Anda di halaman 1dari 25

SATUAN ACARA PENYULUHAN

Terapi Bermain: Menggambar Dan Menceritakan Gambar

Tugas ini ditulis untuk memenuhi tugas Profesi Keperawatan Anak

DISUSUN OLEH

MERI HANDAYANI
2041312008
KELOMPOK C

PRAKTIK PROFESI KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2020
Topik : Terapi bermain pada anak usia sekolah usia 5-9 tahun :
Menggambar dan menceritakan gambar.

Sasaran : An. D (usia 7 tahun 3 bulan)


Tempat : Rumah Ny. Y

Hari/Tanggal : Kamis, 19 November 2020

Waktu : 20 Menit

A. LATAR BELAKANG
Bermain merupakan suatu kegiatan yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh kesenangan, tanpa mempertimbangkan hasil akhir. Ada orang tua
yang berpendapat bahwa anak yang terlalu banyak bermaian akan membuat
menjadi malas bekerja dan bodoh. Anggapan ini kurang bijaksana, karena
beberapa ahli psikolog mengatakan bahwa permainan sangat besar pengaruhnya
terhadap perkembangan jiwa anak ( noname, 2006).

Ketika masa anak sudah memasuki masa todler anak selalu membutuhkan
kesenangan pada dirinya dan anak membutuhkan suatu permainan. Aktivitas
bermain merupakan salah satu stimulus bagi perkembangan anak. Sekarang
banyak dijual macam-macam alat permainan,; jika orang tua tidak selektif dan
kurang memahami fungsinya maka alat permainan yang dibelinya tidak akan
berfungsi efektif. Alat permaianan hendaknya disesuaikan dengan jenis kelamin
dan usia anak, sehingga dapat merangsang perkembangan anak dengan optimal.
Dalam kondisi sakitpun aktivitas bermaian tetap perlu dilaksanakan namun harus
disesuaikan dengan kondisi anak.

Saat di rumah sakit, anak mengalami stress akibat perubahan lingkungan dan
mengalami keterbatasan untuk mengatasi stress itu sendiri. Stress tersebut perlu
mendapat perhatian yang khusus serta penanganannya agar anak lebih kooperatif
dalam mengahadapi permasalahan yang dihadapi. Salah satunya dengan cara
melakukan terapi bermain, hal ini akan mengalihkan perhatian anak terhadap rasa
sakit, stress oleh suasana rumah sakit, perpisahan dengan anggota keluarga,
menghindari dampak psikologis yang akan terjadi dan lain-lain.

Bagi anak, bermain merupakan metode bagaimana mereka mengenal


lingkungan sekitarnya. Tidak hanya sekedar mengisi waktu luang, tetapi bermain
juga merupakan kebutuhan anak yang akan membantunya menstimulasi otot-otot
dan saraf melainkan sarana mereka untuk melimpahkan perasaan dan pikirannya.

Ruangan yang digunakan adalah di ruangan terapi bermaian yang terdapat di


Rumah Sakit atau bisa juga digunakan ruang perawatan anak. Dimana di ruang
tersebut terdapat alat-alat bermain yang disesuaikan dengan usia anak. Terapi
bermaian ini bertujuan untuk mempraktekkan keterampilan, memberikan ekspresi
terhadap pemikiran, menjadi kreatif dan merupakan suatu aktifitas yang
memberikan stimulasi dalam kemampuan keterampilan kognitif dan afektif.

B. TUJUAN
1. Tujuan Instruksional Umum
Diharapkan dapat menurunkan stress pada anak dan menstimulasi tumbuh
kembang anak setelah mendapatkan terapi bermain serta anak dapat
mengikuti permainan yang diberikan sehingga dan dapat
mengembangkan aktifitas dan kreativitas pada anak serta dapat mencapai
tugas perkembangan secara optimal sesuai tahap perkembangan anak
walaupun sedang sakit.
2. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mendapatkan terapi bermain, diharapkan anak mampu:
a. Meringankan rasa cemas/stress anak dalam proses perawatan.
b. Membuka jalan anak untuk mengekspresikan perasaan dan pikirannya.
c. Meningkatkan rasa percaya diri dan kemampuan anak.
d. Menilai kedekatan dan interaksi antara anak dengan orang tua.
e. Menciptakan dan meningkatkan hubungan yang lebih erat serta hangat
antara anak dan orang tua juga perawat.

C. Metode
- Ceramah
- Pengarahan
- Terapi bermain dengan menggambar dan menceritakan gambar

D. Media
- Kertas HVS
- Alat tulis (pensil dan penghapus)
- Crayon.

E. Setting Tempat

Ket : = Pemateri

= An.K

F. Rancangan Bermain
Permainan yang kita lakukan adalah menggambar dan
menceritakan makna atau kisah dari gambar tersebut. Anak diberikan
kertas kosong dan krayon .
G. Rencana Palaksaan

Tahap Kegiatan Waktu Media dan Alat


Kegiatan
Persiapan a. Menyiapkan ruangan 5 menit
b. Menyiapkan alat dan media
c. Menyiapkan anak dan orang
tua
Proses a. Membuka proses terapi 20 menit  Kertas HVS
bermain dengan  Alat tulis (pensil
mengucapkan salam, dan penghapus)
memperkenalkan diri.  Crayon
b. Menjelaskan tujuan dan
manfaat terapi bermain dan
cara permainan kepada anak
dan orang tua
c. Memulai permainan

Penutup a. Menyimpulkan 5 menit  Hadiah / bingkisan


b. Memberikan reinfosment
dan hadiah
c. Menutup pertemuan dan
mengucapkan salam
H. Evaluasi
1) Evaluasi Struktur :
 Alat-alat yang digunakan lengkap
 Waktu dan tempat kegiatan sesuai perencanaan
2) Evaluasi Proses :
 Terapi bermain dapat berjalan dengan baik
 Anak dapat mengikuti terapi bermain dengan baik
3) Evaluasi Hasil :
 Anak mampu dengan menggambar
 Anak mampu menceritakan makna atau kisah dari gambar
tersebut
Lampiran Materi Terapi Bermain

1. Konsep Bermain
1.1 Definisi Bermain
Bermain adalah cara alamiah bagi anak mengungkapkan konflik
dalam dirinya yang tidak disadari (Wholey and wong, 1991).Bermaian
adalah suatu kegiatan yang dilakukan sesuai dengan keinginan untuk
memperoleh kesenangan (Foster, 1989).
Jadi kesimpulannya bermain adalah cara untuk memperoleh
kesenangan tanpa mempertimbangkan hasil akhir. yang dilakukan
secara sukarela untuk memperoleh kesenangan. Bermain merupakan
cerminan kemampuan fisik, intelektual, emosional, dan sosial.

2.1 Tujuan Bermain


a. Dapat melanjutkan pertumbuhan dan perkembangan yang normal,
b. Dapat mengekspresikan keinginan, perasaan, dan fantasi,
c. Dapat mengembangkan kreativitas melalui pengalaman bermain
yang tepat,
d. Agar anak dapat beradaptasi lebih efektif terhadap stress karena
sakit.

3.1 Fungsi Bermain


a. Perkembangan Sensoris-Motorik
Aktivitas sensorimotor adalah komponen utama bermain pada
semua usia dan merupakan bentuk dominan permainan pada masa
bayi. Permainan aktif penting untuk perkembangan otot dan
bermanfaat untuk melepasa kelebihan energy. Melalui permainan
sensorimotor, anak menggali sifat dunia fisik. Bayi memperoleh kesan
tentang diri mereka sendiri dan dunia mereka melalui stimulasi taktil,
audiotorius, visual dan kinestetik. Toddler dan prasekolah sangat
menyukai gerakan tubuh dan mengeksplorasi segala sesuatu di
ruangan. Dengan meningkatnya maturitas, permainan sensorimotor,
menjadi semakin berbeda. Sementara anak yang masih sangat kecil
lebih menyukai berlari untuk menggerakkan tubuh, anak yang lebih
besar menggabungkan atau memodifikasi gerakan menjadi aktivitas
yang lebih rumit dan terkoordinasi, seperti berlomba, melakukan
permaiinan, main sepeda dan roler skating.
b. Perkembangan Intelaktual
Melalui eksplorasi dan manipulasi, anak-anak belajar
mengenali warna, bentuk, ukuran, tekstur dan fungsi objek-objek.
Mereka mempelajari fungsi angka-angka dan cara menggunakannya;
mereka belajar menghubungkan kata dengan benda, dan mereka
mengembangkan pemahaman tentang konsep yang abstrak dan
hubungan spasial seperti naik, turun, bawah dan atas. Kegiatan
seperti puzzle dan permainan membantu mereka mengembangkan
kemampuan menyelesaikan masalah. Buku, cerita, film dan koleksi
benda dapat memperluas pengetahuan sekligus kesenangan.
Permainan memberikan sarana untuk mempraktikkan dan
mengembangkan keterampilan berbahasa melalui bermain, anak-anak
secara berkelanjutan mempraktikkan pengalaman yang lalu untuk
mengasimilasikannya kedalam berbagai persepsi dan hubungan yang
baru. Bermain membantu anak-anak memahami dunia tempat mereka
tinggal dan membedakan antara fantasi dan kenyataan.
Ketersediaan materi permainan dan kualitas keterlibatan
orang tua dalah dua variable terpenting yang terkait dengan
perkembangan kognitif selama masa bayi dan prasekolah (Chase,
1994).
c. Sosialisasi
Sejak masa bayi awal, anak-anak menunjukkan minat dan kesenangan
apabila ditemani dengan anak lain. Hubungan sosial pertamanya
adalah dengan pribadi ibu, tetapi melalui bermain dengan anak lain,
mereka belajar membentuk hubungan sosial dan menyelesaikan
masalah yang terkait dengan hubungan ini. Mereka belajar untuk
saling member dan menerima, mereka banyak belajar dari kritikan
teman sebayanya dibandingkan dari orang dewasa. Mereka
mempelajari peran seks sesuai dengan yang diharapkan masyarakat
serta mempelajari pola perilaku dan sikap yang diterima masyarakat.
Anak-anak mempelajari yang benar dari yang salah, standar
masyarakat dan bertanggung jawab atas tindakan mereka.
d. Kreativitas
Tidak ada situasi lain yang lebih memberi kesempatan untuk menjadi
kreatif selain bermain. Anak-anak bereksperimen dan mencoba ide
mereka dalam bermain melalui setiap media yang mereka miliki,
termasuk bahan-bahan mentah, fantasi dan eksplorasi. Kreativitas
terkekang oleh tekanan untuk menyamakan; oleh sebab itu usaha keras
untuk dapat diterima oleh teman sebaya mungkin merintangi upaya
kreatif anak sekolah atau anak remaja. Kreativitas terutama
merup[akan hasil dari aktivitas tunggal, meskipun berfikir kreatif
sering kali ditingkatkan dalam kelompok ketika mendengar ide orang
lain yang merangsang eksplorasi lanjutan dari idenya sendiri. Ketika
anak marasakan kepuasan dari mencipta sasuatu yang baru dan
berbeda, mereka mentransfer minat kreatif ini situasi dilua dunia
bermain.
e. Kesadaran diri
Bermula dari eksplorisasi aktif tubuh anak dan kesadaran diri bahwa
mereka terpisah dari ibunya, proses identifikasi diri difasilitasi melalui
kegiatan bermain. Anak-anak belajr mengenali siapa diri mereka dan
dimana posisi mereka. Mereka semakin mampu mengatur tingkah laku
mereka sendiri, mempelajari kemampuan diri mereka, dan
memandingkannya dengan anak-anak yang lain. Melalui bermain
anak-anak mampu menguji kemampuan mereka, melaksanakan dan
mencoba berbagai peran dan mempelajari dampak dari perilaku
mereka pada orang lain.
f. Manfaat Terapeutik
Bermain bersifat terapeotik pada berbagai usia. Bermain memberikan
serana untuk melepaskan diri dari ketegangan dan stress yang dihadapi
di lingkungan. Dalam bermain, anak dapat mengekspresikan emosi dan
melepaskan impuls yang tidak dapat diterima dalam cara yang dapat
diterima masyarakat. Anak-anak mampu untuk mencoba dan menguji
situasi yang menakutkan dan dapat menjalankan dan menguasai peran
dan posisi yang tidak dapat mereka lakukan di dunia nyata. Ana-anak
banyak menunjukkan diri mereka sendiri dalam bermain. Melalui
bermain anak-anak mampu mengomunikasikan kebutuhan, rasa takut,
dan keinginan mereka kepada pengamat yang tidak dapat mereka
ekspresikan karena keterbatasan keterampilan bahasa mereka. Selama
bermain, anak perlu menerima dari orang dewasa dan perlu didampingi
oleh orang dewasa untuk membantu mereka mengontrol agresi dan
menyalurkan kecendrungan destruktif mereka.
g. Nilai Moral
Walaupun anak belajar di rumah dan di sekolah tentang perilaku yang
dianggap benar dan salah menurut budaya, interaksi dengan sebaya
selama bermain berperan secara bermakna pada pembentukan moral
mereka. Tidak ada tempat yang memberikan penguatan standar moral
sekaku dalam situasi bermain. Bila mereka ingin diterima sebagai
anggota kelompok, anak harus menaati aturan perilaku yang diterima
budaya (misalnya adil, jujur, control diri dan mempertimbangkan
orang lain). Anak segera mempelajari bahwa sebaya mereka kurang
toleran terhadap kekerasan dibandingkan orang dewasa dan bahwa
untuk mempertahankan tempat dalam kelompok bermain mereka harus
menyesuaikan diri dengan standar kelompok tersebut.
4.1 Karakter Permainan
a. Permainan Pengamat
Selama permainan pengamat, anak memerhatikan apa
dilakukan anak lain tetapi tidak berusaha untuk terlibat dalam
aktivitas bermain tersebut. Terdapat minat aktif dalam
memerhatikan intekrasi anak lain tetapi tidak bergerak untuk
berpartispasi. Memerhatikan kakak menendang bola adalah
contoh umum dari peran pengamat.
b. Permainan Tunggal
Selama permainan tunggal, anak bermain sendiri dengan
mainan berbeda dengan mainan digunakan oleh anak lain di
tempat yang sama. Mereka menikmati adanya anak lain tetapi
tidak berusaha untuk mendekati atau berbicara dengan mereka.
Minat mereka dipusatkan pada aktivitas mereka sendiri, yang
mereka lakukan tanpa terkait dengan aktivitas anak lain.
c. Permainan Parallel
Selama aktivitas parallel, anak bermain secara mandiri
tetapi antara anak-anak lain. Mereka bermain dengan mainan
yang sama seperti mainan yang digunakan anak lain di sekitar
mereka, tetapi ketika anak tampak kompak, mereka tidak saling
memengaruhi. Masing-masing anak bermain berdampingamn,
tetapi tidak bermain bersama. Tidak ada asosiasi kelompok.
Bermain parallel adalah cirri bermai toddler, tetapi juga dapat
terjadi pada kelompok usia lain. Individu yang terdapat dalam
aktivitas kreatifdengan masing-masing orang secara terpisah
mengerjakan proyek individual termasuk ke dalam permainan
parallel.
d. Permainan Asosiatif
Anak bermain bersama dan mengerjakan aktivitas serupa
atau sama, tetapi tidak ada organisasi, pembagian kerja,
penetapan kepemimpinan, atau tujuan bersama. Anak meminjam
dan meminjami material permainan, saling mengikuti dengan
mendarai wagon dan sepeda roda tiga,dan terkadang berupaya
untuk mengontrol siapa saja yang boleh dan tidak boleh bermain
dalam kelompok tersebut. Setiap anak bertindak sesuai dengan
harapannya sendiri, tidak ada tujuan kelompok. Misalnya, dua
anak bermain boneka, saling meminjam pakaian boneka dan
melakukan percakapan serupa, tetapi tidak ada yang
mengarahkan tindakan teman lainatau menetapkan aturan
mengenai batasan sesi permainan. Terdapat pengaruh perilaku
yang sangat besar: ketika anak satu memulai aktivitas, seluruh
kelompok mengikuti contohnya.
e. Permainan Kooperatif
Permainan kooperatif(kerja sama) bersifat teratur, dan anak
bermain dalam kelompok dengan anak lain. Mereka
mendiskusikan dan merencanakan aktivitas untuk tujuan
pencapaian akhir untuk membuat sesuatu, untuk mencapai
tujuan kompetitif, untuk memerankan situasi kehidupan
orangdewasa atau kelompok, atau untuk memainkan permainan
formal. Kelom[ok ini terbentuk secara renggang, tetapi terdapat
rasa memiliki atau tidak memiliki yang nyata. Tujuan dan
pencapaiannya memerlukan pengorganisasian aktivitas,
pembagian kerja, dan peran bermain. Hubungan pemimpin-anak
buah ditetapkan secara jelas, dan aktivitas dikontrol oleh satu
atau dua anggota yang memerankan peran dan mengarahkan
aktivitas orang lain. Aktivitas diatur untuk memungkinkan satu
anak menambah fungsi anak lai mencapai tujuan.

5.1 Klasifikasi Permainan


a. Permainan sosial-afektif
Permainan yang membuat bayi merasakan kesenangan
dalm berhubungan dengan orang lai. Bila orang dewasa
berbicara, menyentuh, mencium, dan dalam berbagai cara
membuat bayi berespon, bayi segera belajar untuk menstimulasi
emosi dan respons orang tua dengan perilaku seperti tersenyum,
mengeluarkan suara, memulai permainan dan aktivitas. Tipe dan
instesitas perilaku orang dewasa terhadap anak beragam pada
setiap budaya.
b. Permainan rasa senang
Pengalaman stimulasi nonsosial yang muncul begitu saja.
Objek dalam lingkungan-sinar dan warna, rasa dan bau, tekstur
dan konsistensi menarik perhatian anak, merangsang indra
mereka, dan memberikan kesenangan. Pengalaman rasa senang
berasal dari memegang bahan mentah (air, pasir, makanan),
gerakan tubuh (diayun, diangkat, ditimang), dan dari
pengalaman yang lain menggunakan indra dan kemampuan
tubuh (mencium dan bersenandung).
c. Permainan keterampilan
Bila bayi telah mengembangkan kemampuan untuk
menggenggam atau memanipulasi, mereka secara terus-menerus
menunjukkan dan melatih kemampuan yang baru mereka kuasai
melalui permainan keterampilan, yang mengulang tindakan
tersebut. Elemen dari permainan rasa senang sering terlihat
dalam mempraktikkan kemampuan baru, tetapi terlalu sering,
bertekat untuk berhasil menunjukkan keterampilan sulit yang
menimbulkan nyeri dan frustasi. Mis, belajar mengendarai
sepeda.

d. Perilaku unoccupied
Anak tidak bermain tetapi memfokuskan perhatian mereka
secara singkat pada apapun yang menarik perhatian mereka.
Anak melamun, memainkan pakaian atau objek lain, atau
berjalan tanpa tujuan. Peran ini berbeda dengan pengamat
(onlooker), yang secara aktif memerhatikan aktivitas orang lain.
e. Permainan dramatic atau pura-pura
Salah satu elemen vital pada proses identifikasi anak
adalah permainan dramatic, yang juga disebut sebagai permainan
simbolik atau pura-pura. Permainan ini dimulai pada masa bayi
akhir (11 sampai 13 bulan) dan merupakan bentuk permainan
yang dominan pada anak prasekolah. Bila anak mulai
memberikan makna afektif pada dunia, mereka dapat
menghayalkan dan membayangkan hamper segala hal, dengan
memerankan kejadian hidup sehari hari, anak belajar dan
mempraktikkan peran dan identitas yang dimainkan oleh
anggota keluarga mereka dan masyarakat. Mainan anak, replica
benda-benda di masyarakay, memberikan media untuk belajar
tentang peran dan aktifitas orang dewasa yang dapat
membingungkan dan menimbulkan frustasi pada mereka.
Permainan sederhana, imitatf, dramatic pada toddler, seperti
menggunakan telepon, mengendarai mobil-mobilan, atau
menimang boneka, berkembang menjadi drama yang semakin
kompleks dan bersambung yang dibuat anak prasekolah, yang
meluas dari hal-hal umum dirumah tangga sampai aspek yang
lebih luas tentang dunia dan masyarakat, seperti memainkan
peran polisi, pramuniaga, guru, atau perawat. Anak yang lebih
besar menjalankan tema tertentu, memerankan sebuah cerita, dan
menyusun drama itu sendiri.

f. Permainan (game)
Anak disemua budaya terlibat dalam permainan baik
sendiri atau dengan orang lain. Aktivitas soliter mencakup
permainan yang dimulai ketika anak yang masih sangat kecil
berpartisipasi dalam aktivitas repititif dan berlanjut ke
permainan yang lebih rumit yang menantang keterampilan
mandiri mereka seperti menata puzzle, bermain kartu, dan
permainan computer atau video. Anak yang sangat muda
berpartisipasi dalam permainan imitative sederhana seperti
“petak umpet”. Anak prasekolah belajar dan menikmati
permainan formal yang dimulai dengan permainan pertahanan
diri yang ritual dimainkan seperti permainan ring a rosy and
London bridge (permainan yang didalamnya terdapat aktivitas
perebutan kursi yang jumlahnya makin dikurangi dan anak yang
bermain berjalan mengitari kumpulan kursi tersebut sampai
diiringi music yang ada periode tertentu dihentikan lalu
dimainkan kembali-red). Dengan pengecualian permainan papan
sederhana, anak prasekolah tidak terlibat dalam permainan
kompetitif. Anak sekolah tidak suka kalah dan akan mencoba
untuk curang, ingin mengubah aturan, atau menuntut
pengecualian dan kesempatan untuk mengubah cara mereka.
Anak usia sekolah dan remaja menikmati permainan kompetitif,
termasuk permainan kartu, catur, dan permainan aktif secara
fisik seperti baseball.
6.1 Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Bermain
a. Tahap perkembangan anak
Aktivitas bermain harus sesuai dengan tahapan
pertumbuhan dan perkembangan anak, karena pada dasarnya
permainan adalah alat stimulasi pertumbuhan dan perkembangan
anak.
b. Status kesehatan anak/jenis penyakit
Aktivitas bermain harus disesuaikan dengan status
kesehatan anak. Aktivitas bermain hanya dilakukan kepada anak
yang mulai kembali berenergi dari masa sakitnya.

c. Gender (jenis kelamin) anak


Semua alat permainan dapat digunakan oleh anak laki-laki
atau anak perempuan untuk mengembangkan gaya pikir,
imajinasi, kreatifitas, dan kemampuan sosial anak. Akan tetapi
permainan adalah salah satu alat untuk membantu anak
mengenal identitas diri.

d. Lingkungan
Lingkung yang mendukung dapat menstimulasi imejinasi
anak dan kreativitas anak dalam bermain.
e. Pandangan orang tua
Ada orang tua yang berpendapat bahwa anak yang terlalu
banyak bermaian akan membuat menjadi malas bekerja dan
bodoh. Anggapan ini kurang bijaksana, karena beberapa ahli
psikolog mengatakan bahwa permainan sangat besar
pengaruhnya terhadap perkembangan jiwa anak.
7.1 Prinsip dalam Aktivitas Bermain di Rumah Sakit
a. Tidak banyak mengeluarkan energi, singkat, dan sederhana.
b. Mempertimbangkan keamanan
c. Dilakukan untuk kelompok umur yang sama
d. Tidak bertentangan dengan proses pengobatan
e. Melibatkan orang tua

8.1 Fungsi Bermain di Rumah Sakit


a. Memfasilitasi situasi yang tidak familiar,
b. Membantu untuk mengurangi stress terhadap perpisahan,
pengobatan dan lingkungan rumah sakit.
c. Member peralihan dan relaksasai.
d. Memberikan jalan untuk mengekspresikan perasaan sebagai sarana
mengurangi tekanan.
e. Memberikan cara untuk mengekspresikan ide kratif dan minat.
f. Member cara mencapai tujuan-tujuan terapeutik (Wong, 1996).
g. Menunjukkan untuk berinteraksi dan mengembangkan sikap-sikap
yang positif terhadap orang lain.

9.1 Hambatan-hambatan yang mungkin terjadi saat bermain


a. Anak kurang kooperatif
b. Orang tua tidak mendukung
c. Jam-jam tertentu seperti : kunjungan dokter, terapi dan waktu
istirahat
d. Tidak semua rumah sakit mempunyai fasilitas bermain
e. Anak merasa bosan
f. Anak merasa takut atau asing dengan lingkungan

10.1 Antisipasi hambatan bermain


a. Pendekatan kepada anak lebih ditingkatkan
b. Memberikan penjelasan yang mudah dimengerti orang tua,
sehingga timbul rasa percaya
c. Membatasi waktu bermain
d. Permainan bervariasi/tidak monoton
e. Bermain dilakukan dirawat inap tanpa menggangu proses terapi
pengobatan
f. Melibatkan perawat, petugas ruangan dan orang tua
g. Konsultasi dengan pembimbing

11.1 Bentuk-bentuk Permainan


a. Usia 0-12 bulan
Tujuannya adalah:
 Melatih reflek-reflek menghisap, menggenggam
 Melatih kerjasama mata dan tangan
 Melatih kerjasama mata dan telinga
 Melatih mencari objek yang ada tapi tidak kelihatan
 Melatih kepekaan perabaan

Alat permainan yang dianjurkan:


 Benda-benda yang aman untuk digigit/dimasukkan ke
mulut dan digenggam
 Alat permainan yang berupa gambar atau bentuk muka
 Alat permainan berupa boneka atau binatang
 Alat permainan yang dapat digoyangkan dan
mengeluarkan suara

b. Usia 13-24 bulan


Tujuannya adalah:
 Mencari sumber suara/mengikuti sumber suara
 Memperkenalkan sumber suara
 Melatih anak melakukan gerakan mendorong dan
menarik
 Melatih imajinainya
 Melatih anak melakukan kegiatan sehari-hari semuanya
dalam bentuk kegiatan yang menarik
Alat permainan yang dianjurkan:
 Gendering, bola dengan giring-giring didalamnya
 Alat permainan yang dapat didorong dan ditarik
 Alat permainan yang terdiri dari: alat rumah tangga
(misalnya cangkir yang tidak mudah pecah, sendok, botol
plastic, ember, Waskom, air), balok-balok besar, kardus-
kardus besar, buku bergambar, kertas untuk dicoret-coret,
krayon.

c. Usia 25-36 bulan


Tujuannya adalah:
 Menyalurkan emosi atau perasaan anak
 Mengembangkan keterampilan berbahasa
 Melatih motorik halus dan kasar
 Mengembangkan kecerdasan (memasangkan,
menghitung, mengenal dan membedakan warna)
 Melatih kerjasama mata dan tangan
 Melatih daya imajinasi
 Kemampuan membedakan permukaan dan warna benda
Alat permainan yang dianjurkan:
 Alat-alat untuk menggambar
 Lilin yang dapat dibentuk
 Puzzle sederhana
 Manik-manik ukuran besar
 Berbagai benda yang mempunyai permukaan dan warna
yang berbeda
 Bola

d. Usia 32-72 bulan


Tujuannya adalah:
 Mengembangkan kemampuan menyamakan dan
membedakan
 Mengembangkan kemampuan berbahasa
 Mengembangkan pengertian tentang berhitung,
menambah dan mengurangi
 Merangsang daya imajinasi dengan berbagai cara
bermain pura-pura (sandiwara)
 Membedakan benda dengan permukaan
 Menumbuhkan spontanitas
 Mengembangkan kepercayaan diri
 Mengembangkan kreativitas
 Mengembangkan koordinasi motorik (melompat,
memanjat, berlari, dll)
 Mengembangkan kemampuan mengontrol emosi,
motorik halus dan kasar
 Mengembangkan sosialisasi atau bergaul dengan anak
atau orang diluar rumahnya
 Memperkenalkan pengertian yang bersifat ilmu
pengetahuan, misal: pengertian mengenai tarapung dan
tenggelam
 Memperkenalkan suasana kompetisi dan gotong royong
(kerjasama)
Alat permainan yang dianjurkan:
 Berbagai benda dari sekitar rumah, buku bergambar,
majalah ana-anak, alat gambar dan tulis, kertas untuk
belajar melipat, guting, air, dll.
 Teman-teman bermain: anak sebaya, orang tua, orang
lain diluar rumah

e. Usia Prasekolah
Alat permainan yang dianjurkan:
 Alat olah raga
 Alat masak
 Alat menghitung
 Sepeda roda tiga
 Benda berbagai macam ukuran
 Boneka tangan
 Mobil-mobilan
 Mainan-mainan

f. Usia Sekolah
 Cooperative play, yaitu: aturan permainan dalam
kelompok tampak lebih jelas pada permainan jenis ini
dan punya tujuan serta pemimpin (mis: main sepak bola)
 Mengumpulkan perangko, berolah raga
Jenis permainan yang dianjurkan:
 Pada anak laki-laki: permainan bersifat mekanik
 Pada anak perempuan: berhubungan dengan peran ibu
Daftar Pustaka
Adriana. 2011. Tumbuh Kembang & Terapi Bermain Pada Anak. Jakarta:
Salemba Medika.
Mutiah, Diana. 2010. Psikologi Bermain Anak Usia Dini. Jakarta: Wong,
Kencana.
Donna L. (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Edisi 6. Jakarta : EGC
REVIEW JURNAL

Tugas ini ditulis untuk memenuhi tugas Profesi Keperawatan Anak

DISUSUN OLEH

MERI HANDAYANI
2041312008
KELOMPOK C

PRAKTIK PROFESI KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2020
REVIEW JURNAL
Pengaruh Terapi Bermain terhadap Kecemasan Anak Usia Sekolah Saat
Hospitalisasi di Ruangan Catelia Rumah Sakit Umum Daerah Undata Palu

Judul Penelitian Pengaruh Terapi Bermain terhadap Kecemasan Anak


Usia Sekolah Saat Hospitalisasi di Ruangan Catelia
Rumah Sakit Umum Daerah Undata Palu
Penulis Selvi Alfrida Mangundap
Tahun Terbit 2020
Volume Vol.1 No.1 Oktober2020: Hal. 1-5
Tahun Penelitian 2017
Tujuan Penelitian Mengetahui pengaruh terapi bermain terhadap
kecemasan anak usia sekolah saat hospitalisasi di
ruangan Catelia Rumah Sakit Umum Daerah Undata
Palu Tahun 2017
Sample penelitian Teknik sampel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah total sampling. Sampel pada penelitian
ini berjumlah 24 orang anak usia sekolah yang
dirawat dan yang memenuhi kriteria inklusi selama
penelitian.
Metode Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah quasi
eksperiment dengan one group pre test and post test
design. Data dikumpulkan dengan cara menilai pre-
post test. Alat pengumpulan data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah lembar observasi yaitu
yang berisi tentang reaksi atau perilaku anak usia
sekolah sebelum dan sesudah dilakukan intervensi
bermain yang terdiri dari 10 item. Variabel bebas
adalah terapi bermain sedangkan variabel terikat
adalah kecemasan. Analisis statistik dari variabel
penelitian ini adalah paired sampel t test.

Hasil Penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa distribusi umur


responden yang terbanyak adalah umur 7 tahun yaitu
7 orang responden (29,2%), dan umur responden 12
tahun berjumlah 0 responden (0,0%). Berdasarkan
distribusi jenis kelamin responden yang berjenis
kelamin laki-laki lebih banyak yaitu 16 orang
responden (66,7%), dan berjenis kelamin perempuan
8 orang responden (33,3 %).
Hasil penelitian menunjukkan terdapat berbedaan
yang signifikan antara kecemasan anak sebelum
diberikan terapi bermain dan sesudah dilakukan
terapi bermain. Hal ini dapat dilibat dari nilai sig.
(probabilitas) p = 0,000yang lebih kecil dari taraf
nyata 5%, sehingga dapat disimpulkan bahwa
terdapat pengaruh permberian terapi bermain
terhadap kecemasan anak usia sekolah saat
hospitalisasi
Kelebihan Jurnal Penjelasan yang diungkapkan peneliti sudah cukup
padat dan menggunakan bahasa yang jelas dan EYD
yang tepat. Penelitian ini juga menggunakan dasar
teori yang sesuai dan tepat.
Kekurangan Jurnal Dalam jurnal ini tidak digambarkan dan
dicantumkan criteria pengambilan sampel dari 24
responden, yakni yang teridiri dari criteria inklusi
dan criteria eksklusi pada anak yang menjadi
responden penelitian.

Anda mungkin juga menyukai