Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menjelang akhir tahun 2019 Virus Corona atau bisa disebut Covid-19 menyerang Wuhan

China. Pada saat yang bersamaan beberapa negara termasuk Indonesia yang menganggap

fenomena tersebut adalah hal yang biasa saja. Akan tetapi, pada awal Tahun 2020, Covid-19

mulai mengkhawatirkan, karena virus telah menyebar ke negara-negara di seluruh dunia.

Pandemi Covid-19 merupakan suatu fenomena yang sangat luar biasa, Covid-19 adalah infeksi

virus yang sangat berisiko karena sangat mudah menyebar dan dapat menyebabkan kematian.

Bahkan penyebaran infeksi virus ini masih belum jelas. Direktur Jenderal Pencegahan dan

Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan dr. Agung Sugihantoro, M.Kes mendapat kabar

dari Pemerintah China terkait tanda-tanda penularan Virus Corona (Covid-19) dari satu manusia

ke manusia lainnya. Per 21 Januari 2020, 218 warga China terjangkit Virus Corona, dengan 4

orang meninggal. Fenomena Covid-19 seperti infeksi virus yang memicu Sindrom Pernafasan

Akut Parah, atau SARS. Sehingga mulai akhir Januari sampai awal Februari, keberangkatan dari

China, baik penerbangan langsung maupun transit dalam pemantauan.

Covid ini merupakan keluarga besar infeksi virus yang menyebabkan penyakit ringan

hingga berat, misalnya flu biasa atau pilek biasa dan penyakit serius seperti MERS (Middle East

Respiratory Syndrome) dan SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome). Penularannya masih

belum jelas, tetapi diperkirakan dari hewan ke manusia karena kasus yang muncul di Wuhan

semuanya memiliki riwayat yang berhubungan dengan pasar hewan Huanan. Dengan berbagai

kasus yang terkonfirmasi positif terserang virus covid dan setelah diobservasi dapat menularkan

https://lib.mercubuana.ac.id/
melalui droplet atau cipratan air liur saat batuk yang melaui media seperti tangan, udara bahkan

media lainnya.

Fenomena virus Corona ini mulai menyerang Indonesia sejak awal tahun 2020 pada

bulan Februari. Banyaknya kasus positif virus Corona yang melonjak sangat signifikan dari hari

ke hari. Hingga kasus tenaga medis di Indonesia dari dokter, perawat sampai tenaga medis

lainnya di Indonesia yang meninggal karena covid-19 merupakan angka tertinggi di dunia.

Menurut Idhom (2020) tingkat serangan virus corona baru pada per awal mei 2020 mencapai

level tertinggi sejak pasien pertama diumumkan. Secara global kasus terkonfirmasi 36.754.395,

kasus meninggal 1.064.838, dan 2,9% angka kematian. Ada sebanyak 215 negara terjangkit dan

179 negara transmisi lokal. Di Indonesia 2.283.369 kasus dengan Spesimen diperiksa, 1.954.417

kasus negative (85,6% specimen), dan 328.952 kasus terkonfirmasi positif , 11.765 kasus

meninggal akibat covid-19. Namun ada panderita covid-19 yang sembuh sebanyak

251.481(76,4%) kasus sembuh dan 65.706 (20%) kasus aktif, sedangkan masih ada 151.652

kasus suspek covid-19 yang berkemungkinan positif covid-19 (sehatnegeriku.kemenkes.go.id

2020).

Kondisi ini membuat semua orang khawatir akan kesehatannya, sehingga pemerintah

memberikan strategi seperti Work From Home (WFH) untuk pekerja, Kelas Online untuk pelajar,

membatasi kegiatan-kegiatan yang menimbulkan keramaian untuk mengurangi penyebaran

Covid. Bahkan pemerintah memberlakukan tata cara 3M atau bisa dikatakan dengan memakai

masker, mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan kegiatan, dan menjaga jarak minimal

1-2 meter.

Bagi pekerja yang bukan dibidang jasa dapat menjalankan tanggung jawabnya atau

pekerjaannya dari rumah sesuai imbauan pemerintah, untuk memutus rantai penyebaran COVID-

https://lib.mercubuana.ac.id/
19. Bagaimanapun, ada banyak kantor atau organisasi yang berpartisipasi dalam administrasi

yang harus tetap bekerja, tidak dapat mengurus pekerjaan dari rumah atau bekerja dari rumah,

misalnya para tenaga medis.

Tenaga medis yang bekerja di area bantuan selama pandemi Covid-19 sebagian besar

diliputi kekhawatiran atas kesehatan diri mereka sendiri dan keluarga mereka, dan tidak dapat

dipisahkan dari kewajiban mereka sebagai tenaga medis. Meski kemungkinan tertular bukan

hanya dari lingkungan kerja, penularan Covid bisa dari keadaan di luar pekerjaan bahkan dari

jalan. Penyebaran virus corona terbagi menjadi beberapa kelompok, yang awalnya hanya ada di

kelompok keluarga, kini penyebarannya semakin berkembang menjadi kelompok kantor,

sekelompok daerah rekanan. Penyebabnya, komunikasi itu rutin dilakukan mulai dari keluarga

yang harusnya sering berkomunikasi di rumah, kemudian kelompok kantoran yang menjelang

awal pandemi melakukan kegiatan WFH sampai dimulainya lagi work from office yang

menyebabkan semakin luas penyebarannya. Semakin tinggi jumlah pasien positif COVID-19

mempengaruhi fasilitas kesehatan menjadi penuh untuk membantu pengobatan pasien COVID-

19. Penyebarannya juga berdampak pada tenaga medis, sehingga menambah jumlah pasien

positif COVID-19, termasuk tenaga medis.

Banyaknya tenaga medis yang terserang virus corona mengkhawatirkan tenaga medis

yang tidak terinfeksi virus corona. Setiap individu yang terserang dampak virus corona tentu

bukan hal yang mudah untuk menyelesaikan rutinitasnya, karena harus menjalani masa isolasi,

infeksi virus ini masih menjadi bahaya bagi individu yang tidak terkena dampak Covid. Banyak

efek yang ditimbulkan pada individu yang terkena dampak COVID-19, misalnya dijauhi dari

lingkungan,ada yang mengucilkan bahkan sampai diusir dari lingkungantempat tinggal. Hingga

kesehatan psikologis korban COVID-19 bisa terganggu, karena minimnya aktifitas dan interaksi

https://lib.mercubuana.ac.id/
yang boleh dilakukan demi menunjang kesehatannya kembali. Dalam keadaan sulit seperti ini,

dukungan sosial sangat dibutuhkan sebagai salah satu alasan agar para korban COVID-19 dan

tenaga medis dapat resiliens dimasa pandemi Covid-19 ini. Dukungan sosial sangat diperlukan

bagi penderita Covid-19 dan tenaga medis, karena apabila penderita Covid -19 memiliki

dukungan sosial yang besar, sehingga pendeita maupun tenaga medis dapat bangkit dan mampu

untuk bertahan meskipun mereka dihadapkan pada titik-titik sulit karena pandemi Covid-19

Tidak hanya individu yang terkena dampak COVID-19 saja yang khawatir, banyak

tenaga medis lainnya juga khawatir akan kesehatan mereka sendiri dan keamanan keluarga

mereka untuk menghindari Covid-19. Secara konsisten, semakin banyak individu yang terkena

dampak COVID-19 dari tenaga medis itu sendiri, seperti menunggu giliran siapa yang akan

diisolasi selanjutnya. Beberapa tekanan yang dialami tenaga medis mulai dari lingkungan sosial,

pekerjaan, dan keluarga. Tekanan dari lingkungan masyarakat tenaga medis dinilai negative,

bahwa tenaga medis bersinggungan dengan virus Covid-19 dan membawa virus tersebut ke

dalam lingkungan mereka. Tekanan dari dalam pekerjaan tenaga medis dituntut untuk berhati-

hati saat bertugas dan tepat dalam menangani kasus. Sedangkan dalam keluarga tenaga medis

dituntut untuk tidak tertular virus Covid-19 maka ketika pulang sesampainya di rumah tidak

menulari keluarganya, hal-haltersebut yang dapat membuat tenaga medis merasakan tekanan dan

stress. Hal ini sesuai dengan pendapat Lazarus dan Folkman ( Evanjeli, 2012) yang mengatakan

bahwa tekanan adalah suatu kondisi yang dipengaruhi oleh lingkungan. Salah satu faktor yang

dapat mengurangi tekanan adalah kemampuan bertahan (resiliensi). Demikian pula dengan

pentingnya resiliensi untuk situasi ini seperti yang dikatakan oleh Rutter (Isaacson 2002) yang

menjelaskan bahwa orang yang resiliens adalah orang-orang yang secara efektif dapat

menghadapi kesulitan, mengatasi tekanan dan stres, dan dapat bangkit dari kondisi sulit tersebut.

https://lib.mercubuana.ac.id/
Maka dari itu resiliensi sangat dibutuhkan untuk setiap orang ditengah masa pandemic seperti

ini, khususnya tenaga medis yang berada dalam suatu organisasi atau perusahaan.

Sebuah asosiasi yang sebagian besar dapat disinggung sebagai sebuah organisasi.

Organisasi atau asosiasi yang merupakan unit sosial yang direncanakan secara sengaja, memiliki

individu dari banyak orang dan bekerja dalam latihan dasar yang cukup gigih untuk mencapai

tujuan bersama. (Robbins dan Hakim, 2008). Pada saat sebuah organisasi atau asosiasi ingin

mencapai tujuannya, asosiasi tersebut sebenarnya membutuhkan komitmen dari individu atau

kualitas Manajemen dan Sumber Daya Manusia (SDM). Setiap asosiasi membutuhkan SDM

yang dapat bekerja secara ideal dan andal untuk mengimbangi dan meningkatkan efisiensi.

Karena hasil apa pun dalam bekerja pada kualitas dan efisiensi umumnya mencakup perwakilan

dalam pembentukan atau asosiasi tersebut, menurut Robbins dan Hakim (2008). Dalam hal ini

organisasi yang dimaksud adalah Rumah Sakit X yang beberapa tenaga medisnya akan menjadi

sampel dalam penelitian penulis.

Akan tetapi dimasa pandemic covid saat ini, tenaga medis yang bekerja di suatu

perusahaan atau organisasi, seperti mendapat ancaman akan kesehatan, perasaan tidak nyaman

dan ketakutan akan terserang virus tersebut pun semakin kuat karena sejak awal pandemic covid-

19 jumlah penderita covid-19 semakin meningkat dari yang mereka tangani. Disisi lain mereka

masih harus bertahan dan bertanggung jawab akan kewajibannya sebagai tenaga medis.

Sesuai dengan Reivich dan Shatte (2002) yang menyatakan bahwa resiliensi adalah

kapasitas individu untuk bertahan, menyesuaikan diri dengan sesuatu yang menekannya, mampu

mengatasi dan melalui, serta mampu untuk pulih kembali dari keterpurukan. Seseorang yang

dapat bertahan dalam setiap tekanan dalam kehidupannya sehari-hari disebut orang yang

memiliki resilien (Ana Setyowati, 2010). Untuk membuat kehidupan yang lebih baik, maka

https://lib.mercubuana.ac.id/
tenaga medis harus mampu untuk mengatasi tekanan psikologis maupun fisik akibat dari

pandemi COVID-19. Dengan resiliensi yang besar tentunya kehidupan seseorang akan lebih

sejahtera, seseorang yang memiliki resiliensi yang baik bisa jadi dipengaruhi oleh keyakinan

yang kuat untuk mencapainya, jika keyakinan seseorang tidak menentu akan dapat membuat

kinerja tidak stabil, sedangkan untuk mencapai resiliensi yang baik dibutuhkan keyakinan yang

tinggi (Yusuf dan Nurihsan J, 2007).

Lazarus (2010) Resiliensi dilihat oleh para ahli sebagai kemampuan untuk merespon

secara fleksibel untuk mengubah kebutuhan situasional dan kemampuan untuk bangkit dari

pengalaman emosional yang negatif. Salah satu yang mempengaruhi tumbuhnya resiliens pada

manusia adalah dukungan sosial dari lingkungan sekitar, dimulai dari keluarga dan teman.

Young (2006) mengungkapkan bahwa ada dua jenis dukungan sosial, yaitu dukungan

sosial yang dirasakan atau diterima oleh individu (received support) dan dukungan yang

dipersepsikan (perceived support). Penelitian ini berpusat pada mendapat dukungan dimana

dukungan sosial dilakukan dengan menghitung berdasarkan bentuk atau jumlah dukungan social

yang diberikan orang lain. Dukungan sosial yang diperoleh seseorang dapat muncul dari

keluarga, sahabat, rekan kerja, jaringan atau perkumpulan yang diikutinya (Sarafino, 2008). Jenis

dukungan sosial yang dilakukan dengan menjalin hubungan dengan orang lain dan dikaitkan

dengan lingkungan sosial merupakan elemen penting yang berhubungan dengan tingkat

kemajuan individu dalam mencapai resiliensi (Hendrickson et. al., 2018). Berdasarkan hal

tersebut, dapat dikatakan bahwa ketika bantuan sosial yang didapat cukup, melalui ikatan

persahabatan yang terjalin dengan orang lain, maka akan mempengaruhi kehidupan individu

(Hendricson et. al., 2018).

Penelitian yang dipimpin oleh Setiawan dan Pratitis (2015) menyatakan bahwa dukungan

https://lib.mercubuana.ac.id/
sosial memiliki hubungan positif dengan resiliensi dimana jika dukungan sosial tinggi, resiliensi

juga secara umum akan tinggi, begitu pula sebaliknya jika dukungan sosial rendah, resiliensi

juga rendah. Terlebih lagi, satu tinjauan lagi yang dipimpin oleh Tampi (2003) menemukan

bahwa dukungan sosial memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap tingkat resiliensi

seseorang.

Dukungan sosial diperlukan oleh siapa saja dalam kehidupan bermasyarakat karena

manusia diciptakan sebagai makhluk yang sosial. Pentingnya dukungan sosial di sini mengacu

pada pengakuan, rasa aman, kepedulian, penghargaan atau bantuan yang diperoleh seseorang

dari orang lain atau kelompok, pernyataannya adalah sebagai berikut: “Social Support is

generally used to refer to the perceived comfort, caring esteem or help a person receives from

other people or groups" (Sarafino, et al, 2007).

Mengingat penelitian Resilience yang ditulis oleh Eva (2014) menjelaskan bahwa, subjek

untuk mencapai resiliensi memerlukan beberapa perspektif dan elemen untuk menumbuhkan

resiliensi, penggunaan efikasi diri dan dukungan dari lingkungan sekitar sangat mempengaruhi

resiliensi dari subjek. Penelitian lainnya mengenai dukungan sosial dan resiliensi yang dilakukan

oleh Alaiya (2017) menyimpulkan bahwa semakin tinggi dukungan sosial yang diberikan dan

efikasi diri individu yang tinggi, maka resiliensi individu akan semakin kuat, begitu juga

sebaliknya.

Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka peneliti membuat penelitian ini guna ingin

menguji kembali mengenai hubungan antara dukungan sosial dengan resiliensi dengan subjek

tenaga medis. Juga berdasarkan dari kasus yang terjadi di RS X, dari hasil wawancara yang

dilakukan oleh peneliti terhadap tenaga medis yang menangani kasus ini 85% tenaga medis

pernah terpapar virus ini, begitupun mereka khawatir keluarganya akan terpapar virus ini, dengan

https://lib.mercubuana.ac.id/
berbagai cara mereka melindungi diri dan keluarganya dari virus ini. Para tenaga medis

mendapatkan dukungan dari RS, salah satunya berupa fasilitas penjaminan kesehatan juga

pemberian vitamin setiap minggunya guna mencegah terpapar dari virus ini. Penelitian yang

dilakukan ini dikhususkan bagi tenaga medis yang berada di ruang lingkup pekerjaan dalam

kondisi pandemic covid-19, yang mana pekerjaannya memiliki resiko lebih besar sebagai garda

terdepan dalam penanganan kasus covid-19 secara psikologis serta beberapa hal yang dialami

oleh tenaga medis bahwa dukungan sosial yang mereka terima sebagai salah satu cara untuk

bertahan dalam kondisi yang tidak baik ini.

Berdasarkan pemaparan diatas, maksud dan tujuan penulis dalam penelitian ini ingin

mengetahui “Hubungan Dukungan Sosial dan Resiliensi pada tenaga medis RS X dimasa

pandemi Covid-19” .

1.2 Rumusan Masalah

Dari penjelasan latar belakang diatas, maka rumusan masalahnya yaitu “Apakah ada

hubungan antara dukungan sosial dengan tingkat resiliensi pada tenaga medis RS X dimasa

pandemi covid-19?”

1.3 Tujuan penelitian

Dengan melihat rumusan masalah diatas maka penelitian ini bertujuan untuk Mengetahui

hubungan antara dukungan sosial dengan resiliensi pada tenaga medis ditengah masa pandemi

covid-19, apakah dukungan social mempengaruhi resiliensi pada tenaga medis?.

1.4 Manfaat Penelitian

A. Manfaat Teoritis

https://lib.mercubuana.ac.id/
Penelitian ini dapat memberikan wawasan atau pengetahuan mengenai hubungan social

dan resiliensi pada tenaga medis yang masih tetap menjalankan pekerjaannya di tengah

masa pandemic covid-19

B. Manfaat Praktis

1. Bagi lingkungan sekitar

Penelitian ini secara praktis diharapkan mampu memberikan evaluasi bagi orang-

orang terdekat tenaga medis terkait dukungan social yang diberikan memliki

hubungan resiliensi yang dimiliki oleh tenaga medis

2. Bagi tenaga medis

Penelitian ini diharapkan mampu menjadi evaluasi bagi tenaga medis terkait

pentingnya dukungan social agar tenaga medis dapat mencapai resiliensi dan berguna

bagi tenaga medis dalam mencari dukungan social dari lingkungan terdekatnya agar

mampu mencapai kemampuan resiliensi.

https://lib.mercubuana.ac.id/

Anda mungkin juga menyukai