Anda di halaman 1dari 27

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Keperawatan Indonesia sampai saat ini masih berada dalam proses
mewujudkan keperawatan sebagai profesi, maka akan terjadi beberapa
perubahaan dalam aspek keperawatan yaitu : penataan pendidikan tinggi
keperawatan, pelayanan dan asuhan keperawatan, pembinaan dan kehidupan
keprofesian, dan penataan lingkungan untuk perkembangan keperawatan.
Pelayanan keperawatan harus dikelola secara profesional, karena itu perlu
adanya Manajemen Keperawatan. Manajemen Keperawatan harus dapat
diaplikasikan dalam tatanan pelayanan nyata di Rumah Sakit, sehingga
perawat perlu memahami bagaiman konsep dan Aplikasinya di dalam
organisasi keperawatan itu sendiri.
Manajemen berfungsi untuk melakukan semua kegiatan yang perlu
dilakukan dalam rangka pencapaian tujuan dalam batas – batas yang telah
ditentukan pada tingkat administrasi. Manajemen adalah suatu ilmu dan seni
perencanaan, pengarahan, pengorganisasian dan pengontrol dari benda dan
manusia untuk mencapai tujuan yang ditentukan sebelumnya. Manajemen
keperawatan adalah proses pelaksanaan pelayanan keperawatan melalui upaya
staf keperawatan untuk memberikan asuhan keperawatan, pengobatan dan rasa
aman kepada pasien, keluarga dan masyarakat.
Untuk lebih memahami arti dari Manajemen Keperawatan maka kita perlu
mengetahui terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan organisasi
keperawatan, bagaimana tugas dan tanggung-jawab dari masing-masing
personil di dalam organisasi yang pada akhirnya akan membawa kita untuk
lebih mengerti bagaimana konsep dasar  dari Manajemen Keperawatan itu
sendiri.

1.2 Rumusan masalah


1. Apa konsep dasar, prinsip, dan tujuan ketenagaan?
2. Apa saja variable – variable yang mempengaruhi ketenagaan?
3. Bagaimana cara penghitungan jumlah tenaga dalam suatu shift?
4. Bagaimana alokasi dan penjadwalan tenaga keperawatan setiap shift?
5. Bagaimana peningkatan kualitas ketenagaan yang efektif sesuai
standar akreditasi?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui konsep dasar, prinsip, dan tujuan ketenagaan
2. Mengetahui variable – variable yang mempengaruhi ketenagaan
3. Mengetahui cara penghitungan jumlah tenaga dalam suatu shift
4. Mengetahui alokasi dan penjadwalan tenaga keperawatan setiap shift
5. Mengetahui peningkatan kualitas ketenagaan yang efektif sesuai
standar akreditasi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar, Prinsip, Dan Tujuan Ketenagaan


A. Ketenagaan
Ketenagaan adalah kegiatan manajer keperawatan untuk merekrut,
memimpin, memberikan orientasi, dan meningkatkan perkembangan individu
untuk mencapai tujuan organisasi. Ketenagaan juga memastikan cukup atau
tidaknya tenaga keperawatan yang terdiri dari perawat yang profesional,
terampil, dan kompeten. Kebutuhan ketenagaan dimasa yang akan datang
harus dapat diprediksi dan suatu rencana harus disusun secara proaktif untuk
memenuhi kebutuhan.
Ketenagaan merupakan anggota/badan usaha yang memperoleh imbalan,
meliputi kegiatan : perekrutan dan seleksi, pendayagunaan, pengembangan
serta pemeliharaan. Manajemen ketenagaan bukan hanya masalah
administrasi/pengaturan karyawan tetapi lebih banyak merupakan pendekatan
integral secara holistik yang meliputi: peningkatan harkat, menghargai, yakin
bahwa semua manusia ingin memperbaiki diri.
1. Tujuan Manajemen Ketenagaan
Tujuan manajemen ketenagaan adalah mendayagunakan tenaga
keperawatan yang efektif dan produktif yang dapat memberikan pelayanan
bermutu sehingga dapat memenuhi pengguna jasa. Keberhasilan organisasi
dalam mencapai tujuan dan sasarannya serta kemampuan menghadapi
tantangan internal maupun eksternal sangat ditentukan oleh kemampuan
mengelola sumber daya manusia setepat-tepatnya.
2. Prinsip-Prinsip Manajemen Ketenagaan
Untuk mencapai kesuksesan yang optimal dalam manajemen, maka
diperlukan prinsip-prinsip sebagai landasan berkegiatan, khususnya dalam
hal pemberdayaan sumber daya manusia dapat dirumuskan sebagai
berikut:
3. Prinsip kompetensi
Kompeten adalah keterampilan yang diperlukan seseorang yang
ditunjukkan oleh kemampuannya untuk dengan konsisten memberikan
tingkat kinerja yang memadai atau tinggi dalam suatu fungsi pekerjaan
spesifik. Prinsip ini fokus pada keterampilan yang dibutuhkan untuk
mengerjakan suatu pekerjaan. Keterampilan-keterampilan ini adalah
kompetensi dan mencerminkan kemampuan potensial untuk melakukan
sesuatu. Secara garis besar, ada dua macam kompetensi, yaitu:
a. Kompetensi manajerial (soft competency): yaitu jenis kompetensi yang
berkaitan dengan kemampuan untuk mengelola karyawan, dan
membangun interaksi dengan orang lain. Misal: kemampuan problem
solving (pemecahan masalah), leadership (kepemimpinan), dan
communication (komunikasi dengan orang lain), dll.
b. Kompetensi teknis (hard competency): yaitu kompetensi yang
berkaitan dengan kemampuan fungsional pekerjaan yang berhubungan
dengan seluk beluk teknis yang berkaitan dengan pekerjaan yang
ditekuni. Misal : kemampuan marketing (pemasaran), electrical,
akuntansi dll.
Dua macam kompetensi diatas mempunyai peran berbeda,
kompetensi manajerial memiliki ruang besar dalam mengelola karyawan
dengan cara membentuk interaksi kepada orang lain. Selain itu,
kompetensi teknis hanya berfokus pada masing-masing tugas dari
pekerjannya masing-masing.
4. Prinsip keoptimalan dan kelebihan dalam kompetensi.
Prinsip kedua adalah kompetensi yang dimiliki harus optimal dan
melebihi kompetensi personal lain yang memiliki kompetensi yang sama.
Langkah yang harus diambil oleh seorang manajer dalam menentukan
sumber daya manusia yang akan diberdayakan dalam suatu mekanisme
kerja adalah bahwa ketika seorang manajer dihadapkan pada adanya dua
orang atau lebih dari anggota organisasi, maka seorang manajer harus
mengutamakan seseorang yang memiliki kompetensi yang melebihi
kompetensi yang dimiliki personal lain.
5. Prinsip kesesuaian kompetensi dengan kebutuhan.
Sistem manajemen sumber daya manusia yang baik adalah sistem
yang menekankan pada adanya kesesuaian tenaga kerja dengan kebutuhan.
Maka dalam perspektif ini, analisis kebutuhan mutlak dilakukan oleh suatu
organisasi atau perorangan dalam sistem rekruitmen tenaga kerja.
Kompetensi tenaga kerja yang tidak sesuai kebutuhan hanya akan
menimbulkan kekacauan dan dapat mengancam kinerja organisasi dan dapat
menimbulkan ancaman bagi pencapaian tujuan, bahkan akan mengancam
keberlanjutan (sustainability) keberadaan organisasi. Karena itu prinsip
kesuaian kompetensi dengan kebutuhan menjadi sesuatu yang prinsip dalam
sistem manajemen.
6. Prinsip kepercayaan
Kepercayaan, kejujuran dan sikap amanah adalah sesuatu yang
penting untuk dipertimbangkan dalam merekruit tenaga kerja untuk
kepentingan organisasi. Sikap ini menjadi salah satu penentu keberhasilan
disamping kemampuan atau kompetensi. Rekruitmen yang hanya
didasarkan pada prinsip kompetensi saja tidak menjamin adanya kinerja
yang baik. Seseorang yang memiliki kompetensi yang amat baik namun
tidak memiliki kejujuran, dan sikap amanah, ia belum tentu dapat
berparsisipasi dengan baik dalam sistem organisasi.
7. Prinsip kesesuaian kompetensi personal dengan penempatan
Penempatan individu sesuai dengan keahlian atau kompetensi kerja
secara tepat merupakan kunci bagi penyelengaraan kerja. Kecerobohan
dalam penempatan seseorang dalam melaksanakan suatu kerja atau tugas
akan prinsip-prinsip manajemen sumber daya manusia berpengaruh kurang
baik dan mungkin menimbulkan kegagalan dalam penyelenggaraan
pekerjaan, oleh karena itu, seorang pimpinan atau manajer yang
berpengalaman akan menempatkan seseorang sesuai kompetensinya sebagai
prinsip utama yang akan menjadi titik tolak bagi prinsip-prinsip lainnya.
8. Prinsip tidak melebihi batas kemampuan dalam pembebanan kerja
Manusia adalah makhluk yang memiliki keterbatasan, baik dari sisi
fisik maupun psikisnya, dan juga dari sisi kompetensi dan daya tahannya,
bahkan waktu yang dimilikinya. Sisi kemanusian ini harus mendapatkan
perhatian oleh seorang pimpinan atau manajer dalam memberikan tugas
kepada bawahannya. Kepercayaan manajer kepada kemampuan yang
dimiliki seseorang harus diiringi dengan kesadaran bahwa seseorang itu
tetap memiliki keterbatasan. Atas dasar kesadaran seperti ini maka seorang
manajer harus membatasi diri untuk memberikan pekerjaan kepada orang
yang dipercayanya memiliki kompetensi, agar tidak melebihi batas
kemampuan orang itu.
9. Prinsip kewenangan dan tanggung-jawab
Kewenangan dan tanggung-jawab adalah prinsip selanjutnya dalam
ketenagaan. Seseorang yang diberi tugas atau amanat untuk melakukan
suatu tindakan atau kerja harus diberikan kewenangan dan tanggung-jawab
dalam melaksanakan tugasnya. Pemberian kewenangan ini mutlak dalam
dalam suatu sistem manajemen untuk menjamin kelancaran pelaksanaan
tugas atau kerja yang dibebankan kepada seseorang. Tanpa adanya
kewenangan, seseorang akan mengalami keraguan dalam melaksanakan
tugasnya, yang pada akhirnya ia tidak dapat melaksanakan tugas dengan
baik. Kewenangan dalam suatu sistem manajemen harus diberikan secara
penuh dalam batasan wilayah kerjanya tanpa ada yang boleh melakukan
intervensi, karena intervensi dari luar akan dapat menggangu mekanisme
kerja dan bermuara pada tidak tercapainya hasil atau tujuan kerja yang
diinginkan.
10. Prinsip batasan kewenangan
Setiap kewenangan memilki batas-batasnya.Kesadaran akan
batasan kewenangan ini harus dimiliki oleh setiap individu dalam suatu
sistem organisasi. Seorang pemimpin memiliki batas kewenangan atas orang
yang dipimpinnya, karyawan memiliki batas kewenangan atas posisi dan
tugasnya. Batasan kewenangan ini tidak boleh dilangkahi atau dilanggar.
Pelanggaran atas batas kewenangan akan dapat merusak sistem organisasi,
yang pada akhirnya membawa pada kegagalan dan bahkan kehancuran.
11. Prinsip adanya penghargaan dan kompensasi
Secara alamiah, manusia bekerja adalah dalam rangka memenuhi
kebutuhannya. Dalam perspektif ini, manusia akan semakin giat bekerja
apabila pekerjaan itu diyakiniya dapat memenuhi apa yang ia butuhkan.
Semakin besar keyakinan dan harapannya terhadap pekerjaannya, semakin
terdorong ia untuk dapat melakukan pekerjaan tersebut dengan baik. Oleh
karena itu pemberian reward (penghargaan) dan kompensasi atas kinerja
seseorang menjadi bagian penting dalam suatu sistem manajemen. Sistem
reward dan Upah bagi karyawan harus mendapatkan perhatian serius untuk
menunjang kinerja organisasi selara menyeluruh. Upah dan reward
merupakan kompensasi yang menentukan terwujudnya kelancaran dalam
bekerja.

2.2 Variabel Variabel Yang Mempengaruhi Ketenagaaan


Sumber Daya manusia merupakan salah satu unsur terpenting dalam sebuah
perusahaan. Perusahaan harus benar-benar memperhatikan masalah Sumber Daya
Manusia dengan sebaik-baiknya terutama bagaimana meningkatkan kinerja
karyawannya. Perusahaan perlu memperhatikan variabel-variabel yang
mempengaruhi kinerja karyawannya. Variabelvariabel tersebut meliputi
kompensasi, kepemimpinan, disiplin kerja, kemampuan kerja, motivasi, kondisi
kerja dan kerjasama. (Nurcahyo, 2011)
Kinerja merupakan perilaku yang nyata yang ditampilkan setiap orang
sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya
dalam perusahaan. (Nursalam, 2014)
Menurut Gibson (1997) dalam buku Nursalam (2014), ada 3 faktor yang
berpengaruh terhadap kinerja,
1. Faktor individu: kemampuan, ketrampilan, latar belakang keluarga,
pengalaman kerja, tingkat sosial dan demografi seseorang.
2. Faktor psikologis: persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi dan
kepuasan kerja.
3. Faktor organisasi: struktur organisasi, desain pekerjaan, kepemimpinan,
sistem penghargaan (reward system).
Yang menjadi permasalahan adalah apakah variabel kompensasi,
kepemimpinan, disiplin kerja, kerjasama, motivasi, kemampuan kerja, kondisi
kerja berpengaruh secara simultan (bersama-sama). (Nurcahyo, 2011)
Ariani, 2009 dalam Skripsinya mengutip dari Gibson menyampaikan Model
teori kinerja dan melakukan analisis terhadap sejumlah variabel yang
mempengaruhi perilaku dan kinerja individu, yaitu variabel individu, variabel
psikologis, dan variabel organisasi. Variabel individu dikelompokkan pada sub
variabel kemampuan dan ketrampilan, latar belakang dan demografis. Sub
variabel kemampuan dan ketrampilan merupakan faktor utama yang
mempengaruhi perilaku dan kinerja individu. Sedangkan demografis memiliki
efek tidak langsung perilaku dan kinerja individu. Variabel psikologis terdiri atas
sub variabel persepsi, sikap, kepribadian, belajar, dan motivasi. Variabel ini
banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial, pengalaman kerja sebelumnya
dan variabel demografis. Variabel psikologis ini merupakan hal yang komplek
dan sulit diukur. Variabel organisasi memiliki efek tidak langsung terhadap
perilaku dan kinerja individu. Variabel ini dogolongkan pada sub variabel sumber
daya, kepemimpinan, imbalan, struktur, dan desain pekerjaan.
1. Variabel Individu
a. Jenis kelamin
Saat ini banyak sekali diperdebatkan mengenai apakah kinerja wanita
sama dengan kinerja pria ketika bekerja. Sementara studi-studi psikologis
menemukan bahwa wanita lebih bersedia untuk memenuhi wewenang dan
pria lebih agresif. Pria lebih besar kemungkinan dari wanita dalam
memiliki pengharapan untuk sukses, tetai perbedaan itu kecil adanya.
(Ariani, 2009)
b. Umur
Hubungan umur dengan kinerja merupakan isu yang penting. Ada
keyakinan bahwa kinerja merosot dengan meningkatnya umur. Umur juga
mempengaruhi produktivitas, hal ini dapat di lihat dari keterampilan
individu terutama kecepatan, kecekatan, kekuatan dan koordinasi
menurun dengan berjalannya waktu dan kebiasaan pekerjaan yang
berlarut-larut dan kurangnya rangsangan intelektual semua menyambung
pada berkurangnya produktivitas kemerosotan ketrampilan fisik apapun
yang disebabkan umur berdampak pada produktivitas. (Ariani, 2009)
c. Pendidikan
Dari penelitian yang dilakukan bahwa pendidikan mempengaruhi kinerja
seseorang dalam bekerja. (Ariani, 2009)
d. Masa Kerja
Pengalaman dikaitkan dengan lama kerja seseorang dalam bidangnya, tapi
pengalaman kerja tidak bisa dijadikan indikator yang menunjukkan
kualitas kerja seseorang. Masa kerja yang lebih lama umunya menjadikan
pegawai lebih banyak tahu dan mempunyai tindakan atau gagasan yang
lebih baik dibandingkan dengan pegawai yang baru bekerja/masa
kerjanya belum lama. (Ariani, 2009)
e. Pelatihan
Pelatihan juga dapat merupakan cara untuk membekali tenaga kerja yang
tidak mempunyai pendidikan formal sesuai tugasnya, sehingga
meningkatkan kualitas pekerjaannya. Dengan pelatihan ini diharapkan
agar seseorang lebih mudah melaksanakan tugasnya. (Ariani, 2009)

2 Variabel Organisasi
a. Supervisi
Supervisi adalah suatu kegiatan pembinaan, bimbingan dan
pengawasan oleh pengelola program/proyek terhadap pelaksanaan di
tingkat administrasi yang lebih rendah, dalam rangka memantapkan
pelaksanaan kegiatan sesuai dengan tujuan dan sasaran yang telah
ditetapkan. Tujuan dari supervisi adalah untuk meningkatkan kinerja
pegawai melalui suatu proses yang sistematis dengan peningkatan
pengetahuan, peningkatan keterampilan. (Ariani, 2009)
b. Imbalan
Setiap orang membutuhkan insentif baik sosial maupun finansial
penghargaan, karena penghargaan merupakan suatu kebutuhan.
Penghargaan atas prestasi atau jasa seseorang ditinjau dari segi
kebutuhan merupakan salah satu kebutuhan manusia yang menurut
teori Maslow (1984) terletak pada urutan keempat yaitu kebutuhan
akan penghargaan diri dan penghargaan dari orang lain. (Ariani, 2009)
Pemberian kompensasi seperti gaji, insentif, tunjangan, bonus, lembur
juga perlu ditingkatkan karena akan dapat membantu meningkatkan
pendapatan karyawan yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerja.
Sebaliknya apabila pendapatan karyawan kecil bagaimana mereka
mampu memenuhi kebutuhannya, dan ini jelas akan berdampak pada
prestasi kerja mereka. (Nurcahyo, 2011)
3 Variabel Psikologis
a. Motivasi
Motivasi kerja adalah pemberian daya penggerak yang meciptakan
kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau bekerja sama, bekerja
efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai
kepuasan. (Ariani, 2009)
Motivasi kerja yang tinggi haruslah diciptakan dalam organisasi. Baik
motivasi materi maupun non materi. Dengan motivasi yang tinggi
diharapkan dapat meningkatkan kinerja karyawan. (Nurcahyo, 2011)
b. Penilaian Kinerja
Disiplin kerja yang tinggi harus diterapkan di organisasi, karena dengan
mendisiplinkan karyawan maka akan dapat meningkatkan kinerja
karyawan. Ada berbagai macam teknik mendisiplinkan karyawan,
organisasi harus memilih mana yang paling tepat diterapkan
diorganisasi. . (Nurcahyo, 2011)
Kepemimpinan yang baik juga akan mempengaruhi kinerja karyawan,
sehingga seorang atasan harus mampu memimpin pegawainya dengan
bijaksana dan profesional. Dengan demikian karyawan merasa dihargai
dan akan dapat meningkatkan kinerjanya. (Nurcahyo, 2011)
Penilaian kinerja adalah proses menilai hasil karya personel dalam suatu
organisasi melalui instrumen penilaian kinerja. (Ariani, 2009).
Penilaian kinerja dimaksudkan untuk mengetahui apakah pekerjaan yang
telah dilakukan sudah sesuai atau belum dengan uraian yang telah disusun
sebelumnya. Dengan begitu, seorang pimpinan dapat menjadikan uraian
pekerjaan sebagai tolak ukur. Penilaian kinerja mencakup faktor-faktor
antara lain: (Ariani, 2009)
1) Pengamatan, yang merupakan proses menilai dan menilik perilaku
yang ditentukan oleh sistem pekerjaan.
2) Ukuran, yang dipakai untuk mengukur prestasi kerja seorang personel
dibandingkan dengan uraian pekerjaan yang telah ditetapkan untuk
personel tersebut.
3) Pengembangan, yang bertujuan untuk memotivasi personel mengatasi
kekurangannya dan mendorong yang bersangkutan untuk
mengembangkan kemampuan dan potensi yang ada pada dirinya.

Penilaian kinerja pada dasarnya mempunyai dua tujuan utama yaitu :


 Penilaian kemampuan personel
Merupakan tujuan yang mendasar dalam rangka penilaian personel
secara individual, yang dapat digunakan sebagai informasi untuk
penilaian efektivitas manajemen sumber daya manusia.
 Pengembangan personel
Sebagai informasi untuk pengambilan keputusan untuk pengembangan
personel seperti promosi, mutasi, rotasi, terminasi, dan penyesuaian
kompensasi. Secara spesifik penilaian kinerja bertujuan antara lain
untuk :
 mengenali sumber daya manusia yang perlu dilakukan
pengembangan
 menentukan kriteria tingkat pemberian kompensasi
 memperbaiki kualitas pelaksanaan pekerjaan
 bahan perencanaan manajemen program sumber daya manusia
masa datang
 memperoleh umpan balik atas hasil prestasi personel

Kinerja karyawan yang optimal dapat diharapkan baik apabila


didukung berbagai faktor seperti kompensasi yang diterima, kerjasama
antar staf administrasi, disiplin kerja yang tinggi, kepemimpinan yang
baik, motivasi kerja yang tinggi, kondisi kerja yg baik dan kemampuan
kerja/administrasi memadai. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan
dengan analisis korelasi maka oleh Nurcahyo, 2011 dalam penelitiannya
tentang Analisis Variabel-Variabel Yang Mempengaruhi Kinerja
Karyawan Pada Pt. Quadra Mitra Perkasa Balikpapan bahwa Variabel-
variabel kompensasi, kepemimpinan, disiplin kerja, kemampuan kerja,
motivasi, kondisi kerja dan kerjasama secara parsial secara signifikan
dapat berpengaruh terhadap variabel kinerja. Kemudian variabelvariabel
kompensasi, kepemimpinan, disiplin kerja, kemampuan kerja, motivasi,
kondisi kerja dan kerjasama secara simultan berpengaruh terhadap kinerja
. Sedangkan variabel-variabel kompensasi, kepemimpinan, disiplin kerja,
kemampuan kerja, motivasi, kondisi kerja dan kerjasama, yang meripakan
faktor dominan adalah kompensasi. (Nurcahyo, 2011)
Dalam keperawatan sendiri variabel variabel inilah yang
mempengaruhi ketenagaan dalam suatu organisasi baik itu di Rumah
Sakit atau Puskesmas ataupun dalam bagian organisasi keperawatan di
dalam ruangan rawat inap. Variabel variabel ini sangat mempengaruhi
kinerja seorang perawat. Diawali dari variabel individu yang mendasari
dan sangat mmpengaruhi kinerja seorang perawat. Perbedaan umur
sampai jenis kelamin dan pengalaman tentu akan sangat berpengaruh
terhadap kinerja seorang perawat. Tentu berdasarkan umur saja, jika
seorang perawat telah mencapai umur yang lebih tua terjadi penurunan
kinerja akibat dari fisik yang makin menurun. Begitupun dengan Variabel
variabel lainnya.

2.3 Perhitungan Tenaga Perawat


Didalam penerapan kebutuhan ketenagakerjaan harus diperhatikan adanya
faktor yang terkait beban kerja perawat, diantaranya seperti berikut :
a. Jumlah klien yang dirawat/hari/bulan/tahun dalam suatu unit
b. Kondisi atau tingkat ketergantungan klien
c. Rata-rata hari perawatan klien
d. Pengukuran perawatan langsung dan tidak langsung
e. Frekuensi tindakan yang dibutuhkan
f. Rata-rata waktu keperawatan langsung dan tidak langsung
g. Pemberian cuti
Menurut Suyanto (2008), perhitungan tenaga kerja perawat perlu
diperhatikan hal-hal, sebagai berikut :
1 Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan tenaga keperawatan.
a. Faktor klien, meliputi : tingkat kompleksitas perawat, kondisi pasien
sesuai dengan jenis penyakit dan usianya, jumlah pasien dan
fluktuasinya, keadaan sosial ekonomi dan harapan pasien dan keluarga.
b. Faktor tenaga, meliputi : jumlah dan komposisi tenaga keperawatan,
kebijakan pengaturan dinas, uraian tugas perawat, kebijakan personalia,
tingkat pendidikan dan pengalaman kerja, tenaga perawat spesialis dan
sikap ethis professional.
c. Faktor lingkungan, meliputi : tipe dan lokasi rumah sakit, lay
out keperawatan, fasilitas dan jenis pelayanan yang diberikan,
kelengkapan peralatan medik atau diagnostik, pelayanan penunjang dari
instalasi lain dan macam kegiatan yang dilaksanakan.
d. Faktor organisasi, meliputi : mutu pelayanan yang ditetapkan dan
kebijakan pembinaan dan pengembangan.
2 Rumusan perhitungan tenaga perawat
a. Peraturan Men.Kes.R.I. No.262/Men.Kes./Per/VII/1979 menetapkan
bahwa perbandingan jumlah tempat tidur rumah sakit dibanding dengan
jumlah perawat adalah sebagai berikut :
Jumlah tempat tidur : Jumlah perawat = 3-4 tempat tidur : 2 perawat.
b. Hasil Work Shop Perawatan oleh Dep.Kes RI di Ciloto Tahun 1971
menyebutkan bahwa :
Jumlah tenaga keperawatan : pasien = 5 : 9 tiap shift.
c. Menggunakan sistem klasifikasi pasien berdasarkan perhitungan
kebutuhan tenaga.

Klasifikasi Klien Berdasarkan Tingkat Ketergantungan Menurut Douglas


(1984, dalam Swansburg & Swansburg, 1999) membagi klasifikasi klien
berdasarkan tingkat ketergantungan klien dengan menggunakan standar sebagai
berikut :
a. Kategori I : self care/perawatan mandiri, memerlukan waktu 1-2 jam/hari
 kebersihan diri, mandi, ganti pakaian dilakukan sendiri
 makanan dan minum dilakukan sendiri
 ambulasi dengan pengawasan
 observasi tanda-tanda vital setiap pergantian shift
 minimal dengan status psikologi stabil
 perawatan luka sederhana.

b. Kategori II : Intermediate care/perawatan partial, memerlukan waktu 3-4


jam/hari
 kebersihan diri dibantu, makan minum dibantu
 observasi tanda-tanda vital setiap 4 jam
 ambulasi dibantu
 pengobatan dengan injeksi
 klien dengan kateter urin, pemasukan dan pengeluaran dicatat
 klien dengan infus, dan klien dengan pleura pungsi.

c. Kategori III : Total care/Intensif care, memerlukan waktu 5-6 jam/hari


 semua kebutuhan klien dibantu
 perubahan posisi setiap 2 jam dengan bantuan
 observasi tanda-tanda vital setiap 2 jam
 makan dan minum melalui selang lambung
 pengobatan intravena “perdrip”
 dilakukan suction
 gelisah / disorientasi
 perawatan luka kompleks
Metode – metode Cara Perhitungan Ketenagakerjaan
A. Metode Douglas
Douglas (1984, dalam Swansburg & Swansburg, 1999) menetapkan
jumlah perawat yang dibutuhkan dalam suatu unit perawatan berdasarkan
klasifikasi klien, dimana masing-masing kategori mempunyai nilai standar
per shift nya, yaitu sebagai berikut :
Jumla Klasifikasi Klien
h Minimal Parsial Total
Pasien Pagi Sore Malam Pagi Sore Malam Pagi Sore Malam
1 0,17 0,14 0,07 0,27 0,15 0,10 0,36 0,30 0,20
2 0,34 0,28 0,14 0,54 0,30 0,20 0,72 0,60 0,40
3 0,51 0,42 0,21 0,81 0,45 0,30 1,08 0,90 0,60
dst

Contoh kasus :
Ruang rawat dengan 17 orang klien, dimana 3 orang dengan
ketergantungan minimal, 8 orang dengan ketergantungan partial dan 6
orang dengan ketergantungan total.
Maka jumlah perawat yang dibutuhkan :
Minimal Parsial Total Jumlah
Pagi 0,17 x 3 = 0,51 0.27 x 8 = 0.36 x 6 = 4.83 (5)
2.16 2.16 orang
Sore 0.14 x 3 = 0.42 0.15 x 8 = 1.2 0.3 x 6 = 1.8 3.42 (4)
orang
Malam 0.07 x 3 = 0.21 0.10 x 8 = 0.8 0.2 x 6 = 1.2 2.21 (2)
orang
Jumlah secara keseluruhan perawat perhari                                                         11
Orang

B. Metode Sistem Akuitas


Kelas I : 2 jam/hari
Kelas II : 3 jam/hari
Kelas III : 4,5 jam/hari
Kelas IV : 6 jam/hari
Untuk tiga kali pergantian shift Pagi : Sore : Malam = 35% : 35 % : 30%
Contoh :
Rata rata jumlah klien
1. kelas I                = 3 orang x 2 jam/hari             = 6 jam
2. kelas II              = 8 orang x 3 jam/hari             = 24 jam
3. kelas III             = 4 orang x 4.5 jam/hari          = 18 jam
4. kelas IV             = 2 orang x 6 jam/hari             = 12 jam
Jumlah jam                                                            :  60 jam
 pagi/sore = 60 jam x 35% = 2.625 orang (3 orang)
                                 8 jam
Malam = 60 jam x 30% = 2.25 orang (2 orang )
                              8 jam
jadi jumlah perawat dinas 1 hari = 3+3+2 = 8 orang.

C. Metode Gillies
Gillies (1994) menjelaskan rumus kebutuhan tenaga keperawatan di suatu
unit perawatan adalah sebagai berikut :
Jumlah jam keperawatan rata-rata = 
Masing2            tiap perawat
jumlah keperawatan yang dibutuhkan /tahun
=          jumlah jam keperawatan yang di berikan perawat/tahun
=          jumlah perawat di satu unit

Prinsip perhitungan rumus Gillies :


Jumlah Jam keperawatan yang dibutuhkan klien perhari adalah :
1. waktu keperawatan langsung (rata rata 4-5 jam/klien/hari) dengan spesifikasi
pembagian adalah : keperawatan mandiri (self care) = ¼ x 4 = 1 jam ,
keperawatan partial (partial care ) = ¾ x 4 = 3 jam , keperawatan total (total
care) = 1-1.5 x 4 = 4-6 jam dan keperawatan intensif (intensive care) = 2 x 4
jam = 8 jam.
2. Waktu keperawatan tidak langsung
· menurut RS Detroit (Gillies, 1994) = 38 menit/klien/hari
· menurut Wolfe & Young ( Gillies, 1994) = 60 menit/klien/hari = 1
jam/klien/hari
3.  Waktu penyuluhan kesehatan lebih kurang 15 menit/hari/klien = 0,25
jam/hari/klien
4. Rata rata klien per hari adalah jumlah klien yang dirawat di suatu unit
berdasarkan rata - rata biaya atau menurut Bed Occupancy Rate (BOR)
dengan rumus :

            Jumlah hari perawatan RS dalam waktu tertentu x 100 %


                        Jumlah tempat tidur x 365 hari

5. Jumlah hari pertahun yaitu : 365 hari.


6.  Hari libur masing-masing perawat per tahun, yaitu : 73 hari
( hari minggu/libur = 52 hari ( untuk hari sabtu tergantung kebijakan rumah
sakit setempat, kalau ini merupakan hari libur maka harus diperhitungkan ,
begitu juga sebaliknya ), hari libur nasional = 13 hari, dan cuti tahunan = 8
hari).
7. Jumlah jam kerja tiap perawat adalah 40 jam per minggu (kalau hari kerja
efektif 6 hari maka 40/6 = 6.6 = 7 jam per hari, kalau hari kerja efektif 5 hari
maka 40/5 = 8 jam per hari)
8. Jumlah tenaga keperawatan yang dibutuhkan disatu unit harus ditambah 20%
(untuk antisipasi kekurangan /cadangan ).
9.  Perbandingan profesional berbanding dengan vocasional = 55% : 45 %

Contoh 
1 Rata rata jam perawatan klien per hari = 5 jam/hari
2 Rata rata = 17 klien / hari (3 orang dengan ketergantungan minimal, 8
orang dengan ketergantungan partial dan 6 orang dengan ketergantungan
total)
3 Jumlah jam kerja tiap perawat = 40 jam/minggu ( 6 hari/minggu ) jadi
jumlah jam kerja perhari 40 jam dibagi 6 = 7 jam /hari
4 Jumlah hari libur : 73 hari ( 52 +8 (cuti) + 13 (libur nasional)

Ø  Jumlah jam keperawatan langsung


- Ketergantungan minimal      = 3 orang x 1 jam = 3 jam
- Ketergantungan partial         = 8 orang x 3 jam = 24 jam
- Ketergantungan total            = 6 orang x 6 jam = 36 jam
                                    Jumlah jam                        = 63 jam
Ø  Jumlah keperawatan tidak langsung
            17 orang klien x 1 jam = 17 jam
Ø  Pendidikan Kesehatan = 17 orang klien x 0,25 = 4,25 jam

Sehingga Jumlah total jam keperawatan /klien/hari :


63 jam + 17 jam + 4,25 jam = 4,96 Jam/klien/hari
                        17 orang
Jadi,,
1.   Jumlah tenaga yang dibutuhkan :
4,96 x 17 x 365    =   30.776,8 = 15,06 orang ( 15 orang )
(365 – 73) x 7              2044
2.   Untuk cadangan 20% menjadi 15 x 20% = 3 orang
3.   Jadi jumlah tenaga yang dibutuhkan secara keseluruhan 15 + 3 = 18
orang /hari
Perbandingan profesional berbanding dengan vocasional = 55% : 45 % =
10 : 8 orang

D. Metode Swansburg
Contoh:
Pada suatu unit dengan 24 tempat tidur dan 17 klien rata rata perhari.
Jumlah jam kontak langsung perawat – klien = 5 jam /klien/hari.
Total jam perawat /hari : 17 x 5 jam = 85 jam jumlah perawat yang
dibutuhkan : 85 / 7 = 12,143
( 12 orang) perawat/hari
Total jam kerja /minggu = 40 jam jumlah shift perminggu = 12 x 7 (1
minggu) = 84 shift/minggu jumlah staf yang dibutuhkan perhari = 84/6 = 14
orang (jumlah staf sama bekerja setiap hari dengan 6 hari kerja perminggu
dan 7 jam/shift)
Menurut Warstler dalam Swansburg dan Swansburg (1999),
merekomendasikan untuk pembagian proporsi dinas dalam satu hari, pagi : siang :
malam = 47 % : 36 % : 17 % Sehingga jika jumlah total staf keperawatan /hari =
14 orang
 Pagi     : 47% x 14 = 6,58 = 7 orang
 Sore     : 36% x 14 = 5,04 = 5 orang
 Malam : 17% x 14 = 2,38 = 2 orang

2.4 Alokasi dan Penjadwalan Tenaga Keperawatan setiap shift


A. Pengertian
Alokasi adalah penentuan banyaknya barang yang disediakan untuk
suatu tempat (Pembeli dan sebagainya) penjatahan. Atau penentuan
banyaknya biaya yang disediakan untuk suatu keperluan (Kamus besar
bahasa Indonesia:Online).
Penjadwalan adalah pengalokasian waktu yang tersedia untuk
melaksanakan masing-masing pekerjaan dalamrangkamenyelesaikan suatu
kegiatan hingga tercapainya hasil yang optimal dengan mempertimbangkan
keterbatasan-keterbatasan yang ada (Husein 2008 dalam Jurnal USU). Salah
satu layanan dalam rumah sakit adalah layanan rawat inap. Di dalam
layanan ini terdapat alur tranformasi kegiatan, mulai dari tahap penelitian
terhadap pasien., diagnosis hingga tahap penyembuhan. Layanan rawat inap
dalam rumah sakit tersebut membutuhkan penjadwalan yang optimal.
Optimal artinya keutungan harus sebesar-besarnya dan kerugian harus
sekecil-kecilnya (Suyadi 2005 dalam setiawan dkk).
Penentuan jadwal diperlukan peranan penting pihak management
terutama kepala bidang keperawatan, dalam prosesnya menggunakan cara
manual. cara seperti ini membutuhkan waktu yang lama. Pihak management
harus membuat penjadwalan perawat setiap unit ruang rawat inap (setiawan
dkk 2014).
B. Penjadwalan perawat
Perencanaan kebutuhan dan penjadwalan perawat adalah salah satu hal yang
paling penting yang harus di buat di dalam keputusan rumah sakit,Ada tiga
hal yang berkaitan dengan proses dan pengambilan keputusan perencanaan
kebutuhan dan penjadwalan perawat yaitu:
1 Staffing Decision Yaitu merencanakan tingkat atau jumlah kebutuhan
akan perawat prakualifikasinya.
2 Scheduling decisión Yaitu menjadwalkan hari masuk dan libur juga
shift. Shift kerja untuk setiap harinya sepanjang periode penjadwalan
dalam rangka memenuhi kebutuhan 3 mínimum tenaga perawat yang
harus tersedia
3 Allocation Decision Yaitu membentuk kelompok perawat untuk
dialosikan ke shift-shift atau hari-hari yang kekurangan tenaga kibat
adanya variasi demand yang tidak diprediksi, misalnya absennya
perawat.
C. Karakteristik Penjadwalan Perawat
Penjadwalan perawat memiliki karakteristik yang penting, antara lain:
a. Coverage
Jumlah perawat dengan berbagai tingkat yang akan ditugaskan sesuai
jadwal berkenaan dengan pemakaian minimum personel perawat tersebut.
b. Quality
Sebuah alat untuk menilai keadaan pola jadwal.
c. Stability
Bagaimana agar seseorang perawat mengetahui kepastian jadwal libur
masuk untuk beberapa hari mendatang dan supaya mereka mempunyai
pandangan bahwa jadwal ditetapkan oleh suatu kebijaksanaan yang stabil
dan konsisten, seperti weekend policy, rotation policy.
d. Flexibility
Kemampuan jadwal untuk mengantisipasi setiap perubahan-perubahan
seperti pembagian fulltime, part time, rotasi shift dan permanen shift.
e. Fairness
Alat untuk menyatakan bahwa tiap-tiap perawat akan merasa diberlakukan
sama.
f. Cost
Jumlah resource yang dikonsumsi untuk penyusunan maupun operasional
penjadwalan. (Menurut Warner 1976 dalam Atmasari 2014)
g. Model Sedehana Penjadwalan Perawat di Ruangan
Rumah sakit merupakan instansi yang memiliki kesibukan kerja yang
sangat tinggi. Kesibukan ini akan lebih tampak pada ruangan dimana pada
ruangan ini pengaturan seluruh sumber daya yang meliputi dokter,
perawat, kendaraan ambulan, obat-obatan sampai pengaturan shift jaga
harus dioptimalkan. Misalkan pada ruang rawat di sebuah rumah sakit
waktu jaga perawat dalam sehari dibagi kedalam 3 shift, yaitu shift pagi,
sore dan shift malam. Penjelasan untuk masing-masing shift adalah
sebagai berikut :
1. Shift pagi
kebutuhan dalam 1 hari = 7 jam kerja dan durasi waktu = antara pukul
7.00 pagi s.d 14.00 sore
2. Shift sore
Kebutuhan dalam 1 hari = 7 jam kerja dan Durasi waktu = antara pukul
14.00 sore s.d 21.00 malam
3. Shift malam
kebutuhan dalam 1 hari = 10 jam kerja dan Durasi waktu = antara
pukul 21.00 malam s.d 7.00 pagi dihari berikutnya.
Dalam memenuhi kebutuhan perawat untuk seluruh shift, haruslah
mematuhi peraturan-peraturan yang ada pada rumah sakit. Karena
banyaknya batasan-batasan dalam pembuatan jadwal, hal ini
mengakibatkan hampir tidak ada solusi yang benar-benar feasible untuk
digunakan. Dalam prakteknya pasti terdapat pelanggaran-pelanggaran
terhadap satu atau beberapa peraturan.Oleh karena itu, batasan-batasan
model dibagi kedalam dua jenis yaitu :
1. Kendala utama
Merupakan batasan-batasan yang merepresentasikan peraturan-
peraturan kerja yang tidak boleh dilanggar. Contoh kendala utama
adalah : Seorang perawat tidak dapat berjaga pada shift pagi, sore
dan malam dalam secara berturut-turut. Dan Setiap perawat tidak
boleh ditugaskan pada lebih dari empat hari aktif kerja berturut-turut.
2. Kendala tambahan
Merupakan batasan-batasan yang merepresentasikan peraturan-
peraturan kerja yang sewaktu-waktu dapat dilanggar, namun sebisa
mungkin pelanggaran terhadap kendala tambahan tersebut
diminimalkan. Contoh kendala tambahan adalah: Setiap perawat
tidak boleh ditugaskan pada dua shift malam berturut-turut dan
Setiap perawat tidak boleh ditugaskan pada tiga shift sore berturut-
turut. (Atmasari 2014)

2.5 Standar Mutu Pelayanan Keperawatan


Sesuai dengan peranan yang dimiliki oleh masing-masing unsur pelayanan
kesehatan, standar dalam program menjaga mutu secara umum dapat
dibedakan atas dua macam yakni:
a. Standar Pelayanan Minimal
Standar persyaratan minimal adalah keadaan minimal yang harus
dipenuhi untuk dapat menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan
yang bermutu. Standar persyaratan minimal terdiri dari :
1. Standar Masukan (stuktur)
Dalam standar masukan ditetapkan persyaratan minimal unsur
masukan yang diperlukan untuk dapat menyelenggarakan pelayanan
kesehatan yang bermutu terdiri dari :
 Jenis, jumlah dan kualifikasi tenaga pelaksana;
 Jenis, jumlah dan spesifikasi sarana;
 Jumlah dana (modal);
Jika standar masukan merujuk pada tenaga pelaksana disebut
dengan nama standar ketenagaan (standard of personnel).
Sedangkan jika standar masukan merujuk pada sarana dikenal
dengan nama standar sarana (standard of facilities). Untuk dapat
menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu,
standar masukan tersebut haruslah dapat ditetapkan.
2. Standar Lingkungan
Dalam standar lingkungan ditetapkan persyaratan minimal unsur
lingkungan yang diperlukan untuk dapat meyelenggarakan pelayanan
kesehatan yang bermutu, terdiri dari :
 Garis-garis besar kebijakan (policy);
 Pola organisasi (organization);
 Sistem manajemen (management) yang harus dipatuhi oleh setiap
pelaksana pelayanan kesehatan;
Standar lingkungan ini populer dengan sebutan standar organisasi
dan manajemen (standard organization and management). Sama halnya
dengan masukan, untuk dapat menjamin terselenggaranya pelayanan
kesehatan yang bermutu, maka standar lingkungan harus ditetapkan.
3 Standar Proses
Dalam standar proses ditetapkan persyaratan minimal unsur proses
yang harus dilakukan untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan
yang bermutu, terdiri dari :
 Tindakan medis;
 Tindakan non medis;
Standar proses dikenal dengan nama standar tindakan (standar of
conduct). Pada dasarnya baik tidaknya mutu pelayanan kesehatan sangat
ditentukan oleh kesesuaian tindakan dengan standar proses, maka haruslah
dapat diupayakan tersusunnya standar proses.

b. Standar Penampilan Minimal


Standar penampilan minimal merujuk pada penampilan layanan
kesehatan yang masih dapat diterima. Standar ini, karena merujuk pada
unsur keluaran, disebut  dengan nama standar keluaran, atau populer
dengan sebutan standar penampilan (standar of performance). Standar
keluaran merupakan hasil akhir atau akibat dari layanan kesehatan. Standar
keluaran akan menunjukkan apakah layanan kesehatan berhasi atau gagal.
Keluaran (outcome) adalah apa yang diharapkan akan terjadi sebagai hasil
dari layanan kesehatan yang diselenggarakan dan terhadap apa
keberhasilan tersebut akan diukur. Standar keluaran berupa penampilan
aspek medis dan  penampilan aspek non medis.
Mutu pelayanan yang diselenggarakan masih dalam batas-batas
kewajaran dapat diketahui dengan membandingkan pada standar keluaran
yang ditetapkan. Untuk dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
maka keempat standar tersebut perlu dipantau, dan dinilai secara obyektif
serta berkesinambungan. Bila ditemukan penyimpangan,perlu segera
diperbaiki. Pada proses pelaksanaannya pemantauan standar-standar
tersebut tergantung kemampuan yang dimiliki, maka perlu disusun
prioritas.
Pemantauan dan penilaian standar ini diukur dari indikator yang
sesuai, yang secara umum dapat dibedakan pula atas empat macam yaitu
indikator masukan, proses, lingkungan serta keluaran. Dalam praktik
sehari-hari, sekalipun indikator mutu pelayanan kesehatan sebenarnya
hanya merujuk pada indikator keluaran, namun karena pelayanan
kesehatan pada dasarnya merupakan hasil interaksi dari unsur masukan
dengan unsur lingkungan dan proses, menyebabkan ukuran pelayanan
kesehaatan bermutu sering dikaitkan pula dengan ketiga indikator tersebut.
Dengan perkataan lain, indikator masukan, proses, serta lingkungan yng
sebenarnya lebih merujuk pada faktor-faktor yang mempengaruhi mutu
pelayanan kesehatan, turut diperhitungkan pada waktu membicarakan
mutu pelayanan kesehatan.
Kegiatan dalam mendukung pencapaian mutu pelayanan kesehatan,
keperawatan sebagai bagian yang terintegrasi dengan pelayanan kesehatan
juga memiliki andil dalam mencapai pelayanan kesehatan yang bermutu.
Upaya pemantauan yang berkesinambungan diperlukan untuk menilai
mutu pelayanan keperawatan di sarana kesehatan. Program pengendalian
mutu yang menunjang tercapainya pelayanan keperawatan yang efisien
dan efektif di sarana kesehatan . Sehingga diperlukan standar mutu dalam
pelayanan keperawatan yang terdiri dari :
a. Struktur
 Adanya kebijakan program pengendalian mutu pelayanan
keperawatan di sarana kesehatan.
 Adanya program pengendalian mutu pelayanan keperawatan.
 Adanya standar pelayanan keperawatan.
 Adanya mekanisme pelaksanaan program pengendalian mutu.
 Adanya tim pengendalian mutu dalam Organisasi Pelayanan
Kesehatan.
 Adanya sumber daya yang menandai dalam jumlah dan kualitas.
b. Proses
 Menyusun alat pengendalian mutu sesuai dengan metoda yang
dipilih.
 Melaksanakan upaya pengendalian mutu antara lain : audit
keperawatan/ supervise keperawatan, Gugus Kendali Mutu, survey
kepuasan pasien, keluarga/petugas, presentasi kasusdan ronde
keperawatan.
 Menganalisa dan menginterpretasikan data hasil evaluasi
pengendalian mutu.
 Menyusun upaya tindak lanjut.
c. Hasil
 Adanya dokumen hasil pengendalian mutu.
 Adanya dokumen umpan balik dan upaya tindak lanjut.
 Adanya dokumen hasil survey kepuasan pasien, keluarga dan
petugas.
 Adanya penampilan klinik tenaga keperawatan sesuai dengan
standar pelayanan keperawatan.
 Menurunya angka kejadian komplikasi sebagai akibat pmberian
asuhan keperawatan antara lain : dekubitus, jatuh, pneumia,
pneumia orthostatic, infeksi nasokomial, drop foot.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Menurut Minetti dan Hurchinsen ( 1975 ) dalam Gillies ( 1994 ),
waktu yang dibutuhkan untuk perawatan langsung didasarkan pada kategori
berikut :
a. Perawatan mandiri ( self care )
b. Perawatan sebagian (partial care)
c. Perawatan total ( Total care )
d. Perawatan intensif ( intensive care )
Metode perhitungan yang digunakan untuk menghitung tenaga kperawatan
yaitu :
a. Metode Douglas
b. Metode Sistem Akuitas
c. Metode Gillies
d. Metode Swanburg
DAFTAR PUSTAKA

Ariani, F. K. 2009. Gambaran Kinerja Pegawai di Instalasi Gizi RSUD Koja


Tahun 2009. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia

Kholid musyaddad, Manajemen Sumber Daya Manusia dalam Perspektif Islam,


Edu – Physic Vol. 4, Tahun 2013, h. 53

Jusuf Irianto, Manajemen Sumber Daya Manusia Sektor Publik di Indonesia:


Pengantar Pengembangan Model MSDM Sektor Publik. Tahun 2011,
Volume 24, Nomer 4, h.283

Nurcahyo, A. 2011. Analisis Variabel-Variabel Yang Mempengaruhi Kinerja


Karyawan Pada Pt. Quadra Mitra Perkasa Balikpapan (Jurnal).
Pariwisata Politeknik Negeri Samarinda

Nursalam. 2014. Manajemen Keperawatan : Aplikasi dalam Praktik Keperawatan


Profesional. Salemba Medika:Jakarta

Anda mungkin juga menyukai