Anda di halaman 1dari 73

MAKALAH

PROFESI KEPERAWATAN DASAR KLINIS

KEBUTUHAN ELIMINASI

OLEH

MERI HANDAYANI

2041312008

PROGRAM STUDI PROFESI

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

2020
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah..........................................................................3
B. Rumusan Masalah...................................................................................4
C. Tujuan Penelitian.....................................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Definisi eliminasi 5
B. Anatomi dan fisiologi system eliminasi 5
C. Faktor yang mempengaruhi kebutuhan eliminasi 2
D. Patofisiologi kebutuhan eliminasi 22
E. Komposisi eliminasi 24
F. Masalah-masalah dalam eliminasi 24
G. Tanda dan gejala gangguan eliminasi 25
H. Pemeriksaan penunjang 27
I. Karakteristik eliminasi 27
J. Konsep dasar asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien
dengan gangguan kebutuhan eliminasi 30
K. Tindakan-tindakan pada pasien dengan gangguan kebutuhan eliminasi
37

BAB III STUDI ASUHAN KEPERAWATAN


A. Studi Kasus..............................................................................................52
B. Asuahan Keperawatan ............................................................................52

BAB IV PEMBAHASAN ..............................................................................68


BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................................70
B. Saran........................................................................................................70

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................72

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia merupakan mahluk hidup yang paling komplek yang diciptakan


tuhan YME. Sebagai mahluk hidup, tentunya manusia memerlukan makan dan
hasil dari proses makanan tersebut akan dikeluarkan sebagai kotoran yang tidak
lagi bermanfaat bagi tubuh manusia itu sendiri. Proses pengubahan dari makanan
sampai menjadi sisa dinamakan proses pencernaan yang dilakukan oleh organ
percernaan di dalam tubuh manusia. Sedangkan proses pengeluaran kotoran
tersebut dinamakan eliminasi. Eliminasi materi sampah merupakan salah satu dari
proses metabolic tubuh. Produk sampah dikeluarkan melalui paru-paru, kulit,
ginjal dan pencernaan. Paru-paru secara primer mengeluarkan karbondioksida,
sebuah bentuk gas yang dibentuk selama metabolisme pada jaringan. Hampir
semua karbondioksida dibawa keparu-paru oleh system vena dan diekskresikan
melalui pernapasan. Kulit mengeluarkan air dan natrium / keringat.

Pemenuhan kebutuhan eliminasi terdiri dari kebutuhan eliminasi fecal


(berhubungan dengan defekasi) dan kebutuhan eliminasi uri (berhubungan dengan
berkemih). Dalam memenuhi kebutuhan eliminasi, sangat di perlukan pengawasan
terhadap masalah yang berhubungan dengan gangguan kebutuhan eliminasi,
seperti: obstipasi, inkontinensia, retensi urine, dan lain-lain. Gangguan tersebut
dapat mengganggu pola aktivitas sehari-hari. Untuk memenuhi kebutuhan
eliminasi, ada beberapa prosedur keperawatan yang dapat dilakukan, di antaranya
pemenuhan kebutuhan eliminasi fecal dengan pispot pada pasien yang tidak
mampu melakukannya secara mandiri, melakukan huknah rendah, huknah tinggi,
pemberian gliserin per-rektal, evakuasi feces manual, memenuhi kebutuhan
eliminasi urine dengan urinal, pada pasien yang tidak mampu melakukan secara
mandiri dan pemasangan kateter kondom.

3
B. Rumusan Masalah

Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami gangguan

kebutuhan eliminasi?

C. Tujuan

1. Tujuan umum

Mampu mendeskripsikan asuhan keperawatan pada pasien yang

mengalami gangguan kebutuan eliminasi .

2. Tujuan khusus

1) Mengetahui definisi eliminasi

2) Mengetahui anatomi dan fisiologi system eliminasi

3) Mengetahui faktor yang mempengaruhi kebutuhan eliminasi

4) Mengetahui patofisiologi kebutuhan eliminasi.

5) Mengetahui komposisi eliminasi

6) Mengetahui masalah-masalah dalam eliminasi .

7) Mengetahui tanda dan gejala gangguan eliminasi

8) Mengetahui pemeriksaan penunjang untuk gangguan kebutuhan

eliminasi.

9) Mengetahui karakteristik eliminasi

10) Mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan yang diberikan pada

pasien dengan gangguan kebutuhan eliminasi .

11) Mengetahui tindakan-tindakan pada pasien dengan gangguan

kebutuhan eliminasi

4
BAB II

KONSEP DASAR TEORITIS

2.1 Pengertian Eliminasi


Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urin
atau feses (tinja).
Eliminasi pada manusia digolongkan menjadi 2 macam, yaitu:
A. Buang Air Besar (BAB)
Adalah suatu tindakan atau proses makhluk hidup untuk membuang kotoran
atau tinja yang padat atau setengah padat yang berasal dari sistem
pencernaan. BAB ini juga disebut dengan Defekasi (Dianawuri, 2009).
Eliminasi BAB adalah pengeluaran feses dari anus ke rektum
B. Buang Air Kecil (BAK)
Adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih terisi. BAK
ini juga sering disebut dengan Miksi.
Eliminasi BAK adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh berupa
urine

2.2 Anatomi dan Fisiologi Dalam Eliminasi


2.2.1 Anatomi dan Fisologi Buang Air Besar (BAB)/Defekasi

a. Mulut

Mulut merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan


dan air pada manusia. Mulut biasanya terletak di kepala dan umumnya
merupakan bagian awal dari sistem pencernaan lengkap yang berakhir di anus.
Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari
mulut dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa
yang terdapat di permukaan lidah. Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari
manis, asam, asin dan pahit.

5
Mulut atau oris terdiri atas dua bagian yaitu 1. Bagian luar yang sempit atau
vestibula dimana terdapat didalamnya gusi, gigi, bibir dan pipi ; 2. Bagian
rongga mulut dalam yaitu rongga mulut yang dibatasi sisinya oleh tulang
maksilaris,platum dan mandubularis di sebelah belakang bersambung dengan
faring. Diluar mulut ditutupi oleh kulit dan didalamnya ditutupi oleh selaput
lendir (mukosa).

Didalam rongga mulut terdapat gigi, kelenjar ludah, dan lidah


• Gigi
Gigi terdapat 2 macam yaitu

- Gigi sementara atau gigi susu mulai tumbuh pada umur 6-7 bulan dan
lengkap pada umur 2 ½ tahun jumlahnya 20 buah terdiri atas: 8 buah gigi
seri (dens insisivus),4 buah gigi taring (dens kaninus), 8 buah gigi
geraham (molare)
- Gigi tetap (permanen) tumbuh pada umur 6-18 tahun jumlahnya 32 buah
terdiri atas: 8 buah gigi susu (dens insisivus),

Fungsi gigi: gigi seri untuk memotong makanan, gigi taring untuk
memutuskan makanan yang keras dan liat dan gigi geraham untuk mengunyah
makanan yang sudah dipotong-potong.
• Kelenjar Ludah
Kelenjar Ludah merupakan kelenjar yang mempunyai duktus yang
bernama duktus (saluran) wartoni dan stensoni . Kelenjar ludah ada 2 yaitu
kelenjar submaksilaris(kelenjar ludah bawah rahang) yang terdapat di bawah
tulang rahang atas pada bagian tengah dan kelenjar sublingualis (Kelenjar
ludah bawah lidah) yang terdapat di bagian depan dibawah lidah.
Kelenjar ludah dihasilkan didalam rongga mulut. Disekitar rongga mulut
terdapat 3 buah kelenjar ludah yaitu:
- Kelenjar parotis terdapat di bawah depan telinga diantara prosesus
mastoid kiri dan kanan os mandibular,duktus stensoni. Duktus ini keluar
dari glandula parotis menuju ke rongga mulut melalui pipi (muskulus
buksinator)
- Kelenjar submaksilaris terletak di bawah rongga mulut bagian
belakang,duktus wartoni, bermuara di rongga mulut dekat dengan
frenulum lingua.
- Kelenjar sublingualis terletak di bawah selaput lendir dasar rongga mulut.

• Lidah
Lidah terdiri atas otot serat lintang dan dilapisi oleh selaput lendir,
kerja otot lidah dapat digerakkan ke segala arah. Lidah dibagi menjadi 3

6
bagian yaitu radiks lingua (pangkal lidah), dorsum lingua (punggung lidah),
apeks lingua (ujung lidah). Pada pangkal lidah belakang terdapat epiglottis
yang berfungsi untuk menutup jalannya napas pada waktu menelan makanan.
Di punggung lidah terdapat puting-puting pengecap atau ujung saraf
pengecap. Frenulum lingua merupakan selaput lendir yang terdapat pada
bagian kira-kira di tengah,jika lidah digerakkan ke atas makan akan terlihat
selaput lendir.Pada pertengahan flika sublingual terdapat saluran dari glandula
parotis, submaksilaris dan glandula sublingualis.
Fungsi lidah :
a. Untuk membersihkan gigi serta rongga mulut antara pipi dan gigi
b. Mencampur makanan dengan ludah
c. Untuk menolak makanan dan minuman kebelakang
d. Untuk berbicara
e. Untuk mengecap manis, asin dan pahit
f. Untuk merasakan dingin dan panas.

 Mekanisme sistem pencernaan di mulut


Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh gigi
belakang (molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah
dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari
makanan tersebut dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai
mencernanya. Ludah juga mengandung antibodi dan enzim (misalnya lisozim),
yang memecah protein dan menyerang bakteri secara langsung. Proses menelan
dimulai secara sadar dan berlanjut secara otomatis.

b. Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui
sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan
berjalan melalui kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik. Sering

7
juga disebut esofagus(dari bahasa Yunani: oeso – “membawa”, dan phagus –
“memakan”). Esofagus bertemu dengan faring pada ruas ke-6 tulang
belakang. Menurut histologi.

Esofagus dibagi menjadi tiga bagian:

 bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka)


 bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus)
 serta bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus).
c. Lambung

Lambung berawal dari esophagus dan berakhir pada duodenum usus halus.
Terdiri dari 3 bagian yaitu:

o Kardia di sekitar sfingter esophageal bawah


o Fundus pada bagian puncak
o Antrum di bagian bawah
Bagian lambung terdiri dari:
o Fundus Ventrikuli adalah bagian yang menonjol keatas terletak
sebelah kiri osteum kardium dan biasaya berisi gas.
o Korpus Ventrikuli, adalah suatu lekukan pada bagian bawah kurbatura
minor.
o Antrum pylorus adalah bagian lambung berbentuk tabung mempunyai
otot yang tebal membentuk sfingter pylorus.
o Kurvatura minor terdapat di sebelah kanan lambung,terbentang dari
osteum kardiakm sampai ke pylorus.
o Kurvatura mayor terbentang dari sisi kiri osteum kardiak melalui
fundus ventrikuli menuju ke kanan sampai ke pilorus inferior.
Ligamentum gastrolienalis terbentang dari bagian atas kurvatura
mayor sampai ke limpa.
o Osteum Kardiak merupakan tempat esofagus bagian abdomen masuk
ke lambung. Pada bagian ini terdapat orifisium pilorik.
 Cara Kerja Lambung

8
Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot berbentuk
cincin (sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan normal,
sfinter menghalangi masuknya kembali isi lambung ke dalam kerongkongan.
Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara ritmik
untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi
lambung menghasilkan 3 zat penting :

o Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung. Setiap
kelainan pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan kerusakan yang mengarah
kepada terbentuknya tukak lambung.
o Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh
pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan
sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri.
o Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein)

Di dalam lambung terjadi pencernaan kimiawi dengan bantuan enzim yaitu:


1)      Amylase saliva melanjutkan pencernaan amilum di bagian fundus
2)      Pepsin membantu pemecahan protein
3)      Lipase membantu pemecahan lipid susu (terutama pada bayi dan anak)
4)     Rennin membantu pencernaan susu pada bayi. Rennin dan kalsium
menyebabkan koagulasi susu, sehingga lebih lama berada di lambung untuk
dicerna.

d. Usus halus (Usus kecil)

Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang
terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh
darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta.
Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang
membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding
usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan
lemak.

9
Lapisan usus halus terdiri atas : lapisan mukosa ( sebelah dalam ),
lapisan otot melingkar ( M sirkuler ), lapisan otot memanjang ( M
Longitidinal ) dan lapisan serosa ( Sebelah Luar )

Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari
(duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum).

1. Usus dua belas jari (Duodenum)


Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang
terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum).
Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus,
dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum Treitz. Usus ini
memiliki panjang sekitar 25 cm,berbentuk sepatu kuda melengkung ke kiri
pada lengkungan ini terdapat pancreas. Pada bagian kanan duodenum terdapat
selpaut lendir yang membukit di sebut papila vateri.. pada papila vateri
bermuara saluran empedu (duktus koledokus) dan saluran pakreas (duktus
wirsungi/ duktus pankreatikus).

Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak


terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang
normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua
muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu. Nama duodenum
berasal dari bahasa Latin duodenum digitorum, yang berarti dua belas jari.

 Cara Kerja usus duodenum

Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum),


yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam
duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus
halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan sinyal kepada lambung untuk
berhenti mengalirkan makanan.

2. Usus Kosong (jejenum)


Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah
bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan
usus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus
antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus
penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium.

Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat


jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan dari usus. Secara histologis
dapat dibedakan dengan usus dua belas jari, yakni berkurangnya kelenjar
Brunner. Secara hitologis pula dapat dibedakan dengan usus penyerapan,
yakni sedikitnya sel goblet dan plak Peyeri. Sedikit sulit untuk membedakan

10
usus kosong dan usus penyerapan secara makroskopis. Jejunum diturunkan
dari kata sifat jejune yang berarti “lapar” dalam bahasa Inggris modern. Arti
aslinya berasal dari bahasa Latin, jejunus, yang berarti “kosong”.

3. Usus Penyerapan (illeum)


Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus.
Pada sistem pencernaan manusia, ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan
terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu.
Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi
menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu .

e. Usus Besar (Kolon)

Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu
dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses.

Usus besar terdiri dari :

o Usus Buntu (sekum)

Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, “buta”) dalam istilah
anatomi adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta
bagian kolon menanjak dari usus besar. Organ ini ditemukan pada mamalia,
burung, dan beberapa jenis reptil. Sebagian besar herbivora memiliki sekum
yang besar, sedangkan karnivora eksklusif memiliki sekum yang kecil, yang
sebagian atau seluruhnya digantikan oleh umbai cacing.

 Umbai Cacing (Appendix)

11
Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu.
Dalam anatomi manusia, umbai cacing atau dalam bahasa Inggris, vermiform
appendix (atau hanya appendix) adalah ujung buntu tabung yang
menyambung dengan caecum. Umbai cacing terbentuk dari caecum pada
tahap embrio. Dalam orang dewasa, Umbai cacing berukuran sekitar 10 cm
tetapi bisa bervariasi dari 2 sampai 20 cm. Walaupun lokasi apendiks selalu
tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa berbeda – bisa di retrocaecal atau di
pinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak di peritoneum.

Apendiks berfungsi dalam sistem limfatik.

o Kolon asendens (kanan)


Panjangnya sekitar 13 cm terletak di bawah abdomen sebelah kanan,
membujur keatas dari dari ileum ke bawah hati.
o Kolon transversum
Panjangnya sekitar 38 cm,membujur dari kolon desendens berada dibawah
abdomen, sebelah kanan terdapat fleksura hepatica dan sebelah kiri terdapat
fleksura lienalis.
o Kolon desendens (kiri)
Panjangnya sekitar 25 cm ,terletak di bawah abdomen bagian kiri membujur
dari atas ke bawah dan fleksura lienalis sampai ke depan ileum kiri
bersambung dengan kolon sigmoid
o Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum)
Kolon sigmoid merupakan lanjutan kolon desendens, terletak miring dalam
rongga pelvis sebelah kiri,bentuknya menyerupai huruf S, ujung bawahnya
berhubungan dengan rectum

f. Rektum dan anus

12
 Rektum

Rektum (Bahasa Latin: regere, “meluruskan, mengatur”) adalah


sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid)
dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan
sementara feses.

Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang


lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan
tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar
(BAB). Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di
dalam rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk
melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan
dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air akan kembali
dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan
pengerasan feses akan terjadi.

Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi
dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot
yang penting untuk menunda buang air besar.

 Anus

Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah


keluar dari tubuh. Anus terletak di dasar pelvis, dindingnya diperkuat oleh 3
sfingter.

a) Sfingter ani internus (sebelah atas), bekerja tidak menuruti kehendak.


b) Sfingter levator ani , bekerja juga tidak menuruti kehendak
c) Sfingter ani eksternus ( sebelah bawah), bekerja menuruti kehendak.

Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagiannya


lagi dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses
dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar) , yang merupakan
fungsi utama anus.

13
2.2.2 Anatomi dan Fisiologi Buang Air Kecil (BAK)/Miksi

1. GINJAL

Kedudukan ginjal terletak dibagian belakang dari kavum abdominalis di


belakang peritonium pada kedua sisi vertebra lumbalis III, dan melekat langsung
pada dinding abdomen. Bentuknya seperti biji buah kacang merah (kara/ercis),
jumlahnaya ada 2 buah kiri dan kanan, ginjal kiri lebih besar dari pada ginjal
kanan.

Pada orang dewasa berat ginjal ± 200 gram. Dan pada umumnya ginjal laki –
laki lebih panjang dari pada ginjal wanita.Satuan struktural dan fungsional ginjal
yang terkecil di sebut nefron. Tiap – tiap nefron terdiri atas komponen vaskuler
dan tubuler. Komponen vaskuler terdiri atas pembuluh – pembuluh darah yaitu
glomerolus dan kapiler peritubuler yang mengitari tubuli. Dalam komponen
tubuler terdapat kapsul Bowman, serta tubulus – tubulus, yaitu tubulus kontortus
proksimal, tubulus kontortus distal, tubulus pengumpul dan lengkung Henle yang
terdapat pada medula.

Kapsula Bowman terdiri atas lapisan parietal (luar) berbentuk gepeng dan
lapis viseral (langsung membungkus kapiler golmerlus) yang bentuknya besar
dengan banyak juluran mirip jari disebut podosit (sel berkaki) atau pedikel yang
memeluk kapiler secara teratur sehingga celah – celah antara pedikel itu sangat
teratur.

Kapsula bowman bersama glomerolus disebut korpuskel renal, bagian tubulus


yang keluar dari korpuskel renal disabut dengan tubulus kontortus proksimal

14
karena jalannya yang berbelok – belok, kemudian menjadi saluran yang lurus
yang semula tebal kemudian menjadi tipis disebut ansa Henle atau loop of Henle,
karena membuat lengkungan tajam berbalik kembali ke korpuskel renal asal,
kemudian berlanjut sebagai tubulus kontortus distal.

a. Bagian – Bagian Ginjal

Bila sebuh ginjal kita iris memanjang, maka aka tampak bahwa ginjal terdiri dari
tiga bagian, yaitu bagian kulit (korteks), sumsum ginjal (medula), dan bagian
rongga ginjal (pelvis renalis).

1. Kulit Ginjal (Korteks)

Pada kulit ginjal terdapat bagian yang bertugas melaksanakan penyaringan


darah yang disebut nefron. Pada tempat penyarinagn darah ini banyak
mengandung kapiler – kapiler darah yang tersusun bergumpal – gumpal
disebut glomerolus. Tiap glomerolus dikelilingi oleh simpai bownman, dan
gabungan antara glomerolus dengan simpai bownman disebut badan malphigi

Penyaringan darah terjadi pada badan malphigi, yaitu diantara


glomerolus dan simpai bownman. Zat – zat yang terlarut dalam darah akan
masuk kedalam simpai bownman. Dari sini maka zat – zat tersebut akan
menuju ke pembuluh yang merupakan lanjutan dari simpai bownman yang
terdapat di dalam sumsum ginjal.

2. Sumsum Ginjal (Medula)

Sumsum ginjal terdiri beberapa badan berbentuk kerucut yang disebut


piramid renal. Dengan dasarnya menghadap korteks dan puncaknya disebut
apeks atau papila renis, mengarah ke bagian dalam ginjal. Satu piramid
dengan jaringan korteks di dalamnya disebut lobus ginjal. Piramid antara 8
hingga 18 buah tampak bergaris – garis karena terdiri atas berkas saluran
paralel (tubuli dan duktus koligentes). Diantara pyramid terdapat jaringan
korteks yang disebut dengan kolumna renal. Pada bagian ini berkumpul
ribuan pembuluh halus yang merupakan lanjutan dari simpai bownman. Di
dalam pembuluh halus ini terangkut urine yang merupakan hasil penyaringan
darah dalam badan malphigi, setelah mengalami berbagai proses.

3. Rongga Ginjal (Pelvis Renalis)

Pelvis Renalis adalah ujung ureter yang berpangkal di ginjal,


berbentuk corong lebar. Sabelum berbatasan dengan jaringan ginjal, pelvis
renalis bercabang dua atau tiga disebut kaliks mayor, yang masing – masing

15
bercabang membentuk beberapa kaliks minor yang langsung menutupi papila
renis dari piramid. Kliks minor ini menampung urine yang terus kleuar dari
papila. Dari Kaliks minor, urine masuk ke kaliks mayor, ke pelvis renis ke
ureter, hingga di tampung dalam kandung kemih (vesikula urinaria).

b. Fungsi Ginjal:

1. Mengekskresikan zat – zat sisa metabolisme yang mengandung


nitrogennitrogen, misalnya amonia.
2. Mengekskresikan zat – zat yang jumlahnya berlebihan (misalnya gula dan
vitamin) dan berbahaya (misalnya obat – obatan, bakteri dan zat warna).
3. Mengatur keseimbangan air dan garam dengan cara osmoregulasi.
4. Mengatur tekanan darah dalam arteri dengan mengeluarkan kelebihan asam
atau basa.

2. URETER

Terdiri dari 2 saluran pipa masing – masing bersambung dari ginjal ke


kandung kemih (vesika urinaria) panjangnya ± 25 – 30 cm dengan penampang
± 0,5 cm. Ureter sebagian terletak dalam rongga abdomen dan sebagian
terletak dalam rongga pelvis.

Lapisan dinding ureter terdiri dari :

 Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)


 Lapisan tengah otot polos
 Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa

Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan – gerakan peristaltik tiap 5


menit sekali yang akan mendorong air kemih masuk ke dalam kandung kemih
(vesika urinaria). Gerakan peristaltik mendorong urin melalui ureter yang
dieskresikan oleh ginjal dan disemprotkan dalam bentuk pancaran, melalui
osteum uretralis masuk ke dalam kandung kemih.

Ureter berjalan hampir vertikal ke bawah sepanjang fasia muskulus psoas


dan dilapisi oleh pedtodinium. Penyempitan ureter terjadi pada tempat ureter
terjadi pada tempat ureter meninggalkan pelvis renalis, pembuluh darah, saraf dan
pembuluh sekitarnya mempunyai saraf sensorik.

3. VESIKULA URINARIA ( Kantung Kemih )

Kandung kemih dapat mengembang dan mengempis seperti balon


karet, terletak di belakang simfisis pubis di dalam ronga panggul.

16
Bentuk kandung kemih seperti kerucut yang dikelilingi oleh otot yang kuat,
berhubungan ligamentum vesika umbikalis medius.

Bagian vesika urinaria terdiri dari :

1. Fundus, yaitu bagian yang mengahadap kearah belakang dan bawah, bagian
ini terpisah dari rektum oleh spatium rectosivikale yang terisi oleh jaringan
ikat duktus deferent, vesika seminalis dan prostate.
2. Korpus, yaitu bagian antara verteks dan fundus.
3. Verteks, bagian yang maju kearah muka dan berhubungan dengan ligamentum
vesika umbilikalis.
4. Dinding kandung kemih terdiri dari beberapa lapisan yaitu, peritonium
(lapisan sebelah luar), tunika muskularis, tunika submukosa, dan lapisan
mukosa (lapisan bagian dalam).

Proses Miksi (Rangsangan Berkemih).

Distensi kandung kemih, oleh air kemih akan merangsang stres


reseptor yang terdapat pada dinding kandung kemih dengan jumlah ± 250 cc
sudah cukup untuk merangsang berkemih (proses miksi). Akibatnya akan
terjadi reflek kontraksi dinding kandung kemih, dan pada saat yang sama
terjadi relaksasi spinser internus, diikuti oleh relaksasi spinter eksternus, dan
akhirnya terjadi pengosongan kandung kemih.

Rangsangan yang menyebabkan kontraksi kandung kemih dan


relaksasi spinter interus dihantarkan melalui serabut – serabut para simpatis.
Kontraksi sfinger eksternus secara volunter bertujuan untuk mencegah atau
menghentikan miksi. kontrol volunter ini hanya dapat terjadi bila saraf – saraf
yang menangani kandung kemih uretra medula spinalis dan otak masih utuh.

Bila terjadi kerusakan pada saraf – saraf tersebut maka akan terjadi
inkontinensia urin (kencing keluar terus – menerus tanpa disadari) dan retensi
urine (kencing tertahan). Persarafan dan peredaran darah vesika urinaria,
diatur oleh torako lumbar dan kranial dari sistem persarafan otonom. Torako
lumbar berfungsi untuk relaksasi lapisan otot dan kontraksi spinter interna.

Peritonium melapis kandung kemih sampai kira – kira perbatasan


ureter masuk kandung kemih. Peritoneum dapat digerakkan membentuk
lapisan dan menjadi lurus apabila kandung kemih terisi penuh. Pembuluh
darah Arteri vesikalis superior berpangkal dari umbilikalis bagian distal, vena
membentuk anyaman dibawah kandung kemih. Pembuluh limfe berjalan
menuju duktus limfatilis sepanjang arteri umbilikalis.

17
4. URETRA

Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung


kemih yang berfungsi menyalurkan air kemih keluar. Pada laki- laki uretra
bewrjalan berkelok – kelok melalui tengah – tengah prostat kemudian
menembus lapisan fibrosa yang menembus tulang pubis kebagia penis
panjangnya ± 20 cm.

Ureter pada laki-laki terdiri dari :

1. Uretra Prostaria
2. Uretra membranosa
3. Uretra kavernosa

Lapisan uretra laki – laki terdiri dari lapisan mukosa (lapisan paling
dalam),dan lapisan mubmukosa. Uretra pada wanita terletak dibelakang
simfisis pubisberjalan miring sedikit kearah atas, panjangnya ± 3 – 4 cm.
Lapisan uretra pada wanita terdiri dari Tunika muskularis (sebelah luar),
lapisan spongeosa merupakan pleksus dari vena – vena, dan lapisan mukosa
(lapisan sebelah dalam).Muara uretra pada wanita terletak di sebelah atas
vagina (antara klitoris dan vagina) dan uretra di sini hanya sebagai saluran
ekskresi.

C. Urine (Air Kemih)

1. Sifat – sifat air kemih

 Jumlah eksresi dalam 24 jam ± 1.500 cc tergantung dari masuknya (intake)


cairan serta faktor lainnya.
 Warna bening muda dan bila dibiarkan akan menjadi keruh.
 Warna kuning terantung dari kepekatan, diet obat – obatan dan sebagainya.
 Bau khas air kemih bila dibiarkan terlalu lama maka akan berbau amoniak.
 Berat jenis 1.015 – 1.020.
 Reaksi asam bila terlalu lama akan menjadi alkalis, tergantung pada diet
(sayur menyebabkan reaksi alkalis dan protein memberi reaksi asam).

2. Komposisi air kemih

 Air kemih terdiri dari kira – kira 95 % air


 Zat – zat sisa nitrogen dari hasil metabolisme protein asam urea, amoniak dan
kreatinin
 Elektrolit, natrium, kalsium, NH3, bikarbonat, fosfat dan sulfat
 Pigmen (bilirubin, urobilin)

18
 Toksin
 Hormon

3. Mekanisme Pembentukan Urine

Dari sekitar 1200ml darah yang melalui glomerolus setiap menit terbentuk
120 – 125ml filtrat (cairan yang telah melewati celah filtrasi). Setiap harinyadapat
terbentuk 150 – 180L filtart. Namun dari jumlah ini hanya sekitar 1% (1,5 L)
yang akhirnya keluar sebagai kemih, dan sebagian diserap kembali.

4. Ciri – ciri Urine Normal

Rata – rata dalam satu hari 1 – 2 liter, tapi berbeda – beda sesuai
dengan jumlah cairan yang masuk. Warnanya bening oranye pucat tanpa
endapan, baunya tajam, reaksinya sedikit asam terhadap lakmus dengan pH
rata – rata 6.

1. Tahap Filtrasi (Penyaringan)

Proses ini terjadi di glomerulus. Cairan yang tersaring ditampung oleh


simpai Bowman. Cairan tersebut tersusun oleh urea, glukosa, air, ion-ion
anorganik seperti natrium kalium, kalsium, dan klor. Darah dan protein tetap
tinggal di dalam kapiler darah karena tidak dapat menembus pori–pori
glomerulus.Cairan yang tertampung di simpai Bowman disebut urine primer.
Selama 24 jam darah yang tersaring dapat  encapai 170 liter.

2. Reabsorbsi/Penyerapan Kembali

Proses ini terjadi di tubulus kontortus proksimal. Proses yang terjadi


adalah penyerapan kembali zat-zat yang masih dapat diperlukan oleh tubuh. Zat
yang diserap kembali adalah glukosa, air, asam amino dan ion-ion anorganik.
Sedangkan urea hanya sedikit diserap kembali. Cairan yang dihasilkan dari proses
reabsorbsi disebut urine sekunder.

3. Tahap Augmentasi (Pengumpulan)

Proses ini terjadi di tubulus kontortus distal dan juga di saluran


pengumpul. Pada bagian ini terjadi pengumpulan cairan dari proses sebelumnya.
Di bagian ini juga masih terjadi penyerapan ion natrium, klor serta urea. Cairan
yang dihasilkan sudah berupa urine sesungguhnya, yang kemudian disalurkan
ke rongga ginjal.

19
Urine yang sudah terbentuk dan terkumpul di rongga ginjal dibuang keluar
tubuh melalui ureter, kandung kemih dan uretra. Proses pengeluaran urine
disebabkan oleh adanya tekanan di dalam kandung kemih. Tekanan pada kandung
kemih selain disebabkan oleh pengaruh saraf juga adanya kontraksi otot perut dan
organ-organ yang menekan kandung kemih. Dan tahap ini merupakan tahap akhir
dari proses pembentukan urine.

2.3 Faktor yang mempengaruhi eliminasi


2.3.1 Penyebab / faktor predisposisi eliminasi urine
1. Pertumbuhan dan Perkembangan
Proses penuaan mengganggu proses eliminasi urin. Perubahan fungsi
ginjal dan kandung kemih juga terjadi seiring dengan proses penuaan.
Kecepatan filtrasi glomerulus menurun disertai penurunan kemampuan
ginjal untuk memekatkan urin, sehingga lansia sering mengalami
nokturia (urinasi berlebihan pada malam hari)
2. Faktor Psikologis
Ansietas dan stress emosional dapat menimbulkan dorongan untuk
berkemih dan frekuensi berkemih meningkat. Ansietas juga dapat
membuat individu tidak mampu berkemih sampai tuntas. Ketegangan
emosional membuat relaksasi otot abdomen dan otot perineum
menjadi sulit. Apabila sfingter uretra eksterna tidak berelaksasi secara
total , buang air dapat menjadi tidak tuntas dan terdapat sisa urin di
dalam kandung kemih.
3. Tonus Otot
Lemahnya otot abdomen dan otot dasar panggul merusak kontraksi
kandung kemih dan kontrol sfingter uretra eksterna. Kontrol mikturisi
yang buruk dapat diakibatkan oleh otot yang tidak dipakai , yang
merupakan akibat dari lamanya imobilitas , peregangan otot selama
melahirkan , atrofi otot setelah menopause, dan kerusakan otot akibat
trauma.
4. Kondisi Penyakit
Beberapa penyakit dapat mempengaruhi kemampuan untuk berkemih.
Adanya luka pada saraf perifer yang menuju ke kandung kemih
menyebabkan hilangnya tonus kandung kemih , berkurangnya sensasi
penuh kandung kemih, dan individu mengalami kesulitan untuk
mengontrol urinasi. Misalnya diabetes mellitus dan sklerosis multiple
menyebabkan kondisi neuropatik yang mengubah fungsi kandung
kemih.
5. Obat – obatan

20
Diuretik mencegah rebsorpsi air dan elektrolit tertentu untuk
meningkatkan haluaran urin. Retensi urin dapat disebabkan oleh
penggunaan obat antikolinergik (mis. atropin), antihistamin (mis.
sudafed), antihipertensi (mis. aldomet), dan obat penyekat beta –
adrenergic.

2.2.3 Penyebab / faktor predisposisi eliminasi Fekal

a. Usia
Pada usia bayi control defekasi belum berkembang, sedangkan pada usia
lanjut control defekasi menurun.
b. Diet
Makanan berserat akan mempercepat produksi feses, banyaknya makanan
yang masuk ke dalam tubuh juga mempengaruhi proses defekasi.
c. Intake cairan
Intake cairan yang kurang akan menyebebkan fases menjadi lebih keras di
sebabkan oleh absorpsi cairan yang meningkat.
d. Aktivitas
Tonus otot abdomen, pelvis dan diafragma akan sangat membantu proses
defekasi. Gerakan peristaltik akan mempermudah bahan feses bergerak
sepanjang kolon.
e. Fisiologi
Keadaan cemas, takut dan marah akan meningkatkan peristaltic, sehingga
menyebabkan diare.
f. Pengobatan
Beberapa jenis obat dapat menyebabkan diare dan konstipasi.
g. Gaya hidup
Kebisaan untuk melatih pola buang air besar sejak kecil secara teratur,
fasilitas buang air besar dan kebiasaan menahan buang air besar.
h. Penyakit
Beberapa penyakit pencernaan dapat menimbulkan diare dan konstipasi.
i. Anastesi dan pembedahan
Anastesi umumdapat menghalangi impuls parasimpatis, sehingga kadang-
kadang dapat menyebabkan ileus usus kondisi ini dapat berlangsung
selama 24-48 jam.
j. Nyeri
Pengalaman nyeri waktu buang air besar seperti adanya hemoroid

21
2.4 Patofisiologi
2.4.1 Gangguan Eliminasi Urin
Gangguan pada eliminasi sangat beragam seperti yang telah dijelaskan di
atas. Masing-masing gangguan tersebut disebabkan oleh etiologi yang berbeda.
Pada pasien dengan usia tua, trauma yang menyebabkan cedera medulla spinal,
akan menyebabkan gangguan dalam mengkontrol urin/ inkontinensia urin.
Gangguan traumatik pada tulang belakang bisa mengakibatkan kerusakan pada
medulla spinalis. Lesi traumatik pada medulla spinalis tidak selalu terjadi
bersama-sama dengan adanya fraktur atau dislokasi. Tanpa kerusakan yang nyata
pada tulang belakang, efek traumatiknya bisa mengakibatkan efek yang nyata di
medulla spinallis. Cedera medulla spinalis (CMS) merupakan salah satu
penyebab gangguan fungsi saraf termasuk pada persyarafan berkemih dan
defekasi.
Komplikasi cedera spinal dapat menyebabkan syok neurogenik dikaitkan
dengan cedera medulla spinalis yang umumnya dikaitkan sebagai syok spinal.
Syok spinal merupakan depresi tiba-tiba aktivitas reflex pada medulla spinalis
(areflexia) di bawah tingkat cedera. Dalam kondisi ini, otot-otot yang dipersyarafi
oleh bagian segmen medulla yang ada di bawah tingkat lesi menjadi paralisis
komplet dan fleksid, dan refleks-refleksnya tidak ada. Hal ini mempengaruhi
refleks yang merangsang fungsi berkemih dan defekasi. Distensi usus dan ileus
paralitik disebabkan oleh depresi refleks yang dapat diatasi dengan dekompresi
usus (Brunner & Suddarth, 2002). Hal senada disampaikan Sjamsuhidajat (2004),
pada komplikasi syok spinal terdapat tanda gangguan fungsi autonom berupa kulit
kering karena tidak berkeringat dan hipotensi ortostatik serta gangguan fungsi
kandung kemih dan gangguan defekasi.
Proses berkemih melibatkan 2 proses yang berbeda yaitu pengisian dan
penyimpanan urine dan pengosongan kandung kemih. Hal ini saling berlawanan
dan bergantian secara normal. Aktivitas otot-otot kandung kemih dalam hal
penyimpanan dan pengeluaran urin dikontrol oleh sistem saraf otonom dan
somatik. Selama fase pengisian, pengaruh sistem saraf simpatis terhadap kandung
kemih menjadi bertekanan rendah dengan meningkatkan resistensi saluran kemih.
Penyimpanan urin dikoordinasikan oleh hambatan sistem simpatis dari aktivitas
kontraktil otot detrusor yang dikaitkan dengan peningkatan tekanan otot dari leher
kandung kemih dan proksimal uretra.
Pengeluaran urine secara normal timbul akibat dari kontraksi yang simultan
otot detrusor dan relaksasi saluran kemih. Hal ini dipengaruhi oleh sistem saraf
parasimpatis yang mempunyai neurotransmiter utama yaitu asetilkholin, suatu
agen kolinergik. Selama fase pengisian, impuls afferen ditransmisikan ke saraf
sensoris pada ujung ganglion dorsal spinal sakral segmen 2-4 dan informasikan ke

22
batang otak. Impuls saraf dari batang otak menghambat aliran parasimpatis dari
pusat kemih sakral spinal. Selama fase pengosongan kandung kemih, hambatan
pada aliran parasimpatis sakral dihentikan dan timbul kontraksi otot detrusor.
Hambatan aliran simpatis pada kandung kemih menimbulkan relaksasi
pada otot uretra trigonal dan proksimal. Impuls berjalan sepanjang nervus
pudendus untuk merelaksasikan otot halus dan skelet dari sphincter eksterna.
Hasilnya keluarnya urine dengan resistensi saluran yang minimal. Pasien post
operasi dan post partum merupakan bagian yang terbanyak menyebabkan retensi
urine akut. Fenomena ini terjadi akibat dari trauma kandung kemih dan edema
sekunder akibat tindakan pembedahan atau obstetri, epidural anestesi, obat-obat
narkotik, peregangan atau trauma saraf pelvik, hematoma pelvik, nyeri insisi
episiotomi atau abdominal, khususnya pada pasien yang mengosongkan kandung
kemihnya dengan manuver Valsalva. Retensi urine pos operasi biasanya membaik
sejalan dengan waktu dan drainase kandung kemih yang adekuat.

2.4.2 Gangguan Eliminasi Fekal


Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga
disebut bowel movement. Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi
dari beberapa kali perhari sampai 2 atau 3 kali perminggu. Banyaknya feses juga
bervariasi setiap orang. Ketika gelombang peristaltik mendorong feses kedalam
kolon sigmoid dan rektum, saraf sensoris dalam rektum dirangsang dan individu
menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk defekasi.
Defekasi biasanya dimulai oleh dua refleks defekasi yaitu refleks defekasi
instrinsik. Ketika feses masuk kedalam rektum, pengembangan dinding rektum
memberi suatu signal yang menyebar melalui pleksus mesentrikus untuk memulai
gelombang peristaltik pada kolon desenden, kolon sigmoid, dan didalam rektum.
Gelombang ini menekan feses kearah anus. Begitu gelombang peristaltik
mendekati anus, spingter anal interna tidak menutup dan bila spingter eksternal
tenang maka feses keluar.
Refleks defekasi kedua yaitu parasimpatis. Ketika serat saraf dalam rektum
dirangsang, signal diteruskan ke spinal cord (sakral 2 – 4) dan kemudian kembali
ke kolon desenden, kolon sigmoid dan rektum. Sinyal – sinyal parasimpatis ini
meningkatkan gelombang peristaltik, melemaskan spingter anus internal dan
meningkatkan refleks defekasi instrinsik. Spingter anus individu duduk ditoilet
atau bedpan, spingter anus eksternal tenang dengan sendirinya.
Pengeluaran feses dibantu oleh kontraksi otot-otot perut dan diaphragma
yang akan meningkatkan tekanan abdominal dan oleh kontraksi muskulus levator
ani pada dasar panggul yang menggerakkan feses melalui saluran anus. Defekasi
normal dipermudah dengan refleksi paha yang meningkatkan tekanan di dalam
perut dan posisi duduk yang meningkatkan tekanan kebawah kearah rektum. Jika

23
refleks defekasi diabaikan atau jika defekasi dihambat secara sengaja dengan
mengkontraksikan muskulus spingter eksternal, maka rasa terdesak untuk
defekasi secara berulang dapat menghasilkan rektum meluas untuk menampung
kumpulan feses. Cairan feses di absorpsi sehingga feses menjadi keras dan terjadi
konstipasi.

2.5 Komposisi
2.5.1 Komposisi urine
- Air (95 %)
- Larutan/solute (5 %) terdiri dari :
 Larutan organik : urea, ammonia, keratin dan asam urat
 Larutan anorganik : natrium (sodium), klorida, kalium, sufat,
magnesium, fosfor,
2.5.2 Komposisi feses
 Mengandung dari 75% air dan 25% material padat
 Feses berwarna coklat karena stercobilin dan urobilin dan aktivitas
bakteri
 Feses akibat pengaruh mikroorganisme.
 Berkonsistensi lembek namun berbentuk (semi-padat)
 Unsur-unsur yang terdapat (tersisa) dalam feses, antara lain adalah
sisa pencernaan, sisa makanan yang tidak diabsorbsi, pigmen
empedu, sel epitel, mukosa, bakteri, selulosa, dan beberapa materi
anorganik.
 Umunya, orang dewasa akan mengeluarkan feses sebanyak 150-
300 gram tinja per hari
 Setiap 1 gramnya sendiri mengandung 300 - 500 milyar
mikroorganisme
 Tinja yang berbau busuk, dihasilkan oleh diet yang kaya daging
terus menerus. Hal ini diakibatkan oleh berbagai jenis protein
dihancurkan oleh bakteri pembusuk menjadi amonia, indole,
skatole dan hidrogen sulfida
 Hasilnya tinja berbau seperti telur busuk (rotten eggs). Diet yang
kaya zat tepung atau serat, menyebabkan bakteri lactic acid
memproduksi asam laktat dalam jumlah yang besar, dan tinja pun
menjadi asam

2.6 Masalah-masalah pada Gangguan Eliminasi


2.6.1 Masalah-masalah dalam eliminasi urin :
a. Retensi, yaitu adanya penumpukan urine didalam kandung kemih dan
ketidak sanggupan kandung kemih untuk mengosongkan diri.

24
b. Inkontinensi urine, yaitu ketidaksanggupan sementara atau permanen otot
sfingter eksterna untuk mengontrol keluarnya urine dari kandung kemih.
c. Enuresis, Sering terjadi pada anak-anak, umumnya terjadi pada malam
hari (nocturnal enuresis), dapat terjadi satu kali atau lebih dalam semalam.
d. Urgency, adalah perasaan seseorang untuk berkemih.
e. Dysuria, adanya rasa sakit atau kesulitan dalam berkemih.
f. Polyuria, Produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh ginjal, seperti
2.500 ml/hari, tanpa adanya peningkatan intake cairan.
g. Urinari suppresi, adalah berhenti mendadak produksi urine

2.6.2 Masalah eliminasi fekal yang sering ditemukan :


1. Konstipasi
Gangguan eliminasi yang diakibatkan adanya fases yang kering dan keras
melalui usus besar.
2. Impaksi fekal
Massa fases yang  keras di lipatan rektun yang di akibatkan oleh retensi
dan akumulasi material fases yang berkepanjangan.
3.   Diare
Keluarnya fases cairan dan meningkatnya frekwensi buang air besar akibat
cepatnya kimus melewati usus besar sehingga usus besar tidak mempunyai
waktu yang cukup untuk menyerapa air.
4.   Inkontinensia alvi
Hilangnhya kemampuan otot uantuk mengontrol pengeluaran fases dan
gas melalui sfingter anus akibat kerusakan sfingter atau oersarafan daerah
anus.
5.   Kembung
Flatus yang berlebihan di daerah intenstinal sehingga menyebabkan
distensi intastinal.
6.   Hemoroid
Pelebaran vena di daerah anus sebagai akibat peningkatan tekanan daerah
tertentu.

2.7 Tanda dan gejala


2.7.1 Tanda Gangguan Eliminasi urin
a. Retensi Urin
1). Ketidak nyamanan daerah pubis.
2). Distensi dan ketidaksanggupan untuk berkemih.
3). Urine yang keluar dengan intake tidak seimbang.
4). Meningkatnya keinginan berkemih dan resah
5). Ketidaksanggupan untuk berkemih

25
b. Inkontinensia urin
1). pasien tidak dapat menahan keinginan BAK sebelum sampai di WC
2). pasien sering mengompol

2.7.2 Tanda Gangguan Eliminasi Fekal


a. Konstipasi
1). Menurunnya frekuensi BAB
2). Pengeluaran feses yang sulit, keras dan mengejan
3). Nyeri rektum
b. Impaction
1). Tidak BAB
2). anoreksia
3). Kembung/kram
4). nyeri rektum
c. Diare
1). BAB sering dengan cairan dan feses yang tidak berbentuk
2). Isi intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat
3). Iritasi di dalam kolon merupakan faktor tambahan yang menyebabkan
meningkatkan sekresi mukosa.
4). feses menjadi encer sehingga pasien tidak dapat mengontrol dan
menahan BAB.
d. Inkontinensia Fekal
1). Tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari anus,
2). BAB encer dan jumlahnya banyak
3). Gangguan fungsi spingter anal, penyakit neuromuskuler, trauma spinal
cord dan tumor spingter anal eksternal
e. Flatulens
1). Menumpuknya gas pada lumen intestinal,
2). Dinding usus meregang dan distended, merasa penuh, nyeri dan kram.
3). Biasanya gas keluar melalui mulut (sendawa) atau anus (flatus)
f. Hemoroid
1). pembengkakan vena pada dinding rectum
2). perdarahan jika dinding pembuluh darah vena meregang
3). merasa panas dan gatal jika terjadi inflamasi
4). nyeri

2.8 Pemeriksaan Penunjang


2.8.1 Pemeriksaan Penunjang eliminasi feses
1. Pandangan langsung
2. Pemeriksaan dignostik

26
3. Rontgenrafi
2.8.2 Pemeriksaan Penunjang eliminasi urine

Sistem perkemihan ialah salah satu dari beberapa system organ yang
pemeriksaan diagnostiknya dapat akurat dan dan dapat dipertanggung
jawabkan melalui beberapa teknik radiografik
a. Pemeriksaan Laboratorium
- Urinalisis
- Kultur urine
b. Radiologi
- Rontgenogram Abdomen
- Pielogram intravena
- Pemindaian (scan ginjal)
- Computerized axial Tomography
- Ultrasound ginjal
- Sistoskopi
- Biopsi ginjal
- angiografi

2.9 Karakteristik eliminasi


2.9.1 Karakteristik urine

No Keadaan Normal Interpretasi

1. Warna Kekuning- Urine berwarna orange gelap menun


kuningan  jukkan adanya pengaruh obat,
sedangkan warna merah dan kuning
kecoklatan mengidentifikasikan
adanya penyakit.

2 Bau Aromatic Bau menyengat merupakan indikasi


adanya masalah seperti infeksi/penggu
naan obat tertentu.

3 Berat jenis 1.010-1.030 Menunjukkan adanya konsentrasi


urine.

4. Kejerniha Terang dan transpa Adanya kekeruhan karena mukus.


n ran

5. PH Sedikit asam (4,5- Dapat menunjukkan keseimbangan


7,5) asam-basa

6. Protein  Molekul protein Dapat menunjukkan keseimbangan


yang besar seperti : asam-basa, pada kondisi kerusakan
albumin, hitrogten, ginjal, molekul tersebut dapat melewati

27
globulin tidak saringan masuk ke urine.
dapat disaring
melalui ginjal
urine.

7. Darah  Tak tampak jelas.  Hematuria menunjukkan trauma atau


penyakit pada saluran kemih bagiabn
bawah.

8. Glukosa  Adanya sejumlah Apabila menetap terjadi pada pasien


glukosa dalam diabetes mellitus.
urine tidak berarti
bila hanya bersifat
sementara.

2.9.2 Karakteristik feses

KARAKTERISTIK FESES NORMAL DAN ABNORMAL


Karakteristik Normal Abnormal Kemungkinan
penyebab

Warna Dewasa : Pekat / putih Adanya pigmen


kecoklatan empedu
(obstruksi
Bayi : kekuningan empedu);
pemeriksaan
diagnostik
menggunakan
barium

Hitam / spt ter. Obat (spt. Fe);


PSPA (lambung,
usus halus); diet
tinggi buah
merah dan sayur
hijau tua (spt.
Bayam)

Merah PSPB (spt.


Rektum),
beberapa
makanan spt bit.

Pucat Malabsorbsi lemak;


diet tinggi susu
dan produk susu
dan rendah
daging.

Orange atau hijau Infeksi usus

28
Konsistensi Berbentuk, lunak, Keras, kering Dehidrasi,
agak cair / penurunan
lembek, basah. motilitas usus
akibat
kurangnya serat,
kurang latihan,
gangguan emosi
dan laksantif
abuse.

Diare Peningkatan
motilitas usus
(mis. akibat
iritasi kolon
oleh bakteri).

B Bentuk Silinder (bentuk Mengecil, bentuk Kondisi obstruksi


rektum) dgn Æ pensil atau seperti rektum
2,5 cm u/ orang benang
dewasa

Jumlah Tergantung diet (100


– 400 gr/hari)

B Aromatik : dipenga- Tajam, pedas Infeksi, perdarahan


ruhi oleh
makanan yang
dimakan dan flora
bakteri.

Unsur pokok Sejumlah kecil Pus Infeksi bakteri


bagian kasar
makanan yg tdk Mukus Konsidi peradangan
dicerna, potongan
Parasit Perdarahan
bak-teri yang
gastrointestinal
mati, sel epitel, Darah
lemak, protein, Malabsorbsi
unsur-unsur Lemak dalam jumlah
kering cairan besar Salah makan
pencernaan
(pigmen empedu Benda asing
dll)

2.10 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Eliminasi

1. Pengkajian
 Pengkajian gangguan eliminasi fekal

29
a. Identitas Pasien
- Nama
- Umur
- Jenis kelamin
- Alamat
- No rekam medis
- Diagnose medis
b. Riwayat Keperawatan
- Riwayat kesehatan masa lalu
- Riwayat kesehatan saat ini
c. Pemeriksaan Fisik Abdomen
- Inspeksi
- Palpasi
- Perkusi
- Auskultasi
d. Karakteristik Feses
- Warna
- Bau
- Konsistensi
- Frekuensi
e. Pemeriksaan Laboratorium

Pengkajiannya meliputi:
a. Pola eliminasi
b. Gambaran feses dan perubahan yang terjadi
c. Masalah eliminasi
d. Faktor-faktor yang mempengaruhi seperti : penggunaan alat bantu, diet,
cairan, aktivitas dan latihan, medikasi dan stress.
a. Pemeriksaan fisik
-Data Pasien / biodata
- Riwayat Keperawatan
 Pola berkemih
 Gejala dari perubahan berkemih
 Factor yang mempengaruhi berkemih

-Intake dan output cairan

 Kaji intake dan output cairan dalam sehari


 Kaji karakteristik urine (warna , kejernihan, bau)
 Kaji perubahan volume urine untuk mengetahui
ketidakseimbangan cairan

30
Pemeriksaan fisik abdomen terkait dengan eliminasi alvi meliputi inspeksi,
auskultasi, perkusi dan palpasi dikhususkan pada saluran intestinal.
Auskultasi dikerjakan sebelum palpasi, sebab palpasi dapat merubah
peristaltik. Pemeriksaan rektum dan anus meliputi inspeksi dan palpasi.
Inspeksi feses, meliputi observasi feses klien terhadap warna, konsistensi,
bentuk permukaan, jumlah, bau dan adanya unsur-unsur abdomen.

 Pengkajian Keperawatan Elimnasi Urine


1.      Kebiasaan berkemih 

Pengkajian ini meliputi bagaimana kebiasaan berkemih serta hambatannya.

2.      Pola berkemih meliputi

a.    Frekuensi berkemih.

Frekuensi berkemih menentukan berapa kali individu berkemih dalam


waktu 24 jam. 

b.    Urgensi.

Perasaan seseorang untuk berkemih seperti seseorang sering ketoilet


karena takut mengalami inkontinensia jika tidak berkemih.

c.    Disturia.

Keadaan rasa sakit atau kesulitan saat berkmih.

d.   Poliuria.

Keadaan produksi urine yang abnormal dalam jumlah besar tanpa


adanya peningkatan asupan cairan.

e.    Urinaria Supresi.

Keadaan produksi urine yang berhenti secara mendadak. Secara normal,


produksi urine oleh ginjal pada orang dewasa memiliki kecepatan 60-
120ml/jam (720-1440ml/hari)

f.     Volume urine. 

Volume urine menentukan berapa jumlah urine yang dikeluarkan dalam


waktu 24 jam. Berdasarkan usia, volume urine normal dapat ditentukan :

No Usia Jumlah/hari

1 1 hari – 2hari 15-600ml

2 3 hari – 10 hari 100-300ml

31
3 10 hari – 2 bulan 250-400ml

4 2 bulan – 1 tahun 400-500ml

5 1-3 tahun 500-600ml

6 3-5 tahun 600-700ml

7 5-8 tahun 700-1000ml

8 8-14 tahun 800-1400ml

9. 14 tahun – dewasa 1500ml

10 Dewasa tua Kurang lebih 1500ml


.

g.    Faktor yang memengaruhi kebiasaan buang air kecil :

- Diet.

- Gaya hidup.

-Tingkat aktivitas.

-Stress psikologis dapat meningkatkan frekuensi keinginan berkemih

b. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik saluran gastrointestinal meliputi tehnik visualisasi
langsung / tidak langsung dan pemeriksaan laboratorium terhadap unsur-
unsur yang tidak normal.

3. Diagnosa Keperawatan
1. Konstipasi b/d proses peradangan pada dinding usus halus,
2. Diare berhubungan dengan malabsorpsi
3. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan retensi urine, inkontensia urin
4. Rentensi urine berhubungan dengan: Tekanan uretra,tinggi,blockage,
hambatan

32
N DIAGNOSA NOC (Kriteria NIC (Intervensi)
O Hasil)

1 Konstipasi b/d proses Eliminasi Usus Manajemen Konstipasi/impaksi


peradangan pada Defensi : Aktivitas-aktivitas:
dinding usus halus, pembentukan dan
 Monitor tanda dan gejala konstipasi
pengeluaran fases
 Monior bising usus
 Monitor feses: frekuensi, konsistensi dan volume
1=sangat terganggu,
5 =tidak terganggu  Konsultasi dengan dokter tentang penurunan dan
peningkatan bising usus

Pola eliminasi  Monitor tanda dan gejala ruptur  usus/peritonitis

12345  Jelaskan etiologi dan rasionalisasi tindakan

Kontrol gerakan terhadap pasien

usus  Identifikasi faktor penyebab dan kontribusi


12345 konstipasi
Warna fases  Dukung intake cairan
12345  Kolaborasikan pemberian laksatif
Fases lembut dan
berbentuk
12345
Kemudahan BAB
12345
Tekanan sfingter
12345
Otot untuk
mengeluarkan feses
12345
Pengeluaran feses
tanpa bantuan
12345
Suara bising usus

12345

2 Diare berhubungan Eliminasi usus Manajemen usus


dengan malbsorpsi
Aktifitas:
Indikator:
 Catat tanggal eliminasi terakhir
Pola eleminasi  Pantau pergerakan usus melalui frekuensi
Pengotrolan gerakan konsistensi dan bentuk volume warna yang sesuai
usus  Pantau bising usus
Warna feses  Laporkan peningkatan frekuensi dan bising usus
33
Banyak nya feses mengeras
Bentuk feses  Lapor kurang nya bising usus
Memudahkan jalur  Pantau tanda dan gejala diare atau konstipasi atau
feses tahanan
Irama spinkter  Evaluasi tidak tahan nya eliminasi feses jika di
Gerakan otot butuhkan
mengeluarkan feses  Catat adanya masalah usus lain nya kebiasaaan
Pengeluaran fese usus dan pengunaan pencahar
tranpa bantuan  Ajarkan pasien tentang makanan yang sesuai untuk
Bunyi/bising usus meningkatkan fungsi usus
 Perintahkan pasien atau keluarga untuk mencatat
warna volume frekuensi dan konsistensi feses
 Masukan obat supositori jika perlu
 Inisiasikan prgram latihan usus
 Dorong pengurangan konsumsi makanan
memproduksi gas
 Berikan air hangat setelah makan
 Evaluasi obat obat an yang menyebabkan efek
samping pada gastrointestinal
 Usahakan tidak mengunakan pemeriksaan rektal
dan vagian jika kondisi di peringatkan.

3 Gangguan Eliminasi Eliminasi Urin Keterisasi urin


Urine berhubungan Defenisi : Aktivitas :
dengan retensi urine, pengumpulan dan  Jelaskan pprosedure dan rasionalisasi katater
inkontensia urin pembuangan urin

 Pasang alat dengan tepat


Indikator:
 Berikan privasi dan tutupi pasien dengan baik untuk
kesopanan
Pola eliminasi
 Pastikan pencahayaan yang tepat untuk visualisasi
Bau urin
anatomi yang tepat
Jumlah urin
Warna urin  Isi bola kateter sebelum pemasangan kateter untuk

Kejernihan urin mengatur ukuran dan kepatenan kateter Pertahankan

Intake cairan teknik aseptik yang ketat

Mengosongkan  Pertahankan kebersihan tangan yang baik sebelum,

kandung kemih selama, dan setelah insersi atau saat memanipulasi

sepenuhnya kateter

Mengenali kenginan  Posisikan pasien dengan tepat (misalnya, perempuan


terlentang dengan kaki direnggangkan atau fieksi
pada bagian panggul dan dengkul; laki-laki denigan
posisi terlentang)

34
 Bersihkan daerah sekitar meatus uretra dengan
larutan anti-bakteri, saline steril, atau air steril, sesuai
kebijakan lembaga
 Masukkan dengan lurus atau retensi kateter ke
dalam kandung kemih
 Gunakan ukuran kateter yang sesuai
 Pastikan bahwa kateter yang dimasukkan cukup jauh
ke dalam kandung kemih untuk mencegah trauma
pada jaringan uretra dengan inflasi balon
 Isi bola kateter untuk menentukan kateter,
berdasarkan usia dan ukuran tubuh sesuai
rekomendasi pabrik (misalnya, de- wasa 10 cc, pada
anak 5 cc)
 Hubungkan retensi kateter ke kantung sisi tempat
tidur drai- nase atau pada kantung kaki
 Amankan kateter pada kulit dengan plester yang
sesuai
 Tempatkan kantung drainase di bawah permukaan
kandung kemih
 Pertahankan sistem drainase kemih tertutup dan
terhalang
 Monitor intake dan output
 Lakukan atau ajarkan pasien untuk membersihkan
selang kateter di waktu yang tepat
 Lakukan pengosongan kantung kateter jika
diperlukan Dokumentasi perawatan termasuk ukuran
kateter, dan jumlah pengisian bola kateter
 Pastikan pencabutan kateter segera seperti yang
ditunjukkan oleh kondisi pasien
 Ajarkan pasien dan keluarga mengenai perawatan
kateter yang tepat

4 Retensi Urine Eliminasi urin Perawatan retensi urin


berhubungan Defenisi : Aktivitas :
pengumpulan dan
dengan:  Monitor intake dan output
pembuangan urin
 Monitor penggunaan obat
Tekanan uretra
 antikolinergik
Indikator:
tinggi,blockage,  Monitor derajat distensi bladder
hambatan
Pola eliminasi  Instruksikan pada pasien dan keluarga

Bau urin  untuk mencatat output urine

35
Jumlah urin  Sediakan privacy untuk eliminasi
Warna urin  Stimulasi reflek bladder dengan
Kejernihan urin  kompres dingin pada abdomen.
Intake cairan  Kateterisaai jika perlu
Mengosongkan
 Monitor tanda dan gejala ISK (panas,
kandung kemih
 hematuria, perubahan bau dan
sepenuhnya
 konsistensi urine)
Mengenali kenginan
berkemih

36
2.11 Tindakan Dalam Upaya Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi

2.11.1 Membantu Klien BAB Dan BAK Di Tempat Tidur

A. Pengertian
Merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan kepada klien yang
tidak mampu buang air besar dan kecil secara sendiri dikamar kecil misalnya,
klien yang mempunyai luka dikaki dan tidak bisa berjalan, klien yang lemah, bad
areas, dll dengan menggunakan pispot (penampung) untuk buang air besar
ditempat tidur.

B. Tujuan di lakukannya tindakan


1. Membantu pasien dalam rangka memenuhi kebutuhan elimiasi pasien.
2. Mengobservasi output
3. Memberikan rasa nyaman pada pasien

C. Indikasi
1. Dilakukan pada pasien yang tidak mampu ke toilet.
2. Pada pasien yang bedrest total.
3. Pada klien selesai operasi agar luka bekas operasi tidak infeksi karena terlalu
banyak bergerak
D. Kontra Indikasi.
1. Pasien yang mampu ke toilet atau bisa BAB secara mandiri.
2. Pasien dengan fraktur vertebra dan femur
E. Menolong Buang Air Besar Dengan Menggunakan Pispot

Menolong membuang air besar dengan menggunakan pispot


merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan kepada pasien yang tidak
mampu buang air besar secara sendiri dikamar kecil misalnya, pasien yang
mempunyai luka dikaki dan tidak bisa berjalan, pasien yang lemah, bad areas,
dan lain-lain. Yaitu dengan cara menggunakan pispot (penampung) untuk
buang air besar ditempat tidur, dengan tujuan untuk pemenuhan kebutuhan
dasar BAB di tempat tidur, kebutuhan eliminasi pasien terpenuhi, memberi
rasa nyaman, mengobservasi output.

F. Prosedur kerja
a Persiapan Pasien
1. Memberi salam
2. Mengenalkan diri pada klien atau keluarga
3. Menjelaskan maksud dan tujuan tindakan
4. Menjelaskan prosedur tindakan yang akan dilakukan

37
5. Posisikan pasien sesuai kebutuhan

b. Persiapan Perawat
1. Mencuci tangan dari lengan dengan sabun di bawah air mengalir.
2. Menilai keadaan umum pasien

c. Persiapan lingkungan
1. Pasang sampiran atau sketsel
2. Pintu dan jendela dalam keadaan tertutup.

d. Persiapan alat :
1. Pispot dan tutupnya atau urinal
2. Sampiran
3. Alas bokong ( perlak dan alasnya)
4. Bell ( bila ada )
5. Tissue
6. Selimut mandi
7. 2 baskom berisi air ( satu untuk bilas sabun ) bila ada
8. 2 waslap
9. Handuk
10. Botol berisi air untuk cebok
11. Sarung tangan bersih
12. Bengkok
13. Sabun
14. Schort

e. Prosedur Pelaksanaan
1. Jelaskan tujuan dan prosedur kepada pasien.
2. Bawa alat ke dekat pasien.
3. Tutup pintu dan jendela dan pasang sampiran.
4. Cuci tangan, pakai schort, memakai sarung tangan bersih dan berdiri di
sisi klien
5. Pasang selimut mandi dan turunkan selimut pasien.
6. Tinggikan tepi tempat tidur untuk mencegah pasien jatuh.
7. Minta klien untuk mengangkat bokongnya atau miring ( bila perlu
dibantu perawat ) lalu bentangkan perlak dan alasnya.
8. Buka pakaian pasien bagian bawah.
9. Anjurkan klien untuk berpegangan di bawah / bagian belakang tempat
tidur sampai menekuk lutut sambil diikuti dengan mengangkat bokong
kemudian pasang pispot perlahan-lahan

38
10. Jika pasien pria, pasang urinal untuk BAK.
11. Pastikan bahwa sprei dan stik laken tidak terkena.
12. Tinggalkan pasien dan anjurkan untuk membunyikan bell jika sudah
selesai atau memberi tahu perawat.
13. Jika sudah selesai, tarik atau ambil pispot dan letakkan lengkap dengan
tutupnya di atas kursi atau meja dorong.
14. Bersihkan daerah perianal dengan tisu (untuk pasien wanita, bersihkan
mulai dari uretra sampai dengan anus untuk mencegah perpindahan
mikroorganisme dari rectal ke saluran kemih) kemudian buang tissue ke
dalam pispot.
15. Gunakan waslap untuk mencuci daerah perianal dengan air sabun.
16. Bilas dengan air bersih.
17. Keringkan daerah perianal dengan handuk.
18. Angkat alas bokong.
19. Kembalikan posisi pasien seperti semula.
20. Kenakan kembali pakaian bawah pasien.
21. Angkat selimut mandi dan sekaligus menarik selimut pasien ke atas.
22. Ganti linen (jika kotor karena terkena feses atau urine).
23. Rapikan pasien
24. Buka sampiran, pintu dan jendela.
25. Jika perlu beri pengharum ruangan.
26. Bersihkan pispot.
27. Cuci tangan.
28. Dokumentasikan warna, bau, feses, urine, dan konsistensi feses serta
catat kondisi daerah perianal
 Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan

Bila tidak dapat di tolong oleh seorang perawat, misalnya pasien gemuk, maka
di perlukan lebih dari satu orang perawat dan caranya adalah sebagai berikut :

a. Bila dua orang perawat. Perawat berdiri di sebelah kanan dan kiri
pasien,satu orang perawat tangan dan mengangkat dengan dua perawat
yang lainmembantu sambil menyorongkan pispot.
b. Bila tiga orang perawat, dua orang berdiri di sebelah kanan kanan
pasiendan satu lagi berdiri di sebehah pasien (sebaliknya) dua orang
perawat mengangkat pasien dan satu orang menyorongkan pispot
sambilmembantu dan mengangkat bokong pasien.
c. Menggunakan pispot yang bersih dan kering.
d. Menggunakan sarung tangan sekali pakai dan cuci tangan anda
segerasebelumdan sesudah melaksanakan prosedur untuk mencegah
penularanpenyakit ke orang lain dan juga ke diri anda sendiri.

39
e. Memberi privasi pada pasien. Cobalah untuk membuat pasien senyaman
mungkin selama prosedur tindakan.
f. Sebaiknya memberikan pispot jangan waktu makan, berkunjung atau
menerimatamukunjungan(visite)Dokter.

2.11.2 Memasang, Merawat dan Melepas Kateter


A. Memasang Kateter
1. Pengertian tindakan
Kateter merupakan suatu selang untuk memasukkan dan mengeluarkan
cairan. Kateterisasi urinarius adalah memasukkan kateter melalui utetra ke dalam
kandung kemih dengan tujuan untuk mengeluarkan urin. Kateter urin dapat
dipasang untuk jangka waktu pendek seperti di lingkungan rawat inap atau kronis
dan lingkungan rumah.

2. Tujuan Tindakan
a. Menghilangkan distensi kandung kemih
b. Mendapatkan spesimen urine
c. Mengkaji jumlah residu urine, jika kandung kemih tidak mampu sepenuhnya
dikosongkan

3. Indikasi, kontrainsikasi, dan komplikasi


Indikasi:
a. Inkontinensia urin
b. Retensi urin
c. Mengukur jumlah produksi urin oleh ginjal secara akurat
d. Mengosongkan kandung kemih sebelum dan selama operasi dan sebelum
suatu pemeriksaan diagnostic
e. Memperoleh bahan urin steril
f. Mengukur jumlah residu urin dalam kandung kemih
g. Membantu melatih kembali atau memulihkan pengendalian kandung kemih
secara normal
h. Menjaga agar pasien yang inkontinen tetap kering pada daerah perineum, agar
kulit tetap utuh dan tidak infeksi

Komplikasi:
a. Trauma
b. Infeksi
c. Sepsis
d. Bola pecah atau tidak dapat kempis

40
e. Alergi atau sensitive terhadap latex

4. Kompetensi dasar yang harus dimiliki


a. Saat melakukan kateterisasi ada beberapa pengetahuan dasar tentang system
urinarius bagian bawah yang harus dimiliki, yaitu
1) Kandung kemih secara normal merupakan kantong yang steril
2) Spincter uretra bagian luar tidak steril
3) Kandung kemih mempunyai mekanisme pertahanan sendiri dapat
mengosongkan urin sendiri secara teratur dan mempertahankan keasaman
lingkungannya
4) Kuman pathogen yang masuk ke dalam uretra dapat menyebabkan infeksi
kandung kemih dan ginjal
5) Kandung kemih yang normal tidak mudah terkena infeksi kecuali cedera.

5. Alat dan bahan


a. Sarung tangan steril
b. Kateter sesuai ukuran dan tipe
c. Jelly
d. Urine bag
e. Perlak
f. Bengkok
g. Spuit isi aquadest
h. Kapas dan cairan sublimat
i. Lampu senter atau lampu gooseneck
j. Selimut mandi
6. Prosedur Tindakan
a. Kaji status klien: waktu terakhir berkemih, tingkat kesadaran, keterbatasan
mobilisasi dan fisik, usia, alergi, kondisi patologis yang dapat merusak jalan
masuk kateter
b. Siapkan alat dan bahan yang diperlukan
c. Jelaskan prosedur
d. Pertahankan privasi klien
e. Tinggikan tempat tidur sampai posisi yang nyaman untuk melakukan tindakan
f. Cuci tangan
g. Atur posisi klien
1) Wanita : bantu untuk mengambil posisi dorsal rekumben (telentang
dengan lutut ditekuk) atau posisikan klien dalam posisi berbaring miring
(Sims) dengan menekuk lututnya.
2) Pria : bantu untuk mengambil posisi dengan paha sedikit diabduksi
h. Pasang sarung tangan

41
i. Lakukan vulva hygiene atau perineal hygiene
j. Buka set kateter da berikan jelly di ujung kateter
k. Masukkan kateter sampai urin mengalir. Ketika urin mengalir pindahkan
tangan yang dominan dari labia atau dari penis ke kateter, 2 cm dari meatus
untuk menahan kateter agar tidak terdorong ke luar. Tangan yang dominan
menghubungkan ujung kateter dengan urine bag
l. Jika menggunakan indwelling kateter, isi balon kemudian tarik kateter kira-
kira 2,5 cm
m. Lepas sarung tangan steril
n. Plester kateter
1) Pria : ke abdomen bagian bawah
2) Wanita : kea rah paha
o. Bantu klien pada posisi nyaman
p. Cuci tangan

7. Hal-hal yang harus diperhatikan


a. Bila pemasangan dilakukan tidak hati-hati bisa menyebabkan luka dan
perdarahan uretra yang berakhir dengan striktur uretra seumur hidup
b. Balon yang dikembangkan sebelum memasuki buli-buli juga dapat
menimbulkan luka pada uretra. Karenanya, balon dikembangkan bila yakin
balon akan mengembnag dalam buli-buli dengan mendorong kateter sampai
ke pangkalnya
8. Hal-hal yang dicatat
a. Tanggal dan waktu tindakan
b. Tipe dan ukuran kateter
c. Specimen atau bahan urin yang didapat
d. Jumlah urin
e. Deskripsi urin
f. Respon pasien terhadap prosedur

B. Perawatan kateter

1. Definisi

42
Perawatan kateter adalah suatu tindakan keperawatan dalam memelihara
kateter dengan antiseptik untuk membersihkan ujung uretra dan selang kateter
bagian luar serta mempertahankan kepatenan posisi kateter

2. Tujuan:
b. Menjaga kebersihan saluran kencing
c. Mempertahankan kepatenan (fiksasi) kateter
d. Mencegah terjadinya infeksi
e. Mengendalikan infeksi
3. Persiapan alat dan bahan:
- Sarung tangan steril
- Pengalas
- Bengkok
- Lidi kapas steril
- Kapas steril
- Antiseptic (Bethadin)
- Aquadest / air hangat
- Korentang
- Plester
- Gunting
- Alkohol
- Pinset anatomis dan cirugis
4. Pelaksanaan:
- Siapkan alat dan bahan
- Beritahu pasien maksud dan tujuan tindakan
- Dekatkan alat dan bahan yang sudah disiapkan
- Jaga privacy klien
- Cuci tangan
- Buka balutan pada kateter
- Pakai sarung tangan steril
- Perhatikan kebersihan dan tanda-tanda infeksi dari ujung penis serta kateter
- Oles ujung uretra dan kateter memakai kapas steril yang telah dibasahi
dengan aquadest / air hangat dengan arah menjauhi uretra
- Oles ujung uretra dan kateter memakai lidi kapas + bethadin dengan arah
menjauhi uretra
- Posisikan kateter ke arah perut dan plester
- Rapikan klien dan berikan posisi yang nyaman
bagi pasien
- Kembalikan alat ke tempatnya
- Cuci tangan

- Dokumentasikan tindakan

43
Catatan:
Kateter merupakan benda asing pada uretra dan buli-buli, bila tidak dirawat
dengan baik akan menimbulkan komplikasi serius. Hal-hal yang perlu
diperhatikan untuk merawat kateter menetap :

1. Banyak minum, urin cukup sehingga tidak terjadi kotoran yang bisa
mengendap dalam kateter
2. Mengosongkan urine bag secara teratur
3. Tidak mengangkat urine bag lebih tinggi dari tubuh penderita agar urin
tidak mengalir kembali ke buli-buli
4. Membersihkan darah, nanah, sekret periuretra dan mengolesi kateter dengan
antiseptik secara berkala
5. Ganti kateter paling tidak 2 minggu sekali

C. Melepaskan Kateter

1. Definisi 

Suatu tindakan keperawatan melepaskan drainage urine padak lien yangdipasang


kateter

2. Tujuan

Melatih pasien untuk bak normal tanpa kateter

3. Indikasi

- Kateter yang sudah tidak berfungsi


- Kateter yang kurang lebih 2 minggu
- Kateter yang sudah tidak diperlukan lagi
- Terdapat tanda – tanda infeksi

4. Persiapan pasien

Memberikan penjelasan tentang maksud dan tujuan tindakan

5. Persiapan alat

- Handschoen
- Pinset cirurgis / anatomis
- Spuit 10cc
- Antiseptic betadin 10%
- Bengkok
- Plester
- Lidi kapas

44
- Sampiran

6. Cara kerja

- Memperkenalkan diri
- Beritahu dan jelaskan tentang tindakan yang akan dilakukan dan lihat respon
klien
- Pasang sampiran, tutup jendela
- Dekatkan alat ke klien
- Cuci tangan dan pasang handschoen
- Desinfeksi daerah glans dengan betadin 10%
- Keluarkan isi balon dengan spuit sampai benar –benar habis
- Tarik kateter dan anjurkan klien untuk menarik napas panjang  sambil
melihat repon klien, kemudian buang kateter pada bengkok
- Olesi area meatus eksterna dengan betadin 10 %
- Bereskan alat dan lepaskan handschoen
- Cuci tangan
- Dokumentasikan tindakan

45
2.11.3 Memberikan Huknah rendah dan tinggi

A. Pengertian Huknah
Enema / Huknah adalah memasukkan cairan sabun yang hangat melalui
anus rektum sampai kedalam kolon desenden dan asenden. Fungsinya adalah
untuk mengeluarkan feses dan flaktus. Huknah dapat diklasifikasikan ke
dalam empat golongan menurut cara kerjanya : cleansing ( membersihkan ),
carminative ( untuk mengobati flakulance ), retensi ( menahan ), dan
mengembalikan aliran. Dua jenis dari cleaning anema adalah high enema
( huknah tinggi ) dan low enema ( huknah rendah ). High enema diberikan
untuk membersihkn kolon sebanyak mungkin, sering diberikan sekitar
1000ml larutan orang dewasa dan posisi klien berubah dari posisi lateral kiri
ke posisi dorsal recumbeng dan kemudian ke posisi lateral kanan selama
pemberian ini agar cairan dapat turun ke usus besar, cleaning enema paling
efektif jika diberikan dalam waktu 5 – 10 menit.

Low enema diberikan hanya untuk membersih kan rektum dan kolon
sigmoid. Sekitar 500 mL larutan diberikan pada orang dewasa dan klien
dipertahankan pada posisi ke kiri selama pemberian.

B. Tujuan

1.      Untuk membersihkan usus.

2.      Untuk pengobatan.

3.      Membantu menegakkan diagnosa.

46
C. Indikasi

1.      Untuk persiapan pemeriksaan radiologi.

2.      Untuk persiapan opoerasi.

3.      Pada ibu yang akan melahirkan.

D. Kontraindikasi

1.      Tumor.

2.      Hemoroid (ambien).

1. HUKNAH RENDAH
a. Defenisi
Huknah rendah adalah tindakan keperawatan dengan cara memasukkan
cairan hangat ke dalam kolon desendens dengan menggunakan kanula rektal
melalui anus. Huknah rendah dilaksanakan sebelum operasi ( persiapan
pembedahan ) dan pasien yang mengalami obstipasi.

b. Tujuan
- Mengosokkan usus pada pra – pembedahan untuk mencegah hal – hal yang
tidak diinginkan selama operasi berlangsung, seperti BAB.
- Merangsang buang air besar atau merangsang pristaltik usus untuk
mengeluarkan fedses karena kesulitan untuk defekasi ( pada pasien sembelit ).
c. Alat dan bahan
- Pengalas
- Irigator lengkap dengan kanula rektal dan klem
- Cairan hangat ( 700 – 1000 ml dengan suhu 40,5 – 43 C )
- Bengkok
- Jeli
- Pispot
- Sampiran

47
- Sarung tangan
- Tisu
d. Prosedur kerja
- Jelaskan prosedur yang akan dilakukan pada pasien.
- Cuci tangan
- Atur ruangan dengan memasang sampiran bila pasien dirawat di bangsal
umum.
- Atur posisi pasien dengan posisisi sims kiri.
- Pasang pengalas dibawah area gluteal.
- Siapkan bengkok di dekat pasien.
- Irigator diisi cairan hangat dan hubungkan kanula rektal. Kemudian periksa
alirannya dengan membuka kanula rekti dan keluarkan air ke bengkok dan
beri jeli pada kanula.
- Gunakan sarung tangan.
- Masukkan kanula kira-kira 15 cm ke dalam rektum ke arah kolon desendens
sambil pasien diminta menarik napas dan pegang irigator setinggi 50 cm dari
tempat tidur dan buka klemnya. Air yang dialirkan sampai pasien
menunjukkan keinginan untuk defikasi.
- Anjurkan pasien untuk menahan sebentar rasa ingin defikasi dan pasang
pispot atau anjurkan ke toilet. Bila pasien tidak mampu mobilisasi, bersihkan
daerah sekitar anus hingga bersih dan keringkan denagn tisu.
- Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.
- Catat jumlah feses yang keluar, warna, kepadatan dan respon pasien.

48
2. HUKNAH TINGGI
a. Defenisi
Huknah tinggi adalah tindakan memasukkan cairan hangat ke dalam
kolon asendens dengan menggunakan kanula usus. Tindakan ini dapat
dilakukan pada pasien yang akan dilakukan tindakan pembedahan umum.

b. Tujuan
Menggosokkan usus untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan,
seperti buang air besar selama prosedur operasi dilakukan atau pengosongan
sebagai tindak diagnostik / pembedahan.

c. Alat dan bahan


- Pengalas
- Irigator lengkap dengan kanula rektal dan klem
- Cairan hangat ( 700 – 1000 ml dengan suhu 40,5 – 43 C )
- Bengkok
- Jeli
- Pispot
- Sampiran
- Sarung tangan
- Tisu
d. Prosedur kerja
- Jelaskan prosedur yang akan dilakukan pada pasien.
- Cuci tangan.
- Atur ruangan dengan meletakkan sampiran bila pasien berada dalam
bangsal umum atau bila pasien dirawat di ruang privat, cukup dengan
menutup pintu kamar.
- Atur posisi pasien dengan posisi sims kanan.
- Pasang pengalas dibawah daerah anus.

49
- Siapkan bengkok dekat pasien.
- Irigator diisi cairan hangat sesuai dengan suhu badan dan hubungkan
kanula usus, kemudian periksa aliran dengan membuka kanula usus dan
mengeluarkan air ke bengkok dan be ikan jeli pada ujung kanula tersebut.
- Gunakan sarung tangan.
- Masukkaan kanula kedalam rektum ke arah kolon asendens (15-20 cm)
sambil pasien diminta menarik nafaspanjang dan pegang irigator setinggi
30cm dari tempat tidur dan buka klem msampai air mengalir dan
menimbulkan rasa ingin defekasi.
- Anjurkan pasien untuk menahan sebentar bila ada rasa ingin defekasi dan
pasang pispot atau anjurkan ke toilet, bila pasien tidak mampu ke toilet
bersihkan dengan menyiram daerah parineum hingga bersih dan
keringkan dengan tisu.
- Cuci tangan.
- Catat jumlah, warna, konsistensi, dan respons pasien terhadap tindakan

50
BAB III

STUDI KASUS DAN ASKEP

Kasus :
Seorang mahasiswa perawat, Ners S , bertugas merawat salah seorang pasien
Ny. M perempuan usia 45 tahun dibangsal bedah. Pasien masuk ke RS dua hari yang
lalu dengan keluhan utama benjol pada anus. Pasien didiagnosa Hemorrhoid ekterna
+ interna grade III dan direncanakan akan dilakukan tindakan hemoroidektomi. Ners
S kemudian melakukan pengkajian lebih dalam pada pasien ini, kemudian
mendaptkan data sebagai berikut:

o Dari anamnesa didapatkan data pasien mengatakan sejak kurang lebih 1 bulan
ini , setiap buang air besar disertai dengan rasa nyeri dan darah segar menetes
diakhir BAB disertai dengan keluarnya benjolan dari anusnya yang tidak
dapat masuk dengan sendirinya. Pasien seringkali dalam seminggu buang air
besarnya tidak teratur dan bila buang air besar harus belama-lama jongkok di
kakus dan harus mengejan karena BAB nya keras. Tidak ada demam, tidak
ada mual, tidak ada muntah, tidak adan nyeri perut, tidak ada nyeri ulu hati,
tidak mengeluh nafsu makan menurun dan tidak ada penurunan berat badan.
o TTV TD 120/80 mmHg, N 84 x/menit, RR 20 x/menit, S 36,5 C
o Inspeksi daerah anus : Tampak benjolan arah jam 7 dan jam 9, hiperemi (+),
darah (-)
o Dari hasil pemeriksaan darah didapatkan Hb 11 gr/dl, leukosit 7 103/ui.

Inisial pasien : Ny. M


No. MR : 000013
Ruang Rawat : Bangsal bedah

51
1. Pengkajian
a. Riwayat Keperawatan
- Alasan Masuk Rumah Sakit
Pada tanggal 15 September 2020 klien masuk rumah sakit dengan
keluhan kurang lebih sebulan ini setiap buang air besar disertai rasa nyeri
dan terdapat darah segar yang menetes di akhir BAB disertai keluarnya
benjolan dari anus yang tidak dapat masuk dengan sendirinya. Seringkali
dalam seminggu buang air besarnya tidak teratur dan bila buang air besar
harus berlama-lama jongkok dikakus dan harus mengejan karena BAB
nya keras, kemudian pasien dibawa oleh keluarga ke Rumah Sakit.
- Keluhan Utama
Pasien mengatakan nyeri saat BAB, terdapat darah segar yang menetes
diakhir BAB disertai keluarnya benjolan dari anus yang tidak dapat
masuk sendiri , dalam seminggu BAB tidak teratur , harus mengejan
karena yang BAB keras.
- Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien mengatakan bahwa pernah menjalani operasi apendiks yaitu
appendectomy pada tahun 2015
- Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada saat dikaji, klien mengatakan nyeri pada saat BAB dengan skala
nyeri 4-6, disertai dengan adanya darah segar yang menetes dan
keluarnya benjolan dari anus serta tidak dapat masuk dengan sendirinya,
dalam seminggu BAB tidak teratur , harus mengejan karena yang BAB
keras.
- Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien mengatakan di keluarganya tidak ada yang tidak memiliki riwayat
penyakit degeneratif seperti hipertensi dan diabetes mellitus.

52
b. Hasil Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan Umum : Klien terlihat lemas dan gelisah

2. BB/TB : 50kg / 155cm

3. Tingkat kesadaran : Compos Mentis; E : 4 ; M: 6 ; V: 5


4. Tanda-tanda Vital (TTV)
- TD: 120/80 mmHg
- N : 84x/menit
- S : 36,5oC
- R : 20x/menit

5. Head to Toe

1) Kepala

- Inspeksi : wajah simetris, tampak gelisah, bentuk tengkorak normal,


distribusi rambut merata seluruh kepala, warna rambut hitam, tidak ada
bekas luka
- Palpasi :rambut bersih, tidak terdapat pembengkakan , tidak ada
nyeri tekan

2) Mata

- Inspeksi :Mata simetris kiri dan kanan, konjungtiva tidak anemis


anemis, sclera tidak ikterik, ukuran pupil 2mm,bentuk bundar, reaksi
terhadap cahaya miosis , Tidak ada gangguan dalam penglihatan.
- Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan pada bola mata

3) Telinga

53
- Inspeksi : telinga simetris, tidak ada luka,terdapat sedikit serumen, tidak
terdapat perdangan, tidak terdapat cairan
- Palpasi : tidak ada nyeri
- Pendengaran : baik

4) Hidung

- Inspeksi : bentuk hidung dan lubang hidung simetris,tidak terdapat luka


dan pembengkakan, tidak ada polip, sekret normal .
- Palpasi :kulit dan tulang hidung normal, tidak terdapat nyeri tekan

5) Mulut

- Inspeksi : warna bibir pink, tidak terdapat lesi, lidah simetris, kurang
bersih, gigi bersih
- Palpasi : tidak terdapat pembengkakan pada pipi

6) Leher

- Inspeksi : bentuk leher simetris, warna kulit sama dengan kulit sekitar,
tidak terdapat pembengkakan
- Palpasi : tidak ada masalah pada kelenjer tiroid, tidak ada masalah
pada kelenjer getah bening

7) Dada

 Paru
- Inspeksi : bentuk dada simetris, pergerakan dada antara kanan dan kiri
simetris
- Palpasi : Fremitus kanan dan kiri
- Perkusi : Sonor kanan dan kiri

54
- Auskultasi : Bronkovesikuler, tidak terdapat bunyi nafas tambahan seperti
ronkhi maupun wheezing.
 Jantung
- Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat
- Palpasi : iktus cordis tidak teraba
- Perkusi : tidak terdapat kardiomegali
- Auskultasi : irama jantung reguler, tidak terdapat bising jantung
-
8) Abdomen

- Inspeksi : bentuk datar, tidak ada jaringan parut, tidak ada lesi
- Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan di ulu hati, tidak ada nyeri perut
- Perkusi : terdengar sedikit kembung
- Auskultasi : bising usus 6x/menit

9) Punggung : Bentuk simetris dengan tulang tulang terlihat

10) Ekstermitas

- Inspeksi : tidak ada lesi pada ekstremitas, tidak ada deformitas, kekuatan
otot baik
11) Genetalia : baik

12) Kulit :

Inspeksi : Warna pucat, turgor kulit baik

13) Anus

Inspeksi : tampak benjolan arah jam 7 dan jam 9, hiperemi (+) darah (-)

55
c. Hasil Pemeriksaan Penunjang

Jenis pemeriksaan hasil Nilai normal Interpretasi

pH darah 7,35 7,35-7,45 Normal

PCO2 36 mmHg 35-45 Normal

PO2 80 mmHg 80-100 Normal

HCO3 24mEq/Dl 22-28 Normal

Hemoglobin (Hb) 11 gr/dl 14-16 Turun

Leukosit 7x 103/ui 40.000-11.000 Normal

Trombosit 233.000 150-400.000 Normal

Hematokrit 40 40-45 % Normal

Eritrosit 3,9 3,8-5,2 Normal

2. Analisa Data

No Data Penyebab Masalah keperawatan


1 DS : Adanya hemoroid Nyeri Akut
- Klien mengeluhkan pada daerah anal
nyeri saat BAB
DO :

- Gelisah
- Skala nyeri 6
P= Hemoroid pada daerah
anal
Q= Menusuk-nusuk

56
R= Berfokus pada satu titik
yaitu anus
S= 6
T= Pada saat BAB
2 Pembesaran Vena Konstipasi
DS : Hemoroidalis
- Kien mengatakan
BAB kurang dari 2
kali dalam seminggu
- Klien mengatakan
harus mengejan saat
BAB
- Pengeluaran fases
lama
DO :
- Feses keras
- Peristaltik usus
menurun
3 Gangguan Resiko Perdarahan
gastrointestinal

DS : (Hemoroid)

- Klien mengatakan
terdapat darah segar
menetes di akhir
BAB ,

- Pasien mengatakan
cemas
DO :

57
- Klien tampak lemas,
- kulit dan membran
mukosa pucat
- Hb 11

58
3. Intervensi Keperawatan (NOC-NIC)

No NANDA NOC NIC


1 Konstipasi 0501 Eliminasi Usus 0450 Manajemen Konstipasi

Definisi: Definisi:
pembentukan dan pengeluaran fases Pencegahan dan menghilangkan
konstipasi
Skala outcome: Aktifitas:
1: sangat terganggu  Monitor tanda dan gejala
5: tidak terganggu konstipasi .
Indikator:  Monitor [hasil produksi]
050101 Pola eliminasi pergerakan usus [feses),
0501012Kontrol gerakan usus meliputi frekuensi, konsistensi,
0501013Warna fases bentuk, volume, dan warna,
050101 5Fases lembut dan berbentuk dengan cara yang tepat
050112 Kemudahan BAB  Monitor bising usus
050118 Tekanan sfingter  Konsultasikan dengan dokter
050119 Otot untuk mengeluarkan feses mengenai penurunan/pening-
050121 Pengeluaran feses tanpa katan frekuensi bising usus
bantuan

59
 Buatlah jadwal untuk BAB,
Skala outcome: dengan cara yang tepat
1: Berat  Dukung peningkatan asupan
5: Sangat Berat cairan, jika tidak ada kontra-
indikasi
050108 Suara bising usus  Instruksikan pasien/keluarga
050109 Darah dalam fases untuk mencatat warna, volume,
050110 Konstipasi frekuensi, dan konsistensi dari
feses
 Instruksikan pasien/keluarga
penggunaan laktasit yang tepat
 Instruksikan pasien/keluarga
mengenai hubungan antara diet,
latihan dan asupan cairan
terhadap kejadian konstipasi
 Berikan edukasi terkait manfaat
makanan tinggi serat
 Evaluasi catatan asupan untuk
apa saja nutrisi [yang telah

60
dikonsumsi]
 Infomasikan pada pasien
mengenai prosedure untuk
mengeluarkan fases secara
manual, jika diperluakan
 Lakukan enema/irigasi, dengan
tepat

2 Nyeri akut 1605 Kontrol nyeri 1400 Manajemen nyeri


Definisi: Definisi:
Tindakan pribadi untuk mengontrol Penggunaan atau reduksi nyeri sampai
nyeri pada tingkat kenyamanan yang dapat
Skala outcome: diterima oleh pasien.
1: tidak pernah menunjukkan Aktitiftas:
5: Secara konsisten menunjukkan  Lakukan pengkajian nyeri
Indikator: komprehensif yang meliputi
160502 Mengenali kapan nyeri terjadi lokasi, karakteristik,
160501 Menggambarkan faktor onset/durasi, frekuensi,
penyebab kualitas, intensitas atau
160503 Menggunkan tindakan beratnya nyeri dan faktor

61
pencegahan pencetus
160504 Menggunkan tindakan  Pastikan perawatan analgesik
pencegahan (nyeri) tanpa analgesik bagi pasien dilakukan dengan
160505Menggunakan analgesik yang pemantauan yang ketat
direkomendasikan  Gali bersama pasien faktor-
160507 Melaporkan perubahan terhadap faktor yang dapat menurunkan
gejala nyeri pada profesional kesehatan atau memperberat nyeri ·
160509 Mengenali apa yang tekait  Berikan informasi mengenai
dengan gejala nyeri nyeri, seperti penyebab berapa
lama nyeri akan dirasakan, dan
antisipasi dari
ketidaknyamanan akibat
prosedur
 Kurangi atau eliminasi faktor-
faktor yang dapat mencetus
atau meningkatkan nyeri
(misalnya ketakutan, kelelahan,
keadaan menonton, dan kurang
pengetahuan •
 Pilih dan implementasikan

62
tindakan yang beragam
(misalnya,
farmakologi,penurunan nyeri
sesuai dengan kebutuhan
prinsip-prinsip manajemen
nyeri ,nonfarmakologi,
interpersonal) untuk
memfasilitasi penurunan nyeri
sesuai kebutuhan
 Ajarkan prinsip-prinsip
manajemen nyeri
 Ajarkan penggunaan teknik non
farmakologi (seperti, biofeed
back, TENS, hypnosis,
relaksasi, bimbingan antisipatif,
terapi musik, terapi bermain,
terapi aktivitas, akupressur,
aplikasi panas/dingin dan
pijatan, sebelum, sesudah dan
jika memung kinkan, ketika

63
melakukan aktivitas yang
menimbulkan nyeri sebelum
nyeri terjadi atau meningkat;
dan bersamaan dengan tindakan
penurun rasa nyeri lainya)
 Dukung istirahat/tidur yang
adekuat untuk membantu
penurunan nyeri

3 Resiko Perdarahan 0413 Keparahan kehilangan darah 4010 Pencegahan perdarahan


Definisi: Definisi:
Keparahan tanda dan gejala perdarahan Pengurangan stimulus yang dapat
internal dan eksteral menyebabkan perdarahan atau
Skala outcome: perdarahan yang berisiko
1: berat Aktifitas:
5: tidak ada  Monitor dengan ketat resiko
Indikator: terjadinya perdarahan pada pasien
041301 kehilangan darah yang terlihat  Monitor tanda-tanda vital ortostatik,
041302 hematuria termasuk tekanan darah
041303 darah terlihat keluar anus  Hindari mengangkat beban berat

64
041301 Cemas  Berikan obat-obatan (minsalnya
041301 Kulit dan membran mukosa antasida) jika diperlukan
pucat  Instruksikan pasien untuk
meningkatkan makanan yang kaya
vitamin K
 Cegah konstipasi (minsalnya,
memotivasi untuk meningkatkan
asupan cairan dan mengkonsumsi
pelunak feses) jika diperlukan

65
4. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

Tanggal Diagnosa Implementasi Evaluasi


16/09/202 Konstipasi  Memantau S : klien
0 pergerakan usus mengatakan
[feses), meliputi masih sulit
frekuensi, untuk BAB
konsistensi, bentuk, O : Pasien
volume, dan warna tampak lemas ,
 Memantau bising perut masih
usus kembung,
 Mengatur waktu yang A : Masalah
tepat untuk defekasi belum teratasi
klien seperti sesudah P : intervensi
makan dilanjutkan

 Membantu memberi dengan kaji

makan sesuai dengan pola BAB

diet yang diberikan pasien

 Memberikan
penyuluhan kesehatan
tentang manfaat
makanan berserat
tinggi

17/09/202 Nyeri Akut  Melakukan pengkajian S : klien


0 nyeri komprehensif mengatakan
P : kesulitan BAB masih nyeri
Q : nyeri menusuk nusuk pada saat BAB
R : di daerah anus O:
S : skala nyeri 5  klien masih
T : saat BAB tampak
 Mengobservasi petunjuk meringis
non veral terhadap  Skala nyeri :
ketidaknyamanan pasien 4

66
 Mengajarkan teknik non A :
farmakologi yaitu teknik Masalah
relaksasi nafas dalam belum
untuk mengurangi nyeri teratasi
 Memberikan lingkungan P :
yang nyaman agar pasien Interven
dapat beristirahat si
sehingga nyeri berkurang dilanjut
 Pemberian analgetik kan
dengan
pemberi
an
analgesi
k dan
teknik
relaksas
i nafas
dalam
18/09/202 Resiko  Mengukur TTV pasien S : Klien
0 pendarahan  Memberikan obat mengatakan

 Menganjurkan pasien tidak terdapat

untuk meningkatkan darah segar

makanan yang kaya pada akhir

vitamin K seperti sayur- BAB


sayuran, kacang-kacangan O : Klien

dll tampak sedikit

 Meningkatkan asupan lemas


cairan pada pasien TD 110/70
mmHg, N 90
x/menit,RR
20x/menit, S 37
C
A : Masalah

67
teratasi
P : Intervensi
dihentikan

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada kasus pasien didiagnosa mengalami Hemorrhoid ekterna +


interna grade III . Hemorrhoid merupakan gangguan sirkulasi darah yang
berupa pelebaran pembuluh (dilatasi) vena. Pelebaran pembuluh vena yang
terjadi di daerah anus sering terjadi. Pelebaran tersebut disebut venecsia
atau varises daerah anus dan perianus. Pelebaran tersebut disebabkan oleh
bendungan darah dalam susunan pembuluh vena. Beradasarkan kasus,
kondisi pasien menunjukkan mengalami gangguan eliminasi yang
disebabkan oleh adanya hemoroid pada daerah anal sehingga
mengakibatkan nyeri. Pasien juga mengalami kontipasi yang diderita
pasien kurang lebih sebulan yang lalu. Konstipasi adalah menurunnya
frekuensi buang air besar disertai dengan penegeluaran feses yang keras
dan bisa menyebabkan nyeri rektum, kondisi ini terjadi karena feses
berada di intestinal lebih lama, sehingga banyak air yang di serab.
Biasanya disebakan oleh pola defeaksi yang tidak teratur, penggunaan
laktasif yang lama , stres, psikologis, obat-obatan, kurang aktifitas.
(Maryunani, 2011). Berdasarakan kasus konstipasi disebabkan oleh
pembesaran vena hemoroidalis. Dan menyebabkan nyeri saat BAB serta
terdapatnya darah segar yang menetes setelah BAB sehingga dapat
menyebabkan terjadinya resiko pendarahan.

Gejala klinis dari konstipasi diantaranya perut begah, penuh, dan


bahkan terasa kaku, tubuh tidak nyaman, mudah merasa lelah dan terasa
berat, tinja atau feses lebih keras, lebih panas, da berwarna lebih gelap,

68
pada saat BAB feses sulit dikeluarkan atau dibuang, dan terkadang harus
mengedan ataupun menekan-nekan perut terlebih dahulu agar dapat
membuang tinja dan menurunya frekuensi buang iar besar dan
meningkatnya waktu buang air besar (biasanya buang air besar menjadi 3
hari sekali atau lebih).

Pencegahan dengan cara memperbanyak makan makanan yang


berserat tinggi, seperti buah-buahan dan sayur-sayuran segar. Selain itu
juga minum air putih yang banyak (1 jam 1 gelas air putih). Dengan
minum air putih yang banyak dan makan makanan yang berserat dapat
mempermudah defekasi. Apabila buang air besar lancar, maka hemorrhoid
kemungkinan besar tidak akan terjadi. Selain mengonsumsi makanan yang
berserat dan banyak minum air putih, hemorrhoid dapat dicegah dengan
cara olah raga teratur, perbanyak jalan kaki, kurangi berdiri terlalu lama
dan duduk terlalu lama, serta istirahat yang cukup.

69
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

70
Kebutuhan eliminasi terdiri dari atas dua, yakni eliminasi urine

(Kebutuhan Buang Air Kecil/BAK) dan eliminasi feses (Kebutuhan Buang

Air Besar/BAB). Eliminasi BAK adalah proses pembuangan sisa

matobolisme tubun baik berupa urine . Buang air besar atau defekasi adalah

suatu tindakan atau proses makhluk hidup untuk membuang kotoran atau

tinja yang padat atau setengah-padat yang berasal dari sistem pencernaan

Secara normal, makanan & cairan masuk kedalam mulut, dikunyah (jika

padat) didorong ke faring oleh lidah dan ditelan dengan adanya refleks

otomatis, dari esofagus kedalam lambung. Organ yang berperan dalam

eliminasi urine adalah: ginjal, kandung kemih dan uretra. Dalam pemenuhan

kebutuhan eliminasi urine terjadi proses berkemih. Berkemih merupakan

proses pengosongan vesika urinaria (kandung kemih). Faktor-faktor yang

mempengaruhi eliminasi urine adalah diet, asupan, respon keinginan awal

untuk berkemih kebiasaan seseorang dan stress psikologi.

4.2 Saran

Disarakan agar lebih menjaga dan memperhatian kebutuhan eliminasi

urine dan feses dalam kehidupan sehari-hari dengan cara mengkonsumi air

putih yang cukup, mamakan makanan yang tinggi serat dan olahaga yang

teratur. Untuk mengevaluasi hasil akhir dan respon klien terhadap asuhan

keperawatan, perawat mengukur keefektifan semua intervensi. Tujuan

optimal dari intervensi keperawatan yangdilakukan ialah kemampuan klien

untuk berkemih secara volumter tanpa mengalami gejala-gejala ( misalnya

urgensi, disuria, atau sering berkemih). Urin yang keluar harus berwarna

71
kekuningan, jernih, tidak mengandung unsure-unsur yang abnormal, dan

memiliki ph serta berat jenis dalam rentang nilai yang normal.

DAFTAR PUSTAKA

72
Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Eliminasi. Terdapat pada :
http://911medical.blogspot.com/2007/06/asuhan-keperawatan-klien-dengan-
masalah.html

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol 3. enerbit


Kedokteran EGC: Jakarta.

Harnawatiaj. 2010. Konsep Dasar Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi Fekal.


Terdapat pada : http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/03/14/konsep-dasar-
pemenuhan-kebutuhan-eliminasi-fecal/

Septiawan, Catur E. 2008. Perubahan Pada Pola Urinarius. Terdapat pada:


www.kiva.org

Sjamsuhidajat. 2004. Buku Ajar Medikal Bedah. Penerbit Kedokteran EGC:


Jakarta.

Supratman. 2000. askep Klien Dengan Sistem Perkemihan

Andi Visi Kartika. Retensi Urin Pospartum.


Http://www.jevuska.com/2007/04/19/retensi-urine-post-partum

Siregar, c. Trisa , 2004, Kebutuhan Dasar Manusia Eliminasi BAB, Program Studi
Ilmu Keprawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Johnson M., Meridean, M., Moorhead, 2000. NANDA, NIC, NOC. PENERBIT:
MOSBY

Barbara, K, dkk. (2002). Kozier and Erb’s Technique In Clinical Nursing. New
Jersey: Pearsson Education.
Potter, P. A., dan Perry, A. G. (2005). Fundamental of Nursing: Concept,
Process, an Practice. (Terj). Asih, Y., et al. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

73

Anda mungkin juga menyukai