DISUSUN OLEH :
Shinta Yunianti Sapitri
NIM : 203001020016
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lansia
2.1.1 Definisi lansia
Lansia ( lanjut usia) adalah seseorang laki – laki dan perempuan yang telah
memasuki tahap akhir fasse kehidupan. Kelompok yang di kategorikan lansia
ini akan mengalami suatu proses yang bisa di sebut sebagai Aging Procss atau
suatu proses penuaan. Jika telah memasuki masa lansia maka perubahan pada
fisik, stamina dan penampilan akan berubah. Maka hal ini dapat menyebabkan
beberapa orang lansia dapat mengalami depresi atau merasa tidak senang saat
memasuki masa lanjut usia. Menua adalah suatu keadaan yang terjadi dalam
kehidupan. Proses menua juga merupukan proses sepanjang hidup, tidak
hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi di mulai sejak permulaan suatu
kehidupan. Dan menjadi tua merupukan uatu proses alamiah yang berarti
seseorang telah memasuki tiga tahap kehidupan yaitu anak, dewasa dan tua
( Dian, 2021).
Lanjut usia itu adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas,
dimana pada masa ini terjadi perubahan pada fisik, mental, sosial sedikit demi
sedikit sehingga tidak dapat melakukan tugas nya sehari – hari karena
keterbatasan usia (Kholifah, 2017). Faktor resiko peyebab depresi pada lansia
yang sering di temui seperti pada perempuan,tidak menikah, sosial ekonomi
yang rendah, memiliki penyakit kronis, memiliki rasa kesepian, dan riwayat
depresi terhadap keluarga. Depresi pada lansia ini sering dianggap sebagai
bagian yang biasa terjadi dari proses penuaan, karena gejala nya tidak khas
dan sering komorbid dengn penyakt medis lain sehingga lebih menonjol
gejala somatik dari pada gejala depresi nya (Annisa, 2019). Penuaan (aging)
merupakan sebuah proses yang alami dan wajar terjadi sehingga tidak dapat
dihindari pada setiap lansia karena akan ters berjalan dan berksinambungan
dengan seiiring bertambah nya usia ((Binoriang & Pramesti, 2021).
Permasalahn lanjut usia harus menjadi perhatian baik pemerintah, lembaga
masyarakat maupun dari masyarakat itu sendiri. Pemikiran yang selama ini
ada bahwa masyarakat lanjut usia merupakan suatu kelompok rentan yang
hanya akan menjadi tanggungan keluarga, masyarakat dan negara. Dari
pemikiran itu harus di ubah dan harus menjadikan lanjut usia sebagai aset
bangsa yang harus di jaga. Untuk menjadi lanjut usia yang sehat, produktif
dan juga mandiri kita harus memulai dengan hidup sehat, seperti makan –
makanan yang bergizi, olahraga hindari minum alkohol dan merokok.
b. Status perkawinan
Penduduk lansia ditilik dari status perkawinannya sebagian besar berstatus
kawin 60% dan cerai mati 37%.
c. Living Arrangement
Angka beban tanggungan adalah angka yang menunjukkan perbandingan
banyaknnya orang tidak produktif ( umur < 15 tahun dan > 65 tahun)
dengan orang berusia produktif (umur 15-64 tahun). Angka tersebut
menjadi cermin besarnya beban ekonomi yang harus ditanggung
penduduk usia produktif untuk membiayai penduduk usia nonproduktif.
d. Kondisi Kesehatan
Angka kesakitan merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk
mengukur derajat kesehatan penduduk. Angka kesakitan bisamenjadi
indikator kesehatan negatif. Artinya semakin rendah angka kesakitan
menunjukkan derajat kesehatan penduduk yang semakin baik.
2.2 Depresi
2.2.1 Definisi Depresi
Depresi adalah suatu gangguan mental yang sering terjadi pada
masyarakat. Berawalan dari stres yang di hadipi tetapi tidak bisa diatasi
seseorang sehingga jatuh pada fase depresi. Penyakit ini sering kali
terabaikan karena dianggap mampu hilang dengan sendirinya tanpa
pengobatan. (Lubis, 2016), mengatakan umumnya seseorang yang depresi
akan mengalami gangguan mencakup keadaannya dari gerakan tingkah
laku, motivasi, dan fungsional serta kognisinya. Depresi juga suatu
gangguan mood dengan dicirikannya tidak adanya harapan serta patah hati,
selalu tegang, tidak bisa mengambil keputusan untuk memulai suatu
kegiatan, ketidakberdayaan berlebihan, tidak dapat berkonsentrasi, tidak
memiliki semangat untuk hidup, hingga sampai mencoba bunuh diri.
Penanganan depresi pada lansia ini dapat dilakukan terapi non
farmakologis. Salah satu cara terapi non farmakologis yang di anjurkan
untuk mengatasi masalah depresi pada lansia adalah terapi reminiscence.
Terapi reminiscence ini merupakan suatu terapi alternatif yang dapat
digunakan untuk membantu menurunkan tingkat depresi pada lansia. Dan
terapi ini juga dapat membantu lansia untuk mengingat kembali masa lalu
yang menyenangkan dan menggali pengalaman hidup yang dari masa kanak
– kanak hingga pada masa lansia (Cahyono et al., 2021; Hariman et al.,
2022). Terapi ini dapat dilakukan secara individu maupun kelompok, terapi
ini juga bergna untuk meningkatkan kesehatan mntal dan kualitas hidup
pada lansia (Khan et al., 2022;Park et al., 2019).
Tujuan dari terapi reminiscence untuk membantu lansia mencapai
integritas diri yang baik, dalam artian lansia ini mampu menilai kehidupan
yang di jalani nya yang memiliki arti dan diri yang tinggi. Lansia yang tidak
mampu mencapai sebuah integritas pada diri nya akan cenderung merasakan
depresi dan juga putus asa, sehingga pada terapi reminiscence ini lansia
akan di berikan tujuan untuk berbagi atau mengumpulkan lagi memori
masalalu yang menyenangkan sehingga dapat menemukan makna dalam
hidup (Hariman et al., 2022)
2.2.2 Epidemiologi
Depresi dapat terjadi pada setiap orang baik anak-anak, usia dewasa
sampai usia lanjut dengan berbagai macam latar belakang atau pencetus.
Gejala awal depresi yang tidak mudah dikenali menyebabkan meningkatnya
kejadian depresi dengan gejala berat sehingga dapat menimbulkan
disabilitas dalam kehidupan ataupun kejadian bunuh diri. Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) mencatat sekitar 350 juta orang di dunia saat ini
mengalami depresi. Sebagian besar penderita salah satu gangguan kesehatan
jiwa itu adalah perempuan. Hal tersebut merupakan salah satu catatan kritis
WHO dalam rangka Hari Kesehatan Jiwa Sedunia (yang jatuh pada 10
Oktober 2016. WHO memperkirakan bahwa depresi akan menjadi penyakit
dengan beban global kedua terbesar di dunia setelah penyakit jantung
iskemik pada tahun 2020 (World Mental Health Day 2016).
2.2.3 Etiologi
Depresi dapat disebabkan oleh empat faktor, yakni faktor biologis,
faktor keturunan, faktor psikososial, dan faktor lingkungan atau sosial
kultural. Sembilan belas faktor biologis yang berperan dibagi menjadi dua,
yakni faktor neurotransmitter dan neuroendokrin. Neurotransmitter yang
berperan terhadap terjadinya depresi adalah norepinefrin, serotonin, dan
dopamin. Hipotalamus adalah pusat regulasi neuroendokrin yang menerima
rangsangan neuronal menggunakan neurotransmitter biogenik amin. Banyak
disregulasi endokrin yang dapat dijumpai pada pasien gangguan mood.
Faktor keturunan juga disinyalir berperan terhadap kejadian depresi. Selain
itu, saudara kembar dari penderita depresi kemungkinan berpotensi 40-50%
menderita depresi pula. Dari segi stressor psikososial, anak yang
ditinggalkan orang tuanya berpotensi menderita depresi pada masa yang
akan datang. Sedangkan dari segi sosiokultural antara lain hubungan sosial
yang buruk, beban pikiran, kesendirian atau kesepian, kehilangan sesuatu
yang berharga, dan mengalami peristiwa yang buruk.
b. Gangguan kognitif
Gejala yang muncul pada penderita akan merasakan harga diri dan
kepercayaan diri yang rendah, rasa bersalah dan tidak berharga,
pandangan pesimis dan suram terhadap masa depan, tindakan
melukai diri sendiri, konsentrasi dan perhatian yang buruk seta
merasakan putus asa.
c. Gangguan somatik
Lansia dengan gangguan ini dapat menggalami gangguan tidur dan
insomnia, kehilangan nafsu makan,penurunan energi dan
keterbatasan aktifitas, nyeri kepala, nyeri punggubg, dan gangguan
pada sistem pencernaan.
b) Jenis kelamin
Pada lansia perumpuan memiliki tingkat dpresi yang lebih
tinggi dibandingkan dengan lansia laki – laki dengan
perbandingan dua banding satu. Hal ini dapat di sebabkan oleh
beberapa faktor lain seperti kebebasan pasangan hidup, sosial
dan budaya. Selain itu pengaruh dari perubahan fisiologis
akibat perubahan pada hormonal pada perempuan adalah awal
menopause atau pasca menopause. Dengan tanggung jawab
perempuan terhadap urusan rumah tangga, dan perawatan anak
hal tersebut dapat menyebabkan faktor resiko depresi yang
lebih banyak dari pada laki – laki.
d) Status pernikahan
Pada hal ini dapat bermanfaat baik bagi kesehatan mental laki
– laki dan perempuan karena pernihan bertujuan untuk
mengurangi resiko gangguan psikologis. Bagi pasangan suami
istri yang tidak dapat membina hubungan pernikahan atau
ditinggalakan pasangan karena meninggal dapat memicu
terjadinya depresi.
e) Pendidikan
Pendidikan ini erat kaitan nya dengan kemampuan kognitif,
sehingga jika lansia memiliki tingkat pendidikan yang rendah
maka tingkat depresi lebih tinggi.
b. Depresi dysthmia
Dysthmia bersifat ringan tetapi kronis (berlangsung lama). Gejala-
gejala dysthmia berlangsung lama dari gangguan depresi mayor
yaitu selama 2 tahun atau lebih. Dysthmia bersifat lebih berat
dibandingkan dengan gangguan depresi mayor, tetapi individu
dengan gangguan ini masi dapat berinteraksi dengan aktivitas
sehari-harinya. Gangguan depresi minor, Gejala-gejala dari depresi
minor mirip dengan gangguan depresi mayor dan dysthmia, tetapi
gangguan ini bersifat lebih ringan dan atau berlangsung lebih
singkat.
c. Depresi psikotik
Gangguan depresi berat yang ditandai dengan gejala-gejala, seperti:
halusinasi dan delusi. Gangguan depresi musiman, Gangguan
depresi yang muncul pada saat musim dingin dan menghilang pada
musi semi dan musim panas.
2.3 Hipertensi
2.3.1 Definisi Hipertensi
Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah abnormal yang dapat
menjadi penyebab utama timbulnya penyakit kardiovaskular.Tekanan darah
fase sistolik 140 mmHg menunjukkan fase darah yang sedang di pompa oleh
jantung dan fase diastolik 90 mmHg menunjukkan fase darah yang kembali ke
jantung. Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu kondisi yang kronis
ketika tekanan darah pada dinding arteri ( pembuluh darah bersih)meningkat.
Kondisi ini juga dapat dikenal sebagai “pembunuh diam – diam” karena
penyakit ini jarang memiliki gejala yang jelas. Satu-satunya cara mengetahui
apakah seseoramg itu memiliki hipertensi adalah dengan melakukan
pengukuran tekanan darah (Ansar, 2019, Anies, 2018 ).
Menurut American Heart Association atau AHA dalam Kemenkes
(2018), hipertensi merupakan silent killer dimana gejalanya sangat bermacam-
macam pada setiap individu dan hampir sama dengan penyakit lain. Gejala-
gejala tersebut adalah sakit kepala atau rasa berat ditengkuk. Vertigo, jantung
berdebar-debar, mudah lelah, penglihatan kabur, telinga berdenging atau
tinnitus dan mimisan.
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan hipertensi yaitu antara
lain kebiasaan hidup atau perilaku kebiasaan mengonsumsi natrium yang
tinggi, stres, merokok, minum alkohol dan kurang nya aktivitas fisik yang
dapat meningkatkan resiko hipertensi karena dapat meningkatkan resiko
kelebihan berat badan. Orang yang kurang melakukan kegiatan fisik juga
mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi sehingga otot jantung
terus bekerja lebih keras untuk memompa darah. Jika aktivitas pada tubuh
kurang maka dapat menyebabkan komplikasi jantung koroner, gangguan
fungsi ginjal, dan stroke ( Riamah, 2019).
Minimnya pengetahuan masyarakat terhadap penyakit hiprtensi dan
informasi mengenai obat menjadi sebuah penghambat keberhasilan
dalamproses penyembuhan. Maka dari itu Gebriet et al., (2017) memaparkan
sebuah tingkat pengetahuan serta pemahaman pasien hipertensi mengenai
penyakitnya dapat menunjang keberhasilan terapi sehingga tekanan darah
pasean dapat di kontrol dengan baik. Jadi semakin pasien dapat memahami
penyakitnya, maka pasien akan sadar dalam menjaga pola hidup dengan baik,
teratur minum obat, dan dengan begitu tingkat kepatuhan pasien menjadi
meningkat.
b. Hipertensi sistolik
Dimana tekanan sistolik meningkat lebih dari nilai normal.
Peningkatan tekanan sistolik tanpa diiringi peningkatan tekanan
distolik dan umumnya ditemukan pada usia lanjut. Tekanan
sistolik berkaitan dengan tingginya tekanan darah pada arteri
apabila jantung berkontraksi. Tekanan ini merupakan tekanan
maksimal dalam arteri dan tercermin pada hasil pembacaan
tekanan darah sebagai tekanan atas yang nilainya lebih besar.
2.3.4 Patofisiologi
Proses utama kenaikan sistolik pada orang lanjut usia sejalan dengan
bertambahnya usia, di mana jantung memompa lebih keras, membawa cairan
yang banyak per detik. Arteri besar menjadi kencang dan kehilangan
elastisitasnya ketika jantung memompa darah melewatinya, yang
mencegahnya mengembang. Tekanan darah Anda meningkat setiap kali
jantung Anda berdetak karena darah harus melewati arteri darah yang lebih
sempit dari biasanya. Ketika dinding arteri menebal dan kaku akibat
arteriosklerosis pada orang tua, inilah yang terjadi.
Vasokonstriksi juga terjadi ketika arteri kecil darah (arteriola) berkontraksi
sementara akibat stimulasi saraf atau hormon. Tekanan darah bisa naik ketika
ada lebih banyak cairan dalam aliran darah. Ini terjadi ketika ginjal tidak dapat
mengeluarkan.garam dan air pada ukuran yang tepat dari tubuh karena
kegagalan fungsinya. Akibatnya, volume darah tubuh meningkat dan juga
meningkatkan tekanan darah.
Di sisi lain, jika jantung berhenti berdetak dengan kuat, arteri melebar, dan
sejumlah besar larutan keluar dari tubuh, tensi.darah hendak turun. Komponen
sistem saraf yang secara otomatis mengelola bermacam fungsi tubuh, seperti
sistem saraf otonom, dan perubahan fungsi ginjal, bertugas menyesuaikan diri
dengan kondisi tersebut. perubahan fungsi ginjal, yang akan memiliki
berbagai efek pada tekanan darah. Jika tekanan dinaikkan, ginjal akan
menggunakan lebih banyak air dan garam, yang akan menurunkan kapasitas
darah serta menyebabkan tensi darah menjadi normal.
Sistem saraf otonom termasuk sistem saraf simpatik. Sistem saraf simpatik
mengeluarkan hormon epinefrin (adrenalin) dan norepinefrin selama respons
melawan-atau-lari, yang merupakan reaksi fisik tubuh terhadap ancaman
eksternal. Peningkatan tekanan darah sementara, perluasan arteriol di
beberapa area (seperti otot rangka, yang membutuhkan lebih banyak darah),
dan peningkatan tekanan darah adalah efek dari sistem saraf simpatik
(noradrenalin). Stres meningkatkan tekanan darah akibat pelepasan adrenalin
dan norepinefrin ( Bustan, 2018).
b. Usia
Dengan bertambah nya usia maka tekanan darah pun meningkat.
Dengan menghilang nya elestisitas atau kelenturan pembuluh darah
dengan bertahap dapat meningkatkan tekanan darah. Seiring dengan
bertambah nya usia, maka tekanan darah akan berubah dengan cara
yang dapat di prediksi. Akibatnya, orang lanjut usia dengan hipertensi
memiliki persyaratan pengobatan yang unik. Seiring bertambahnya
usia, jantung manusia dan pembuluh darahnya berubah struktur dan
fungsinya. Kapasitas kerja arteri berkurang ketika perubahan struktural
pada pembuluh darah membuatnya lebih kaku. Hipertensi disebabkan
oleh ini. Pada usia lanjut tekanan darah sistolik rata-rata naik,
sedangkan pada umur 50 tahun tekanan darah diastolik naik dan
kemudian turun (Kemenkes, 2016).
c. Jenis kelamin
Biasanya, pada jenis kelamin laki – laki lebih cenderung
mempunyai tekanan darah tinggi dibandingkan perempuan. Hal ini
disebabkan bahwa pria lebih mungkin mengalami hipertensi daripada
wanita karena faktor-faktor seperti kelelahan, ketidaknyamanan di
tempat kerja, pengangguran, dan makan yang tidak terkendali. Setelah
menopause, Wanita biasanya memiliki peluang lebih tinggi terkena
hipertensi. Karena pengaruh hormon estrogen, wanita di atas 40 tahun
lebih mungkin terkena hipertensi daripada pria. Ketika ada aktivitas
saraf simpatik sebagai hasil dari peningkatan aktivitas sistem saraf
simpatis, hormon estrogen berkontribusi pada perlindungan tekanan
darah istirahat. akibat nya perempuan menopause akan mengalami
peningkatan prevalensi atau resiko hipertensi.
b. Kebiasaan merokok
Merokok setiap hari dapat menimbulkan resiko peningkatan
tekanan darah. Hipertensi dua kali lebih mungkin terjadi pada
seseorang yang menghabiskan rokok melebihi 1 bungkus rokok setiap
harinya dibandingkan pada orang yang tidak. Lapisan arteri dapat
rusak oleh zat yang mempunyai racun semacam karbon monoksida
serta nikotin yang dihirup dari rokok, yang dapat masuk ke peredaran
darah yang menyebabkan vasokonstriksi atau penyempitan pembuluh
darah yang meningkatkan resistensi pembuluh darah dan akhirnya dan
berdampak aterosklerosis serta peningkatan tekanan darah. Setelah
hanya satu isapan, nikotin dalam tembakau menyebabkan peningkatan
tekanan darah secara instan. Arteri darah kecil di paru-paru menyerap
nikotin, bersama dengan senyawa lain yang ditemukan dalam asap
rokok, dan mengirimkannya ke pembuluh darah (Anggraeny dkk,
2021).
Dengan hitungan detik nikotin akan mencapai ke otak. Dan saat
nikotin telah di rasakan oleh otak maka kelenjar adrenal akan
melepaskan adrenalin (epinefrin). Hormon yang kuat ini dapat
menyebabkan arteri darah yang menyempit dan jantung akan
memompa lebih kuat sebagai akibat dari peningkatan tekanan darah.
Setelah 2 batang rokok, maka tensi darah sistolik dan diastolik hendak
bertambah 10 mmHg. Tensi akan menetap dalam level ini hingga 30
menit sesudah menghentikan rokok. Tekanan darah juga perlahan akan
menurun karena efek nikotin dalam tubuh menghilang. Namun
sepanjang hari tekanan darah tinggi biasa terjadi pada orang yang
banyak mengonsumsi rokok (Anggraeny dkk, 2021).
f. Kualitas tidur
Efek dari kualitas tidur terhadap hipertensi telah dipelajari sejak
lama, kebiasaan dari kualitas tidur yang buruk atau durasi tidur yang
singkat dikaitkan dengan resiko tinggi terjadinya hipertensi pada
populasi umum dan kualitas tidur atau durasi tidur yang tepat akan
memberikan faktor perlindungan sebanyak 40% dalam mengurangi
kejadian hipertensi (Lu et al, 2015).
h. Sindrom metabolik
Obesitas merupakan komponen yang utama untuk kejadian SM,
namun mekanisme yang jelas belum diketahui secara pasti.Obesitas
yang diikuti dengan meningkatnya metabolism lemak akan
menyebabkan produksi Reactive Oxygen Species (ROS) meningkat
baik di sirkulasi maupun di sel adiposa. Meningkatnya ROS di dalam
sel adipose dapat menyebabkan keseimbangan reaksi reduksi oksidasi
(redoks) terganggu, sehingga enzim antioksidan menurun di dalam
sirkulasi. Keadaan ini disebut dengan stres oksidatif. Meningkatnya
stres oksidatif menyebabkan disregulasi jaringan adiposa dan
merupakan awal patofisiologi terjadinya SM, hipertensi dan
aterosklerosis.
1. Obesitas
6. Kualitas tidur
8. Sindrom metabolit
3.1.4 Analisa
Studi literatur ini dimulai dengan artikel atau jurnal hasil penelitian
terdahulu yang diperhatikan dari yang paling relevan, relevan dan cukup
relevan. Kemudian membaca abstrak setiap jurnal terlebih dahulu untuk
memberikan penilaian apakah permasalahan yang dibahas sesuai dengan tujuan
yang diinginkan. Mencatat poin penting dan referensinya yang sesuai dengan
permasalahan penelitian sehingga tidak terdapat unsur plagiasi. Penulis juga
harus mencatat sumber informasi dan mencantumkan dalam daftar pustaka jika
informasi berasal dari hasil penelitian orang lain. Membuat catatan, kutipan atau
informasi yang disusun secara sistematis sehingga penulis dengan mudah dapat
mencatat kembali jika diperlukan.
Kriteria Inklusi
Population Jurnal nasional dan internasional
yang berhubungan dengan topik
penelitian yaitu : Hubungan Depresi
Dengan Kejadian Hipertensi Pada
Lanjut Usia Polifarmasi
Interventon Geriatric Depressin Scale (GDS),
dan stetokop, HARS (Hamilton
Anxiety Rating Scale) dan tensi.
Comparation Tidak ada faktor pembanding
Outcame Ada Hubungan Depresi Dengan
Kejadian Hipertensi Pada Lanjut Usia
Polifarmasi.
Tidak Ada Hubungan Depresi
Dengan Kejadian Hipertensi Pada
Lanjut Usia Polifarmasi.
Study design Literature review