Anda di halaman 1dari 67

PENGARUH SPRITUAL EMOTIONAL FREEDOM TECHNIQUE (SEFT)

TERHADAP KECEMASAN BAGI SISWA SMP DALAM MENGHADAPI


MASA PANDEMI COVID-19 DI SMP CITRA INSANI MADANI
KECAMATAN RAWAJITU SELATAN KABUPATEN
TULANG BAWANG LAMPUNG
TAHUN 2021

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan oleh :
Erlin Widyaningrum
175140098

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS MITRA INDONESIA
2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 PENDAHULUAN

Kecemasan merupakan sebuah masalah psikologis yang ditunjukan


dengan sikap khawatir terhadap suatu hal yang dipersepsikan kurang baik
oleh individu. Kecemasan bisa berupa kegelisahan, kekhawatiran, dan
ketakutan terhadap sesuatu yang tidak jelas (Armasari et al,2012).

Menurut (Sadock,2010) kecemasan adalah respon terhadap situasi


tertentu yang mengancam, dan merupakan hal yang normal terjadi
menyertai perkembangan, perubahan, pengalaman baru atau yang belum
pernah dilakukan, serta dalam menemukan identitas diri dan arti hidup.
Kecemasan adalah reaksi yang dapat dialami siapapun, namun cemas
yang berlebihan apalagi yang sudah menjadi gangguan akan menghambat
fungsi seseorang dalam kehidupannya. Kecemasan adalah pengalaman
umum manusia dan merupakan emosi dasar manusia yang dapat
didefinisikan sebagai kegelisahan, ketidaknyamanan, ketidakpastian, atau
ketakutan dari suatu bahaya (Varcarolis & Halter, 2010).

Pandemi virus corona tidak hanya mengancam kesehatan fisik, namun


juga kesehatan mental setiap individu. Tidak hanya rasa takut, efek
psikologis yang ditimbulkan pun bisa berdampak serius. Wabah infeksi
virus corona atau covid semakin meluas dan telah terjangkit lebih dari
190 negara, termasuk Indonesia. Di Indonesia sendiri jumlah pasien covid
terus bertambah dengan cepat. Seseorang dikatakan kesehatan mentalnya
terjamin ketika aspek emosional, sosial, atau kognisinnya terampil dan
matang.
Berdasarkan data codiv-19 di Indonesia pada tanggal 1 Juni 2021
didapatkan 1.826.527 terjadi penambahan kasus (4.824) positif. 1.674.479
terjadi penambahan (5.360) sembuh, dan 50.723 bertambah (145)
meninggal. Sedangkan 61.108 (suspek), 75.945 (spesimen), 101.325
(kasus aktif). Sedangkan di Lampung pada tanggal 31 Mei 2021
didapatkan kasus suspek 228 (kasus baru 13) (kasus lama 215), kasus
konfirmasi 18.197 (kasus baru 99) (kasus lama 18.098), kematian
konfirmasi 1.002 (kemarin 997) (hari ini 5), selesai isolasi konfirmasi
(16.283). Sedangkan di Kabupaten Tulang Bawang 3.136 (ODP), 98
(PDP), 105 (kasus terkonfirmasi covid-19).

Misal anak dapat mengendalikan rasa marah atau mengekspresikan


kemarahannya dengan baik atau dengan cara-cara yang bisa diterima.
Penyebab anak mengalami gangguan mental yaitu, faktor biologis, faktor
individu, faktor lingkungan.

Pada masa pandemi mengalami perubahan diantaranya yaitu WFH,


everything virtual, transport mode choice, sampai dengan controll access
(Roycnhansyah, 2020). Penggunaan teknologi yang tadinya lebih banyak
sebagai pendukung kerja sekunder atau malah rekreasi, berubah menjadi
fasilitas kerja utama. Hal ini juga berdampak pada sistem pendidikan di
Indonesia. Dalam sektor pendidikan misalnya, pengajar dan peserta didik
akan terbiasa melakukan interaksi pembelajaran jarak jauh
(GEOSEE,2020). Menurut Roycnhansyah (2020), perilaku masyarakat
pada masa pandemi mengalami perubahan diantaranya yaitu WFH,
everything virtual, transport mode choice, sampai dengan controll access.
Penggunaan teknologi yang tadinya lebih banyak sebagai pendukung
kerja sekunder atau malah rekreasi, berubah menjadi fasilitas kerja utama.
Hal ini juga berdampak pada sistem pendidikan di Indonesia. Dalam
sektor pendidikan misalnya, pengajar dan peserta didik akan terbiasa
melakukan interaksi pembelajaran jarak jauh (GEOSEE,2020).
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO, 2017) menyatakan bahwa depresi
dan kecemasan merupakan gangguan jiwa yang prevaliensinya paling
tinggi. Lebih dari 200 juta orang di dunia (3,6% dari populasi) menderita
kecemasan dan hampir separuhnya berasal dari wilayah Asia Tenggara
dan Pasifik Barat Menurut Bureau (dalam Subandi 2013), bahwa: “Angka
kejadian gangguan kecemasan di Indonesia sekitar 39 juta jiwa dari 238
juta jiwa penduduk”. Prevalensi gangguan kecemasan diperkirakan antara
9%-12% dari populasi umum di Indonesia.

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementrian


Kesehatan Republik Indonesia terjadi peningkatan gangguan emotional
tahun 2013, dimana RISKESDAS tahun 2013 menyimpulkan prevalensi
gangguan mental emosional yang menunjukkan gejala depresi dan
kecemasan usia 15 tahun ke atas adalah sekitas 14 juta orang atau 6,0%
(37.728). Pravelensi gangguan mental emotional tertinggi di sulwesi
tengah 11.6%, sedangkan di Lampung (1.2%) dan 2018 berjumlah 9,8%
dari jumlah penduduk Indonesia. Psedangkan 2018 mengalami
peningkatan 5.6% (2018) sedangkan gangguan mental emosional (GME)
penduduk secara umum di Lampung sebesar 6,8% lebih rendah dari
angka nasional (11,6) Gangguan Mental Emosional tertinggi terdapat di
Kabupaten Selatan sebesar 10,4%, Bandar Lampung, Tulang Bawang
sebesar 5,6% dan terendah Lampung Utara sebesar 3.1%. Penelitian
WHO tahun 2019 memaparkan bahwa depresi dan kecemasan
menyebabkan kerugian ekonomi sebesar 1 triliyun USD akibat hilangnya
sumberdaya manusia. (HIPSI, 2020). Tercatat dalam laporan IPK (Ikatan
Psikologis Klinis) bahwasannya Indonesia memiliki enam masalah
Psikologis yang paling banyak dialami pada pandemi ini terhitung dari
Maret-Agustus 2020. Adapun dengan rincian populasi analisis 14.619
klien individu, 927 klien keluarga, dan 191 klien komunitas dangan
spesifikasi usia anak atau remaja berjumlah 4.690 orang, dewasa 9.426
orang dan lansia 501 orang. Adapun enam masalah paling banyak adalah
hambatan belajar dengan persentase tertingginya yaitu 25,8 persen yang
di latar belakangi dengan perubahan kegiatan belajar mengajar yang
semula bertatap muka menjadi daring serta membuat orang tua dan siswa
menjadi stress. Hal ini menjadikan stress umum berada di persentase
kedua dengan angka 23,9 persen, disusul dengan keluhan cemas sebesar
18,9 persen, mood swing atau perubahan hati secara tiba-tiba sebesar 9,3
persen, dilanjutkan gangguan cemas sebesar 8,8 persen, dan terakhir
keluhan somatik dengan angka 4,7 persen. (Gamayanti, Indria L., 2020).

Terapi farmokologi untuk kecemasan terutama benzodiazepine untuk


jangka pendek dan dianjurkan untuk jangka panjang karena pengobatan
ini menyebabkan toleransi dan ketergantungan. Terapi nonfarmokologi
menggunakan terapi distrasi, terapi spiritual, terapi hipnoterapi 5 jari,
terapi aroma terapi, terapi musik, terapi reksasi, terapi seft.

Penelitian yang dilakukan oleh Aziz Akhmadi Muslim bahwa ada


Pengaruh Terapi Seft (Spritual Emotional Freedom Tecnique) Terhadap
Penurunan Kecemasan Bagi Siswa SMA Dalam Menghadapi Ujian Di
SMA Negri 1 Kasihan dengan pi value didapatkan 34 (48,6%) siswa
mengalami penurunan kecemasan pada kelompok intervensi, dan 21
(30%) siswa pada kelompok kontrol, sedangkan 11 (15,7%), siswa
mengalami peningkatan kecemasan pada kelompok kontrol dan sebanyak
4 (5,7%) siswa mengalami kecemasan tetap.

Penelitian yang dilakukan oleh Medina Chodijah, Dian Siti Nurjanah, Ai


Yeni Yulianto, M. Nur Samad Kamba menyatakan bahwa penelitian ini
bertujuan untuk menganalisa bagaimana SEFT sebagai teknik terapi
dalam mengatasi kecemasan akibat virus covid-19 dan bagaimana
dampaknya individu yang melakukan. Hasil uji coba kasus pada klien
yang mengalami kecemasan akibat pandemi covid-19 dan bagimana
dampaknya individu yang melakukan. Hasil uji coba kasus pada klien
yang mengalami kecemasan akibat pandemi virus covid-19 menunjukan
tingkat kecemasan klien menurun jauh sehingga dapat dikatakan bahwa
teknik SEFT dapat dijadikan sebagai salah satu teknik terapi dalam
menangani klien yang mengalami kecemasan akibat mewabahnya virus
covid-19.

Penelitian yang dilakukan oleh Ronica bahwa ada Pengaruh SEFT


(Spritual Emotional Freedom Tecnique) Dalam Penurunan Kecemasan
Dalam Berbicara Di Depan Umum. Pi value didapatkan nilai yang
signifikan sebesar 0,043 yang berarti lebih kecil dari 0,05 (0,043<0,05)
yang artinya Ha diterima.

Berdasarkan data Triwulan di tahun 2019, Puskesmas Gedung Karya Jitu


terdapat 11 orang yang mengalami GME, Puskesmas Rawajitu Timur dan
Puskesmas Medasari melaporkan tidak adanya kasus GME.

Berdasarkan dari hasil prasurvey peneliti yang di lakukan pada tanggal 20


April 2021 terdapat 15 siswa di SMP Citra Insani Madani Kecamatan
Rawajitu Selatan Kabupaten Tulang Bawang Lampung yang mengalami
gangguan emotional ada 7 orang, dari 15 responden, sedangkan 8 orang
tidak mengalami gangguan emotional, dari yang mengalami gangguan
emotional tesebut sudah melakukan manjemen nonfarmakologi seperti
terapi nafas dalam, tapi ada siswa yang belum pernah melakukan terapi
seft. Dari data tersebut peneleti menggunakan. Alat ukur saat prasurevey
dengan kuesioner SDQ penilitan ini mencakup 25 pertanyaan yang
terbagi ke dalam 5 sub skala yaitu sub emosional, perilaku meganggu,
hiperaktif, masalah dalam relasi dan kelompok sebaya, ketidak pendulian.
Dan penjumlahan skornya mendapatkan hasil abnormal.
Oleh karena itu salah satu penatalaksanaan kecemasan selain
menggunakan farmokologi berupa pengobatan anticemas seperti
benzodiazepine dalam pengobatan kecemasan. Dan upaya
nonfarmokologi membantu menurunkan kecemasan dengan
menggunakan SEFT.

Seft merupakan terapi psikologi yang digunakan untuk melengkapi alat


psikoterapi yang sudah ada. Seft merupakan gabungan antara Spiritual
Power dan Energy Psychologi. Terapi ini sangat mudah untuk dilakukan,
sama sekali tidak menggunakan obat-obatan serta tanpa menggunakan
prosedur diagnosis yang rumit.

Teknik SEFT dengan berbagai teknik terapi yang berbasis energy


psychology berbeda dengan teknik yang lain karena adanya unsur
spiritualitas. Spiritualitas menjadi salah satu perbedaan antara SEFT dan
EFT, dimana dalam SEFT menanamkan afirmasi-afirmasi positif seperti,
kesabaran, keikhlasan dan keyakinan. Menurut Mubarok (2017)
mengungkapkan bahwa Ibrahim Al Kurani berpandangan bahwa konsep
kebebasan (free will, qadariyah) adalah tertolak. Sehingga hal yang
berkaitan dengan spiritualitas menjadi bagian penting dalam penelitian ini
yang dapat dijadikan kontrol antara hubungan Tuhan dan manusia.

Berdasarkan penelitian dari Finka (2018) mengungkapkan bahwa


kecerdasan spiritual merupakan modal spiritual individu, dengan model
spiritual yang ada dalam diri individu akan mampu membangkitkan
motivasi tinggi dalam memandang kehidupan, tidak lagi hanya
memandang sebatas materi tetapi menjadikan Seft merupakan terapi
psikologi yang digunakan untuk melengkapi alat psikoterapi yang sudah
ada.
Berdasarkan data diatas penelitian tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai “pengaruh spiritual emotional freedom techique (seft) terhadap
kecemasan bagi siswa SMP dalam menghadapi masa pandemi covid-19
di SMP Citra Insani Madani Kecamatan Rawajitu Selatan Kabupaten
Tulang Bawang Lampung”

1.2 IDENTIFIKASI MASALAH

Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas maka dapat


diidentifikasikan masalah sebagai berikut:

1. Angka kejadian gangguan kecemasan di Indonesia sekitar 39 juta jiwa


dari 238 juta jiwa penduduk. Prevalensi gangguan kecemasan
diperkirakan antara 9%-12% dari populasi umum di Indonesia angka
ini diperkirakan akan terus meningkat.
2. Prevalensi gangguan emosional pada penduduk berusia 15 tahun ke
atas meningkat dari 6% (pada tahun 2013) menjadi 9,8%, 5,6% di
provinsi Lampung dan Kabupaten Tulang Bawang (di tahun 2018).
3. Pada Triwulan di tahun 2019, Puskesmas Gedung Karya Jitu terdapat
11 orang yang mengalami GME, Puskesmas Rawajitu Timur dan
Puskesmas Medasari melaporkan tidak adanya kasus GME.
4. Hasil prasurvey peneliti yang di lakukan pada tanggal 20 April 2021
terdapat 15 siswa di SMP Citra Insani Madani Kecamatan Rawajitu
Selatan Kabupaten Tulang Bawang Lampung yang mengalami
gangguan emotional ada 7 orang, dari 15 responden, sedangkan 8
orang tidak mengalami gangguan emotional, dari yang mengalami
gangguan emotional tesebut sudah melakukan manjemen
nonfarmakologi seperti terapi nafas dalam, tapi ada siswa yang belum
pernah melakukan terapi seft.
1.3 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan yang akan


dibahas dalam penelitian ini adalah: Adakah pengaruh spiritual emotional
freedom technique (seft) terhadap kecemasan bagi siswa SMP dalam masa
pandemi di SMP Citra Insani Madani Kecamatan Rawajitu Selatan
Kabupaten Tulang Bawang Lampung tahun 2021?

1.4 TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang akan dicapai


dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh spiritual emotional freedom technique


(seft) terhadap kecemasan bagi siswa SMP Citra Insani Madani
Kecamatan Rawajitu Selatan Kabupaten Tulang Bawang Lampung
dalam masa pandemi covid-19 di tahun 2021.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui karakteristik penderita kecemasan pada siswa


SMP Citra Insani Madani.
2. Untuk mengidentifikasi tingkat kecemasan sebelum dilakukan
spiritual emotional freedom technique (seft).
3. Untuk mengidentifikasi tingkat kecemasan sesudah dilakukan
spiritual emotional freedom technique (seft).
4. Untuk Mengidentifikasi sebelum dan sesudah dilakukan spiritual
emotional freedom technique (seft).
1.5 MANFAAT PENELITIAN

1.5.1 Manfaat Teoritis


1. Untuk Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini memberikan sumbangan dalam pengembangan ilmu
pengetahuan dibidang kesehatan khususnya untuk memperdalam
ilmu yang berkaitan dengan pengaruh spiritual emotional freedom
technique (seft) terhadap kecemasan bagi siswa SMP dalam masa
pandemi covid-19 di SMP Citra Insani Madani Kecamatan Rawajitu
Selatan Kabupaten Tulang Bawang Lampung tahun 2021. Hasil
penelitian ini nantinya bisa digunakan sebagai dasar untuk penelitian
selanjutnya.
2. Untuk Program Studi Keperawatan Universitas Mitra Indonesia
Sebagai media pengabdian terhadap masyarakat dan juga sebagai
media pengaplikasian ilmu pada mahasiswa.

1.5.2 Manfaat Aplikatif


1. Untuk Masyarakat
Sebagai sumber media pemberian pemahaman terhadap masyarakat
dalam pengaruh spiritual emotional freedom technique (seft) terhadap
kecemasan bagi siswa SMP dalam masa pandemi covid-19 di SMP
Citra Insani Madani Kecamatan Rawajitu Selatan Kabupaten Tulang
Bawang Lampung tahun 2021.
2. Untuk Sekolah Menengah Pertama
Sebagai bahan untuk memberikan masukan dan pertimbangan dalam
menentukan kebijakan dalam pengaruh spiritual emotional freedom
technique (seft) terhadap kecemasan bagi siswa SMP dalam masa
pandemi covid-19 di SMP Citra Insani Madani Kecamatan Rawajitu
Selatan Kabupaten Tulang Bawang Lampung tahun 2021.
1.6 RUANG LINGKUP PENELITIAN

Penelitian ini berfokus pada masalah keperawatan jiwa. Dalam penelitian


ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh metode seft terhadap
penurunan tingkat kecemasan bagi siswa SMP dalam masa pandemi
covid-19 di SMP Citra Insani Madani Kecamatan Rawajitu Selatan
Kabupaten Tulang Bawang Lampung tahun 2021. Metode penelitian ini
menggunakan desain quasi eksperimental dengan rancangan Pretest Post
Test Control Group.

Instrumen penelitian ini menggunakan kuisioner SDQ sebagai instrumen


skrining dan Hars sebagai alat ukur semua tanda kecemasan baik psikis
maupun somatic.

Subyek penelitian ini adalah seluruh siswa di SMP Citra Insani Madani
Kecamatan Rawajitu Selatan Kabupaten Tulang Bawang Lampung yang
berjumlah 80 siswa, sedangkan obyek penelitian Pretest sebelum
diberikan perlakukan spiritual emotional freedom technique (seft)
terhadap kecemasan dan posttest setelah diberikan perlakukan spiritual
emotional freedom technique (seft) terhadap kecemasan yang
memungkinkan menguji perubahan-perubahan yang terjadi setelah
adanya eksperimen diwilayah SMP Citra Insani Madani Kecamatan
Rawajitu Selatan Kabupaten Tulang Bawang Lampung yang telah
dilakukan 20 April 2021, teknik pengambilan sampel menggunakan
nonprobability sampling / purposive sampling.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP KECEMASAN
2.1. KECEMASAN
a. Definisi Kecemasan

Kecemasan (anxiety) berasal dari bahasa latin “angutus” yang berarti


kaku, dan “ango, anci” yang berarti menekik. Kecemasan adalah suatu
istilah yang menggambarkan gangguan psikologis yang dapat memiliki
karakteristik yaitu berupa rasa takut, keprihatinan terhadap masa depan,
kekhawatiran yang berkepanjangan, dan rasa gugup. Rasa kecemasan
memang biasa dihadapi semua orang. Namun rasa cemas disebut
gangguan psikologis ketika rasa cemas menghalangi seseorang untuk
menjalani kehidupan sehari-hari dan menjalani kegiatan produktif.
Sementara orang yang mengalami kecemasan menyadari bahwa
kecemasan mereka terlalu berlebihan, mereka juga mungkin mengalami
kesulitan mengontrolnya dan dapat berdampak negative pada kehidupan
sehari-hari (insel, 2013).

Menurut kamus kedokteran Dorland, kecemasan atau disebut dengan


anxiety adalah keadaan emosional yang tidak menyenangkan, berupa
respon-respon psikofiologis yang timbul sebagai antisipasi bahaya yang
tidak nyata, atau khayalan, tampaknya disebabkan oleh konflik intrapsikis
yang tidak disadari secara langsung. Kecemasan adalah keadaan emosi
tanpa objek tertentu. Kecemasan dipicu oleh hal yang tidak diketahui dan
menyertai semua pengalaman baru, seperti masuk sekolah, memulai
pekerjaan baru atau melahirkan anak. Karakteristik kecemasan ini
membedakan rasa takut (Stuart dan Sundeen, 2016).

Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2016) ansietas atau kecemasan
ialah kondisi dan pengalaman subyektif individu terhadap objek yang
tidak jelaskan spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan
individu melakukan tindakan untuk menghadapi.

Herdman (2012, dalam NANDA 2012) mendefinisikan ansietas sebagai


perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang sama disertai respon
autonom (sumber seringkali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh
individu); perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap
bahaya.

b. Faktor-faktor Penyebab Kecemasan

Kecemasan sering kali berkembang selama jangka watu dan sebagian


besar tergantung pada seluruh pengalaman hidup seseorang. Peristiwa-
peristiwa atau situasi khusus dapat mempercepat munculnya serangan
kecemasan. Menurut Savitri Ramaiah (2003):11) ada beberapa faktor
yang menunjukkan reaksi kecemasan, diantaranya yaitu :

a. Lingkungan
Lingkungan atau sekitar tempat mempengaruhi cara berfikir individu
tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini disebabkan karena
adanya pengalaman yang tidak menyenangkan pada individu dengan
keluarga, sahabat, ataupun dengan rekan kerja. Sehingga individu
tersebut merasa tidak aman terhadap lingkungannnya.
b. Emosi yang ditekan
Kecemasan bisa terjadi jika individu tidak mampu menemukan jalan
keluar perasaannya sendiri dalam hubungan personal ini, terutama jika
dirinya menekan rasa marah atau frustasi dalam jangka waktu yang
sangat lama.

c. Sebab-sebab fisik
Pikiran dan tubuh senantisa berinteraksi dan dapat menyebabkan
timbulnya kecemasan. Hal ini terlihat dalam kondisi seperti misalnya
kehamilan, semasa remaja, dan sewaktu pulih dari suatu penyakit,
karena ditimpa kondisi-kondisi ini, perubahan-perubahan perasaan
lazim, munul, dan ini dapat menyebabkan timbulnya kecemasan.

Menurut Zakiah Daradjat (Kholil Lur Rochman, 2016:167) beberapa


penyebab kecemasan yaitu:
a. Rasa cemas yang timbul akibat melihat adanya bahaya yang
mengancam dirinya, kecemasan yang berlebihan ini lebih dekat
dengan rasa takut, karena sumbernya terlihat jelas didalam fikiran.
b. Cemas karena merasa berdosa atau bersalah, karena mereka
melakukan hal-hal yang berlawanan dengan keyakinan hati nuraini.
Kecemasan in I sering pula menyertai gejala-gejala gangguan mental,
yang kadang-kadang terlihat dalam bentuk yang umum.
c. Kecemasan yang berupa penyakit dan terlihat dalam bebarapa bentuk,
kecemasan disebabkan oleh hal yang tidak jelas dan tidak berhubungan
dengan apapun yang terkadang disertai dengan perasaan takut yang
mempengaruhi keseluruhan kepribadian penderitanya.

Kecemasan datang karena adanya suatu emosi yang berlebihan, selain itu
keduanya mampu hadir kerena lingkungan yang menyertai antara lainnya
lingkungan keluarga, sekolah.
Menurut Musfir Az-Zahrani (2002:511) ada beberpa faktor yang
menyebabkan kecemasan :
a. Lingkungan keluarga (internal)
Keadaan rumah dengan kondisi yang penuh dengan pertengkaran atau
penuh dengan kesalah pahaman dan serta adanya ketidak pedulian
orang tua terhadap anaknya-anaknya, dapat menyebabkan
ketidaknyaman serta kecemasan pada saat anak didalam rumah.

b. Lingkungan social
Lingkungan social adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
kecemasan individu. Jika individu tersebut berada pada lingkungan
yang tidak baik, dan individu tersebut menimbulkan adanya berbagai
penilaian buruk dimata masyarakat. Sehingga dapat menyebabkan
kecemasan.

c. Tanda Dan Gejela Kecemasan

Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2016) tanda dan gejala ansietas
sebagai berikut yaitu:

Tabel 1

1) Gejala dan tanda mayor ansietas :

Subjektif Objektif

Merasa bingung Tampak gelisah

Merasa khawatir dengan akibat dari Tampak tegang


kondisi yang dihadapi

Sulit berkonsentrasi Sulit tidur


2) Gejala dan tanda minor ansietas :

Subjektif Objektif

Mengeluh pusing Frekuensi napas meningkat

Anoreksia Frekuensi nadi meningkat

Palpitasi Tekanan darah meningkat

Merasa tidak berdaya Diaphoresis

Tremor

Muka tampak pucat

Suara bergetar

Kontak mata buruk

Sering berkemih

Berorientasi pada masa lalu

(Sumber : SDKI,Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016)

d. Proses Terjadinya Masalah Kecemasan

a. Faktor Predesposisi
Stressor predesposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang
dapat menyebabkan timbulnya kecemasan (Suliswati,2005).
Ketegangan dalam kehidupan tersebut dapat berupa:
1) Peristiwa traumatic, yang dapat memicu terjadinya kecemasan
berkaitan dengan krisi yang dialami individu baik krisis
perkembangan atau situasional.
2) Konflik emosional, yang dialami individu dan tidak terselesaikan
dengan baik. Konflik anatara keinginan dan kenyataan dapat
menimbulkan kecemasan pada individu.
3) Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan
individu berfikir seara realities sehingga akan menimbulkan
kecemasan.
4) Frustasi akan menimbulkan ketidaknyamanan untuk mengambil
keputusan yang berdampak terhadap ego.
5) Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan
ancaman terhadap integritas fisik yang dapat mempengaruhi
konsep diri individu.
6) Pola mekanisme koping keluarga atau keluarga menangani stress
akan mempengaruhi individu berespon terhadap konflik yang
dialami kepada individu mekanisme koping individu yang banyak
dipelajari dalam keluarga
7) Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan
mempengaruhi respons individu dalam berespons terhadap konflik
dan mengatasi kecemasan
8) Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah
pengobatan yang mengandung benzodizepin, karena benzodizepin
dapat menekan neurotrastimer gamma amino butyric acid (GBA)
yang mengotrol aktivitas neuron diotak yang bertanggung jawab
menghasilkan kecemasan.

b. Faktor Prespitasi

Stresor prestipasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang


dapat mencetus timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005). Stressor
presipitasi kecemasan dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu:
1) Ancaman terhadap integritas fisik. Ketegangan yang mengancam
integritas fisik yang meliputi:
 Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologis sistem
imun, regulasi suhu tubuh, perubahan biologis normal (misalnya:
hamil)
 Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus, dan
bakteri, polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak
adekuatnya tempat tinggal.

2) Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan


eksternal
 Sumber internal: kesulitan dalam berhubungan interpersonal
dirumah dan tempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru.
Berbagai ancaman terhadap integritas fisik juga dapat mengancam
harga diri.
 Sumber ekternal kehilangan orang yang dicintai perceraian,
perubahan status pekerjaan, tekanan kelompok, social budaya.

e. Rentang Respon

Respon adaptif Respon Maladaptif

Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik

a. Kecemasan Ringan
Kecemasan ringan adalah perasaan bahwa ada sesuatu yang berbeda
dan membutuhkan perhatian khusus. Stimulasi sensori meningkat dan
membantu individu memfokusakan perhatian untuk belajar,
menyelesaikan masalah, berfikir bertindak, merasakan, dan melindungi
diri sendiri.

Menurut Videbek (2008), respon dari kecemasan ringan adalah


sebagai berikut:

1) Respons fisik dari kecemasan ringan adalah :


a. Ketegangan otot ringan
b. Sadar akan lingkungan
c. Rileks atau sedikit gelisah
d. Penuh perhatian
e. Rajin

2) Respon kognitif dari kecemasan ringan adalah


a. Lapang persepsi luas
b. Terlihat tenang, percaya diri
c. Perasaan gagal sedikit
d. Waspada dan memperhatikan banyak hal
e. Tingkat pembelajaran optimal

3) Respons emosional dari kecemasan ringan adalah :


a. Perilaku optimis
b. Sedikit tidak sadar
c. Aktivitas menyendiri
d. Testimulasi
e. Tenang
b. Kecemasan Sedang

Merupakan perasaan yang meganggu bahwa ada sesuatu yang bener-


bener berbeda, individu menjadi gugup atau agitasi. Menurut Videbek
2008). Respons dalam kecemasan sedang adalah :

1) Respons Fisik Kecemasan sedang adalah :


a. Ketegangan otot sedang
b. Tanda-tanda vital meningkat
c. Sering mondar mandir, mumukul tangan
d. Pupil distasi, mulai berkeringat
e. Kewaspadaan dan ketegangan meningkat
f. Suara berubah, bergetar, nada suara tinggi
g. Sering Berkemih, sakit kepala, pola tidur berubah, nyeri
punggung.

2) Respons Kognitif dari kecemasan sedang adalah


a. Lapang persepsi menurun
b. Tidak perhatian secara selektif
c. Fokus terhadap stimulasi meningkat
d. Rentang perhatian menurun
e. Penyelesaian masalah menurun
f. Pembelajaran terjadi dengan memfokuskan

3) Respon Emosional Kecemasan Sedang


a. Tidak nyaman
b. Mudah tersinggung
c. Keperayaan diri goyah
d. Tidak sabar
e. Gembira
c. Kecemasan Berat

yakni ada sesuatu yang berbeda dan ancaman memperlihatkan rasa


takut dan distress.

1) Respons fisik kecemasan berat adalah :


a. Ketegangan otot berat
b. Hiperventilasi
c. Kontak mata buruk
d. Pengeluaran keringat meningkat,
e. Bicara cepat nada suara tinggi
f. Tindakan tanpa tujuan dan serempangan
g. Rahang menegang, mengertakan gigi
h. Mondar mandir, berteriak
i. Meremas tangan, gemetar

2) Respon kognitif dari kecemasan berat adalah:

a. Lapang persepsi terbatas


b. Proses berfikir sulit terpecah-pecah
c. Penyelesaian masalah buruk
d. Tidak mampu mempertimbangkan informasi
e. Hanya memperhatikan ancaman
f. Preokupsi dengan pikiran sendiri
g. Egosentris

3) Respons Emosional Kecemasan berat adalah :

a. Sangat cemas
b. Agitasi
c. Takut / bingung
d. Merasa tidak adekuat
e. Menarik diri
f. Penyangkalan
g. Ingin beban

d. Panik

Individu kehilangan kendali dan detail perhatian hilang karena


kehilangan kontrol, maka tidak mampu melakukan apapun meskipun
dengan perintah. Menurut Videbek (2008), respons dari panic adalah
sebagai berikut:

1) Respons fisik dan panik adalah


a. Flight, fight, atau freze
b. Ketegangan otot sangat besar
c. Agitasi motorik kasar
d. Pupil dilatasi
e. Tanda-tanda vital meningkat kemudian menurun
f. Tidak dapat tidur
g. Hormon stress dan neurotransmetir berkurang
h. Wajah menyeringai dan mulut ternganga

2) Respon kognitif dari panic adalah


a. Persepsi sangat sempit
b. Pikiran tidak logis, terganggu
c. Kepribadian kaku
d. Tidak dapat menyesuaikan masalah
e. Fokus pada pikiran sendiri
f. Tidak rasional / sulit memahami eksterna
g. Halusinasi, waham, ilusi mungkin terjadi
3) Respons Emosional dari panic adalah :
a. Merasa terbebani
b. Merasa tidak mampu, tidak berdaya
c. Lepas kendali
d. Mengamuk, putus asa
e. Marah, sangat takut
f. Mengharapkan hasil yang buruk
g. Kaget, takut, lelah

e. Mekanisme Koping

Kemampuan individu menanggulangi kecemasan secara konstruksi


merupakan faktor utama yang membuat pasien berprilaku patologis
atau tidak. Bila individu sedang mengalami kecemasan mencoba
menetralisasikan, mengingkari atau meniadakan kecemasan dengan
mengembangkan pola koping. Pada kecemasan ringan mekanisme
koping yang baisanya digunakan adalah menangis, tidur, makan,
tertawa, berkhayal, mamaki, merokok, olahraga, mengurangi kontak
mata dengan orang lain, membatasi diri pada orang lain (2005).

Mekanisme koping untuk mengatasi kecemasan sedang, ringan, berat


dan panic membutuhkan banyak energy. Menurut Suliswati (2005)
mekanisme koping yang dilaukan ada dua jenis yaitu :

a. Task oriented reaction atau reaksi yang berorientasi pada tugas.


Tujuan yang ingin dicapai dengan melakukan koping ini adalah
individu mencoba mengahadapi kenyataan tuntutan , stress, dengan
menilai secara objektif ditunjukan untuk mengatasi masalah,
memulihkan konflik dan memenuhi kebutuhan.
1) Perilaku menyerang digunakan untuk mengubah atau mengatasi
hambatan pemenuhan kebutuhan.
2) Perilaku menarik diri digunakan baik secara fisik maupun
psikologis untuk memindahkan seseorang dari sumber strees.
3) Perilau kompromi digunakan untuk mengubah cara seseorang
mengoprasikan, mengganti tujuan, atau mengorbankan aspek
kebutuhan personal seseorang.

b. Ego oriented reaction atau reaksi berorientasi pada ego. Koping ini
tidak selalu sukses dalam mengatasi masalah. Mekanasisme ini
seringkali digunakan untuk melindungi diri, sehingga disebut
mekanisme pertahanan ego diri biasanya mekanisme ini tidak
membantu untuk mengatasi masalah seacara realita. Untuk menilai
pengunaan meekanisme pertahanan individu apakah adaptif atau
tidak adaftif, perlu dievaluasi hal-hal berikut.
1) Perawat dapat mengenali secara akurat penggunaan mekanisme
pertahanan pasien.
2) Tingkat penggunaan mekanisme pertahanan diri direbut apakah
pengaruhnya terhadap disorginasikan kepribadian.
3) Pengaruh penggunaan mekanisme pertahanan terhadap kemajuan
kesehatan pasien.
4) Alesan pasien menggunakan mekanime pertahanan.

f. Penatalaksanaan Kecemasan

1. Penatalaksanaan Farmakologis
Pengobatan untuk anti kecemasan terutama benzodiazepepine, obat
ini digunakan untuk jangka pendek, dan dianjurkan untuk jangka
panjang karena pengobatan ini menyebabkan toleransi dan
ketergantungan. Obat anti kecemasan nonbenzodiazepine, seperti
budpiron (Biaspar) dan berbagai anti depresi juga digunakan
(Marsh, 2015).

2. Penatalaksanaan Non Farmakologi


1) Distraksi

Distraksi merupakan metode untuk menghilangkan kecemasan


dengan cara mengalihkan perhatian pada hal-hal lain sehingga
pasien akan lupa terhadap cemas yang dialami. Stimulus sensori
yang menyenangkan menyebabkan pelepasan endorphin yang
bisa mengahambat stimulus cemas yang mengakibatkan lebih
sedikit stimulus cemas yang ditransimitkan ke otak (Marsh,
2015).

Salah satu distraksi yang efektif adalah dengan memberikan


dukungan spiritual (membacakan doa sesuai dengan agama dan
keyakinan masing-masing), sehingga dapat menurunkan
hormon-hormon stressor, dan mengaktifkan hormone endorphin
alami. Meningkatkan rileks, dan untuk mengalihkan perhatian
rasa takut, cemas dan tegang, memperbaiki sistem ini tubuh
sehingga dapat menurunkan tekanan darah serta memperlambat
pernafasan, detak jantung, denyut nadi, dan aktivitas gelombang
otak. Saat pernafasan yang lebih dalam atau lebih lambat
tersebut sangat baik sehingga menimbulkan ketenangan, kondisi
emosi, pemikiran yang lebih dalam dan metabolisme yang lebih
baik.

2) Terapi Spritual
Terapi spiritual bisa juga disebut dengan pengobatan spiritual.
Terapi spiritual merupakan sebuah istilah yang telah dikenal
banyak orang. Akan tetapi, setiap orang mengartikan berbeda
mengenai pengobatan ini, dalam beberapa penelitian terapi
spiritual membuktikan bahwa hampir 80% segala permasalahan
yang ada didalam dunia ini memiliki akar penyebab dari dimensi
spiritual. Ketika penyebab permasalahan berasal dari dimensi
spiritual maka, untuk mengobatinnya harus dilawan atau diobati
dengan metode yang lebih kuat secara spritual dibandingkan
penyebabnya. Dalam praktiknya melibatkan penggunaan energy
spiritual untuk mengatasi masalah.

3) Hipnoterapi 5 Jari
Hipnotis lima jari adalah sebuah teknik pengalihan pemikiran
seseorang dengan cara menyentuhkan pada jari-jari tangan
sambil membayangkan hal-hal yang disukai (Keliat 2010 dalam
Astuti, Amin, & Purborini, 2017). Hipnotis 5 jari merupakan
salah satu bentuk self hipnosis yang dapat menimbulkan efek
relaksasi, sehingga akan mengurangi ketegangan dan stress dari
pikiran seseorang. Menurut Hastuti & Arumsari, 2015 Hipnotis
lima jari mempengaruhi sistem limbik seseorang sehingga
berpengaruh pada pengeluaran hormon-hormon yang dapat
memacu timbulnya stress. Menurut Evangelista et al., 2016
Hipnotis 5 jari adalah suatu terapi yang menggunakan jari
sebagai media untuk distraksi yang bertujuan untuk
pemerograman diri, menghilangkan kecemasan dengan
melibatkan saraf parasimpatis dan akan menurunkan peningkatan
kerja jantung, pernafasan, tekanan darah, kelenjar keringat dll.

4) Aroma terapi
Aroma Terapi adalah minyak alami yang diambil dari tanaman
aromatik. Aroma terapi dapat digunakan sebagai minyak pijat
(massage), inhalasi, produk untuk mandi dan parfum
Koensoemardiyah, 2009. Aroma terapi adalah pengobatan
menggunakan wangi-wangian. Istilah aroma terapi merujuk pada
penggunaan minyak esensial dalam penyembuhan holistik untuk
memperbaiki kesehatan dan kenyamanan emosional dan dalam
mengembalikan keseimbangan badan. 

Craig Hospital 2013 mengatakan aroma terapi adalah terapi atau


pengobatan dengan menggunakan bau-bauan yang berasal dari
tumbuh-tumbuhan, bunga, pohon yang berbau harum dan enak.
Aroma terapi digunakan untuk mempertahankan dan
meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan, sering digabungkan
untuk menenangkan sentuhan penyembuhan dengan sifat
terapeutik. Aroma terapi adalah salah satu teknik pengobatan
atau perawatan menggunakan bau-bauan yang menggunakan
minyak esensial. Aroma terapi dikenal sebagai suatu tindakan
perawatan alami untuk menyembuhkan penyakit secara
menyeluruh (Primadiati 2002).

5) Terapi Musik
Terapi musik adalah suatu terapi yang menggunakan metode
alunan melodi, ritme, dan harmonisasi suara dengan tepat. Terapi
ini diterima oleh organ pendengaran kita yang kemudian
disalurkan ke bagian tengah otak yang disebut sistem limbik
yang mengatur emosi (Cervellin G, 2011)

6) Relaksasi
Terapi relaksasi yang dilakukan dapat berupa relaksasi, meditasi,
relaksasi imajinasi dan visulisasi serta relaksasi progresif
(Marsh, 2015).

7) Seft

SEFT sebagai sebuah teknik terapi berbasis energy psychology


dan spiritual power dimana penggunanya melakukan sejumlah
ketukan pada titik-titik meridian tubuh di sepanjang jalur
meridian tubuh sambil melakukan doa pada Sang Pencipta
(Zainuddin 2009).

Dari ketiga pendapat di atas maka dapat disimpulkan Spritual


Emotional Freedom Technique atau SEFT adalah sebuah teknik
terapi berbasis energy psychology dimana penggunanya
melakukan sebuah ketukan ringan pada titik-titik meridian tubuh
sepanjang 12 jalur meridian tubuh sambil melakukan doa
terhadap Sang Pencipta dengan ikhlas dan pasrah (Zainuddin,
2009).

SEFT adalah sebuah metode atau teknik yang mempergunakan


energy tubuh dirinya sendiri untuk mengendalikan serta
menghilangkan berbagai permasalahan yang dialami; baik
masalah fisik seperti gangguan mual, sakit kepala, pusing,
sampai gangguan berat seperti stroke, gangguan jantung dan lain
sebagainya; maupun masalah psikis, seperti takut, panik, cemas,
stress, phobia, trauma dan masih banyak lagi
(seftpower.blogspot.com, 2008).

g. Alat Ukur Kecemasan

Pengukuran tingkat kecemasan dapat dinilai menggunakan alat ukur


kecemasan yang disebut HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale)
Thamson, 2005. Skala Hars merupakan alat untuk pengukuran
kecemasan yang didasarkan pada munculnya system pada individu
yang mengalami kecemasan. Menurut skala HARS terdapat 14 gejala
yang nampak pada individu yang mengalami kecemasan. Skala HARS
telah dibuktikan memiliki validitas dan reliabilitas cukup tinggi untuk
melakukan pengukuran kecemasan pada penelitian trial clinic yaitu
0,93 dan 0,97. Kondisi ini menunjukkan bahwa pengukuran
kecemasan dengan menggunakan HARS akan diperoleh hasil valid dan
reliable.

SDQ adalah kuesioner singkat yang terdiri dari 25 item yang meliputi
5 subskala yaitu masalah emosional, masalah perilaku, hiperaktif-
inatensi, dan masalah dengan teman sebaya serta perilaku prososial.
Masing-masing bagian tersebut terdiri dari lima pertanyaan. Setiap
pertanyaan mengandung tiga jawaban, yaitu : tidak benar, agak benar,
dan benar yang dapat dipilih oleh pengisi kuesioner dengan cara
memberi tanda rumput () pada pernyataan yang sesuai. Setelah
kuesioner terisi, jawaban diberi skor sesuai kelompok bagiannya
masing-masing sesuai dengan nilai yang telah ditentukan. Interpretasi
hasil yang didapatkan adalah : Normal, Borderline, atau Abnormal.

h. Kecemasan Menghadapi Covid-19


Setiap orang tentunya memiliki rasa cemas. Kecemasan adalah suatu
respon yang ditunjukan individu ketika menghadapi masalah termasuk
siswa dilingkungan sekolah. Rasa cemas dapat memicu siswa untuk
melakukan tindakan yang kreatif. Tingkat kecemasan yang sedang,
persepsi individu lebih memfokuskan hal yang penting saat itu saja dan
menyampingkan hal yang lainnya, dan tingkat kecemasan yang berat /
tinggi, persepsi individu menjadi turun, hanya memikirkan hal yang
kecil dan mengabaikan yang lainnya, sehingga individu tidak dapat
berfikir dengan tenang (Tresna, 2011).
Pada kenyataannya, rasa cemas dalam menghadapi pandemic covid-19
pada siswa, sudah tentunya menghambat tujuan pembelajaran secara
tatap muka yang ingin dicapai oleh siswa. Kecemasan menghadapi
covid-19 dipicu oleh kondisi pikiran, perasaan dan perilaku motorik
yang tidak terkendali. Manifestasi kognitif yang tidak dapat terkendali
dapat membuat pikiran menjadi tegang, manifestasi efektif yang tidak
terkendali mengakibatkan perasaan yang terjadinya hal buruk sehingga
siswa sulit tidur, rasa cemas yang berlebihan karena masa pandemic
covid-19 yang mengharuskan mereka sekolah secara online atau
daring.

2.2. SPRITUAL

a. Definisi Spritual

Spiritual berasal dari kata spirit yang berarti “semangat, jiwa, roh,
sukma, mental, batin, rohani dan keagamaan”. Sedangkan Anshari
dalam kamus psikologi mengatakan bahwa spiritual adalah asumsi
mengenai nilai-nilai transcendental. Dengan begini maka, dapat di
paparkan bahwa makna dari spiritualitas ialah merupakan sebagai
pengalaman manusia secara umum dari suatu pengertian akan makna,
tujuan dan moralitas.
Spiritual dapat memberikan keyakinan terhadap individu yang mampu
memberikan arti pentingnya hidup serta dapat membuka luas tujuan
hidup seseorang.

Spritualitas berhubungan dengan makna dalam hidup dan


mempengaruhi respons terhadap kesehatan dan penyakit (Sheldon,
2009). Kondisi spiritual yang sehat terlihat dari hadirnya ikhlas (ridha
dan senang menerima pengaturan ilahi) tauhid ( meng-esakan allah ),
tawakal (berserah diri sepenuhnya kepada allah). Kesehatan spiritual
meliputi rasa keharmonisan, saling kedekatan diri dengan orang lain,
alam, dan kehidupan yang tertinggi. Aktivitas spiritual berdoa
mempunyai dampak positif dari penelitian yang membuktikan bahwa
aktivitas spiritual dapat meningkatkan kemampuan beradaptasi disaat
seseorang sakit (Elaine 2008).

Spiritualitas ialah mempercayai terhadap Tuhan, contohnya seperti


seorang Muslim yang mengimani Allah sebagai pencipta seluruh yang
ada di alam semesta ini. Spiritualitas mempunyai hubungan antara
manusia dengan Tuhannya dengan menggunakan alat atau instrumen
seperti rukun iman dan rukun islam.

b. Pengaruh Spritual Pada Kecemasan

Spritual adalah keyakinan dalam hubungan dengan yang Maha Kuasa


dan Maha Pencipta (Hamid.2008). Dzikir mampu menenangkan,
membangkitkan percaya diri, kekuatan, perasaan aman, tentram dan
memberikan perasaan bahagia, seseorang yang terbiasa berdzikir
mengingat allah akan berespons terhadap pngeluaran endorphine yang
mampu menimbulkan perasaan bahagia dan nyaman (Suryani, 2013).
Saat sesorang merasa cemas maka sistem tubuh akan bekerja dengan
meningkatkan kerja saraf sinpatis sebagai respons terhadap stress.
Sistem saraf simpatis bekerja melalui medulla adrenal untuk
meningkatkan pengeluaran epinephirine, norepinephrine, kortisol serta
menurunkan nitric oxidae, dan keadaan tersebut akan membuat
perubahan respon tubuh seperti peningkatan denyut jantung, pernapasan,
tekanan darah, aliran darah ke berbagai organ meningkat serta
peningktan metabolisme tubuh (Patimah, suryani and Nuraeni, 2015).

Untuk menghambat kerja saraf simpatis dapat dilakukan dengan


meningkatkan aktivitas kerja saraf parasimpatis untuk menimbulkan
respon relaksasi. Teknis relaksasi yang dilakukan dengan teknik
spiritualitas mampu menimbulkan respons relaksasi sehingga dapat
menurunkan kecemasan. Menurut Larry Dossey MD mengatakan bahwa
doa dan spritulitas memiliki kekuatan yang sama besar dengan
pengobatan (Zainuddin, 2012).

2.3. SPRITUAL EMOSIONAL TECHNIQUE (SEFT)

2.3.1 Sejarah SEFT

Sejarah terapi Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT)


berawal dari akupuntur dan akupresur yang berasal dari kedokteran
China. Akupuntur dan akupresur muncul pada bulan September 1991.
Ketika Erika dan Helmut Simon sedang jalan-jalan mereka
menemukan mayat yang masih utuh dan terendam dalam glasier
(sungai dengan suhu di bawah titik beku). Di tubuh mayat tersebut
terdapat tatto yang menandai titik-titik utama meridian tubuh. Setelah
diuji dengan “carbon dating test”, mayat tersebut diduga berusia 5300
tahun. Para ahli akupuntur berpendapat, bahwa titik-titik tatto tersebut
dibuat oleh ahli akupuntur kuno yang sangat kompeten, karena
ketepatan dan kompleksitasnya.
Terapi SEFT pertama kali di kembangkan di Indonesia oleh seorang
psikolog bernama Ahmad Faiz Zainuddin setelah belajar ke berbagai
negara seperti Amerika, Australia, Hongkong, Singapura dan berguru
ke berbagai ahli seperti pada Richard Banddler belajar tentang NLP,
Lester levensen belajar Sedona Methode, belajar Energy Psikologi
pada GarryCraig, powerfull prayer pada Larry Dossey dan belajar
loving kindness therapy pada Decher Keltner (Zainuddin, SEFT Total
Solution, 2013), terapi tersebut digabungkan dan disusun dari unsur
spiritualitas, psikologi dan Teknik akupuntur dalam lima belas jenis
terapi yang ada dalam terapi SEFT. Ahmad Faiz pertama kali
mempraktekan terapi tersebut ketika pertama kali dan spontan ternyata
berhasil dan kemudian melakukan terapi tersebut pada keluhan lain
dan ternyata berhasil dan mempraktekannya pada teman-temannya
selanjutnya mengajarkannya pada orang lain dalam bentuk pelatihan
dan jika di tanyakan mana yang lebih suka terapi dengan menggunakan
metode EFT atau dengan menggunakan terapi SEFT yang memasukan
Spiritualitasnya maka mereka lebih memilih menggunakan SEFT fersi
Ahmad Faiz (Zainuddin, SEFT For Healing + Success + Happines +
Greatnes, 2006). Dimana spiritual diartikan sebagai hubungan
individual seseorang dengan Sang Maha Kuasa (Fridayanti, 2015)
Data sampai Desember 2019 telah terkumpul sejumlah 50.000 orang
alumni, yang telah mengikuti pelatihan dan mempraktekannya dengan
sejumlah 457 angkatan yang tersebar di 23 kota dalam dan luar negri
(Zainudin, 2020), juga telah memiliki 2 rekor muri terapi terhadap
2.643 narapidana yang kecanduan narkotika, juga rekor muri yang
kedua adalah terapi terhadap 1428 pelajar se-Jabodetabek bebas
merokok. Sampai saat ini terapi SEFT juga di kemas dalam bentuk
buku. Beberapa judul buku baru telah terbit, CD dan DVD SEFT
terjual lebih dari 50.000 copy.
2.3.2 Definisi SEFT

Spritual Emosiaonal Fredom Technique (SEFT) merupakan terapi


psikologis yang digunakan untuk melengkapi alat psikoterapi yang
sudah ada. SEFT merupakan gabungan antara Spritual Power dan
energy Phsychology. Teknik Seft ini berfokus pada kata atau kalimat
tertentu yang diucapkan berulang kali dengan ritme yang teratur
disertai sikap pasrah kepada tuhan sesuai dengan keyakinan pasien
(Hakam, Yetti and Hariyati,2009). Teori utama yang menjadi acuan
dasar dalam SEFT adalah energy pshycholog. Energy Pshycology
memiliki lebih banyak kesamaan dengan akupuntur, teknik pengobatan
china (Church, De Asis and Brooks, 2012).

Terapi ini sangat mudah untuk dilakukan, sama sekali tidak


menggunakan obat-obatan serta tanpa menggunakan prosedur
diagnosis yang rumit. EFT adalah teknik penggabungan ilmu
akupuntur dan teknik perilaku dalam psikologis (dr. Axe, 2017).
Teknik pengobatan ini hanya mengunggunakan 18 titik kunci di
sepanjang 12 jalur energy ada didalam tuhuh. Efek peneyembuhan dari
terapi ini dapat dirasakan seketika. Selain digunakan untuk
menyembuhkan penyakit maupun fisik maupun emosi, juga dapat
digunakan untuk meningkatkan prestasi serta kedamaian hati.

a. Titik Kunci Dalam Metode Spritual Emosional Freedom


Technique (SEFT)
Berikut ke-12 titik kunci yang digunakan dalam metode SEFT.
a. Cr (Crown), terletak pada titik kepala bagian atas.
b. EB (Eye Brown), terletak pada titik permulaan alis mata.
c. SE (Side of the eye), terletak diatas tulang samping mata.
d. UE (Under the Eye ), terletak 2 cm dibawah kelopak mata.
e. Un (Under the Nose), terletak tepat dibawah hidung.
f. Ch (Chin), terletak diantara dagu dan bibir bagian bawah.
g. CB (Collar Bone ), terletak diujung bertemunya tulang dada.
h. UA (Under the Arm ), terletak dibawah ketiak sejajar dengan
putting susu (Pria )atau terletak dibagian bawah tengah tali bra
( wanita ).
i. BN ( Bellow Nipple ),Terletak dibawah putting susu sekitar 2.5
cm (Pria ) atau perbatasan antara tulang dada dan bagian bawah
payudara.
j. IH (Inside of hand), terletak dibagian dalam tangan yang
berbatasan dengan telapak tangan.
k. OH (Outside of Hand ), terletak dibagian luar tangan yang
berbatasan dengan telapak tangan.
l. Th (Thum), berada di ibu jari disamping luar bawah kuku.
m. IF (index Finger ), berada dijari telunjuk disamping luar bagian
bawah kuku.
n. MF (Middle Finger), berada dijari tengah samping luar bagian
bawah kuku.
o. RF (Ring Finger), berada dijari manis di samping luar bagian
bawah kuku
p. BF (Baby Finger ), Berada di jari kelingking di samping luar
bagian bawah kuku.
q. KC (Karate Chop), berada disamping telapak tangan dibagian
yang kita gunakan untuk mematahkan balok saat karate
r. Gs (Gamut Spot), berada di bagian antara perpanjangan tulang
jari manis dan tulang kelingking.

b. Langkah-Langkah Spritual Emosional Freedom Technique


(SEFT)
Langkah-langkah dalam melakukan SEFT terbagi menjadi 3
tahap, antara lain :
a) The Set-Up
Set Up ini bertujuan untuk memastikan aliran energy dalam
tubuh terarahkan dengan benar. Langkah ini sebagai tahap
untuk menetralisikan perlawanan psikologis (Psychological
Revarsal).
1) Saya tidak dapat berbicara didepan public dengan percaya
diri
2) Saya kesel dengan anak-anak karena mereka susah diatur.
Set up terdiri dua aktivitas, yang pertama adalah
mengucapkan kalimat “Ya allah meskipun saya tidak dapat
berbicara didepan dengan percaya diri, saya iklas
menerimanya dan semua aku pasrahkan kepadamu.
Dengan penuh khusyuk dan pasrah sebanyak 3 kali. Kata
doa tersebut yang dikatakan sebagai The Set- Up Word.
Langkah ke-dua sambil mengucapkan doa tersebut kita
menekan dada kita tepat dibagian Sore Spot (titik nyari
yang berada disekitar dada atas yang jika ditekan terasa
agak sakit ) atau bisa juga dengan mengetuk dengan dua
jari dibagian Karate Chop sambil mengucapkan Kalimat
The Set-Up seperti diatas.

b) The Tune In
The Tune In untuk menyembuhkan fisik tahap ini dilakukan
dengan merasakan rasa sakit yang kita alami lalu mengarahkan
rasa sakit dibarengi dengan berdoa.

c) The Tapping
Tapping adalah mengetuk ringan dengan menggunakan jari
pada titik-titik 18 yang telah ditentukan yang ada didalam
tubuh sambil terus melakukan The Turn In
c. Manfaat Spritual Emosional Freedom Technique (SEFT)
Manfaat terapi SEFT anatara lain
a. Mampu menyembuhkan berbagai gangguan fisik seperti sakit
kepala, nyeri punggung, maag, asma, sakit jantung, obesitas,
alergi, dan masih banyak lagi.
b. Mampu mengatasi berbagai gangguan masalah emosi seperti
fobia, trauma, depresi, cemas, kecanduan rokok, stress, sulit
tidur, mudah marah, sedih, gugup, latah, kesurupan, tidak
percaya diri, dan masih banyak lagi.
c. Mampu mengatasi berbagai masalah keluarga seperti
ketidakharmonisan keluraga, perselingkuhan, masalah
seksual, keluarga diambang perceraian, kenakalan anak, anak
malas belajar, dan lain sebagainya.
d. Mampu meningkatkan prestasi seseorang dalam belajar,
olahraga, meningkatkan omset penjualan, menambah
semangat dalam bekerja, dan lain sebagainya.

d. Pengaruh SEFT Terhadap Kecemasan

Terapi SEFT terdiri dari dua aspek, yaitu spiritual, dan biologis.
Ada dua langkah cara spiritual yaitu Set Up yang bertujuan untuk
memastikan agar aliran energy tubuh terarahkan dengan tepat.
Langkah ini untuk menetralisir “Psychological Revarel
(Perlawanan psikologis) dan berisi doa kepasrahan (Church,2013).
Tun In adalah cara merasakan rasa sakit secara alami, lalu
mengarahkan pikiran ketempat rasa sakit (Self Hypnosis). Aspek
biologis yaitu terdiri dari tapping atau ketukan ringan 18 titik
energy tubuh melewati 12 jalur merindian tubuh (The Major
Energy Meridians).

Ketika seseorang dalam keadaan takut kemudian dilakukkan


tapping pada titik acupoint maa terjadi penurunan aktivitas
amygdale, dengan kata lain terjadi penurunan aktivitas gelombak
otak, Kunci keberhasilan SEFT adalah yakin, khusyu, iklas,
bertawakal, dan syukur. Adapun faktor yang mempengaruhi
kecemasan pada masa pandemic covid-19 diantaranya mereka
tidak dapat melakukan aktivitas sehari-harinya normal, tidak dapat
sekolah dengan tatap muka melainkan harus daring. Sehingga hal
itu membuat para siswa merasa cemas dan suasana yang
membosankan.

2.4 MASA PANDEMI COVID-19

a. Definisi Pandemi Covid-19

Pandemi berarti terjadinya wabah suatu penyakit yang menyerang banyak


korban, serempak diberbagai negara, badan kesehatan dunia WHO
menetapkan penyakit ini sebagai pandemic karena seluruh warga dunia
berpotensi terkena infeksi penyakit Covid-19. Ada banyak contoh dalam
sejarah, yang terbaru ada pandemi COVID-19. WHO juga sudah
menetapkan pandemic covid -19 pada 11 Maret 2020 (WHO 2020).

Pandemi sendiri merupakan ebuh epidemic yang telah menyebar


keberbagai benua dan negara, umumnya menyerang banyak orang.
Epedemi sendiri adalah sebuah istilah yang telah digunakan untuk
mengetahui peningkatan jumlah kasus penyakit secara tiba-tiba pada
suatu populasi area tertentu. Pasalnya istilah pandemic tidak digunakan
untuk menunjukkan tingginya tingkat suatu penyakit, melainkan hanya
memperlihatkan tingkat penyebarannya.

Pandemi covid-19 dan pemberlakuan pembatasan social telah


menimbulkan rasa takut dan kecemasan diseluruh dunia, tidak terkecuali
di Indonesia. Kebijakan pembatasan soial yang dilaksanakan dengan
adanya pemberlakuan sistem pembelajaran jarak jauh (PJJ) bagi seluruh
siswa Indonesia, menimbulkan berbagai polemic bagi para siswa dan
orang tua di seluruh Indonesia.

2.4.1 Covid-19
a. Definisi Covid-19
Virus merupakan salah satu penyebab penyakit menular yang perlu
diwaspadai. Dalam 20 tahun terakhir, beberapa penyakit virus
menyebabkan epidemi seperti severe acute respiratory syndrome
coronavirus (SARS-CoV) pada tahun 2002-2003, nfluenza H1N1 pada
tahun 2009 dan Middle East Respiratory Syndrome (MERS-CoV)
yang pertama kali teridentifikasi di Saudi Arabia pada tahun 2012.
Pada tanggal 31 Desember 2019, Tiongkok melaporkan kasus
pneumonia misterius yang tidak diketahui penyebabnya. Dalam 3 hari,
pasien dengan kasus tersebut berjumlah 44 pasien dan terus bertambah
hingga saat ini berjumlah jutaan kasus. Pada awalnya data
epidemiologi menunjukkan 66% pasien berkaitan atau terpajang
dengan satu pasar seafood atau live market di Wuhan, Provinsi Hubei
Tiongkok. Sampel isolasi dari pasien diteliti dengan hasil
menunjukkan adanya infeksi corona virus, jenis betacoronavirus tipe
baru, diberi nama 2019 novel Coronavirus (2019-nCoV). Pada tanggal
11 Februari 2020, World Health Organization memberi nama virus
baru tersebut SARS-CoV-2 dan nama penyakitnya sebagai
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19). Virus corona ini menjadi
patogen penyebab utama outbreak penyakit pernapasan. Virus ini
adalah virus RNA rantai tunggal (single-stranded RNA) yang dapat
diisolasi dari beberapa jenis hewan, terakhir disinyalir virus ini berasal
dari kelelawar kemudian berpindah ke manusia. Pada mulanya
transmisi virus ini belum dapat ditentukan apakah dapat melalui antara
manusia-manusia. Jumlah kasus terus bertambah seiring dengan
waktu. Akhirnya dikonfirmasi bahwa transmisi pneumonia ini dapat
menular dari manusia ke manusia. Pada tanggal 11 Maret 2020, WHO
mengumumkan bahwa COVID-19 menjadi pandemi di dunia.

b. Karakteristik Epidomiologi
Definisi operasional pada bagian ini, dijelaskan definisi operasional
kasus COVID-19 yaitu kasus suspek, kasus probable, kasus
konfirmasi, kontak erat :

1) Kasus Suspek
Seseorang yang memiliki salah satu dari kriteria berikut: Seseorang
yang memenuhi salah satu kriteria klinis dan salah satu kriteria
epidemiologis:
a. Kriteria Klinis:
 Demam akut (= 38 C)/riwayat demam dan batuk;
 Terdapat 3 atau lebih gejala/tanda akut berikut: demam/riwayat
demam, batuk, kelelahan (fatigue), sakit kepala, myalgia, nyeri
tenggorokan, coryza/ pilek/ hidung tersumbat, sesak nafas,
anoreksia/mual/muntah, diare, penurunan kesadaran .

b. Kriteria Epidemiologis:
 Pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat
tinggal atau bekerja di tempat berisiko tinggi penularan.
 Pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat
tinggal atau bepergian di negara/wilayah Indonesia yang
melaporkan transmisi local
 Pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala bekerja di fasilitas
pelayanan kesehatan, baik melakukan pelayanan medis, dan
non-medis, serta petugas yang melaksanakan kegiatan
investigasi, pemantauan kasus dan kontak;
 Seseorang dengan ISPA Berat
 Seseorang tanpa gejala (asimtomatik) yang tidak memenuhi
kriteria epidemiologis dengan hasil rapid antigen SARSCoV-2
positif.

2) Kasus Probable
Seseorang yang memiliki salah satu dari kriteria berikut :
 Seseorang yang memenuhi kriteria klinis memiliki riwayat
kontak erat dengan kasus probable, terkonfirmasi, atau
berkaitan dengan cluster COVID19
 Kasus suspek dengan gambaran radiologis sugestif ke arah
COVID-19
 Seseorang dengan gejala akut anosmia (hilangnya kemampuan
indra penciuman) atau ageusia (hilangnya kemampuan
indraperasa) dengan tidak ada penyebab lain yang dapat
diidentifikasi
 Orang dewasa yang meninggal dengan distres pernapasan dan
memiliki riwayat kontak erat dengan kasus probable atau
terkonfirmasi, atau berkaitan dengan cluster COVID-19
3) Kasus Konfirmasi: Seseorang yang dinyatakan positif terinfeksi
virus COVID-19 dengan kriteria sebagai berikut:
 Seseorang dengan hasil RT-PCR positif
 Seseorang dengan hasil rapid antigen SARS-CoV-2 positif dan
memenuhi kriteria definisi kasus probable atau kasus suspek
(kriteria A atau B)
 Seseorang tanpa gejala (asimtomatik) dengan hasil rapid
antigen SARS-CoV-2 positif dan Memiliki riwayat kontak erat
dengan kasus probable atau terkonfirmasi.
 Kasus konfirmasi dibagi menjadi 2:
a. Kasus konfirmasi dengan gejala (simtomatik)
b. Kasus konfirmasi tanpa gejala (asimtomatik)

4) Kontak Erat: Orang yang memiliki riwayat kontak dengan kasus


probable atau konfirmasi COVID-19. Riwayat kontak yang
dimaksud antara lain:
 Kontak tatap muka/berdekatan dengan kasus probable atau
kasus konfirmasi dalam radius 1 meter dan dalam jangka waktu
15 menit atau lebih.
 Sentuhan fisik langsung dengan kasus probable atau
konfirmasi (seperti bersalaman, berpegangan tangan, dan lain-
lain).
 Orang yang memberikan perawatan langsung terhadap kasus
probable atau konfirmasi tanpa menggunakan APD yang sesuai
standar.
 Situasi lainnya yang mengindikasikan adanya kontak
berdasarkan penilaian risiko lokal yang ditetapkan oleh tim
penyelidikan epidemiologi setempat.
c. Tanda Dan Gejala Covid-19
Berdasarkan beratnya kasus, COVID-19 dibedakan menjadi tanpa
gejala, ringan, sedang, berat dan kritis.
1) Tanpa gejala
Kondisi ini merupakan kondisi paling ringan. Pasien tidak
ditemukan gejala.

2) Ringan
Pasien dengan gejala tanpa ada bukti pneumonia virus atau tanpa
hipoksia. Gejala yang muncul seperti demam, batuk, fatigue,
anoreksia, napas pendek, mialgia. Gejala tidak spesifik lainnya
seperti sakit tenggorokan, kongesti hidung, sakit kepala, diare,
mual dan muntah, penghidu (anosmia) atau hilang pengecapan
(ageusia) yang muncul sebelum onset gejala pernapasan juga
sering dilaporkan. Pasien usia tua dan immunocompromised gejala
atipikal seperti fatigue, penurunan kesadaran, mobilitas menurun,
diare, hilang nafsu makan, delirium, dan tidak ada demam.
3) Sedang
Pada pasien remaja atau dewasa : pasien dengan tanda klinis
pneumonia (demam, batuk, sesak, napas cepat) tetapi tidak ada
tanda pneumonia berat termasuk SpO > 93% dengan udara.

d. Tatalaksana Pasien Terkonfirmasi Covid


1) Pemeriksaan Pcr Swab
 Pengambilan swab di hari ke-1 dan 2 untuk penegakan
diagnosis. Bila pemeriksaan di hari pertama sudah positif, tidak
perlu lagi pemeriksaan di hari kedua, Apabila pemeriksaan di
hari pertama negatif, maka diperlukan pemeriksaan di hari
berikutnya (hari kedua).
 Pada pasien yang dirawat inap, pemeriksaan PCR dilakukan
sebanyak tiga kali selama perawatan.
 Untuk kasus tanpa gejala, ringan, dan sedang tidak perlu
dilakukan pemeriksaan PCR untuk follow-up. Pemeriksaan
follow-up hanya dilakukan pada pasien yang berat dan kritis.
 Untuk PCR follow-up pada kasus berat dan kritis, dapat
dilakukan setelah sepuluh hari dari pengambilan swab yang
positif.
 Bila diperlukan, pemeriksaan PCR tambahan dapat dilakukan
dengan disesuaikan kondisi kasus sesuai pertimbangan DPJP
dan kapasitas di fasilitas kesehatan masing-masing.
 Untuk kasus berat dan kritis, bila setelah klinis membaik, bebas
demam selama tiga hari namun pada follow-up PCR
menunjukkan hasil yang positif, kemungkinan terjadi kondisi
positif persisten yang disebabkan oleh terdeteksinya fragmen
atau partikel virus yang sudah tidak aktif. Pertimbangkan nilai
Cycle Threshold (CT) value untuk menilai infeksius atau
tidaknya dengan berdiskusi antara DPJP dan laboratorium
pemeriksa PCR karena nilai cutt off berbeda-beda sesuai
dengan reagen dan alat yang digunakan.

2) Isolasi dan Pemantauan Pasien Covid -19 Tanpa Gejala


 Isolasi mandiri di rumah selama 10 hari sejak pengambilan
spesimen diagnosis konfirmasi, baik isolasi mandiri di rumah
maupun di fasilitas publik yang dipersiapkan pemerintah.
 Pasien dipantau melalui telepon oleh petugas Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)
 Kontrol di FKTP terdekat setelah 10 hari karantina untuk
pemantauan klinis
3) Non-farmakologis
Berikan edukasi terkait tindakan yang perlu dikerjakan (leaflet
untuk dibawa ke rumah):
 Pasien :
 Selalu menggunakan masker jika keluar kamar dan saat
berinteraksi dengan anggota keluarga.
 Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau hand
sanitizer sesering mungkin.
 Jaga jarak dengan keluarga (physical distancing).
 Upayakan kamar tidur sendiri / terpisah.
 Menerapkan etika batuk (Diajarkan oleh tenaga medis).
 Alat makan-minum segera dicuci dengan air/sabun.
 Berjemur matahari minimal sekitar 10-15 menit setiap
harinya (sebelum jam 9 pagi dan setelah jam 3 sore).
 Pakaian yg telah dipakai sebaiknya dimasukkan dalam
kantong plastik / wadah tertutup yang terpisah dengan
pakaian kotor keluarga yang lainnya sebelum dicuci dan
segera dimasukkan mesin cuci.
 Ukur dan catat suhu tubuh 2 kali sehari (pagi dan malam
hari).
 Segera beri informasi ke petugas pemantau/FKTP atau
keluarga jika terjadi peningkatan suhu tubuh 38°C.
 Lingkungan/kamar.
 Perhatikan ventilasi, cahaya dan udara.
 Membuka jendela kamar secara berkala.
 Bila memungkinkan menggunakan APD saat
membersihkan kamar (setidaknya masker, dan bila
memungkinkan sarung tangan dan goggle).
 Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau hand
sanitizer sesering mungkin.
 Bersihkan kamar setiap hari, bisa dengan air sabun.
 atau bahan desinfektan lainnya.

 Keluarga:
 Bagi anggota keluarga yang berkontak erat dengan pasien
sebaiknya memeriksakan diri ke FKTP/Rumah Sakit.
 Anggota keluarga senanitasa pakai masker
 Jaga jarak minimal 1 meter dari pasien
 Senantiasa mencuci tangan
 Jangan sentuh daerah wajah kalau tidak yakin tangan bersih
 Ingat senantiasa membuka jendela rumah agar sirkulasi
udara tertukar
 Bersihkan sesering mungkin daerah yg mungkin tersentuh
pasien misalnya gagang pintu dll.

4) Farmakologi
Bila terdapat penyakit penyerta / komorbid, dianjurkan untuk tetap
melanjutkan pengobatan yang rutin dikonsumsi. Apabila pasien
rutin meminum terapi obat antihipertensi dengan golongan obat
ACE-inhibitor dan Angiotensin Reseptor Blocker perlu
berkonsultasi ke Dokter Spesialis Penyakit Dalam atau Dokter
Spesialis Jantung .
a) Vitamin C (untuk 14 hari), dengan pilihan ;Tablet Vitamin C
non acidic 500 mg/6-8 jam oral (untuk 14 hari), Tablet isap
vitamin C 500 mg/12 jam oral (selama 30 hari), Multivitamin
yang mengandung vitamin C 1-2 tablet /24 jam (selama 30
hari), Dianjurkan multivitamin yang mengandung vitamin
C,B, E, Zink.
b) Vitamin D:Suplemen: 400 IU-1000 IU/hari (tersedia dalam
bentuk tablet, kapsul, tablet effervescent, tablet kunyah, tablet
hisap, kapsul lunak, serbuk, sirup). Obat: 1000-5000 IU/hari
(tersedia dalam bentuk tablet 1000 IU dan tablet kunyah 5000
IU).
c) Obat-obatan suportif baik tradisional (Fitofarmaka) maupun
Obat Modern Asli Indonesia (OMAI) yang teregistrasi di
BPOM dapat dipertimbangkan untuk diberikan namun dengan
tetap memperhatikan perkembangan kondisi klinis pasien.
d) Obat-obatan yang memiliki sifat antioksidan dapat diberikan.

2.5 Hasil-Hasil Penelitian Terkait

1) Karya Tulis Ilmiah (2016) Judul Pengaruh Terapi Seft (Spritual

Emotional Freedom Tecnique) Terhadap Penurunan Kecemasan Bagi

Siswa SMA dalam menghadapi Ujian Di SMA Negri 1 Kasihan oleh

Aziz Akhmadi Muslim Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas

Kedokteran Universitas Muhammdiyah 2016. Hasil penelitian ini

untuk menganalisi pengaruh terapi SEFT terhadap penurunan tingkat

kecemasan bagi siswa SMA yang menghadapi Ujian. Hasil Penelitian

ini menggunakan Wilcoxon, didaoatkan 34 (48,6%) siswa mengalami

penurunan kecemasan pada kelompok intervensi, dan 21 (30%) siswa

pada kelompok kontrol, sedangkan 11 (15,7%), siswa mengalami


peningkatan kecemasan pada kelompok kontrol, dan sebanyak 4

(5,7%) siswa mengalami kecemasan tetap.

2) Jurnal SEFT sebagai Terapi mengatasi kecemasan menghadapi covid

19. Oleh Medina Chodijah, Dian siti Nurjanah, Ai Yeni Yulianto, M

Nur Samad Kamba. Tasawuf Psikoterapi UIN Sunan Gunung Djati

Bandung. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisisa bagaimana

SEFT sebagai teknik terapi dalam mengatasi kecemasan akibat virus

covdi-19 dan bagaiman dampaknya individu yang melakukan. Hasil

uji coba kasus pada klien yang mengalami kecemasan akibat pandemic

virus covid-19 menunjukkan tingkat kecemasan klien menurun jauh

sehingga dapat dikatakan bahwa teknik SEFT dapat dijadikan sebagai

salah satu teknik terapi yang tepat dan efektif dalam menangani klien

yang mengalami kecemasan akibat mewabahnya virus covid-19.

3) Skripsi (2016), Judul Pengaruh SEFT (Spiritual Emotional Fredom

Technique) Dalam Menurunkan Keemasan dalam bicara depan umum.

Oleh Ronica Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi Dan

Kesehatan Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada Pengaruh SEFT

(Spritual Emotional Freedom Tecnique) Dalam Menurunkan

Kecemasan Berbicara di Depan Umum. Hasil analisi yang

menunjukkan nilai signifikansi yang diperoleh sebesar 0,043 yang

berarti lebih kecil dari 0,05 (0,043<0,05) yang artinya Ha diterima


2.6 Kerangka Teori

Masa Pandemi covid-19 bagi


siswa SMP

1. Faktor Predisposisi Manajemen Kecemasan Non


Farmakologi
a. Peristiwa Trauma.
b. Konflik Emosional 1. Distraksi
c. Konsep Diri 2. Spiritual
d. Frustasi
e. Gangguan Fisik 3. Hipnosis 5 jari
Kecemasan
f. Mekanisme Koping 4. Aroma Terapi
Keluarga
g. Riwayat gangguan 5. Terapi musik
kecemasan 6. Relaksasi
7. Seft (Spiritual Freedom
2. Faktor Prespitasi
Technique)
a. Ancaman terhadap
integritas fisik. Terapi Farmakologi
b. Ancaman sumber 1. Benzodazepiepine
internal dan eksterna. 2. Nonbenzodiazepam
Keterangan: : yang diteliti

Sumber : Modifikasi Dr. Ahmad Rusidi, MA.Si.,2015

2.7 Kerangka Konsep Penelitian

Menurut Riyanto (2011) kerangka konsep penelitian merupakan


kerangka hubungan antara konsep-konsep yang akan diukur dan diamati
melalui penelitian yang akan dilakukan. Karena konsep tidak dapat
langsung diamati maka konsep dapat diukur melalui variabel. Didalam
kerangka konsep harus menunjukan hubungan antara variabel-variabel
yang akan diteleti. Kerangka konsep akan membantu peneliti
menghubungkan hasil penemuan dengan teori yang memudahkan di
dalam menyusun hipotesis.

Berdasarkan teori dan konsep yang telah dijelaskan diatas, maka


kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikt:

Kelompok Perlakukan
:

Mendapatkan SEFT

Penurunan Kecemasan
Kelompok Kontrol
mendapatkan
farmakologi
Stress
Emosional

Keterangan:

: Diteliti

: Tidak Diteliti

2.8 Hipotesis

Menurut notoadmodjo (2010) hipotesis adalah suatu jawaban sementara


dari suatu pernyataan penelitian. Menurur Sabri (2009), dalampengujian
hipotesis dijumpai dua jenis hipotesi, yaitu hipotesis nol (H0) dan
hipotesis alternatif (Ha).

Hipotesis Nihil (H0)


Hipotesis yang menyatakan tidak ada perbedaan anatara suatu
kejadian dengan kedua kelompok, atau hipotesis yang menyatakan
tidak ada hubungan anatara variabel satu dengan variabel lain.
Hipotesis Alternatif (Ha)
Hipotesis yang menyatakan ada perbedaan suatu kejadian antara
kedua kelompok, atau hipotesis yang menyatakan adanya hubungan
antara variabel satu dengan variabel lain.

Adapun Hipotesis dalam penelitian ini adalah :


Ha : Ada pengaruh spiritual emotional freedom technique (SEFT)
terhadap kecemasan bagi siswa smp dalam menghadapi masa
pandemic covid-19 di SMP Insan Mandiri Kecamatan Rawajitu
Selatan Kabupaten Tulang Bawang Lampung pada 2021.

Ho : Tidak ada pengaruh spiritual emotional freedom technique (SEFT)


terhadap kecemasan bagi siswa smp dalam menghadapi masa
pandemic covid-19 di SMP Insan Mandiri Kecamatan Rawajitu
Selatan Kabupaten Tulang Bawang Lampung pada 2021.

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Desain dalam penelitian ini menggunakan desain quasi ekperimental


dengan menggunakan rancangan pre-test-post-test control
group.Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh spiritual
emotional freedom technique (SEFT) terhadap kecemasan bagi siswa smp
dalam menghadapi masa pandemic covid-19. design yang
mengungkapkan hubungan sebab dan akibat dengan melibatkan dua
kelompok subjek yang dibandingkan. Kelompok subjek pertama
mendapatkan intervensi berupa terapi SEFT, sedangkan kelompok subjek
yang kedua tidak mendapatkan intervensi di ukur keadaan tingkat
kecemasan sebelum dan sesudah dilakukannya SEFT pada kelompok
pertama. Quasy Eksperimental design mempunyai kelompok kontrol,
tetapi tidak dapat berfumgsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-
variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen. Dengan kata
lain, peneliti eksperimen mencoba meneliti ada tidaknya hubungan sebab
dan akibat.

R1 O1 X O2

R2 O3 – O4

Pretes-Posttest Control Group

Keterangan :

R1 : Subjek Siswa smp kelompok perlakuan


R2 : Subjek bagi siswa smp control
O1 :Kecemasan Bagi Siswa Kelompok Experimen sebelum mengikuti
SEFT
O2 : Kecemasan Bagi Siswa Kelompok Experimen sesudah mengikuti
SEFT
X : Treatment (SEFT)
O3 : Kecemasan Bagi Siswa Kelompok Kontrol sebelum mengikuti
SEFT

O4 : Kecemasan Bagi Siswa Kelompok Kontrol sesudah mengikuti


SEFT

Berdasarkan desain penelitian Pretest-Posttest Control Group untuk


melihat pengaruh perlakuan terhadap capaian skor.
3.1.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah kuantitatif. Penelitian kuantitaf merupakan


penelitian ilmiah dengan menggunakan metode ilmiah memiliki
kriteria seperti: berdasarkan fakta, bebas prasangka, menggunakan
prinsip analisa, menggunakan hipotesa, menggunakan ukuran objektif,
dan menggunakan data kuantitatif (Aprina,2014). Yang bertujuan
untuk menguji pengaruh Spritual Emotional Kecemasan Bagi Siswa
SMP dalam Menghadapi Masa Pandemi Covid-19.

3.1.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Tempat dan waktu penelitian yang akan dilakukan Di SMP Citra


Insani Madani Kecamatan Rawajitu Selatan Kabupaten Tulang
Bawang Lampung pada 2021 akan dilaksanakan pada bulan Juni 2021.
Dilaksanakan 2 kali dalam seminggu. Setiap pelaksanaan selama 30
menit - 35 menit. Seperti yang dikemukakan master SEFT, Zainuddin
(2006) bahwa terapi SEFT dalam waktu 25 hingga 35 menit bisa
menyembuhkan berbagai keluhan sakit fisik maupun psikis yang
sifatnya permanen. Dalam penelitian ini, peneliti hanya memberi terapi
SEFT satu puteran atau sekali terapi dapat mengurangi perilaku
merokok.

3.1.3. Subjek Penelitian

a. Populasi
Populasi adalah keluruhan dari jumlah objek yang diteliti
(Notoatmodjo, 2010). Adapun populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh siswa SMP yang mengalami kecemasan dimasa pandemic
covid-19 di SMP Citra Insani Madani Kecamatan Rawajitu Selatan
Kabupaten Tulang Bawang Lampung. Jumlah seluruh populasi SMP
Citra Insani Madani 80 siswa, setelah dilakukan prasurvey
menggunakan SDQ didapatkan 32 siswa yang mengalami gangguan
emotional.

b. Sampel

Penelitian ini menggunakan Nonprobability sampling (purposive


sampling) karena teknik memilih sampel diantara populasi sesuai
dengan kriteria yang diinginkan peneliti, sehingga sampel tersebut
dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya
(Nursalam, 2015). Dari 32 siswa dibagi 2 kelompok, 16 kasus dan 16
kontrol. Sampel adalah sebagian dari populasi dan karakteristik yang
dimiliki oleh populasi tersebut yang harus benar-benar representative
(mewakili) (Sugiyono, 2010).

c. Teknik Sampling

Sampling adalah proses menyeleksi populasi yang dapat mewakili


populasi yang ada. Teknik sampling merupakan rata-rata yang
ditempuh dalam pengambilan sampel yang benar-benar sesuai dengan
keseluruhan subjek penelitian (Nursalam 2016).

Dalam penelitian ini menggunakan Nonprobability sampling


(purposive sampling) yaitu teknik memilih sampel diantara populasi
sesuai dengan kriteria yang diinginkan peneliti (tujuan atau masalah
dalam penelitian), sehingga sampel tersebut dapat mewakili
karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya (Nursalam,
2015). Besar sampel di hitung menggunakan Rumus sampling sebagai
berikut (Sevilla, Consuelo G et, 2007 dalam Ninda Fauzi (2015).

d. Kriteria Simpel

Penentuan kriteria simple sangat membantu peneliti untuk mengurangi


bias hasil penelitian, khususnya jika terhadap varibael-variabel kontrol
ternyata mempunyai pengaruh terhadap yang kita teliti. Kriteria
sampel dapat dibedakan menjadi 2 bagian yaitu inskulis dan ekslusi
(Nursalam, 2013)

Penelitian ini adalah klien yang mengalami kecemasan dengan criteria


inklusi sebagai berikut :

a. Kriteria Inklusi
1) Siswa SMP yang mengalami kecemasan
2) Tidak mengalami masalah fisik
3) Dapat mengikuti arahan, perhatian baik
4) Bersedia mengikuti therapy
5) Bersedia menjadi responden, dibuktikan dengan adanya
informed consent dari perwakilan klien (perawat)
b. Kriteria eksklusi
1) Siswa yang tidak bersedia menjadi responden
2) Tidak bersedia mengikuti therapy

3.1.4. Variabel Penelitian

Variabel adalah suatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran
yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan peneliti tentang suatu
konsep pngertian tertentu (Notoatmodjo,2012).
a. Variabel bebas (Independent variable) : Spritual Emotional Freedom
Technique (SEFT ):
b. Variabel terikat (dependent variable): Kecemasan

3.1.5 Definisi Operasional


Definisi operasioanal adalah mendefinisikan variabel-variabel secara
operasional dan berlandaskan karakteristik yang diamati, sehingga
memungkinkan peneliti melakukan observasi atau pengukuran secara
cermat terhadap suatu obejek atau fenomena (Hidayat, 2007 dalam
Aprina, 2015).

Tabel 3.1 Definisi Operasional

Definisi
No Variabel Cara ukur, alat Hasil ukur Skala
Operasional &
ukur ukur
waktu
Independent Terapi dalam
1 Dengan Lembar Nominal
tubuh dengan
Spritual perlakuan observasi
spritualitas atau
Emotional
doa.
Freedom
SEFT
Technique
1. Step Up
(SEFT):
2. Tune In
3. Tapping
Dilaksanakan
2kali dalam
seminggu.
Setiap
pelaksanaan
selama 30 menit
- 35 menit
Dependent Kecemasan atau Total nilai
2 Dengan Ordinal
Kecemasan ansietas adalah Score
perlakuan
suatu perasaan
1 <6 =
tidak santai yang
Tidak ada
samar-samar
kecemasan
karena adanya
2. 7-14 =
ketidaknyamana
Kecemasa
n atau rasa takut
n Ringan
yang di sertai
3. 15-27 =
suatu respon.
Kecemasa
Lembar
n Sedang
Kuesioner
(Hamilton
4. > 27
Rating Scale
Kecemasa
For Anxiety)
n Berat

3.1.6. Etika Penelitian

Etika penelitian yaitu hak objek penelitian yang lainnya harus


dilindungi (Nursalam, 2013). Beberapa prinsip dalam pertimbangan
etika meliputi bebas eksplorasi, kerahasian, bebas dari penderita, bebas
menolak menjadi responden, dan perlu surat persetujuan (informed
consent). Pertimbangan etik terkait penelitian dilakukan melalui
perizinan dari pihak insane mandiri tulang bawang dan Institusi
Universitas Mitra Indonesia (Nursalam, 2013).

a. Lembar persetujuan sebagai responden (informed consent)

Lembar persetujuan ini diberikan kepada setiap responden yang


menjadi subjek penelitian dengan memberikan penjelasan tentang
maksud dan tujuan dari penelitian serta menjelaskan akibat-akibat
yang akan terjadi bila bersedia menjadi subjek penelitian. Apabila
responden tidak bersedia maka peneliti wajib menghormati hak-hak
pasien tersebut (Nursalam, 2008). Peneliti membagikan lembar
persetujuan kepada masing-masing responden dan
mendatanganinya setelah peneliti menjelaskan maksud dan
tujuannya.

b. Tanpa Nama (Anonimity)

Untuk menjaga kerahasiaan yaitu dengan cara tidak memberikan


atau tidak mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur
dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau
hasil penelitian yang akan disajikan.
c. Kerahasiaan (Confidentiality)

Peneliti menjamin semua informasi yang telah dikumpulkan oleh


peneliti, hanya kelompok data tertentu yang dilaporkan. Penulis
melindungi privasi dan kerahasian identitas atau jawaban yang
diberikan. Subjek berhak untuk tidak mencantumkan identitasnya
dan berhak mengetahui kepada siapa saja data tersebut disebar
luaskan.

d. Keadilan dan keterbukaan (Respect for Justice an Inclusiveness)

Peneliti tidak membandingkan-bandingkan responden, Prinsip


keadilan ini menjamin bahwa semua subjek penelitian baik
memperoleh keuntungan yang sama, dan perlakuan yang sama
tanpa membedakan gender, agama, etnis dan sebagainya.

e. Memperhitungkan Manfaat dan Kerugian yang ditimbulkan


(Balancing Harm and Benefits)

Peneliti berusaha meminimalisasikan dampak yang merugikan bagi


responden, pelaksanaan penelitian tidak merugikan responden dan
dapat mencegah atau paling tidak mengurangi rasa sakit.

f. Asas Kemanfaatan

Penelitian ini sebagai alternative dalam penatalaksanaan spiritual


emotional freedom technique (SEFT). Penelitian ini bertujuan untuk
memberikan manfaat bagi responden terhadap penangan
kecemasan.

g. Menghormati harkat dan martabat manusia (Respect For Human


Dignty )
Peneliti mempertimbangkan hak-hak responden , untuk mendapat
informasi tentang tujuan penelitian tersebut. Peneliti juga
memberikan informasi atau tidak memberikan informasi
(berpartisipasi )

3.1.7. Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian


Teknik pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada
subyek dan pengumpulan karakteristik subyek di perlukan dalam suatu
penelitian ( prites/ postes).

1) Instrumen Penelitian
Instrumen test untuk mengetahui pengaruh Spritual Emotional
Freedom Technique (SEFT) terhadap kecemasan untuk pengumpulan
data penggunakan kuesioner di lakukan di Insan Madani Rawajitu
dengan HRS-A (Hamilton Rating Scale for Anxiety) diberi skor 0
tidak ada gejala, 1 (ringan ), 2 (sedang), 3 (berat), 4 (berat sekali).
Penentuan derajat kecemasan dengan cara menjumlah skor dan item 1-
14 dengan hasil, Skor kurang dari 6 = tidak ada kecemasan, Skor 7-14
= Kecemasan ringan, Skor 15-27 = Kecemasan Sedang, Skor lebih dari
27 = Kecemasan Berat.

2) Jalannya Penelitian
Langkah penelitian yang dilaksanakan:
1. Tahap Persiapan
a. Meminta surat ijin pada bagian Institusi Universitas Mitra
Lampung.
b. Menyerahkan surat izin ke SMP Insan Madani Rawajitu Tulang
Bawang.

2. Tahap Pelaksanaan
a. Melakukan persiapan, peneliti melakukan pemilihan sampel
dengan menggunakan sdq didapatkan 15 orang dengan
menggunkan alat ukur sdq.
b. Pretest sebelum melakukan seft responden diminta untuk
mengisi informconsent dan data demografi setelah itu kita akan
melakukan pre-test pada responden untuk mengidentifikasi
kecemasan menggunkan kuesioner HARS sebelum diberikan
SEFT.
c. Intervensi SEFT : Peneliti melakukan intervensi Spritual
Emotional Freedom Technique SEFT pada kelompok perlakuan
peneliti sesuai dengan SOP di SMP Citra Insani Madani dengan
waktu 4 kali dalam 2 minggu untuk melakukan SEFT, Spritual
Emotional Freedom Technique SEFT diberikan selama 5-25
menit melalui via zoom. Kemudian terapis meilih responden
melalui kriteria inklusi dan eksklusi, responden yang lolos
dengan kriteria kemudian masuk zoom, dan terapis membagikan
SOP lalu membuka SEFT dengan mengarahkan responden untuk
melakukan tahapan-tahapan SEFT yaitu set-up, Tune-In, dan
Tapping. Setelah terapi selasai diberikan peneliti mengisi lembar
observasi bahwa responden sudah melakukan SEFT.
d. Pada Kunjungan ke 4 peneliti akan mengukur kecemasan
responden sebagai nilai Post-test kepada responden untuk
mengidentifikasi kecemasan sesudah diberikan SEFT.
4. Analisis Data . Data kusioner HARS saat posttest yang telah diisi
oleh responden kemudian dimasukkan dalam SPSS untuk analisa.

3.1.8. Pengolahan Data (optional)


Pengolahan data merupakan salah satu rangkaian kegiatan penelitian
setelah pengumpulan data (Aprina,2015). Tahap pengolahan data
antra lain :
a.    Editing
Editing bertujuan untuk memeriksa data yang masuk (raw data)
apakah terdapat kekeliruan dalam pengisisannya barangkali ada
yang tidak lengkap, palsu, tidak sesuai dan sebagainya
(Marzuki,2002). Editing di lakukan pada lembar observasi
Spritual Emotional Freedom Technique (SEFT): apabila ada data
yang kosong maka akan dilakukan pengecekan ulang/bertanya
pada petugas yang membantu melakuakan kegiatan.

b.   Coding
Lembar kuesioner yang sudah diedit atau disunting, selanjutnya
dilakukan pengkodean (Coding), yakni mengubah data bentuk
kalimat atau huruf menjadi data angkat atau bilangan.

c.   Scoring
Pengukuran tingkat kecemasan dapat dinilai menggunankan alat
ukur kecemasan yang disebut dengan HARS. Setelah data
terkumpul, kemudian pengolahan data di lakukan dengan
memberikan skor untuk hasil yang di harapkan dengan HRS-A
(Hamilton Rating Scale for Anxiety) diberi skor 0 tidak ada gejala,
1 (ringan ), 2 (sedang), 3 (berat), 4 (berat sekali). (Hidayat,2010).
Hasil ini kemudian di jumlahkan masing-masing kemampuan
mengontrol halusinasi dan di bandingkan skor tertinggi (Keliat
dan Akemat, 2009).

Kategori penilaian yang digunakan dalam pengukuran Kecemasan


:     Total nilai Score
1. <6 = Tidak ada kecemasan
2. 7-14 = Kecemasan Ringan
3. 15-27 = Kecemasan Sedang
4. > 27 Kecemasan Berat

e. Entry Data
Merupakan kegiatan memproses data untuk keperluan analisa.
Kegiatan memproses data dilakukan dengan memasukkan data
dari wawancara dan observasi dalam bentuk kode ke program
komputer. Kemudian data yang sudah ada diproses dengan paket
program komputer.

f. Cleaning
Cleaning (pembersihan data) merupakan kegiatan pengecekan
kembali data yang sudah diproses/di-entry apakah ada kesalahan
atau tidak.

3.1.9. Analisa Data

a. Analisa Univariat

Analisis yang dilakukan tiap variabel dari hasil penelitian pada


umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan
presentase dari tiap variabel tanpa membuat kesimpulan yang berlaku
secara umum (generalisasi) (Ghozali,2011).

b     Analisis Bivariat

Analisa Bivariat adalah Analisa bivariat di lakukan terhadap dua


variabel yang di duga berhubungan atau bekolerasi yang dapat
dilakukan dengan penguji statistic (Notoatmodjo,2010). Analisa
bivariat ini dalam penelitian ini bertujuan untuk menguji signifikansi
pengaruh spiritual emotional freedom technique (SEFT) terhadap
kecemasani, Pada penelitian ini menggunkan Uji T-Test
DependentT pada SPSS 23.UJI T-Test Dependent adalah jenis
uji statistika yang bertujuan untuk membandingkan rata-rata dua grup
yang saling berpasangan. Jika terdapat nilai signifikansi > 0,05 maka
H0 di tolak atau Ha diterima yang artinya ada pengaruh spiritual
emotional freedom technique (SEFT) terhadap kecemasan pada siswa
smp dimasa pandemic covid-19.

DAFTAR PUSTAKA

Nursalam 2013. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan:


PendekatanPraktis. Edisi 3. Jakarta :Salemba Medika.

Notoadmodjo, S. 2012. Metodelogi Penelitian Kesehatan: Rineka Cipta

Nursalam, 2008. Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Stuart & Sundeen. (2006). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 3.
Jakarta.EGC.

Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Diakses pada 2021.
2019 Novel Coronavirus (2019-nCoV), Wuhan, China.

Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Diakses pada 2021.
Frequently Asked Questions About SARS.

IDI - Siaran Pers Ikatan Dokter Indonesia. Diakses pada 2021. Outbreak
Pneumonia Virus Wuhan.

Medscape. Diakses pada 2021. What is the role of coronavirus in the


etiology of viral pneumonia?

US National Library of Medicine National Institutes of Health -


Medlineplus. Diakses pada 2021. Coronavirus Infections

Web MD. Diakses pada 2021. Coronavirus.

WHO. Diakses pada 2021. Coronavirus

Aziz (2016) Judul Pengaruh Terapi Seft (Spritual Emotional Freedom


Tecnique ) Terhadap Penurunan Kecemasan Bagi Siswa SMA dalam
menghadapi Ujian Di SMA Negri 1 Kasihan. Program Studi Pendidikan
Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Muhammdiyah

Chaplin, J.P. (2011). Kamus lengkap Psikologi. Jakarta: Raja Grafindi


Perseda

Aprina danAnita ( 2015). Riset Keperawatan. Universitas Malahayati


Bandar Lampung
Notoadmodjo (2012). Metodelogi Penelitian Kesehatan . Jakarta :
Penerbit Rineka Cipta

Ronika (2016). Pengaruh SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique


) dalam menurunkan kecemasan berbicara didepan umum. Fakultas
Psikologi Dan Kesehatan Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Surabaya

Medina Chodijah, Dian siti Nurjanah, Ai Yeni Yulianto, M Nur Samad


Kamba. SEFT sebagai Terapi mengatasi kecemasan menghadapi covid
19. Tasawuf Psikoterapi UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Anda mungkin juga menyukai