Anda di halaman 1dari 6

Penerapan Konsep Caring dalam Upaya Mengatasi Masalah Kesehatan Mental Selama Pandemi Covid-19

Sudah lebih dari satu tahun pandemi Covid 19 melanda Indonesia, dan hingga saat ini masih belum ada
tanda-tanda akan berakhir. Tercatat, per tanggal 8 Juli 2021, sudah terdapat 2,4 juta kasus Covid 19 di
Indonesia, 1,99 juta orang sembuh, dan  63.760 meninggal dunia (Satgas Covid-19, 2020). Ditambah lagi,
di tengah kondisi krisis saat ini, disebutkan bahwa Indonesia mengalami kekurangan tabung oksigen.
Beberapa rumah sakit mengatakan mereka hampir kehabisan persediaan oksigen, bahkan salah satu
rumah sakit melaporkan bahwa 63 pasien meninggal akibat kekurangan oksigen (BBC, 2021).

Berbagai peraturan telah dikeluarkan pemerintah, diawali dengan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala
Besar) yang ditetapkan pada awal April 2020. Pemerintah juga mengimbau masyarakat untuk
menerapkan protokol kesehatan 5M diantaranya memakai masker, mencuci tangan menggunakan
sabun dan air mengalir, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, serta membatasi mobilisasi dan interaksi. 

Di akhir tahun 2020 lalu, Indonesia sempat menerapkan new normal, melihat kurva kasus yang sudah
mulai menurun. Namun, baru-baru ini dikarenakan munculnya varian baru Covid 19 yang membuat
kurva kasus kembali meningkat, pemerintah kembali menerapkan peraturan yang disebut PPKM
(Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) dimulai tanggal 3 Juli hingga 20 Juli 2021 (Tempo,
2021).

Pandemi Covid 19 telah memberikan dampak negatif pada berbagai aspek kehidupan. Peningkatan
angka pengangguran, pembelajaran jarak jauh bagi pelajar, kematian tenaga kesehatan, lumpuhnya
pariwisata di Indonesia, tingginya angka masalah kesehatan mental, dan masih banyak lagi. Kesehatan
mental disebut menjadi masalah besar yang akan dihadapi oleh Indonesia dan dunia pada tahun 2021
(CNN Indonesia, 2021).

Ketakutan, kekhawatiran dan stress merupakan respon yang normal dirasakan akibat adanya ancaman
berupa pandemi Covid 19 ini. Selama lebih dari satu tahun masyarakat dihadapkan pada ketidakpastian
serta hal-hal yang diluar dugaan. 

Sehingga, merupakan hal yang wajar dan dapat dimaklumi jika masyarakat mengalami ketakutan selama
pandemi Covid 19. Selain karena takut tertular Covid 19, masyarakat juga mengalami perubahan
signifikan akibat adanya pembatasan kegiatan sehari-hari dalam upaya memutus penyebaran virus
(WHO, 2021).
Semua orang berpotensi merasakan kecemasan yang memengaruhi kesehatan mental selama pandemi.
Namun menurut Javed et al (2020), anak-anak mengalami kerentanan yang cukup besar karena selama
pandemi berada jauh dari teman-temannya dan harus terus tinggal di rumah. Anak-anak umumnya juga
tidak memahami kondisi yang sedang terjadi. 

Oleh karena itu, mereka dapat mengalami kecemasan, keresahan, isolasi sosial yang dapat berefek
jangka pendek atau panjang pada kesehatan mental mereka. Beberapa perubahan umum dalam
perilaku anak-anak yang dapat terjadi seperti, menangis berlebihan, meningkatnya kesedihan, depresi,
atau kekhawatiran. Anak-anak juga kesulitan berkonsentrasi dan memusatkan perhatian, hingga
perubahan kebiasaan makan (Javed et al., 2020).

Selain anak-anak, orang tua juga lebih rentan terhadap wabah Covid 19 karena alasan klinis dan sosial
seperti memiliki sistem kekebalan yang lebih lemah atau adanya masalah kesehatan lainnya. Menurut
para ahli, individu berusia 60 tahun ke atas lebih mungkin terkena Covid 19 dan dapat menyebabkan
kondisi serius dan mengancam jiwa bahkan jika mereka dalam keadaan sehat. Pembatasan aktivitas dan
jarak fisik akibat Covid 19 juga menyebabkan efek negatif pada kesehatan mental lansia. 

Lansia bergantung pada anak-anak muda untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari, sehingga dengan
adanya pembatasan aktivitas, akan membuat lansia merasa kesulitan. Hal ini menimbulkan kecemasan,
kesusahan, dan menyebabkan situasi traumatis bagi lansia. Beberapa gejala yang umumnya ditemui
pada lansia yang mengalami masalah kesehatan mental diantaranya berteriak, berperilaku
menjengkelkan, perubahan kebiasaan tidur dan makan, serta ledakan emosi (Javed et al., 2020).

Meskipun stress dan kecemasan merupakan respon normal selama pandemi, namun stress diketahui
dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh dan menyebabkan disregulasi yang memperburuk kondisi
tubuh seseorang

Stres dapat terjadi ketika mengetahui jumlah kematian akibat Covid 19, merasa terisolasi selama
karantina, tidak bisa bersama orang yang dicintai, hingga kesulitan keuangan. Kondisi ini membuat
pemerintah berupaya menyaring informasi berkaitan dengan Covid 19 yang beredar di masyarakat. 
Informasi penambahan kasus yang pada awalnya rutin diumumkan melalui konferensi pers setiap sore di
televisi, saat ini tidak lagi dilakukan. Namun, tindakan ini juga mendapatkan kritikan dari berbagai pihak,
karena pemerintah dianggap kurang transparan dalam memberikan informasi mengenai bagaimana
situasi Covid 19 yang sebenarnya terjadi di Indonesia (Kaligis, Indraswari & Ismail, 2020).

Di masa pandemi ini, kesehatan fisik perlu diperhatikan, agar terhindar dari virus Covid 19. Namun yang
tidak kalah penting adalah menjaga kesehatan mental. Mengutip pernyataan Lisa Carlson, mantan
presiden American Public Health Association dan administrator eksekutif di Sekolah Kedokteran
University Emory di Atlanta, sebagaimana dilansir CNN, dia menyatakan bahwa "Kita tidak memiliki
vaksin untuk kesehatan mental seperti yang akan kita dapatkan untuk kesehatan fisik. Jadi, butuh waktu
lebih lama untuk keluar dari tantangan itu." (CNN Indonesia, 2021).

Dalam keperawatan dikenal konsep yang disebut caring. Caring dimaknai sebagai fenomena universal
yang memengaruhi cara orang berpikir, merasakan, dan berperilaku dalam hubungan satu sama lain
(Potter et al., 2013). Caring diterapkan oleh perawat secara holistik dengan mempertimbangkan seluruh
aspek kehidupan pasien untuk mendukung proses kesembuhan pasien

Dalam konsep keperawatan, caring melibatkan hubungan interpersonal antara perawat dengan pasien,
perawat dengan keluarga pasien, dan perawat dengan anggota tim perawatan (Fontaine & Keeling,
n.d.). Caring terdiri atas beberapa proses meliputi (1) knowing, merupakan upaya untuk mengerti bahwa
sebuah kejadian memiliki makna bagi seseorang; (2) being with, menghadirkan diri secara emosional
kepada orang lain, berbagi perasaan dan tidak membebani; (3) doing for, melakukan sesuatu kepada
orang lain sebagaimana kita akan melakukannya untuk diri sendiri; (4) enabling, memfasilitasi orang lain
melalui transisi hidupnya (misalnya, kelahiran, kematian, maupun peristiwa yang tidak dikenal); (5)
maintaining belief, mempertahankan kepercayaan dalam kapasitas orang lain melewati sebuah
peristiwa atau transisi dan masa depan (Potter et al., 2013).

Caring pada dasarnya dimiliki oleh setiap manusia dan dapat muncul begitu saja ketika ada orang yang
membutuhkan pertolongan. Melihat penjelasan mengenai proses caring yang telah diuraikan
sebelumnya (knowing, being with, doing for, enabling, dan maintaining belief), dapat dilihat bahwa
konsep caring sebenarnya sederhana. Caring yang dapat diterapkan oleh semua orang dengan
memulainya dari hal-hal kecil. Misalnya, menanyakan kabar teman atau kerabat yang sudah lama tidak
ditemui. 
Di masa pandemi ini, terjadi perubahan proses interaksi sehingga membuat kita tidak lagi bisa menemui
teman, atau keluarga secara langsung. Sehingga, dengan bertanya kabar kepada orang-orang terdekat
bisa menjadi alternatif agar dapat tetap terhubung dengan mereka. Terkadang, hal-hal sederhana
seperti ini bisa menjadi sangat berarti bagi seseorang. 

akan berakhirnya ini memang berat. Kita tidak hanya harus menjaga kesehatan fisik, namun juga penting
untuk memelihara kesehatan mental. 

Konsep caring yang biasanya digunakan dalam memberikan asuhan keperawatan dan bertujuan untuk
meningkatkan hubungan antara perawat dan pasien, juga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-
hari. Mulailah dengan hal-hal sederhana seperti saling bertanya kabar, meluangkan waktu untuk
berbincang, agar kita saling memgetahui kondisi orang terdekat. Harapannya, jika kita lebih care, risiko
terjadinya masalah kesehatan mental selama pandemi ini dapat berkurang.

Daftar Pustaka

BBC (2021) Indonesia Faces Oxygen Crisis Amid Worsening Covid Surge. Available at: 

CNN Indonesia (2021) Kesehatan Mental Disebut Jadi Masalah Besar pada 2021. Available at: .

Fontaine, D. and Keeling, A. W. (no date) Concept of Caring. Available at: .

Javed, B. et al. (2020) 'The coronavirus (COVID-19) pandemic's impact on mental health', International
Journal of Health Planning and Management, 35(5), pp. 993--996.

Kaligis, F., Indraswari, M. T. and Ismail, R. I. (2020) 'Stress during COVID-19 pandemic: Mental health
condition in Indonesia', Medical Journal of Indonesia. Faculty of Medicine, Universitas Indonesia, 29(4),
pp. 436--441. .

Potter, P. A. et al. (2013) Fundamentals of Nursing. 8th Editio. Canada: Elsevier.

Satgas Covid-19 (2020) Peta Sebaran Covid-19, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19

Strategi Meningkatkan Perilaku Caring pada Pelayanan Keperawatan

Pendahuluan 

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi akhir-akhir ini telah membawa perubahan yang sangat besar
dalam kehidupan manusia. Pelayanan kesehatan pun tentunya harus mengikuti perkembangan
teknologi dan informasi tersebut. Menurut Hamson, dkk (2021) menyebutkan bahwa kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam bidang kesehatan akan memudahkan pasien untuk mengakses
pelayanan kesehatan yang tentunya akan mendorong rumah sakit untuk memberikan pelayanan yang
terbaik. 

Menurut Sudirman (2016) mengatakan bahwa keperawatan sebagai bagian integral dalam pelayanan
kesehatan, dan disebut sebagai salah satu komponen profesi yang menjadi kunci dari keberhasilan
pelayanan kesehatan yang paripurna dengan asuhan keperawatannya. Sehingga baik atau buruknya
pelayanan di rumah sakit merupakan citra dari perawat sebagai gambaran dari pelayanan yang
diberikannya. Dengan demikian, maka tentunya kualitas pelayanan rumah sakit akan meningkat jika
kualitas pelayanan keperawatan terus ditingkatkan.

Supriyatno dan Ratna (2017) berpendapat bahwa mutu pelayanan keperawatan di rumah sakit
tergantung pada kemampuan, kecepatan, kemudahan dan ketapatan perawat dalam melakukan
tindakan keperawatan. 

Dalam melaksanakan asuhan keperawatan, seorang perawat diwajibkan untuk bekerja secara
professional sesuai dengan kompetensi dan standar keperawatan serta memperhatikan kaidah etik dan
moral, sehingga dengan demikian klien sebagai penerima asuhan dapat terlindungi karena menerima
asuhan keperawatan yang bermutu. 

Menurut Nursalam (2011). Pelayanan keperawatan yang berkualitas mewajibkan seorang perawat agar
profesional dan bertindak sesuai dengan standar dalam melakukan pekerjaannya. Pelayanan yang
diberikan perawat berpusat pada klien dan diberikan secara menyeluruh meliputi bio-psiko-sosio-
kulturan dan spiritual. 

Seorang perawat yang profesional akan memperlakukan kliennya sebagai seseorang  yang sangat berarti
dan patut untuk diperhatikan, dijaga dan dilayani dengan sepenuh hati. 

Inti utama dari pelayanan keperawatan ditunjukkan dengan perilaku caring (Teting, dkk, 2018).
Disebutkan pula dalam theory of human caring, Watson mengatakan bahwa caring merupakan inti
dalam keperawatan. Nyatanya, sebagian besar perawat belum mencerminkan perilaku caring. Hal ini
juga dapat dibuktikan dengan tingginya aktivitas curing yang dilakukan oleh perawat pada kliennya
dibandingkan dengan kegiatan caring yang dilakukan. 
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Aiken pada tahun 2012, menyebutkan bahwa pelayanan
keperawatan dengan kualitas caring yang buruk ada di negara Irlandia dan Yunani. 

Penelitian mengenai perilaku caring perawat di Indonesia sendiri diantaraya adalah penelitian yang
dilakukan oleh Prabowo, dkk pada tahun 2014 yang menunjukkan data bahwa setengah perawat (50%)
menunjukkan perilaku yang kurang caring. Penelitian lainnya dilakukan oleh Martiningtias, dkk pada
tahun 2013 menunjukkan data bahwa 29,6% perawat kurang caring menurut persepsi pasien.  

Anda mungkin juga menyukai