Anda di halaman 1dari 79

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Corona virus disease 2019 (COVID-19) merupakan penyakit menular

yang disebabkan oleh corona virus, yang menjadi krisis kesehatan dunia

karena penyebarannya yang sangat cepat (WHO, 2020). COVID-19 mulai

terjadi pada bulan Desember 2019, wabah virus ini pertama kali terjadi di

kota Wuhan di Provinsi Hubei Tengah Cina (Holshue et al, 2020). Pada

tanggal 11 Januari Cina mengumumkan kematian COVID-19 yang pertama

yaitu pada seorang pria berusia 61 tahun, yang terpapar saat ke pasar

makanan laut. Di tengah meningkatnya kematian di Tiongkok, kematian

pertama di luar China yaitu pada seorang pria yang berasal dari Tiongkok di

Filipina pada 2 Februari (WHO, 2020).

Menurut WHO pada tanggal 27 Maret 2020 total kasus kejadian

COVID-19 yang terkonfirmasi di dunia yaitu 167.515 kasus dengan total

kematian sebanyak 6.606, di Cina total kasus COVID-19 yang terkonfirmasi

yaitu sebanyak 81.077 kasus dan total kematian sebanyak 3.218, sedangkan

di luar China kasus COVID-19 yang terkonfirmasi sebanyak 86.438 kasus

dengan total kematian sebanyak 3.388 pada 150 negara dan di Indonesia

total kasus COVID-19 yaitu sebesar 8.882 kasus dengan total kematian

sebanyak 743 orang. Data dari Dinas Kesehatan Kota Padang pada tanggal
28 April 2020 total kasus COVID-19 di Kota Padang sebesar 96 kasus

dengan total kematian sebanyak 11 orang.

Menurut IASC (inter Agency Standing Comittee) tahun 2020 faktor

penyebab tekanan yang mempengaruhi masyarakat saat pandemi COVID-19

diantaranaya yaitu resiko terinfeksi dan menginfeksi orang lain, terutama jika

cara penularan COVID-19 belum diketahui 100 %, gejala umum seperti

masalah kesehatan lain minsalnya demam dapat disalahartikan sebagai

COVID-19 dan menyebabkan rasa takut terinfeksi, resiko penurunan

kesehatan fisik dan jiwa pada kelompok-kelompok yang rentang seperti

orang lanjut usia dan penyandang disabilitas.

Pendemi COVID-19 akan menimbulkan masalah kesehatan mental

yang diperkirakan akan meningkat hari demi hari selama epidemi ini (Roy et

al, 2020). Menurut WHO, 2020 masalah kesehatan mental yang terjadi pada

pendemi COVID-19 ini yaitu meningkatnya tingkat stres dan kecemasan.

Meningkatnya stres dan kecemasan pada pandemi ini disebabkan oleh media

sosial terus-menerus mendiskusikan status pandemi dan adanya informasi

yang tidak akurat atau berlebihan dari media, sehingga dapat memengaruhi

kesehatan mental dan menambah tingkat kecemasan dan mengakibatkan

masyarakat merasa tertekan dan lelah secara emosional (Roy et al, 2020).

Selain itu karantina dan perubahan rutinitas juga menyebabkan kesepian,

penggunaan alkohol, depresi hingga perilaku bunuh diri (WHO, 2020).


Menurut Riskesdas tahun 2013 gangguan mental emosional

diataranya yaitu kecemasan dan depresi. Gangguan mental emosional

merupakan suatu keadaan yang megindikasikan seorang individu

mengalami suatu perubahan emosional dan jika terus berlanjut dapat

berkembang menjadi keadaan patologis, sehingga penting adanya antisipasi

untuk menjaga kesehatan jiwa masyarakat (Khairiyah, 2016). Gangguan

mental emosional juga didefenisikan sebagai kondisi yang dialami akibat

adanya interaksi antara sumber daya yang ada dalam diri individu dengan

lingkungan yang dipandang dapat berpotensi mengancam atau

membahayakan kesejahteraan (Lazarus & Folkman 1994 dalam Rahmatika

2014).

Stres merupakan suatu kondisi yang tidak menyenangkan karena

adanya tuntutan dalam suatu situasi yang menjadi beban serta diluar batas

kemampuan seseorang untuk memenuhi tuntutan tersebut (Yosep, 2009).

Kecemasan atau ansietas merupakan rasa takut yang tidak jelas disertai

dengan perasaan ketidakpastian, ketidakberdayaan, isolasi dan

ketidakamanan (Stuart, 2016). Depresi merupakan suatu keadaan yang

berkaitan dengan terganggunya alam perasaan seseorang serta gejala

penyertanya, termasuk perubahan pola tidur, nafsu makan, psikomotor,

konsentrasi, kelelahan, rasa putus asa, tidak berdaya dan keinginan bunuh

diri (Made, 2010)


Menurut WHO (2017) 264 miliar orang di dunia mengalami depresi,

24.621 orang mengalami gangguan kecemasan, dan 54.215 orang

mengalami gangguan mental umum. Berdasarkan data Riskesdas tahun

2013 prevelensi gangguan mental emosional di Indonesia pada usia 15

tahun ke atas yaitu sebesar 6 %, dan di Provinsi Sumatera Barat sebesar 4,5

%. Sedangkan menurut data Riskesdas tahun 2018 prevelensi gangguan

mental emosional pada usia 15 tahun keatas yaitu 9,8 % , di Provinsi

Sumatera Barat yaitu 13,0 %. Sedangkan angka depresi di Indonesia pada

usia 15 tahun ke atas sebesar 6,1 % atau 706.689 penduduk, sedangkan

kejadian depresi di Sumatera Barat yaitu 8,2 % atau 13.683 penduduk. Data

dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI)

tercatat 1.522 orang mengalami gangguan kesehatan mental atau depresi

akibat pendemi COVID-19.

Pendemi COVID-19 mempengaruhi semua usia di berbagai negara

(WHO, 2020). Menurut pedoman dukungan kesehatan jiwa dan psikososial

pada pendemi COVID-19, tahun 2020 kelompok rentang yang berdampak

pada kesehatan jiwa akibat pendemi COVID-19 yaitu lansia, orang dengan

penyakit kronis, anak dan remaja , disabilitas fisik, ODMK (Orang dengan

masalah kejiwaan), ODGJ (Orang dengan gangguan jiwa). Mahasiswa

berada pada tahap remaja akhir yakninya usia 18-20 tahun dan dewasa awal.

Menurut Cao et al, 2020 pendemi COVID-19 ini tidak hanya

membawa risiko kematian akibat infeksi tetapi juga menyebabkan tekanan

psikologis yang tak tertahankan. Bagi mahasiswa pendemi ini


mengakibatkan stresor yang berkaitan dengan ekonomi dan kehidupan

sehari-hari, serta stresor yang terkait dengan keterlambatan dalam kegiatan

akademik, dan tingkat kecemasan. Penelitian yang dilakukan Cao et al,2020

dengan sampel sebanyak 7143 mahasiswa, dimana sekitar dua pertiga

sampel adalah perempuan 67 (0,94%), didapatkan 21,3% mahasiswa

mengalami kecemasan ringan, 2,7% mengalami kecemasan sedang dan

0,9% mengalami kecemasan berat. Kekhawatiran tentang pengaruh ekonomi

dan keterlambatan dalam kegiatan akademik, secara positif berkaitan

dengan tingkat kecemasan pada mahasiswa ( r= 0,327, P < . 001), hal ini

dikarenakan beberapa keluarga di saat wabah akan kehilangan sumber

pendapatan mereka, dan mahasiswa mungkin merasa cemas untuk

membayar biaya kuliah mereka. Kecemasan mahasiswa mengenai pendemi

ini dikaitkan dengan tempat tinggal mereka, sumber pendapatan orang tua,

apakah tinggal bersama orang tua atau tidak dan apakah memiliki kerabat

atau kenalan yang terinfeksi COVID-19.kehidupan sehari-hari ( r = . 316, P

< . 001) .

Berdasarkan penelitian Wang et al, 2020 selama tahap awal

pendemi Coronavirus 2019 (COVID-19) di Tiongkok pada mahasiswa dan

penduduk Cina dengan menggunakan skala DASS-21, yang terdiri dari

1.210 responden (67,3% perempuan) dari 194 kota di Cina, didapatkan

13,8 % mengalami depresi ringan, 12,2% depresi sedang, 4,3% depresi

berat, dan 4,3 % depresi sangat berat, sedangkan 7,5 % mengalami

kecemasan ringan, 20,4 % kecemasan sedang, 8,4 % kecemasan berat serta


sebanyak 24,1 % stres ringan, 5,5 % stres sedang, 2,6 % stres berat. Status

sebagai mahasiswa secara signifikan terkait dengan masalah psikologis

yang tinggi dimana presentasinya 5-35 %, sedangkan kejadian depresi

yaitu 2-19 % dan kejadian kecemasan 2-30 % dibanding mereka yang

bekerja (Wang et al, 2020). Sejalan dengan Rajkumar, 2020 jenis kelamin

perempuan, status siswa, gejala fisik tertentu dan status kesehatan yang

dinilai sendiri secara signifikan terkait dengan dampak psikologis yang

lebih besar dari wabah dan tingkat stres, kecemasan, dan depresi yang

lebih tinggi (Rajkumar, 2020).

Penelitian yang dilakukan Roy et al, 2020 pada populasi india

dengan sampel 662 yang terdiri dari 51,2% adalah perempuan dan 48,6%

adalah laki-laki. Ditemukan 28% orang melaporkan kesulitan tidur. 46%

dari peserta melaporkan kekhawatiran mereka terkait dengan diskusi

pandemi COVID-19 di saluran berita dan media. Sebanyak 75% menyetujui

perlunya perawatan kesehatan mental bagi individu yang panik di tengah

situasi pandemi. Lebih dari 80% peserta merasakan perlunya bantuan

profesional dari para ahli kesehatan mental untuk menangani masalah

emosional dan masalah psikologis lainnya selama pandemi ini. Adanya

perubahan seperti isolasi, jarak sosial, karantina, pembatasan perjalanan dan

desas-desus yang menyebar di media sosial juga cenderung berdampak

buruk bagi kesehatan mental (Banerjee, 2020).

Universitas Andalas adalah sebuah perguruan tinggi negeri

indonesia yang terletak di Kota Padang, Sumatera Barat, Indonesia.


Universitas Andalas merupakan salah satu universitas negeri terbesar di

Sumatera dengan jumlah mahasiswa yang cukup banyak serta memiliki 15

fakultas. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada 10 orang

mahasiswa Universitas Andalas melalui wawancara online, dari hasil

wawancara didapatkan 7 orang mahasiswa mengatakan pendemi COVID-

19 ini berpengaruh pada keadaan ekonomi orang tua nya, karena

pendapatan orang tuanya yang tidak tetap sedangkan yang lainnya tidak,

10 orang mahasiswa tersebut mengatakan khawatir dan cemas terjadinya

keterlambatan akademik akibat pendemi ini dan merekapun khawatir

dengan kondisi saat ini, 6 orang mahasiswa mengatakan merasa putus asa

dan sedih, 5 orang mengatakan ia merasa tidak antusias dalam melakukan

hal apapunsaat ini, 5 orang mengatakan ia merasa sulit untuk beristirahat

dan sering merasa panik, dan 6 orang mengatakan mudah merasa

tersinggung sedangkan yang lainnya tidak.

Berdasarkan data dan fenomena tersebut peneliti ingin melakukan

penelitian tentang”Gambaran Tingkat Stres, Kecemasan, Dan Depresi pada

Mahasiswa Universitas Andalas dalam Menghadapi Pendemi COVID-19”.


B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah penelitian ini yaitu :

”Bagaimana gambaran tingkat stres, kecemasan, dan depresi pada Mahasiswa

Universitas Andalas dalam menghadapi pandemi COVID -19?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui gambaran tingkat stres, kecemasan, dan depresi pada

Mahasiswa tingkat stres, kecemasan, dan depresi pada mahasiswa

Universitas Andalas dalam menghadapi pandemi COVID -19

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui distribusi frekuensi tingkat stres pada Mahasiswa

Universitas Andalas berdasarkan jenis kelamin, angkatan, tempat

tinggal, dan yang menangguang biaya hidup dalam menghadapi

pandemi COVID -19

b. Mengetahui distribusi frekuensi tingkat kecemasan pada Mahasiswa

Universitas Andalas berdasarkan jenis kelamin, angkatan, tempat

tinggal, dan yang menangguang biaya hidup dalam menghadapi

pandemi COVID -19

c. Mengetahui distribusi frekuensi tingkat depresi pada Mahasiswa

Universitas Andalas berdasarkan jenis kelamin, angkatan, tempat


tinggal, dan yang menangguang biaya hidup dalam menghadapi

pandemi COVID -19

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi pendidikan

Dapat digunakan sebagai tambahan referensi atau bahan informasi

mengenai tingkat stres, kecemasan, dan depresi pada Mahasiswa

Universitas Andalas dalam menghadapi pandemi COVID -19 .

2. Bagi Peneliti

Mengaplikasikan ilmu pengetahuan riset yang telah didapatkan selama

pendidikan sehingga hasil penelitian yang telah dilakuakan dapat berguna

bagi pendidikan dan praktis keperawatan.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebagai data dasar untuk peneliti selanjutnya dan tambahan literatur

bagi mahasiswa keperawatan

.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Remaja

1. Defenisi Remaja

Remaja dalah penduduk dalam rentang usia 10-19 tahun (WHO)

Menurut badan kependudukan dan keluarga berencana (BKKBN) rentang

usia remaja adalah 10-14 tahun dan belum menikah. Masa remaja adalah

masa peralihan dari masa puberitas menuju masa dewasa serta menglami

periode pertumbuhan dan perkembangan , dimana terjadi perubahan dari

masa kanak-kanak menjadi dewasa yang diikuti oleh perubahan biologis,

kognitif dan sosioemosional (Santrock, 2014).

Perubahan kognitif yang terjadi seperti berpikir lebih abstrak,

idealis dan logis. Menanggapi perubahan yang terjadi maka orang tua

lebih banyak menempatkan tanggung jawab untuk pengambilan

keputusan di pundak remaja muda. Perubahan sosial emosional yang

dialami remaja diantaranya pencarian kebebasan, konflik dengan orang

tua serta adanya keinginan untuk menghabiskan lebih banyak waktu

dengan teman sebaya (Santrock, 2014)


2. Tahap Perkembangan Remaja

Menurut Hendriati (2006), tahap perkembangan remaja dibagi

menjadi tiga yaitu :

a. Masa remaja awal (12-15 tahun)

Pada masa ini remaja mulai meninggalkan peran sebagai anak-anak

dan berusaha mengembangkan dirinya. Remaja mulai

mengembangkan pikiran-pikiran baru dan menjadi lebih peka

terhadap lingkungan sekitarnya.

b. Masa remaja pertengahan (15-18 tahun)

Semakin berkembangnya kemampuan berpikir baru remaja

sehingga pada tahap ini remaja membutuhakn teman sebaya. Pada

masa ini terdapat kecendrungan mencintai drinya sendiri dengan cara

lebih menyukai teman-teman yang mempunyai sifat yang sama

dengan dirinya.

c. Masa remaja akhir (18-22 tahun)

Remaja sudah mendekati kedewasaan yang ditandai adanya

periapan akhir untuk memasuki peran-peran orang dewasa. Pada masa

ini remaja berusaha meyakinkan tujuannya. Adanya keinginan yang

kuat untuk menjadi matang dan diterima dalam kelompok teman

sebaya dan orang dewasa

Dilihat dari tahap perkembangan diatas, peneliti ingin

mengkaji remaja akhir (18-22 tahun) yang pada umumnya berada di

tingkat pendidikan perguruan tinggi.


B. Pandemi COVID-19

1. Sejarah pandemi COVID -19

COVID-19 mulai pada bulan Desember 2019, wabah virus ini

pertama kali terjadi di kota Wuhan di provinsi Hubei Tengah Cina

(Holshue et al, 2020). Pada tanggal 11 Januari Cina mengumumkan

kematian COVID-19 yang pertama kali yaitu pada seorang pria yang

berusia 61 tahun, yang terpapar saat ke pasar makanan laut (WHO, 2020).

Selama beberapa minggu, infeksi ini menyebar ke seluruh dunia dengan

cepat (WHO, 2020). Di tengah meningkatnya kematian di Tiongkok,

kematian pertama di luar China yaitu pada seorang pria yang berasal dari

Tiongkok di Filipina pada 2 Februari(WHO, 2020).

2. Defenisi COVID-19

Penyakit coronavirus (COVID-19) merupakan penyakit menular

yang disebabkan oleh corona virus yang baru ditemukan (WHO, 2020).

Coronavirus dinamai demikian karena pinggiran luar protein amplop

menyerupai mahkota (korona dalam bahasa Latin) merupakan keluarga

virus yang diselimuti RNA (Burrell et al., 2017). Patogen dari virus ini

umumnya mamalia dan burung, serta dapat menyebabkan infeksi saluran

pernapasan atas ringan pada manusia, virus ini kadang-kadang dapat

ditularkan ke populasi manusia yang lebih besar dan dapat menyebabkan

penyakit pernapasan parah yang seperti Sindrom Pernafasan Akut Parah

(SARS) dan Sindrom Pernafasan Timur-Tengah (MERS) yang pernah

terjadi pada tahun 2003 dan 2012 (Roy et al, 2020).


3. Manifestasi klinis

Masa inkubasi COVID-19 adalah 1 sampai 14 hari dan pada

umumnya terjadi pada hari ketiga sampai hari ke tujuh. Demam, kelelahan

dan betuk kering merupakan tanda-tanda umum infeksi corona disertai

dengan gejala seperti hidung tersumbat, pilek dan diare pada beberapa

pasien. Karena beberapa pasien yang parah tidak mengalami kesulitan

bernapas yang jelas dan dating dengan hipoksemia dalam kasus yang

parah, dyspnea dana tau hipoksemia biasanya terjadi setelah satu minggu

setelah onset penyakit dan yang lebih buruk dapat dengan cepat

berkembang menjadi sindrom gangguan pernapasan akut, syuk sepsis dan

lain-lain. Edisi ini menekan bahwa pasien dengan kondisi sakit rinngan

hanya mengalami demam ringan, kelelahan ringan dan sebagainya, tetap

tanpa menifestasi pneumonia (Pedoman COVID 19 kemendagri 2020).

Menurut Ali dan Alharbi, 2020 Virus corona menginfeksi saluran

percernaan dan pernapasan bagian atas mamalia ( termasuk manusia) dan

burung-burung. Virus ini menyebabkan banyak penyakit pada hewan dan

manusia. Gambaran klinis keseluruhan COVID-19 tidak sepenuhnya

diketahui. Terjadinya penyakit berkisar dari yang ringansampai yang

parah. SARS-CoV-2 penyebar melalaui replica RNA menggunakan RNA-

Enzim RNA polymerase tergantung. Virus ini dapat bermutasi perlahan-

lahan menimbulkan tantangan untuk perawatan dan kontorl. Gejala

COVID-19 dapat muncul dalam 2 sampai 14 hari setelah infeksi. Selain itu
dalam beberapa kasus, penyakit ini muncul setelah 27 hari. Namun peneliti

Cina menyebutkan 5,2 hari sebagai periode inkubasi rata-rata ( Li et al.

2020). Durasi kelangsungan hidup kematian adalah 6 hingga 41 hari

setelah infeksi coronavirus. Itu tergantung pada usia kondisi kesehatan dan

klinis pasien ( Wan et al. 2020).

Tanda-tanda umum infeksi adalah kelelahan, nyeri otot, bersin,

sakit tenggorokan, batuk kering, demam tinggi, masalah pernapasan, dll.

Dengan beberapa kasus parah mengalami pneumonia, sertai sindrom

pernapasan, gagal dan bahkan kematian ( Huang et al, 2020, Hui et al,

2020, Ren et al, 2020). Resiko COVID-19 lebih besar pada orang tua,

anak-anak dan pasien lainnya, diabetes, dan kanker. Kemungkinannya

lebih besar dari COVID-19 jika ada sesak napas, batuk kering dan

seseorang dating berhubungan dengan pasien COVID-19 atau berpergian

dengan COVID-19 daerah yang terkena dampak. Dalam situasi seperti itu,

tes klinis untuk COVID-19 adalah suatu keharusan. Namun beberapa

orang sembuh dengan mudah sementara yang lain mungkin membutuhkan

waktu tergantung pada kondisi kesehatan dan usia pasien.

4. Transmisi COVID-19

Virus corona disebarkan melalui bersin, tetesan batuk, dan kontak.

Biasanya virus ini masuk ke tubuh melalui mulut, hidung, dan mata

( Transmission of novel Coronavirus, 2019). Dilaporkan bahwa virus dapat

menginfeksi seseorang pada jarak sekitar radius 6 kaki (1.8 meter). Virus
ini dapat bertahan selama 2 jam hingga beberapa hari dalam batuk dan

tetesan bersin di sebuah permukaan tanah. Infeksi mungkin terjadi dengan

menyentuh benda atau permukaan yang sudah memiliki virus tetapi bukan

jalan utama infeksi. Model infeksi seluler sangat mirip dengan SARS-

CoV. Target utama virus ini adalah paru-paru dan paku virus (domain

pengikat) yang menempel pada reseptor sel paru-paru (Wan et al. 2020).

5. Pencegahan Covid-19

Berdasarkan pedoman penanganan cepat medis dan kesehatan

masyarakat. Pencegahan COVID pada Masyarakat dengan pembatasan

Interaksi Fisik (Physical contact/physical distancing) yaitu:

1) Tidak berdekatan serta bekumpul di keramaian/tempat-tempat umum,

jika memang terpaksa berada di tempat umum gunakan masker.

2) Tidak mengadakan kegiatan atau pertemuan yang melibatkan banyak

orang/peserta (mass gathering).

3) menghindari melakukan perjalanan baik ke luar kota atau luar negeri

4) Menghindari berpergian ke tempat-tempat wisata.

5) Kurangi berkunjung ke rumah saudara atau teman atau saudara dan

mengurangi menerima kunjungan atau tamu.

6) Mengurangi frekuensi berbelanja, usahakan bukan pada jam ramai.

7) Menerapkan bekerja dari rumah/ Work From Home ( WFH).


8) Jaga jarak dengan orang lain minimal 1 meter (saat mengantri atau

duduk di bus atau kereta.

9) Unruk semetara waktu anak sebaiknya bermain sendiri di rumah.

Untuk sementara waktu, dapat melaksanakan ibadah di rumah

10) Terpakan Etika Batuk dan bersin yang benar.

11) Jika memang terpaksa harus berpergian saat batuk dan bersin maka

gunakan tisu serta langsung buang tisu ke tempat sampah dan suci

tangan atau jika tidak ada tisu saat batuk dan bersin maka tutupi

dengan lengan atas atau ketiak.

12) Karantina Kesehatan

Menurut Undang-undang No.6 tahaun 2018 terkait kerantinan

Kesehatan untuk mengurangi penyebaran suatu wabah maka perlu

dilakukan karantina kesehatan termasuk karantina di rumah,

Pembatasan Sosial, karantina Rumah Sakit serta karantina wilayah

13).Jaga jarak fisik dan pembatasan sosial (physical and Sosial

Distancing).

Pembatasan social merupakan pembatasan kegiatan tertentu pada

penduduk dalam suatu wilayah. Pembatsan social perlu dilakukan oleh

semua orang di wilayah yang diduga terinfeksi penyakit. Tujuan

Pembatasan social berskala besar adalah untuk mencegah meluasnya

penyebaran penyakit di wilayah tertentu. Pembatasan social berskala

besar dengan cara meliburkan sekolah dan tempat kerja, pembatasan

kegiatan-kegiatan keagamaan dan pembatasan kegiatan di tempat atau


fasilitas umum. Selain itu pembatas social juga dilakukan dengan

meminta masyarakat untuk mengurangi interaksi sosialnya dengan

tetap tinggal di dalam rumah maupun dengan pembatasan penggunaan

tranportasi publik.

Pembatasan sosial dalam hal ini adalah jaga fisik ( physical

distancing), yang dapat dilakukan dengan cara:

a. Mengindari penggunaan transportasi publik (seperti bus dan

angkot) yang tidak perlu, sedapat mungkin hindari jam sibuk

ketika hendak berpergian.

b. Bekerja di rumah

c. Dilarang berkumpul serta berkerumunan .

d. Mengindari perkumpulan dengan teman dan keluarga dan

berkunjung atau silaturrahmi tatap muka serta menunda kegiatan

bersama. Jika hendak menghubungi hubungi mereka dengan

telepon internet dan media social.

e. Menggunakan telepon serta layanan online jika menghubungi

dokter/fasilitas lainnya

f. Jika sakit hendaklah tidak mengunjungi orang tua atau lanjut usia.

Jika serumah hindari interaksi secara langsung dengan mereka.

Strategi masyarakat umum untuk meminimalkan stress tetrkait

wabah yaitu penilaian keakuratan informasi, meningkatkan dukungan

social, mengurangi stigma yang terkai dengan penyakit, memepertahankan


kehidupan normal seperti layak sambal mematuhi langkah-langkah

keamanan, jika diperlukan menggunakan layanan spikososial, khususnya

layanan online (Bao et al, 2020).

6. Dampak COVID-19

COVID-19 akan mempengaruhi banyak orang di berbagai negara

dan dapat menimbulkan stres pada seluruh populasi di dunia (WHO,

2020). Masalah kesehatan mental adalah masalah kesehatan utama lainnya

yang diperkirakan meningkat hari demi hari selama pandemi ini ( Roy et

al, 2020).pandemi ini juga dapat meningkatkan tingkat stres serta

kecemasan, hal itu merupakan respon umum terhadap situasi stres apa pun

(Roy et al, 2020). Pada saat yang sama media social terus-menerus

mendiskusikan status pandemi dan adanya informasi yang tidak akurat

atau berlebihan dari media, sehingga dapat mempengaruhi kesehatan

mental dan menambah tingkat kecemasan dan mengakibatkan masyarakat

merasa tertekan lelah secara emosianal (Roy et al, 2020). Adanya

perubahan seperti isolasi, jarak sosial, karantina, pembatasan perjalan dan

desas-desus yang menyebar di media social juga cendrung berdampak

buruk bagi kesehatan mental (Banerjee, 2020).

Studi menunjukkan bahwa keadaan darurat kesehatan masyarakat

dapat memiliki banyak efek psikologis pada mahasiswa, yang dapat

memiliki banyak efek spikologis pada mahasiswa, yang dapat dinyatakan

sebagai kecemasan, ketakutan dan kekhawatiran (Mei et, 2011). Ketidak

pastian dan potensi dampak negatif pada perkembangan akademik dapat


berdampak negative pada mental siswa (Rajkumar, 2020). Selama

pandemi otoritas pendidikan perlu mengembangkan portal online dan

aplikasi berbasis web untuk menyampaikan kuliah atau kegiatan

pengajaran lainnya dikarenakan banyaknya sekola atau universitas yang

diliburkan untuk mencegah penyebaran COVID-19 (Rajkumar, 2020).

Menurut Rajkumar, 2020 jenis kelamin perempuan, menjadi mahasiswa

serta memiliki gejala sugesti COVID-19 dan buruknya kesehatan yang

dirasakan dikaitkan dengan tingkat stres, kecemasan dan depresi yang

lebih tinggi.

Menurut Cao et al, 2020 pandemi COVID-19 ini tidak hanya

memebawa resiko kematian infeksi tetapi juga menyebabkan tekanan

psikologis yang tak tertahankan. Bagi mahasiswa pendemi ini

mengakibatkan stres yang berkaitan dengan ekonomi dan kehidupan

sehari-hari, serta stres yang terkait dengan keterlambatan dalam kegiatan

akademik dan tingkat kecemasan (Cao et al,2020).

C. Konsep Stres

1. Defenisi stres

Stres adalah suatu kondisi yang tidak menyenangkan karena adanya

tuntutan dalam suatu situasi yang menjadi beban serta diluar batas

kemampuan seseorang untuk memenuhi tuntutan tersebut (Yosep, 2009).

Menurut Sunaryo, 2004 stres merupakan gangguan pada tubuh serta pada

pikiran seseorang yang diakibatkan oleh perubahan serta adanya tuntutan


kehidupan yang dipengaruhi oleh lingkungan maupun penampilan

individu di dalam lingkungan/penampilan individu di luar lingkungan itu.

Menurut Stuart (2016) stres merupakan respon seseorang individu

terhadap faktor predisposisi (bio-psiko-sosio-kultural). Stres merupakan

suatu tuntutan non-spesifik mengharuskan seorang individu untuk

merespons serta melakukan tindakan (Potter dan Perry, 2005). Jadi stres

adalah suatu respon yang dalam diri seseorang maupun dari luar berupa

tekanan atau ketegangan yang tidak menyenangkan dan mengharuskan

seseorang tersebut untuk merespon serta melakukan suatu tindakan.

2. Faktor presipitasi penyebab stres

Menurut Nasir dan Muhith (2011) faktor penyebab timbulnya stres

yaitu faktor fisik dan biologis, faktor psikologis dan faktor lingkungan

a. Faktor fisik dan biologis

1) Genetika

Masa kehamilan memiliki kaitan erat dengan kerentanan stres pada

anak yang dilahirkan terutama dengan ibu yang merokok,

mengugunkan akohol dan obat-obatan seperti aspirin dan obat

obatan analgetik

2) Case history

Penyakit masa lalu akan memiliki efek psikologis pada masa depan

minsalnya penyakit yang disebabkan oleh kecelakaan yang

mengakibatkan cacat fisik, demam tinggi, yang mempengaruhi

kerusakan gendang telinga serta kelumpuhan pada anak.


3) Pengalaman hidup

Pengalaman hidup yang dapat mempengaruhi perasaan idenpenden

seseorang yang bersangkutan dengan kematangan organ-organ

seksual pada remaja.

4) Diet

Diet yang berlebihan dapat menyebabkan stres berat pada

penderitanya minsalnya pada penderita obesitas. Penderita obesitas

yang melakukan diet yang berlebihan mempunyai resiko kematian

yang tinggi.

5) Postur tubuh

Postur tubuh dapat berperan sebagai stressor, minsalnya pada

orang yang bercita-cita menjadi polisi karena seseorang tersebut

mempunyai cacat fisik sehingga keinginannya tidak terwujud.

6) Penyakit

Beberapa penyakit yang dapat menjadi stressor pada individu

seperti penyakit TBC, Diabetes, kanker, penyakit ginjal dan

berbagai penyakit lainnya. Pada individu yang menderita suatu

penyakit kronis akan menyebabkan mudah lelah sehingga ketika

melakukan pekejaan tidak maksimal.


b. Faktor psikologis

Menurut Nasir dan Muhith, 2011 faktor psikologis yang menyebabkan

stres seperti persepsi, emosi, situasi psikologis, dan pengalamn hidup.

1) Persepsi

Tingkat stres yang dirasakan seseorang tergantung cara indiviidu

itu bertindak pada stres serta persepsi individu pada stressor yang

datang. Hal yang mempengaruhi tingkat stres yaitu cara

mengontrol stres, kemampuan memperkirakan stres yang dapat

muncul serta kemampuan menghadapi stres.

2) Emosi

Kemampuan seseorang untuk mengenal dan membedakan emosi

akan berpengaruh pada stres yang dialaminya. Stres serta emosi

memiliki keterkaitan yang saling mempengaruhi contohnya

kecemasan, perasaan bersalah, khawatir, ekpresi marah, perasaan

takut, persaan sedih serta rasa cemburu.

3) Situasi psikologis

Keadaan psikologis individu dapat mempengaruhi konsep berpikir

serta menilai situasi-situasi yang dapat mempengaruhinya. Seperti

kejahatan yang meningkat menyebabkan kecemasan serta stres..

4) Pengalaman hidup

Pengalaman yang dialami seseorang akan berdampak pada

psikologis serta mengakibatkan stres pada seseorang.

Pengalaman hidup yang dapat menyebabkan stres seperti

perubahan hidup secara mendadak minsalnya perceraian atau ada


anggota keluarga yang meninggal, masa transisi (life passage) dan

krisis kehidupan seperti pemecatan, hutang atau mengalami

kebangkrutan.

c. Faktor lingkungan

1) Lingkungan fisik

Kondisi/kejadian yang memicu terjadinya stres seperti becana alam

(disaster syndrome, kondisi cuaca yang terlalu ektrem, kondisi

lingkungan yang padat, kemacetan serta lingkungan kerja yang

kotor.

2) Lingkungan biotik

Masalah yang bersumber dari makhluk mikroskopik seperti virus

dan bakteri, minsalnya pada penderita alergi dapat menjadi stres

ketika lingkungan tempat tinggalnya menjadi pemicu munculnya

alergi.

3) Lingkungan sosial

Hubungan sosial dengan orang tua, bos, rekan kerja, kerabat, serta

tetangga yang buruk dapat menjadi stressor pada seseorang yang

sulit untuk memperbaiki hubungan tersebut.

3. Gejala stres

Tanda dan gejala stres terbagi menjadi 4 yaitu gejala kognitif,

gejala fisik, gejala emosional, dan gejala perilaku (Help Guide,

2009) :

1. Gejala kognitif

Mudah lupa, sulit konsentrasi, tidak bisa berpikir


jernih/bingung, berpikir negatif, tidak objektif, antisipasi hal

buruk, ragu-ragu, sulit mengambil keputusan, sulit

memahami informasi/instruksi.

2. Gejala fisik

Pusing, nyeri punggung/badan, ketegangan otot, diare, atau

konstipasi, lelah terus-menerus, gatal-gatal, nausea,

berdebar-debar, insomnia, libido menurun, demam, nyeri

lambung, mulut kering, radang tenggorokan.

3. Gangguan emosional/afektif

Murung, sedih, gelisah, mudah marah, merasa tidak bahagia,

sulit beristirahat dan bersantai, mudah kecewa, jenuh, tidak

semangat, dan tegang.

4. Gejala perilaku Gejala perilaku

Makan berlebih atau kurang, tidur berlebihan atau kurang,

penggunaan rokok serta alkohol, gugup, aktivitas

berlebihan, reaksi berlebihan pada suatu masalah dan

berkelahi.

5. Gejala sosial

Menarik diri, malas sharing dengan orang lain, acuh

terhadap lingkungan, mudah tersinggung hanya memikirkan

masalah sendiri, curiga pada orang lain dsb.


4. Tingkatan stres

Menurut Pottter, 2005 stres dapat dibagi menjadi 3 tingkatan yakninya :

a. Stres ringan

Stres ringan yaitu stressor yang dirasakan semua orang secara teratur,

seperti terlalu banyak tidur, kemacetan, memperoleh sebuah saran dan

kritikan. Stres ringan hanya berlangsung beberapa menit/jam dan tidak

mengakibatkan kerusakan fisilogis krosis melainkan stresor yang

terjadi berlangsung terus-menerus (Potter, 2005).

b. Stres sedang

Stres sedang bisa terjadi lebih lama dari pada stres ringan, dapat

berlangsung beberapa jam bahkan beberapa hari. Seperti perselisihan

antara teman dan rekan kerja, anak yang sedang sakit dan

ketidakhadiran anggota keluarga. Keadaan seperti ini dapat

mengakibatkan permasalahan kesehatan pada seseorang (Potter,

2005).

c. Stres berat

Stres berat merupakan keadaan kronis yang dapat berlangsung dalam

beberapa minggu hingga beberapa tahun, contohnya perselisihan yang

terjadi terus menerus dengan teman, kesulitan keuangan yang

berkepanjangan serta penyakit fiisik yang lama. Semakin tinggi dan

semakin lama stres yang dirasakan seseorang maka semakin tinggi

resiko kesehatan yang ditimbulkan (Potter, 2005).


5. Respon stres

Menurut Taylor dan Videbeck stres bisa menyebabkan beberapa

respon diantaranya respons fisiologis, respons kognitif, respons emosi

serta respons tingkah laku (Videbeck, 2008). Respon fisiologis diantaranya

peningkatan tekanan darah, detak jantung, nadi serta pernafasan. Respon

kognitif dengan tanda-tanda terganggunya proses kognitif seseorang

berupa pikiran yang kacau, daya konsentrasi yang menurun, pikiran

berulang-ulang/tidak wajar. Sedangkan respoon tingkah laku denagn

melawan situasi yang menekan serta menghindarinya (Videbeck, 2008).

Seseorang yang mengalami ketegangan mengakibatkan mengalami

kesulitan saat memanajeman kehidupannya karena stres dapat

mengakibatkan kecemasan serta kurang terkendalinya sistem syaraf (Haqi,

2019).Stres kehidupan yang sangat mengancam, tidak terkendali dan

tidak dapat diprediksi dapat memicu timbulnya beberapa gangguan

kecemasan (Uliaszek et al, 2013).

D. Kecemasan

1. Definisi kecemasan

Kecemasan atau ansietas adalah rasa takut yang tidak jelas di sertai

dengan perasaan ketidak pastian, ketidak berdayaan. Isolasi dan ketidak

amanan (Stuar, 2016). Menurut Nasir dan Muthith, 2011 kecemasan bisa

berupa perasaan khawatir, perasaan kurang nyaman, dan tidak pasti atau

merasa sangat takut akibat dari suatu ancaman atau perasaan yang
mengancam dimana sumbernya nyata dari kecemasan tersebut tidak

diketahui dengan pasti. Kecemasan merupakan suatu ketegangan yang

timbul dari kondisi-kondisi jaringan di dalam tubuh yang sebenarnya di

timbulkan oleh sebab-sebab dari luar (Yustinus, 2006 ). Jadi dapat

disimpulkan bahwa kecemasan ialah reaksi emosional pada seseorang

yang menimbulkan ketegangan yang disebabkan oleh faktor di luar tubuh

sehingga dapat menimbulkan perasaan tidak nyaman dan merasa

terancam.

2. Tanda dan gejala kecemasan

Menurut Tarwoto (2004) tanda dan gejala kecemasan yang timbul

secara umum adalah :

1. Tanda fisik

a. Cemas ringan:

1) Gemetar

2) Keterangan otot

3) Nafas pendek atau hiperventilasi

4) Mudah leleah

b. Cemas sedang:

1) Sering kaget

2) Hiper aktif Autonomik

3) Wajah merah dan pucat

c. Cemas berat:

1) Takikardi
2) Nafas pendek, hiperventilasi

3) Berpeluh

4) Tangan terasa dingin

5) Panik

2. Gejala psikologis

a. Cemas, khatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah

tersinggung.

b. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah dan mudah terkejut.

c. Sulit konsentrasi, hypergilance (siaga berlebihan )

d. Takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang.

e. Gangguan pola tidur , mimpi–mimpi yang menegangkan.

f. Gangguan konsentrasi dan daya ingat.

g. Libido menurun.

h. Rasa menganjal ditenggorokan.

i. Rasa mual diperut.

3. Faktor yang mempengaruhi kecemasan

Menurut Rasmun (2004) kemampuan seorang individu dalam

merespon kecemasan dapat dipengaruhi oleh beberapa factor

dinataranya:

1. Sifat stresor

Sifat stressor dapat berubah secara tiba-tiba/berangsur-angsur serta

dapat mempengaruhi seseorang dalam menghadapi kecemasan.Hal ini

tergantung bagaimana mekanisme koping seseorang.


2. Stresor yang bersamaan

Semakin banyak stresor yang dialamin seseorang semakin besar

dampaknya bagi fungsi tubuh jika terjadi stresor yang kecil maka

dapat mengakibatkan reaksi yang yang belebihan.

3. Lama stresor

Lamanya stresor dapat menyebabkan menurunkan kemampuan

seorang individu dalam mengatasi stres karena individu sudah

kehabisan tenaga untuk menghadapi stressor tersebut.

4. Pengalaman masa lalu

Pengalaman masa lalu individu ketika menghadapi stresor yang sama,

hal ini di karenakan individu memiliki kemampuan beradaptasi atau

mekanisme koping yang lebih baik, sehingga tingkat kecemasan akan

berbeda dan dapat menunjukkan tingkat kecemasan yang libih ringan.

5. Tingkat perkembangan

Tingkat perkembangan individu dapat membentuk kemampuan

beradaptasi yang semakin baik terhadap stresor yang berbeda sehingga

resiko stress dan kecemasan akan berbeda pula.

4. Tingkat kecemasan

Menurut Videbeck, 2008 tingkat kecemasan di bagi dalam beberapa

kelompok :

a. Kecemasan ringan

Beberapa respon kesemasan ringan antara lain:


1) Respon fisiologis berupa ketegangan otot ringan, sadar akan

lingkungan, rileks atau sedikit gelisah, penuh perhatian serta rajin.

2) Respon kognitif berupa lapang persepsi luas, terlihat tenang,

percaya diri, perasaan gagal sedikit, waspada dan memperhatikan

banyak hal, mempertimbangkan informasi serta tingkat

pembelajaran yang optimal.

3) Respon emosional berupa prilaku otomatis, sedikit tidak sabar,

aktivitas menyendiri, terstimulasi serta tenang

b. Kecemasan sedang

Perasaan yang mengganggu seseorang bahwa ada sesuatu hal yang

benar-benar berbeda dan individu menjadi gugup atau agitasi.

Beberapa karakteristik kecemasan sedang antara lain:

1) Respon fisiologis berupa napas pendek, nadi dan tekanan darah

meningkat, mulut kering, anoreksia, diare/konstipasi, sakit kepala,

sering berkemih dan letih.

2) Respon kognitif berupa memusatkan perhatiannya pada hal yang

penting dan mengesampingkan yang lain, lapang persepsi

menyempit, dan rangsangan dari luar tidak mampu diterima

3) Respon perilaku dan emosi berupa tidak nyaman, mudah

tersinggung, gerakan tersentak-sentak, terlihat lebih tegang, bicara

banyak dan lebih cepat, susah tidur dan perasaan tidak nyaman.
c. Kecemasan berat

Kecemasan berat dialami ketika individu yakin bahwa ada sesuatu

yang berbeda dan ada acaman. Beberapa karakteristik kecemasan

berat meliputi:

1) Individu cenderung memikirkan hal yang kecil saja dan

mengabaikan hal yang lainnya.

2) Respons fisiologi berupa nafas pendek, nadi dan tekanan darah

naik, berkeringat dan sakit kepala, hiperventilasi, penglihatan

kabur, serta tampak tegang.

3) Respons kognitif berupa tidak mampu berfikir berat lagi serta

membutuhkan banyak pengetahuan dan lapangan persepsi yang

menyempit.

d. Panik

Panik adalah tingkat tertinggi dari kecemasan. Semua pikiran

rasional berhenti dan individu tersebut mengalami respon fight, flight

atau freeze yaitu kebutuhan untuk pergi secepatnya tetap di tempat,

berjuang dan tidak melakukan sesuatu. Beberapa karakteristik

gangguan panik yaitu:

1) Respon fisiologis berupa napas pendek, rasa tercekik dan palpitasi,

sakit dada, pucat, hipotensi dan rendahnya koordinasi motorik.

2) Respon kognitif berupa gangguan realitas, tidak dapat berfikir

logis, persepsi terhadap lingkungan mengalami distorsi serta

ketidakmampuan memahami situasi.


3) Respon perilaku dan emosi berupa agitasi, mengamuk dan marah,

ketakutan, berteriak-teriak, kehilangan kendali/kontrol diri,

perasaan terancam serta dapat membahayakan diri sendiri atau

orang lain.

5. Faktor pencetus kecemasan

Menurut Asmadi, 2008 Faktor penyebab kecemasan dapat

berasal dari diri sendiri maupun orang lain. Faktor pencetus

kecemasan dibedakan menjadi:

a. Ancaman terhadap integritas diri meliputi ketidakmampuan

fisiologi atau gangguan dalam melakukan aktivitas sehari-hari untuk

melakukan pemenuhan terhadap kebutuhan dasarnya.

b. Ancaman terhadap sistem diri yaitu adanya sesuatu yang dapat

mengancam identitas diri, harga diri, kehilangan status/peran diri dan

hubungan interpersonal.

Seseorang yang mengalami ansietas/kecemasan seringkali ada

komponen depresi, demikian pula sebaliknya Menurut Jamil, 2015

kecemasan dan depresi merupakan dua jenis gangguan kejiwaan yang satu

dengan lainnya saling berkaitan,.


E. Depresi

1. Defenisi Depresi

Depresi merupakan suatu masa terganggunya fungsi manusia

yang berkaitan dengan alam perasaan dan gejala penyerta, termasuk

perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor,konsentrasi,

kelelahan, rasa putus asa dan tidak berdaya serta keinginan untuk bunuh

diri (Made , 2010). Depresi adalah suatu perasaan sedih yang sangat

mendalam yang biasanya terjadi setelah kejadian luar biasa atau rasa

kehilangan terhadap sesuatu atau seseorang yang disayanginya (Junaidi,

2012). Menurut Hawari (2005) depresi adalah gangguan pada alam

perasaan yang ditandai dengan gejala kemurungan, kelesuan, tidak ada

semangat hidup, merasa tidak berguna, kekecewaan yang mendalam, rasa

putus asa, pekiran kematian, serta keinginan bunuh diri.

2. Tingkat Depresi
Adapun tingkat depresi di kelompokkan sebagai berikut:
a. Depresi ringan (mild depression atau depression dan

dystymicdisorder).

Gejala yang ditunjukkan pada tahap ini seperti : penolakan

perasaan, kesedihan, regresi, gelisah, agitasi, penarikan, menyalahkan

ataupun orang lain, anoreksia, insomnia, hypersomnia, sakit kepala,

sakit punggung, nyeri dada dan gejala lain yang terkait dengan

kehilangan (Townsend 2013). Pada depresi ringan, mood yang


rendah datang dan pergi sehingga menyebabkan individu akan merasa

cemas dan juga tidak bersemangat (Lumongga 2009).

b. Depresi sedang ( Moderate Depression)

Depresi sedang menunjukkan gejala yang lebih kompleks. Hal

ini menunjukkan dengan gangguan meliputi perasaan bersedih, tidak

berdaya, keputusasaan, suram, pesimis, tingkat percaya diri rendah,

kesulitan dalam aktifitas, mengalami keterlambat gerakan fisik, postur

yang menurun, merasa gagal dalam hidup, terhambatnya dalam

verbal, menurunkan dalam merawat kebersihan diri, terhambatnya

proses pikir, konsentrasi menurun, mulai menunjukkan prilaku bunuh

diri, anoreksia, insomnia, hypersomnia, nyeri dada, nyeri punggung,

penurunan energi dalam beraktifitas (Townsend, 2013). Selain itu

individu juga menunjukkan gejala menarik dan mulai tersinggung

(Prabowo, 2014).

c. Depresi Berat (Severe depression/major depression).

Depresi berat dikarakteristikan oleh gejala sedang yang

berlangsung lebih intensif. Individu akan merasa putus asa

total,merasa kekosongan, kesedihan, tampil tanpa nada emosional,

merasa tidak berharga, adanya retardasi psikomotor, adanya

gangguan dalam berkomunikasi dan perawatan diri, adanya hasrat

untuk bunuh diri yang tinggi, mengalami konstipasi, gangguan

dalam tisur, anoreksia, penurunan libido, amenorea, adanya delusi


atau halusinasi (Townsend, 2013). Depresi dapat muncul sekali

,dua kali atau beberapa kali selama hidup. Major depression

ditandai dengan adanya lima atau lebih gejala yang ditunjunjukan

serta berlangsung selama 2 minggu berturut-turut (Lumongga,

2009).

3. Faktor-faktor penyebab depresi

Kaplan & Sadock (2015) menyatakan faktor penyebab depresi

dapat dibagi menjadi faktor biologi, faktor genetik, faktor psikososial dan

sosial.

d. Faktor Biologi

Berapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat kelainan pada amin

biogenik seperti 5 HIAA (5-Hidroksi Indol Asetic Acid), HAV

(Homoanilic Acid), MPGH (5 Methoxy-0-hudroksi phenil glikol), pada

darah,urin, dan cairan serebrospinal pada pasien gangguan mood.

Neurotransmiter yang terkait dengan patologis depresi adalah serotonin

dan epineprin. Penurunan serotonin dapat menyebabkan depresi pada

pasien bunuh diri, beberapa pasien mempunyai serotonin yang rendah.

Pada terapi despiran mendukung teori bahwa neropineprin berperen pada

patofiologi depresi.

e. Faktor Genetik

Penelitian genetik menunjukkan bahwasannya angka resiko pada

anggota keluarga tingkat pertama dari individu yang menderita depresi

berat (unipolar) diperkirakan 2 sampiai 3 kali dibandingkan dengan


populasi umum. Angka keserasian sekitar 11 % pada kembar dizigot

dan 40% pada kembar monozigot (Davies, 1999). Menurut lester

(2001), pengaruh genetik pada depresi tidak disebuat secara khusus,

hanya dijelaskan bahwa terdapat penurunan dalam ketahanan dan

kemampuan dalam menghadapi stres.

f. Faktor psikososial

Freud mengatakan bahwa dalam teori psiko dinamikanya, depresi

disebabkan oleh kehilangan objek yang dicintai(Kaplan & Sadock,

2015). Peristiwa kehidupan yang mengakibatkan stres, lebih sering

mendahului episode pertama dalam gangguan mood dari episode

selajtnya. Para klinis meyakini bahwa peristiwa kehidupan memegang

peranan utama dalam depresi, klinis lain mengatakan bahwa kejadian

kehidupan hanya memiliki peranan terbatas dalam onset depresi.

Stressor lingkungan yang sangat berhubungan dengan onset suatu

epiosde depresi yaitu kehilangan pasangan.

Kaplan, H.I et al, (2010) mengatakan faktor psikososial yang

dapat mempengaruhi depresi diantaranya peristiwa kehidupan dan

stressor lingkungan, kepribadian, kegagalan yang berulang, teori

kognitif, serta dukungan sosial. Faktor-faktor yang berkaitan dengan

depresi yaitu perilaku rendah diri, kurangnya dukungan sosial,

neuroticims/karakter negatif (perilaku mudah gugup, tidak percaya diri,

mudah berubah pikian, kurang extraversional, dan mempunyai masalah

kesehatan mental) (Torres, C et al, 2017)


g. Faktor sosial

Anak atau remaja dengan status pernikahan orang tua, jumlah

bersaudara, status sosial keluarga, perpisahan/perceraian pada orang tua,

fungsi pernikahan, struktur keluarga serta pola asuh orang tua berperan

banyak dalam terjadinya gangguan depresi pada atau remaja tersebut.

Seorang ibu yang menderita depresi lebih besar pengaruhnya pada

kemungkinan masalah psikopatologi anak dibandingakan dengan ayah

yang mengalami depresi.

4. Tanda dan Gejala Depresi

Ketika seorang remaja mengalami stressor pada faktor prediposisi

atau presipitasi maka akan berlanjut dalam proses penilaian terhadap

stressor tesebut. Penilaian stressor merupakan proses dari situasi stres

yang komprehensif yang berada dalam beberapa tingkatan. Secara

spesifik proses ini melibatkan respon kognitif, respon afektif, respon

fisiologis, respon perilaku serta respon sosial (Stuart, 2013)

1. Respon kognitif

Pada remaja yang mengalami depresi akan mengalami perubahan pada

pikiran, adanya masalah dalam berkonsentrasi, takut mati, dan pikiran atau

ekpresi tentang perilaku bunuh diri atau merusak diri, kebingungan,

ketidaktegasan, kehilangan minat serta motivasi, pesimis, dan

menyalahkan diri sendiri (Stuart, 2013).

2. Respons Afektif (Emosi)

Gejala yang dirasakan oleh remaja yang mengalami depresi berupa

sering mengalami keluhan fisik yang tidak jelas, bosan atau lesu, merasa
tidak berdaya, kemarahan, ansietas, kekesalan, mengingkari perasaan,

patah semangat, perasaan bersalah, harga diri rendah, sering atau mudah

terbebani serta sensitif tpada penolakan dan kegagalan. Menurut Pedoman

Penggolongan Diagnostik Gangguan jiwa (PPDGJ III) depresi ditandai

dengan perasaan (mood) yang menurun, kehilangan minat serta

kegembiraan, berkurangnya energi yang menyebabkan mudah lelah dan

berkurangnya aktivitas. Selain itu adanya perasaan terpuruk, sedih/muram,

perasaan tidak termotivasi, serta memiliki kesulitan untuk memulai

kegiatan di pagi hari atau sulit bangun dari tempat tidur, mudah

tersinggung, dan merasa kesulitan untuk kembali tidur di pagi buta.

3. Respons Fisiologis

Remaja yang mengalami depresi akan mengalami perubahan pola makan

dan tidur, nyeri perut, pusing, konstipasi, kelelahan, perunbahan

menstruasi serta mual (Stuart, 2013).

4. Respons Perilaku

Remaja yang mengalami depresi akan mengalami kegelisahn, atau

kehilangan kesabaran, bergerak atau berbicara lebih pelan dari biasanya.

Stuart (2013) mengatakan depresi dengan perilaku agresif, agitasi,

alkoholisme, perubahan tingkat aktivitas, kecanduan obat dan zat, sifat

cepat marah, kurang spontanlitas, ketergantungan berlebihan, kebersihan

pribadi yang buruk, isolasi diri, menangis serta menarik diri.

5. Respon Sosial
Remaja yang mengalami depresi juga mengalami penurunan tingkat

pasrtisipasi sosial, kehilangan kenikmatan, atau minat dalam melakukan

aktivitas yang menyenangkan, menurunnya minat seks, serta gagal

merespon pada pujian atau reward. Depresi yang diawali dari masalah

sendiri pada akhirnya akan mempengaruhi lingkungan dan pekerjaan atau

aktivitas rutin lainnya. Lingkungan akan bereaksi terhadap perilaku orang

yang depresi yang pada umumnya bersifat negatif (mudah marah,

tersinggung, suka menyendiri, sensitif, mudah letih, dan mudah sakit)

bahkan melakukan bunuh diri. Problem sosial biasanya terjadi pada

masalah.

6. Mekanisme koping

Rentang respons mosional menurut Stuart (2016)

Rentang respon emosional

Respon adaptif respon


maladaptif

Respon Reaksi berduka Supresi emosi Reaksi Depresi/mania


Emosional rumit berduka
tertunda

a. Respons emosional

Respons emosional adalah respons yang paling adaptif.

Adaptif menyiratkan keterbukaan dan kesadaran akan perasaan.

Dengan cara ini, perasaan memberikan pengalaman belajar yang

berharga. Pengalaman adalah barometer yang memberikan umpan


balik tentang diri kita sendiri dan hubungan kita, dan membantu

kita berfungsi lebih efektif.

b. Respons berduka rumit

Respons berduka yang rumit adalah respons adaptif dalam

menghadapi stres. Reaksi tersebut menyiratkan bahwa

seseorangsedang menghadapi realitas kehilangan dan tenggelam

dalam kondisi terbuka.

c. Supresi emosi

Supresi emosi adalah respon maladaptif. Respons

maladaptif adalah penolakan perasaan atau keteguhan diri

seseorang. Supresi emosi yang bersifat sementara terkadang

diperlukan untuk mengatasi kondisi tertentu, seperti pada respons

awal terhadap kematian atau tragedi.

d. Reaksi berduka tertunda

Reaksi ini melibatkan supresi emosi berkepanjangan

yangmengganggu fungsi efektif.

e. Depresi dan Mania

Depresi dan mania adalah respons emosional yang paling

maladaptif. Gangguan susana hati yang parah dikenali melalui

intensitas, kegunaan, ketekunan, dan gangguan fungsi sosial dan

fisiologis.
F. HUBUNGAN STRES, KECEMASAN DAN DEPRESI

Stres merupakan hasil dari terjadinya transaksi antara individu

dengan penyebab stres yang melibatkan proses pengevalusian (Dewe et al,

2012). Sumber stres adalah situasi atau kejadian yang melebihi

kemamapuan pikiran/tubuh seseorang saat berhadapan dengan sumber

stres tersebut (Haqi, 2019). Individu yang mengalami ketegangan biasanya

akan mengalami kesulitan dalam memanajemen kehidupannya karena stres

akan memunculkan kecemasan dan sistem syaraf menjadi kurang

terkendali (Haqi, 2019). Stres kehidupan yang sangat mengancam, tidak

terkendali dan tidak dapat diprediksi dapat memicu timbulnya beberapa

gangguan kecemasan (Uliaszek et al, 2013). Jadi kecemasan adalah reaksi

terhadap stres (Anxiety and Depression association of america).

Stres yang berkepanjangan juga akan mengakibatkan terjadinya

depresi yang selanjutnya juga berdampak pada fungsi fisiologis manusia,

seperti gagal ginjal dan stroke (Sukadiyanto, 2011). Hubungan antara stres

dan depresi merupakan hubungan dua arah yang dan dipengaruhi oleh

sifat stres misalnya interpersonal (stres yang terkait dengan konflik atau

kesulitan dengan keluarga, teman sebaya, atau signifikan lainnya) dan non

interpersonal (yaitu stres yang berkaitan dengan pekerjaan, pendidikan dan

masalah kesehatan) (Hammen & Mayol, 1982; Potthoff, Holahan, &

Joiner, 1995 dalam Uliaszek et al, 2013). Menurut Jamil, 2015 kecemasan

dan depresi merupakan dua jenis gangguan kejiwaan yang satu dengan

lainnya saling berkaitan, seseorang yang mengalami depresi seringkali ada

komponen ansietasnya, demikian pula sebaliknya.


BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Teori

Penyakit coronavirus (COVID-19) merupakan penyakit menular

yang disebabkan oleh corona virus yang baru ditemukan (WHO, 2020).

Menurut Cao et al, 2020 pandemi COVID 19 ini tidak hanya membawa

risiko kematian tetapi juga menyebabkan tekanan psikologis. Menurut

Haqi,M.H, 2019 suatu tekanan mempunyai 3 dampak yaitunya dampak

biologis, dampak psikologis dan dampak sosial. Dampak psikologis yang

terjadi lebih besar pada wabah ini diantarnya tingkat stres, kecemasan, dan

depresi yang lebih tinggi (Rajkumar, 2020) Kelompok rentang yang

berdampak menglami tekanan psikologis atau masalah kesehatan jiwa

akibat pendemi COVID 19 yaitu lansia, orang dengan penyakit kronis,

Anak dan remaja (Mahasiswa), Disabilitas fisik, ODMK (Orang dengan

masalah kejiwaan), ODGJ(Orang dengan gangguan jiwa) (Pedoman

dukungan kesehatan jiwa dan psikososial pada pendemi COVID 19,

2020).

Mahasiswa merupakan orang yang belajar di tingkat perguruan

tinggi untuk mempersiapkan dirinya bagi suatu keahlian tingkat sarjana

(Budiman, 2006). Bagi mahasiswa pendemi ini mengakibatkan stresor

yang berkaitandengan ekonomi dan kehidupan sehari-hari, serta stresor

yang terkait dengan keterlambatan dalam kegiatan akademik, dan tingkat


kecemasan.COVID 19 akan mempengaruhi banyak orang di berbagai

negara dan dapat menimbulkan stess pada seluruh populasi di dunia

(WHO, 2020).

Stres adalah kondisi yang tidak menyenangkan karena adanya

tuntutan dalam suatu situasi sebagai beban atau diluar batas kemampuan

mereka untuk memenuhi tuntunan tersebut (Yosep, 2009), kecemasan

adalah atau ansietas adalah rasa takut yang tidak jelas disertai dengan

perasaan ketidakpastian, ketidakberdayaan, isolasi, dan ketidakamanan

(stuart ,2016). Sedangkan depresi adalah gangguan pada alam perasaan

yang ditandai dengan gejala kemurungan, kelesuan, tidak ada semangat

hidup, merasa tidak berguna, kekecewaan yang mendalam, rasa putus asa,

pekiran kematian, serta keinginan bunuh diri (Hawari, 2005).


Stresor
Pendemi COVID 29

Kelompok rentang yang berdampak pada


kesehatan jiwa akibat pendemi COVID
19:
1. Lansia
2. Orang dengan penyakit kronis
3. Anak dan remaja (Mahasiswa)
4. Disabilitas fisik
5. ODMK (Orang dengan masalah
kejiwaan)
6. ODGJ (Orang dengan gangguan
jiwa)
(Pedoman dukungan kesehatan jiwa dan
psikososial pada pendemi COVID 119,
2020)

Stress Pada Individu

Dampak Biologis Dampak Psikologis Dampak Sosial

Stress Kecemasan Depresi


Kategori Kategori Kategori
1. Normal 1. Normal 1. Normal
2. Ringan 2. Ringan 2. Ringan
3. Sedang 3. Sedang 3. Sedang
4. Berat 4. Berat 4. Berat
5. Sangat berat 5. Sangat berat

Gambar 3.1 teori menurut Rajkumar, R,P(2020)


B. Kerangka Konsep

Sesuai dengan judul penelitian, maka dapat dijabarkan kerangka konsep penelitian sebagai berikut:

Pendemi COVID 19

Mahasiswa

Stress Kecemasan
Depresi
Kategori : Kategori :
Kategori :
1. Normal 1 Normal
1. Normal
2. Ringan 2 Ringan
2. Ringan
3. Sedang 3 Sedang
3. Sedang
4. Berat 4 Berat
4. Berat
5. Sangat berat 5 Sangat berat
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang menggunakan

desain penelitian deskriptif dengan metode survey. Penelitian deskriptif

merupakan penelitian dilakukan pada sekumpulan objek yang bertujuan

untuk melihat gambaran (fenomena)(termasuk kesehatan) yang terjadi

didalam suatu populasi tertentu (Notoadmodjo, 2012). Metode survey

digunakan untuk mendapatkan data dari tempat tertentu secara alamiah

(bukan buatan) tetapi peneliti melakukan perlakuan dalam pengumpulan

data seperti mengedarkan kuesioner, test, wawancara terstuktur dan

sebagainya (Sugiyono, 2009). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui

gambaran tingkat stres, kecemasan dan depresi pada mahasiswa

Universitas Andalas dalam menghadapi pendemi COVID 19.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi merupakan subjek yang memenuhi kriteria yang telah

ditetapkan dalam penelitian (Nursalam, 2013). Populasi dalam

penelitian ini adalah mahasiswaseluruh fakultas angkatan 2016 yang

aktif pada perkuliahan di Universitas Andalas, dengan total populasi

sebanyak 20.744 orang mahasiswa .

47
2. Sampel

Sampel merupakan objek yang diteliti dan dianggap mewakili

seluruh populasi (Notoadmodjo, 2012). Karena jumlah populasi yang

besar serta peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada

populasi maka peneliti akan mengambil sampel dari populasi tersebut

(Notoadmodjo, 2012). Sampel pada penelitian ini adalah mahasiswa

di Universitas Andalas yang diambil dengan menggunakan teknik

proportional random sampling. Pengambilan sampel secara proporsi

dengan cara mengambil subyek dari setiap stata atau wilayah,

ditentukan seimbang dengan banyaknya subyek dalam masing-masing

stata atau wilayah (Sugiyono, 2011). Jumlah ukuran populasi diketahui

dengan pasti maka perhitungan menggunakan rumus Slovin (Nasir

dkk, 2011).

Rumus slovin adalah sebagai berikut:

n= N
1+Ne2

Keterangan :

n= jumlah sampel yang akan diteliti

N=jumlah populasi

e= kelonggoran ketelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang

ditolerir/ditetapkan (5 %)

Maka jumlah sampel yang diteliti adalah:

n= N = 20.744
1+Ne2 1+ 20.744 (0,05)2

Jadi,n= 392 orang


Adapun jumlah pembagian sampel untuk masing-masing jurusan dengan

menggunakan rumus Arikunto (2006)

n= x x Ni

Keterangan:

n= Jumlah sampel yang diinginkan setiap strata

N= Jumlah populasi

x= Jumlah populasi pada setiap strata

Ni= Sampel

Tabel 4.1 Jumlah Sampel Setiap Strata/Cluster

Fakultas Angkatan Jumlah populasi Jumlah sampel per


fakultas
Pertanian 2016-2019 2056 39
Kedokteran 2016-2019 1480 28
MIPA 2016-2019 1482 28

Hukum 2016-2019 1653 31

Ekonomi 2016-2019 3222 61

Pertenakan 2016-2019 1548 29

Teknik 2016-2019 2432 46

FIB 2016-2019 1427 27

Fisip 2016-2019 1855 35

Farmasi 2016-2019 556 10

Fateta 2016-2019 895 17

FKM 2016-2019 852 16


Fkep 2016-2019 565 11

FKG 2016-2019 266 5

FTI 2016-2019 455 9

TOTAL 392

Kriteria sampel dalam penelitian ini adalah

a. Kriteria inklusi

1) Mahasiswa angkatan 2016, 2017, 2018, 2019 yang aktif di

perkuliahan Universitas Andalas

2) Responden bersedia untuk diteliti

b. Kriteria eksklusi

1) Mahasiswa yang memiliki masalah gangguan mental.

2) Mahasiswa yang mengkonsumsi obat obatan seperti golongan

antidepresan

C. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di seluruh Fakultas Universitas Andalas dengan

pengambilan data dimulai dari April 2020 sampai Juli 2020


D. Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional

Tabel 4.2 Variabel penelitian dan Definisi operasional

Variabel Defenisi Alat Ukur Cara Ukur Skala Hasil Ukur


Operasional Ukur
Jenis Status gender Kuesioner Mengisi Nominal 1=laki-laki
kelamin berdasarkan data kuesioner 2=perempu
ciri-ciri demografi an
karakteristik
fisik dan
biologis
Tempat Status Kuesioner Mengisi Nominal 1=dengan
tinggal kediaman data kuesioner orang tua
seseorang demografi 2=dengan
saudara
3=kos
Stres Suatu respon Kuesioner Mengisi Ordinal 1.
terhadap suatu DASS 21 kuesioner Norm
stresor baik itu al
dari dalam diri (0-7)
seseorang 2.
maupun dari Ringa
luar berupa n
tekanan atau (8-9)
ketegangan 3.Sed
yang tidak ang
menyenangkan (10-
sehingga 12)
individu 4.
diharuskan Berat
untuk (13-
merespon atau 16)
melakukan 5.San
tindakan. gat
berat
(17-
21)
(Lovi
bond
&
Lovib
ond,
1995)
Kecemas Reaksi Kuesioner Mengisi Ordinal 1.
an emosional DASS 21 kuesioner Norm
yang al
menimbulkan (0-3)
ketegangan 2.
pada seseorang Ringa
yang n
disebabkan (4-5)
faktor di luar 3.
tubuh sehingga Sedan
menimbulkan g
perasaan tidak (6-7)
nyaman dan 4.
merasa Berat
terancam. (8-9)
5.San
gat
berat
(10-
21)

(Lovi
bond
&
Lovib
ond,
1995)

Depresi Perasaan sedih Kuesioner Mengisi Ordinal 1.


yang sangat DASS 21 kuesioner Norm
mendalam al
yang (0-4)
berlangsung 2.
selama 2 Ringa
minggu n
setidaknya (5-6)
dengan gejala 3.
perasaan Sedan
tertekan atau g
kehilangan (7-
minat serta 10)
kesenangan 4.
Berat
(11-
13)
5.San
gat
berat
(14-
21)

(Lovi
bond
&
Lovib
ond,
1995)
7.

E. Instrumen Penelitian

a. Kuesioner A

Kuesioner A berisi tentang identitas responden yang terdiri atas nama

responden (inisial), jenis kelamin, umur, angkatan, tempat tinggal dan

fakultas.

b. Kuesioner B

Kuesioner B yaitu Depression Anxiety and Stress Scales (DASS 21)

oleh Lovibond (1995) yang sudah diterjemahkan kedalam bahasa

Indonesia.Instumen ini terdiri dari 21 pertanyaan yang terdiri dari 7

pertanyaan tentang stres, 7 pertanyaan tentang kecemasan dan 7

pertanyaan tentang depresi dengan skala likert dengan kisaran skor 0-3

untuk masing-masing pertanyaan. Kusioner ini sebelumnya sudah

digunakan pada penelitian Wang et al,2020 dan pada penelitian terkait

SARS oleh Mc Alonan, 2007.

No Dimensi Nomor pertanyaan

1 Stres 1,6,8,11,12,14, dan 18.


2 Kecemasan 2,4,7,9,15,19, dan 20.
3 Depresi 3,5,10,13,16,17, dan 21.

F. Etika Penelitian

Penelitian ini hanya melibatkan responden yang mau terlibat secara

sadar dan tanpa paksaan, peneliti juga menerapkan prinsip-prinsip etik

dalam melakukan penelitian untuk melindungi responden dari berbagai

kekhawatiran dan dampak yang mungkin timbul selama kegiatan

penelitian yaitu (Nursalam, 2013):

a. Self determination

Yaitu responden mempunyai hak untuk memutuskan

keterlibatannya dalam kegiatan penelitian termasuk mengundurkan

diri ketika penelitian sedang berlangsung. Peneilitian ini dilakukan

secara sukarela dan tanpa paksaan.Calon responden yang memenuhi

kriteria diberi kebebasan untuk berpartisipasi atau menolak untuk

berpartisipasi pada penelitian ini

b. Informed concent

Yaitu responden mempunyai hak mendapat informasi secara

lengkap tentang tujuan kegiatan penelitian. Peneliti menjelaskan

informed concent terkait penelitian ini kepada respnden. Ketersediaan

responden dibuktikan dengan menandatangani persetujuan menjadi

responden.

c. Fair treatment
Yaitu responden berhak mendapat perlakuan adil baik sebelum,

selama dan setelah berpartisipasi dalam penelitian, tanpa adanya

diskriminasi.

d. Privacy

Responden mempunyai hak agar data yang diberikan harus

dirahasiakan, untuk perlu adanya tanpa nama (anomity) dan bersifat

rahasia (convidentiality). Semua data yang dikumpulkan selama

penelitian disimpan dan dijaga kerahasiaannya dan hanya digunakan

untuk kepentingan penelitian. Identitas responden berupa nama ganti

dengan inisial

G. Metode Pengumpulan Data

a. Data primer

Data yang didapatkan langsung dari responden dengan cara membagi

kuesioner yang terlebih dahulu dijelaskan tentang cara mengisi

kuesioner. Data yang didapatkan dari responden yaitu berupa data

tingkat stres, kecemasan, dan depresi pada Mahasiswa Universitas

Andalas dalam menghadapi pendemi COVID 19.

Prosedure pengumpulan data primer adalah

1. Sebelum dilakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu meminta izin

pegambilan data dari kepala LPTIK dan Dekan Fakultas

2. Peneliti mendapatkan data tentang jumlah mahasiswa

3. Peneliti melakukan koordinasi dengan bagian kemahasiswaan dan

ketua himpunan mahasiswa.


4. Peneliti memberiakan kuesioner melalui ketua himpuanan

mahasiswa dengan tautan formulir online

5. Selanjutnya ketua himpunan mahasiswa menyebarkan tautan kepada

anggota angkatan 2016, 2017, 2018, 2019

6. Peneliti memantau perkembangan pengisian kuesioner secara online.

b. Data sekunder

Data sekunder diperoleh peneliti dari LPTIK dan tenaga

kependidikan serta staf bagian kemahasiswaan di bawah koordinasi

wakil dekan III fakultas serta ketua jurusan dan studi kepustakaan untuk

memperoleh literatur mengenai masalah yang diteliti.

H. Teknik Pengolahan data

1) Menyunting data (editing)

Editing merupakan kegaiatan untuk melakukan pengecekan dan

perbaikian isian formulir atau kuesioner meliputi kelengkapan,

kejelasan, serta revelennya jawaban dengan pertanyaan

(Notoatmodjo, 2010).

2) Mengkode data (coding)

Coding merupakan kegiatan untuk mengubah data dalam bentuk

kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan

(Notoatmodjo, 2010).

3) Memasukkan data (entry)


Entry merupakan kegiatan memasukkan data yang telah dikoding

kedalam program komputer sesuai dengan jawaban dari masing-

masing responden (Notoatmodjo, 2010). Program aplikasi yang

digunakan yaitu Ms. Excel 2010 dan SPSS 15.0.

4) Pembersihan data (cleaning)

Cleaning merupakan kegiatan pengecekan kembali data dari

kemungkinan terjadinya kesalahan dalam pengkodean,

ketidaklengkapan, dan lainnya kemudian dikoreksi atau dilakukan

pembetulan (Notoatmodjo, 2010).

5) Tabulating

Tabulating merupakan kegiatan membuat tabel-tabel data sesui

dengan tujuan penelitian (Notoatmodjo, 2010)..

I. Teknik Analisa Data

a. Analisa univariat

Analsia data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa

univariat yang bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik setiap variabel penelitian (Notoajmodjo, 2014). Analisa

univariat pada penelitian ini digunakan untuk melihat distribusi

frekeunsi karakteristik Mahasiswa Universitas Andalas, tingkat stres,

kecemasan dan depresi.


BAB V

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Pengumpulan data dilakukan pada tanggal 1-7 Juli 2020 di seluruh Fakultas yang ada

di Universitas Andalas. Banyak responden pada penelitian ini adalah 392 mahasiwa dengan

jumlah mahasiswa Fakultas Pertanian 39 orang, Fakultas Kedokteran 28 orang, Fakultas

MIPA 28 orang, Fakultas Hukum 31 orang, Fakultas Ekonomi 61 orang, Fakultas

Pertenakan 29 orang, Fakultas Teknik 46 orang, FIB 27 orang, Fisip 35 orang, Fakultas

Farmasi 10 orang, Fateta 17 orang, FKM 16 orang, Fkep 11 orang, FKG 5 orang, dan FTI 9

orang.

Alat ukur yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner DASS 21. Penelitian

dilakukan dengan cara memberikan kuesioner secara online kepada responden. Sebelum

dilakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu meminta izin pegambilan data dari kepala

LPTIK dan Dekan Fakultas serta melakukan koordinasi dengan bagian kemahasiswaan dan

ketua himpunan mahasiswa. Setelah itu peneliti memberiakan kuesioner melalui ketua

himpuanan mahasiswa atau salah satu anggota mahasiswa dari fakultas tersebut dengan

tautan formulir online. Selanjutnya ketua himpunan mahasiswa atau mahasiswa yang

mewakili menyebarkan tautan formulir online tersebut pada seluruh fakultas angkatan 2016,

2017, 2018, 2019. Setelah pengisian kuesioner telah sesuai dengan jumlah sampel maka

peneliti melakukan pengolahan data yang telah didapat. Hasil penelitian disajikan dalam

analisa univariat.

B. Karakteristik Responden

Pada penelitian ini, karakteristik responden dilihat dari jenis kelamin, umur, angkatan,

semester, fakultas, tempat tinggal dan yang menanggung biaya hidup. Hal ini dapat dilihat

pada tabel 5.1

73
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Mahasiswa Universitas

Andalas Juli 2020 (n=392)

Karakteristik responden F %
Jenis kelamin
a. Laki-laki 106 27,0
b. Perempuan 286 73,0
Umur
a. 18 tahun 22 5,6
b. 19 tahun 95 24,2
c. 20 tahun 102 26,0
d. 21 tahun 77 19,6
e. 22 tahun 96 24,5
Angkatan
a. 2016 101 25,8
b. 2017 75 19,1
c. 2018 108 27,6
d. 2019 108 27,6
Fakultas
a. Ekonomi 61 15,6
b. Farmasi 10 2,6
c. Fateta 17 4,3
d. Pertanian 27 6,9
e. Pertenakan 35 8,9
f. Teknik 11 2,8
5 1,3
16 4,1
9 2,3
31 7,9
28 7,1
28 7,1
39 9,9
29 7,4
46 11,7
Tempat Tinggal
a. Dengan orang tua 227 57,9
b. Dengan saudara 24 6,1
c. Kos 141 36,0
Biaya Hidup Ditanggung
a. Beasiswa 55 14,0
b. Diri sendiri 6 1,5
c. Orang tua 322 82,1
d. Saudara 9 2,3
Berdasarkan tabel 5.1 sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan yaitu

sebanyak 286 (73,0%) orang, berusia 20 tahun sebanyak 102 (26,0%) orang, berasal dari

angkatan 2018 dan 2019 sebanyak 108 (27,6%) orang, tinggal dengan orang tua sebanyak

227 (57,9%) orang, dan sebanyak 322 (82,1%) responden dengan biaya hidup ditanggung

oleh orang tua.

C. Analisa Univariat

1. Stres

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Tingkat Stres Mahasiswa Universitas Andalas


Juli Tahun 2020 (n= 392)

Tingkat Stres Frekuensi %


Normal 112 28,6
Ringan 81 20,7
Sedang 118 30,1
Berat 63 16,1
Sangat Berat 18 4,6

Berdasarkan tabel 5.2 diketahui bahwa sebanyak 112 (28,6%) mahasiswa dalam rentang

tingkat stres yang normal, 81 (20,7 %) mahasiwa berada dalam rentang tingkat stres

ringan dan sebanyak 118 (30,1%) mahasiswa berada pada tingkat stres sedang,

sebanyak 63 (16,1%) mahasiswa berada pada tingkat stres berat, dan sebanyak 18

(4,6%) mahasiswa berada pada tingkat stres sangat berat.

2. Kecemasan

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Tingkat Kecemasan Mahasiswa Universitas Andalas


Juli Tahun 2020 (n= 392)

Tingkat Kecemasan Frekuensi %


Normal 42 10,7
Ringan 57 14,5
Sedang 80 20,4
Berat 78 19,9
Sangat berat 135 34,4

Tabel 5.3 menunjukkan bahwa sebanyak 42 (10,7%) mahasiwa berada pada tingkat

kecemasan yang normal, 57 (14,5%) mahasiswa dengan tingkat kecemasan ringan, 80

(20,4%) mahasiswa dengan tingkat kecemasan sedang, 78 (19,9%) mahasiswa dengan

tingkat kecemasan berat, dan sebanyak 135 (34,4%) mahasiswa pada tingkat kecemasan

sangat berat.

3. Depresi

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Tingkat Depresi Mahasiswa Universitas Andalas Juli
Tahun 2020 (n= 392)

Tingkat Depresi Frekuensi %


Normal
Ringan 131 33,4
Sedang 76 19,4
Berat 109 27,8
Sangat Berat 43 11,0
33 8,4

Pada tabel 5.4 didapatkan sebanyak 131 (33,4%) mahasiswa dengan tingkat depresi normal,

76 (19,4%) mahasiswa dengan tingkat depresi ringat, 109 (27,8%) mahasiswa dengan

tingkat depresi sedang, 43 (11,0%) mahasiswa dengan tingkat depresi berat, dan 33 (8,4%)

mahasiswa dengan tingkat depresi berat.


D. Distribusi tingkat stres, kecemasan dan depresi berdasarkan karakteristik

1. Stres

Tabel 5.5 Distribusi tingkat stres berdasarkan karakteristik

Tingkat Stres
Normal Ringan Sedang Berat Sangat Total
Karaktersitik Berat
F % F % F % F % F % F %
Jenis Laki-laki 36 34,6 27 26,0 28 26,9 7 6,7 6 5,8 104 100
Kela Perempuan 76 26,4 54 18,8 90 31,2 56 19,4 12 4,2 288 100
min
Angk 2016 34 33,7 15 14,9 28 27,7 16 15,8 8 7,9 101 100
atan 2017 24 32,0 14 18,7 20 26,7 12 16,0 5 6,7 75 100
2018 28 25,9 23 21,3 42 38,9 14 13,0 1 9 108 100
2019 26 24,1 29 26,9 28 25,9 21 19,4 4 3,7 108 100
Temp Dengan orang 67 29,6 49 21,7 69 30,5 32 14,2 9 4,0 226 100
at tua
tingg Dengan saudara 6 25,0 5 20,8 5 20,8 7 29,2 1 4,2 24 100
al Kos 39 27,5 27 19,0 44 19,0 24 16,9 8 5,6 142 100
Biaya Orang tua 94 29,2 68 21,1 94 29,2 51 15,8 15 4,7 322 100
hidup Beasiswa 7 13,7 10 19,6 21 41,2 11 21,6 2 3,9 51 100
ditan Saudara 7 50,0 2 14,3 3 21,4 1 7,1 1 7,1 14 100
ggun Diri sendiri 4 80,1 1 20,0 0 0 0 0 0 0 5 100
g

Tabel 5.5 menunjukkan reponden terbanyak yang mengalami stres berat yaitu berjenis kelamin

perenpuan dimana masing-masingnya 56 (19,4%) orang. Angkatan yang memiliki stres berat

tertinggi adalah angkatan 2019 yaitu sebanyak 21 (19,4%). Tempat tinggal responden yang

memiliki tingkat stres berat tertinggi adalah dengan orang tua yaitu sebanyak 32 (14,2%) orang.

Responden dengan biaya hidup dari orang tua memliki tingkat stres berat tertinggi yaitu dengan

sebanyak 51 (15,8%) orang.


2. Kecemasan

Tabel 5.6 Distribusi tingkat kecemasan berdasarkan karakteristik

Tingkat Kecemasan
Normal Ringan Sedang Berat Sangat Total
Karaktersitik Berat
F % F % F % F % F % F %
Jenis Laki-laki 14 13,5 18 17,3 28 26,9 21 20,2 23 22,1 104 100
Kelamin Perempuan 28 9,7 37 12,8 54 18,8 57 19,8 112 38,9 288 100
Angkata 2016 12 11,9 11 10,9 13 12,9 29 28,7 36 35,6 101 100
n 2017 8 10,7 10 13,3 13 17,3 12 16,0 32 42,7 75 100
2018 9 8,3 18 16,7 30 27,8 23 21,3 28 25,9 108 100
2019 13 12,0 16 14,8 26 24,1 14 13,0 39 36,1 108 100
Tempat Dengan orang tua 24 10,6 29 12,8 45 19,9 48 21,1 80 35,4 226 100
tinggal Dengan saudara 4 16,7 1 4,2 6 25,0 3 12,5 10 41,7 24 100
Kos 14 9,9 25 17,6 31 21,8 27 19,0 45 31,7 142 100
Biaya Orang tua 33 10,2 46 14,3 64 19,9 66 20,5 113 35,1 322 100
hidup Beasiswa 8 15,7 8 15,7 10 19,6 7 13,7 18 35,3 51 100
ditanggu Saudara 1 7,1 1 7,1 7 50,0 4 28,6 1 7,1 14 100
ng Diri sendiri 0 0 0 0 1 20,0 1 20,1 3 60,0 5 100

Tabel 5.6 menunjukkan reponden terbanyak yang mengalami kecemasan sangat berat yaitu berjenis

kelamin perenpuan yaitu sebanyak 112 (38,9%). Angkatan yang memiliki kecemasan sangat berat

yang paling banyak adalah angkatan 2019 yaitu sebanyak 39 (36,1%) orang. Tempat tinggal

responden yang memiliki tingkat kecemasan sangat berat yang paling banyak adalah dengan orang

tua yaitu sebanyak 80 (35,4%) orang. Responden dengan biaya hidup dari orang tua memliki tingkat

kecemasan sangat berat t yaitu dengan sebanyak 113 (35,1%) orang.


3. Depresi

Tabel 5.7 Distribusi tingkat depresi berdasarkan karakteristik

Tingkat depresi
Normal Ringan Sedang Berat Sangat Total
Karaktersitik Berat
F % F % F % F % F % F %
Jenis Laki-laki 43 41,3 20 19,2 28 26,9 5 4,8 8 7,7 104 100
Kelam Perempuan 87 30,2 57 19,8 80 27,8 38 13,2 26 9,0 288 100
in
Angka 2016 32 31,7 18 17,8 33 32,7 6 5,9 12 11,9 101 100
tan 2017 25 33,3 16 21,3 16 21,3 11 14,7 7 9,3 75 100
2018 40 37,0 21 19,4 26 24,1 16 14,8 5 4,6 108 100
2019 33 30,6 22 20,4 33 30,6 10 9,3 10 9,3 108 100
Temp Dengan orang tua 70 31,0 46 20,4 65 28,8 25 11,1 20 8.8 226 100
at Dengan saudara 8 33.3 6 25.0 4 16.7 5 20.8 1 4.2 24 100
tingga Kos 52 36.6 25 17.6 39 27.5 13 9.2 13 9.2 142 100
l
Biaya Orang tua 105 32,6 66 20,5 88 27,3 35 10,9 28 8,7 322 100
hidup Beasiswa 17 33,3 9 17,6 14 27,5 6 11,8 5 9,8 51 100
ditang Saudara 6 42,9 2 14,3 4 28,6 1 7,1 1 7,1 14 100
gung Diri sendiri 2 40,0 0 0 2 40,0 1 20,0 0 0 5 100

Tabel 5.7 menunjukkan reponden terbanyak yang mengalami depresi sangat berat yaitu berjenis

kelamin perenpuan yaitu sebanyak 26 (9,0%). Angkatan yang memiliki depresi sangat berat yang

paling banyak adalah angkatan 2016 yaitu sebanyak 12 (11,9%) orang. Tempat tinggal responden

yang memiliki tingkat kecemasan sangat berat yang paling banyak adalah dengan orang tua yaitu

sebanyak 20 (8,8%) orang. Responden dengan biaya hidup dari orang tua memliki tingkat depresi

sangat berat yaitu dengan sebanyak 28 (8,7%) orang.


BAB VI

PEMBAHASAN

A. Analisa Univariat

1. Karakteristik responden

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden berjenis

kelamin perempuan yaitu sebanyak 286 (73,0%) orang. Hal ini serupa dengan

penelitian yang dilakukan Wang et al, 2020 selama tahap awal pendemi Coronavirus

2019 (COVID-19) di Tiongkok. Dari hasil penelitian sebagian besar responden

bertempat tinggal dengan orang tua yaitu sebanyak 227 (57,9%) orang. Sesuai

dengan penelitian yang dilakukan oleh Husky et al., 2020 pada mahasiswa di Prancis

selama pandemi COVID-19. Berdasarkan biaya hidup responden lebih dari saparuh

biaya hidup ditanggung oleh orang tua yaitu sebanyak 322 (82,1%) orang.

2. Stres

Hasil penelitian menunjukkan tingkat stres yang terbanyak dialami mahasiswa

yaitu tingkat stres sedang sebanyak 118 (30,1 %) orang, sedangkan tingkat stres berat

dan sangat berat sebanyak 63 (16,1 %) dan 18 (4,6 %). Menurut penelitian Wang et

al, 2020 pada tahap awal pendemi Coronavirus 2019 (COVID-19) di Tiongkok pada

mahasiswa dan penduduk Cina, yang terdiri dari 1.210 responden (67,3%

perempuan) dari 194 kota di Cina, didapatkan sebanyak 24,1 % responden

mengalami stres ringan, 5,5 % mengalami stres sedang, 2,6 % mengalami stres

berat.

Stres merupakan ketegangan fisiologis atau psikologis yang diakibatkan oleh

stimulus yang merugikan secara fisik, mental atau emosional, internal atau eksternal
yang menggangu fungsi dan keinginan alamiah seseorang sehingga menjadikan

sesorang itu menghindar. Stres sedang berlangsung lebih lama dibandingkan dengan

stres ringan, biasanya berlangsung selama beberapa jam sampai beberapa hari.

Tingkat stres sedang menimbulkan gejala seperti mudah marah, mudah tersinggung,

tidak sabaran, sulit beristirahat, mudah lelah serta cemas. Stres berat disebut juga

dengan stres kronik yang berlangsung beberapa minggu hingga tahun karena stresor

yang berlanjut. Tingkat stres berat memiliki gejala berupa perasaan tertekan, tidak

bisa merasakan hal positif, mudah putus asa, perasaan tidak berharga dan perasaan

hidup tidak bermanfaat. Stres sangat berat disebabkan oleh situasi kronik yang

berlangsung dalam beberapa bulan hingga waktu yang tidak ditentukan . individu

yang mengalami stres berat tidak memiliki motivasi hidup dan seakan berada dalam

fase depresi berat.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa perempuan lebih banyak mengalami

stres berat dibandingkan laki-laki. Berdasarkan hasil penelitian Brizendine, 2007

perempuan cenderung mengalami tingkat stres dibanding laki-laki yaitu 50,3 % dan

4,9 %. Saat terpapar dengan suatu stressor yang sama, perempuan mempunyai respon

yang berbeda dengan laki-laki. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan respon laki-

laki dan perempuan saat menghadapi suatu persolaan. Otak perempuan memiliki

kewaspadaan negatif terhadap suatu konflik dan stres. Konflik dapat memicu hormon

negatif sehingga memunculkan stres, perasaan gelisah serta rasa takut. Sedangkan

laki-laki menganggap bahwa konflik dapat memberikan dorongan yang positif.

Dari hasil penelitian menujukkan bahwa mahasiswa dari Fakultas Ekonomi

dan Kedokteran lebih banyak mengalami stres berat dan sangat berat dibandingkan

dengan fakultas lain. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Yussoff et al

(2011) di Singapura yang menunjukkan bahwa 57 % mahasiswa kedokteran


mengalami gangguan mental emosional, sedangkan pada mahasiwa hukum sebanyak

47 %. Selain itu penelitian yang dilakukan Dhiraj et al (2018) di Turki menunjukkan

bahwa 47,9 mahasiswa kedokteran mengalami gangguan mental emosional

dibandingkan mahasiwa hukum, ekonomi dan fisika. Penyebab stres pada mahasiswa

kedokteran yaitu adanya perubahan kebiasaan atau siklus tidur akibat jadwal kegiatan

yang padat, kurangnya waktu libur dan waktu luang, proses pembelajran di kampus.

Hasil penelitian menunjukkan stres berat dan sangat berat banyak dialami

angkatan 2016 dan 2019. Pandemi COVID-19 mengakibatkan semua aktifitas

pembelajaran berubah menjadi daring. Perubahan sistem pembelajaran dari tatap

muka menjadi sistem daring mengakibatkan mahasiswa menjadi stres. Stres pada

mahasiswa dapat bersumber dari kehidupan akademiknya terutama tuntutan eksternal

(bersumber dari tugas-tugas kuliah, beban pelajaran, adanya tuntutan orang tua untuk

berhasil di perkuliahan dsb ) dan tuntutan dari harapannya sendiri (kemampuan

mahasiswa mengikuti pelajaran) (Heyman dan Kariv, 2005). Stres yang tidak mampu

dikendalikan serta diatasi oleh individu akan menyebabkan dampak negatif kognitif

(sulit berkonsentrasi, sulit mengingat pelajaran, sulit memahami pelajaran), emosional

(sulit memotivasi diri, munculnya perasaan cemas, sedih, kemarahan, frustasi, dsb),

fisiologis (gangguan kesehatan, daya tahan tubuh yang menurun, sering pusing, badan

terasa lesu, lemah, dan insomnia), dan perilaku( menunda-nunda penyelesaian tugas,

malas kuliah, penyalahan obat dan alkohol) (Heyman dan Kariv, 2005).

Menurut Livana dkk, 2020 penyebab stres mahasiswa selama pandemi

COVID-19 yaitu tugas pembelajaran, bosan berada di rumah saja, tidak dapat bertemu

dengan orang-orang yang disayangi, proses pembelajaran daring/online yang

membosankan, tidak mengaplikasikan pembelajan praktek laboratorium karena

ketidaktersediaan alat, tidak dapat mengikuti pembelajan daring/online karena


terbatasnya kuota internet, tidak dapat melaksankan hobi seperti biasanya. Mayoritas

yang menyebabkan stres pada mahasiswa yaitu tugas pembelajaran.

Hasil penelitian menunjukkan stres berat dan sangat berat banyak dialami

oleh mahasiswa yang tinggal dengan orang tua. Menurut Sutjiato,M dkk,. 2015 tidak

ada hubungan tempat tinggal dengan stres mahasiswa dikarenakan mahasiswa yang

tinggal kost belum tentu lebih mudah mengalami stres dibanding yang tinggal dengan

keluarga atau saudara . Hal ini disebabkan di tempat kost banyak teman-teman sebaya

yang bisa menolong serta memberikan masukan saat ada masalah di kampus.

Begitupun dengan responden yang tinggal dengan keluarga, belum tentu mereka tidak

mengalami stres, bisa jadi justru karena di rumah mereka mengalami banyak tekanan

yang mungkin didapat dari orang tua yang terlalu memberi tekanan.

Hasil penelitian menunjukkan stres berat dan sangat berat banyak dialami

oleh mahasiswa yang biaya hidupnya di tanggung orang tua. Peng et al., 2012 dalam

Coa et al., 2020 mengatakan adanya wabah, beberapa keluarga akan kehilangan

sumber pendapatan mereka. Hal ini dapat menjadi salah satu faktor yang menjadi

penyebab mahasiswa yang biaya hidup yang ditanggung orang tua merasa lebih stres

dibandingkan mereka dengan baiay hidup dari beasiswa .

Menurut Hamadi dkk, 2013 mahasiswa dengan biaya hidup sendiri memiliki

tingkat stres yang labih tinggi dibandingkan mereka dengan biaya hidup dari

orangtua. Hal ini dikarenakan adanya tekanan untuk membagi waktu antara kuliah

dan bekerja. Linawaty, 2009 mengatakan faktor pendapatan atau penghasilan keluarga

dapat mempengaruhi tingkat kecemasan anggota keluarga karena adanya beban moril

yang harus ditangguang setiap anggota kelaurga untuk mencukupi kebutuhan hidup

keluarga. Keluarga yang memiliki pekerjaan dan pendapatan akan menjadi sistem

pendukung untuk kesehatan jiwa masing-masing anggotanya, demikian pula


sebaliknya jika jumlah pendapatan berkurang atau memang tidak mencukupi setiap

bulannya akan menyebabkan stressor pada setiap anggotanya.

Berdasarkan hasil analisis jawaban kuesioner pada mahasiswa diketahui

pertanyaan yang paling banyak sesuai dengan keadaan yang dirasakan mahasiswa

yaitu pertanyaan nomor 4 yaitu “ saya merasa mudah gelisah” dan pertanyaan yang

paling sedikit yang dirasakan mahasiswa yaitu “saya merasa sulit untuk bersantai”.

Hal ini dikarenakan gelisah merupakan respon alami seseorang saat mengalami stres.

Menurut penelitian yang dilakukan Wahyuni, 2017 untuk mengelola stres pada

mahasiswa dapat dilakukan dengan pendekatan Cognitif Bahvior Modification

(CBM) yang berfungsi untuk meningkatkan kemampuan mengelola stres dengan

meningkatkan kemampuan memahami stres, kemampuan memulai dialog internal

baru, serta belajar perilaku baru.

3. Kecemasan

Hasil penelitian menunjukkan tingkat kecemasan yang banyak dialami

mahasiswa yaitu tingkat kecemasan sangat berat 135 (34,4 %) mahasiswa, sedangkan

tingkat kecemasan berat yang dialami mahasiswa sebanyak 78 (19,9%). Menurut

penelitian Wang et al, 2020 selama tahap awal pendemi Coronavirus 2019 (COVID-

19) di Tiongkok pada mahasiswa dan penduduk Cina, yang terdiri dari 1.210

responden (67,3% perempuan) dari 194 kota di Cina, didapatkan 7,5 % mengalami

kecemasan ringan, 20,4 % kecemasan sedang, 8,4 % kecemasan berat.

Penelitian yang dilakukan Cao et al, 2020 dengan sampel sebanyak 7143

mahasiswa, dimana sekitar dua pertiga sampel adalah perempuan 67 (0,94%),

didapatkan 21,3% mahasiswa mengalami kecemasan ringan, 2,7% mengalami

kecemasan sedang dan 0,9% mengalami kecemasan berat.


Menurut Jannaum (2010) kecemasan merupakan suatu respon yang diperlukan

untuk hidup, namun apabila tingkat cemas berat akan dapat mengganggu kehidupan

secara kualitas maupun kuantitas. Kecemasan adalah respon individu terhadap suatu

keadaan tidak menyenangkan dan dialami oleh semua makhluk hidup. Kecemasan

merupakan pengalaman emosi dan subjektif tanpa ada obyek yang spesifik sehingga

orang merasakan sesuatu perasaan was-was (khawatir) seolah-olah terdapat sesuatu

yang buruk akan terjadi dan pada umunya disertai gejalagejala otonomik yang

berlangsung beberapa waktu.Kecemasan dapat ditimbulkan oleh bahaya dari luar

maupun dari dalam diri, dan pada umumnya ancaman itu samar-samar (Gunarsa dan

Yulia, 2012).

Pada kecemasan berat lapangan persepsinya menjadi sangat sempit, individu

cenderung memikirkan hal-hal kecil saja dan mengabaikan hal-hal lain. Individu sulit

berpikir realistis dan membutuhkan banyak pengarahan untuk memusatkan perhatian

pada area lain. Respon-respon fisiologis kecemasan berat yaitu napas pendek, nadi

dan tekanan darah naik, banyak berkeringat, rasa sakit kepala, penglihatan kabur, dan

mengalami ketegangan.

Respon kognitif orang mengalami kecemasan berat yaitu lapang persepsi yang

sangat sempit dan tidak mampu menyelesaikan masalah. Adapun respon perilaku dan

emosinya terlihat dari perasaan tidak aman, verbalisasi yang cepat, dan

blocking.Sedangkan kecemasan sangat berat lapangan persepsi seseorang sudah

sangat sempit dan sudah mengalami gangguan sehingga tidak bisa mengendalikan

diri lagi dan sulit melakukan apapun walau dia sudah diberikan pengarahan. Respon-

respon fisiologis kecemasan berat adalah napas pendek, rasa tercekik, sakit dada,

pucat, hipotensi, dan koordinasi motorik yang sangat rendah. Sementara respon-

respon kognitif penderita panik adalah lapangan persepsi yang sangat sempit sekali
dan tidak mampu berpikir logis. Adapun respon perilaku dan emosinya terlihat

agitasi, mengamuk, dan marah-marah, ketakutan, berteriakteriak, blocking,

kehilangan kontrol diri dan memiliki persepsi yang kacau.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa perempuan lebih banyak mengalami

kecemasan berat dan sangat berat dibandingkan laki-laki. Menurut Kaplan dan

Sadock, 2005 kecemasan terjadi lebih banyak pada perempuan, hal ini diakibatkan

reaksi saraf otonom yang berlebihan dengan naiknya sistem simpatis, naiknya

norepineprin, terjadinya peningkatan pelepasan kotekalamin, serta adanya gangguan

regulasi serotonergik yang abnormal. Menurut Sutjiato,M dkk, 2015 perempuan akan

lebih mudah merasakan perasaan bersalah, cemas, peningkatan bahkan penurunan

nafsu makan.

Perempuan juga cenderung lebih menggunakan perasaan dalam menghadapi

suatu persoalan sedangkan laki-laki dituntut lebih kuat dari pada perempuan sehingga

laki-laki lebih menggunakan akalnya dibanding perasaanya. Selain itu secara biologis

laki-laki dilengkapi kemampuan kardiovaskuler yang baik, neuroendokrin yang baik

dalam merespon stres sedangkan perempuan lebih banyak mendorong mekanisme

adanya oksitosin yang merupakan hormon penenang yang muncul bersamaan dengan

homone estrogen. Perempuan lebih peka terhadap emosi yang pada akhirnya peka

juga terhadap perasaan cemasnya. Perempuan cenderung melihat hidup atau

peristiwa yang dialaminya dari segi detil sedangkan laki-laki cenderung global atau

tidak detail.

Dari hasil penelitian mahasiswa yang banyak mengalami kecemasan berat

adalah mahasiswa yang tinggal dengan orang tua. Tetapi menurut Husky,M.M,. et al

2020 hidup dengan orang tua dikaitkan secara signifikan dapat menurunkan tingkat

kecemasan parah pada mahasiswa. Tinggal di daerah pedesaan, tidak memiliki


penghasilan tetap dan mengetahui seseorang yang terinfeksi Covid-19 dapat

meningkatkan risiko kecemasan yang berat.

Kekhawatiran tentang pengaruh ekonomi dan keterlambatan dalam kegiatan

akademik, secara positif berkaitan dengan tingkat kecemasan pada mahasiswa. Hal

ini dikarenakan beberapa keluarga di saat wabah akan kehilangan sumber

pendapatan mereka, dan mahasiswa mungkin merasa cemas untuk membayar biaya

kuliah mereka. Kecemasan mahasiswa mengenai pendemi ini dikaitkan dengan

tempat tinggal mereka, sumber pendapatan orang tua, apakah tinggal bersama orang

tua atau tidak dan apakah memiliki kerabat atau kenalan yang terinfeksi COVID-19

kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan hasil analisis jawaban kuesioner pada mahasiswa diketahui

pertanyaan yang paling banyak sesuai dengan keadaan yang dirasakan mahasiswa

yaitu pertanyaan nomor 12 yaitu “ saya merasa mudah panik“ dan pertanyaan yang

paling sedikit yang dirasakan mahasiswa yaitu pertanyaan nomor 9 “ saya

mengalami kesulitan bernafas (minsalnya sering terengah-engah atau tidak dapat

bernafas padahal tidak melakukan aktivitas fisik sebelumnya)“.

Penelitian Cornine et al (2020) dan Wang et al (2020) kecemasan mahasiswa

tentang COVID-19 mungkin terkait dengan efek virus pada studi mereka dan

pekerjaan di masa depan. Di sisi lain, kecemasan siswa mungkin disebabkan oleh

semakin meningkatnya jarak antar orang dihasilkan dari karantina. Diketahui jika

gangguan kecemasan lebih mungkin terjadi dan memburuk dengan tidak adanya

komunikasi antarpribadi (Xiao, 2020; Kmietowicz et al., 2020). Menurut Cao et al,

2020 bagi mahasiswa pandemi COVID-19 mengakibatkan stresor yang berkaitan

dengan ekonomi dan kehidupan sehari-hari, serta stresor yang terkait dengan

keterlambatan dalam kegiatan akademik, dan tingkat kecemasan.


Mahasiswa rentang mengalami kecemasan, stresor psikososial merupakan

salah salah satu fakor penyebab dari adanya kecemasan terutama pada mahasiswa

karena pada keadaan yang bisa menyebabakan perubahan pada kehidupan yang

sesorang dan mengharuskan seseorang beradaptasi dan menangani stressor yang

datang. lingkungan belajar yang berubah juga bisa menjadi salah satu pencetus

kecemasan pada mahasiswa. Kecemasan juga bisa mempengaruhi hasil belajar pada

mahasiswa, kecemasan juga cenderung mengakibatkan kebingungan serta distorsi

persepsi. Distorsi akan mengganggu belajar dengan menurunkan kemampuan

memusatkan perhatian, menurunkan daya ingat serta mengganggu kemampuan

menghubungkan satu hal dengan yang lainnya (Kaplan,H.I& Saddock, 2005).

4. Depresi

Hasil penelitian menunjukkan tingkat depresi yang banyak dialami mahasiswa

yaitu tingkat depresi sedang sebanyak 109 (27,8 %) mahasiswa. Sedangkan tingkat

depresi sangat berat yaitu 33 (8,4%) mahasiswa. Menurut penelitian Wang et al, 2020

selama tahap awal pendemi Coronavirus 2019 (COVID-19) di Tiongkok pada

mahasiswa dan penduduk Cina, yang terdiri dari 1.210 responden (67,3%

perempuan) dari 194 kota di Cina, didapatkan 13,8 % mengalami depresi ringan,

12,2% depresi sedang, 4,3% depresi berat, dan 4,3 % depresi sangat berat. Menurut

penelitian (Cheung et al, 2016) lain yang di cina pada mahasiswa kesehatan

didapatkan 35,8 % mahasiswa mengalami depresi.

Depresi merupakan gangguan alam perasaan yang ditandai dengan gejala

kemurungan, kelesuan, tidak ada gairah hidup, merasa tidak berguna, kekecewaan

yang mendalam, rasa putus asa, pikiran kematian, dan keinginan bunuh diri (Hawari,
2010). Gejala yang terjadi pada individu yang merasakan depresi diantaranya

kehilangan kemauan terhadap semua atau hampir semua kegiatan, kehilangan berat

badan yang cepat, mengalami insomnia atau hipersomnia sampai setiap hari,

ketidaktenangan atau keterlambatan psikomotor hingga setiap hari, adanya perasaan

lelah serta kehilangan kemampuan hingga setiap hari, timbulnya perasaan tidak

berharga serta bersalah yang berlebihan hingga setiap hari, menurunya kemampuan

untuk berpikir atau berkonsentrasi, sulit membuat keputusan, berulang kali timbulnya

pikiran kematian.

Dari hasil penelitian menunjukkan depresi banyak terjadi pada perempuan

dibandingkan pada laki-laki. Hal ini dikarenakan adanya perubahan kadar hormon

seperti esterogen dan progesteron, yang dapat mempengaruhi bagian sistem saraf

yang berhubungan dengan suasana hati. Depresi yang terjadi pada mahasiswa

memiliki kaitan dengan faktor sosio-demografi serta latar belakang mereka.

Mahasiswa ditantang hidup mandiri sehingga cenderung kurang memiliki tempat

untuk bercerita dan mengekpresikan tekanan yang mereka alami, yang mengakibtkan

kurangnya dukungan dan keseimbangan sosial. Selain itu depresi juga dapat

menyebabkan penurunan kualitas hidup mahasiswa.

Gangguan depresi berkaitan dengan mood dan emosi. Mood merupakan emosi

subjektif yang ditampkkan oleh individu serta bisa diamati oleh orang di sekitar.

Sedangkan emosi merupakan kondisi perasaan yang sangat lengkap serta mencakup

situasi psikis, somatis, serta perilaku yang berkaitan dengan afek dan mood. Emosi

yang tetap pada seorang individu dapat memengaruhi persepsi individu tersebut pada

situasi di sekitarnya. Emosi itu berupa perasaan positif (minsalnya senang, bangga,

cinta, kagum) dan perasaan negatif (minsalnya curiga, sedih, marah, kecewa,

bersalah). Emosi adalah perasaan yang dirasakan seseorang dalam kesadaran , selain
itu afek di untuk dorongan-dorongan yang lebih mendalam, baik disadari maupun

tidak disadari. Sedangkan mood adalah subjektivitas emosi yang bisa dikatakan oleh

individu dan terobservasi oleh orang lain, misalnya perilaku marah (Ismail & Siste,

2013)

Berdasarkan hasil analisis jawaban kuesioner pada mahasiswa diketahui

pertanyaan yang paling banyak sesuai dengan keadaan yang dirasakan mahasiswa

yaitu pertanyaan nomor 16 yaitu “ saya merasa sulit untuk meingkatkan inisiatif

dalam melakukan sesuatu“ dan pertanyaan yang paling sedikit yang dirasakan

mahasiswa yaitu pertanyaan nomor 21 “ saya merasa bahwa hidup tidak berarti) “.

Seseorang yang mengalami masalah depresi juga mengatakan adanya penurunan

energi pada tubuh serta mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas sehari-hari.

Kurang lebih 80 persen orang dengan masalah depresi juga mengalami gangguan

tidur, contohnya sering terbangun tengah malam dan mereka kembali teringat

dengan masalah yang di alaminya. Individu dengan gangguan depresi juga mengalami

penurunan nafsu makan dan penurunan berat badan tetapi beberapa pasien justru ada

yang mengalami peningkatan berat badan (Kaplan & Sadock, 1997).

Depresi berat juga bisa memicu terjadinya gejala psikotik, yakninya waham

dan halusinasi. Waham dan halusinasi yang timbul umumnya berkaitan dengan dosa

dan perasaan bersalah pada sseorang. Jika tidak ada dukungan dari keluarga dan

teman terdekat gejala tersebut dapat menjadi bertambah berat (Dobsons & Dozois,

2008). Ditemukan lebih dari dua pertiga orang yang mengalami depresi di seluruh

dunia yang mempunyai pikiran untuk bunuh diri, 10-15 persen dari jumlah tersebut

benar-benar melakukan pemikirannya itu. Seseorang dengan gangguan depresi

bahkan tidak menyadari depresinya pada dirinya serta tidak mengeluhkan suatu

adanya gangguan suasana perasaan tertentu. Dengan demikian ,mereka juga


menampakkan aktivitas penarikan diri dari keluarga, teman,serta aktivitas sosial yang

sebelumnya mereka sukai (Kaplan & Sadock, 1997).

Individu yang mengalami depresi harus mendapatkan penanganan segera.

Individu dengan gangguan depresi dengan dipulihkan dengan menggunakan obat anti

depresan dan terapi kognitif perilaku. Terapi kognitif perilaku diarahkan kepada

modifikasi fungsi pikir, merasa, serta bertindak dengan menekankan peran otak dalam

mengalisa, memutusakan, bertanya, berbuat, dan memutuskan sesuatu. Hal tersebut

diakibatkan adanya keyakinan bahwa manusia mempunyai potensi untuk menyerap

pemikiran yang irasional yang akan menyebabkam munculnya gangguan emosi dan

tingkah laku. Individu tersebut diharapakan untuk dapat menguabah perilaku

negatifnya ke positif dengan mengubah status pikiran serta perasaan. Terapi kognitif

perilaku adalah pendekatan terapeutik yang memodifikasi pikiran, asumsi, serta sikap

yang ada pada individu tersebut. Terapi kognitif perilaku pada dasarnya dengan

meyakini bahwa pemikiran manusia terbentuk melalui proses rangkaian stimulus,

kognitif, dan respon yang saling berkait dan membentuk semacam jaringan pada otak

manusia. Proses kognitif akan menjadi faktor penentu dalam menjelasakn bagaimana

sseorang berpikir, merasa dan bertindak (Spiegler & Guevremont, 2010).

Konseling merupakan salah satu perawatan yang efektif dari kodisi depresi

jika dibandingkan dengan obat-obaan. Konseling terapi kognitif adalah salah satu cara

paling efektif untuk mengatasi depresi. Mahasiswa yang mengalami depresi dapat

melakukan konseling. Konseling dilakukan dengan tujuan untuk memberikan

pencerahan kepada klien agar dapat memahami dirinya, mengenal situasinya, melihat

berbagi alternatif dalam memcahkan masalah serta menetukan pilihannya (Depkes,

2014).
Universitas Indonesia merupakan perguruan tinggi yang mempunyai fasilitas

konseling bagi mahasiswa. Badan konseling UI merupakan wadah bagi mahasiswa

dalam pemeliharaan kesehatan mental dengan memberikan bantuan psikologis untuk

mahasiswa yang mengalami masalah akademis, pribadi dan atau keluarga. Konseling

memberikan arahan kepada mahasiswa untuk menemukan solusi dari persoalan atau

masalah yang sedang dialami. Data dari keseluruhan kunjungan pada tahun 2011 yaitu

sebanyak 360 kunjungan terdapat pelayanan konseling dengan layanan bantuan

psikologis dalam menjaga kesehatan mental. Layanan utama yang diberikan berupa

konseling individual baik pada masalah akademik, keluarga, pribadi, maupun

hubungan sosial. Di sarankan agar Universitas andalas juga memberikan pelayanan

konseling pada mahasiswa agar masalah kesehatan mental seperti stres, cemas dan

depresi dapat diminimalisirkan.


BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh tentang gambaran tingkat stres,

kecemasan, dan depresi pada mahasiswa Universitas Andalas dalam menghadapi

pandemi COVID -19 dengan total sampel 392 orang responden maka ditarik

kesimpulan sebagai berikut:

1. Sebagian besar responden berjenis

kelamin perempuan yaitu sebanyak 286 (73,0 %) orang, tinggal dengan orang tua

sebanyak 227 (57,9 %) orang, serta biaya hidup ditanggung oleh orang tua

sebanyak 311 (82,1%).

2. Jumlah mahasiswa mengalami stres

sedang dengan jumlah 118 (30,1%) orang.

3. Jumlah mahasiswa mengalami

kecemasan sedang sebanyak 80 (20,4 %) orang.

4. Jumlah mahasiswa mengalami

depresi sedang sebanyak 109 (27,8 %) orang.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian maka peneliti mengemukakan beberapa saran:

1. Bagi Mahasiswa Universitas

Andalas
Dari hasil penelitian ini diharapkan agar mahasiswa menambah wawasan terkait

strategi koping dan meningkatkan strategi koping yang dimiliki terutama dalam

menghadapi pandemi COVID-19 karena dengan koping yang baik akan menjadikan

mahasiswa mampu menghadapi masalah-masalah yang akan menimbulkan stres,

kecemasan, ataupun depresi pada pandemi COVID-19 ini.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai data awal untuk melakukan penelitian lebih

lanjut pada lingkup keperawatan dan disarankan kepada institusi pendidikan terkait

untuk lebih memperhatikan kondisi psikologis mahasiswa dengan memberikan

pelayanan konseling bagi mahasiswa.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Seluruh informasi yang telah dibahas dalam penelitian ini diharapkan agar dapat

dikembangkan dan dibahas oleh peneliti selanjutnya. Dan diharapkan untuk peneliti

selanjunya agar meneliti terkait faktor-faktor yang menyebabkan masalah kesehatan

mental pada mahasiswa selama pandemi COVID-19.

Anda mungkin juga menyukai