Anda di halaman 1dari 67

Keseimbangan

Air dan Elektrolit

Presentan:
W i d ya A s t r i ya n i

P em b i m b i n g:
d r . Ro S h i n t a C S o l i n , S p . P K
Cairan Tubuh
 Jumlah cairan tubuh total kurang lebih 55–60% dari BB dan
persentase ini berhubungan dengan jumlah lemak dalam tubuh, jenis
kelamin dan umur.
Usia Pria Wanita
Bayi prematur 80%
Bayi aterm 70-75%
10 - 18 59 % 57 %
18 – 40 61 % 51 %
40 – 60 55 % 47 %
>60 52 % 46 %
Volume Cairan Tubuh

Jumlah Total Cairan Tubuh (L) = Berat badan (Kg) x 55%

-10% Wanita
+10% Kurus

Obesitas

Dehidrasi
berat
FKUI. Gangguan keseimbangan air-elektrolit dan asam basa. Edisi ke 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2008.p32
Kompartemen Cairan
Tubuh Utama
• Kompartemen cairan tubuh utama:
 Di dalam sel  intracellular fluid (ICF)
 2/3 dari total cairan tubuh
 Di sekeliling sel  extracellular fluid
(ECF)
 1/3 dari total cairan tubuh
 Intravaskular (Plasma)
 Intertisial
 Kompartemen ECF minor  transelular
 Cairan serebrospinal, intraocular, synovial,
pericardial, intrapleural, peritoneal, cairan
saluran cerna (digestive juices)
 Fraksi yang tidak bermakna dari total cairan
tubuh  tidak menggambarakan perubahan
keseimabangan cairan tubuh  dapat
diabaikan
Distribusi Cairan Tubuh

Kompartemen* Volume % Jumlah % Berat


Cairan Cairan Badan

Cairan intraseluler (CIS) 24 L 60 33


Cairan ekstraseluler (CES) 16 L 40 22
- Interstisial 11.2 L 28 (±80% CES) 15.4
- Plasma 3.2 L 8 (20% CES) 4.4
- Transeluler** 1.6 L 4 2.2

* Seorang pria sehat dengan BB 73 kg & cairan tubuh total sejumlah 40 L (55%)
** Cairan serebrospinal, intraokular, sinovial, pericardial, intrapleural, peritoneal

FKUI. Gangguan keseimbangan air-elektrolit dan asam basa. Edisi ke 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2008.p35
Sherwood L. Fluid and acid base balance. Human physiology from cells to system. 7th ed. USA: Brooks/Cole;
2010
Komposisi bahan yang terlarut dalam subkompartemen cairan ekstrasel
(plasma dan cairan interstisium) dan cairan ekstrasel berbeda 
keseimbangan Gibbs–Donnan  keseimbangan antara cairan intra dan
ekstrasel yang timbul akibat peran membran sel.

Protein tidak dapat berpindah, memengaruhi ion, mempertahankan netralitas


elektron (keseimbangan muatan positif dan negatif) sebanding dengan
keseimbangan tekanan osmotik di kedua sisi membran.

Pergerakan muatan pada ion  perbedaan konsentrasi ion  memengaruhi


pergerakan cairan melalui membrane ke dalam dan ke luar sel
Gibbs-Donnan Equilibrium

K K
- Cl-
Pr + +
K K
+
K -
Cl +
+ -
Pr
-
Pr Cl-

K K K Cl-
+ + +
Pr- K
+ Cl-
[K ] = x+y
x Pr-
+
K [K+] = x-y
x
[Cl-] = y0 + K x
[Cl-] = x-y
K - -
[Pr-] = x Pr Cl +
[Pr-] = 0
+

Gradien elektrik K+ Cl-


konsentrasi
Gradien konsentrasi
elektrik Cl- K+
Komposisi cairan tubuh

1. Air (sebagai pelarut)


2. Solut :

Elektrolit : Non elektrolit


• Kation  Ion-ion yang membentuk muatan positif  Substansi seperti glukosa, urea, kreatinin dan bilirubin
dalam larutan.  Diukur berdasarkan berat (milligram per 100 ml atau
• Anion  Ion-ion yang membentuk muatan negatif
mg/dl).
dalam larutan.

Impermeable/Efektif Permeabel/Inefektif
 tidak bebas melintas membran sel, efektif memengaruhi tekanan  Solut permeabel bebas melintas seluruh membran sel, namun
osmotik dan dapat menyebabkan perpindahan air. tidak efektif memengaruhi tekanan osmotik dan tidak
natrium dan
 kalium, magnesium, fosfat, sulfat dan protein, menyebabkan perpindahan air.
 Urea (blood urea nitrogen, BUN), etanol,metanol dan etilen glikol.
anionnya, glukosa, manitol, gliserol, sorbitol
Osmolalitas vs Osmolaritas
• Osmolalitas → Konsentrasi suatu partikel solut (dalam 1 kilogram)
ditinjau dari jumlah ion larutannya tidak dipengaruhi suhu dan tekanan
Osmolalitas: Osm/Kg H2O

• Osmolaritas → Konsentrasi suatu larutan (dalam 1 liter) ditinjau dari


jumlah partikelnya lebih sering digunakan ok lebih mudah mengukur
volume disbanding mengukur berat
Osmolaritas: Osm/L larutan
Massa molekular H2O menggambarkan jumlah molekul H2O
Lebih Tepat daripada Volume
(Volume H2O dipengaruhi oleh Suhu)
Osmolalitas

Osmolalitas plasma:
 Diukur : Osmometer
 Dihitung :

Osmolalitas plasma (mOsm/kg H2O) =


[Na+ serum (mEq/L) x 2] + [Glukosa (mg/dL)/18] + [BUN (mg/dL)/2,8]

 Osmolalitas seluruh kompartemen pada steady state adalah sama ± 290 mOsm/kg H2O
 Osmolalitas plasma sama dengan osmolalitas seluruh cairan tubuh
Tonisitas/osmolalitas plasma efektif :
kemampuan solut mengasilkan tekanan osmotik 
pergerakan air dari satu kompartemen ke kompartemen
lain. Pengaturan tonisitas menentukan status hidrasi dan
ukuran sel.
.
- Isotonisitas
Cairan isotonic adalah cairan yang osmolalitasnya sama
dengan plasma atau bersifat iso–osmolar.
- Hipertonisitas
biasanya : peningkatan konsentrasi natrium. Merupakan
stimulus utama rasa haus & pelepasan ADH; rasa haus
meningkatkan asupan air, ADH menyebabkan retensi air
oleh ginjal.
- Hipotonisitas
Kebalikan dari hipertonisitas, ADH ditekan sehingga
ekskresi air di ginjal meningkat
Pergerakan Cairan Antar Kompartemen

Pergerakan cairan melintasi membrane sel


Transport pasif:
• Difusi  pergerakan solute
dari konsentrasi tinggi ke
rendah
• Osmosis  pergerakan air
secara pasif dari tempat yang
kelebihan air ke area yang
kekurangan

Osmosis
Difusi
Pergerakan Cairan Antar Kompartemen
Pergerakan cairan melintasi membrane sel
Transport aktif :
Pergerakan cairan antara kapiler dan jaringan tubuh
Tekanan onkotik  berasal dari
• Tekanan hidrostatik tekanan yang
mendorong air dan solute keluar dari albumin, yang menarik kembali
pembuluh darah ke intertisial cairan masuk ke dalam
pembuluh darah
Keseimbangan Cairan

Setiap perubahan air Plasma  Dengan mengontrol


dan konstituen lain kompartemen ECF yang plasma  efeknya ke
antara ICF dengan dapat secara langsung seluruh kompartemen
eksternal selalu melalui dikontrol baik volume ECF  ICF ikut
perantaraan ECF dan komposisinya terpengaruh
Keseimbangan Cairan
• Jumlah air yang masuk ke dalam
tubuh seimbang dengan jumlah air
yang keluar.
• Usaha untuk mempertahankan
jumlah volume cairan yang
terdapat dalam kompartemen
ekstrasel dan intrasel selalu dalam
keadaan tetap.
Regulasi Keseimbangan Cairan Tubuh
• Dipertahankan dengan mengatur ECF
1. Volume ECF

• Dengan mempertahankan keseimbangan garam


• Untuk mempertahankan tekanan darah

2. Osmolaritas ECF

• Dengan mempertahankan keseimbangan H2O


• Untuk mempertahankan volume sel

Namun keduanya saling mempengaruhi  keduanya juga bergantung pada NaCl


dan H2O
1. Volume ECF
Keseimbangan Garam Harian
 Na selalu bersama dengan Cl  90%
dalam aktivitas osmotic pada ECF
 Na selalu diikuti oleh H2O 
mempertahankan keseimbangan osmotic
 ↓ Na  ↓ H20  isotonis, namun ↓
volume  tekanan darah ↓
 Garam hanya didapat melalui asupan dari
luar  Input garam = Output garam
 Jika input berlebihan  eksresi melalui
ginjal
Pengaturan Garam
dalam tubuh
• Ginjal mengatur jumlah Na yang diekskresikan lewat
ginjal melalui 2 cara:
• Mengatur GFR (glomerulus filtration rate)
• Jumlah Na yang difiltrasi sama dengan plasma
x GFR
• Baroreseptor perubahan tekanan darah 
menentukan jumlah Na yang difiltrasi
• Mengatur reabsorbsi Na  Renin-Angiotensin-
Aldosteron system (RAAS)
• Na direabsorbsi sesuai kebutuhan pada
tubulus distal dan kolestivus
2. Osmolaritas CES

Ion sangat berperan dalam aktivitas osmolaritas dari ICF dan ECF

Osmosis melalui membrane plasma baru terjadi jika ada solute yang tidak
bisa melewati membrane sel

Na dan Cl  solut yang paling banyak di ECF  aktivitas osmotic ECF

K dan anion intraselular yang menyertai aktivitas osmotik ICF


2. Osmolaritas CES
 Normal  Osmolaritas ICF = Osmolaritas
ECF  isotonis (A)
 Keadaan ECF dimana air berlebih atau
kekurangan  mempengaruhi ICF
 ECF kekurangan air  solut↑ 
hipertonik menarik air ICF  sel
mengeriput (B)
 ECF kelebihan air  solut ↓ 
hipotonik  air masuk ke ICF  sel PRINSIP: Air berpindah dari konsentrasi solut
membengkak (C) rendah (H20 tinggi)  konsentrasi solute tinggi
(H20 rendah)

Regulasi Osmolaritas CES

1. Kurang intake air 1. Gagal ginjal


2. Poliuria 2. Banyak minum
3. Diabetes insipidus 3. SIADH

Hipertonik/dehidrasi Hipotonik/overhidrasi

Sel mengeriput Sel membengkak


Keseimbangan Air
 Regulasi H20 bebas sangat penting  untuk
mengontrol osmolalitas ECF
 Oleh karena itu harus mempertahankan input
dan output H2O
 Regulasi Keseimbangan air:
 Input  merangsang rasa haus
 Output  ekskresi urin  sangat penting
dalam mekanisme kontrol keseimbangan H2O
 Dapat cepat mengompensasi
peningkatan osmolalitas, tanpa
mempenaruhi ekskresi Na  melalui
kerja vasopressin/ADH
Respon osmolalitas
darah ↑:
 rasa haus
 sekresi AVP
KESEIMBANGAN
ELEKTROLIT
Keseimbangan elektrolit adalah suatu kondisi dimana jumlah masing–masing elektrolit yang masuk ke dalam
tubuh setara dengan jumlah masing–masing elektrolit yang keluar.
Perbedaan konsentrasi elektrolit akibat:

1. Permeabilitas selektif membran sel

2. Pompa ion

3. Gibbs-Donnan equilibrium
Keseimbangan Natrium
Keseimbangan Natrium
• Nilai rujukan Na+: 135-145 mEq/L
• Regulasi air dan Na+ di ginjal
• Tubulus proksimal: 70-80% Na + direabsorbsi dengan transpor aktif, Cl
- dan air mengikuti

• Ansa henle desenden: air direabsorbsi secara pasif.


• Ansa henle asenden: Cl - direabsorpsi dengan transpor aktif, Na +
mengikuti
• Tubulus distal dan kolektivus: aldosteron menstimulasi reabsorbsi
Na + dan sekresi K+
Proses yang mempengaruhi keseimbangan air dan Na +:
• Intake air sebagai respon rasa haus: distimulasi oleh penurunan
volume darah atau keadaan hiperosmotik.
• Ekskresi atau reabsorbsi air oleh Anti diuretic hormone (ADH)
• Disekresi oleh pituitari posterior.
• Mempengaruhi permeabilitas tubulus terhadap air melalui akuaporin.
• Sekresi dipengaruhi baroreseptor di arkus aorta dan kemoreseptor hipotalamus sebagai respon
osmolalitas plasma.
• Volume darah turun atau osmolalitas plasma meningkat: ADH disekresi  air direabsorbsi
• Volume darah naik atau osmolalitas plasma turun:
sekresi ADH dihambat air diekskresikan (diuresis)

• Status volume darah yang mempengaruhi ekskresi natrium


melalui sistem renin angiotensin aldosteron (SRAA) dan atrial
natriuretic peptide (ANP)
Regulasi Natrium oleh
SRAA
Regulasi Natrium oleh ANP
Hiponatremia
• Na+ < 135 mEq/L
• Nilai kritis < 120 mEq/L
• Gejala:
• Asimtomatik, nausea, malaise
• Sakit kepala, letargi
• Stupor, kejang, koma (edema otak)
Pada keadaan Hiponatremia  gejala lebih disebabkan karena ada
perubahan osmolalitas  sehingga harus diperiksa osmolalitas
terlebih dahulu  paling sering terjadi hipoosmotik (paling sering)
Algoritma
Hiponatremia

1. Cek Osmolalitas
2. Cek Status Volume 
anamnesis & pemeriksaan
fisik
1. Hipovolemia: hipotensi
ortostatik, takikardi,
turgor kulit turun
2. Hipervolemia: edema
Hiponatremia isosmotik
 Ketika konsentrasi Na dalam plasma
menurun, namun osmolalitas plasma
normal  disebut pseudohiponatremia
 Penurunan palsu kadar natrium karena
disebabkan oleh:
• Hiperproteinemia atau hiperlipidemia
• hemolisis in vitro
• Hiperglikemia: air keluar dari sel ke darah (dilusi)
 Hal ini terjadi ketika Na diukur oleh flame
emission spectrophotometry atau indirect
ion-selective electrode pada pasien dengan
hiperlipidemia berat atau hiperproteinemia
Hiponatremia hipoosmotik hipervolemia
 Retensi air berlebih
 Gagal ginjal  GFR menurun  retensi
air  hipervolemia
 Pada pasien CHF, sirosis, atau sindrom
nefrotik  CES ↑ namun volume darah ↓
 baroreseptor mendeteksi ↓ volume
darah  aldosteron dan ADH ↑  Na dan
air direabsorpsi  hipervolemia
Hiponatremia hipoosmotik normovolemia
 Etiologi tersering: SIADH, hipotiroid,
insufisiensi adrenal, polidipsi
 SIADH (Syndrome of Inappropriate
ADH)  retensi air berlebih
 Ditegakkan bila pada kondisi hiponatremia,
osmolalitas urin > osmolalitas plasma (biasanya
>100 mOsmol/kg). Fungsi renal, adrenal, dan tiroid
normal.
 Insufisiensi adrenal  Na tidak
dapat direabsorpsi
Hiponatremia hipoosmotik hipovolemia

 Hipovolemia dapat terlihat dari


pemeriksaan fisik  hipotensi
ortostatik, takikardi, turgor kulit
menurun
 Jika Na urin rendah  artinya ginjal
dapat meretensi Na dengan baik
sebagai respon aldosteron ↑ 
berarti penyebab berasal dari
ekstrarenal
 Jika Na urin tinggi  terjadi renal loss
Hiponatremia hiperosmotik
 Hiponatremia yang terjadi ketika
terdapat ↑ solut lain di CES 
menyebabkan perpindahan air ke
ekstrasel atau perpindahan Na ke
intrasel untuk menjaga keseimbangan
osmotik
 Etiologi tersering: hiperglikemia
 Na menurun 1.6 mmol/L untuk setiap
100 mg/dL peningkatan glukosa di
atas 100 mg/dL
Hipernatremia

 Natrium > 145 mEq/L


 Nilai Kritis > 155 mEq/L
 Hipernatremia selalu
hiperosmotik
 Manifestasi klinis:
 Tremor
 Iritabilitas
 Ataxia
 Confusion
 koma
Algoritma
Hipernatremia
Hipernatremia hipervolemia

 Biasa ditemukan pada pasien rawat


inap yang mendapatkan hypertonic
saline atau sodium bikarbonat
 Aldosteron dan kortisol yang berlebih
 menyebabkan retensi air dan Na
yang berlebih
Hipernatremia normovolemia
 Biasanya merupakan awal dari
hipernatremia hipovolemia
 Central Diabetes Insipidus (DI) 
berkurangnya sekresi ADH akibat
trauma kepala, hypophysectomy, tumor
pituitari, atau penyakit granulomatosa
 tatalaksana: vasopressin
 Nephrogenic DI  resistensi renal
terhadap ADH akibat obat-obatan
(lithium, demeclocycline, amphotericin,
dan propoxyphene)  tatalaksana:
penghentian obat-obatan
Hipernatremia hipovolemia
 Osmolalitas dan Na urin perlu
diperiksa untuk menentukan
sumber hilangnya cairan
 Urin terkonsentrasi (>800
mOsmol/L) dengan Na urin
rendah (<20 mmol/L)  berarti
ginjal berfungsi baik untuk
mempertahankan natrium dan air
 penyebab ekstrarenal
Keseimbangan Kalium
Keseimbangan Kalium
• Total kalium pada subjek BB 70 kg ≈3.5 mol (40 to 59 mmol/kg) 
1.5% to 2% terdapat ECF.
• Fungsi:
regulasi eksitabilitas neuromuskular, kontraksi jantung, volume
intrasel, konsentrasi H+
• Regulasi K+
• Tubulus proksimal: direabsorbsi hampir seluruhnya (90%)
• Tubulus distal dan duktus kolektivus: disekresi (bertukar dengan
Na+) di bawah pengaruh aldosteron.
Hipokalemia
• Hipokalemia: K < 3,50 mEq/L
• Nilai kritis K < 2,8 mEq/L
• Etiologi:
• Asupan kalium kurang
• Pengeluaran kalium
berlebihan
• Kalium masuk ke dalam sel
• Manifestasi klinis:
• Kelemahan otot
• Iritabilitas
• Paralisis
• Henti jantung
• EKG: gelombang T mendatar
Algoritma
Hipokalemia
Redistribusi K ekstrasel
 Pada terapi insulin untuk hiperglikemia  sel
mengambil K+ sebagai akibat dari transportasi
glukosa
 Alkalosis  K+ bergerak dari ekstrasel ke
intrasel dan H+ bergerak sebaliknya
Defisit K+ sebenarnya

 Jika ekskresi K+ urin <30 mmol/hari 


fungsi ginjal baik dalam mereabsorpsi
kalium  penyebab ekstrarenal 
asupan ↓ atau keluaran ↑
 Jika ekskresi K+ urin >25-30 mmol/hari
 ginjal menjadi penyebab hilangnya
kalium
Defisit K+ sebenarnya
• Hilangnya kalium dari renal dapat
terjadi pada kondisi:
• selama fase diuretik (recovery)
dari acute tubular necrosis
• Saat mineralokortikoid ↑
(aldosteronisme primer atau
sekunder) atau glukokortikoid ↑
(sindrom Cushing)

Tubulus distal meningkatkan reabsorpsi


Na+ dan secara bersamaan
meningkatkan ekskresi K+
Hiperkalemia
• Hiperkalemia: K > 5,40 mEq/L
• Nilai kritis K > 6,2 mEq/L
• Manifestasi klinis:
• Mental confusion
• Lemah
• Parestesia
• Paralisis flaksid
• Kelemahan otot-otot pernapasan
• EKG: pemanjangan interval PR dan QRS,
gelombang T meningkat
Algoritma Hiperkalemia
Pseudohiperkalemia
• Pseudohiperkalemia: peningkatan palsu
kadar kalium.
• Pseudohiperkalemia disebabkan oleh:
• Hemolisis in vitro
• Trombositosis >1.0000.000/μL
• Leukositosis >100.000/μL
• Penggunaan tourniquet & pengepalan
tangan
Redistribusi K+ intrasel

• Pada asidosis  saat H+ masuk ke


intrasel  K+ ke ekstrasel untuk
mempertahankan neutralitas
elektrik  pH mempengaruhi
aktivitas pompa Na+/K+-ATPase
• Konsentrasi K+ meningkat 0.2-
0.7 mmol/L untuk setiap
penurunan 0.1 pH
Retensi K+
 Ketika GFR atau fungsi tubulus renal ↓ 
hiperkalemia dapat disebabkan oleh
pemberian K+ intravena.
 Laju infus melebihi 20 mmol/jam atau
pemberian K+ dengan konsentrasi >40
mmol/L dinilai berbahaya
 Ketika fungsi renal normal,
overtreatment tidak menyebabkan
hiperkalemia  kapasitas ginjal adekuat
untuk mengekskresi kalium
Retensi K+
 Ekskresi K+ yang ↓ pada AKI dan CKD
adalah penyebab tersering hiperkalemia
berkepanjangan
 Pada insufisiensi adrenokortikal
(Addison disease), hiperkalemia
disebabkan reabsorbsi Na+ ↓ sekresi
K+ ↓
 Dapat disebabkan oleh obat yang
memblok produksi aldosteron, seperti
ACE inhibitor
Keseimbangan Klorida
Keseimbangan Klorida
 Nilai rujukan: 94,0-110,0 mEq/L
 Klorida adalah anion terbanyak dalam tubuh, banyak terdapat di cairan lambung
dan usus
 Tanpa adanya gangguan asam basa, konsentrasi Cl- di plasma akan mengikuti
konsentrasi Na+.
• Diabsorpsi sempurna dari saluran pencernaan
• Reabsorpsi di tubulus proksimal dan loop of Henle pars asendens
 Fluktuasi kadar Cl- memiliki sedikit dampak klinis, tapi bermanfaat untuk
menganalisis gangguan asam basa menghitung anion gap.
• Fungsi:
• Mempertahankan osmolalitas, volume plasma, keseimbangan anion-kation CES
Hipokloremia

 Hipokloremia: Cl- <94,0 mEq/L


 Penyebab:
 Umumnya paralel dengan penyebab hiponatremia.
 Sekresi gaster yang persisten
 Muntah berkepanjangan
 Pada asidosis respiratorik terjadi penurunan Cl- dengan
Na normal
Hiperkloremia
 Hiperkloremia: Cl- >111,0 mEq/L
 Penyebab:
 Paralel dengan penyebab hipernatremia: dehidrasi, diare
dengan hilangnya natrium bikarbonat, diabetes insipidus,
overtreatment dengan larutan salin.
 Alkalosis respiratorik: peningkatan Cl- sebagai
kompensasi ekskresi HCO3-
Referensi
1. Sherwood L. Fluid & Acid Base Balance. In: Human physiology from
cells to system. 8th ed. Canada: Brooks/Cole; 2010.
2. FKUI. Gangguan keseimbangan air-elektrolit dan asam basa. Edisi ke 2.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2008.
3. Schindler EI, Scott MG. Physiology and disorders of water, electrolyte,
and acid-base metabolism. In: Burtis CA, Ashwood ER, Bruns DE, editors.
Tietz textbook of clinical chemistry & molecular diagnostics. 7th ed.
Missouri: Elsevier Saunders; 2012. p 680-7.
4. Bishop ML, Fody EP, Schoeff LE. Clinical chemistry techniques,
principles, correlations. 6th ed. Chapter 15.Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins; 2010. p 357-67.
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai