Anda di halaman 1dari 27

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Jaundice atau ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya
(membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh konsentrasi bilirubin yang
meningkat dalam sirkulasi darah.5
Ikterus obstruktif, disebabkan oleh obstruksi yang terjadi pada area antara duktus biliaris
sampai kanaliculi empedu sehingga terjadinya kegagalan dalam sekresi empedu yang kemudian
disebut sebagai obstruksi ekstrahepatik. 5

2.2 Etiologi
Jaundice dapat bersifat intra-hepatik (mengenai sel hati) dan ekstra-hepatik (mengenai
saluran empedu di luar hati). Pada kedua keadaan ini terdapat gangguan biokimia yang serupa.6
I. Intrahepatic
A. Viral hepatitis
1. Fibrosing cholestatic hepatitis, hepatitis B and C
2. Hepatitis A, Epstein-Barr virus, cytomegalovirus
B. Alcoholic hepatitis
C. Drug toxicity
1. Pure cholestasis anabolic and contraceptive steroids

1
2. Cholestatic hepatitis chlorpromazine, erythromycin estolate
3. Chronic cholestasis chlorpromazine and prochlorperazine
D. Primary biliary cirrhosis
E. Primary sclerosing cholangitis
F. Vanishing bile duct syndrome
1. Chronic rejection of liver transplants
2. Sarcoidosis
3. Drugs
G. Inherited
1. Progressive familial intrahepatic cholestasis
2. Benign recurrent cholestasis
H. Cholestasis of pregnancy
I. Total parenteral nutrition
J. Nonhepatobiliary sepsis
K. Benign postoperative cholestasis
L. Paraneoplastic syndrome
M. Venoocclusive disease
N. Graft-versus-host disease
O. Infiltrative disease
1. TB
2. Lymphoma
3. Amyloid
P. Infections
1. Malaria
2. Leptospirosis
II. Extrahepatic
A. Malignant
1. Cholangiocarcinoma
2. Pancreatic cancer
3. Gallbladder cancer

2
4. Ampullary cancer
5. Malignant involvement of the porta hepatis lymph nodes
B. Benign
1. Choledocholithiasis
2. Postoperative biliary structures
3. Primary sclerosing cholangitis
4. Chronic pancreatitis
5. AIDS cholangiopathy
6. Mirizzi's syndrome
7. Parasitic disease (ascariasis)

Berdasarkan etiologi di atas maka sangat penting untuk mengetahui metabolisme bilirubin
hingga mengetahui bagaimana proses patologis dapat berlangsung:
Metabolisme bilurubin terdiri dari 5 fase yaitu:5

1. Pembentukan bilirubin
Bilirubin dibentuk dari katabolisme heme. Sekitar 250-350mg (sekitar 4mg/kgBB)
bilirubin terbentuk tiap hari, dimana 70-80% berasal dari pemecahan eritrosit yg telah
matang (biasanya di limfa) dan 20-30% dari protein hem lain (berada di sumsum tulang dan
hati). Berikut ini mekanisme pembentukan bilirubin:

3
Hemoglobi
n

Heme Globi
n

Porfirin Fe Asam
Amin
o

Biliverdi
n
Untuk
sintesis
protein lagi
Bilirubin tak
Terkonjugas
i

Pemecahan heme menjadi porfirin dan Fe dibantu oleh enzim heme oksigenase.
Biliverdin diubah menjadi bilirubin tak terkonjugasi oleh enzim biliverdin reduktase. Adanya
proses hemolisis darah akan meningkatkan kadar bilirubin.

2. Transport Plasma
Bilirubin tak terkonjugasi bersifat lipofilik (suka lemak/tidak larut air). Karena sifat
tersebut bilirubin tak terkonjugasi membutuhkan suatu transporter yaitu albumin. Nantinya
bilrubin tak terkonjugasi akan berikatan dengan albumin di dalam pembuluh darah dan
ditransfer menuju ke hepar. Bilirubin tak terkonjugasi tidak bisa melewati glomelurus,
sehingga tidak ada di air seni. Ikatan bilirubin tak terkonjugasi dengan albumin bisa melemah
pada keadaan:

4
a) Asidosis
b) Efek obat-obatan atau antibiotika tertentu, seperti sulfonamide, salisilat, sodium
benzoat, gentamicin.

3. Liver Uptake
Merupakan proses pengambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh hepar. Nantinya bilirubin
tak terkonjugasi akan berikatan dengan ligandin, protein Y, atau protein Z (kebanyakan
protein Y). proses ini berlangsung di sel parenkim hepar (hepatosit).

4. Konjugasi
Bilirubin tak terkonjugasi akan dikonjugasikan di dalam retikulum endoplasma hepatosit.
Bilirubin tak terkonjugasi bersifat non polar akan dikonjugasikan agar bersifat polar, sehingga
nantinya bisa larut dalam air. Bilirubin tak terkonjugasi akan dikonjugasikan dengan asam
glukoronat dan diekresikan ke dalam kantong empedu dalam bentuk bilirubin diglukoronida
(bilirubin terkonjugasi). Berikut ini prosesnya:

5. Ekresi Bilirubin
Proses ekresi bilirubin terkonjugasi mula-mula dari kanalikulus menuju ke duktus
hepatikus sinistra dan dekstra. Setelah itu akan bertemu di duktus hepatikus komunis dan akan
dialirkan menuju duktus sistikus dan pada akhirnya sampai ke kantong empedu. Nantinya
bilirubin terkonjugasi akan dialirkan menuju ke duodenum, dengan sebelumnya melewati
duktus biliaris komunis dan ampula vater. Sampai duodenum, bilirubin terkonjugasi akan

5
dialirkan menuju ilium dan colon. Sampai ilium terminalis dan kolon, gugus glukoronida akan
dilepaskan oleh enzim bakteri spesifik yaitu enzim beta glukoronidase. Nantinya sisa bilirubin
yg ada akan direduksi oleh flora normal usus menjadi senyawa tetrapirolik yaitu urobilinogen.
Sebanyak 85% urobilinogen akan diubah menjadi urobilin dan sterkobilin yang akan
mewarnai feses. Sisanya 15% akan direabsorpsi kembali ke hepar, lewat siklus urobilinogen
ekstrahepatik dan sekitar 1% dari sisa tersebut akan dialirkan ke ginjal. Di ginjal akan diubah
menjadi urobilin dan akan memberi warna pada urin. Kadar normal bilirubin total 0,3-1
mg/dl.

2.3 Epidemiologi
Penyakit batu empedu sering terjadi pada sebagian besar masyarakat Barat. Sekitar
l5% penduduk Amerika menderita batu empedu, dan sekitar 650.000 sampai 700.000
operasi Chole-cystectomy dilakukan setiap tahun. Lebih dari 98% dari semua gangguan
pada saluran empedu berhubungan dengan batu empedu. Gejala dan komplikasi yang
berhubungan dengan batu empedu adalah salah satu gangguan pencernaan, yang biaya
paling besar, biaya tahunannya diperkirakan hampir 6,5 miliar Dollar Amerika, melebihi
total gabungan untuk penyakit hati kronis dan sirosis ($1,600,000,000), hepatitis C kronis
($ 800,000,000) dan penyakit pankreas ($ 2,200,000,000) 7
Batu empedu paling sering ditemukan di dalam kandung empedu, tetapi batu
empedu dapat melewati duktus sistikus menjadi batu saluran empedu intrahepatik atau
ekstrahepatik. Sepuluh sampai lima belas persen penderita batu kandung empedu akan
didiagnosa dengan common bile duct stones (batu saluran empedu). 7
Dalam beberapa situasi tertentu, batu saluran empedu dapat dibentuk oleh batu
empedu intrahepatik primer atau ekstrahepatik primer tanpa melibatkan kandung empedu.
Batu saluran empedu primer jauh lebih sering terjadi pada pasien keturunan Asia
dibandingkan dengan orang-orang keturunan Eropa. Dalam masyarakat Barat, batu
empedu biasanya disebabkan oleh kolesterol.7

6
2.4 Faktor Risiko
Batu empedu mempengaruhi sekitar satu juta orang setiap tahun, dengan rasio
perempuan yang dua kali lebih tinggi daripada laki-laki. Mereka yang paling mungkin
menderita batu empedu antara lain8 :
- Wanita, usia 20 - 60
- Pasien dengan usia 60 +
- Pasien dengan kelebihan berat badan (obese)
- Wanita hamil, atau wanita yang telah menggunakan pil KB atau
terapi pengganti estrogen (estrogen replacement therapy)
- penduduk asli Amerika
- Meksiko-Amerika

Faktor-faktor lain juga tampaknya memainkan peran dalam menyebabkan batu empedu
namun bagaimana tidak jelas. Antaranya: 8

- Diet Rendah kalori, dan diet penurunan berat badan yang cepat
- puasa berkepanjangan
- Peningkatan kadar estrogen sebagai akibat dari kehamilan
- terapi hormon
- Pil KB

2.5 Patofisiologi
Untuk memahami bagaimana jaundice terjadi, proses patologis yang menyebabkan
penyakit kuning untuk timbul efeknya harus difahami. Penyakit kuning itu sendiri bukanlah
penyakit, melainkan salah satu tanda dari banyak kemungkinan proses patologis yang mendasari
yang terjadi di beberapa titik di sepanjang jalur fisiologis normal metabolisme bilirubin.2
Ketika sel-sel darah merah telah menyelesaikan masa hidup mereka sekitar 120 hari, atau
ketika mereka rusak, membran mereka menjadi rapuh dan rawan pecah. Karena setiap sel darah
merah akan melalui sistem retikuloendotelial. Isi seluler, termasuk hemoglobin, kemudian

7
dialihkan ke dalam darah. Hemoglobin dibagi menjadi porsi heme dan globin. Bagian globin
akan terdegradasi menjadi asam amino dan akan digunakan kembali. Dua reaksi kemudian
mengambil tempat dengan molekul heme.6,7
Reaksi oksidasi pertama dikatalisis oleh enzim mikrosomal heme oxygenase dan
menghasilkan biliverdin (pigmen warna hijau), besi dan karbon monoksida. Langkah selanjutnya
adalah pengurangan biliverdin untuk pigmen warna kuning yang disebut bilirubin tetrapyrol oleh
sitosol enzim biliverdin reduktase. Bilirubin ini adalah adalah bilirubin yang tak terkonjugasi
atau bebas atau. Sekitar 4 mg per kg bilirubin diproduksi setiap hari3. Mayoritas bilirubin ini
berasal dari pemecahan heme dari sel darah merah. Namun sekitar 20 persen berasal dari sumber
heme lain, termasuk eritropoiesis yang tidak efektif, dan pemecahan heme mengandung protein
lain, seperti mioglobin otot dan sitokrom1.
Bilirubin tak terkonjugasi kemudian meneruskan perjalanan ke hati melalui aliran darah.
Karena bilirubin ini tidak larut, namun diangkut dengan protein karier yaitu albumin serum3.
Setelah tiba di hati, bilirubin akan mengalami proses konjugasi dengan asam glukuronat untuk
membentuk bilirubin diglucuronide, atau bilirubin terkonjugasi yang akan menjadi lebih larut air.
Reaksi dikatalisis oleh enzim transferase UDP-glucuronyl. Bilirubin terkonjugasi ini
diekskresikan dari hati ke saluran empedu sebagai bagian dari empedu.1,3
Bakteri usus mengubah bilirubin menjadi urobilinogen. Dari sini urobilinogen dapat
mengambil dua jalur. Hal ini dapat baik lebih lanjut diubah menjadi stercobilinogen, yang
kemudian teroksidasi menjadi stercobilin dan diekskresi dalam tinja, atau dapat diserap oleh sel-
sel usus, diangkut dalam darah ke ginjal, dan dibuang melalui urin sebagai produk urobilin yang
teroksidasi. Stercobilin dan urobilin adalah produk yang bertanggung jawab untuk warna kotoran
dan urine.5
Kelainan atau gangguan pada jalur metabolisme bilirubin ini akan menyebabkan
gangguan keseimbangan produksi bilirubin dan selanjutnya akan menyebabkan kelainan yang
disebut dengan jaundice. Jaundice dapat dibagi kepada tiga bagian utama berdasarkan letak
kelainannya yaitu, prehepatik, intraheptik dan ekstrahepatik.4
Jaundice prehepatik adalah kuning yang disebabkan gangguan metabolisme bilirubin dari
pemecahan sel darah merah yang berlebihan manakala pada jaundice intrahepatic terdapat
ganguan konjugasi dan uptake dari bilirubin yang dapat disebabkan oleh kerusakan jaringan hati
(sirosis).9

8
Empedu yang disekresikan terus menerus oleh hepar masuk kedalam duktus biliaris yang
kecil dalam hepar. Duktus biliaris yang kecil bersatu dan membentuk dua saluran yang lebih
besar yang keluar dari permukaan bawah hepar sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri yang
segera bersatu menjadi duktus hepatikus komunis.
Duktus hepatikus komunis bergaung dengan duktus sistikus menjadi duktus kholedekus
yang akan bersatu dengan duktus pankreatikus membentuk ampula vateri yang bermuara di
duadenum. Penimbunan pigmen empedu dalam tubuh menyebabkan warna kuning sampai
kehijauan pada jaringan yang disebut ikterus dan ini merupakan tanda penting dari penyakit hati,
saluran empedu dan penyakit darah.
Mekanisme terjadinya ikterus adalah menyangkut pengertian pembentukan, transport,
metabolisme dan ekresi bilirubin. Terdapat 4 mekanisme dimana hiperbilirubinemia dan ikterus
dapat terjadi :
1.Pembentukan bilirubin berlebihan
2.Gangguan pengambilan bilirubin tak terkonyugasi oleh hati
3.Gangguan konyugasi bilirubin
4.Pengurangan eksresi bilirubin terkonyugasi dalam empedu akibat faktor intrahepatik
dan ekstra hepatik yang bersifat obstruksifungsional/mekanik.
Penyebab ikterus kholestatik bisa intra hepatik atau ekstrahepatik. Penyebab intra hepatik
adalah inflamasi, batu, tumor, kelainan kongenital duktus biliaris. Kerusakan dari sel paremkim
hati menyebabkan gangguan aliran dari garam bilirubin dalam hati akibatnya bilirubin tidak
sempurna dikeluarkan kedalam duktus hepatikus karena terjadinya retensi dan regurgitasi. Jadi
akan terlihat peninggian bilirubin terkonyugasi dan bilirubin tidak terkonyugasi dalam serum.
Penyumbutan duktus biliaris yang kecil intrahepatal sudah cukup menyebabkan
ikterus. Kadang-kadang kholestasis intra hepatal disertai dengan obstruksi mekanis didaerah
ekstra hepatal. Obstruksi mekanik dari aliran empedu intra hapatal yang disebabkan oleh
batu/hepatolith biasanya menyebabkan fokal kholestasis, keadaan ini biasanya tidak terjadi hiper
bilirubinemia karena dikompensasi oleh hepar yang masih baik. Kholangitis supuratif yang
biasanya disertai pembentukan abses dan ini biasanya yang menyebabkan ikterus. Infeksi
sistemik dapat mengenai vena porta akan menyebabkan invasi kedinding kandung empedu dan
traktus biliaris.

9
Pada intra hepatik kholestasis biayanya terjadi kombinasi antara kerusakan sel hepar dan
gangguan metabolisme (kholestasis dan hepatitis). Ekstra hepatik kholestatik disebabkan
gangguan aliran empedu kedalam usus halus sehingga akibatnya terjadi peninggian bilirubin
terkonyugasi dalam darah. Penyebab yang paling sering dari ekstra hepatik kholestatik adalah
batu diduktus kholedekhus dan duktus sistikus, tumor duktus kholedekus, kista duktus
kholeskhus, tumor kaput pankreas, sklerosing kholangitis.

2.6 Diagnosa
Langkah pertama pendekatan diagnosis pasien dengan obstructive jaundice ialah melalui
anamnesis, pemeriksaan fisik yang teliti, pemeriksaan faal hati dan pemeriksaan radiologi.

1. Anamnesis
Anamnesis yang teliti harus dilakukan untuk membedakan etiologi ikterus, apakah
penyebab ikterus karena adanya obstruksi (post-hepatic) atau karena gangguan pre-hepatic atau
hepatic. Hasil anamnesis yang sering ditemukan pada pasien dengan obstructive jaundice adalah
timbulnya kekuningan pada seluruh tubuh, warna urin seperti teh pekat, feses berwarna dempul
dan pruritus6.
Keluhan nyeri kolik di daerah epigastrium, ikterus intermiten dan demam lebih
mengarahkan kepada koledokolitiasis dan kolangitis asensdens. Kolik bilier adalah nyeri pada
kuadran kanan atas yang disertai dengan mual dan muntah. Nyeri dapat menjalar ke dada. Nyeri
terasa sangat hebat dan dapat bertahan selama beberapa menit hingga beberapa jam. Seringkali
nyeri muncul pada waktu malam hingga pasien terbangun dari tidur. Episode minor dari keluhan
tersebut dapat muncul pada siang hari secara intermiten16. Kolik bilier dapat dicetus setelah
konsumsi makanan yang tinggi lemak, konsumsi makanan yang banyak setelah berpuasa dengan
lama, atau konsumsi makanan yang biasa10. Obstruksi yang disebabkan oleh malignansi
menimbulkan keluhan seperti penurunan berat badan, timbul massa di abdomen dan nyeri
epigastrium yang menjalar ke punggung5. Riwayat trauma pada abdomen dapat menyebabkan
kolesistitis. Riwayat operasi pada kandung empedu dan traktus biliaris boleh menyebabkan
striktur2. Riwayat cacing dalam feses mengarahkan kepada infeksi parasit.

10
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Pada obstructive
jaundice, hasil inspeksi yang sering ditemukan adalah sklera ikterus dan ikterus di seluruh tubuh.
Massa di abdomen dapat dilihat pada pasien dengan malignansi kandung empedu atau pankreas.
Hepatomegali sering ditemukan sewaktu palpasi abdomen pada obstructive jaundice.
Kandung empedu yang membesar dan teraba tanpa nyeri (Courvoisier’s sign) menunjukkan
adanya sumbatan pada saluran empedu bagian distal yang lebih sering disebabkan oleh tumor
peripankreatik. Murphy’s sign yang positif sering ditemukan pada kolesistitis, yaitu rasa nyeri
dan penghentian nafas sewaktu palpasi pada margin subcostal kanan saat inspirasi 16. Perkusi
abdomen dapat menimbulkan pekak hati yang menandakan terjadinya pembesaran hati.

3. Pemeriksaan laboratorium
i) Biokimia/hematologi
Kadar bilirubin serum biasanya meningkat melebihi 1-2 mg/dl, terutamanya bilirubin
yang terkonjugasi. Secara umumnya, pasien dengan penyakit kandung empedu mempunyai
hiperbilirubinemia yang lebih sedikit dibandingkan dengan pasien dengan malignansi.
Kadar alkali fosfatase, suatu enzim yang diproduksi oleh hati, boleh meningkat sehingga
10 kali lipat dari kadar normal. Peningkatan kadar aspartate transaminase dan alanine
transaminase juga boleh mencapai 10 kali lipat namun akan menurun dengan cepat setelah
obstruksi teratasi. Pada kanker pankreas dan kanker lain yang obstruktif, alkali fosfatase
meningkat tetapi enzim-enzim transaminase tetap normal.
Tumor marker seperti CA 19-9, CEA dan CA-125 secara umumnya meningkat pada
kanker pankreas, kolangiokarsinoma, dan kanker peri-ampulla tetapi tidak spesifik dan
kemungkinan meningkat pada penyakit hepatobilier benigna yang lain5.
Leukositosis, eosinofilia dan penemuan telur cacing pada pemeriksaan feses mikroskopik
dapat dijumpai pada kasus-kasus obstructive jaundice dengan etiologi infeksi parasit10.

4. Pemeriksaan Radiologi
Sasaran pemeriksaan radiologi adalah :
- Untuk mengkonfirmasi kehadiran obstruksi ekstrahepatik.
- Untuk menentukan tingkat obstruksi

11
- Untuk menentukan penyebab spesifik obstruksi
- Untuk memberikan informasi tambahan berkenaan dengan diagnosis (contoh: informasi
stadium pada kasus malignansi)

Pemeriksaan Radiologi Imaging pada Ikterus Obstruksi Banyak Pemeriksaan


Radiologi/Imaging yang dapat dilakukan untuk Diagnosa :

1. Ultrasonografi transabdominal
adalah modalitas pemeriksaan yang paling sering digunakan karena akurat, cepat
diperoleh hasil dan tidak mahal. Namun USG tersebut sangat dependen terhadap keahlian
operatornya dan suboptimal karena lemak berlebihan dan gas intraluminal usus. USG
transabdominal dapat menggambarkan kalkuli bilier, ukuran kandung empedu, ketebalan
dari dinding kandung empedu dan ukuran common bile duct. Pada pasien dengan
obstructive jaundice USG sangat membantu dalam mengidentifikasi apakah disebabkan
oleh proses intra-hepatik atau ekstra-hepatik. Selain itu, penyebab dari obstruksi juga
dapat diidentifikasi, apakah disebabkan oleh batu kandung empedu, atau lesi pada
common bile duct yang mengarahkan kepada kolangiosarkoma atau pembesaran dari
kaput pankreas.4
Mendiagnosa penyakit yang menyebabkan kholestasis.meriksaan USG sangat
mudah dengan melihat pelebaran duktus biliaris intra/ekstra hepatal sehingga dengan
mudah dapat mendiagnosis apakah ada ikterus onstruksi atau ikterus non obstruksi.
Apabila terjadi sumbatan daerah duktus biliaris yang paling sering adalah bagian distal
maka akan terlihat duktus biliaris komunis melebar dengan cepat yang kemudian diikuti
pelebaran bagian proximal. Untuk membedakan obstruksi letak tinggi atau letak rendah
dengan mudah dapat dibedakan karena pada obstruksi letak tinggi atau intrahepatal tidak
tampak pelebaran dari duktus biliaris komunis. Apabila terlihat pelebaran duktus biliaris
intra dan ekstra hepatal maka ini dapat dikategorikan obstruksi letak rendah (distal).1
Pada dilatasi ringan dari duktus biliaris maka kita akan melihat duktus biliaris
kanan berdilatasi dan duktus biliaris daerah perifer belum jelas terlihat berdilatasi.
Gambaran duktus biliaris yang berdilatasi bersama-sama dengan vena porta terlihat
sebagai gambaran double vessel, dan imajing ini disebut “double barrel gun sign” atau
sebagai “paralel channel sign”. Pada potongan melintang pembuluh ganda tampak

12
sebagai gambaran cincin ganda membentuk “shot gun sign”. Pada dilatasi berat duktus
biliaris maka duktus biliaris intra hepatal bagian sentral dan perifer akan sangat jelas
terlihat berdilatasi dan berkelok-kelok.4
Batu dalam empedu mungkin tunggal maupun multipel. Kadang-kadang akan
didapatkan batu yang bertindak sebagai katup sehingga akan timbul fluktuasi dalam
intensitas ikterusnya. Batu akan tampak sebagai struktur hiper ekhoik dengan bayangan
akustik dibelakangnya.
Batu dibagian distal saluran empedu ekstra hepatik lebih sukar ditegakkan
diagnosisnya dibandingkan dengan batu dibagian proksimal saluran empedu ekstra
hepatik. Batu bisa timbul di saluran intra hepatik maupun di ekstra (duktus choledochus).
Kholedokkholitiasis adalah batu didalam duktus choledocchus. Batu ini bisa single
maupun multiple. Batu yang tertanam biasanya terjadi di bagian bawah duktus diatas
ampula vateri. Intensitas ikterus biasanya fluktuasi/hilang timbul dimana batu bertindak
sebagai katup (“ball valve”).5
Obstruksi partial masih mengeluarkan cairan empedu ke dalam duadenum. Secara
sonografi terlihat Common Bile Duct (CBD) berdilatasi, tampak bayangan hiper ekhoik
dengan bayangan akustik. Batu akan mudah terlihat karena dikelilingi oleh cairan
empedu, diagnosis akan lebih sulit katika seluruh saluran empedu tertutup/terisi oleh
batu, dimana kontras antara cairan empedu dan batu menghilang. Serta tampak hanya
sebagai akustik shadow yang mungkin diduga sebagai gas echo dari duodenum.5
2. Foto polos abdomen

Pada pemeriksaan ini diharapkan dapat melihat batu opak dikandung empedu
atau di duktus kholedekus. Kadang-kadang pemeriksaan ini dipakai untuk skrening,
melihat keadaan secara keseluruhan dalam rongga abdomen.
3. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)
ERCP merupkan tindakan yang langsung dan invasif untuk mempelajari traktus
biliaris dan sistem duktus pankreatikus. Ditangan yang berpengalaman ERCP
mempunyai keberhasilan yang cukup tinggi dan tingkat keakuratan atau ketepatan
kurang lebih 90%. Indikasi pemeriksaan ERCP yaitu :
A. Penderita ikterus yang tidak atau belum dapat ditentukan penyebabnya apakah
sumbatan pada duktus biliaris intra atau ekstra hepatik seperti :

13
 Kelainan di kandung empedu
 Batu saluran empedu
 Striktur saluran empedu
 Sclerosing cholangitis
 Kista duktus kholedokhus
B. Pemeriksaan pada penyakit pankreas atau diduga ada kelainan pankreas serta
untuk menentukan klainan baik yang jinak maupun ganas sperti :
 Keganasan pada sistem hepatobilier dan pankreas
 Pankreatitis kronis
 Tumor pankreas
 Metastase tumor ke sistem biliaris atau pankreas.
Kelainan saluran empedu baik yang intra hepatic maupun ekstra hepatic
memberikan gambaran misalnya fibrosis menyebabkan gambaran contour ireguler
dengan bagian-bagian striktur dan melebar. Gambaran ini terlihat pada daerah
sclerosing cholangitis. Penyempitan lokal karena infiltra tumor menyebabkan dilatasi
pada daerah proksimal obstruksi. Salah satu penyebab tersering dari tersumbatnya
duktus biliaris ekstra hepatal adalah kholedokolitiasis, tampak gambaran defect
pengisian yang radioluscen. Penyakit yang dapat menyebabkan penyumbatan di daerah
distal duktus biliaris adalah berbagai jenis tumor primer seperti :
 Karsinoma primer saluran empedu
 Metastase karsinoma
 Karsinoma kaput pankreas
 Pankreatitis kronis
 Karsinoma papila vateri
Bila terdapat striktur duktus biliaris dan permukaan mukosa duktus biliaris
ireguler, kemungkinan suatu infilrasi tumor. Karsinoma pankreas dan pankreatitis
kronis selalu menyebabkan striktur kedua saluran. Pada pankreatitis kronis terjadi
atrofi parenkin pankreas, duktus pankreatikus utama dan cabang-cabangnya dapat
berdilatasi dan ireguler serta kadang- kadang dapat terlihat gambaran striktur. Sering juga
diketemukan kalsifikasi dan batu di dalam duktus pankreatikus. Gambaran pada

14
karsinoma pankreas adalah striktur dan penyumbatan duktus pankreatikus dengan
terputusnya cabang ke lateral serta duktus biliaris.7,8
Tumor dapat mengalami nekrotik dan kontran mungkin dapat masuk
kedalam tumor. Striktur karena keganasan dapat menyerupai striktur karena proses
jinak. Biasanya dilakukan aspirasi yang diambil melalui kanul untuk kemudian
dilakukan pemeriksaan sitologi. Akurasi deteksi karsinoma pankrea dengan ERCP
cukup tinggi sampai 97%.
4. Magnetic Resonance Cholangiopancreaotography (MRCP)5,6
MRCP adalah pemeriksaan duktus biliaris dan duktus pankreatikus dengan
memakai pesawat MRI. Dengan memakai heavily T2W acquisition untuk
memaksimalkan signal dari cairan yang menetap pada duktus biliaris dan duktus
pankreatikus.
Kelebihan MRCP dibandingkan dengan ERCP :
 MRCP non invasif, tanpa radiasi, dilakukan pada pasien rawat jalan tanpa
analgesik atau premedikasi dan tidak menyebabkan resiko terjadinya akut
pankreatitis.
 Resolusi MRCP untuk duktus utama mendekati ERCP MRCP dapat
dilakukan pada pasien yang endoskopi tidak berhasil seperti dengan
operasi gaster/pankreas sebelumnya, obstruksi jalan keluar gaster atau
transplantasi pankreas.
 MRCP dapat dikombinasikan dengan konvensional MR abdomen atas
untuk penelitian yang menyeluruh dari hati, pankreas dan struktur vascular
yang berdekatan.
 Pasien dengan oklusi total duktus pankreatikus utama, MRCP
menunjukkan proksimal anatominya.
 MRCP dapat menunjukkan kista atau koleksi cairan yang berdekatan
dengan pankreas yang tidak berhubungan dengan duktus pankreatikus dan
tidak tampak sebagai bayangan opak pada ERCP.

15
5. Percutaneus Transhepatic Billiary Drainage (PTBD)
 Tehnik sama dengan PTC hanya disini kateter masuk sampai melampaui
obstruksi dan bisa sampai duodenum
 Lebih ke arah terapi, karena flow dan cairan empedu masuk kedalam “side
hole” dari kateter7,8,9

2.7 Penatalaksanaan

Tatalaksana ikterus sangat tergantung pada penyakit dasar penyebabnya. Jika penyebabnya
adalah penyakit hepatosesuler, biasa ikterus akan menghilang sejalan dengan perbaikan
penyakitnya. Jika penyebabnya adalah sumbatan bilier ekstra-hepatik biasanya membutuhkan
tindakan pembedahan.15

1. Tatalaksana kolelitiasis dapat dilakukan tindakan operatif kolesistektomi,


yaitu mengangkat batu dan kandung empedu. Kolesistektomi dapat berupa
kolesistektomi elektif konvensional (laparatomi) atau dengan menggunakan
laparaskopi.15
Indikasi kolesistektomi elektif konvensional maupon laparoskopik adalah
kolelitiasis asimptomatik pada penderita diabetis mellitus karena serangan kolesistitis
akut dapat menimbulkan komplikasi berat. Indikasi lain adalah kandung empedu yang
tidak terlihat pada kolesistografi oral, yang menandakan stadium lanjut, atau kandung
empedu dengan batu besar berdiameter lebih dari 2 cm karena batu yang besar lebih
sering menyebabkan kolesistitis akut dibanding dengan batu yang kecil. Indikasi lain
adalah kalsifikasi kandung empedu karena dihubungkan dengan kejadian karsinoma.15

2. Tatalaksana tumor ganas saluran empedu


Tatalaksana terbaik adalah dengan pembedahan. Adenokarsinoma saluran empedu
yang baik untuk direseksi adalah yang terdapat pada duktus koledokus bagian distal atau
papilla vater. Pembedahan dilakukan dengan cara Whipple, yaitu pankreatiko-
duodenektomi.15

16
3. Bedah dekompresi portoenterostomi
Langkah pertama bedah portoenterostomi adalam membuka agamentum
hepatoduodenale untuk mencari sisa saluran empedu ektrahepatik yang berupa jaringan
fibrotik. Jaringan fibrotik ini diikuti terus kearah hilus hati untuk menemukan ujung
saluran empedu yang terbuka di permukaan hati. Rekontruksi hubungan saluran empedu
di hati dengan saluran cerna dilakukan dengan menjahitkan yeyunum ke permukaan hilus
hati. Apabila atresia hanya terbatas pada duktus hapatikus komunis, sedangkan kandung
empedu dan duktus sitikus serta duktus koledokus paten maka cukup kandung empedu
saja yang disambung dengan permukaan hati di daerah hilus. Pada bayi atresia saluran
empedu yang dapat dikoreksi langsung, harus dilakukan anastomosis mukosa dengan
mukosa antara sisa saluran empedu den duodenum atau yeyunum.11
Komplikasi pascabedah adalah kolangitis berulang timbul pada 30-6-% penderita
yang dapat hidup lama. Kolangitis umumnya mulai timbul 6-9 bulan setelah dibuat
anastomosis. Pengobatan kolongitis adalah dengan pemberian antibiotik selama dua
minggu.15
Jika dilakuakan transplantasi hati, keberhasilan hati setelah satu tahun berkisar
antara 65-80%. Indikasi transplantasi hati adalah atresia bilier intrahepatik yang disertai
gagal hati.15

2.8 Komplikasi

Komplikasi kolestasis tergantung kepada durasi dan intensitas penyakit kuning. Obstruksi
jaundice dapat menyebabkan kerusakan sel setelah 1 bulan terjadinya obstruksi, dan hal ini dapat
mengakibatkan obstruksi bilier sekunder.
Kolangitis akut antara komplikasi yang dapat timbul yang berhubungan dengan obstruksi
saluran empedu dan merupakan komplikasi yang paling umum dari striktur yang, paling sering
pada tingkat CBD.
Pada awalnya, empedu bersifat steril. Saat timbulnya obstruksi, aliran menjadi stasis
sehingga bakteri mampu berkolonisasi dan bermultiplikasi dalam empedu. Bahaya akut dari
ikterus obstruksi adalah terjadinya infeksi saluran empedu (kolangitis akut), terutama apabila
terdapat nanah di dalam saluran empedu dengan tekanan tinggi seperti kolangitis piogenik akut

17
atau kolangitis supuratifa. Kematian terjadi akibat syok septik dan kegagalan berbagai organ.
Peningkatan tekanan intraductal terjadi dan dapat menyebabkan refluks isi empedu dan
bakteremia, yang dapat menyebabkan syok septik dan kematian.

Kegagalan garam empedu untuk mencapai usus akan menyebabkan malabsorpsi lemak
dengan steatorrhea. Selain itu, vitamin yang larut dalam lemak A, D, E, dan K tidak diserap,
sehingga kekurangan vitamin. Hemostasis tidak teratur dengan prothrombin time berkepanjangan
lanjut dapat mempersulitkan pasien ini dengan lebih lanjut. Cholestyramine dan colestipol,
digunakan untuk mengobati pruritus, mengikat garam empedu dan dapat memperburuk
kekurangan vitamin ini.
Selain itu akibat obstruksi kronis dan atau kolangitis kronik yang berlarut-larutan pada
akhirnya akan terjadi kegagalan faal hati akibat sirosis biliaris. Icterus obstruksi yang tidak dapat
dikoreksi baik secara medis kuratif maupun tindakan pembedahan mempunyai prognosis yang
jelek diantaranya akan timbul sirosis biliaris.

Bila penyebabnya adalah tumor ganas, penderita mempunyai prognosis jelek.


Antara komplikasi penyebab morbiditas dan mortalitas adalah:12
1. Sepsis khususnya kolangitis yang menghancurkan parenkim hati
2. Hepatic failure akibat obstruksi kronis saluran empedu
3. Renal failure
4. Perdarahan gastro intestinal

2.9 Pencegahan

Dalam mencegah terjadinya suatu obstruksi jaundice kita harus pertama kali mempelajari
faktor resikonya. Setelah itu menerapkan ilmu tersebut ke dalam kehidupan seharian kita.
Lifestyle changes yang boleh dilakukan adalah peningkatan serat dalam diet seharian, penurunan
konsumsi gula dan lemak tepung yang dapat membentuk batu empedu dan jika seseorang
individu seseorang yang overweight bahkan obese harus menyesuaikan berat badan sesuai jenis
kelamin, usia dan tinggi badan.17

18
BAB III
LAPORAN KASUS

No. Ruangan : 910


Hari/tanggal MRS : Jumat /02 Maret 2018
DPJP : dr. Sahat Halim, M.Ked(PD), Sp.PD

3.1 Status Pasien


Nama : Ahmad Yasin Nasution
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Umur : 40 tahun 00 bulan 14 Hr
No.RM : 05.75.77
Status perkawinan : Belum Menikah
Alamat : Jl. Tanjung 3 LK X No.129 BLOK 03
Pekerjaan : Wiraswasta

3.2 Anamnesis
Keluhan Utama : Nyeri perut bagian kanan atas
Telaah :
Pasien laki-laki umur 40 tahun datang ke IGD Rs. Royal
Prima dengan keluhan nyeri perut bagian kanan atas, nyeri seperti
di tusuk-tusuk yang sudah di alami selama 2 hari. Intensitas nyeri
selalu bertambah. Nyeri tidak berkurang dengan perubahan posisi.
Pasien mengira dirinya sakit maag, sehingga pasien mengkonsumsi
obat omeprazole dan antasida yang dibeli diapotik, tetapi nyeri
tidak berkurang.
Selain itu pasien juga mengeluhkan mual muntah, muntah
sebanyak 3x , yang di muntahkan apa yang di makan sebelumnya
hingga cairan yang keluar dari mulut pasien terasa pahit.
Pasien mengatakan bahwa 3 tahun yang lalu pasien pernah
dirawat inap di Rs. Advend, dari hasil pemeriksaan didapatkan
adanya batu empedu, dan Rs tersebut menganjurkan untuk
dilakukan operasi, tetapi pasien menolak, pasien hanya
mengkonsumsi obat-obatan herbal, dan mengatakan nyerinya
berkurang setelah mengkonsumsi obat herbal tersebut.

Riwayat Penyakit Terdahulu : batu empedu

Riwayat Pemakaian Obat : Omeprazole, Antasida

Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak di jumpai

Habitualis : suka makanan berlemak

19
3.3 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4V5M6
TD : 110/70 mmHg
RR : 20 x/menit
Nadi : 98 x/menit
Temperatur : 37°C (aksila)
Berat badan : 60 kg
Tinggi badan : 170 cm
BB 78 kg 78 kg
IMT : (TB)2 = (1,7 m)2 = 2,89 𝑚2 = 20,76 kg/m2
Status gizi : normal

Pemeriksaan Khusus
a. Kepala
Bentuk : normocephal
Rambut : hitam, keriting, tebal, tidak mudah dicabut
Mata : konjungtiva pucat
sklera ikterus (+/+)
refleks cahaya (+/+)
Hidung : sekret (-), bau (-), pernapasan cuping hidung (-)
Telinga : sekret (-), bau (-), perdarahan (-)
Mulut : sianosis (-), bau (-)
b. Leher
KGB : tidak ada pembesaran
Tiroid : tidak ada pembesaran
TVJ : tidak meningkat
c. Thorax
Inspeksi : bentuk dada normochest, simetris kanan=kiri, ikterik
Palpasi : stem fremitus kanan=kiri
Perkusi : sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : bronkovesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
d. Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : redup, batas jantung kesan normal
Auskultasi : S1S2 tunggal, reguler, suara tambahan (-)
e. Abdomen
Inspeksi : datar, ikut gerak napas, ikterik
Palpasi : soepel, nyeri tekan abdomen (+), hepatomegali (-)

20
Perkusi : timpani
Auskultasi : peristaltik (+) kesan normal
f. Ekstremitas
Ikterik di Telapak tangan (+/+) dan kaki (+/+), Akral hangat (+/+), sianosis (-/-)
3.4 Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan Darah Lengkap (03 maret 2018)

HEMATOLOGI
No Pemeriksaan Hasil Satuan Normal
1 Hemoglobin 8,9 g/dl 12.5 - 14.5
2 Leukosit 6420 /mm3 5.000 - 11.000
3 Laju Endap Darah 37 mm/jam 0 - 20
4 Trombosit 98000 /mm3 150000 - 450000
5 Hematocrit 33,7 % 30.5 - 45.0
6 Eritrosit 4,47 10^6/mm3 3.50 - 5.50
7 MCV 75,3 fL 75.0 - 95.0
8 MCH 19,8 pg 27.0 - 31.0
9 MCHC 26,3 g/dl 33.0 - 37.0
10 RDW 22,8 % 11.50 - 14.50
11 PDW 16,4 fL 12.0 - 53.0
12 MPV 8,7 fL 6.50 - 9.50
13 PCT 0.08 % 0.100 - 0.500
14 Hitung Eosinofil 3.5 % 1–3
Jenis Basofil 0.5 % 0-1
Lekosit Monosit 4.4 % 2–8
Neutrofil 60.3 % 50 – 70
Limfosit 28 % 20-40
LUC 3.3 % 0–4

b) Pemeriksaan Kadar Gula Darah Sewaktu (03 maret 2018)


DIABETIC
No Pemeriksaan Hasil Satuan Normal
1 Glukosa ad random 122 mg/dl <200

c) Pemeriksaan Liver Function (03 maret 2018)

LIVER FUNCTION
Pemeriksaan Hasil Satuan Normal
Bilirubin total 10,99 mg/dl 0,2-1,5
Bilirubin direct 3,5 mg/dl 0,0-0,5
SGOT 53 µ/l 0-31

21
SGPT 58 µ/l 14-59
Bilirubin indirect 7,49 mg/dl 0,0-1,0
Alkali fosfatase 49 µ/l 46-116

d) Pemeriksaan Renal Function (03 maret 2018)

RENAL FUNCTION
Pemeriksaan Hasil Satuan Normal
Ureum darah 28 mg/dl 15-38
Kreatinin 0,67 mg/dl 0,55-1,30

e) Pemeriksaan Diabetic (04 maret 2018)

Pemeriksaan Hasil Satuan Normal


Glukosa Puasa 116 mg/dl 70-126

f) Pemeriksaan Diabetic (05 maret 2018)

Pemeriksaan Hasil Satuan Normal


Glukosa Puasa 184 mg/dl 70-126

g) Pemeriksaan diabetic (07 maret 2018)

Pemeriksaan Hasil Satuan Normal


Glukosa ad random 129 mg/dl <200

22
USG ABDOMEN UPPER/ LOWER

Liver : liver parencim meningkat, atenuasi (+)


Gall Bladder : Dinding menebal, multiple lesi hiperekoit dengan akustik shadow
CBD dilatasi.
Spleen : ukuran membesar.
Ginjal Kanan : ukuran normal, pinggir rata batas korteks medulla tegas
Pcs tidak melebar.
Echostone (-)
Ginjal Kiri : ukuran normal pinggir rata batas korteks medulla tegas
Pcs tidak melebar.
Echostone (-)
Prostat : dinding tipis
Echostone (-)
Massa (-)
Kesimpulan : fatty liver BD Dilatasi+ Cholesistitis + cholelitiasis multiple spleenomegali

3.5 Diagnosis Banding


1. Obstruksi jaundice e.c CBD + cholelitiasis + cholesistitis + Fatty liver
2. Obstruksi jaundice e.c Tumor Pancreas
3. Hepatitis infection

23
3.6 Diagnosis
Obstruksi jaundice e.c CBD + cholelitiasis + cholesistitis + Fatty liver

3.7 Penatalaksanaan
a) Aktivitas : Tirah baring
b) Diet :
c) Tindakan Suportif : IVFD RL 20 gtt/i
d) Medikamentosa :

1. Inj. Ceftriaxone 1 g/12 jam


2. Inj. Ranitidine 1 amp/12 jam
3. Inj. Ondansetron 4 mg/8 jam
4. Ursodeoxycholic Acid 2x1 (250 mg)
5. Curcuma 3x1

24
BAB IV
KESIMPULAN

Pasien AY, laki-laki umur 40 tahun datang ke IGD Rs. Royal Prima dengan keluhan
nyeri perut bagian kanan atas, nyeri seperti di tusuk-tusuk yang sudah di alami selama 2 hari.
Intensitas nyeri selalu bertambah. Nyeri tidak berkurang dengan perubahan posisi. Pasien
mengira dirinya sakit maag, sehingga pasien mengkonsumsi obat omeprazole dan antasida yang
dibeli diapotik, tetapi nyeri tidak berkurang. Selain itu pasien juga mengeluhkan mual muntah,
muntah sebanyak 3x , yang di muntahkan apa yang di makan sebelumnya hingga cairan yang
keluar dari mulut pasien terasa pahit. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang os didiagnosa dengan Obstruksi Jaundice ec suspek Dilatasi CBD,
Cholelitiasis, Cholesistitis.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Constantin T. Jaundice Obstructive Syndrom. University of Medicine and Pharmacy of


Craiova : Current Health Sciences Journal. Vol. 37. No. 2. 2011.
2. Sherwood L. 2013. Introduction to Human Physiology. 8th Ed. Brooks/Cole, Cengage
Learning. Page 640-644.
3. Kumar P. dan Clark M. 2008. Liver, Biliary tract and Pancreatic disease in Pocket
Essentials of clinical Medicine. 4th Ed .
4. Taylor b. 2003. Carcinoma of the head of pancreas versus chronic pancreatitis :
diagnostic dilemma with significant consequences. World journal of surgery, 27,1249-
1257, DOI : 10.1007/s00268-003.7245-8
5. Kumar. P., and Clark. M., Clinical Medicine 17th Ed. Pg 329-333
6. Fauci, S. A. et al (Ed). Harrison’s Principles of Internal Medicine 17th Ed. pg 6266-6274.
McGraw-Hill. 2008.
7. Cynthia W. K., Sum P. L, (2002) Epidemiology and natural history of common bile
duct stones and prediction of disease. Available at: http://www.giconsultants.com/wp-
content/uploads/2011/09/common-bile-duct-stone-epidemiology.pdf
8. Digestive Disease Center. Gallstones and Bile Duct Stones. Available at:
http://www.ddc.musc.edu/public/symptomsDiseases/diseases/pancreas/gallstones.html
9. Kumar V., Abbas A.K dan Aster J.C. 2013. Robbins Basic Pathology. 9 th Ed. Elsevier
Saunders, Philedelphia. Page : 603- 606
10. Charles, A.A. Obstructive Jaundice- A review article (2007). University of
Toronto,Canada.URL:
http://www.ptolemy.ca/members/archives/2007/Jaundice/Jaundice.pdf
11. Williams, N. S., Bulstrode, C., O’Connel, P. R (Eds). Bailey and Love’s Short Practice
of Surgery. 26th Edition. p.1101-1108. CRC Press. Taylor & Francis Group. 2013.
12. Briggs C.D. dan Peterson M. Investigation and management of obstructive jaundice
(2007) Surgery, 25 (2) , pp. 74-80.

13. Jethwani, U. et. al. Laproscopic Management of Wandering Biliary Ascariasis

26
(2012). Case Reports in Surgery Volume 2012 (2012), Article ID 561563, 4 pages. Doi:
http://dx.doi.org/10.1155/2012/561563
14. Chang, C. W. et. al. Gallstone Ileus: A Disease Ignored In The Elderly (2008).
International Journal of Gerontology; March 2008 ; Vol 2 ; No 1. Available from:
http://www.sgecm.org.tw/db/Jour/2/200803/4.pdf
15. National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Disease. ERCP (Endoscopic
Retrograde Cholangiopancreatography) (2011). NIH Publication No. 12–4336. Url:
http://digestive.niddk.nih.gov/ddiseases/pubs/ercp/ERCP_508.pdf
16. Sjamsuhidajat, R. Buku hajar ilmu bedah. 3th Ed. Jakarta : penerbit buku kedokteran
EGC ; 2010. P 254-7, 663-7, 672-82, 717- 82.
17. 1.Jennifer L. B., 2014, Biliary Obstruction Follow-up available at
http://emedicine.medscape.com/article/187001-followup#a2649
18. K. Raihan et S. Mathew, 2012, Biliary (bile duct) obstruction available at
http://www.healthline.com/health/bile-duct-obstruction#Prevention7

27

Anda mungkin juga menyukai