Anda di halaman 1dari 6

Bilirubin adalah pigmen kuning yang berasal dari perombakan heme dari

hemoglobin dalam proses pemecahan eritrosit oleh sel retikuloendotel. Di


samping itu sekitar 20% bilirubin berasal dari perombakan zat-zat lain. Sel
retikuloendotel membuat bilirubin tidak larut dalam air, bilirubin yang
disekresikan dalam darah harus diikatkan albumin untuk diangkut dalam plasma
menuju hati. Di dalam hati, hepatosit melepaskan ikatan dan mengkonjugasinya
dengan asam glukoronat sehingga bersifat larut air, sehingga disebut bilirubin
direk atau glukoroniltransferase, selain dalam bentuk  diglukoronida dapat juga
dalam bentuk bilirubin terkonjugasi. Proses konjugasi melibatkan enzim
glukoroniltransferase, selain dalam bentuk diglukoronida dapat juga dalam bentuk
monoglukoronida atau ikatan dengan glukosa, xylosa dan sulfat. terkonjugasi
dikeluarkan melalui proses energi kedalam sistem bilier (Baron.D.N,1981).

Bilirubin berikatan dengan albumin sehingga zat ini dapat diangkut ke seluruh
tubuh. Dalam bentuk ini, spesies molekular disebut bilirubin tak terkonjujgasi.
Sewaktu zat ini beredar melalui hati, hepatosit melakukan fungsi sebagai berikut :

1. Penyerapan bilirubin dan sirkulasi


2.  Konjugasi enzimatik sebagai bilirubin glukuronida
3.   Pengangkutan dan ekskresi bilirubin terkonjugasi ke dalam empedu
untuk dikeluarkan dari tubuh.
A. Metabolisme Bilirubin

Hati merupakan organ terbesar, terletak di kuadran kanan atas rongga


abdomen. Hati melakukan banyak fungsi penting dan berbeda-beda dan trgantung
pada sistem darahnya yang unik dan sel-selnya yang sangat  khusus. Hati tertutupi
kapsul fibroelastik berupa kapsul glisson. Kapsul glisson berisi pembuluh darah,
pembuluh limfe, dan saraf. Hati terbagi menjadi lobus kanan dan lobus kiri. Tiap
lobus tersusun atas unit-unit kecil yang disebut lobulus. Lobulus terdiri sel-sel
hati, disebut hepatosit yang menyatu dalam lempeng. Hepatosit dan jaringan hati
mudah mengalami regenerasi (Sudoyo, A.W. Dkk ; 2007).

Hati menerima darah dari 2 sumber, yaitu arteri hepatika (banyak mengandung
oksigen) yang mengalirkan darah ±500 ml/mnt dan vena porta (kurang kandungan
oksigen tapi kaya zat gizi, dan mungkin berisi zat toksik dan bakteri) yang
menerima darah dari lambung, usus, pankreas dan limpa; mengalirkan darah
±1000 ml/mnt. Kedua sumber tersebut mengalir ke kapiler hati yang disebut
sinusoid lalu diteruskan ke vena sentralis ditiap lobulus. Dan dari semua lobulus
ke vena hepatika berlanjut ke vena kava inferior. Tekanan darah di sistem porta
hepatika sangat rendah, ±3 mmHg dan di vena kava hampir 0 mmHg. Karena
tidak ada resistensi aliran melalui vena porta dan vena kava sehingga darah mudah
masuk dan keluar hati. Hati menjalankan berbagai macam fungsi terutama
metabolisme, baik anabolisme atau katabolisme molekul-molekul makanan dasar
(gula, asam lemak, asam amino) dilakukan oleh sel-sel hati (Sutedjo, A. Y. 2007).
Metabolisme bilirubin dalam hati dibagi menjadi 3 proses:

1. Pengambilan (uptake) bilirubin oleh sel hati


2. Konjugasi bilirubin
3. Sekresi bilirubin ke dalam empedu

B. Macam dan sifat bilirubin


a. Bilirubin terkonjugasi /direk

Bilirubin terkonjugasi /direk adalah bilirubin bebas yang bersifat larut


dalam air sehingga dalam pemeriksaan mudah bereaksi. Bilirubin terkonjugasi
(bilirubin glukoronida atau hepatobilirubin ) masuk ke saluran empedu dan
diekskresikan ke usus. Selanjutnya flora usus akan mengubahnya menjadi
urobilinogen

Bilirubin terkonjugasi bereaksi cepat dengan asam sulfanilat yang


terdiazotasi membentuk azobilirubin. Peningkatan kadar bilirubin direk atau
bilirubin terkonjugasi dapat disebabkan oleh gangguan ekskresi bilirubin
intrahepatik antara lain Sindroma Dubin Johson dan Rotor, Recurrent (benign)
intrahepatic cholestasis, Nekrosis hepatoseluler, Obstruksi saluran empedu.
Diagnosis tersebut diperkuat dengan pemeriksaan urobilin dalam tinja dan
urin dengan hasil negatif (ardjoeno, H, 2006.)

b.  Bilirubin tak terkonjugasi/ indirek


Bilirubin tak terkonjugasi (hematobilirubin) merupakan bilirubin bebas
yang terikat albumin, bilirubin yang sukar larut dalam air sehingga untuk
memudahkan bereaksi dalam pemeriksaan harus lebih dulu dicampur dengan
alkohol, kafein atau pelarut lain sebelum dapat bereaksi, karena itu dinamakan
bilirubin indirek. Peningkatan kadar bilirubin indirek mempunyai arti dalam
diagnosis penyakit bilirubinemia karena payah jantung akibat gangguan dari
delivery bilirubin ke dalam peredaran darah. Pada keadaan ini disertai dengan
tanda-tanda payah jantung, setelah payah jantung diatasi maka kadar bilirubin
akan normal kembali dan harus dibedakan dengan chardiac chirrhosis yang
tidak selalu disertai bilirubinemia (ardjoeno, H, 2006.)

C. Metode Pemeriksaan Bilirubin Total


Dalam pemeriksaan bilirubin total metode yang dipakai antara lain (Joyce
LeFever Kee. 2007) :
1.  Metode Jendrasik- Grof

Prinsip : Bilirubin bereaksi dengan DSA ( diazotized sulphanilic acid) dan


membentuk senyawa azo yang berwarna merah. Daya serap warna dari
senyawa ini dapat langsung dilakukan terhadap sampel bilirubin pada panjang
gelombang 546 nm. Bilirubin glukuronida yang larut dalam air dapat langsung
bereaksi dengan DSA, namun bilirubin yang terdapat di albumin yaitu
bilirubin terkonjugasi hanya dapat bereaksi jika ada akselerator. Total
bilirubin  bilirubin direk + bilirubin indirek

2. Colorimetric Test - Dichloroaniline (DCA)

Prinsip :Total bilirubin direaksikan dengan dichloroanilin terdiazotisasi


membentuk senyawa azo yang berwarna merah dalam larutan asam, campuran
khusus (detergen enables ) sangat sesuai untuk menentukan bilirubin total.
Reaksi : Bilirubin + ion diazonium  membentuk Azobilirubin dalam suasana
asam (Dialine Diagnostik ). (5:9)

D. Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Stabilitas Bilirubin Total


1. Sinar 
Stabilitas bilirubin dalam serum pada suhu kamar tidak stabil dan mudah
terjadi kerusakan terutama oleh sinar, baik sinar lampu ataupun sinar matahari.
Serum atau plasma heparin boleh digunakan, hindari sampel yang hemolisis
dan sinar matahari langsung. Sinar matahari langsung dapat menyebabkan
penurunan kadar bilirubin serum sampai 50% dalam satu jam, dan pengukuran
bilirubin total hendaknya dikerjakan dalam waktu dua hingga tiga jam setelah
pengumpulan darah. Bila dilakukan penyimpanan serum hendaknya disimpan
di tempat yang gelap, dan tabung atau botol yang berisi serum di bungkus
dengan kertas hitam atau aluminium foil untuk menjaga stabilitas serum dan
disimpan pada suhu yang rendah atau lemari pendingin (Widmann, F. K.
1989).

2.  Suhu Penyimpanan

Suhu merupakan faktor luar yang selalu berhubungan langsung terhadap


sampel, baik saat penyimpanan maupun saat pemeriksaan. Pemeriksaan kadar
bilirubin total sebaiknya diperiksa segera, tapi dalam keaadaan tertentu
pemeriksaan kadar bilirubin total bisa dilakukan penyimpanan. Dengan
penyimpanan yang benar stabilitas serum masih stabil dalam waktu satu hari
bila disimpan pada suhu 15 ºC-25ºC, empat hari pada suhu 2ºC-8ºC, dan tiga
bulan pada penyimpanan -20ºC . (DialineDiagnostik ). Lamanya sampel
kontak dengan faktor-faktor di atas berpengaruh terhadap kadar bilirubin
didalam sampel sehingga perlu upaya mengurangi pengaruh tersebut serta
mengoptimalkan kadar bilirubin total di dalam serum agar dapat bereaksi
dengan zat pereaksi secara sempurna, sedangkan reagen bilirubin total akan
tetap stabil berada pada suhu 2-8ºC dalam keadaan tertutup, terhindar dari
kontaminan dan sinar. Dalam hal ini dapat dimungkinkan bahwa penurunan
kadar bilirubin dipengaruhi oleh kenaikan suhu dan pengaruh sinar yang
berintensitas tinggi (Widmann, F. K. 1989).

E. Mekanisme gangguan metabolisme bilirubin :


Over produksi, Penurunan ambilan hepatic, Penurunan konjugasi hepatic,
Penurunan eksresi bilirubin ke dalam empedu (akibat disfungsi intrahepatik
atau obstruksi mekanik ekstrahepatik) (Baradero, M,2008):
1.  Over produksi,
Peningkatan jumlah hemoglobin yang dilepas dari sel darah merah yang
sudah tua atau yang mengalami hemolisis akan meningkatkan produksi
bilirubin. Penghancuran eritrosit yang menimbulkan hiperbilirubinemia paling
sering akibat hemolisis intravascular (kelainan autoimun, mikroangiopati atau
hemoglobinopati) atau akibat resorbsi hematom yang besar. Ikterus yang
timbul sering disebut ikterus hemolitik. Konjugasi dan transfer bilirubin
berlangsung normal, tetapi suplai bilirubin tak terkonjugasi melampaui
kemampuan sel hati. Akibatnya bilirubin tak terkonjugasi meningkat dalam
darah. Karena bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dalam air maka tidak dapat
diekskresikan ke dalam urine dan tidak terjadi bilirubinuria. Tetapi
pembentukkan urobilinogen meningkat yang mengakibatkan peningkatan
ekskresi dalam urine feces (warna gelap). Beberapa penyebab ikterus
hemolitik : Hemoglobin abnormal (cickle sel anemia hemoglobin), Kelainan
eritrosit (sferositosis heriditer), Antibodi serum (Rh. Inkompatibilitas
transfusi), Obat-obatan.
2.  Penurunan ambilan hepatic,
Pengambilan bilirubin tak terkonjugasi dilakukan dengan memisahkannya
dari albumin dan berikatan dengan protein penerima. Beberapa obat-obatan
seperti asam flavaspidat, novobiosin dapat mempengaruhi uptake ini.
3.  Penurunan konjugasi hepatic,
Terjadi gangguan konjugasi bilirubin sehingga terjadi peningkatan
bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini disebabkan karena defisiensi enzim
glukoronil transferase. Terjadi pada : Sindroma Gilberth, Sindroma Crigler
Najjar I, Sindroma Crigler Najjar II.
4. Penurunan eksresi bilirubin ke dalam empedu (akibat disfungsi
intrahepatik atau obstruksi mekanik ekstrahepatik),
Gangguan ekskresi bilirubin dapat disebabkan oleh kelainan intrahepatik
dan ekstrahepatik, tergantung ekskresi bilirubin terkonjugasi oleh hepatosit
akan menimbulkan masuknya kembali bilirubin ke dalam sirkulasi sistemik
sehingga timbul hiperbilirubinemia. Kelainan hepatoseluler dapat berkaitan
dengan : reaksi obat, hepatitis 1 / 3. Bilirubin direk merupakan pigmen
empedu yang telah diambil oleh hati dan dikonjugasikan menjadi bilirubin
diglukoronid yang larut dalam air.
Ardjoeno, H. dkk. 2006. Interpretasi Hasil Tes Laboratorium Diagnostik.
Universitas Hasanuddin Press. Makassar.

Baradero, M, M.W Ddayrit dan Y Siswadi. 2008. Klien Gangguan Hati.


Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Baron . D. N.1981. kapita selekta patologi klinik . Jakarta :penerbit buku


kedokteran (EGC) .

Joyce LeFever Kee. 2007. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium &


Diagnostik. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 

Sudoyo, A.W. Dkk ; 2007 ; Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I
ed.IV  Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas   Kedokteran Universitas Indonesia ; Jakarta

Sutedjo, A. Y. 2007. Buku Saku Mengenal Penyakit Melalui Hasil


Pemeriksaan Laboratorium. Amara Books. Yogyakarta.

Widmann, F. K. 1989. Tinjauan Klinis Atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium


Edisi 9. Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai