur,
mengendalikan infeksi sekunder, serta mengurangi eritema dan rasa
gatal. Penderita dewasa sebaiknya diberikan informasi tentang
kronisitas penyakit dan pengertian mengenai cara kerja terapi dengan
lebih mengendalikan penyakit daripada menyembuhkannya.
Penatalaksanaan pada dermatitis seboroik bertujuan untuk
mengontrol penyakit karena dermatitis seboroik ini bersifat kronis dan
sering mengalami kekambuhan. 1-4 Terapi yang efektif untuk
dermatitis seboroik meliputi obat antiinflamasi, obat imunomodulator,
antijamur, keratolitik dan obat alternative.
g. Terapi farmakologi
27
h. Terapi diet
Diit tinggi kalori dan protein untuk terapi gizi yang adekuat,
keseimbangan protein dan elektrolit, sirkulasi, dan temperatur harus
dijaga secara terus menerus. Suhu lingkungan harus diatur secara
hatihati. Suhu dingin harus dihindari dengan menggunakan selimut.
Pengobatan eritroderma disesuaikan dengan penyakit yang mendasari,
sehingga tidak semua kasus eritroderma dapat diberikan terapi spesifik
yang sama. [ CITATION Mah17 \l 1033 ]
b. Etiologi
Penyebab yang pasti belum diketahui, namun dikatakan
multifaktoral. Ada yang beranggapan bahwa sindrom ini merupakan
eritema multiforme yang berat dan disebut eritema multiforme mayor,
sehingga dikatakan mempunyai penyebab yang sama. Beberapa faktor
yang dapat menyebabkan tibulnya sindrom ini, diantaranya:
1. Agen Infeksius
Sindrom Stevens-Johnson dapat disebabkan oleh reaksi
hipersensitivitas terhadap virus, bakteri, maupun fungi. Virus yang
dapat menyebabkan reaksi SSJ misalnya Epstein-Barr virus
Coxsackie, Echovirus , Poliomyelits dan Herpes simplex virus.
Bakteri misalnya Brucelosis, Dyptheria, Erysipeloid, Glanders,
Pneumonia, Psitacosis, Tuberculosis, Tularemia,Lepromatous
Leprosy atau Typhoid Fevera. Sedangkan fungi misalnya
Cocidiodomycosis dan Histoplasmosis
2. Obat
Adapun beberapa obat yang diduga dapat menyebabkan Sindrom
Stevens-Johnson diantaranya adalah penisilin dan derivatnya,
streptomysin, sulfonamide, tetrasiklin, analgesik/antipiretik
(misalnya deriva salisilat, pirazolon, metamizol, metampiron dan
paracetamol), digitalis, hidralazin, barbiturat (Fenobarbital), kinin
antipirin, chlorpromazin, karbamazepin dan jamu-jamuan.
3. Pasca vaksinasi
Beberapa jenis vaksin bisa menyebabkan terjadnya sindrom stevens
johnson seperti BCG, Smalpox dan Poliomyelits.
4. Kehamilan dan Menstruasi.
5. Neoplasma.
6. Radioterapi.
29
c. Patofisiologi
Patogenesis SSJ sampai saat ini masih belum jelas walaupun
sering dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe III dan IV.
Pada beberapa kasus yang dilakukan biopsi kulit dapat ditemukan
endapan IgM, IgA, C3 dan fibrin, serta circulating immune complex
dalam sirkulasi.
Antigen penyebab berupa hapten akan berikatan dengan karier
yang dapat merangsang respon imun spesifik sehingga terbentuk
kompleks imun beredar. Hapten atau karier tersebut dapat berupa
faktor penyebab (misalnya virus, partikel obat atau metabolitnya) atau
produk yang timbul akibat aktivitas faktor penyebab tersebut (struktur
sel atau jaringan sel yang rusak dan terbebas akibat infeksi, inflamasi
atau proses metabolik).8 Circulating immune complex (CIM) dapat
mengendap di daerah kulit dan mukosa, serta menimbulkan kerusakan
jaringan akibat aktivasi komplemen dan reaksi inflamasi yang terjadi.
Kerusakan jaringan dapat pula terjadi akibat aktivitas sel T serta
mediator yang dihasilkannya. Kerusakan jaringan yang terlihat sebagai
kelainan klinis lokal di kulit dan mukosa dapat pula disertai gejala
sistemik akibat aktivitas mediator serta produk inflamasi lainnya.
Adanya reaksi imun sitotoksik juga mengakibatkan apoptosis
keratinosit yang akhirnya menyebabkan kerusakan epidermis.
Kerusakan epidermis membawa beberapa implikasi, yaitu kegagalan
fungsi kulit yang menyebabkan terjadinya kehilangan cairan tubuh,
kegagalan termoregulasi, dan meningkatkan risiko infeksi.
30
d. Pathway
e. Manifestasi klinis
Gejala prodromal terjadi dalam 1-14 hari dan sangat bervariasi
Bereaksi dengan hipersensitifitas III dan IV
dalam derajat berat serta kombinasi gejala. Gejala prodromal dapat
Hipersensitifitas III
berupa demam, malaise, batuk, koriza, sakit menelan, Hipersensitifitas
sakit kepala, IV
nyeri dada, muntah, myalgia, dan atralgia. Setelah itu akan timbul lesi
Komplek antigen mengendap dalam
kulit, PD dan mata. Lesi pada kulit bersifat simetris, Limfosit
mukosa, T terinfeksi
dapat berupa
eritema, papel, vesikel, atau bula. Lesi spesifik berupa lesi target
Membentuk mikro presipitasi Kontak dengangejala
timbul akibat adanya perdarahan pada lesi yang menimbulkan antigen yang sama
fokal berbentuk target, iris, atau mata sapi. Pada keadaan lanjut dapat
Akumulasi neutrofil Melepaskan
terjadi erosi, ulserasi, kulit mengelupas (tanda Nikolsky limfokin/sitotoksik
positif) dan
pada kasus berat pengelupasan kulit dapat terjadi pada seluruh tubuh
Melepaskan lisozim
disertai paronikia dan pengelupasan kuku. Predileksi Penghancuran sel-sel yang
lesi adalah pada
bersangkutan
area muka, ekstensor tangan dan kaki, serta dapat meluas ke seluruh
Kerusakan pada organ sasaran
tubuh. Jumlah dan luas lesi meningkat dan mencapai puncaknya pada
hari dan
Trias gangguan kulit, mukosa, keempat
mata sampai kelima.
Lesi pada mukosa dapat terjadi bersamaan atau bahkan
mendahului timbulnya lesi di kulit. Pada mukosa mulut, tenggorokan,
Sindrom Stevens Johnson
dan genital dapat ditemukan vesikel, bula, erosi, ekskoriasi,
Kemerahan pada kulit perdarahan, dan krusta berwarna merah. Pada faring dapatSelaput
ISPA
lendir menurun
terbentuk
Radang selaput mata
pseudo membran berwarna putih atau keabuan yang menimbulkan
Vesicular & purpura Eritema
kesukaran menelan.
Lesi traktus Pada bibir dapat dijumpai
laring, Erosi krusta kehitaman yang
Lesi membesar faring
disertai & esofagus
stomatitis berat pada mukosa mulut. Lesi jarang terjadi pada Edema
Perforasi kornea
mukosa hidung dan anus, tetapi pada kasus berat dapat terjadi lesi yang
Pseudeomembran Stomatitis
Lesi pecah
luas sampai ke daerah trakeobronkial.
faring Cedera mokusa okuler
Infeksi kulit sekunder Kelainan mata berupa konjungtifitis kataralis,
Kurangnya nafsu
Gangguan Inflamasi
blefarokonjungvitis, iritis, iridosiklitis, kronik
pembentukan pseudomembran,makan
Morbiditas pertukaran gas
kelopak mata edema dan sulit dibuka, sekret mata purulen disertai
Sulit makan/minum
Kebutaan
dengan fotofobia. Pada kasus berat dapat terjadi erosi dan perforasi
Gangguan kornea.
Resiko tinggi Kekurangan volume
integritas
Gangguan
Gejala klinis SSJ biasanya timbul citra
cepattubuh
dengan keadaan umum
cairan &
kulit infeksi
yang berat, disertai demam, dehidrasi, gangguan pernafasan, ketidakseimbangan
muntah,
nutrisi kurang dari
diare, melena, pembesaran kelenjar getah bening, hepatosplenomegali,
kebutuhan tubuh
Nyeri kronis
32
f. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis SSJ 90% dibuat berdasarkan gambaran klinis, yaitu
didapatkannya trias kelainan pada kulit, mukosa, dan mata. Anamnesis
ditujukan untuk mengetahui faktor penyebab, dimana faktor penyebab
tersering adalah obat.
Pemeriksaan laboratorium ditujukan untuk mencari hubungan
dengan faktor penyebab serta untuk penatalaksanaan secara umum.
Pemeriksaan laboratorium antara lain pemeriksaan darah tepi,
pemeriksaan imunologis, biakan kuman dan uji resistensi dari darah
dan tempat lesi serta pemeriksaan histopatologi biopsi kulit. Anemia
dapat dijumpai pada kasus berat dengan perdarahan, leukosit biasanya
normal atau sedikit meninggi, terdapat peningkatan eosinofil. Kadar
IgG dan IgM dapat meninggi, C3 dan C4 normal atau sedikit menurun
dan dapat dideteksi adanya circulating immune complex.
Pada pemeriksaan histopatologi dapat ditemukan gambaran
nekrosis di epidermis sebagian atau menyeluruh, edema intrasel di
daerah epidermis, pembengkakan endotel, serta eritrosit yang keluar
dari pembuluh darah dermis superfisial. Pemeriksaan imunofluoresen
dapat memperlihatkan endapan IgM, IgA, C3 dan fibrin. [ CITATION
Wit19 \l 1033 ]
g. Penatalaksanaan medis
Adapun prinsip – prinsip utama perawatan suportif adalah sama
seperti pada luka bakar, penatalaksanaan yang bisa dilakukan pada
pasien sindrom stevens johnson antara lain: (Fitriany,2019)
a. Penghentian Obat Penyebab
Diagnosis dini dengan pengenalan dini dan penghentian segera dari
segala obat-obatan yang diduga menjadi penyebab sangat
menentukan hasil akhir. Morbiditas dan mortalitas meningkat jika
obat-obatan yang menjadi penyebab terlambat dihentikan.
33
h. Terapi Farmakologi
Ada beberapa jenis terapi farmakologi yang bisa diberikan pada
pasien dengan sindrom steven johnson , antara lain :
1. Antibiotik
Antibiotik profilaksis bukan merupakan indikasi, malah mungkin
dapat menyebabkan resistensi organisme dan meningkatnya
mortalitas. Pasien diberikan antibiotik apabila terdapat tanda-tanda
klinis infeksi.
a) Kortikosteroid Sistemik
Pemakaian kortikosteroid sistemik masih kontroversial.
Beberapa studi menemukan bahwa pemberian kortikosteroid
dapat mencegah perluasan penyakit bila diberikan pada fase
awal. Studi lain menyebutkan bahwa steroid tidak menghentikan
perkembangan penyakit dan bahkan dihubungkan dengan
kenaikan mortalitas dan efek samping, khususnya sepsis.
Kortikosteroid dapat diberikan dalam 72 jam pertama setelah
onset untuk mencegah penyebaran yang lebih luas, dapat
diberikan selama 3-5 hari diikuti penurunan secara bertahap
(tapering off). Dosis yang dapat diberikan adalah 30-40 mg
sehari .Dapat digunakan deksametason secara intravena dengan
dosis permulaan 4-6 x 5 mg sehari.
35
i. Terapi diet
Pasien harus diberikan diet khusus berupa diet cairan, sebanyak
1500 kalori dalam 1500 ml pada 24 jam pertama. Kemudian,
ditambahkan 500 kalori setiap harinya hingga mencapai 3500-4000
kalori per hari. Pemberian melalui selang nasograstik digunakan
apabila pasien tidak dapat makan. Selain itu, monitoring infeksi juga
harus dilakukan. Jika terdapat tanda-tanda infeksi, antibiotik empiris
harus diberikan secepatnya.
j. Komplikasi
SSJ sering menimbulkan komplikasi pada mata, diantaranya
ulkus kornea dan simblefaron. Komplikasi lain yang dapat terjadi
adalah gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit,
bronkopneumonia, nefritis, miositis, mielitis, poliartritis serta yang
terberat adalah septicemia. [ CITATION Wit19 \l 1033 ]
4. Scabies
a. Definisi
Skabies atau dikenal juga dengan kudis, gudig, dan budug,
adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infeksi kutu Sarcoptes
scabiei varietas hominis.(Kurniawan,2020).World Health Organization
(WHO) menyatakan scabies merupakan salah satu dari enam penyakit
parasit epidermal kulit yang terbesar angka kejadiannya di dunia.
b. Etiologi
Penyakit skabies merupakan penyakit kulit yang disebabkan
oleh parasit tungau Sarcoptes scabei yang dapat menular lewat kontak
langsung manusia.
Sarcoptes scabiei varietas hominis adalah parasit yang
termasuk kelas Arachnida, subkelas Acarina, ordo Astigmata, dan
famili Sarcoptidae. Selain varietas hominis, S. scabiei juga mempunyai
varietas hewan, namun tidak menular, hanya menimbulkan dermatitis
sementara serta tidak dapat melanjutkan siklus hidupnya pada manusia.
37
c. Patofisiologi
Siklus hidup S. scabiei terdiri tadi telur, larva, nimfa, dan
tungau dewasa. Infestasi dimulai ketika tungau betina gravid berpindah
dari penderita skabies ke orang sehat. Tungau betina dewasa akan
berjalan di permukaan kulit untuk mencari daerah untuk digali; lalu
melekatkan dirinya di permukaan kulit menggunakan ambulakral dan
membuat lubang di kulit dengan menggigitnya. Tungau akan menggali
terowongan sempit dan masuk ke dalam kulit; penggalian biasanya
malam hari sambil bertelur atau mengeluarkan feses. Tungau betina
hidup selama 30-60 hari di dalam terowongan dan selama itu tungau
tersebut terus memperluas terowongannya.saat menggali terowongan
dalam stratum korneum tungau betina akan meletakkan sebanyak 2
sampai 50 telur. Aktivitas ini akan menimbulkan rasa gatal yang
umumnya mulai timbul 4-6 minggu setelah infestasi pertama; bila
terjadi re-infestasi tungau, gejala dapat muncul lebih cepat dalam 2
hari. (Kurniawan dkk, 2020)
38
d. Pathway
Tungau sarcoptes scabei
↓ Prostaglandin mengiritasi
ujung-ujung saraf nyeri
Pelepasan mediator kimia
(histamin,kinin,prostaglandin)
Gatal
Vesikel timbul
erosi,
Papule ekskoriasi,krusta
Plak merah
Garukan
Papule pecah
Perubahan body
image
e. Manifestasi klinis
Gejala klinis pada infeksi kulit akibat skabies disebabkan
oleh respons alergi tubuh terhadap tungau. Setelah tungau
melakukan kopulasi (perkawinan) di atas kulit, tungau jantan akan
mati dan tungau betina akan menggali terowongan dalam stratum
korneum sambil meletakkan sebanyak 2 hingga 50 telur. Tanda dan
gejala dari skabies ,yaitu :
1. Gejala gatal pada malam hari (pruritus nokturna), disebabkan
aktivitas tungau skabies yang lebih tinggi pada suhu lebih
lembap dan panas biasanya
2. Terbentuknya terowongan atau kunikulus di tempat-tempat
predileksi, terowongan berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-
rata panjangnya 2 cm, putih atau keabu-abuan. Predileksi di
bagian stratum korenum yang tipis
Skabies umumnya ditemukan di beberapa daerah pada
tubuh diantaranya, Sela-sela jari tangan dan kaki, pergelangan
tangan, siku bagian depan, lipatan ketiak bagian depan, dada,
areola mammae (pada wanita), punggung, pinggang, pusar,
bokong, selangkangan, genitalia eksterna (pada laki-laki).
Sedangkan pada bayi dan anak-anak biasanya skabies terdapat pada
kulit kepala, wajah, leher telapak tangan, dan kaki.
f. Penatalaksanaan medis
Penanganan pada skabies adalah dengan mengeliminasi
infestasi dengan pengobatan. Adapun beberapa jenis obat yang
diberikan pada kasus skabies , diantaranya
1. Krim permetrin
2. Krotamiton
40
4. Lindane (Gammexane)
6. Ivermectin
g. Terapi farmakologi
Dalam mengobati pasien skabies, seluruh anggota keluarga
harus juga diobati. Termasuk anggota keluarga yang mengalami
hiposensitisasi (mengalami infestasi tungau namun tidak
memberikan gejala) karena dapat menjadi carrier untuk penularan
selanjutnya.
Berikut ini merupakan obat-obatan topikal yang dapat
digunakan untuk mengatasi skabies :
1. Krim Permetrin 5%
Obat ini diaplikaskan ke seluruh tubuh (kecuali area kepala dan
leher pada dewasa) dan dibersihkan setelah 8 jam dengan
mandi.Seluruh anggota keluarga atau kontak dekat penderita
juga perlu diterapi pada saat bersamaan. Permetrin memiliki
efektivitas tinggi dan ditoleransi dengan baik.Pemakaian pada
wanita hamil, ibu menyusui, anak usia di bawah 2 tahun dibatasi
menjadi dua kali aplikasi (diberi jarak 1 minggu) dan segera
dibersihkan setelah 2 jam aplikasi.
2. Krotamiton 10%
Obat ini merupakan jenis krim atau lotion diaplikasikan ke
seluruh tubuh dan dibasuh setelah 24 jam dan diulang sampai 3
hari.Penggunaan dijauhkan dari area mata, mulut, dan uretra.
Obat ini memiliki efek antipruritus. Efektivitas rendah
3. Belerang Endap (Sulfur Presipitatum) 5%- 10%
Obat ini merupakan obat dalam bentuk salep atau krim ,
digunakan 3 hari berturut-turut. Kelebihan obat ini yaitu murah
41
1. Pengkajian
2. Skala Braden
Skala Braden terdiri dari 6 subskala yang meliputi persepsi sensori,
kelembaban,tingkat aktifitas, mobilitas, nutrisi, dan gesekan dengan
permukaan kasur(matras). Skor maksimum pada Skala Braden adalah
23. Score diatas 20 risiko rendah,16-20 risiko sedang,11-15 risiko
tinggi, dan kurang dari 10 risiko sangat tinggi.
3. Skala Norton
Penilaian Skala Norton meliputi kondisi fisik (sangat baik, baik,
sedang, berat), tingkat kesadaran (sadar, apatis,
suporis/konfus,stupor/koma), aktivitas atau kemampuan melakukan
pergerakan (sendiri, dengan bantuan, kursi roda, tidak bergerak di
tempat tidur), kemampuan merubah posisi atau mobilitas (bergerak
bebas, sedikit terbatas, sangat terbatas, tidak bisa bergerak),
kemampuan mengontrol spinter ani dan spinter uretra atau
inkontinensia (tidak , kadang-kadang beser, sering kontinensia urine,
sering kontinensia alvi). Maksimum score yang dapat dicapai pada
skala ini adalah 20. Score lebih dari 18 berarti risiko dekubitus masih
rendah, 14-18 risiko sedang, 10-13 risiko tinggi dan kurang dari 10
termasuk kategori sangat tinggi.
4. Analisa Data
6. Intervensi keperawatan
2) Pemberian analgesic
d. Intervensi utama deficit nutrisi
1) Manajemen nutrisi
2) Promosi berat badan
e. Intervensi utama gangguan integritas kulit/jaringan
1) Perawatan integritas kulit
2) Perawatan luka
f. Intervensi utama gangguan citra tubuh
1) Promosi citra tubuh
2) Promosi koping
BAB III
B. Pengkajian
1. Identitas
a. Identitas Pasien
49
50
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Status : Menikah
Nomor RM : 00002468xxxx
Nama : Ny. A
Pendidikan : SMA
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan Utama
Pasien mengeluh kulitnya serasa dikuliti secara terus-menerus.
1 Nutrisi
Makan
Jenis Nasi,sayur dan lauk Nasi,telur,Susu
Frekuensi pauk 3x sehari
3x sehari
53
Minum
Air putih, susu Air putih dan susu
Jenis
5x sehari Air putih 2x susu 1x
Frekuensi
5 gelas 500+250=750cc
Jumlah (cc)
Tidak ada Tidak ada
Keluhan
2 Eliminasi
BAB
Frekuensi 1 hari sekali Belum BAB sudah 1
Warna Coklat hari
Konsistensi Lunak Coklat
Keluhan Tidak ada Lunak
Tidak ada
BAK
2x sehari 1x sehari
Frekuensi
Kuning jernih Kuning agak pekat
Warna
Kurang lebih 100 cc/12 jam
Jumlah (cc)
Tidak ada Kurang nyaman
Keluhan
karena
menggunakan
kateter
karena nyeri
4 Kebiasaan diri
Mandi 2 kali sehari 1 kali sehari (di
Perawatan kuku 1 minggu sekali washlap)
Perawatan gigi 2 kali sehari belum
Perawatan rambut 2 hari sekali 1 kali sehari
Ketergantungan Mandiri Belum keramas
Keluhan/gangguan Tidak ada Ketergantungan
Tidak ada
5. Pemeriksaan fisik
a. Status Kesehatan Umum
HR = 110 kali/menit
RR = 24 kali/menit
S = 37,5 OC
Status Antopometri : BB = 50 kg
TB = 160 cm
b. Sistem Pernafasan
55
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan laboratorium
Hematologi
- Hematokrit 29 40 ~ 52 %
b. Program terapi
(Alodokter, 2021)
C. Analisa Data
Pengeluaran mediator
kimia (bradikinin,
histamin)
Merangsang nosiseptor
↓
60
Merangsang saraf
afferen, kornu dorsalis,
medula spinalis, dan
hipotalamus
Dipersepsikan nyeri
Nyeri akut
Trauma kulit
Gangguan integritas
kulit dan jaringan
ampul/IV.
Trauma kulit
↓
62
Terkontaminasi oleh
mikroorganisme
Risiko infeksi
Vasokontriksi pembuluh
darah
Permeabilitas kapiler
63
meningkat
Terjadi perpindahan
H2O, protein dari
intravaskuler ke ruang
interstisial
Hipovolemia
1) Nyeri akut b.d. agen cedera fisik (luka bakar) d.d. Pasien mengeluh
kulitnya serasa dikuliti secara terus-menerus, pasien mengerang
kesakitan, wajah tampak tegang, skala nyeri 7 (0-10), TD: 150/80
mmHg, nadi: 110 x/menit, dan RR: 24 x/menit.
3) Risiko infeksi d.d. Tampak eksudat sedang, keluar dari luka, leukosit
meningkat: 14000 /mm3, albumin menurun: 2,9 gr/dL, dan trombosit
menurun: 115000/mm3.
64
Diagnosis Rasional
No. Tujuan Intervensi
Keperawatan (Didasarkan Pada Referensi atau Jurnal)
1. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan MANAJEMEN NYERI (I. 08238)
berhubungan keperawatan selama 3 x 24 jam 1. Dengan mengidentifikasi dapat
Observasi
dengan agen diharapkan tingkat nyeri menurun, membantu perawat untuk berfokus pada
pencedera fisik dengan kriteria: penyebab nyeri dan manajemennya
1. lokasi, karakteristik,
(luka bakar) a. Keluhan nyeri berkurang. (Muttaqin dan Sari, 2013)
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
b. Meringis berkurang.
nyeri
c. Skala nyeri berkurang dari 7 2. Dengan mengetahui skala nyeri klien
2. Identifikasi skala nyeri
menjadi 3 (0-10). dapat membantu perawat untuk
3. Identifikasi respon nyeri
d. Tekanan darah menjadi normal mengetahui tingkat nyeri klien (LeMone,
non verbal
dari 150/80 mmHg menjadi et al., 2015)
130/80 mmHg. Terapeutik 3. Dengan mengidentifikasi respon nyeri
e. RR: 16 – 20 kali/menit nonverbal klien dapat mengetahui
4. Berikan teknik
66
Kolaborasi
7. Kolaborasi pemberian
analgetik: Tramadol drip perinfus
67
mempercepat proses
penyembuhan luka (alodokter, 2020)
12. Pemberian antibiotika merupakan
pengobatan utama dalam
penatalaksanaan penyakit infeksi
(Negara,K.S. 2014)
3. Risiko infeksi b.d Setelah dilakukan tindakan PENCEGAHAN INFEKSI (I.14539) 1. Tanda infeksi lokal meliputi rubor atau
luka bakar keperawatan selama 3 x 24 jam kemerahan, kalor atau panas, dolor atau
Observasi
diharapkan derajat infeksi menurun, rasa sakit/nyeri, tumor atau bengkak
dengan kriteria hasil: (disebabkan oleh pengiriman cairan dan
1. Mengidentifikasi tanda dan gejala
a. Kadar leukosit (sel darah putih) sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-
infeksi dan sistemik
membaik menjadi normal jaringan interstisial) fungsio laesa atau
dengan rentang (4400 – Terapeutik perubahan fungsi/keterbatasan anggota
11.300/mm3) 2. Cuci tangan sebelum dan sesudah gerak. Sementara itu, tanda infeksi
b. Kadar albumin meningkat dalam kontak dengan pasien dan lingkungan sistemik meliputi demam, malaise,
rentang (3,8 – 5,1 gr/dl) pasien anoreksia, mual, muntah, sakit kepala,
c. Trombosit meningkat
dalam 3. Pertahankan teknik aseptic pada pasien dan diare (Price dan Wilson, 1994 dalam
rentang (150.000 – 450.000/ berisiko tinggi Wahit, 2016).
mm3) 2. Untuk mencegah terjadinya infeksi
72
diharapkan tingkat cedera menurun, (I.03116) nadi, tekanan darah, CRT, suhu dan
dengan kriteria hasil: turgor kulit dilakukan untuk
Observasi
a. dapat beraktifitas secara normal menegakkan diagnosis adanya syok
b. derajat luka hipovolemia. (Hardisman, 2013)
1. Periksa tanda dan gejala hipovolemia
c. Tekanan darah menjadi normal 2. Pemantauan dilakukan dengan cara
(mis. frekuensi nadi meningkat, nadi
dari 150/80 mmHg menjadi 130/80 mencatat jumlah cairan yang masuk
teraba lemah, tekanan darah menurun,
mmHg. dan jumlah urin yang keluar setiap
tekanan nadi menyempit,turgor kulit
d. RR: 16 – 20 kali/menit (normal), harinya, untuk kemudian dilakukan
menurun, membrane mukosa kering,
irama reguler. penghitungan balance cairan, sehingga
volume urine menurun, hematokrit
e. Frekuensi nadi: 60-100 menghindari terjadinya komplikasi
meningkat, haus dan lemah)
kali/menit. serta dapat mempertahankan kualitas
2. Monitor intake dan output cairan
hidup. (Angraini, F., & Putri, A.F,
Terapeutik 2016)
3. Penghitungan kebutuhan cairan
3. Hitung kebutuhan cairan
dilakukan untuk mengetahui kebutuhan
cairan yang dibutuhkan sehingga tubuh
Edukasi
tidak mengalami dehidrasi. (Briawan,
4. Anjurkan memperbanyak asupan D., Ekayanti, I., & Sedayu, T.R, 2011)
cairan oral 4. Memperbanyak asupan cairan oral
75
Observasi
81
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, Y., & Leniwita, H. (2019). Modul Keperawatan Bedah II. Jakarta:
Universitas Kristen Indonesia.
Aziz, A. A., & Sobaryati. (2020). Laporan Kasus: Tatalaksana Pasien Luka Bakar
Berat Dengan Trauma Inhalasi Di Unit Perawatan Intensif. Jurnal Ilmiah
WIDYA Kesehatan dan Lingkungan Volume 2 Nomor 1 November, 9-15.
Etty, Syam, Y., & Yusuf, S. (2021). Penggunaan Madu Topikal Efektif Terhadap
Penyembuhan Luka Kronis. Jurnal Keperawatan Silampari Volume 4
Nomor 2 Juni, 415-424.
Luthfa ,I., dkk. (2019). Perilaku Hidup Menentukan Kejadian Skabies. Jurnal
Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal 9(1),35-41
82
83
Silvia, E., Anggunan, Effendi, A., & Nurfaridza, I. (2020). Hubungan Antara
Jenis Kelamin Dengan Angka Kejadian Dermatitis Seboroik. Jurnal
Ilmiah Kesehatan Sandi Husada Volume 9 Nomor 1 Juni, 37-46.
Suzan, R., & Andayani , D. E. (2017). Tata Laksana Nutrisi Pada Pasien Luka
Bakar Listrik. Jambi Medical Journal Volume 5 Nomor 1, 1-13.