Anda di halaman 1dari 7

Hubungan Karakteristik Demografi dengan

Gangguan Mental Emosional pada Tenaga Kesehatan


di Puskesmas Jetis 1 pada Masa Pandemi Covid-19
Salma Salsabila Atmaja1, Warih Andan Puspitosari2
1
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta, Yogyakarta, Indonesia, 55183
2
Dosen Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,
Yogyakarta, Indonesia, 55183
Email: salma.s.fkik18@mail.umy.ac.id1; warihandan@gmail.com2

ABSTRAK juga semakin meningkat. Kesehatan mental tenaga


kesehatan mendapat perhatian khusus karena tenaga
Wabah penyakit corona virus 2019 (COVID-19) yang Kesehatan termasuk salah satu kelompok yang paling
muncul di Wuhan, Cina, menyebar ke seluruh negeri mulai terpapar virus (Rodríguez et al, 2020).
akhir Desember 2019 telah menarik perhatian dari seluruh
dunia (Zhu N et al, 2020). Organisasi Kesehatan Dunia Menurut WHO (2019), kesehatan mental adalah kondisi
(WHO) menyatakan COVID-19 sebagai pandemi pada dari kesejahteraan yang disadari individu yang di
Maret 2020. Tenaga Kesehatan merupakan salah satu yang dalamnya terdapat kemampuan-kemampuan untuk
paling berdampak dalam situasi pandemi karena harus mengelola stres kehidupan. Kesehatan mental merupakan
melaksanakan tugas secara langsung dalam menangani hal penting yang harus diperhatikan selayaknya kesehatan
pandemi dan merupakan kelompok rentan yang terpapar fisik. Gangguan kesehatan mental bukanlah sebuah
virus. Hal ini menyebabkan masalah kesehatan mental keluhan yang hanya diperoleh dari garis keturunan (Putri
tenaga kesehatan mendapatkan perhatian. Tenaga et al, 2015).
kesehatan memiliki risiko lebih besar mengalami
gangguan mental emosional yang akan berdampak pada Berdasarkan data Riskesdas tahun 2018, diketahui bahwa
kinerja dalam mengatasi pandemi di layanan kesehatan. prevalensi gangguan mental emosional di Indonesia pada
Faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya penduduk umur ≥ 15 tahun adalah 9,9 %. Kondisi pandemi
gangguan mental emosional tenaga kesehatan diantaranya saat ini menempatkan tenaga kesehatan dalam ancaman
adalah faktor demografi seperti usia, status pernikahan, gangguan psikologis. Ancaman psikologis terjadi karena
jenis kelamin, dan pekerjaan. Penelitian ini bertujuan merasa tidak aman saat memberi layanan perawatan pada
untuk menganalisis hubungan antara karakteristik pasien Covid-19 dan kekhawatiran risiko menularkan
demografi yaitu usia, jenis kelamin, status pernikahan, dan infeksi kepada keluarga/diri sendiri (Susanto, 2020). Hal
pekerjaan dengan gangguan mental emosional tenaga tersebut dapat berdampak pada kesehatan mental tenaga
kesehatan puskesmas jetis 1 di masa pandemi covid-19. kesehatan. Tenaga Kesehatan memiliki risiko lebih tinggi
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif analitik memiliki gejala psikologis seperti depresi, kecemasan,
dengan metode cross sectional. Responden adalah tenaga stres berat, dan kelelahan selama pandemi covid-19 (
kesehatan di Puskesmas Jetis 1, Bantul, DIY, yang Talevi et al, 2020).
bersedia menjadi responden dalam penelitian dan mengisi
kuisioner dengan lengkap. Responden diambil secara Penelitian sebelumnya tentang penyakit menular lainnya,
purposive sampling. Penilaian gangguan mental emosional yaitu Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS), Middle
menggunakan kuisioner Self Reporting Questionnaire East Respiratory Syndrome (MERS), dan Ebola Virus
(SRQ) yang sudah tervalidasi. Analisis data menggunakan Disease secara konsisten menunjukkan hasil bahwa tenaga
uji chi square dan Spearman. Responden penelitian kesehatan melaporkan memiliki gejala kecemasan dan
berjumlah 42 orang. Responden yang mengalami depresi, baik selama dan setelah wabah (Braquehais et al,
gangguan mental emosional sebanyak 19%. Uji hipotesis 2020).
menunjukkan tidak terdapat hubungan bermakna antara
gangguan mental emosional dengan variabel demografi Gangguan kesehatan mental jika tidak diatasi akan
dengan nilai p>0,05, yaitu usia (p=0,497), jenis kelamin mempengaruhi kondisi tenaga kesehatan. Emosi yang
(p=0,572), status pernikahan (p=1,000), dan pekerjaan tidak stabil, mungkin akan mempengaruhi fisik seperti
(p=0,643). Terdapat beberapa penelitian sebelumnya lelah, jenuh, pusing, bisa juga mengalami gangguan
tentang hubungan antara karakteristik demografi dengan pencernaan karena stres dan menyebabkan relasi dengan
gangguan mental emosional, namun belum dilaksanakan di teman, anak, atau pasangan bermasalah. Efek yang terjadi
Puskesmas Jetis 1, Bantul, DIY. pada tenaga kesehatan terkait dengan kesehatan mental
sangat penting untuk diperhatikan (Susanto, 2020).
Kata kunci: faktor demografi, tenaga kesehatan, gangguan
mental emosional, pandemi covid-19 Puskesmas sebagai fasilitas pelayanan kesehatan primer
mengalami dampak yang sama dengan rumah sakit. Tidak
PENDAHULUAN hanya berdampak pada tenaga kesehatan tetapi berdampak
Organisasi Kesehatan Dunia (World Health juga pada layanan kesehatan di puskesmas (Unicef.org,
Organization/WHO) menyatakan COVID-19 sebagai 2020). Penelitian Stefanny et al (2021) menunjukkan
pandemi pada Maret 2020. Jumlah kasus yang meningkat, bahwa pandemi Covid-19 mempengaruhi pelayanan
menyebabkan jumlah tenaga kesehatan yang dibutuhkan kesehatan yang ada di Puskesmas.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor (Irasto, 2007). Gangguan mental emosional lebih banyak
demografi yang berpengaruh terhadap kesehatan mental terjadi pada seseorang yang hidup sendiri baik karena
tenaga kesehatan di puskesmas Jetis 1, Bantul, DIY pada bercerai atau memang tidak menikah (Suyoko, 2012).
masa pandemi Covid-19.
Penelitian Safitri (2013) menemukan bahwa depresi
cenderung ditemukan pada seseorang yang berpenghasilan
rendah karena penghasilan rendah akan menyebabkan
KAJIAN LITERATUR
seseorang dihadapkan dengan berbagai permasalahan
Pemahaman kesehatan jiwa tercantum dalam Undang-
dalam hidupnya
Undang No.18 Tahun 2014 tentang kesehatan jiwa yaitu
kondisi seorang individu dapat berkembang secara fisik,
mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut Tenaga kesehatan berdasarkan Undang-undang Republik
menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, Indonesia Tentang Kesehatan No 36 tahun 2014 adalah
dapat bekerja secara produktif dan mampu memberikan setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kontribusi dalam komunitasnya (Kementerian Hukum dan kesehatan serta memiliki pengetahuan dan keterampilan
HAM, 2014). Seseorang yang memiliki mental sehat tidak melalui pendidikan di bidang Kesehatan. Tenaga
mudah terganggu oleh stresor (penyebab terjadinya stres) Kesehatan memiliki peranan penting untuk meningkatkan
dan mampu menahan diri dari tekanan-tekanan yang kualitas pelayanan kesehatan yang maksimal kepada
datang dari dirinya sendiri dan lingkungannya (Hamid, masyarakat agar masyarakat mampu meningkatkan
2017). kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat.
Pandemi COVID 19 di Indonesia membebani sistem
Gangguan mental ada bermaca-macam yang memiliki layanan kesehatan, termasuk tenaga kesehatan. Risiko
gejala yang berbeda-beda. Gangguan jiwa adalah kondisi yang paling terlihat adalah keselamatan tenaga kesehatan,
abnormal pada pikiran, emosi, perilaku dan hubungan terutama yang berada di garis depan yang rentan paparan
dengan orang lain. Berbagai jenis gangguan jiwa COVID-19 yang berisiko mengancam jiwa. Tenaga
diantaranya adalah Skizofrenia, Depresi, Gangguan kesehatan berpotensi terkena stres yang sangat tinggi,
Kecemasan, gangguan karena penyalahgunaan Narkoba, tetapi tidak ada aturan atau kebijakan yang dapat
Gangguan Afektif Bipolar, Demensia, dan gangguan melindungi tenaga kesehatan dari perspektif kesehatan
perkembangan termasuk Autis (WHO, 2017). mental (fk.ui.ac.id, 2020). Penelitian Lai et al (2020)
terhadap 1.257 dokter dan perawat manunjukkan bahwa
50.4% responden mengalami gejala depresi, 44.6%
Penelitian Fauzia (2016) menunjukkan terdapat beberapa
mengalami gejala kecemasan, 34% mengalami insomnia,
faktor yang mempengaruhi kesehatan jiwa seperti faktor
dan 71.5% mengalami distress.
psikologis, biologis, lingkungan, dan sosial budaya.
Berdasarkan penelitian Harista et al (2015), beberapa
faktor lain yang berpengaruh pada kesehatan mental adalah Menurut WHO (2020), pandemi adalah penyebaran
usia, jenis kelamin, status pernikahan, pendidikan, dan penyakit baru ke seluruh dunia. Pandemi mengacu pada
pekerjaan. Faktor-faktor tersebut termasuk karakteristik epidemi yang telah menyebar di beberapa negara atau
demografi. benua. Sebagian besar penggunaan istilah pandemi
merujuk pada penyakit yang meluas secara geografis.
Selain ekstensi geografis, sebagian besar penggunaan
Penelitian Davidson (2006) menyimpulkan bahwa
pandemi menyiratkan perpindahan penyakit atau
golongan usia dewasa lebih banyak menderita depresi. Ini
penyebaran melalui transmisi yang dapat berpindah dari
terjadi karena pada usia tersebut ada tahap-tahap serta
satu tempat ke tempat lain. Perpindahan penyakit meliputi
tugas perkembangan yang penting. Peralihan dari masa
penyebaran penyakit dari orang ke orang yang disebabkan
anak-anak ke masa remaja, remaja ke dewasa, masa
oleh virus pernapasan, seperti influenza dan SARS
sekolah ke kuliah atau bekerja, serta masa pubertas hingga
(Morens, Folkers and Fauci, 2009) dalam (Handayani,
ke pemikahan. Menurut penelitian Koenig et al (2003)
2020).
risiko gangguan mental emosional setelah usia 50 tahun
disebabkan oleh faktor biologis yang dapat disebabkan METODE PENELITIAN
oleh perubahan susunan saraf pusat. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif analitik
dengan metode cross sectional. Variabel bebas pada
Penelitian Harista et al (2015) menunjukkan bahwa penelitian ini adalah karakteristik demografi dan variabel
perempuan lebih rentan mengalami depresi daripada laki- terikat adalah gangguan mental emosional. Data yang
laki karena perempuan cenderung menggunakan perasaan digunakan adalah data primer yang diambil secara
atau lebih emosional, sehingga jarang menggunakan logika langsung pada responden menggunakan kuestioner.
sehingga membuat perempuan lebih sulit menghadapi
stres. Selain itu wanita lebih rentan mengalami gangguan Responden adalah tenaga kesehatan di Puskesmas Jetis 1
mental emosional karena disebabkan oleh perubahan Bantul yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi
hormonal dan perbedaan karakteristik antara pria dan dengan cara purposive sampling. Kriteria inklusi yaitu
wanita (Marini, 2006). tenaga kesehatan yang bekerja di Puskesmas Jetis 1 Bantul
yang bersedia menjadi responden, dan mengisi kuisioner
Depresi terjadi 4 kali lebih sering pada status tidak dengan lengkap. Kriteria eksklusi adalah tenaga kesehatan
menikah dibandingkan yang status menikah. individu yang yang sedang cuti saat pengambilan data. Penentuan besar
berstatus tidak menikah sering kehilangan dukungan yang sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus slovin:
cukup besar sehingga menyebabkan suatu keadaan yang
tidak menyenangkan dan kesendirian menurut penelitian
Keterangan :
Tabel 1. Karakteristik Berdasarkan Kelompok Usia
= ukuran sampel

= ukuran populasi
e = nilai besaran kesalahan/margin of error

Perhitungan sampel berdasarkan rumus di atas dihasilkan


minimal sampel adalah sebanyak 41 orang.

Pengukuran gangguan mental emosional menggunakan


kuesioner Self Reporting Questionnaire (SRQ) yang terdiri Tabel 2. Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin
dari 20 butir pertanyaan yang sudah tervalidasi. Kuesioner
ini dikembangkan oleh World Health Organization
(WHO) sebagai alat skrining gangguan jiwa. Kuisioner
data identitas dan karakteristik demografi digunakan untuk
mengetahui karakteristik demografi responden.

Tabel 3. Karakteristik Berdasarkan Status Pernikahan


Sebelum dilakukan pengambilan data, penelitian ini telah
dinyatakan layak etik oleh Komite Etika Penelitian
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta dengan nomor 093/EC-KEPK
FKIK UMY/III/2021. Penelitian ini dinyatakan layak etik
setelah terpenuhinya tujuh standar WHO 2011 yaitu, nilai
sosial, nilai ilmiah, pemerataan beban dan manfaat, resiko,
bujukan/eksploitasi, kerahasiaan dan privacy, dan Tabel 4. Karakteristik Berdasarkan Jenis Pekerjaan
persetujuan setelah penjelasan yang merujuk pada
Pedoman Council for International Organizations of
Medical Sciences (CIOMS) 2016.

Peneliti memilih responden yang sesuai kriteria inklusi dan


eksklusi untuk diminta menjadi responden penelitian
setelah dinyatakan layak etik. Responden yang bersedia
untuk mengikuti penelitian ini diminta untuk mengisi
lembar informed consent dan setelah itu responden dapat
mengisi bagian biodata dan kuesioner. Responden mengisi
lembar informed consent, biodata, dan kuesioner secara
langsung melalui kuisioner yang telah dibagikan.

Responden yang berpartisipasi pada penelitian ini adalah


42 orang. Gangguan mental emosional dan karakteristik
demografi (usia, jenis kelamin, dan status pernikahan)
dianalisis korelasinya menggunakan uji chi-square
sedangkan gangguan mental emosional dan karakteristik Tabel 5. Karakteristik Berdasarkan Kesehatan Mental
demografi (pekerjaan) dianalisis korelasinya dengan uji
Spearman dengan bantuan program SPSS version 25.0 for
windows.

HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Karakteristik Responden Penelitian
Berdasarkan tabel-tabel di atas, responden paling
Penelitian dilaksanakan di Puskesmas Jetis 1 Bantul banyak berusia <36 tahun yang termasuk kategori dewasa
dengan responden sebanyak 42 orang yang memenuhi awal yaitu 26 orang (61,9 %), sedangkan responden paling
kriteria inklusi dan eksklusi. Responden mengisi data sedikit berusia 36-45 tahun yang termasuk kategori dewasa
karakteristik pribadi dan SRQ Questionnare. Karakteristik akhir yaitu 3 orang (7,1 %). Responden lebih banyak
demografi responden yaitu usia, jenis kelamin, status berjenis kelamin perempuan yaitu 38 orang (90,5%),
pernikahan, dan pekerjaan diuraikan dalam tabel-tabel sedangkan responden laki-laki berjumlah 4 orang (9,5%).
sebagai berikut: Responden yang berpartisipasi paling banyak dengan
status pernikahan sudah menikah yaitu 27 orang (64,3%),
sedangkan responden dengan status pernikahan belum menunjukkan bahwa usia tidak memiliki hubungan yang
menikah yaitu 15 orang (35,7%). Jenis pekerjaan signifikan dengan tingkat stres yang tinggi. Depresi
responden paling banyak sebagai perawat yaitu 10 orang merupakan salah satu gangguan kesehatan mental yang
(23,8 %), sedangkan responden paling sedikit dengan jenis dapat dialami oleh seseorang tanpa memandang usia
pekerjaan fisioterapi yaitu 1 orang (2,4%), laborat yaitu 1 (Thapar et al, 2012).
orang (2,4%), dan sanitarian yaitu 1 orang (2,4%). Hasil
penelitian menunjukkan sebagian besar responden Tabel 7. Hubungan Jenis Kelamin dengan Gangguan
memiliki kesehatan mental normal (tidak memiliki Mental Emosional
gangguan mental emosional) yaitu 34 orang (81 %),
sedangkan responden yang mengalami gangguan mental
emosional berjumlah 8 orang (19 %).

B. Analisis Uji Hipotesis

Analisis bivariat digunakan untuk uji hipotesis yaitu untuk Tabel 7 menunjukkan bahwa responden yang
mengetahui hubungan karakteristik demografi (usia, jenis mengalami gangguan mental emosional di Puskesmas Jetis
kelamin, pekerjaan dan status pernikahan) dengan 1 semua berjenis kelamin perempuan. Hasil ini sesuai
gangguan mental emosional tenaga kesehatan di dengan penelitian Boky et al (2013), yang menjelaskan
Puskesmas Jetis 1 pada masa pandemi covid-19. Analisis bahwa lebih besarnya perempuan yang mengalami
dalam penelitian ini menggunakan uji Chi-Square untuk gangguan mental emosional dipengaruhi karena pada
variabel usia, jenis kelamin, dan status pernikahan, umumnya secara fisik perempuan lebih lemah
sedangkan variabel pekerjaan menggunakan uji Spearman. dibandingkan dengan laki-laki. Hal itu membuat
perempuan memberikan respon lebih terhadap suatu hal
Tabel 6. Hubungan Usia dengan yang dianggap berbahaya. Otak perempuan lebih kecil
Gangguan Mental Emosional daripada otak laki-laki secara fisiologis, namun otak
perempuan bekerja 7-8 kali lebih keras dibandingkan laki-
laki saat mengalami masalah. Perempuan selalu membuat
sebuah permasalahan menjadi kompleks (Sartika, 2014)
dan lebih rentan mengalami depresi yang dipicu stres
daripada laki-laki (Harista et al, 2015).
Berdasarkan tabel 7 di atas, hasil uji analisis
menggunakan uji Fisher’s Exact Test untuk mengetahui
hubungan jenis kelamin dengan gangguan mental
emosional didapatkan p-value (p>0,05) yaitu 0,572 yang
Tabel 6 menunjukkan bahwa responden yang artinya tidak terdapat hubungan yang bermakna antara
mengalami gangguan mental emosional di Puskesmas Jetis jenis kelamin dengan gangguan mental emosional. Hal ini
1 paling banyak berusia <36 tahun (dewasa awal). sesuai dengan penelitian Hidayah (2018) yang menyatakan
Penelitian sebelumnya (Tobing, 2007) menunjukkan bahwa jenis kelamin tidak memiliki hubungan yang
bahwa mayoritas perawat yang mengalami stres kerja signifikan dengan status kesehatan mental emosional.
adalah kelompok dewasa awal. Hal ini tidak sesuai dengan Hasil penelitian juga sesuai dengan penelitian Wulandari
penelitian Sisi et al (2020) yang menyebutkan bahwa (2011) yang menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan
semakin tinggi usia, semakin meningkatkan risiko depresi. antara jenis kelamin dengan depresi jika dilihat dari sudut
Hal ini disebabkan karena makin bertambah usia maka pandang statistik. Hasil penelitian ini tidak bermakna,
seseorang akan mengalami perubahan baik fisik, karena gangguan mental emosional juga dipengaruhi oleh
psikologis, ekonomi dan spiritual yang dapat faktor lain yang tidak semua dianalisis dalam penelitian
mempengaruhi kualitas hidupnya. Penelitian lain ini. Salah satunya adalah faktor kemampuan mengatasi
menyebutkan bahwa semakin bertambahnya usia akan masalah. Cara mengatasi masalah setiap individu juga
meningkatkan juga kemampuan seseorang dalam membuat menyebabkan tidak terdapat hubungan bermakna antara
keputusan, berpikir rasional, semakin bijaksana, jenis kelamin dengan kesehatan mental (Ovillia, 2015).
kemampuan mengendalikan emosi, lebih toleran, dan Selain itu, hal ini bisa disebabkan karena tenaga kesehatan
terbuka dengan pandangan atau pendapat orang lain di Puskesmas Jetis 1 lebih banyak perempuan dibanding
sehingga ketahanan dirinya terhadap stres akan meningkat laki-laki. Sehingga terdapat kecenderungan data yang
(Sugeng et al, 2015). menyebabkan tidak ada variasi data (Qonitah et al, 2015).
Berdasarkan hasil uji analisis menggunakan
Likelihood Ratio untuk mengetahui hubungan usia dengan Tabel 8. Hubungan Status Pernikahan dengan
kesehatan mental didapatkan p-value (p>0,05) yaitu 0,497 Gangguan Mental Emosional
artinya hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak
terdapat hubungan yang bermakna antara usia dengan
gangguan mental emosional. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian Wulandari (2011) bahwa tidak ada
hubungan yang signifikan antara usia dengan tingkat
depresi, dalam penelitian tersebut juga dijelaskan yang
mungkin menjadi faktor penyebab tidak signifikannya
hasil tersebut karena pemilihan jenis metode penelitian
yang berbeda. Selain itu penelitian Maraqa et al (2020)
Tabel 8 menunjukkan bahwa responden yang
mengalami gangguan mental emosional di Puskesmas Jetis Tabel 9 menunjukkan bahwa responden yang
1 paling banyak dengan status pernikahan sudah menikah. mengalami gangguan mental emosional di Puskesmas Jetis
Penelitian Pradita (2016) menunjukkan bagi sebagian 1 paling banyak dengan jenis pekerjaan dokter, bidan, dan
orang, pernikahan dapat dinilai sebagai suatu stresor bagian promosi kesehatan. Hasil ini berbeda dengan hasil
karena orang yang sudah menikah kemungkinan memiliki penelitian-penelitian sebelumnya. Penelitian sebelumnya
tanggungan hidup yang lebih besar dibandingkan yang dilakukan oleh Sugeng et al (2015) menyebutkan
seseorang yang belum menikah, misalnya mencari nafkah bahwa profesi perawat, umumnya memiliki beban kerja
untuk keluarga, mengurus anak dan rumah tangga. Selain berlebih, yaitu harus melakukan observasi, kontak
itu dalam pernikahan akan menimbulkan beberapa masalah langsung dengan pasien secara terus menerus, dan
yang bisa menyebabkan seseorang mengalami depresi beragam pekerjaan yang harus dilakukan yang
seperti pertikaian, perceraian, kematian salah satu menyebabkan stres berlebih dibandingkan profesi lain.
pasangan, perselingkuhan, dan lain sebagainya (Hawari, Penelitian sebelumnya juga mengatakan bahwa staf
2004). Pendapat yang berbeda dituliskan oleh Wirasto perawat memiliki lebih banyak kecemasan daripada dokter
(2007) yang mengatakan bahwa individu yang berstatus atau staf lain (Matilla et al, 2021). Penelitian Kuo et al
tidak menikah sering kehilangan dukungan sehingga (2020) juga menunjukkan bahwa perawat umumnya
menyebabkan suatu keadaan yang tidak menyenangkan merasakan stres yang lebih tinggi dibandingkan dengan
dan kesendirian. Hal itu membuat depresi terjadi 4 kali jenis staf rumah sakit lainnya.
lebih sering pada status belum menikah dibandingkan Berdasarkan tabel 9, hasil uji analisis
dengan status sudah menikah. menggunakan uji Spearman untuk mengetahui hubungan
Berdasarkan tabel 8 di atas, diketahui bahwa pekerjaan dengan gangguan mental emosional didapatkan
responden yang mengalami gangguan mental emosional p-value (p>0,05) yaitu 0,643 artinya tidak terdapat
paling banyak dengan status sudah menikah. Berdasarkan hubungan yang bermakna antara pekerjaan dengan
hasil uji analisis menggunakan uji Fisher’s Exact Test gangguan mental emosional. Hasil ini sesuai dengan
untuk mengetahui hubungan status pernikahan dengan penelitian Khanal et al. (2020) yang menemukan bahwa
gangguan mental emosional didapatkan p-value (p>0,05) pekerjaan tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan
yaitu 1,000 artinya hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gangguan mental emosional. Penelitian dilakukan di
tidak terdapat hubungan yang bermakna secara statistik Puskesmas yang tidak memiliki fasilitas rawat inap.
antara status pernikahan dengan gangguan mental Tenaga Kesehatan memberikan layanan rawat jalan,
emosional. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sehingga tenaga Kesehatan memiliki beban kerja yang
Pradita (2016) juga didapatkan hasil yang tidak sama. Petugas kesehatan yang bekerja di lini pertama dan
berhubungan secara bermakna antara status pernikahan kedua mungkin merasa sama-sama rentan terhadap
dengan depresi. Selain itu pada penelitian Prinadyanty dampak kesehatan mental terkait COVID-19 selama
(2018) juga menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan pandemic (Khanal et al, 2020). Hasil ini sesuai dengan
yang bermakna antara status pernikahan dengan tingkat penelitian Kuo et al (2020) pada 752 karyawan di RS
depresi. Penelitian-penelitian sebelumnya tentang Taiwan saat pandemi menunjukkan bahwa tidak terdapat
hubungan antara status pernikahan dengan gangguan hubungan antara jenis pekerjaan dengan gangguan
mental emosional mendapatkan hasil yang tidak konsisten. kesehatan mental. Partisipan lebih tertekan akibat
Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan antara ketidaknyamanan pemakaian APD dalam jangka waktu
status pernikahan dengan gangguan depresi yaitu depresi yang lama karena untuk mencegah sumber infeksi masuk
lebih sering terjadi pada seseorang yang tidak menikah ke rumah sakit dan staf rumah sakit diharuskan memakai
karena risiko untuk hidup sendiri (Maryam, 2012). Hasil masker selama mereka berada di rumah sakit. Penelitian
yang sebaliknya juga ditemukan oleh penelitian lain yang lain yang dilakukan Marsasina (2016) menunjukkan
menyatakan bahwa seseorang yang sudah menikah dapat hubungan yang tidak bermakna antara depresi dengan jenis
menyebabkan dirinya terkena gangguan kesehatan mental, pekerjaan.
karena peningkatan stressor yang dialami (Hawari, 2004).

KESIMPULAN DAN SARAN


Tabel 9. Hubungan Jenis Pekerjaan dengan Gangguan Kesimpulan pada penelitian ini adalah tidak terdapat
Mental Emosional hubungan yang bermakna antara usia, jenis kelamin, status
pernikahan, dan pekerjaan dengan gangguan mental
emosional tenaga kesehatan di Puskesmas Jetis 1 di masa
pandemi Covid-19.

Keterbatasan pada penelitian ini adalah:


1. Faktor-Faktor lain yang berhubungan
dengan risiko gangguan mental emosional tidak
dianalisis dalam penelitian ini. Penelitian selanjutnya
diharapkan untuk menganalisis faktor-faktor lain yang
mempengaruhi.
2. Jumlah responden terbatas hanya di 1
Puskesmas, sehingga variasi data kurang. Penelitian
selanjutnya sebaiknya menggunakan jumlah responden
yang lebih banyak.
REFERENSI Marini._ ( 2006). Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
Boky, H., Mariati, N. W., Maryono, J. (2013). Gambaran kejadian depresi pada usia lanjut di Poli Geriatri
Tingkat Kecemasan Pasien Dewasa terhadapa RSU Ciptomangunkusumo, Tahun 2006-2008.
Tindakan Pencabutan Gigi di Puskesmas Bahu Tesis. UI
Kecamatan Malalayang Kota Manado. Maraqa, B., Nazzal, Z., Zink, T. (2020). Palestinian
Davidson , G.C. , da n Neale , J.M . 2010 . Abnormal Health Care Workers’ Stress and Stressors
Psychology edition. Joh n Wile y an d Sons. Ne w During COVID-19 Pandemic: A Cross-Sectional
York , USA . Ha l 182 , 380-39 1 Study. Journal of Primary Care & Community
Fauzia, A. R. (2016). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Health Volume 11: 1–7.
Kesehatan Jiwa Mahasiswa Perantau Tingkat Maryam, S. R. & M. fatma & R. (2012). Mengenal Usia
Pertama Di Program Studi Oseanografi Jurusan Lanjut Dan Perawatannya. Jakarta: Salemba
Ilmu Kelautan Fpik Universitas Diponegoro. Medika
Karya Tulis Ilmiah Departemen Keperawatan Ovillia, F. A. (2015). Hubungan Karakteristik
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Sosiodemografi dengan Tingkat Depresi Yang
Semarang. Dialami Mahasiswa Semester I, III, dan V Di
FKUI. (2020). 83% Tenaga Kesehatan Indonesia Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Mengalami Burnout Syndrome Derajat Sedang palembang Tahun 2014. Karya Tulis Ilmiah strata
dan Berat Selama Masa Pandemi COVID-19. satu, Univeristas Muhammadiyah Palembang.
Diakses pada 30 Oktober 2021, dari Pradita, D, A. (2016). Hubungan Antara Faktor Demografi
https://fk.ui.ac.id/berita/83-tenaga-kesehatan- Dengan Depresi Pada Penderita Riwayat Stroke
indonesia-mengalami-burnout-syndrome-derajat- Di Kabupaten Gunungkidul DIY. Karya Tulis
sedang-dan-berat-selama-masa-pandemi-covid- Ilmiah Strata Satu, Univeristas Muhammadiyah
19.html.COVID-19 Yogyakarta, Yogyakarta.
Prasasya, N. P. (2016). Hubungan Antara Faktor
Hamid, A. (2017). Agama Dan Kesehatan Mental Dalam Demografi Dengan Depresi Pada Penderita
Perspektif Psikologi Agama. Jurnal Kesehatan Hipertensi Di Kabupaten Gunungkidul DIY.
Tadulako Vol. 3 No. 1, Januari 2017 : 1-84 Karya Tulis Ilmiah Strata Satu, Univeristas
Harista, R, A., Lisiswanti, R. (2015). Depresi pada Muhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta.
Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2. Medical Prinadiyanty, D. N. (2018). Faktor-Faktor yang
Journal of Lampung University Vol. 4 No. 9. Mempengaruhi Depresi pada Lansia di Puskesmas
Hawari, D., 2004. Al-Qur’an; Ilmu Kedokteran Jiwa dan Padang Bulan. Skripsi Fakultas Keperawatan
Kesehatan Jiwa. Edisi ke- 3. Yogyakarta: Dana Universitas Sumatera Utara.
Bhakti Prima Yasa. Putri, M. (2018). Hubungan Peran Tenaga Kesehatan
Terhadap Kepatuhan Ibu Hamil Dalam
Hidayah, M. U., (2018). Analisis Hubungan Karakteristik Mengkonsumsi Tablet Fe.Karya Tulis Ilmiah
Individu dan Dukungan Sosial Keluarga dengan Strata Satu, Univeristas Muhammadiyah
Kesehatan Mental Emosional (Lansia di Wilayah Yogyakarta, Yogyakarta.
Kerja Puskesmas Surabaya). Skripsi thesis, Putri, P. W., Wibhawa, B., & Gutama, A. S. (2015).
Universitas Airlangga. Kesehatan Mental Masyarakat Indonesia
Khanal, P., Devkota, N., Dahal, M., Paudel, K., and Joshi, (Pengetahuan, dan Keterbukaan Masyarakat
D. (2020). Mental health impacts among health Terhadap Gangguan Kesehatan Mental).
workers during COVID-19 in a low resource Prosiding KS : Riset & PKM volume 2, nomor 2,
setting: a cross-sectional survey from Nepal. hal: 147 – 300, ISSN: 2442 – 4480.
Globalization and Health (2020) 16:89. Qonitah, N., Isfandiari, M. A. (2015). Hubungan Antara
Koenig Hg & Blazer DG. (2003). Deppresion, Anxiety and IMT dan Kemandirian Fisik dengan Gangguan
other mood disorders in geriatric medicine an Mental Emosional pada Lansia. Jurnal Berkala
evidence based approach. Ed Christine K,Cassel Epidemiologi, Vol. 3, No. 1 Januari 2015: 1–11.
et all, fourth Radiani, W. A. (2019). Kesehatan Mental Masa Kini Dan
edition, springer verlag new york, inc, New york Penanganan Gangguannya Secara Islami. Journal
Kuo F., et al., 2020. Survey on perceived work stress and Of Islamic And Law Studies Volome 3, Nomor 1,
its influencing factors among hospital staff during Juni 2019
the COVID-19 pandemic in Taiwan WILEY, Rodriǵ uez, B. O., and Sánchez, T. L. (2020). The
Kaohsiung Journal Medical Science. 1-9 Psychosocial Impact of COVID-19 on health care
Lai J, Ma S, Wang Y, Cai Z, Hu J, Wei N, et al. (2020). workers.Int Braz J UrolVol. 46 (Suppl 1): 195-
Factors Associated With Mental Health Outcomes 200, Juli, 2020.
Among Health Care Workers Exposed to Sartika. (2014). Hubungan Tingkat Stress Dengan Tingkat
Coronavirus Disease 2019. JAMA Netw Open. Hipertensi Pada Dewasa Madya Di Niten
2020 Mar 2;3(3):e203976–e203976. Nogotirto Gamping Sleman Yogyakarta. Naskah
M.D. Braquehais, S. Vargas-Ca ́ ceres, E. Go ́ mez-Dura ́ Publikasi Program Studi Ilmu Keperawatan
n, G. Nieva, S. Valero, M. Casasdan E. Bruguera. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan ‘Aisyiyah
(2020). The impact of the COVID-19 pandemic on Yogyakarta.
the mental health of healthcare professionals. Safitri, D. (2013). Hubungan Antara Tingkat Depresi
QJM: An International Journal of Medicine, Dengan Kualitas Hidup Pada Pasien Diabetes
2020, 613–617. Melitus Tipe II Di Rumah Sakit Islam Surakarta.
Karya Tulis Ilmiah strata satu, Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta, Talevi, D., Socci, V., Carai, M., Carnaghi, G., Faleri, S.,
Surakarta Trebbi, E., Bernardo, A. D., Capelli, F., Pacitti, F.
Sisi, N., Ismahmudi, R. (2020). Hubungan Usia dan Jenis (2020). Mental health outcomes of the CoViD-19
Kelamin dengan Tingkat Depresi pada Lansia di pandemic. Riv Psichiatr 2020; 55(3): 137-144.
Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Thapar A, Collishaw S, Pine DS, Thapar AK. Depression
Wonorejo Samarinda. Borneo Student Research in Adolescence. Child & Adolescent Psychiatry
eISSN: 2721-5727, Vol 1, No 2, 2020. Section, Department of Psychological Medicine
Sugeng, S. U., Hadi, H. T., Nataprawira, R. K., (2015). and Neurology, School of Medicine, Cardiff
Gambaran T Ingkat Stres Dan Daya Tahan University. 2012 ; 17 (379) : 1056-67.
Terhadap Stres Perawat Instalasi Perawatan Tobing, E, R, L. (2007). Gambaran Stres Kerja Pada
Intensif Di Rumah Sakit Immanuel Bandung. Perawat Di Ruang Tb Paru Di Rumah Sakit
Undergraduate Thesis, Universitas Kristen Umum Daerah Sidikalang Kecamatan Sidikalang
Maranatha. Kabupaten Dairi Tahun 2007. Skripsi Fakultas
Susanto, B. N. A. (2020). Literature Review : Dampak Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Gangguan Kesehatan Mental pada Petugas Utara Medan.
Kesehatan Selama Pandemi Coronavirus Disease UNICEF. Diakses dari website www.unicef.org pada
2019. Med Hosp 2020; vol 7 (1A) : 261 – 270. tanggal 24 September 2020.
Suyoko. (2012). Faktor-Faktor Risiko Yang Berhubungan Wirasto, R. T. (2007). Bobot Pengaruh Faktor-Faktor
Dengan Gangguan Mental Emosional Pada Lansia Sosiodemografis Terhadap Depresi Pada Lansia
Di Dki Jakarta (Analisis Data Riskesdas 2007). di Kota Yogyakarta. Yogyakarta: Penelitian
Skripsi Fakultas Kesehatañ Masyarakat Program Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada.
Studi Sarjana Kesehatan Masyarakat Peminatan World Health Organization. Diakses dari website
Epidemiologi Universitas Indonesia. www.who.int pada tanggal 26 September 2020.

Anda mungkin juga menyukai