Anda di halaman 1dari 13

REFERAT

CLINICAL EXPOSURE IV
KESEHATAN MENTAL DOKTER DAN TENAGA KESEHATAN
DI ERA COVID-19

Disusun oleh :
Joanna Audricia Kosasih (01071170110)

CLINICAL EXPOSURE IV
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
TANGERANG
2020
BAB I
PENDAHULUAN

Pada bulan Desember tahun 2019, sebuah penyakit epidemis baru


bernama novel coronavirus muncul di Wuhan, China. Penyakit ini
disebabkan oleh virus SARS-CoV-2 (Severe Acute Respiratory Syndrome
Coronavirus 2). COVID-19, sebutan untuk penyakit ini, telah terbukti
penularannya disebabkan oleh transimisi antar individu. Virus ini tidak
hanya menarik perhatian pemerintah China, namun juga seluruh dunia.
WHO telah melaporkan 118.319 kasus terkonfirmasi COVID-19 dan 4292
kemarian karna COVID-19 hingga 11 Maret 2020 di seluruh dunia. Pada
hari yang sama, WHO mengumumkan bahwa COVID-19 adalah sebuah
pandemi global.
Semua pekerjaan tentu memiliki tingkatan stresnya masing-masing,
namun penelitian telah membuktikan bahwa dokter dan tenaga kesehatan
lainnya memiliki tingkatan stres yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan
populasi umum dan pekerjaan lainnya. Tingkatan stres ini diketahui
dipengaruhi oleh kesehatan fisik dan mental dokter. Selain itu, penelitian
juga menemukan bahwa orang yang berprofesi sebagai dokter sulit untuk
memberitahu rekan sejawatnya mengenai tekanan stres ini. Hal ini
dikarenakan adanya ketakutan terhadap stigma masyarakat yang nantinya
akan berpengaruh terhadap karir dokter ini kedepannya. Tidak hanya takut
untuk bercerita ke rekan sejawatnya, profesi dokter dikenal enggan untuk
mencari pertolongan profesional mengenai kesehatan mental mereka.
Penelitian membuktikan bahwa dokter dinilai lebih memilih untuk mencari
pertolongan keluarga dibandingkan tenaga profesional. Bahkan tak jarang
dokter pun enggan untuk bercerita atau meminta pertolongan mengenai
kesehatan mentalnya kepada keluarga mereka sendiri.
Disaat krisis kesehatan akut, seperti disaat pandemi COVID-19
sekarang, tenaga kesehatan ditempatkan dalam lingkungan tekanan stres
yang jauh lebih tinggi. Hal ini membuat tekanan stres yang harus dihadapi

1
oleh tenaga kesehatan semakin besar dari kondisi normal. Dalam kondisi
pandemik, jumlah pasien yang perlu dirawat meningkat tajam, membuat
adanya peningkatan tekanan terhadap sumber daya kesehatan. Tentunya
hal ini akan membuat dokter dan tenaga kesehatan lainnya harus bekerja
dalam waktu yang lebih lama, yang tentunya akan meningkatkan stres
tenaga kesehatan. Belum lagi dikarenakan adanya keterbatasan Alat
Pelindung Diri, akan membuat tenaga kesehatan semakin stres dalam
menghadapi kondisi pandemik seperti sekarang ini. Selain itu, faktor lain
juga dapat meningkatkan stres dari tenaga kesehatan. Salah satunya
adalah ketakutan membawa penyakit ke dalam keluarga tenaga kesehatan.
Pada data di tahun 2009 mengenai Swine Flu, 20% dari dokter dan suster
yang bertugas melaporkan bahwa setidaknya terdapat satu anggota
keluarga yang memiliki gejala yang sama dengan Swine Flu. Semua
tekanan stres yang terlalu besar ini dapat memicu adanya trauma dalam
diri tenaga kesehatan. Oleh karena itu diperlukan pemahaman mendalam
mengenai kesehatan mental tenaga kesehatan, khususnya dokter dalam
era pandemi COVID-19 ini.

2
BAB II
MASALAH DAN TANTANGAN

Disaat krisis kesehatan akut, seperti disaat pandemi COVID-19


sekarang, tenaga kesehatan ditempatkan dalam lingkungan tekanan stres
yang jauh lebih tinggi. Hal ini membuat tekanan stres yang harus dihadapi
oleh tenaga kesehatan semakin besar dari kondisi normal. Dalam kondisi
pandemik, jumlah pasien yang perlu dirawat meningkat tajam, membuat
adanya peningkatan tekanan terhadap sumber daya kesehatan. Tentunya
hal ini akan membuat dokter dan tenaga kesehatan lainnya harus bekerja
dalam waktu yang lebih lama, yang tentunya akan meningkatkan stres
tenaga kesehatan. Belum lagi dikarenakan adanya keterbatasan Alat
Pelindung Diri, akan membuat tenaga kesehatan semakin stres dalam
menghadapi kondisi pandemik seperti sekarang ini. Selain itu, faktor lain
juga dapat meningkatkan stres dari tenaga kesehatan. Salah satunya
adalah ketakutan membawa penyakit ke dalam keluarga tenaga kesehatan.
Pada data di tahun 2009 mengenai Swine Flu, 20% dari dokter dan suster
yang bertugas melaporkan bahwa setidaknya terdapat satu anggota
keluarga yang memiliki gejala yang sama dengan Swine Flu. Semua
tekanan stres yang terlalu besar ini dapat memicu adanya trauma dalam
diri tenaga kesehatan. Oleh karena itu diperlukan pemahaman mendalam
mengenai kesehatan mental tenaga kesehatan, khususnya dokter dalam
era pandemi COVID-19 ini.
Pada penelitian yang dilakukan pada kejadian pandemik yang lalu
(SARS pada tahun 2003, MERS pada tahun 2012 dan Ebola di Afrika Barat)
menunjukkan bahwa tenaga kesehatan sangat rentan terhadap morbiditas
psikologi, salah satunya trauma yang dapat bertahan hingga berbulan-
bulan setelah wabah berakhir. Sementara itu, kejadian traumatis dalam
hidup tenaga kesehatan dengan pemikiran bunuh diri memiliki hubungan
yang sangat erat, sehingga kejadian traumatis ini dapat memicu pemikiran
untuk bunuh diri pada tenaga kesehatan. Ketakutan yang berlebihan dari

3
tenaga kesehatan mengenai isolasi sosial, serta mengenai stigma infeksi
yang beredar di masyarakat. Sebagai salah satu penyakit baru yang belum
diketahui secara jelas, hal inilah yang memunculkan rasa takut yang
berlebihan yang membuat terbentuknya stigma sosial dan diskriminasi
terhadap etnis dan orang-orang yang berhubungan dengan virus ini. Seperti
pada perawat, penderita, keluarga pendetia, dokter, dan mereka yang
memiliki gejala yang mirip dengan penderita COVID-19. Apabila stigma ini
terus melekat pada masyarakat, hal ini dapat menyebabkan peningkatan
stres bagi para tenaga kesehatan dan ketakutan diskriminasi pada
masyarakat yang sakit sehingga masyarakat enggan untuk berobat ke
rumah sakit.
Selain itu, efek negatif dari kesehatan mental ini juga dapat
dipengaruhi terlepas apakah dokter tersebut menangani pasien yang
terinfeksi COVID-19 secara langsung atau tidak. Pada pandemi COVID-19
ini, tenaga kesehatan dikerahkan semaksimal mungkin yang menyebabkan
banyak tenaga kesehatan yang jatuh sakit dan kelelahan karena jam kerja
yang berlebihan. Namun, penelitian membuktikan bahwa tenaga kesehatan,
seperti dokter dan perawat merasa memiliki kewajiban untuk tetap bersikap
profesional dan untuk terus berjuang untuk menangani pandemi ini tanpa
mempedulikan bahaya yang bisa saja terjadi pada diri tenaga kesehatan itu
sendiri.
Karena efek dari peningkatan stres dan keengganan dari dokter
untuk mencari bantuan profesional inilah yang dapat membuat seorang
dokter jatuh ke dalam kondisi presenteeisme. Presenteeisme adalah
kondisi di mana seseorang yang tetap bekerja walaupun dalam kondisi sakit
yang dapat menyebabkan berkurangnya produktivitas, kesehatan yang
menurun dan menyebabkan perluasan ke daerah lingkungan kerja.
Dokter yang harus menjaga keseimbangan antara keselamatan
dirinya dengan kebutuhan dari pasien, keluarga dan rekan kerja dapat
menyebabkan adanya moral injury. Moral injury ini dapat terjadi apabila
dokter harus mengambil suatu keputusan yang melanggar ketentuan etis

4
pada pasien tersebut. Moral injury ini pun dapat berdampak pada
kesehatan mental dokter tersebut.

5
BAB III
PERAN TENAGA KESEHATAN DALAM MENANGANI STRES
PADA PANDEMI COVID-19

Pada penelitian yang dilakukan oleh Kang et al pada tahun 2020,


menunjukkan bahwa terjaminnya kesehatan keluarga tenaga kesehatan
tersebut memiliki peran yang besar dalam mengurangi tekanan stres dari
tenaga kesehatan. Selain itu, ketersediaan APD yang memadai serta
adanya sikap positif dari para rekan kerja, terutama wanita juga dapat
membantu mengurangi stres pada tenaga kesehatan yang sedang
bertugas dalam masa pandemi COVID-19 ini. Tingkat kontak langsung
dengan kasus yang terkonfirmasi ataupun kasus yang dicurigai pun
memiliki hubungan yang sangat erat dengan gangguan dari kesehatan
mental. Tingkat kontak langsung dengan kasus ini berbanding lurus dengan
gangguan dari kesehatan mental tenaga kesehatan, namun akses terhadap
tenaga profesional psikologis berbanding terbalik dengan gangguan
kesehatan mental tenaga kesehatan. Diagnosa kesehatan fisik mandiri oleh
tenaga kesehatan juga menyebabkan peningkatan dari gangguan
kesehatan mental tenaga kesehatan.
Penelitian dari India menunjukkan bahwa adanya faktor motivasi
positif seperti keluarga yang mendukung, adanya contoh panutan yang
positive, adanya apresiasi dari rekan kerja dan pasien, dan penerimaan
bahwa adanya kemungkinan untuk terinfeksi yang tak terhindarkan dapat
membantu menurunkan tingkat stres dari tenaga kesehatan.
Tindakan penanggulangan stres yang dapat dilakukan oleh tenaga
kesehatan adalah tindakan perlindungan diri yang ketat, pengetahuan yang
memadai mengenai pencegahan dan penularan virus, sikap positif dari diri
tenaga kesehatan dan adanya dukungan dari masyarakat luas.
Selain itu, penelitian membuktikan bahwa adanya dukungan
finansial kepada dokter yang bekerja di era pandemi sangat membantu
menurunkan tingkatan stres dari dokter, seperti misalnya apabila dokter

6
atau perawat jatuh sakit, terdapat bantuan finansial dalam pengobatan
dokter dan perawat tersebut, serta bantuan finansial untuk keluarga tenaga
kesehatan. Selain itu, adanya keringanan dalam ancaman malpraktik juga
dapat membantu mengurangi stres dokter dan tenaga kesehatan lainnya
dalam era pandemi COVID-19 ini.
Selain itu, adanya pelatihan dan persiapan yang baik juga sangat
membantu meningkatkan kepercayaan diri tenaga kesehatan dalam
menghadapi pandemi COVID-19 ini yang dapat menurunkan tingkat stres
yang dihadapi oleh tenaga kesehatan dalam era pandemi ini. Adanya
gerakan yang menyuarakan anti-stigma juga sangat membantu tenaga
kesehatan untuk mengurangi stres yang mereka hadapi. Untuk mengurangi
stigma yang beredar dalam masyarakat, ada pula hal-hal yang dapat
dilakukan masyarakat untuk membantu mengurangi stres yang diterima
oleh tenaga kesehatan. Cara-cara ini dianjurkan oleh WHO kepada
masyarakat agar tidak panik berlebih yang akhirnya menyebabkan
munculnya stigma-stigma dalam masyarakat. Cara-cara yang dimaksud
adalah mengurangi menonton, membaca atau mendengarkan berita yang
menyebabkan masyarakat cemas atau tertekan, mencari informasi hanya
dari sumber terpercaya untuk mengambil langkah-langkah praktis dalam
mempersiapkan rencana perlindungan diri dari dampak COVID-19, dalam
upaya pencarian informasi terbaru mengenai COVID-19, lakukanlah pada
siang hari dan cukup hanya sekali atau dua kali sehari (mendengarkan atau
membaca laporan yang terus-menerus dapat menyebabkan cemas),
carilah fakta dan bukan rumor atau informasi yang salah (dengan
mengetahui fakta yang benar dan lengkap dapat mengurangi rasa takut
yang berlebihan), kumpulkanlah informasi dari situs yang terpercaya seperti
dari WHO dan Kemenkes RI, dukung upaya memperkuat cerita yang positif
dan penuh harapan, serta citra positif dari orang yang telah mengalami
Covid-19. Misalnya, kisah orang yang telah sembuh atau perjuangan
seseorang yang mendukung orang lain yang terdampak Covid-19. Serta
jangan lupa untuk terus menghargai dan mendukung perjuangan petugas

7
kesehatan sebagai garda kesehatan terdepan dalam menangani pandemi
COVID-19 ini.
Penelitian juga menunjukkan bahwa intervensi psikologis sangat
membantu dalam penanganan stres karena lingkungan kerja pada tenaga
kesehatan. Intervensi psikologis ini dinamakan mindfullness interventions
yang sangat dianjurkan untuk orang-orang yang memiliki tingkatan stres
yang tinggi atau bagi orang-orang yang berada di lingkungan kerja yang
memiliki tekanan stres tinggi. Pada intervensi ini, dikatakan bahwa adanya
kesadaran otomasis terhadap hal-hal negatif dapat meningkatkan stres.
Dengan intervensi ini, tenaga kesehatan diajak untuk menyadari dan
melihat hal-hal negatif tersebut sebagai hal-hal objektif yang mungkin
terjadi pada diri tenaga kesehatan tersebut. Dengan kesadaran ini, tenaga
kesehatan akan mampu untuk melihat dalam perspektif baru yang dapat
mengendalikan emosi dan kelakuan tenaga kesehatan tersebut, yang akan
membantu tenaga kesehatan tersebut untuk menangani stres yang ia
hadapi dalam lingkungan kerja dengan lebih baik.

8
BAB IV
KESIMPULAN

Pandemi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti


wabah yang berjangkit serempak di mana-mana, meliputi daerah geografi
yang luas. Seperti yang kita semua ketahui, COVID-19 telah diumumkan
merupakan suatu wabah pandemi oleh WHO. Hal ini dikarenakan
ditemukannya kasus yang serupa di seluruh negara di dunia dengan angka
kasus yang tidak kecil. Pada era pandemi COVID-19 ini, tenaga kesehatan
merupakan garda terdepan yang diharapkan oleh seluruh lapisan
masyarakat dalam memerangi pandemi ini. Tenaga kesehatanlah yang
diharapkan masyarakat dapat mengobati dan menghentikan penyebaran
pandemi ini. Harapan yang besar dari masyarakat ini terhadap para tenaga
medis pun tentunya memiliki dampak tekanan pada tenaga medis. Selain
itu, tanpa adanya wabah pandemi ini pun profesi tenaga kesehatan dinilai
memiliki tingkatan stres yang lebih tinggi dibandingkan dengan profesi
lainnya.
Layaknya tenaga kesehatan yang selalu mengutamakan kesehatan
dan kesembuhan dari pasiennya, sering kali hal ini membuat tenaga
kesehatan mengesampingkan kesehatan pribadinya. Baik kesehatan fisik
maupun mental tenaga kesehatan tersebut.
Kesehatan tenaga kesehatan ini dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor, antara lain tuntutan yang terlalu tinggi dari masyarakat, kurangnya
pengetahuan dan kesiapan menghadapi penyakit COVID-19, kurangnya
alat perlindungan diri bagi tenaga kesehatan, moral injury, waktu bekerja
yang terlalu panjang, presenteeisme, serta stigma dari masyarakat yang
membuat peningkatan tekanan stres pada tenaga kesehatan. Ketakutan
para tenaga kesehatan membawa penyakit ke lingkungan keluarga pun
memberikan tekanan stres tersendiri bagi tenaga kesehatan tersebut.
Apalagi jika adanya penolakan dari masyarakat karena tenaga kesehatan
tersebut dianggap pembawa virus di lingkungan tempat tinggalnya.

9
Stigma yang muncul di kalangan masyarakat ini muncul karena
kurangnya informasi yang diketahui mengenai virus COVID-19 ini, serta
karena banyaknya berita-berita palsu yang akhirnya hanya menimbulkan
kepanikan, kecemasan dan ketakutan pada masyarakat.
Kesehatan mental yang tidak baik pada tenaga kesehatan dapat
menyebabkan penurunan produktivitas saat bekerja. Tenaga kesehatan
juga dinilai cenderung enggan untuk mencari pertolongan dari tenaga
profesional mengenai masalah mental mereka.
Oleh karena itu, penting dilakukan penanganan terhadap kesehatan
mental tenaga kesehatan dalam era pandemi ini. Salah satunya adalah
dengan mengurangi pemaparan stres tinggi pada tenaga kesehatan.
Penelitian menunjukkan bahwa terjaminnya finansial tenaga kesehataan
apabila tenaga kesehatan tersebut jatuh sakit sangat memegang peranan
penting dalam penurunan tingkat stres. Selain itu, kelonggaran dari
malpraktik, dukungan dari keluarga, lingkungan yang positif, rekan kerja
yang positif juga membantu tenaga kesehatan untuk mengurangi tingkatan
stres. Selain itu, intervensi psikologis juga dapat dilakukan untuk tenaga
kesehatan yang bekerja di lingkungan stres tinggi, salah satunya adalah
dengan mindfullness intervention.

10
DAFTAR PUSTAKA

1. Niall Galbraith, David Boyda, Danielle McFeeters, Tariq Hassan, The


Mental Health of Doctors during the COVID-19 Pandemic, BJPsych
Bulletin, 24 April 2020
2. Nilam Fitriani Dai, Stigma Masyarakat Terhadap Pandemi COVID-
19, Kendari, Indonesia, 2020
3. Mamidipalli Sai Spoorthy, Sree Karthik Pratapa, Supriya Mahant,
Mental Health Problems Faced by Healthcare Workers due to the
COVID-19 pandemic- A review, Asian Journal of Psychiatry, India,
2020
4. Cai, H., Tu, B., Ma, J., Chen, L., Fu, L., Jiang, Y., Zhuang, Q.,
Psychological impact and coping strategies of frontline medical staff
in Hunan between January and March 2020 during the outbreak of
coronavirus disease 2019 (COVID19) in Hubei, China. 2020
5. Kang, L., Li, Y., Hu, S., Chen, M., Yang, C., Yang, B.X., et al., The
mental health of medical workers in Wuhan, China dealing with the
2019 novel coronavirus. Lancet, 2020
6. Chen MI, Lee VJ, Barr I, Lin C, Goh R, Lee C, et al. Risk factors for
pan- demic (H1N1) 2009 virus seroconversion among hospital staff,
Singapore. Emerg Infect Dis 2010; 16: 1554–61.
7. Devnani M. Factors associated with the willingness of health care
per- sonnel to work during an influenza public health emergency: an
integra- tive review. Prehosp Disaster Med 2012; 27: 551–66.
8. Wong TW, Yau JK, Chan CL, Kwong RS, Ho SM, Lau CC, et al. The
psychological impact of severe acute respiratory syndrome outbreak
on healthcare workers in emergency departments and how they cope.
Eur J Emerg Med 2005; 12: 13–8.
9. WHO. 2020. Social Stigma associated with COVID-19. A guide to
preventing and addressing social stigma.

11
https://www.unicef.org/documents/social-stigma-associated-
coronavirus- disease-2019
10. Feldman G, Greeson J, Senville J. Differential effects of mindful
breath- ing, progressive muscle relaxation, and loving-kindness
meditation on decentering and negative reactions to repetitive
thoughts. Behav Res Ther 2010; 48: 1002–11.
11. Imai H, Matsuishi K, Ito A, Mouri K, Kitamura N, Akimoto K, et al.
Factors associated with motivation and hesitation to work among
health professionals during a public crisis: a cross sectional study of
hospital workers in Japan during the pandemic (H1N1) 2009. BMC
Public Health 2010; 10: 672.

12

Anda mungkin juga menyukai