DISUSUN OLEH
MERI HANDAYANI
2041312008
KELOMPOK C
Waktu : 20 Menit
A. LATAR BELAKANG
Bermain merupakan suatu kegiatan yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh kesenangan, tanpa mempertimbangkan hasil akhir. Ada orang tua
yang berpendapat bahwa anak yang terlalu banyak bermaian akan membuat
menjadi malas bekerja dan bodoh. Anggapan ini kurang bijaksana, karena
beberapa ahli psikolog mengatakan bahwa permainan sangat besar pengaruhnya
terhadap perkembangan jiwa anak ( noname, 2006).
Ketika masa anak sudah memasuki masa todler anak selalu membutuhkan
kesenangan pada dirinya dan anak membutuhkan suatu permainan. Aktivitas
bermain merupakan salah satu stimulus bagi perkembangan anak. Sekarang
banyak dijual macam-macam alat permainan,; jika orang tua tidak selektif dan
kurang memahami fungsinya maka alat permainan yang dibelinya tidak akan
berfungsi efektif. Alat permaianan hendaknya disesuaikan dengan jenis kelamin
dan usia anak, sehingga dapat merangsang perkembangan anak dengan optimal.
Dalam kondisi sakitpun aktivitas bermaian tetap perlu dilaksanakan namun harus
disesuaikan dengan kondisi anak.
Saat di rumah sakit, anak mengalami stress akibat perubahan lingkungan dan
mengalami keterbatasan untuk mengatasi stress itu sendiri. Stress tersebut perlu
mendapat perhatian yang khusus serta penanganannya agar anak lebih kooperatif
dalam mengahadapi permasalahan yang dihadapi. Salah satunya dengan cara
melakukan terapi bermain, hal ini akan mengalihkan perhatian anak terhadap rasa
sakit, stress oleh suasana rumah sakit, perpisahan dengan anggota keluarga,
menghindari dampak psikologis yang akan terjadi dan lain-lain.
B. TUJUAN
1. Tujuan Instruksional Umum
Diharapkan dapat menurunkan stress pada anak dan menstimulasi tumbuh
kembang anak setelah mendapatkan terapi bermain serta anak dapat
mengikuti permainan yang diberikan sehingga dan dapat
mengembangkan aktifitas dan kreativitas pada anak serta dapat mencapai
tugas perkembangan secara optimal sesuai tahap perkembangan anak
walaupun sedang sakit.
2. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mendapatkan terapi bermain, diharapkan anak mampu:
a. Meringankan rasa cemas/stress anak dalam proses perawatan.
b. Membuka jalan anak untuk mengekspresikan perasaan dan pikirannya.
c. Meningkatkan rasa percaya diri dan kemampuan anak.
d. Menilai kedekatan dan interaksi antara anak dengan orang tua.
e. Menciptakan dan meningkatkan hubungan yang lebih erat serta hangat
antara anak dan orang tua juga perawat.
C. Metode
- Ceramah
- Pengarahan
- Terapi bermain dengan menggambar dan menceritakan gambar
D. Media
- Kertas HVS
- Alat tulis (pensil dan penghapus)
- Crayon.
E. Setting Tempat
Ket : = Pemateri
= An.K
F. Rancangan Bermain
Permainan yang kita lakukan adalah menggambar dan
menceritakan makna atau kisah dari gambar tersebut. Anak diberikan
kertas kosong dan krayon .
G. Rencana Palaksaan
1. Konsep Bermain
1.1 Definisi Bermain
Bermain adalah cara alamiah bagi anak mengungkapkan konflik
dalam dirinya yang tidak disadari (Wholey and wong, 1991).Bermaian
adalah suatu kegiatan yang dilakukan sesuai dengan keinginan untuk
memperoleh kesenangan (Foster, 1989).
Jadi kesimpulannya bermain adalah cara untuk memperoleh
kesenangan tanpa mempertimbangkan hasil akhir. yang dilakukan
secara sukarela untuk memperoleh kesenangan. Bermain merupakan
cerminan kemampuan fisik, intelektual, emosional, dan sosial.
d. Perilaku unoccupied
Anak tidak bermain tetapi memfokuskan perhatian mereka
secara singkat pada apapun yang menarik perhatian mereka.
Anak melamun, memainkan pakaian atau objek lain, atau
berjalan tanpa tujuan. Peran ini berbeda dengan pengamat
(onlooker), yang secara aktif memerhatikan aktivitas orang lain.
e. Permainan dramatic atau pura-pura
Salah satu elemen vital pada proses identifikasi anak
adalah permainan dramatic, yang juga disebut sebagai permainan
simbolik atau pura-pura. Permainan ini dimulai pada masa bayi
akhir (11 sampai 13 bulan) dan merupakan bentuk permainan
yang dominan pada anak prasekolah. Bila anak mulai
memberikan makna afektif pada dunia, mereka dapat
menghayalkan dan membayangkan hamper segala hal, dengan
memerankan kejadian hidup sehari hari, anak belajar dan
mempraktikkan peran dan identitas yang dimainkan oleh
anggota keluarga mereka dan masyarakat. Mainan anak, replica
benda-benda di masyarakay, memberikan media untuk belajar
tentang peran dan aktifitas orang dewasa yang dapat
membingungkan dan menimbulkan frustasi pada mereka.
Permainan sederhana, imitatf, dramatic pada toddler, seperti
menggunakan telepon, mengendarai mobil-mobilan, atau
menimang boneka, berkembang menjadi drama yang semakin
kompleks dan bersambung yang dibuat anak prasekolah, yang
meluas dari hal-hal umum dirumah tangga sampai aspek yang
lebih luas tentang dunia dan masyarakat, seperti memainkan
peran polisi, pramuniaga, guru, atau perawat. Anak yang lebih
besar menjalankan tema tertentu, memerankan sebuah cerita, dan
menyusun drama itu sendiri.
f. Permainan (game)
Anak disemua budaya terlibat dalam permainan baik
sendiri atau dengan orang lain. Aktivitas soliter mencakup
permainan yang dimulai ketika anak yang masih sangat kecil
berpartisipasi dalam aktivitas repititif dan berlanjut ke
permainan yang lebih rumit yang menantang keterampilan
mandiri mereka seperti menata puzzle, bermain kartu, dan
permainan computer atau video. Anak yang sangat muda
berpartisipasi dalam permainan imitative sederhana seperti
“petak umpet”. Anak prasekolah belajar dan menikmati
permainan formal yang dimulai dengan permainan pertahanan
diri yang ritual dimainkan seperti permainan ring a rosy and
London bridge (permainan yang didalamnya terdapat aktivitas
perebutan kursi yang jumlahnya makin dikurangi dan anak yang
bermain berjalan mengitari kumpulan kursi tersebut sampai
diiringi music yang ada periode tertentu dihentikan lalu
dimainkan kembali-red). Dengan pengecualian permainan papan
sederhana, anak prasekolah tidak terlibat dalam permainan
kompetitif. Anak sekolah tidak suka kalah dan akan mencoba
untuk curang, ingin mengubah aturan, atau menuntut
pengecualian dan kesempatan untuk mengubah cara mereka.
Anak usia sekolah dan remaja menikmati permainan kompetitif,
termasuk permainan kartu, catur, dan permainan aktif secara
fisik seperti baseball.
6.1 Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Bermain
a. Tahap perkembangan anak
Aktivitas bermain harus sesuai dengan tahapan
pertumbuhan dan perkembangan anak, karena pada dasarnya
permainan adalah alat stimulasi pertumbuhan dan perkembangan
anak.
b. Status kesehatan anak/jenis penyakit
Aktivitas bermain harus disesuaikan dengan status
kesehatan anak. Aktivitas bermain hanya dilakukan kepada anak
yang mulai kembali berenergi dari masa sakitnya.
d. Lingkungan
Lingkung yang mendukung dapat menstimulasi imejinasi
anak dan kreativitas anak dalam bermain.
e. Pandangan orang tua
Ada orang tua yang berpendapat bahwa anak yang terlalu
banyak bermaian akan membuat menjadi malas bekerja dan
bodoh. Anggapan ini kurang bijaksana, karena beberapa ahli
psikolog mengatakan bahwa permainan sangat besar
pengaruhnya terhadap perkembangan jiwa anak.
7.1 Prinsip dalam Aktivitas Bermain di Rumah Sakit
a. Tidak banyak mengeluarkan energi, singkat, dan sederhana.
b. Mempertimbangkan keamanan
c. Dilakukan untuk kelompok umur yang sama
d. Tidak bertentangan dengan proses pengobatan
e. Melibatkan orang tua
e. Usia Prasekolah
Alat permainan yang dianjurkan:
Alat olah raga
Alat masak
Alat menghitung
Sepeda roda tiga
Benda berbagai macam ukuran
Boneka tangan
Mobil-mobilan
Mainan-mainan
f. Usia Sekolah
Cooperative play, yaitu: aturan permainan dalam
kelompok tampak lebih jelas pada permainan jenis ini
dan punya tujuan serta pemimpin (mis: main sepak bola)
Mengumpulkan perangko, berolah raga
Jenis permainan yang dianjurkan:
Pada anak laki-laki: permainan bersifat mekanik
Pada anak perempuan: berhubungan dengan peran ibu
Daftar Pustaka
Adriana. 2011. Tumbuh Kembang & Terapi Bermain Pada Anak. Jakarta:
Salemba Medika.
Mutiah, Diana. 2010. Psikologi Bermain Anak Usia Dini. Jakarta: Wong,
Kencana.
Donna L. (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Edisi 6. Jakarta : EGC
REVIEW JURNAL
DISUSUN OLEH
MERI HANDAYANI
2041312008
KELOMPOK C