Anda di halaman 1dari 24

F20.

3 SKIZOFRENIA TAK TERINCI

Oleh: Aina Nurlaila

Pembimbing Dr. Sherly Limantara, Sp.KJ

UPF/LAB ILMU KEDOKTERAN JIWA FK UNLAM-RSJ SAMBANG LIHUM GAMBUT


Desember, 2012

LAPORAN PEMERIKSAAN PSIKIATRIK

IDENTITAS PASIEN Nama Usia Jenis kelamin Alamat : Tn. A : 26 tahun : Laki-laki : Desa Simpang Layung Rt 04 Kec muara UyaTabalong Pendidikan Pekerjaan Agama Suku Bangsa Status Perkawinan Berobat Tanggal : Tamat SD : Swasta : Islam : Banjar : Indonesia : Belum menikah : 27 Desember 2012

RIWAYAT PSIKIATRIK
-

Alloanamnesa dengan ayah kandung pasien pada tanggal 27 Desember 2012, pukul 17.00 WITA di IGD RSJ Sambang Lihum Gambut.

Autoanamnesa dengan pasien pada tanggal 27 Desember 2012, WITA di IGD RSJ Sambang Lihum Gambut.

pukul 17.30

A. KELUHAN UTAMA Mengamuk

B. KELUHAN TAMBAHAN Bicara dan tertawa sendiri.

C. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG Alloanamnesa dengan adik kandung pasien: Lebih kurang 1 bulan ini pasien sering mengamuk. Pasien tiba-tiba mengamuk tanpa alasan yang jelas. Pasien saat mengamuk akan

menghancurkan barang-barang di sekitarnya, selain itu pasien juga memuku dan menyakiti orang lain. Saat mengamuk juga pasien akan mengambil apapun yang ada di dekatnya misalnya kayu ataupun pisau dan kemudian mengibas-ngibaskannya. Pasien juga mengancam akan membunuh orang yang sedang dihadapinya. Selain itu pasien jjuga pernah naik ke atas atap tanpa alas an. Semenjak mengamuk, pasien kemudian di borgokl dan ditempatkan di tempat khusus di dalam rumahnya sehingga semua aktivitas dilakukan di tempat tersebut. Lebih kurang bulan Juli 2012 pasien pernah di rawat inap di RS-MuarawiyahTabalong selama 1 minggu dan didiagnosa oleh dokter dengan malaria. Setelah itu pasien diijinkan pulang oleh dokter yang merawatnya. Pasien mulai menunjukkan perubahan sikap sejak pulang dari RS-Tabalong lebih kurang 1 bulan ini. Pasien lebih banyak diam, tetapi pasien masih

dapat bersosialisasi dan masih bias bekerja sehingga gejala ini tidak dihiraukan oleh keluarga. Lebih kurang sekitar bulan September 2012, pasien mulai terliihat tidak mau merawat dirinya sendiri. Pasien juga pernah bertelanjang di dalam rumah. Pasien juga sering berputar-putar di depan rumah. Terkadang berjalan-jalan di sekeliling kampong namun tidak ada tujuan yang jelas. Pasien masih mampu pulang sendiri ke rumahnya. Pasien juga terlihat sering berbicara sendiri seperti ada yang mengajaknya berbicara, terkadang tertawa sendiri. Pasien menjadi lebih mudah tersinggung dan emosi jika di berikan nasihat-nasihat. Sekitar 5 bulan yang lalu pasien diputus oleh pacarnya tanpa alasan yang jelas. Semenjak itu pula pasien cenderung menutup diri dari lingkungannya. Keluarga menyangkal adanya masalah keluarga ataupun pekerjaan. Pasien juga tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan (napza) ataupun meminum alcohol, pasien juga tidak pernah berurusan dengan pihak kepolisian. Pasien adalah perokok berat yang menghabiskan lebih kurang 2 bungkus rokok per hari namun tidak pernah lagi diberikan rokok (Desember 2012) karena pasien pernah membuang punting rokok sembarangan sehingga membakar kasur.

Autoanamnesa: Pasien saat datang ke IGD RSJ Sambang Lihum langsung dimasukkan ke ruangan observasi. Disana pasien memperkenalkan dirinya bernama Amir dan berusia 17 tahun. Pasien mengaku dirinya

mengamuk namun menyangkal adanya memukul ataupun menyakiti orang lain. Pasien mengamuk karena disuruh oleh bisikan-bisikan yang didengarnya, namun suaranya tidak begitu jelas. Pasien mengaku juga pernah mengkonsumsi obat-obatan yaitu dextro tapi saat ini sudah berhenti. Terakhir kali pasien meminum obat tersebut lebih kurang 1 tahun yang lalu (November 2011). Pasien juga mengaku baru saja keluar dari RS namun tidak tahu pasti apa penyakit yang dideritanya. Pasien saat dilakukan wawancara terlihat sering senyum-senyum sendiri, pasien juga sadar dirinya saat itu berada di RSJ Sambang Lihum dan mengaku dirinya sakit jiwa.

D. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


-

Pasien tidak pernah mengalami gangguan serupa sebelumnya Pernah dirawat ke rumah sakit karena penyakit malaria.

- Tidak pernah terbentur di kepala ataupun kejang

E. RIWAYAT KEHIDUPAN PRIBADI


1.

Riwayat Prenatal dan Antenatal Lahir di bidan secara normal, lahir dengan berat badan sekitar 3 kg. Bayi dan ibu sehat saat persalinan. Saat lahir langsung menangis dan bergerak-gerak.

2. Riwayat Masa Bayi dan Kanak-kanak

Denver II Diberi ASI oleh ibunya. Selama masa bayi tidak ada demam ataupun kejang. Basic Trust Vs Mistrust (0-1,5 tahun) Pada umur 1 tahun bayi sering menangis dan digendong oleh ibunya. Autonomy Vs Shame & Doubt (Usia 1,5-3 tahun) Pasien sering bermain keluar rumah dan memiliki banyak teman bermain. Initiative vs Guilt (Usia 3-6 tahun) Pasien memasuki Taman Kanak-Kanak pada saat usia pasien 5 tahun. Saat usia 5 tahun pasien sudah mandiri, seperti makan, dan mandi sendiri Industry Vs Inferiority (Usia 6-12 tahun) Pada fase ini pasien memiliki kemauan untuk menyelesaikan tugas dengan sempurna dan menghasilkan sesuatu. Seperti pasien suka mempreteli sepedanya dan dengan bangganya memperlihatkannya ke sekolah. Orang tua pasien tidak melarang, bahkan ikut memuji. Identity vs Role Diffusion (Usia 12-20 tahun) Pasien sangat nakal dan sering menjahilin orang lain. 3. Riwayat Pendidikan Pasien mulai bersekolah di usia 5 tahun masuk Taman KanakKanak selama 2 tahun lalu melanjutkan ke jenjang Sekolah Dasar masuk pada usia 6 tahun. Pasien tidak pernah tinggal kelas dan

prestasi cukup baik di sekolah, nilai rapor dalam batas kelulusan.. Pasien putus sekolah dasar saat duduk di bangku kelas 5 karena sering membolos.

4. Riwayat Pekerjaan Pasien pernah bekerja sebagai petani karet, tetapi semenjak merasa sakit sekitar 5 bulan yang lalu, pasien berhenti bekerja.

5. Riwayat Perkawinan Pasien belum pernah menikah.

F.

RIWAYAT KELUARGA

Genogram:

Keterangan Laki-laki Perempuan Penderita

: : : :

Keluarga yang menderita hal yang sama dengan pasien : Meninggal :

Tidak terdapat riwayat keluarga yang mempunyai penyakit serupa dan gangguan kejiwaan yang lain.

G.

RIWAYAT SITUASI SEKARANG Pasien tinggal bersama orang tuanya orang tuanya. .

PERSEPSI PASIEN TENTANG DIRI DAN LINGKUNGANNYA Pasien ingin segera berhenti mengamuk.

III. STATUS MENTAL A. DESKRIPSI UMUM 1. Penampilan Pasien datang ke RSJ Sambang Lihum dalam keadaan kurang rapi dan kurang terawatt. Memakai baju kaos berwarna abu-abu dan celana pendek warna abu-abu

2. Kesadaran Kompos mentis

3. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor

Pasien terlihat sering senyum-senyum sendiri

4.

Pembicaraan Ikohoren, kadang pasien nyambung saat dilakukan wawancara namun terkadang tidak nyambung dan menjawab kurang jelas.

5. Sikap terhadap Pemeriksa kooperatif

KEADAAN

AFEKTIF,

PERASAAN

EKSPRESI

AFEKTIF

KESERASIAN SERTA REAKSI EMOSIONAL 1. Afek (mood) 2. Ekspresi afektif 3. Keserasian 4. Reaksi emosional
-

: tajam : gembira : inappropriate

Stabilitas Pengendalian

: stabil : tidak terkendali

Sungguh-sungguh atau tidak : sungguh-sungguh : dalam : sempit : tidak dapat diraba rasa : tidak normal

- Dalam atau dangkal - Skala diferensiasi


-

Empati Arus emosi

FUNGSI KOGNITIF
-

Kesadaran : Kompos Mentis Orientasi


- Waktu - Tempat - Orang - Situasi

: Baik : Baik : Baik : Baik

Fungsi Konsentrasi : tidak terganggu Daya Ingat:


-

Jangka pendek Jangka panjang Segera

: baik : baik : baik

GANGGUAN PERSEPSI 1. Halusinasi - Auditorik - Visual 2.


3.

: ada : tidak ada

Ilusi (-) Depersonalisasi / Derealisasi : ( - /+)

PROSES PIKIR 1. Arus pikir

10

a. b. c.

Produktivitas Kontinuitas Hendaya berbahasa apa yang dimaksud olehnya.

: Baik : Baik : kadang pasien berbicara tidak jelas

2.
a. b.

Isi Pikir Preocupasi Gangguan pikiran Waham :(-) :(-) : Tidak Ada

PENGENDALIAN IMPULS Dapat mengendalikan impuls

DAYA NILAI
1. 2. 3.

Daya nilai sosial Uji Daya nilai Penilaian Realita

: baik : Baik : terganggu

TILIKAN Tilikan 6

TARAF DAPAT DIPERCAYA dapat dipercaya

11

IV. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT A. STATUS INTERNUS Keadaan umum Gizi Tanda vital : tampak sakit sedang : cukup : TD = 120/80 N = 88 x/m RR = 22 x/m T Kepala Mata : palpebra tidak edema, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak Telinga Hidung ikterik, pupil isokor, refleks cahaya +/+ = 36,8 C

: bentuk normal, sekret tidak ada, serumen minimal : bentuk normal, tidak ada epistaksis, tidak ada tumor, kotoran hidung minimal

Mulut

: bentuk normal dan simetris, mukosa bibir tidak kering dan tidak pucat, pembengkakan gusi tidak ada dan tidak mudah berdarah, lidah tidak tremor.

Leher

: Pulsasi vena jugularis tidak tampak, tekanan tidak meningkat, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening.

Thoraks Inspeksi Palpasi : bentuk dan gerak simetris : fremitus raba simetris

12

Perkusi - pulmo - cor Auskultasi - pulmo - cor : vesikuler : S1 S2 tunggal : sonor : batas jantung normal

Abdomen Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi : Simetris : Tidak nyeri tekan, hepar dan lien tidak teraba : timpani : bising usus (+) tidak meningkat

Ekstremitas

: akral hangat pada tangan dan kaki, edema tidak ada

B. STATUS NEUROLOGIKUS Pemeriksaan N I XII : I (Olfactorius) : Baik, dapat mencium bau kopi dan tembakau (rokok) II (Opticus) : Tes konfrontas i: D (+)/S(+) baik ke segala arah, Reflek Pupil: Respon

13

Cahaya Langsung D/S (+/+) Respon Cahaya Konsensual D/S (+/+) III (Oculomotorius) : Ptosis (-/-), Gerakan Bola Mata D/S ke segala arah, Pupil 3mm/3mm, Respon Cahaya Langsung D/S (+/+), Respon Cahaya Konsensual D/S (+/+) IV (Troklearis) : Gerakan mata ke lateral bawah D/S baik, strabismus (-), diplopia (-) V (Trigeminus) : Sensibilitas baik, motorik baik, reflek kornea D/S (+/+) VI (Abdusens) : Gerakan bola mata ke lateral D/S (+/ +) VII (Fasialis) : asimetris wajah (-), angkat alis (+/+), memperlihatkan gigi(+) VIII (Vestibulocochoclearing) : suara petikan jari (+/+), tes garpu tala (sde), tes keseimbangan (sde) IX (Glosofaringeus) & X (Vagus): pergeseran uvula (-), reflek muntah (+) XI (Asesorius) : mengangkat kepala (+) XII (Hipoglosus) : deviasi lidah (-), tremor lidah (-) bahu (+), memutar

Gejala rangsang meningeal : Tidak ada

14

Gejala TIK meningkat Refleks Fisiologis Refleks patologis

: Tidak ada : Normal : Tidak ada

V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA Alloanamnesa dan Autoanamnesa

pasien sangat terganggu kejiwaannya. Mulai mengamuk dan bicara

sendiri, pasien berhalusinasi. Aktivitas dan sosialisasi terganggu

Autoanamnesa: Ekspresi afektif Tilikan : gembira : tajam : 6

VI. EVALUASI MULTIAKSIAL 1. Aksis I 2. Aksis II : F20.3 Skizofrenia Tak Terinci : tidak ada

3. Aksis III : tidak ada 4. Aksis IV : masalah sosial 5. Aksis V : GAF scale 40-31

VII. DAFTAR MASALAH 1. ORGANOBIOLOGIK

15

Status interna dan neurologis dalam batas normal 2. PSIKOLOGIK Ekspresi afektif gembira, dan tilikan derajat 6. 3. SOSIAL/KELUARGA Pasien diputus oleh pacar sekitar 5 bulan yang lalu tanpa alas an yang jelas.

VIII. PROGNOSIS Diagnosa penyakit Perjalanan penyakit Ciri kepribadian Stressor psikososial Riwayat herediter Usia saat menderita Pola keluarga Pendidikan Aktivitas pekerjaan Ekonomi Lingkungan sosial Organobiologik Pengobatan psikiatrik Ketaatan berobat Kesimpulan : dubia ad malam : dubia ad malam : dubia ad malam : dubia ad malam : dubia ad bonam : dubia ad malam : dubia ad malam : dubia ad malam : dubia ad malam : dubia ad malam : dubia ad malam : dubia ad malam : dubia ad malam : dubia ad malam : dubia ad malam

16

IX. RENCANA TERAPI Psikofarmaka : Chlorpromazine 3 x 100 mg Halloperidol 3 x 5 mg Triheksilfenidil 3 x 2 mg Inj. Lodomer 1 amp (di IGD)

Psikoterapi

: mengajak pasien jalan-jalan, mencoba untuk bermain bersama dan mendengarkan apapun keluhan pasien

Religius Rehabilitasi

: mengajak pasien untuk shalat dan mengaji : sesuai bakat dan minat

X. DISKUSI Perjalanan berkembangnya skizofrenia sangatlah beragam pada setiap kasus. Namun, secara umum melewati tiga fase utama, yaitu fase prodromal, fase aktif gejala dan fase residual1. a. Fase prodromal Fase prodromal ditandai dengan deteriorasi yang jelas dalam fungsi kehidupan, sebelum fase aktif gejala gangguan, dan tidak disebabkan oleh gangguan afek atau akibat gangguan penggunaan zat, serta mencakup paling sedikit dua gejala dari kriteria A pada kriteria diagnosis skizofrenia.

17

Awal munculnya skizofrenia dapat terjadi setelah melewati suatu periode yang sangat panjang, yaitu ketika seorang individu mulai menarik diri secara sosial dari lingkungannya

b. Fase aktif gejala Fase aktif gejala ditandai dengan munculnya gejala-gejala

skizofrenia secara jelas. Sebagian besar penderita gangguan skizofrenia memiliki kelainan pada kemampuannya untuk melihat realitas. Sebagai akibatnya episode psikosis dapat ditandai oleh adanya kesenjangan yang semakin besar antara individu dengan lingkungan sosialnya

c. Fase residual Fase residual terjadi setelah fase aktif gejala paling sedikit terdapat dua gejala dari kriteria A pada kriteria diagnosis skizofrenia yang bersifat mentap dan tidak disebabkan oleh gangguan afek atau gangguan penggunaan zat. Dalam perjalanan gangguannya beberapa pasien skizofrenia mengalami kekambuhan hingga lebih dari lima kali. Oleh karena itu, tantangan terapi saat ini adalah untuk mengurangi dan mencegah terjadinya kekambuhan.

Berdasarkan hasil anamnesa (alloanamnesa) serta pemeriksaan status mental, dan merujuk pada kriteria diagnostik dari PPDGJ III, penderita dalam kasus ini dapat didiagnosa sebagai Skizofrenia Tak Terinci (F20.3). Pedoman

18

diagnostik secara umum skizofrenia telah terpenuhi dan secara spesifik digolongkan ke dalam skizofrenia tak terinci1 Untuk diagnosis skizofrenia tak terinci harus memenuhi seluruh persyaratan berikut yaitu 1: (a) memenuhi kriteri umum untuk diagnosis skizofrenia. (b)tidak memenuhi diagnosis skizofrenia paranoid, herbefrenik, atau katatonik. (c) tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pascaskizofrenia.

Pasien tidak memiliki riwayat rawat inap di RSJ. Sehingga masih digolongkan dalam fase akut. Pasein mempunyai riwayat penggunaan obat antimalaria. Menurut adik kandungnnya, sejak kejadian itulah perilaku pasien mulai berubah. Pasien juga diputus oleh pacarnya sekittar 5 bulan yang lalu. Dia jadi lebih pendiam, mudah tersinggung dan sering teriak-teriak tidak jelas. Pasein terakhir menggunakan obat-obatan dextro sekitar 1 tahun yang lalu. Menurut teori, gangguan jiwa merupakan integrasi dari faktor biologis, faktor psikososial, faktor lingkungan. Model ini menandakan bahwa seseorang mungkin memiliki suatu kerentanan spesifik (diatessis) yang jika dikenai oleh suatu pengaruh lingkungan yang menimbulkan stress, memungkinkan perkembangan skizofrenia. Komponen lingkungan mungkin biologikal (seperti infeksi) atau psikologis (misal kematian orang terdekat).

19

Sedangkan dasar biologikal dari diathesis selanjutnya dapat terbentuk oleh pengaruh epigenetik seperti penyalahgunaan obat, stress psikososial dan trauma.2 Kerentanan yang dimaksud disini haruslah jelas, sehingga dapat menerangkan mengapa orang tersebut dapat menjadi skizofrenia. Semakin kecil kerentanan seseorang maka stressor kecil pun dapat menjadi skizofrenia. Semakin kecil kerentanan maka butuh stressor yang besar untuk membuatnya menjadi skizofren.2 Berdasarkan pemeriksaan psikiatrik didapatkan penampilan pasien yang kurang rapi dan kurang terawat. Dapat diambil kesimpulan pasien kurarng dapat berkomunikasi dengan baik terhadap lingkungan sekitarnya, pasien dapat menyadari dirinya mengalami gangguan jiwa yang sekarang akhirnya dibawa ke RSJ Sambang Lihum.2 Selain itu pada pasien juga didapatkan gejala bahwa pasien sering mengamuk dan bicara tidak jelas. Gejala-gejala skizofrenia menurut Bleuler dibagi atas dua yaitu primer dan sekunder. Gejala-gejala primer meliputi gangguan proses pikiran (bentuk, proses, dan isi pikiran). Pada skizofrenia inti gangguan memang terdapat pada proses pikiran, Yang terganggu terutama adalah asosiasi. Kadang-kadang satu ide belum selesai diutarakan, sudah timbul ide lain atau terdapat pemindahan maksud umpamanya maksudnya tani tetapi dikatakan sawah.2 Pada skizofrenia terdapat gangguan afek dan emosi dimana kadangkala efek dan emosi (emotional blunting) misalnya penderita menjadi acuh tak

20

acuh lagi terhadap hal-hal penting untuk dirinya sendiri seperti keadaan keluarga dan masa depannya. Emosi pasien juga bisa berubah menjadi labil dan sulit untuk dipahami.2. Gejala-gejala positif skizofrenia/psikotik antara lain agresifitas

(kecenderungan untuk berkelahi), hiperaktif, sikap permusuhan, halusinasi dan waham, insomnia dan mannerisme. Pada kasus ini pasien mengalami halusinasi akustik yaitu mendengar suara bisikan yang menyuruhnya untuk mengamuk, namun terdengar kurang jelas. Menurut teori, pada skizofrenia, halusinasi timbul tanpa penurunan kesadaran dan hal ini merupakan gejala yang hampir tidak dijumpai pada keadaan lain. Paling sering pada keadaan skizofrenia ialah halusinasi (oditif atau akustik) dalam bentuk suara manusia, bunyi barang. Kadang-kadang terdapat halusinasi penciuman (olfatorik), halusinasi citarasa (gustatorik) atau halusinasi singgungan (taktil). Halusinasi penglihatan (visual) agak jarang pada skizofrenia lebih sering pada psikosa akut yang berhubungan dengan sindrom otak organik bila terdapat maka biasanya pada stadium permulaan misalnya penderita melihat cahaya yang berwarna atau muka orang yang menakutkan2. Pasien juga mempunyai emosi yang labil sehingga pasien sering mengamuk meskipun tanpa alas an yang jelas. Hal ini juga menunjukkan adanya gejala positif skizoprenia yang mencolok. Pengobatan pada skizofren sebenarnya tidak ada pengobatan yang spesifik untuk masing-masing subtipe skizofrenia. Pengobatan hanya dibedakan berdasarkan gejala apa yang menonjol pada pasien. Pada

21

skizofrenia tak terinci, pasien ini, gejala positif lebih menonjol, maka adapun pengobatan yang disarankan kepada pasien obat-obat antipsikotik golongan tipikal yang dapat memblokade dopamin pada reseptor

pascasinaptik neuron di otak. 3,4 Chlorpromazin termasuk obat psikotik tipikal yang mempunyai aktivitas memblokade dopamin pada reseptor pascasinaptik neuron di otak, terutama di simtem limbik dan sistem ekstrapiramidal (dopamin D2 reseptor antagonis). Efek samping dapat berupa sedasi dan inhibisi psikomotor (mengantuk, kemampuan kognitif menurun), gangguan otonomik (hipotensi, antikolinergik), ganguan ekstrapiramidal (distonia akut, sindrom Parkinson), gangguan endokrin (ginekomastia) biasanya pada pemakaian jangka panjang. Halloperidol untuk menghilangkan gejala psikotik berupa halusinasi. Trihexaperidil digunakan untuk memperbaiki sosialisasi pada pasien.3 Adapun efek samping dari pemberian obat anti psikotik yaitu4: 1. Sedasi dan inhibisi psikomotor 2. Gangguan otonomik (hipotensi ortostatik, antikolenergik berupa mulut kering, kesulitan miksi dan defekasi, hidung tersumbat, dan mata kabur). 3. Gangguan endokrin 4. Gangguan ekstrapiramidal (distonia akut, akathisia dan sindrom Parkinson berupa : tremor, bradikinesia, rigiditas) 5. Hepatotoksik Efek samping obat anti psikotik salah satunya adalah hepatotoksik sehingga untuk memonitornya perlu pemeriksaan fungsi hati berkala. Adapun

22

pemeriksaan penunjang seperti laboratorium darah untuk mengevaluasi pemberian antipsikosis yang mempunyai efek samping terhadap fungsi hati dan ginjal karena hati merupakan organ utama untuk metabolisme obat-obat psikotik. Selain terapi obat-obatan juga bisa diterapkan terapi psikososial yang terdiri dari terapi perilaku, terapi berorientasi keluarga, terapi kelompok, psikoterapi indivisual. Terapi perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan keterampilan sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial,

kemampuan menolong diri sendiri, dan konunikasi interpersonal. Terapi berorientasi keluarga cukup berguna dalam pengobatan skizofrenia. Terapi kelompok biasanya memusatkan pada rencana, masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata. Psikoterapi, rehabilitasi, terapi religius dan perilaku juga perlu diberikan pada pasien ini3. Prognosis untuk penderita ini adalah dubia ad malam, karena dilihat dari diagnosis penyakit, perjalanan penyakit, ciri kepribadian, stressor psikososial, usia saat menderita, ekonomi, pengobatan psikiatri dan ketaatan berobat yang buruk.

23

DAFTAR PUSTAKA

1. Sinaga BR. Skizofrenia dan Diagnosis banding. Jakarta. 2007: 12-137.


2.

Anonymous. Skizofrenia. http://www.scribd.com/doc/71066591/makalahskizofrenia. Diakses pada tanggal 13 September 2012.

3. Syamsulhadi dan Lumbantobing. Skizofrenia. Jakarta: FK UI. 2007. 2634.


4.

Goodman dan Gilman Dasar Farmakologi Terapi vol 1. Jakarta : EGC. 2007. 475,480-482.

24

Anda mungkin juga menyukai