Oleh :
Kelompok C
Anggota Kelompok :
Pusparini Anggita Ayuningtyas
Sali Zakiah Muslim
Serly Berlian
Meri Handayani
Yolanda Faradilla
Maharani
Minah Sari
Maulana Ifdatul
T. Rahmadani
Bismillaahirrohmaanirrohiim,
Puji syukur kelompok ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya, sehingga kelompok dapat menyelesaikan makalah tentang Asuhan
Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pencernaan untuk memenuhi
tugas profesi siklus ‘Keperawatan Medikal Bedah'.
Kelompok mengucapkan terima kasih kepada ibu dosen pembimbing kelompok
C pada siklus KMB ini. Kelompok juga mengucapkan terima kasih kepada teman –
teman sejawat yang berada pada kelompok C, yang sudah mau bertukar pikiran untuk
menyempurnakan makalah ini. Kelompo menyadari bahwa dalam makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari
pembaca sangat kelompok harapkan demi perbaikan dimasa yang akan datang.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Kelompok C
2
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah..........................................................................4
B. Rumusan Masalah...................................................................................6
C. Tujuan Penelitian.....................................................................................6
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................................55
B. Saran........................................................................................................55
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................56
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
4
bilirubinat yang terbagi menjadi batu pigmen hitam dan batu pigmen coklat.
Peningkatan insiden batu empedu dapat dilihat dalam kelompok berisiko
tinggi yang di singkat dengan “6F” yaitu : fat, fifties, female, fertile, food,
dan family.10 Namun,penyakit ini juga dapat terjadi tanpa faktor risiko,
semakin banyak faktor risiko maka semakin besar pula kemungkinan untuk
terjadi kolelitiasis. Batu empedu terbentuk disebabkan oleh banyak faktor,
dimana kejadiannya akan meningkat seiring dengan banyaknya faktor risiko
yang dimiliki oleh seseorang, dimana faktor yang mempengaruhi terjadinya
antara lain usia, jenis kelamin, obesitas, diabetes melitus, dan rokok.
Saat ini penyakit batu empedu merupakan penyakit gastrointestinal
yang sering ditemui. Penyakit batu empedu mempunyai banyak komplikasi
seperti (kolesistitis, pankreatitis, dan kolangitis) yang merupakan pernyebab
morbiditas terbanyak penyakit gastrointestinal di rumah sakit. Meskipun
sebagian besar memiliki batu tanpa gejala (silent stone), kadang kadang
simptom muncul tidak jarang berlanjut dengan masalah dan penyulit yang
penatalaksanaannya membutuhkan biaya tinggi.
5
B. Rumusan Masalah
Untuk mengetahui lebih lanjut dari perawatan penyakit ini, maka akan
dilakukan kajian lebih lanjut dengan melakukan asuhan keperawatan pada
pasien batu empedu dengan membuat rumusan masalah sebagai berikut “
Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien Ny. Z dengan diagnosa medis
batu empedu di ruangan bedah? ”.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengidentifikasi asuhan keperawatan pada pasien Ny. Z dengan
diagnosa medis batu empedu.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengkaji pasien dengan diagnosa medis batu empedu
b. Untuk merumuskan diagnosa keperawatan pada Ny. Z dengan
diagnosa medis batu empedu.
c. Untuk merencakan asuhan keperawatan pada Ny. Z dengan diagnosa
medis batu empedu.
6
BAB II
1. Pengertian
Batu empedu adalah terdapatnya batu di dalam kandung empedu yang
penyebab secara pasti belum diketahui sampai saat ini, akan tetapi beberapa
faktor predisposisi yang paling penting tampaknya adalah gangguan
metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu dan infeksi
yang terjadi pada kandung empedu serta kolesterol yang berlebihan yang
mengendap di dalam kandung empedu tetapi mekanismenya belum diketahui
secara pasti, faktor hormonal selama proses kehamilan, dapat dikaitkan
dengan lambatnya pengosongan kandung empedu dan merupakan salah satu
penyebab insiden kolelitiasis yang tinggi, serta terjadinya infeksi atau radang
empedu memberikan peran dalam pembentukan batu empedu (Rendi, 2012).
Sementara menurut Muttaqin & Sari (2012) batu empedu adalah
adanya batu yang terdapat didalam kandung empedu atau saluran empedu
(duktus koledokus) atau keduanya. Batu empedu bisa terdapat pada kantung
empedu, saluran empedu ekstra hepatik, atau saluran empedu intra hepatik.
Bila terletak di dalam kantung empedu saja disebut kolesistolitiasis, dan yang
terletak di dalam saluran empedu ekstra hepatik (duktus koleduktus) disebut
koledokolitiasis, sedang bila terdapat di dalam saluran empedu intra hepatik
disebelah proksimal duktus hepatikus kanan dan kiri disebut hepatolitiasis.
Kolesistolitiasis dan koledokolitiasis disebut dengan kolelitiasis.
Cholelitiasis merupakan endapan satu atau lebih komponen
diantaranya empedu kolesterol, billirubin, garam, empedu, kalsium, protein,
asam lemak, dan fosfolipid. Batu empedu biasanya terbentuk dalam kantung
empedu terdiri dari unsur- unsur padat yang membentuk cairan empedu, batu
empedu memiliki ukuran, bentuk dan komposisi yang sangat bervariasi. Batu
7
empedu yang sering dijumpai pada individu yang memiliki usia lebih diatas
40 tahun. setelah itu insiden cholelitiasis atau batu empedu semakin
meningkat hingga sampai pada suatu tingkat yang diperkirakan bahwa pada
usia 75 tahun satu dari 3 orang akan memiliki penyakit batu empedu, etiologi
secara pastinya belum diketahui akan tetapi ada faktor predisposisi yang
penting diantaranya: gangguan metabolisme, yang menyebabkan terjadinya
perubahan komposisi empedu, adanya statisempedu, dan infeksi atau radang
pada empedu. Perubahan yang terjadi pada komposisi empedu sangat
mungkin menjadi faktor terpenting dalam terjadinya pembentukan batu
empedu karena hati penderita cholelitiasis kolesterol mengekskresi empedu
yang sangat jenuh dengan kolesterol. Kolesterol yang berlebihan tersebut
mengendap di dalam kandung empedu (dengan cara yang belum diketahui
secara pasti) untuk membentuk batu empedu, gangguan kontraksi kandung
empedu atau spasme spingterrodi, atau mungkin keduanya dapat
menyebabkan statis empedu dalam kandung empedu. Faktor hormon (hormon
kolesistokinin dan sekretin) dapat dikaitkan dengan keterlambatan
pengosongan kandung empedu, infeksi bakteri atau radang empedu dapat
menjadi penyebab terbentuknya batu empedu. Mukus dapat meningkatkan
viskositas empedu dan unsur sel atau bakteri dapat berperan sebagai pusat
pengendapan. Infeksi lebih timbul akibat dari terbentuknya batu, dibanding
penyebab terbentuknya cholelitiasis. (Haryono, 2012).
2. Anatomi Empedu
8
3. Fisiologi Empedu
9
sebut miccele yang di buang melalui feses. Dengan terhambatnya cairan
empedu yang cukup, tubuh tidak dapat metabolisme lemak dan ini dapat
mengakibatkan kekurangan zat yang larut dalam lemak yaitu vitamin A, D, E,
dan K. Hal ini juga dapat menyebabkan masalah pencernaan penting asam
lemak. Empedu juga antioksidan kuat yang membantu untuk menghilangkan
racun dari hati. Hati menyaring racun (bakteri, virus, obat-obatan atau lainnya
zat asing tubuh tidak ingin) dan ekskresi ke dalam empedu. Empedu berjalan
dari hati melalui saluran empedu dan masuk ke kandung empedu, atau
langsung ke usus kecil, melalui usus masuk dalam tinja (Marie B, 2003).
4. Etiologi
Menurut Cahyono (2009) etiologi batu empedu masih belum diketahui
secara pasti. Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah
ini. Namun, semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin
besar kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara
lain:
a. Jenis Kelamin
Wanita mempunyai resiko 2-3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen
berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu.
Kehamilan, yang menigkatkan kadar esterogen juga meningkatkan resiko
terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon
(esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan
penurunan aktivitas pengosongan kandung empedu.
b. Usia
Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya
usia. Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena
kolelitiasis dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda.
c. Obesitas
10
Kondisi obesitas akan meningkatkan metabolism umum, resistensi
insulin, diabetes militus tipe II, hipertensi dan hyperlipidemia berhubungan
dengan peningkatan sekresi kolesterol hepatica dan merupakan faktor resiko
utama untuk pengembangan batu empedu kolesterol.
d. Statis Bilier
Kondisi statis bilier menyebabkan peningkatan risiko batu empedu.
Kondisi yang bisa meningkatkan kondisi statis, seperti cedera tulang belakan
(medulla spinalis), puasa berkepanjangan, atau pemberian diet nutrisi total
parenteral (TPN), dan penurunan berat badan yang berhubungan dengan
kalori dan pembatasan lemak (misalnya: diet rendah lemak, operasi bypass
lambung). Kondisi statis bilier akan menurunkan produksi garam empedu,
serta meningkatkan kehilangan garam empedu ke intestinal.
e. Obat-obatan
Estrogen yang diberikan untuk kontrasepsi atau untuk pengobatan kanker
prostat meningkatkan risiko batu empedu kolesterol. Clofibrate dan obat
fibrat hipolipidemik meningkatkan pengeluaran kolesterol hepatic melalui
sekresi bilier dan tampaknya meningkatkan resiko batu empedu kolesterol.
Analog somatostatin muncul sebagai faktor predisposisi untuk batu empedu
dengan mengurangi pengosongan kantung empedu.
f. Diet
Duet rendah serat akan meningkatkan asam empedu sekunder (seperti
asam desoksikolat) dalam empedu dan membuat empedu lebih litogenik.
Karbohidrat dalam bentuk murni meningkatkan saturasi kolesterol empedu.
Diet tinggi kolesterol meningkatkan kolesterol empedu.
g. Keturunan
Sekitar 25% dari batu empedu kolesterol, faktor predisposisi tampaknya
adalah turun temurun, seperti yang dinilai dari penelitian terhadap kembar
identik fraternal.
11
h. Infeksi Bilier
Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat memgang peranan sebagian
pada pembentukan batu dengan meningkatkan deskuamasi seluler dan
pembentukan mucus. Mukus meningkatkan viskositas dan unsur seluler
sebagai pusat presipitasi.
i. Gangguan Intestinal
Pasien pasca reseksi usus dan penyakit crohn memiliki risiko penurunan
atau kehilangan garam empedu dari intestinal. Garam empedu merupakan
agen pengikat kolesterol, penurunan garam pempedu jelas akan
meningkatkan konsentrasi kolesterol dan meningkatkan resiko batu empedu.
j. Aktifitas fisik
Kurangnya aktifitas fisik berhungan dengan peningkatan resiko
terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih
sedikit berkontraksi.
5. Klasifikasi
Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu
empedu di golongkankan atas 3 (tiga) golongan. (Sylvia and Lorraine, 2006)
a. Batu kolesterol
Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70%
kolesterol. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batuyang
mengandung > 50% kolesterol). Untuk terbentuknya batu kolesterol
diperlukan 3 faktor utama :
12
1) Supersaturasi kolesterol
2) Hipomotilitas kandung empedu
3) Nukleasi atau pembentukan nidus cepat
b. Batu pigmen
Batu pigmen merupakan 10% dari total jenis baru empedu yang
mengandung <20% kolesterol. Jenisnya antara lain:
1) Batu pigmen kalsium bilirubinan (pigmen coklat)
Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan
mengandung kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama. Batu
pigmen cokelat terbentuk akibat adanya faktor stasis dan infeksi
saluran empedu. Stasis dapat disebabkan oleh adanya disfungsi
sfingter Oddi, striktur, operasi bilier, dan infeksi parasit. Bila terjadi
infeksi saluran empedu, khususnya E. Coli, kadar enzim B-
glukoronidase yang berasal dari bakteri akan dihidrolisasi menjadi
bilirubin bebas dan asam glukoronat. Kalsium mengikat bilirubin
menjadi kalsium bilirubinat yang tidak larut. Dari penelitian yang
dilakukan didapatkan adanya hubungan erat antara infeksi bakteri dan
terbentuknya batu pigmen cokelat.umumnya batu pigmen cokelat ini
terbentuk di saluran empedu dalam empedu yang terinfeksi.
2) Batu pigmen hitam.Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak
berbentuk, seperti bubuk dan kaya akan sisa zat hitam yang tak
terekstraksi.Batu pigmen hitam adalah tipe batu yang banyak
ditemukan pada pasien dengan hemolisis kronik atau sirosis hati. Batu
pigmen hitam ini terutama terdiri dari derivat polymerized bilirubin.
Potogenesis terbentuknya batu ini belum jelas. Umumnya batu pigmen
hitam terbentuk dalam kandung empedu dengan empedu yang steril.
c. Batu campuran antara kolesterol dan pigmen dimana mengandung 20-50%
kolesterol.
13
6. Patofisiologi
Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap: (1)
pembentukan empedu yang supersaturasi, (2) nukleasi atau pembentukan inti
batu, dan (3) berkembang karena bertambahnya pengendapan. Kelarutan
kolesterol merupakan masalah yang terpenting dalam pembentukan semua
batu, kecuali batu pigmen. Supersaturasi empedu dengan kolesterol terjadi
bila perbandingan asam empedu dan fosfolipid (terutama lesitin) dengan
kolesterol turun di bawah harga tertentu. Secara normal kolesterol tidak larut
dalam media yang mengandung air. Empedu dipertahankan dalam bentuk cair
oleh pembentukan koloid yang mempunyai inti sentral kolesterol, dikelilingi
oleh mantel yang hidrofilik dari garam empedu dan lesitin. Jadi sekresi
kolesterol yang berlebihan, atau kadar asam empedu rendah, atau terjadi
sekresi lesitin, merupakan keadaan yang litogenik.
Pembentukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau inti
pengendapan kolesterol. Pada tingkat supersaturasi kolesterol, kristal
kolesterol keluar dari larutan membentuk suatu nidus, dan membentuk suatu
pengendapan. Pada tingkat saturasi yang lebih rendah, mungkin bakteri,
fragmen parasit, epitel sel yang lepas, atau partikel debris yang lain diperlukan
untuk dipakai sebagai benih pengkristalan. Batu pigmen terdiri dari garam
kalsium dan salah satu dari keempat anion ini : bilirubinat, karbonat, fosfat
dan asam lemak. Pigmen (bilirubin) pada kondisi normal akan terkonjugasi
dalam empedu. Bilirubin terkonjugasi karena adanya enzim glokuronil
tranferase bila bilirubin tak terkonjugasi diakibatkan karena kurang atau tidak
adanya enzim glokuronil tranferase tersebut yang akan mengakibatkan
presipitasi/pengendapan dari bilirubin tersebut. Ini disebabkan karena
bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dalam air tapi larut dalam lemak.sehingga
lama kelamaan terjadi pengendapan bilirubin tak terkonjugasi yang bisa
14
menyebabkan batu empedu tapi ini jarang terjadi.
Presipitasi (pengendapan)
Supersaturasi kolesterol
BATU PIGMEN
Pembentukan kristal kolesterol
Distensi kantung empedu Gangguan aliran Aliran balik cairan empedu ke Iritasi dinding duktus sistikus Peradangan disekitar
hepar, melalui darah akibat gesekan dg batu hepatobilier
empedu ke duodenum
Fundus empedu menyentuh
dinding abdomen pd kartilago
Absorbsi vit. A, D, E, K jmlh bilirubin dlm darah Pengeluaran SGPT, SGOT (iritatif
Respon inflamasi
terganggu pd sal.cerna
koste 9 & 10
Ikterus permeabilitas vasa & perubahan
Merangsang sist.saraf
Gesekan empedu dg dinding abdomen hemodinamik
Defisiensi vit, K
Terjadi penumpukan bilirubin pd lapisan peristaltik usus dan lambung
bawah kulit Penumpukan cairan diinterstisial
Nyeri abdomen kuadran Gangguan pembekuan Makanan tertahan di lambung
kanan atas darah normal Gatal2
tekanan intraabdomen
produksi as. lambung
MK : Nyeri Akut MK : Resiko
MK : Resiko Kerusakan Terjadi Penekanan pd
Perdarahan lambung
Integtitas Kulit
MK : Resiko
Ketidakseimbangan
Muntah, Anoreksia volume cairan
15
16
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
KOMPLIKASI
a. Asimtomatik 1. Pemeriksaan Laboratorium
b. Obstruksi duktus 2. Pemeriksaan sinar-X
sistikus abdomen
c. Kolik bilier 3. Foto polos abdomen
d. Kolesistitis akut 4. Ultrasonografi (USG)
e. Perikolesistitis 5. Kolesistografi
f. Pankreatitis 6. ERCP
g. Perforasi 7. PTC
h. Kolesistitis kronis 8. CT
i. Hidrop kandung
empedu
17
7. Manifestasi Klinis
a. Asimtomstik
Sampai 50% dari semua pasien dengan batu empedu, tanpa
mempertimbangkan jenisnya, adalah asimtomatik. Kurang dari 25% pasien
yang benar-benar mempunyai batu asimtomatik, akan merasakan gejalanya
yang membutuhkan intervensi setelah lima tahun. Batu Empedu bisa terjadi
secara tersembunyi karena tidak menimbulkan rasa nyeri dan hanya
menyebabkan gejala gastrointestinal yang ringan. Batu itu mungkin
ditemukan secara kebetulan pada saat dilakukan pembedahan atau evaluasi
untuk gangguan yang tidak berhubungan sama sekali.
Penderita penyakit kandung empedu akibat batu empedu dapat
mengalami dua jenis gejala, yaitu gejala yang disebabkan oleh penyakit pada
kandung empedu itu sendiri dan gejala yang terjadi akibat obstruksi pada
lintasan empedu oleh batu empedu. Gejalanya bisa bersifat akut atau kronis.
Gangguan epigastrum, seperti rasa penuh, distensi abdomen, dan nyeri yang
samar pada kuadran kanan atas abdomen dapat terjadi.
18
posisi yang nyaman baginya. Pada sebagian pasien rasa nyeri bukan bersifat
kolik melainkan presisten.
Serangan kolik bilier semacam ini disebabkan oleh kontraksi kandung
empedu yang tidak dapat mengalirkan empedu keluar akibat tersumbatnya
saluran oleh batu. Dalam keadaan distensi, bagian fundus kandung empedu
akan menyentuh dinding abdomen pada daerah kartilago kosta Sembilan dan
sepuluh bagian kanan. Sentuhan ini akan menimbulkan nyeri tekan yang
mencolok pada kuadran kanan atas ketika pasien melakukan inspirasi dalam,
dam menghambat pengembangan rongga dada.
Nyeri pada kolisistisi akut dapat berlangsung sangat hebat sehingga
membutuhkan preparat analgesic yang kuat seperti meperdin. Pemberian
morfin dianggap dapat meningkatkan spasme spingter oddi sehingga perlu
dihindari.
c. Ikterus
Ikterus dapat dijumpai diantara penderita penyakit kandung empedu
dengan presentase yang kecil dan biasanya terjadi pada obstruksi duktus
koledokus. Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam duodenum akan
menimbulkan gejala yang khas, yaitu getah empedu yang tidak lagi dibawa
ke duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat
kulit dan membran mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering disertai
dengan gejala gatal-gatal yang mencolok pada kulit.
e. Defisiensi Vitamin
Obstruksi aliran empedu juga mempengaruhi absorbsi vitamin A, D, E, K
yang larut lemak. Karena itu, pasien dapat menunjukkan gejala defisiensi
19
vitamin-vitamin ini jika defisiensi bilier berjalan lama. Defisiensi vitamin K
dapat mengganggu proses pembekuan darah normal.
Bilamana batu empedu terlepas dan tidak lagi menyumbat duktus sistikus,
kandung empedu akan mengalirkan isinya keluar dan proses inflamasi segera
mereda dalam waktu yang relatif singkat. Jika batu empedu terus
menyumbat saluran tersebut, penyumbatan ini dapat mengakibatkan abses,
nekrosis dan perforasi disertai peritonitis generalisata.
8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Laboratorium
Batu kandung empedu yang asimtomatis umumnya tidak menunjukkan
kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut,
dapat terjadi leukositosis. Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan
kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus koledukus oleh
batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu
didalam duktus koledukus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga
kadar amilase serum biasanya meningkat sedang setiap kali terjadi serangan
akut. Enzim hati AST (SGOT), ALT (SGPT), LDH agak meningkat. Kadar
protrombin menurun bila obstruksi aliran empedu dalam usus menurunkan
absorbs vitamin K.
20
b. Pemeriksaan sinar-X abdomen
Pemeriksaan sinar-X abdomen bisa dilakukan jika ada kecurigaan akan
penyakit kandung empedu dan untuk menyingkirkan penyebab gejala yang
lain. Namun demikian, hanya 15-20% batu empedu yang mengalami cukup
kalsifikasi untuk dapat tampak melalui pemeriksaan sinar-X.
21
Gambar 4: Hasil foto polos abdomen pada kolelitiasis
d. Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai
prosedur diagnostik pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan
cepat dan akurat, dan dapat digunakan pada prndrita disfungsi hati dan
icterus. Disamping itu, pemerikasaan USG tidak membuat pasien terpajan
radiasi ionisasi. Prosedur ini akan memberikan hasil paling akurat jika pasien
sudah berpuasa pada malam harinya sehingga kandung empedunya dalam
keadaan distensi. Penggunaan ultra sound berdasarkan pada gelombang
suara yang dipantulkan kembali.
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi
untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu
intrahepatik maupun ekstrahepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding
kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan
oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus
koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara didalam
usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung
empedu yang ganggren lebih jelas daripada di palpasi biasa.
22
USG (US) merupakan metode non-invasif yang sangat bermanfaat dan
merupakan pilihan pertama untuk mendeteksi kolelitiasis dengan ketepatan
mencapai 95%. Kriteria batu kandung empedu pada US yaitu dengan
acoustic shadowing dari gambaran opasitas dalam kandung empedu.
Walaupun demikian, manfaat US untuk mendiagnosis BSE relatif rendah.
Pada penelitian kami yang mencakup 119 pasien dengan BSE sensitivitas
US didapatkan sebesar 40%, spesifisitas 94%. Kekurangan US dalam
mendeteksi BSE disebabkan : a) bagian distal saluran empedu tempat
umumnya batu terletak sering sulit diamati akibat tertutup gas duodenum
dan kolon dan b) saluran empedu yang tidka melebar pada sejumlah kasus
BSE.
e. Kolesistografi
Meskipun sudah digantikan dengan USG sebagai pilihan utama, namun
untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena
relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen
23
sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral dapat
digunakan untuk mendeteksi batu empedu dan mengkaji kemempuan
kandung empedu untuk melakukan pengisian, memekatkan isinya,
berkontraksi, serta mengosongkan isinya. Media kontras yang mengandung
iodium yang diekresikan oleh hati dan dipekatkan dalam kandung empedu
diberikan kepada pasien. Kandung empedu yang normal akan terisi oleh
bahan radiopaque ini. Jika terdapat batu empedu, bayangannya akan Nampak
pada foto rontgen. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus
paralitik, muntah, kehamilan, kadar bilirubin serum diatas 2mg/dl, obstruksi
pilorus, ada reaksi alergi terhadap kontras, dan hepatitis karena pada
keadaan-keadaan tertentu tersebut kontras tidak dapat mencapai hati.
Pemeriksaan kolesistografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi
kandung empedu. Cara ini juga memerlukan lebih banyak waktu dan
persiapan dibandingkan ultrasonografi.
24
hingga mencapai duodenum pasrs desenden.Sebuah kanula dimasukkan ke
dalam duktus koledokus dan duktus pankreatikus, kemudian bahan kontras
disuntikkan ke dalam duktus tersebut untuk memungkinkan visualisasi serta
evaluasi percabangan bilier. ERCP juga memungkinkan visualisasi langsung
struktur ini dan memudahkan akses ke dalam duktus koledokus bagian distal
untuk mengambil batu empedu.
25
Gambar 8: Hasil CT pada kolelitiasis
26
9. Penatalaksanaan medis
Penanganan kolelitiasis dibedakan menjadi dua yaitu penatalaksanaan
non bedah dan bedah. Ada juga yang membagi berdasarkan ada tidaknya
gejala yang menyertai kolelitiasis, yaitu penatalaksanaan pada kolelitiasis
simptomatik dan kolelitiasis yang asimptomatik.
a. Penatalaksanaan Nonbedah
1) Penatalaksanaan pendukung dan diet
Kurang lebih 80% dari pasien-pasien inflamasi akut kandung empedu
sembuh dengan istirahat, cairan infus, penghisapan nasogastrik,
analgesik dan antibiotik. Intervensi bedah harus ditunda sampai gejala
akut mereda dan evalusi yang lengkap dapat dilaksanakan, kecuali jika
kondisi pasien memburuk
Manajemen terapi :
1. Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein
2. Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi perut.
3. Observasi keadaan umum dan pemeriksaan vital sign.
4. Dipasang infus program cairan elektrolit dan glukosa untuk
mengatasi syok.
5. Pemberian antibiotik sistemik dan vitamin K (anti koagulopati).
2) Disolusi medis
Oral Dissolution Therapy adalah cara penghancuran batu
dengan pemberian obat-obatan oral. Ursodeoxycholic acid lebih dipilih
dalam pengobatan daripada chenodeoxycholic karena efek samping
yang lebih banyak pada penggunaan chenodeoxycholic seperti
terjadinya diare, peningkatan aminotransfrase dan hiperkolesterolemia
sedang.
Pemberian obat-obatan ini dapat menghancurkan batu pada 60%
pasien dengan kolelitiasis, terutama batu yang kecil. Angka
kekambuhan mencapai lebih kurang 10%, terjadi dalam 3-5 tahun
setelah terapi. Disolusi medis sebelumnya harus memenuhi kriteria
27
terapi nonoperatif diantaranya batu kolesterol diameternya < 20 mm,
batu kurang dari 4 batu, fungsi kandung empedu baik dan duktus sistik
paten. Pada anak-anak terapi ini tidak dianjurkan, kecuali pada anak-
anak dengan risiko tinggi untuk menjalani operasi.
3) Disolusi kontak
Terapi contact dissolution adalah suatu cara untuk
menghancurkan batu kolesterol dengan memasukan suatu cairan pelarut
ke dalam kandung empedu melalui kateter perkutaneus melalui hepar
atau alternatif lain melalui kateter nasobilier. Larutan yang dipakai
adalah methyl terbutyl eter. Larutan ini dimasukkan dengan suatu alat
khusus ke dalam kandung empedu dan biasanya mampu
menghancurkan batu kandung empedu dalam 24 jam.
Kelemahan teknik ini hanya mampu digunakan untuk kasus
dengan batu yang kolesterol yang radiolusen. Larutan yang digunakan
dapatmenyebabkan iritasi mukosa, sedasi ringan dan adanya
kekambuhan terbentuknya kembali batu kandung empedu.
4) Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)
Prosedur non invasive ini menggunakan gelombang kejut
berulang (Repeated Shock Wave) yang diarahkan pada batu empedu
didalam kandung empedu atau duktus koledokus dengan maksud
memecah batu tersebut menjadi beberapa sejumlah fragmen.
28
7% mengalami komplikasi, sehingga prosedur ini lebih aman
dibandingkan pembedahan perut. ERCP saja biasanya efektif dilakukan
pada penderita batu saluran empedu yang lebih tua, yang kandung
empedunya telah diangkat.
b. Penatalaksanaan Bedah
1) Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan
pasien denga kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling
bermakna yang dapat terjadi adalah cedera duktus biliaris yang terjadi
pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur
ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi
adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.
2) Kolesistektomi laparaskopi
Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun
1990 dan sekarang ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara
laparoskopi. 80-90% batu empedu di Inggris dibuang dengan cara ini
karena memperkecil resiko kematian dibanding operasi normal (0,1-
0,5% untuk operasi normal) dengan mengurangi komplikasi pada
jantung dan paru. Kandung empedu diangkat melalui selang yang
dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding perut.
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa
adanya kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman,
banyak ahli bedah mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan
kolesistitis akut dan pasien dengan batu duktus koledokus. Secara
teoritis keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur konvensional
adalah dapat mengurangi perawatan di rumah sakit dan biaya yang
dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja, nyeri menurun dan
perbaikan kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan adalah
keamanan dari prosedur ini, berhubungan dengan insiden komplikasi
29
seperti cedera duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering
selama kolesistektomi laparoskopi.
10. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasis :
a. Asimtomatik
b. Obstruksi duktus sistikus
c. Kolik bilier
d. Kolesistitis akut
e. Perikolesistitis
f. Peradangan pankreas (pankreatitis)
g. Perforasi
h. Kolesistitis kronis
i. Hidrop kandung empedu
j. Empiema kandung empedu
k. Fistel kolesistoenterik
l. Batu empedu sekunder (pada 2-6% penderita, saluran menciut
kembali dan batu empedu muncul lagi)
30
B. Konsep Asuhan Keperawatan Teoritis
Proses Keperawatan adalah pendekatan penyelesaian masalah yang
sistematik untuk merencanakan dan memberikan asuhan keperawatan yang melalui
lima fase berikut yaitu pengkajian, identifikasi masalah, perencanaan, implementasi,
evaluasi.
A. Asuhan Keperawatan Teoritis
1. Pengkajian
a. Keluhan utama
Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah nyeri abdomen pada
kuadran kanan atas.
b. Riwayat kesehatan
1)Riwayat Kesehatan Sekarang
Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode
PQRST, paliatif atau provokatif (P) yaitu fokus utama keluhan klien,
quality atau kualitas (Q) yaitu bagaimana nyeri/gatal dirasakan oleh
klien, regional (R) yaitu nyeri/gatal menjalar kemana, Safety (S) yaitu
posisi yang bagaimana yang dapat mengurangi nyeri/gatal atau klien
merasa nyaman dan Time (T) yaitu sejak kapan klien merasakan
nyeri/gatal tersebut.
(P): Nyeri setelah makan, terutama makanan yang berlemak
(Q): Nyeri dirasakan hebat
(R): Nyeri dirasakan pada abdomen kuadran kanan atas dan menjalar ke
punggung atau bahu kanan.
(S): Nyeri terasa saat melakukan inspirasi
(T): Nyeri dirasakan sejak dua hari yang lalu
2) Riwayat Kesehatan Dahulu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau pernah
di riwayat sebelumnya
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Adanya anggota keluarga menderita penyakit yang sama.
31
c. Pengkajian 11 Fungsional Gordon
1) Pola Presepsi dan Managemen Kesehatan
Pasien biasanya hanya menganggap nyeri perut biasa saja jika belum
terlalu parah, adanya mengkonsumsi obat tertentu, juga pola hidup
pasien yang dapat mempengaruhi kesehatannya.
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada pasien dengan batu empedu biasanya terjadi, mual, muntah yang
bersamaan dengan dirasakan nya nyeri. hal ini biasanya kan bertambah
hebat dalam waktu beberapa jam setelah memakan makanan dalam
jumlah besar. Sehingga asupan nutrisi pasien sering kali terganggu.
3) Pola Eliminasi
Pada pasien batu empeduurin berwarna sangat gelap akibat ekresi
pigmen empedu oleh ginjal. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh
pigmen empedu akan tampak kelabu dan biasanya disebut dengan
“clay colored”.
4) Pola Aktivitas dan Latihan
Biasanya aktivitas pasien akan terganggu karena rasa nyeri yang
dirasakan di abdomen, sehingga seringkali aktivitas pada pasien
dibatasi hanya diatas tempat tidur.
5) Pola Istirahat dan Tidur
Biasnya pasien batu empedu akut mengalami gangguan tidur seperti,
isomnia atau gelisah akibat nyeri yang dirasakan pada perut.
6) Pola Kognitif dan Presepsi Sensori
Gangguan status mental yang muncul dapat berupa sulit berkonsentrasi
saat nyeri dirasakan dan penurunan lapang perhatian.
7) Pola Konsep diri
Adanya perubahan fungsi tubuh dan gangguan pada tubuh dapat
menyebabkan pasien mengalami kecemasan terhadap peryakitnya,
terlebih lagi saat nyeri yang dirasakan sangat hebat.
32
8) Pola hubungan peran
Biasanya pasien akan mengalami gejala kesulitan menentukan kondisi
(tidak mampu bekerja, mempertahankan fungsi peran).
9) Pola Seksualitas
Penurunan libido dapat terjadi karena perasaan tidak nyaman yang
dirasakan oleh pasien.
10) Pola mekanisme koping
Lamanya waktu perawatan, perjalan penyakit, faktor stress, perasaan
yang tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan, karena
ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa
marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain-lain, dapat
menyebabkan klien tidak mampu menggunakan mekanisme koping
yang konstruktif atau adaptif.
11) Pola nilai dan kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta
adanya penyakit dapat menghambat klien dalam melanakan ibadah
maupun mepengaruhi pola ibadah klien
d. Pemeriksaan fisik
1) Keluhan umum : lemah, terlihat meringis kesakitan
2) Tanda vital : tekanan darah dapat normal, nadi biasanya cepat karena
rasa nyeri, suhu normal dan pernafasan agak cepat.
3) Pendekatan dengan metode 6B:
a. B1-Breath
Pernapasan tertekan ditandai dengan napas pendek dan dangkal,
terjadi peningkatan frekuensi pernapasan sebagai kompensasi.
b. B2-Blood
c. Takikardi dan berkeringat karena peningkatan suhu akibat respon
inflamasi.
d. B3-Brain-
e. B4-Bladder
33
Urine pekat dan berwarna gelap, akibat dari pigmen empedu.
f. B5-Bowel
g. Feses berwarna kelabu “clay colored” akibat obstruksi duktus
biliaris sehingga pigmen empedu tidak dibuang melalui feses.
h. B6-Bone
2. Diagnosa Keperawatan
34
3. Intervensi keperawatan
35
inter personal)
h) Ajarkan teknik
non farmakologis
i) Evaluasi
keefektifan
kontrol nyeri
j) Tingkatkan
istirahat
k) Kolaborasikan
dengan dokter jika
ada keluhan dan
tindakan nyeri
tidak berhasil
Analgesic
administration
a) Tentukan lokasi,
karakteristik,kualit
as,dan derajat
nyeri sebelum
pemberian obat
b) Cek instruksi
dokter tentang
jenis
obat,dosis,dan
frekuensi
c) Cek riwayat alergi
d) Tentukan pilihan
analgesik
tergantung tipe
dan beratnya nyeri
e) Pilih rute
pemberian secara
IV,IM untuk
pengobatan nyeri
36
2 Ketidakseimban Status nutrisi : Manajemen Nutrisi
gan nutrisi masukan nutrisi dan a) Kaji adanya alergi
kurang dari cairan makanan
kebutuhan Indikator : b) Kolaborasi dengan
tubuh a) Tidak ada tanda- ahli gizi untuk
tanda malnutrisi menentukan
b) Asupan makanan jumlah kalori dan
normal nutrisi yang
c) Asupan cairan dibutuhkan pasien
normal c) Anjurkan pasien
d) Tidak ada untuk
keletihan meningkatkan
e) Hb dalam rentang intake fe
normal d) Berikan informasi
f) Albumin dalam tentang kebutuhan
rentang normal nutrisi.
Monitor Nutrisi
a) Monitor adanya
penurunan berat
badan
b) Monitor
lingkungan selama
makan
c) Monitor kulit
kering dan
perubahan
pigmentasi
d) Monitor
kekeringan,
rambut kusam,
dan mudah patah
e) Monitor mual
muntah
f) Monitor kadar
albumin, total
protein, Hb, Ht
g) Catat adanya
edema, hiperemik,
hipertonik, papilla
lidah dan cavitas
oral
37
Indikator:
a) Monitor intake
a) Tanda-tanda ouput
vital normal b) Monitor status
b) Kesimbangan dehidrasi
antara intake (membran
dan output mukosa, denyut
c) Berat badan nadi, tekanan
stabil darah)
d) Tugor kulit c) Monitor tanda-
baik tanda vital
e) Membran d) Monitor nilai
mukosa labor (hematokrit,
lembab osmolaritas urin)
f) Hematokrit e) Monitor tanda-
normal tanda kelebihan
cairan (edema dan
distensi vena
jugularis)
f) Monitor status
gizi
g) Berikan cairan
sesuai yang
dibutuhkan
h) Berikan deuretik
yang telah
direspakn
i) Batasi asupan air
j) Berikan produk-
produk darah
4. Implementasi
Melakukan tindakan asuhan keperawatan sesuai dengan apa yang sudah
direncanakan.
5. Evaluasi
Evaluasi dilakukan setelah tindakan selesai dan kemudian di dokumentasikan
dalam bentuk SOAP.
38
BAB III
Kasus :
Seorang perempuan berusia 47 tahun, dirawat di ruang bedah wanita RS X
dengan keluhan nyeri hebat dan menetap di seluruh permukaan perut, perut terasa
melilit dan terasa kembung. Nyeri menjalar ke punggung dan bahu. Setiap kali nyeri
dirasakan pasien merasa mual dan disertai muntah. Nyeri berlangsung selama 15
menit, nyeri bertambah saat menarik napas dalam dan baru menghilang beberapa jam
kemudian. Gejala yang cukup mencolok pada gangguan batu empedu adalah rasa
nyeri yang cenderung hebat dan menetap di saluran empedu. Nyeri tersebut timbul
jika saluran empedu tersumbat oleh batu. Hal tersebut juga bisa memicu timbulnya
rasa sakit perut hebat yang menjalar ke punggung atau bahu. Mual dan muntah sering
kali berkaitan dengan serangan nyeri ini. Diagnosa medis pasien : Batu empedu
Penugasan :
39
4. Buatlah rencana materi edukasi yang perlu diberikan perawat dalam
perencanaan pulang pasien paska operasi pengangkatan batu empedu
Jawaban :
40
Gangguan metabolissme
Peroses Penyakit Penurunaan Fungsi Hati
Batu Empedu
Distensi Kandung empedu Aliran balik getah empedu Enzim SGOT SGPT
(duktus koleduktus ke
pancreas)
Bagian Fundus menyentuh Bersifat iritatif disaluran
bagian abdomen kartilago cerna
Iritasi Lumen
Penurunan peristaltik
Serabut Saraf eferen Cairan shif ke peritonium
hipotalamus Makanan tertahan di
lambung
Nyeri
41
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Nama Ny Z .(P)
2) RKD
Ny.Z mengatakan ia pernah mengalami nyeri pada area hati sebelah kanan.
Ny Z suka memakan makanan cepat saji, daging yang berlemak, gulai.
3) RKK
Anggota keluarganya tidak pernah mengalami penyakit yang dialami oleh
Ny.Z sekarang ini. Pasien juga mengatakan keluarganya ada yang
mengalami penyakit ginjal.
42
2. Pengkajian Fungsional Gordon
a. Pola Persepsi Dan Penanganan Kesehatan
Persepsi terhadap penyakit : Ny.Z memiliki pola makan yang kurang sehat karena
suka mengkonsumsi makanan yang mengandung kolesterol tinggi seperti
makanan cepat saji, kurang minum air putih dan jarang makan sayur. Sebelum
sakit jika ada keluhan Ny. Z berobat ke puskesmas.
Makan & Minum Sebelum sakit Makan & Minum Selama dirawat
(jenis, porsi yg dihabiskan) (jenis, porsi yg dihabiskan)
43
Pagi: 1 porsi nasi goreng Pagi: Menghabiskan 200 cc
Siang: Makan 1 porsi nasi, 1 potong tahu, 1 Siang: Menghabiskan 200 cc
potong lauk, sayur Malam: Menghabiskan 200 cc
Malam: Makan 1 porsi nasi, 1 potong lauk, Minum = 1000 cc
sayur
Minum =2.000 cc
BB = 45 Kg TB= 155 cm, Hb= 12,2 g/dl, tampak lemah dan lesu, rambut terlihat
tipis, kering dan mudah patah, kulit terlihat kering, bibir kering, membran mukosa
pucat, mual dan muntah
44
c. Pola Eliminasi: Keluhan : ……………….………….......................................
……..
d. Pola Aktivitas /Olah Raga: Keluhan : karena nyeri yang dirasakan aktivitas
pasien menjadi terganggu
Kemampuan Perawatan Diri (0 = Mandiri, 1 = Dengan Alat Bantu, 2 = Bantuan dari orang lain ,
3 = Bantuan peralatan dan orang lain, 4 = tergantung/tdk mampu)
0 1 2 3 4
Makan / minum √
Mandi √
Berpakaian/berdanda √
n
Toileting √
Mobilisasi ditempat √
tidur
Berpindah √
Berjalan √
Menaiki tangga √
Pemeliharaan rumah √
45
ALAT BANTU: ___Tdak ada _____Kruk √ Pispot ditempat tidur
_____Walker____Tongkat ______Belat/Mitela ________Kursi roda. Kekuatan
Otot :√
Kesimpulan......................................................................
4 4
4 4
e. Pola Istirahat Tidur: Keluhan: Ny.Z memiliki kebiasan tidur sekitar jam 10
malam dan bangun jam 5 subuh, Ny.Z mengatakan bahwa saat ini waktu tidurnya
berkurang karena Ny.Z sering terbangun karena nyeri yang ia rasakan.
Kebiasaan : 8 jam/malam
Merasa segar setelah tidur _____ Ta √ Tidak.
Lain-lain/kesimpulan: Waktu tidur pasien menjadi berkurang karena nyeri yang
dirasakan
46
_____ Protesis _____ Kanan / Kiri_____ Ya / Tidak_____
Vertigo:
Ketidak nyamanan/Nyeri: _____Tdak ada √ Akut Kronik _____
Deskripsi______________________________________________
Penatalaksanaan Nyeri: Terapi farmakologi dan Non farmkologi
Kesimpulan:______________________________________________________
________
47
Kehilangan/perubahan besar di masa lalu: ______ Tidak √ Ya ___________
Hal yang dilakukan saat ada masalah: menceritakan pada keluarga
Penggunaan obat untuk menghilangkan stres:tidak ada
Keadaan emosi dalam sehari hari:__ _santai √ tegang
Kesimpulan: tidak ada masalah
48
PEMERIKSAAN FISIK
Gambaran
49
Toraks
I: bentuk dada simetris, pergerakan dada antara
- Paru
kanan dan kiri simetris
Pa: Fremitus kanan dan kiri
Pe: Sonor kanan dan kiri
- Jantung
I: iktus cordis tidak terlihat
Pa: iktus cordis tidak teraba
Pe: tidak terdapat kardiomegali
Pe: timpani
A: bising usus 5x/menit
50
Lokasi Luka/nyeri/injuri*:
51
3. Menjelaskan diagnosis keperawatan yang dapat dirumuskan pada pasien
A. Analisa Data
52
2 Data Subjektif : Pergerakan
batu Ketidakseimbangan
- klien mengatakan mual Nutrisi kurang dari
- klien mengatakan nafsu makan kebutuhan tubuh bd
kurangnya asupan
berkurang Iritasi mukosa makanan
- klien merasa perut terasa kembung empedu
- klien mengatakan badan nya lemas Aktivitas
Data Objektif : syaraf nyer
organ viseral
- berat badan sebelum sakit 55 kg, dan aktivitas
- Berat badan saat ini 45 kg simpatis
- klien terlihat lemas dan pucat Motilitas
lambung
menurun
Pengkajian ABCD
Pengosongan
lambung
A=BB 45 Kg, TB 155 cm
lambat
B= Hb 12,2 g/dl
Perut terasa
C= Tampak lemah dan lesu, rambut
penuh
terlihat tipis, kering dan mudah patah,
kulit terlihat kering, bibir kering, Nafsu makan
menurun
membran mukosa pucat
D= diet makanan lunak, frekuensi 3x Nutrisi kurang
dari kebutuhan
sehari, setiap makan habis ¼ porsi tubuh
110x/menit
53
• Membran mukosa kering Makanan
• Muntah 5x sebanyak 150 cc tertahan di
dalam lambung
Mual/muntah
Penurunan
volume cairan
Intervensi Keperawatan
54
antisipasi dari
ketidaknyamanan akibat
prosedur
Kurangi atau eliminasi
faktor-faktor yang dapat
mencetus atau
meningkatkan nyeri
(misalnya ketakutan,
kelelahan, keadaan
menonton, dan kurang
pengetahuan •
Ajarkan penggunaan
teknik non farmakologi
berupa terapi relaksasi
autogenik (Syamsiah dan
Muslihat, 2015)
Dukung istirahat/tidur
yang adekuat untuk
membantu penurunan
nyeri
55
Berikan makanan tinggi
serat untuk mencegah
konstipasi
Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
Berikan suplemen
makanan jika diperlukan
5614 Pengajaran:peresepan
diet
Definisi:
Mempersiapkan pasien agar
dapat mengikuti diet yang telah
disarankan
Aktitiftas:
Kaji pola pasien saat ini
dan sebelumnya,
termasuk makanan yang
disukai
Ajarkan pasien nama-
nama makanan yang
sesuai dengan diet yang
disarakan
Jelasakan pada pasien
mengenai tujuan
kepatuhan terhadap diet
yang disarakan terkait
dengan kesehatan
Instruksikan pasien untuk
menghindari makanan
yang dipantang dan
mengkonsumsi makanan
yang diperbolehkan
Sedikan contoh menu
makanan yang sesuai
56
1: sangat terganggu Timbang berat badan
5: tidak terganggu setiap hari dan monitor
status pasien
Jaga intake/asupan yang
Indikator: akurat dan catat output
Monitor status hidrasi
060101Tekanan darah Monitor tanda-tanda vital
060107 keseimbangan intake pasien
dan output dalam 24 jam Monitor perubahan berat
060109Berat badan stabil badan pasien sebelum
060116 Turgor kulit dan setelah dialisis
060117Kelembapan membran Monitor makanan/cairan
mukosa yang dikonsumsi dan
hitung asupan kalori
harian
Berikan terapi IV ,
seperti yang ditentukan
Monitor status giizi
Berikan cairan dengan
tepat
Distribusikan cairan
selama 24 jam
Dukung pasien dan
keluarga membantu
dalam pemberian
makanan yang baik
57
Sasaran : Klien Ny. Z dan Keluarga Klien di Ruang Rawat Inap
Bedah RSUD X
III. MATERIPENYULUHAN
1. Tujuan Diet makanan rendah lemak
2. Makanan yang perlu dibatasi pasca Operasi
IV. METODEPENYULUHAN
1. Ceramah
2. Diskusi
3. Tanyajawab
V. MEDIA
58
1. Leaflet
59
Durian, nagka dan nanas
Minyak kelapa, minyak jagung,
minyak kacang, margarine,
minyak kedelai dan santan.
Edukasi yang perlu diberikan terkait kondisi dan hal-hal yang perlu dilakukan pasien
pasca operasi
a. Pasien diberitahu posisi berbaring datar dan tidak boleh menaikan posisi kepala
b. Pasein diberitahu untuk menjaga posisi kali lurus saat berbaring yang bertujuan
untuk mencegah perdarahan di anjurakan posisi ini ke pasien selama 2-6 jam
paska operasi
c. Pasien penting diberitahukan untuk tidak duduk dan berdiri dulu
d. Pasien segera di edukasikan untuk diperbolehkan makan/minum dari diet yang
disediakan rumah sakit dan ajurkan untuk banyak minum untuk menghilangkan
kontras dari tubuh selama operasi
e. Beritahu pasien untuk melapor jika terasa nyeri dan adanya perdarahan disekitar
penusukan
f. Memberitahukan tindakan perawatan ini selama 3 hari kepada pasien dan jika
tidak ada keluhan yang dirasakan pada hari ketiga rawatan sudah diperbolehkan
pulang
BAB IV
60
PENUTUP
A. Kesimpulan
Diharapkan agar pasien batu empedu untuk menjaga pola hidup, nutrisi dan
menjaga kesehatnnya.
DAFTAR PUSTAKA
61
Cahyono, Suharjo B. 2009. Batu Empedu. Yogyakarta: Kanisus
Cahyono, B. S. 2014. Tatalaksana Klinis di Bidang Gastro dan Hepatologi. Jakarta
Sugeng Seto. Djumhana,A. 2010. Jurnal Kedokteran Batu Empedu pada Wanita
Lebih Besar. Bandung : Fakultas kedokteran Unpad-Rumah Sakit Hasan
Sadikin.
Ginting, S. 2012. A Description Characteristic Risk Factor of the Kolelitiasis disease
in the Colombia Asia Medan Hospital. Jurnal penelitian Dharma Agung (J-
DA). Medan.http://repository.maran atha.edu/ 12708/10/1110127
Journal.pdfdiakses pada tanggal 20 juli 2019.
Haryono, R. 2012. Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan. Yogyakarta:
Gosyen Publishing. J. Kedokt Meditek Volume 23, No.63 Juli- September
2017)
Muttaqin, Arif dan Sari, Kumala. 2011. Gangguan Gastrointestinal: Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika
Potter & Perry. ( 2005 ). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan
Praktik. Edisi 4. Volume 2. Jakarta : EGC
Rendy, M. Clevo &TH, Margareth. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan
Penyakit Dalam.Yogjakarta : Nuha Medika.
Samsiah,N & Muslihat, E ( 2014).Pengaruh terapi relaksasi outogenik terhadap
tingkat nyeri akut pada pasien abdominal pain di IGD RSUD Karawang
2014.Jurnal imlu Keperawatan, Volume lll, No 1, April 2015
Shigemi Kamitsuru, PhD,RN,FNI & T. Heather Herdman, PhD,RN,FNI (2018)
NANDA-I Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2018-2020. Edisi
11. Penerbit Buku Kedokteran. EGC
Sudoyo. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edis IV. Jakarta Penerbit
Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Sylvia A. Price and Lorraine M. Wilson, 2005. Patofisiologi : konsep klinis proses –
proses penyakit. Edisi 6. Jakarta : EGC
62
Tylor M. Cyntia & Ralph Sparks Sheila (2003). Diagnosis Keperawatan Dengan
Rencana Asuhan. Edisi 10. Penerbit Buku Kedokteran. EGC
63