PROPOSAL SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
Mencapai Gelar Sarjana Keperawatan
Oleh
Annisa Putri Yulia Audina
NIM 112019030156
PEMBIMBING :
1. Heny Siswanti, S.Kep., Ns. M.Kep
2. Sri Karyati, M.Kep., Ns., Sp.Kep.Mat
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Hubungan
Religiusitas dan Gratitude dengan Tingkat Kecemasan pada
Penyintas Covid19 di Desa Guwo Kecamatan Tlogowungu
Kabupaten Pati.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui Religiusitas Penyintas Covid19 di Desa
Guwo Kecamatan Tlogowungu
b. Untuk mengetahui Gratitude Penyintas Covid19 di Desa
Guwo Kecamatan Tlogowungu
c. Untuk mengetahui Tingkat Kecemasan Penyintas Covid19 di
Desa Guwo Kecamatan Tlogowungu
d. Untuk mengetahui Hubungan Religiusitas dan Gratitude
dengan Tingkat Kecemasan pada Penyintas Covid19 di
Desa Guwo Kecamatan Tlogowungu Kabupaten Pati.
D. Manfaat Penelitian
1. Teoritis
Mendapatkan informasi tentang Hubungan Religiusitas dan
Gratitude dengan Tingkat Kecemasan pada Penyintas Covid19
di Desa Guwo Kecamatan Tlogowungu Kabupaten Pati.
2. Praktis
a. Peneliti
Merupakan suatu pengalaman dan pengetahuan baru
dalam menganalisis Hubungan Religiusitas dan Gratitude
dengan Tingkat Kecemasan pada Penyintas Covid19 di
Desa Guwo Kecamatan Tlogowungu Kabupaten Pati.
b. Institusi Pemerintahan Desa dan SATGAS Covid19
Bermanfaat sebagai tambahan referensi tentang
Hubungan Religiusitas dan Gratitude dengan Tingkat
Kecemasan pada Penyintas Covid19 di Desa Guwo
Kecamatan Tlogowungu Kabupaten Pati.
c. Masyarakat
Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai
Hubungan Religiusitas dan Gratitude dengan Tingkat
Kecemasan pada Penyintas Covid19 di Desa Guwo
Kecamatan Tlogowungu Kabupaten Pati.
d. Responden
Memberikan pengetahuan kepada responden mengenai
Hubungan Religiusitas dan Gratitude dengan Tingkat
Kecemasan pada Penyintas Covid19 di Desa Guwo
Kecamatan Tlogowungu Kabupaten Pati sehingga Penyintas
Covid19 dapat lebih bersyukur atas kesembuhan yang
didapatkan dengan cara selalu beribadah sesuai keyakinan
masing-masing.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian ini belum pernah dilakukan oleh peneliti lain di Desa
Guwo Kecamatan Tlogowungu Kabupaten Pati, sedangkan
penelitian yang terkait seperti dibawah ini :
Tabel 1.1
Originalitas Penelitian
Peneliti/ Judul Metode Hasil Perbedaan
Tahun
2. Dalam
melakukan
penelitian yang
akan dilakukan
dengan penelitian
diatas tempat
penelitiannya
berbeda.
F. Ruang Lingkup
1. Ruang lingkup waktu
Penelitian ini rencana akan dilakukan sesuai dengan standar
pengumpulan data yaitu pada Juni – Agustus 2022
2. Ruang lingkup tempat
Penelitian ini dilakukan di Desa Guwo Kecamatan
Tlogowungu Kabupaten Pati
3. Ruang lingkup materi
Penelitian ini berkaitan dengan materi keperawatan
komunitas khususnya kesehatan psikologis yang berkaitan
dengan gangguan psikologis akibat efek dari covid19. Landasan
teori yang dimasukkan sesuai dengan judul penelitian yaitu
untuk mengetahui Hubungan Religiusitas dan Gratitude dengan
Tingkat Kecemasan pada Penyintas Covid19 di Desa Guwo
Kecamatan Tlogowungu Kabupaten Pati.
4. Ruang lingkup sasaran
Sasaran pada penelitian ini adalah penyintas covid19 yang
ada di Desa Guwo Kecamatan Tlogowungu Kabupaten Pati.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Teori
1. Covid-19
a. Pengertian
Covid19 adalah penyakit menular yang disebabkan
oleh jenis coronavirus yang mulai menyebar sebagai wabah
di Wuhan, Tiongkok, pada bulan Desember 2019 (World
Health Organization, 2020).
Sejak 11 Maret 2020, World Health Organization
(2020a) menyatakan Covid-19 sebagai pandemi yang terjadi
di banyak negara di seluruh dunia. Siapa pun dapat
terinfeksi Covid-19. Gejala-gejala yang sering dijumpai pada
orang-orang yang terinfeksi Covid-19 dapat berupa demam,
batuk kering, kelelahan, kehilangan rasa atau bau, hidung
tersumbat, konjungtivitis (mata merah), sakit tenggorokan,
sakit kepala, nyeri otot atau sendi, berbagai jenis ruam kulit,
mual atau muntah, diare, menggigil atau pusing. Pada
individu dengan gejala yang lebih parah, biasanya ditemui
gejala-gejala seperti sesak napas, kehilangan nafsu makan,
kebingungan, nyeri atau tekanan yang terus-menerus di
dada, demam tinggi (suhu di atas 38 °C) (World Health
Organization, 2021).
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
menyampaikan melalui Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/4641/2021
bahwa sampai saat ini situasi penularan COVID-19 di
tingkat global maupun nasional masih sangat tinggi, Oleh
karenanya diperlukan langkah-langkah strategis untuk
mempercepat pencegahan dan pengendalian COVID-19
dengan mempercepat dan meningkatkan kapasitas
pemeriksaan, pelacakan, karantina, dan isolasi kasus
Covid19.
b. Kriteria Kasus COVID-19 di Indonesia
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/4641/2021, kasus
COVID-19 di Indonesia dibagi ke dalam tiga kelompok:
Kasus Suspek, Kasus Probable, dan Kasus Konfirmasi.
1) Yang dimaksud dengan Kasus Suspek adalah orang
yang memenuhi salah satu kriteria berikut:
a) Orang yang memenuhi salah satu kriteria klinis:
(1) Demam akut dan batuk; atau
(2) Minimal 3 gejala berikut: demam, batuk, lemas,
sakit kepala, nyeri otot, nyeri tenggorokan,
pilek/hidung tersumbat, sesak napas,
anoreksia/mual/muntah, diare, atau penurunan
kesadaran; atau
(3) Pasien dengan ISPA (Infeksi Saluran
Pernapasan Akut) berat dengan riwayat
demam/demam (> 38℃) dan batuk yang terjadi
dalam 10 hari terakhir, serta membutuhkan
perawatan rumah sakit; atau
(4) Anosmia (kehilangan penciuman) akut tanpa
penyebab lain yang teridentifikasi; atau
Ageusia (kehilangan pengecapan) akut tanpa
penyebab lain yang teridentifikasi.
b) Seseorang yang memiliki riwayat kontak dengan
kasus probable/konfirmasi COVID-19/kluster
COVID-19 dan memenuhi kriteria klinis pada (a).
c) Seseorang dengan hasil pemeriksaan Rapid
Diagnostic Test Antigen (RDT-Ag) positif sesuai
dengan penggunaan RDT-Ag pada kriteria wilayah
A dan B, dan tidak memiliki gejala serta bukan
merupakan kontak erat (Penggunaan RDT-Ag
mengikuti ketentuan yang berlaku).
2) Yang dimaksud dengan Kasus Probable adalah kasus
suspek yang meninggal dengan gambaran klinis
meyakinkan COVID-19 dan memiliki salah satu
kriteria sebagai berikut:
a) Tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium Nucleic
Acid Amplification Test (NAAT) atau RDT-Ag; atau
b) Hasil pemeriksaan laboratorium NAAT/RDT-Ag
tidak memenuhi kriteria kasus konfirmasi maupun
bukan COVID-19 (discarded).
3) Yang dimaksud dengan Kasus Konfirmasi adalah
orang yang memenuhi salah satu kriteria berikut:
a) Seseorang dengan pemeriksaan laboratorium
NAAT (seperti RT-PCR) positif.
b) Memenuhi kriteria kasus suspek atau kontak erat
dan hasil pemeriksaan RDT-Ag positif di wilayah
sesuai penggunaan RDTAg pada kriteria wilayah
B dan C.
c) Seseorang dengan hasil pemeriksaan RDT-Ag
positif sesuai dengan penggunaan RDT-Ag pada
kriteria wilayah C.
4) Penyintas Covid19
Penyintas adalah orang yang pernah terpapar
virus corona atau pasien positif Covid-19 yang telah
berhasil sembuh dari penyakitnya.
Cara Penyintas Covid19 dalam melawan Stigma
Negatif :
a) Gratitude di tingkatkan
b) Berpikir Positif
Dukunngan dari keluarga
2. Tingkat Kecemasan
a. Pengertian
Menurut Ghufron (2012), kecemasan berasal dari
Bahasa Latin (anxius) dan Bahasa Jerman (ansf), yang
merupakan kata yang menggambarkan efek negative.
Kecemasan dapat didefinisikan sebagai bentuk emosional
yang tidak memiliki objek khusus (Gail W. Stuart, 2016).
Kecemasan didefinisikan sebagai perasaan takut atau
gelisah tanpa diketahui alasan yang jelas dan dikaitkan
dengan perubahan pada fisiologis (berkeringat, detak
jantung meningkat, konstipasi, dll.) (Badrya, 2015).
Definisi kecemasan yang sebelumnya telah
dipaparkan dapat menjadi kesimpulan bahwa kecemasan
merupakan perasaan negatif atau respon individu terhadap
suatu masalah dalam bentuk ketegangan yang berdampak
pada perilaku, cara berpikir dan fisiologis individu.
b. Klasifikasi Tingkat Kecemasan
Menurut Stuart (2013) terdapat 4 tingkat kecemasan
pada seseorang, yaitu:
1) Kecemasan Ringan
Kecemasan ringan berupa ketegangan yang dialami
individu sehari-hari. Kecemasan ini memungkinkan
individu untuk lebih efisien dan kreatif dalam pemecahan
masalah (G. W Stuart, 2013).
2) Kecemasan Sedang
Individu berfokus dengan apa yang dipikirkannya,
tanpa memikirkan yang lainnya. Terjadi penyempitan
pada lahan persepsinya atau dapat dikatakan mengalami
perhatian yang selektif, tetapi hal ini masih dapat
diarahkan oleh orang lain. Individu cenderung focus pada
sumber kecemasannya.
3) Kecemasan Berat
Persepsinya menjadi sangat sempit. Individu hanya
berfokus pada pikirannya dan menjadi lebih detail dan
spesifik, selain itu individu tidak memikirkan yang lainnya.
Dibutuhkan lebih banyak arahan dari orang lain dan
perilaku yang ditunjukkan bertujuan untuk mengurangi
kecemasan pada dirinya.
4) Kecemasan Sangat Berat (panik)
Pada kecemasan ini individu cenderung kehilangan
kendali pada dirinya, berkurangnya berhubungan dengan
orang lain, persepsi yang terdistorsi, kehilangan pikiran
yang rasional dan individu tidak mampu melakukan
aktivitas sehari-hari meski banyak menerima perintah dari
orang lain. Pikirannya menjadi tidak rasional dan
biasanya disertai dengan disorganisasi kepribadian.
c. Aspek-Aspek Kecemasan
Menurut Fenn, K., & Byrne, M. (2013), terdapat 4 aspek
kecemasan:
1) Reaksi fisik (physical symptom), individu yang merasa
cemas cenderung mengalami reaksi fisik seperti otot
tegang, telapak tangan berkeringat, sulit bernapas,
jantung berdebar-debar dan pusing (Fenn, K., & Byrne,
2013).
2) Pikiran (thought), individu yang mengalami kecemasan
cenderung berpikir negatif dan irasional. Individu
menganggap dirinya tidak memiliki keahlian untuk
mengatasi masalahnya. Pemikiran ini akan cenderung
menetap apabila individu tidak merubah pemikirannya
menjadi lebih positif.
3) Perilaku (behavior), individu yang mengalami kecemasan
cenderung menghindari situasi yang membuatnya
cemas. Perilaku yang muncul seperti gangguan tidur
terjadi ketika ketidaknyamanan dan terganggunya karena
terus memikirkan sesuatu seperti belum sembuhnya
individu dari suatu penyakit.
4) Suasana Hati (feeling), individu yang mengalami
kecemasan cenderung terlihat panik, perasaan marah,
dan gugup. Perasaan seperti gugup dan panic dapat
menimbulkan kesulitannya individu dalam memutuskan
sesuatu.
d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan
Secara umum ada faktor internal dan eksternal yang
mempengaruhi kecemasan, faktor internal meliputi
rendahnya tingkat keyakinan agama, kurangnya
kepercayaan diri, pengalaman negatif masa lalu dan
pemikiran irasional, dan faktor eksternal meliputi kurangnya
dukungan di lingkungan sosial.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat
kecemasan pada penderita COVID19. Faktor internal berupa
gejala yang masih dirasakan penderita seperti batuk, sesak
nafas dan ketidaknyamanan fisik ataupun psikologis yang
lain. Faktor lainnya yaitu faktor eksternal yang dapat
muncul akibat perubahan lingkungan dan perubahan sosial
yang terjadi disekitar penderita (Jannah, 2020)
Anggunsari, 2015) menyebutkan Faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi kecemasan seperti, usia, status kesehatan
jiwa dan fisik, nilai budaya dan spiritual, pendidikan, respon
koping, dukungan sosial, tahap perkembangan, pengalaman
masa lalu, pengetahuan.
Rasa syukur merupakan salah faktor internal terhadap
kecemasan dan depresi (Sun et al., 2020). Menurut Emmons
& Stern (2013), Beberapa studi empiris menetapkan
kebersyukuran memiliki pengaruh signifikan dengan
rendahnya tingkat gejala psikopatologis individu, khususnya
depresi dan kecemasan (Emmons & Stern, 2013). Intervensi
klinis yang telah dikembangkan menyatakan dengan
meningkatkan kebersyukuran dapat digunakan untuk
mendorong fungsi positif, meningkatkan kesejahteraan dan
menurunkan gangguan psikologis (Emmons & McCullough,
2003).
Selain kebersyukuran, religiusitas merupakan salah satu
faktor yang mepengaruhi tingkat kecemasan individu Aisyah
(2018) setiap stressor merupakan penyebab individu
mengalami kecemasan, maka secara otomatis muncul upaya
untuk mengatasinya dengan berbagai mekanisme koping.
Menurut Narayanasamy (2012) religiusitas dapat menjadi
mekanisme koping dan faktor yang berkontribusi penting
terhadap proses pemulihan seseorang. Religiusitas
berdampak baik bagi kesehatan. Seseorang dengan tingkat
religiusitas yang tinggi akan lebih mudah memahami bahwa
sakit itu datang dari Tuhan sebagai cobaan dan ujian (Najjini
and Sudyasih, 2017).
Aler dan Rodman (dalam M.Nur Ghufron & Rini
Risnawita, S, 2019) mengemukakan bahwasannya terdapat
dua faktor yang dapat menyebabkan kecemasan, yakni :
1) Pengalaman negatif pada masa lalu
Penyebab terjadinya perasaan cemas yaitu adanya
pengalaman yang tidak menyenangkan pada masa lalu
meliputi peristiwa yang bisa saja terulang kembali pada
masa yang akan datang, saat individu menghadapi
keadaan atau kejadian tidak menyenangkan yang dapat
membuat ketidaknyamanan, seperti pengalaman pernah
gagal dalam mengikuti mengikuti sebuah tes. Hal
tersebut tentunya dapat menimbulkan kecemasan pada
siswa dalam menghadapi tes berikutnya.
2) Pikiran yang Tidak Rasional
Kecemasan terjadi bukan karena suatu kejadian akan
tetapi keyakinan dan kepercayaan tentang suatu
peristiwatertentu sehingga menyebabkan kecemasan.
Pemikiran yang tidak rasional terbagi menjadi empat
yaitu :
a) Kegagalan katastropik, adalah asumsi individu
bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi. Individu
mengalami kecemasan dan perasaan tidak
mampu dan tidak mampu mengatasi masalah
mereka.
b) Kesempurnaan, individu yang ingin berperilaku
sempurna dan tanpa cacat, individu yang
mengukur kesempurnaan sebagai tujuan dan
sumber inspirasi.
c) Penerimaan, ditandai dengan keyakinan yang
salah berdasarkan gagasan bahwa ada sesuatu
yang virtual untuk mencapai kesepakatan
lingkungan.
d) Generalisasi yang tidak tepat, generalisasi
Overfitting terjadi pada orang yang tidak memiliki
banyak pengalaman.
3. Gratitude
a. Pengertian
Bersyukur adalah latihan mindfulness gratis yang
membantu seseorang mengatasi kecemasan dan
ketidakpastian dengan berfokus pada apa yang individu
hargai,apa yang ada dalam kendali individu, dan apa yang
bisa individu berikan kembali (Emmons & Stern, 2013)
Menurut Watkins dkk, mendefinisikan gratitude
sebagai suatu sikap menghargai setiap kehidupan sebagai
karunia dan menyadari pentingnya mengungkapkan
penghargaan tersebut. Syukur adalah sebuah keadaan
yang dialami oleh individu dari kesadarannya dan secara
kognitif dapat memengaruhi emosi (Watkins, 2014).
Menurut Allen (2018) mendefinisikan rasa syukur
sebagai proses dua langkah: 1) “mengakui bahw seseorang
telah memperoleh hasil positif” dan 2) “mengaki bahwa ada
sumber eksternal untuk hasil positif ini”. Sementara
sebagian besar manfaat positif ini berasal dari orang lain,
karenanya reputasu rasa syukur sebagai emosi
“berorientasi pada orang lain”, namun orang juga dapat
mengalami rasa syukur terhadap Tuhan, nasib, alam ( Allen,
2018 ).
Menurut Rusdi (2016) mengatakan bahwa syukur
adalah memberikan balasan dengan cara yang baik. Hal ini
menunjukkan syukur tidak cukup dengan merasakan rida
atau kesenangan. Syukur memerlukan ekspresi dan
tindakan positif atas nikmat tersebu ( Rusdi, 2016 ).
Berdasarkan beberapa pengertian gratitude di atas
disimpulkan bahwa gratitude adalah perasaan emosi positif
yang menyenangkan yang merupakan bentuk penghargaan
yang berwujud rasa syukur atau rasa terimakasih terhadap
segala hal yang di peroleh dan muncul ketika individu
tersebut menerima keadaan berupa kebaikan atau bantuan
dari pihak lain.
b. Tingkat Gratitude
Secara konseptual, Prabowo (2017) menjelaskan
bahwa syukur memiliki dua tingkat, di antaranya keadaan
dan sifat :
1) Syukur sebagai suatu keadaan dimaknai sebagai
perasaan subjektif yang berkaitan dengan rasa kagum,
rasa terima kasih dan penghargaan terhadap sesuatu
yang diterima individu.
2) sebagai sifat, syukur dijelaskan sebagai kecenderungan
individu untuk merasa bersyukur atas segala hal yang
terjadi dalam hidupnya. Individu dengan syukur yang
tinggi akan jauh lebih sering mengapresiasi dan
berterima kasih atas segala situasi
c. Aspek Gratitude
Menurut McCullough, Emmons dan Tsang (2002)
dalam Prabowo (2017) , yang memaparkan bahwa terdapat
empat aspek dalam syukur :
1) Aspek intensitas (intensity) merupakan individu yang
sangat bersyukur ketika terjadi hal-hal positif.
2) Aspek frekuensi (frequency) dijelaskan sebagai individu
yang sering mengekspresikan rasa syukurnya setiap hari.
3) Aspek rentang (span), diartikan sebagai rasa syukur
individu di berbagai kondisi kehidupannya seperti rasa
syukur atas pekerjaan, kesehatan maupun keluarga.
4) Aspek kerapatan (density) artinya rasa syukur individu
terhadap lebih banyak orang
Kertamuda & Haryanto memaparkan aspek-aspek
rasa syukur menurut pandangan Islam (2016) :
1) Aspek Kehidupan yang Diinginkan : Situasi di mana
orang dapat menimbulkan rasa terima kasih terhadap
orang-orang yang memiliki hasil yang diinginkan untuk
tindakan mereka atau memberikan penguatan setelah
mencapai kesuksesan.
2) Sifat Bersyukur Timbal Balik: Ini adalah pertukaran emosi
positif. Seseorang melakukan tindakan bersyukur untuk
orang lain, dan pada gilirannya, orang itu mungkin
didorong untuk melakukan sesuatu yang baik untuk
orang itu, atau bertahan dalam kebaikan untuk orang
yang tidak dikenalnya.
3) Bersyukur kepada orang lain: Rasa syukur dapat
diungkapkan dengan mempromosikan aktivitas
kemanusiaan, dan melayani orang-orang yang
membutuhkan.
4) Pengalaman bersyukur: Seseorang mengalami rasa
syukur setelah mendapatkan pahala dan kesuksesan dan
juga menunjukkan rasa syukur kapada Tuhan setelah
membaca tulisan suci. Rasa syukur yang lebih tinggi dari
pengalaman yang lebih tinggi.
5) Kegiatan Terkait Syukur: Ini ditujukan untuk
pemeliharaan kebenaran dan ketertiban. Seseorang
dapat mengekspresikan rasa syukur unutk terlibat dalam
pemujaan iman religious mereka.
d. Faktor yang mempengaruhi Gratitude
Menurut Mc.Cullough dkk., (2002:113-114) terdapat
setidaknya tiga faktor yang berkontibusi dalam rasa
bersyukur individu. Faktor tersebut terdiri dari:
1) Emotionality
Suatu tingkatan atau kecenderungan pada
seseorang saat bereaksi secara emosional dan
merasakan sebuah kepuasan dalam hidup. Individu yang
puas pada kehidupan yang telah diraihnya memiliki
pandangan dimaan dunia dan segalanya yang mereka
miliki adalah hadiah. Individu yang bersyukur cenderung
memiliki emosi positif seperti lebih sering mengalami
kebahagian, optimis dan memiliki harapan atau orientasi
masa depan yang tinggi. Sebaliknya mereka tidak
mengalami emosi yang mengarah pada rasa sedih,
marah, kecemasan, iri hati dan depresi.
2) Prosociality
Sifat prossoisal dari rasa syukur menunjukan
bahwa bersyukur berakar pada sifat dasar individu yang
mempunyai kecenderungan individu dalam sensitivitas
dan kepedulian kepada orang lain. Individu yang
bersyukur memiliki keinginan untuk menolong, rasa
empati yang lebih, perilaku memaafkan dan
kecenderungan untuk mendukung orang lain. Bersyukur
juga meminimalisir terhadap emosi negative seperti iri
hati dan kecewa, dapat memicu sejenis perasaan
dendam dan penghinaan yang ditunjukan kepada orang
lain.
3) Spirituality atau Religiousness
Berkaitan dengan keimanan individu masing
masing, menyangkut nilai-niali trasendental serta terkait
hubungan langsung antara individu dengan Tuhan.
Indivdu dengan tingkat spiritualitas yang tinggi cenderung
lebih mudah untuk bersyukur. Hal tersebut ditandai
dengan setiap perilaku dalam keidupannya sehari hari
individu dimana kecenderungan untuk bersyukur
dirasakan karena hubungan kedekatan dengan Tuhan-
Nya.
3. Religiusitas
a. Pengertian
Religiusitas (religiosity) bermakna relgios feeling or
sentiment “perasaan agama” ( The world Book Dictonary,
1980). Religion kemudian diartikan sebagai hubungan yang
mengikat antra diri kemudian diartikan sebagai hubungan
yang mengikat antara diri manusia dengan hal-hal diluar diri
manusia, yaitu Tuhan. Dalam religi umumnya terdapat
aturan-aturan dan kewajiban yang harus dilaksanakan,
yang berfungsi untuk mengikat dan mengutuhkan diri
seseorang atau sekelompok orang dalam hubungan
dengan Tuhan, sesame dan alam sekktar. Rasa beragama
atau religiusitas adalah pengalaman batin dari seseorang
ketika dia merasakan adanya Tuhan khususny bila efek
pengalaman itu terbukti dalam bentuk perilaku ketika dia
secara aktif berusaha untuk menyesuaikan atau
menyelaraskan hidupnya dengan Tuhan ( Yantiek, 2014 ).
Religiusitas adalah potensi beragama atau
berkeyakinan kepada tuhan dengan kata lain percaya
adanya kekuatan di luar dirinya yang mengatur hidup dan
kehidupan alam semesta (Yulianto, 2014)
Religiusitas adalah hubungan batin antara manusia
dengan Tuhan yang dapat mempengaruhi kehidupannya.
Hubungan batin antara manusia dengan Tuhan dalam
kehidupan sehari-hari seperti menjalankan ibadah (Alfiani,
2013).
Menurut Majid dalam Saifuddin 2019 memaknai
religiusits sebagai perilaku yang sepenuhnya dibentuk oleh
kepercayaan dan keyakinan kepada kegaiban atau alam
ghaib yaitu kenyataan yang bersifat supraempiris ia
melakukan setiap hal yang empiris sebagaimana layaknya
tetapi ia mendapatkan nilai sesuatu yang empiris tersebut
dibawa supraempiris.
b. Dimensi-dimensi Religiusitas
Religiusitas dapat terlihat dari setiap perbuatan dan
tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari seorang individu.
Hal ini dapat terlihat dari berbagai hal yang menyangkut
dengan religiusitas salah satunya adalah dimensi
religiusitas Ghufron diantaranya( Aviyah, 2014 ) :
1) Dimensi keyakinan adalah tingkatan sejauh mana
seseorang menerima dan mengakui hal-hal yang
dogmatic dalam agamanya. Misalnya keyakinan
adanya sifat-sifat Tuhan, adanya malaikat, surge,
para nabi dan sebagainya.
2) Dimensi peribadatan atau praktik agama (the
ritualistic dimension)
Dimensi ini adalah tingkatan sejauh mana seseorang
menunaikan kewajiban-kewaiban ritual dalam
agamanya. Misalnya menunaikan sholat, zakat,
puasa, haji dan sebagainya.
3) Dimensi feeling atau penghayatan (the experiencal
dimension)
Dimensi penghayatan adalah perasaan keagamaan
yang pernah dialami dan dirasakan seperti merasa
dekat dengan Tuhan, tenteram saat berdoa, tersentuh
mendengar ayat suci, merasa takut berbuat dosa,
merasa senang doanya dikabulkan dan sebagainya.
4) Dimensi pengetahuan agama (the intellectual
dimension)
Dimensi ini adalah seberapa jauh seseorang
mengetahui dan memahami ajaran-ajaran agamanya
terutama yang ada dalam kitab suci, hadits,
pengetahuan fiqih dan sebagainya.
5) Dimensi effect atau pengalaman (the consequential
dimension) Dimensi pengalaman adalah sejauh mana
implikasi ajaran agama memengaruhi perilaku
seseorang dalam kehidupan sisal. Misalnya
mendermakan harta untuk keagamaan dan social,
menjenguk orang sakit, mempererat silaturahmi, dan
sebagaiman.
c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Religiusitas
Saifuddin 2019 faktor yang mempengaruhi
Religiusitas antara lain :
1) Faktor Internal
Perkembangan religiusitas selain ditentukan oleh
faktor internal seseorang. Seperti halnya aspek
kejiwaan lainnya, maka para ahli psikologi agama
mengemukakan brbagai teori berdasarkan
pendekatan masing-masing. Tetapi seara garis besar,
faktor-faktor yang ikut berpengaruh terhadap
perkembangan religiusitas antara lain adalah faktor
hereditas, tingkat usia, kepribadian dan kondisi
kejiwaan seseorang.
a) Faktor Hereditas
Jiwa keagamaan memang bukan secara langsung
sebagai faktor bawaan yang diwariskan secara
turun-temurun, melainkan terbentuk dari berbagai
unsur kejiwaan lainnya yang mencakp kognitif,
afektif dan konatif.
b) Tingkat Usia
Berbagai penelitian psikologi agama menunjukkan
adanya hubungan tingkat usia dengan kesadaran
beragama, meskipun tingkat usia bukan satu-
satunya faktor penentu dalam kesadaran
beragama seseorang. Kenyataan ini dapat dilihat
adanya perbedaan pemahaman agama ada
tingkat usia yang berbeda.
c) Kepribadian
Sebagai identitas diri (jati diri) seseorang yang
sedikit banyaknya menampilkan ciri-ciri pembeda
dari individu lain di luar dirinya. Dalam kondisi
normal, memang secara individu manusia memiliki
perbedaab dalam kepribadian. Perbedaan ini
diperkirakan berpengaruh terhadap aspek-aspek
kejiwaan termasuk kesadaran beragama.
d) Kondisi Kejiwaan
Banyak kondisi kejiwaan yang tak wajar seperti
schizophrenia, paranoia, maniac, dan infantike
autism.Tetapi yang penting dicermati adalah
hubungannya denan perkembangan kejiwaan
agama. Sebab bagaimanapun seseorang yang
mengidap schizophrenia akan mengisolasi diri dari
kehidupan social serta persepsinya tentang
agama akan dipengaruhi oleh halusinasi.
2) Faktor Eksternal
Faktor eksternal yang dinilai berpengaruh dalam
religiusitas dapat dilihat dari lingkingan dimana
seseorang itu hidup. Umumnya lingkungan tersebut
dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :
a) Lingkungan Keluarga
Keluarga merupakan satuan social yang paling
sederhana dalam kehidupan menusia. Keluarga
merupakan lingkungan social pertama kali yang
dikenal oleh setiap individu. Dengan demikian,
kehidupan keluarga merupakan fase sosialisasi
awal bagi pembentukan jiwa keagamaan pada
setiap individu.
b) Lingkungan Institusional
Melalui kurikulum, yang berisi materi pengajaran,
sikap dan keteladaan guru sebagai pendidik serta
pergaulan antar teman disekolah dinilai berperan
penting dalam menanamkan kebiasaan yang
baik. Pembiasaan yang baik merupakan bagian
dar pembentukan moral yang erat kaitannya
dengan perkembangan jiwa keagamaan
seseorang.
c) Linkungan Masyarakat
Lingkungan masyarakat bukan merupakan
lingkungan yang mengandung unsur tanggung
jawab, melainkan hanya merupakan unsur
pengarh belaka. Tetapi norma dan tata nilai yang
ada terkadang pengaruhnya lebih besar dalam
perkembangan jiwa keagamaan, baik dalam
bentuk positif maupun negative.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi religiusitas pada diri
individu baik dari faktor internal ( faktor hereditas, tingkat
usia, kepribadian dan kondisi kejiwaan ), dan faktor eksternal
( lingkungan keluarga, lingkungan intitusional dan lingkungan
masyarakat ).
4. Hubungan Religiusitas Dengan Gratitude Penyintas Covid19
Masyarakat yang belum pernah terinfeksi Covid19
menstigmatisasi, menghindari, dan mendiskriminasi mereka
yang terinfeksi Covid-19 (Curșeu, Coman, Panchenko, Fodor, &
Rațiu, 2021). Respon lain yang muncul adalah penolakan
terhadap kenyataan mengenai Covid-19 (Pattee, 2020).
Sehingga pada penyintas Covid-19 juga ditemukan adanya
gejala-gejala kecemasan, depresi mayor, gangguan tidur, dan
PTSD juga muncul pada penyintas Covid19 (Canady, 2020;
Mazzaa, dkk., 2020).
Salah satu faktor penyebab individu mengalami gangguan
kecemasan karena adanya kecenderungan individu bersikap
melebih-lebihkan bahaya dan konsekuensi sumber masalah
yang membuat individu takut. Hal ini juga dapat disebut sebagai
pikiran yang tidak rasional, dimana individu berasumsi sesuatu
yang buruk akan terjadi, yang membuat individu cemas dan
merasa tidak mampu mengatasi masalah (Annisa & Ifdil, 2016).
Dikatakan kebersyukuran memiliki hubungan dengan tingkat
kecemasan, Studi 2020 menunjukkan bahwa kebersyukuran
memiliki hubungan dengan kesehatan mental yang lebih baik.
Seseorang yang ditimpa masalah atau tekanan dan individu
memandang itu sebagai sesuatu yang baik, maka secara sadar
atau tidak individu akan mendapatkan kemampuan coping yang
lebih baik, sehingga individu memiliki pemaknaan hidup yang
lebih positif. Emmons dan McCollough (2004) menjelaskan
bahwa individu yang bersyukur akan mengalami afek positif,
seperti lebih sering mengalami kebahagiaan, menikmati
kepuasan dalam hidup, lebih banyak berharap, dan cenderung
kurang mengalami depresi, kecemasan dan iri hati (Jans-beken,
2021).
Individu yang bersyukur menunjukkan kecemasan yang lebih
sedikit karena individu mampu meyakinkan diri individu sendiri
ketika hidup tidak sesuai dengan harapan individu (Petrocchi &
Couyoumdjian, 2016). Penelitian lain juga menunjukkan adanya
hubungan antara kebersyukuran dan kecemasan, artinya rasa
syukur dapat digunakan sebagai intervensi yang efektif untuk
mengatasi gejala depresi dan kecemasan (Cregg & Cheavens,
2020).
KECEMASAN PENYINTAS
COVID19
Tingkat Kecemasan:
a. Cemas ringan
b. Cemas sedang
c. Cemas berat Faktor Eksternal yang
d. Panik mempengaruhi:
Faktor Internal yang Dukungan dari
mempengaruhi: orang lain
Usia Perubahan
Status kesehatan lingkungan
jiwa dan fisik Perubahan Sosial
Nilai budaya
Spiritual atau
Religiusitas
Rasa syukur atau
Gratitude Religiusitas
Gratitude a. Keyakinan
b. Praktek Agama
a. Intensity
c. Penghayatan
b. Frequency
d. Pengetahuan
c. Span
e. Pengalaman
d. Density
Keterangan :
: Diteliti
: Tidak Diteliti
( Aviyah, 2014) (Prabowo, 2017)
(Jannah, 2020)
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
A. Variabel Penelitian
D. Rancangan Penelitian
3. Jenis Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian yang dilakukan yaitu untuk
mengetahui hubungan Religiusitas dengan Gratitude pada
Penyintas Covid19 di Desa Guwo Kecamatan Tlogowungu
Kabupaten Pati, maka peneliti menggunakan metode penelitian
analitik korelasi. Metode analitik korelasi merupakan penelitian
yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena
kesehatan itu terjadi (Notoatmodjo, 2015).
4. Pendekatan Waktu Pengumpulan Data
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah menggunakan pendekatan cross sectional. Peneliti
menggunakan dengan pengukuran cross sectional dikarenakan
penelitian ini dilakukan dengan pengukuran variable
independen dan variable dependent hanya satu kali, pada satu
saat (Nursalam, 2016).
5. Metode Pengumpulan Data
Cara pengumpulan data pada penelitian ini terdiri dari data
primer dan sekunder (Sujarweni, 2014) :
a. Data Primer
Data yang diperoleh dari responden melalui kuisioner,
kelompok focus, dan panel, atau juga data hasil wawancara
peneliti dengan narasumber. Data yang diperoleh dari data
primer ini harus diolah lagi. Sumber data yang langsung
memberikan data kepada pengumpul data.
Pengumpulan data primer pada penelitian ini
didapatkan secara langsung dengan cara mengisi kuisioner
yang diberikan pada penyintas Covid19 di Desa Guwo
Kecamatan Tlogowungu Kabupaten Pati.
b. Data Sekunder
Data yang didapat dari catatan, buku, majalah berupa
laporan, artikel, buku-buku sebagai teori, majalah, dan lain
sebagainya. Data yang diperoleh dari data sekunder ini tidak
perlu diolah lagi. Sumber yang tidak langsung memberikan
data pada pengumpul data.
Data sekunder pada penelitian ini diambil dari data
penyintas Covid19 di Desa Guwo Kecamatan Tlogowungu
Kabupaten Pati, buku rujukan dan internet.
6. Populasi Penelitian
Populasi adalah keseluruhan jumlah yang terdiri atas obyek
atau suyek yang mempunyai karakteristik dan kualitas tertentu
yang ditetapkan oleh peneliti untuk diteliti dan kemudian ditarik
kesimpulan (Sujarweni, 2014).
Populasi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
penyintas Covid19 di Desa Guwo Kecamatan Tlogowungu
Kabupaten Pati sebanyak 171 orang berdasarkan pengambilan
data awal pada 9 Mei 2022.
6. Prosedur Sampel dan Sampel Penelitian
Sampel adalah bagian dari jumlah populasi dan karakteristik
yang dimiliki oleh populasi. Dengan kata lain, sampel adalah
elemen-elemen populasi yang dipilih atas dasar kemampuan
mewakilinya (Sugiyono, 2014). Sampel Penelitian inni adalah
populasi dengan kriteria sebagai berikut:
a. Kriteria Inklusi
1) Penyintas Covid19 di Desa Guwo Kecamatan
Tlogowungu Kabupaten Pati
2) Penyintas Covid19 yang beragama islam di Desa Guwo
Kecamatan Tlogowungu Kabupaten Pati
3) Bersedia menjadi responden
b. Kriteria Ekslusi
1) Bukan Penyintas Covid19 di Desa Guwo Kecamatan
Tlogowungu Kabupaten Pati
2) Penyintas Covid19 yang beragama non islam di Desa
Guwo Kecamatan Tlogowungu Kabupaten Pati
3) Responden yang menolak menjadi responden