Anda di halaman 1dari 4

PENDAHULUAN

Pada tahun 2020 merupakan tahun terberat bagi seluruh dunia terutama pada

bidang kesehatan yang dikarenakan telah terjadi pandemik yang disebakan oeh virus

Corona atau dengan nama lain COVID-19 (Corona Virus 2019). COVID-19 awal

mula penyebaran di kota Wuhan pada bulan desember tahun 2019, dan ditetapkan

oleh WHO sebagai pandemik pada awal bulan Maret 2020 (WHO, 2020).

Pada saat ini, jumlah kasus di seluruh dunia sebanyak 262 juta, sembuh 236,6

juta kasus, dan kasus meninggal sebanyak 5,2 juta dihitung per tanggal 29 November

2021. Negara dengan tingkat kasus terbanyak adalah Amerika Serikat, kemudian

disusul dengan India dan Brazil. Sedangkan tingkat perkembangan kasus di Indonesia

semakin meningkat dengan pertambahan kasus sudah mencapai 4,2 juta dan kasus

meninggal 4,1 juta (JHU CSSE, 2021).

Kondisi psikologis pada perawat mengalami tingkat stress yang cukup tinggi.

Stres memiliki arti sebagai suatu keadaan yang tidak mengenakkan atau tidak

nyaman yang dialami oleh individu dan keadaan tersebut mengganggu pikiran,

emosional, tindakan atau perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Kondisi tersebut

bersifat individual dan subjektif. Artinya kondisi stress yang dialami oleh setiap

orang tidak sama dan cara penanggulangannya pun tidak sama karena sifatnya

subyektif dan pribadi (Muslim, 2020).


Penelitian lainnya yang dilakukan di Rumania tepatnya di County Emergency

Clinical Hospital Pius Brinzeu mempelajari efek mediasi serial dari insomnia dan

kelelahan dalam hubungan antara stres traumatis sekunder dan keluhan kesehatan

mental pada petugas kesehatan garis depan selama pandemi yang menunjukkan hasil

tidur dan masalah kesehatan mental lainnya dikaitkan dengan peningkatan risiko

gejala stres terkait pekerjaan dan hubungan positif antara insomnia dan kelelahan.

Staf medis garis depan berada di bawah tekanan luar biasa selama pandemi COVID-

19 (Secosan et al, 2020).

Hal ini ditambah dengan penelitian yang dilakukan di 8 negara Eropa

(Jerman, Austria, Swiss, Perancis, Italia, Spanyol, Portugal dan Inggris yang

mendapatkan hasil dari 609 jumlah sampel, peserta yang berasal dari Prancis dan

Inggris dilaporkan mengalami depresi, kecemasan, dan stres yang parah / sangat

parah lebih sering dibandingkan dengan mereka yang berasal dari negara lain,  Di

antara profesional medis, tidak ada hubungan signifikan yang dilaporkan antara

kontak langsung dengan pasien COVID-19 di tempat kerja dan kecemasan, depresi,

atau stres. “Ketidakpastian tentang kapan epidemi akan terkendali” menyebabkan

stres paling banyak bagi para profesional perawatan kesehatan sementara “mengambil

langkah-langkah perlindungan” adalah strategi penanggulangan yang paling sering

digunakan di antara semua peserta (Hummel et al, 2021).

Sedangkan penelitian yang telah dilakukan di India dengan total responden

sebanyak 350 (N dokter = 295 dan N perawat = 55), sebanyak 273 responden

memiliki kekhawatiran serius tentang penyebaran infeksi dari mereka ke teman atau
anggota keluarga mereka. Selain itu 151 responden tidak puas dengan dukungan

administrasi dari lembaga dan 175 dengan ketersediaan alat pelindung diri (Wilson et

al, 2020). Hal ini dipengaruhi oleh bekerja di tengah-tengah perhatian media dan

publik yang intens, durasi kerja yang panjang, masif, dan mungkin belum pernah

terjadi sebelumnya pada beberapa tenaga kesehatan memiliki implikasi tambahan

dalam memicu terjadinya efek psikologis negatif termasuk gangguan emosional,

depresi, stres, suasana hati rendah, lekas marah, serangan panik, fobia, gejala,

insomnia, kemarahan, dan kelelahan emosional (Brooks et al, 2020).

Contohnya saja pada perawat di rumah sakit Surya Insani Pasir Pangaraian di

mana masih ditemukan adanya perawat yang kurang bisa mengelola emosi, hal ini

bisa berdampak terhadap pelayanan pasien, yang menyebabkan adanya pasien

komplain (Gultom, 2020). Petugas kesehatan yang bertugas di IGD area COVID-19

dan ruang isolasi RSUD Provinsi NTB, seringkali merasa khawatir akan status

kesehatan dirinya. Beberapa petugas menghindari pulang ke rumah dan menginap

di Gedung Mandalika, yang memang disediakan oleh pihak RSUD Provinsi NTB

untuk petugas kesehatan yang merawat pasien COVID-19, untuk menghindari risiko

menularkan penyakit pada keluarganya. Hal ini sebetulnya merupakan salah satu

langkah yang baik untuk memutus rantai penularan, tetapi dapat berisiko

memperburuk kondisi psikologis mereka mengingat dukungan psikososial yang

penting yang dapat diberikan oleh keluarga menjadi berkurang (Amalia dkk, 2020).

Williams et al (2020) mengatakan bahwa terdapat 4 kriteria respon atau

tanggapan seseorang terhadap bencana yang dialami, hal ini bergantung pada cara
berfikir atau tekanan yang dihadapi dan akan berfluktuasi selama masa kritis. Sudah

ada laporan staf medis di New York yang khawatir tentang keharusan membuat

keputusan dalam penanganan kelangkaan sumber daya, setelah melihat pengalaman

rekan-rekan mereka di negara lain, dan mereka mengalami rasa antisipasi akan di

negaranya sendiri (Senior, 2020).

Terlebih lagi hal ini juga terjadi kepada SDM (Sumber Daya Masyarakat) di

rumah sakit yang memiliki resiko tinggi terinfeksi COVID-19, contohnya seperti

dokter, perawat, bidan, analisis, apoteker, dan masih banyak yang lainnya. Adapun

faktor-faktor yang dapat mempengaruhi stres akibat COVID-19 tersebut adalah usia,

pengetahuan seseorang, resilensi (kemampuan untuk bertahan), dan self efficacy

(kemampuan pada diri sendiri) (Utami dan Helmi, 2017)

Laporan Gugus Tugas COVID-19 disampaikan bahwa 80% persoalan

COVID-19 adalah persoalan psikologis, sedangkan sisanya adalah persoalan

kesehatan fisik. Hal ini berarti permasalahan kesehatan mental perlu mendapat

perhatian pemerintah (Winurini, 2020).

Anda mungkin juga menyukai