Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan di Indonesia merupakan upaya kesehatan
untuk mencapai kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk dalam
mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Keberhasilan pembangunan
terutama di bidang kesehatan, secara tidak langsung telah menurunkan
angka kesakitan dan kematian penduduk, serta meningkatkan usia harapan
hidup (Seri Hafni dkk, 2021)
Penuaan adalah proses menua sejak usia 45 tahun. Lansia mengalami
kemunduran fisik, mental dan sosial. Contoh penurunan fisik pada lansia
adalah rentangnya lansia untuk sakit, terutama penyakit degeneratif. Salah
satu penyakit degeneratif yang banyak terjadi pada lansia adalah hipertensi
(Melda Azizah dkk, 2023)
Hipertensi sering disebut dengan silent killer. Karena hipertensi
merupakan salah satu penyakit yang mematikan tetapi tidak disertai
dengan gejala, jikalau pun muncul gejala, gejala tersebut dianggap menjadi
gangguan yang biasa, sehingga penderita pun terlambat menyadari bahwa
sudah mengidap penyakit tersebut
Menurut data WHO (2018), di seluruh dunia, sekitar 972 juta orang
atau 26,4% mengidap penyakit hipertensi, angka ini kemungkinan akan
meningkat menjadi 29,2% di tahun 2021 Diperkirakan setiap tahun ada
9,4 juta orang meninggal akibat hipertensi dan komplikasi (WHO 2018).
Di Indonesia hipertensi disebut sebagai penyakit tidak bisa menular
paling tinggi didiagnosa sepanjang tahun Estimasi jumlah kasus hipertensi
di Indonesia sebesar 63.309.620 orang, sedangkan angka kematian di
Indonesia akibat hipertensi sebesar 427.218 kematian. Hipertensi terjadi
pada kelompok umur 31-44 tahun (31,6%), umur 45-54 tahun (45,3%),
umur 55-64 tahun (55,2%).
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2018) Sulawesi
Tengah sebesar 34,1%. Ini mengalami peningkatan dibandingkan
prevalensi hipertensi pada Riskesdas Tahun 2013 sebesar 25,8%.
Diperkirakan hanya 1/3 kasus hipertensi di Indonesia yang terdiagnosis,
sisanya tidak terdiagnosis. Prevalensi dari hipertensi yaitu: Prevalensi
obesitas penduduk usia ≥ 18 meningkat dari 14,8 % menjadi 21,8%,
Prevalensi merokok penduduk usia ≤18 tahun meningkat dari 7,2 %
menjadi 9,1%, Prevalensi stroke pada penduduk umur ≥ 15 tahun
meningkat dari 7 menjadi 10,9 per mil, Prevalensi penyakit ginjal kronis ≥
15 tahun meningkat dari 2,0 per mil menjadi 3,8 per mil (Dinas Kesehatan
Provinsi Sulawesi Tengah).
Menurut hasil penelitian Seri Hafni 2021 menunjukkan ada hubungan
yang signifikan antara faktor konsumsi makanan asin dengan kejadian
hipertensi p=0,001, faktor kebiasaan olahraga dengan kejadian hipertensi
p= 0,031,dan faktor pola tidur dengan kejadian hipertensi p=0,001. Hasil
analisis multivariate menunjukkan bahwa faktor konsumsi makanan asin ≥
1kali/hari mempunyai pengaruh yang lebih besar (paling dominan)
terhadap kejadian hipertensi p=0,015 dengan nilai Exp (B) 11,204.
Menurut hasil penelitian Romadhiyana Kisno Saputri 2020
menunjukkan sebesar 61,6% responden mengkonsumsi minuman ringan
dengan kategori sering dan sebesar 79,2% tingkat konsumsi kopi pada
frekuensi jarang Sekitar 16,7% responden tergolong hipertensi. Tidak ada
hubungan antara konsumsi minuman ringan dan konsumsi kopi dengan
kejadian hipertensi remaja, ini kemungkinan dikarenakan kandungan
fruktosa, natrium dan kafein pada minuman ringan dan kopi yang
dikonsumsi responden masih dalam batas aman.
Di Kabupaten Sigi yang masyarakat yang mengalami hipertensi
sebanyak 2346 orang dengan presentase masyarakat yang memasuki umur
ke atas, yang di gunakan untuk forum komunikasi seperti peran kader
dalam masyarakat berusia lanjur, anggota keluarga, anggota tokoh
kemasyarakatan, organisasi masyarakat sosial sebagai cara agar terlaksana
peningkatan model pelayanan yang efektif dan efisien (Nursia N.2017).
4,92% pada tahun 2022 Pada Puskesmas Lindu data yang mengalami
hiperentis sebanyak 104 orang (Puskesmas Lindu).
Penyakit hipertensi menjadi menjadi penyakit nomor 2 dari 10 besar
penyakit berdasarkan kunjungan di Puskesmas Anuntodea Tipo.
Peningkatan kasus ini disebabkan oleh beberapa faktor penyebab yaitu
berkurangnya ilmu pengetahuan dan perilaku sikap yang di miliki
masyarakat terhadap hipertensi yang menyebabkan masyarakat memiliki
perilaku yang rendah untuk melakukan upaya pencegahan terhadap
penyakit hipertensi (Sofiana L.2020). Faktor resiko penyakit hipertensi
antaranya usia, jenis kelamin, genetik, konsumsi kadar natrium tinggi,
minum alkohol, perokok aktif dan pasif, beraktivitas yang rendah, stress
dan pengetahuan akan hipertensi yang kurang (Hidayat R, Agnesia
Y .2021)
Faktor resiko penyakit hipertensi antaranya usia, jenis kelamin,
genetik, konsumsi kadar natrium tinggi, minum alkohol, perokok aktif dan
pasif, beraktivitas yang rendah, stress dan pengetahuan akan hipertensi
yang kurang (Hidayat R, Agnesia Y.2020) Posyandu lanjut usia yaitu
wujud pelaksanaan kesehatan dari program yang dikembangkan oleh
pemerintahan pada model fasilitas untuk.
Berdasarkan latar belakang di atas peneliti tertarik meneliti dengan
judul “Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Hipertensi di
Wilayah Kerja Puskesmas Lindu Kabupaten Sigi.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas rumusan masalah pada
penelitian ini faktor – faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi
pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Lindu Kabupaten Sigi?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Diketahuinya faktor–faktor yang mempengaruhi terjadinya
hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Lindu Kabupaten Sigi
2. Tujuan Khusus
a. Diketahui faktor lansia tentang kebiasan minuman berkafein
terhadap terjadinya hipertensi pada lansia di wilayah kerja
Puskesmas Lindu Kabupaten Sigi
b. Diketahui faktor lansia tentang makanan yang berlemak terhadap
terjadinya hipertensi pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Lindu
Kabupaten Sigi
c. Diketahui faktor lansia tentang makanan yang mengandung tinggi
garam terhadap terjadinya hipertensi pada lansia di wilayah kerja
Puskesmas Lindu Kabupaten Sigi

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Ilmu Pengetahuan
Bagi Ilmu Pengetahuan penelitian ini sebagai sumber informasi
dan bisa dimanfaatkan oleh rekan-rekan lain jika ingin melakukan
penelitian baik dengan variabel yang sama ataupun variabel yang
berbeda.
2. Bagi masyarakat
Penelitian ini bisa menjadi bahan informasi bagi masyarakat
Lindu tentang faktor-faktor yang mepengaruhi hipertensi pada lansia.
3. Bagi Institusi
Hasil studi khasus ini dapat dijadikan sebagai bahan acuan dan
gambaran bagi peneliti selanjutnya serta menjadi referensi bacaan
perpustakaan dengan judul faktor-faktor yang mempengaruhi
hipertensi pada lansia di Puskesmas lindu

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori
1. Tinjauan Umum tentang Lanjut Usia
a. Definisi Lansia
Lanjut usia yaitu tahap yang terjadi dalam kehidupan
manusia (Dede Nasrullah, 2016). Perubahan pada aspek fisiologis
terhadap lansia berdampak pada sistem saraf berupa gangguan
kualitas tidur dan sistem otot dan penuruan kekuatan otot.
Seseorang yang bertembah tua kapasitas fisik dan psikisnya akan
mengalami penurunan (Muhith A, 2020).
Seseorang yang beranjak umur 60 tahun ke atas di sebut
juga lansia. Lansia termasuk dalam kelompok usia yang sudah
masuk pada tahap akhir dalam fase pertumbuhan dan
perkembangan manusia. Kelompok lansia di kategorikan sebagai
kelompok yang akan memasuki proses yang di sebut aging proses
atau proses penuaan (Qasim M, 2021)
Lanjut usia masuk dalam periode penurunan kemampuan
akal dan fisik, yang di tandai dengan timbulnya perubahan dalam
kehidupannya. Pada tahap lansia, banyak sekali perubahan fisik
maupun mentalnya, seperti pada kekurangan berbagai fungsi
tubuh dan kapasitas yang di milikinya (Emmilia Ratnawati 2017)
b. Batasan Pada Lanjut Lansia
1) Pembagian Lanjut Usia Berdasarkan Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia (Emmilia Ratnawati 2017). Lanjut usia
dibagi sebagai berikut:
a) Usia Lanjut (60-69 tahun)
b) Lanjut usia dengan memiliki resiko tinggi dengan masalah
kesehatan (>70 tahun)
2) Pembagian lanjut usia menurut WHO, yaitu:
a) Middle age atau usia pertengahan 45-59 tahun
b) Elderly atau lanjut usia 60-74 tahun.
c) Old atau lanjut usia tua 75-90 tahun.
d) Very old age atau usia sangat tua >90 tahun.
3) Menurut Hurlock. Lansia dibagi sebagai berikut:
a) Usia 60-70 tahun (early old age)
b) Usia >70 tahun (advanced old age)
4) Menurut Burnsie Lansia dibagi sebagai berikut:
a) Usia 60-69 tahun (young old)
b) Usia 70-79 tahun (middle age old)
c) Usia 80-89 tahun (old-old)
d) Usia >90 tahun (very old-old)
5) Menurut Bee berpendapat bahwa umur seseorang dibagi
sebagai berikut:
a) Usia 18-25 tahun (masa dewasa muda)
b) Usia 25-40 tahun (masa dewasa awal)
c) Usia 40-65 tahun (masa dewasa tengah)
d) Usia 65-75 tahun (masa dewasa lanjut)
e) Usia >75 tahun (masa dewasa sangat lanjut)
c. Perubahan-Perubahan yang Terjadi Pada Lansia
Proses penuaan mempunyai banyak akibat pada kesehatan
yang menyebabkan tingginya perubahan pada lansia yang menyeluruh
baik fisik, sosial, spiritual, dan moral yang saling mempengaruhi
seluruh aspek kehidupan. Perubahan yang terjadi menambatkan
beberapa bentuk penyesuaian, dari kenyataan bahwa bertambahnya
usia atau umur seseorang, maka sebagian besar seseorang memiliki
fleksibilitas yang kurang dalam beradaptasi dengan berbagai
perubahan di lingkungan. Ini adalah contoh turbulensi yang mungkin
dihadapi seseorang seiring bertambahnya usia. Hal-hal yang
menyebabkan terjadinya perubahan sosial, seperti perubahan fisik
dan perubahan sosial. Beberapa perubahan yang akan terjadi pada
lansia antara lain perubahan struktur kulit luar, struktur rangka,
struktur saraf, struktur otot, sistem kardiovaskular, struktur endokrin,
struktur pernapasan, struktur imun, struktur saluran kemih, struktur
pencernaan, dan struktur reproduksi, baik laki-laki maupun perempuan
(Padila, 2013)
Lansia mengalami beberapa penurunan kesehatan yang
merupakan indikasi penurunan fisik, yang terdiri dari (Padila, 2013).
1) Fungsi kulit berkurang, seperti kendur, kerutan dan kerutan mulai
menempel di wajah sehingga mengurangi elastisitas kulit
2) Rambut beruban
3) Gigi mulai tanggal (ompong)
4) Lapang pandang dan fungsi pendengaran terbatas
5) Mudah lelah dan mudah jatuh
6) Pola tidur yang berubah-ubah
7) Mudah sakit akibat penurunan fungsi imun
8) Nafsu makan yang berkurang dan porsi makan yang menurun
9) Fungsi penciuman yang melemah
10) Aktivitas yang lambat dan kurang lincah
d. Tipe-Tipe Lansia
Beberapa klasifikasi lanjut usia menurut kepribadian, pengalaman
hidup, lingkungan, fisik, mental, sosial dan status keuangannya, yaitu:
1) Lansia dengan tipe bijaksana
Lansia tipe ini mampu mencontoh kebijaksanaannya, memiliki
pengetahuan, mampu menyesuaikan diri dengan perubahan zaman,
memiliki sedikit atau banyak aktivitas, sopan dengan orang lain,
memiliki sifat rendah hati, memilih hidup sederhana, dermawan,
dan mampu. untuk menepati janji. Mereka juga bisa menjadi
panutan.
2) Lansia dengan tipe mandiri
Orang yang lebih tua dari tipe ini dapat mengganti kasus
yang sudah selesai dengan kasus baru, pergi ke pertemuan dan
sering kumpul dengan teman-teman.
3) Lansia dengan tipe tidak puas
Lansia tipe ini tidak puas dengan kondisinya dan
mempermasalahkan proses penuaan sehingga menjadi sangat
marah, menjadi tidak sabar, sangat mudah tersinggung, dan sangat
sulit untuk dilayani. Mereka juga banyak mengkritik dan menuntut
sesuatu.
4) Lansia dengan tipe pasrah
Lansia pada tipe ini mampu menerima dan menunggu takdir
yang baik, mengikuti kegiatan spiritual, dan melakukan segala
macam kegiatan.
5) Lansia dengan tipe mudah binggung
Lansia tipe ini mudah ketakutan, kehilangan karakter,
terisolasi, cenderung memiliki harga diri yang rendah, pasif, dan
tidak memiliki ekspresi yang baik dan acuh tak acuh.

2. Tinjaun Teori Tentang Hipertensi


a. Definisi
Hipertensi adalah tekanan darah tinggi atau istilah kedokteran
menjelaskan hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi gangguan
pada mekanisme pengaturan tekanan darah. Patologi utama pada
hipertensi adalah peningkatan tekanan vesikalis perifer arterior (Yekti,
2017)
b. Kriteria Hipertensi
Secara klinis derajat hipertensi dapat dikelompokkan sesuai
dengan rekomendasi dari “American College of Association (AHA)“
mengeluarkan pedomen hipertensi terbaru tahun 2017 sebagai berikut :
(Yekti, 2017).
No Kategori Sistolik(mmHg) Diastolik(mmHg)
1 Normal < 120 < 80
2 Prehipertensi Ringan 120-139 80-89
3 Hipertensi Sedang 140-159 – 139 90– 99
4 Hipertensi Berat > 160 > 100
5 Krisis hipertensi > 180 > 110
c. Etiologi
Penyebab hipertensi dapat berupa stres, obesitas, merokok dan
hipersodium yang merupakan salah satu faktor risiko terjadinya
hipertensi (Osamor PE, 2015)
Penyebab tekanan darah tinggi dapat dibedakan berdasarkan
jenis tekanan darah tinggi. Hipertensi esensial adalah tekanan darah
tinggi yang disebabkan oleh retensi air dan garam yang tidak normal,
kepekaan terhadap angiotensin, obesitas, merokok,
hiperkolesterolemia, dan gangguan mood. Sementara hipertensi
sekunder dapat disebabkan oleh penyakit penyerta lain, seperti
penyakit kelenjar adrenal, penyakit ginjal, toksemia gravidarum,
peningkatan tekanan intrakranial, dan pengaruh obat-obatan tertentu,
biasanya bukan merupakan masalah kesehatan yang serius (Emmilia
Ratnawati, 2017)
d. Manifestasi Klinis
Gejala yang ditunjukkan oleh penderita hipertensi bervariasi
dari orang ke orang. Tingkat keparahan gejala hipertensi mirip dengan
penyakit lain, termasuk (Trisnawan A. 2019).
1) Merasakan sakit kepala dan juga merasa pusing
2) Jantung yang dirasakan seperti berdebar-debar
3) Tengkuk yang terasa pegal dan mudah merasa lelah
4) Penglihatan yang kabur
5) Sulit bernafas pada saat selesai bekerja keras atau pada saat
mengangkat beban yang berat
6) Wajah memerah
7) Keluar darah pada hidung dengan tiba-tiba
8) Buang air kecil yang sering pada malam hari
9) Telinga yang berdengung
e. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi
pembuluh darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari
pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut
kebawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis
ganglia simpatis di toraks dan abdomen (Yunita, 2017).
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls
yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia
simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin,
yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh
darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan
konstriksi pembuluh darah (Yunita, 2017).
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhirespon pembuluh darah terhadap rangsang
vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap
norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal
tersebut bisa terjadi. Pada saat bersamaan dimana system saraf
simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi,
kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas
vasokonstriksi (Yunita, 2017).
Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan
vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid
lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor
pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan
aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin.Rennin
merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah
menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada
gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal.
Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus
ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler.Semua
faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi untuk
pertimbangan gerontology. Perubahan structural dan fungsional
pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan
tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut
meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan
penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada
gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang
pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang
kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang
dipompa oleh jantung (volume sekuncup), mengakibatkan
penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer
(Yunita, 2017).
f. Klasifikasi
Klasifikasi hipertensi dipisahkan berdasarkan penyebabnya
dan derajat tekanan darah, antara lain (Kayce Bell PDC,2015).
Berdasarkan bentuk penyebabnya, hipertensi dibedakan menjadi:
1) Hipertensi Primer
Hipertensi primer atau hipertensi esensial adalah bentuk
paling umum dari hipertensi. Tekanan darah tinggi, yang
seringkali tidak diketahui penyebabnya (idiopatik), sulit diobati
tetapi dapat dicegah dengan kontrol dan pengobatan yang tepat,
termasuk perubahan gaya hidup dan penggunaan obat-obatan.
Faktor genetik merupakan salah satu faktor penyebab
terjadinya hipertensi primer.
2) Hipertensi Sekunder
Hipertensi ini adalah hipertensi yang diketahui
penyebabnya kurang dari 10% penderita hipertensi memiliki
tanda dari hipertensi sekunder. Hipertensi sekunder ini
disebabkan oleh berbagi kondisi medis dan pengobatan yang
menyertainya, misalnya penyakit seperti gagal ginjal, tiroid,
obat pil KB dan lain-lainnya.
g. Komplikasi
Komplikasi dari tekanan darah tinggi adalah penyakit
serebrovaskular seperti stroke, pendarahan otak dan serangan
iskemik transien (Emmilia Ratnawati, 2017).
h. Penatalaksanaan
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah
morbiditas dan mortalitas akibat komplikasi kardiovaskuler yang
berhubungan dengan pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah
dibawah 140/90 mmHg.(5) Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi
meliputi : (Yekti, 2017).
Penanggulangan hipertensi secara garis besar dibagi
menjadi dua jenis penatalaksanaan:
1) Penatalaksanaan Non Farmakologis.
a) Diet
Pembatasan atau pengurangan konsumsi garam.
Penurunan berat badan dapat menurunkan tekanan darah
dibarengi dengan penurunan aktivitas rennin dalam plasma
dan kadar adosteron dalam plasma.
b) Aktivitas.
Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan
disesuaikan dengan batasan medis dan sesuai dengan
kemampuan seperti berjalan, joging, bersepeda atau berenang.
2) Penatalaksanaan Farmakologis.
Secara garis besar terdapat bebrapa hal yang perlu
diperhatikan dalam pemberian atau pemilihan obat anti hipertensi
yaitu:
a) Mempunyai efektivitas yang tinggi.
b) Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau
minimal.
c) Memungkinkan penggunaan obat secara oral.
d) Tidak menimbulakn intoleransi.
e) Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh klien.
f) Memungkinkan penggunaan jangka panjang.
Golongan obat - obatan yang diberikan pada klien dengan
hipertensi seperti golongan diuretic, golongan betabloker,
golongan antagonis kalsium, golongan penghambat konversi
rennin angitensin.
i. Faktor Resiko Terjadinya Hipertensi
Faktor resiko yang terjadinya hipertensi dikelompokan
menjadi dua, yaitu faktor yang dapat di ubah atau dapat
dimodifikasi dan faktor yang tidak dapat diubah atau tidak dapat
dimodifikasi (Kemenkes RI,2014).
Jika faktor risiko dapat dikendalikan, tekanan darah tinggi
dapat dicegah, dan perubahan gaya hidup seperti kebiasaan diet
sangat penting untuk mencegah tekanan darah tinggi dan
merupakan bagian integral dari pengobatan tekanan darah tinggi
(Kemenkes RI, 2014).
1) Faktor risiko penyebab tekanan darah tinggi yang dapat diubah
atau dimodifikasi adalah faktor yang dapat dicegah dengan
nutrisi yang baik dan aktivitas fisik yang tepat, tidak merokok,
kurangi makan makanan yang mengandung garam tinggi,
jangan konsumsi alkohol berlebihan, jangan sering-sering
konsumsi kafein, dan perbaiki kuantitas tidur (Kemenkes RI,
2014).
2) Hipertensi yang tidak dapat dikoreksi adalah gangguan
hipertensi yang disebabkan oleh faktor alami atau tidak dapat
diubah seperti tekanan darah tinggi, riwayat genetik, faktor
genetik, usia, dan jenis kelamin (Kemenkes RI, 2014).

B. Kerangka Konsep
Kerangka konsep pada penelitian ini dapat digambarkan seperti pada
gambar berikut :
Variabel Independen Variabel Dependen

Minuman Berkafein

Hipertensi Pada
Makanan Berlemak
Lansia

Makanan yang
mmMengandung
Tinggi Garam

Keterangan :

Variabel Independen

Variabel Dependen

Gambar 2.1 Kerangka Konsep

C. Hipotesis
1. Ha
a. Terdapat faktor minuman berkafein yang mempengaruhi terjadinya
hipertensi pada lansia di wilyah kerja Puskesmas Lindu Kecamatan
Lindu Kabupaten Sigi
b. Terdapat faktor makanan berlemak yang mempengaruhi terjadinya
hipertensi pada lansia di wilyah kerja Puskesmas Lindu Kecamatan
Lindu Kabupaten Sigi
c. Terdapat faktor makanan yang mengandung tinggi garam yang
mempengaruhi terjadinya hipertensi pada lansia di wilyah kerja
Puskesmas Lindu Kecamatan Lindu Kabupaten Sigi
2. H0
a. Tidak terdapat faktor minuman berkafein yang mempengaruhi
terjadinya hipertensi pada lansia di wilyah kerja Puskesmas Lindu
Kecamatan Lindu Kabupaten Sigi
b. Tidak terdapat faktor makanan berlemak yang mempengaruhi
terjadinya hipertensi pada lansia di wilyah kerja Puskesmas Lindu
Kecamatan Lindu Kabupaten Sigi
c. Tidak terdapat faktor makanan yang mengandung tinggi garam yang
mempengaruhi terjadinya hipertensi pada lansia di wilyah kerja
Puskesmas Lindu Kecamatan Lindu Kabupaten Sigi
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Jenis survei yang digunakan adalah survei kuantitatif. Penelitian
kuantitatif adalah jenis penelitian yang spesifikasinya sistematis, terencana,
dan terstruktur dengan baik dari awal hingga pembuatan desain penelitian
(Sugiono 2014).
Penelitian ini memakai model desain deskriptif korelasional dengan
model pendekatan yaitu mengunakan cross sectional (Sugiono 2014), yaitu
cara penelitian yang dijalankan scara bersamaan antara variabel-variabel
berupa variabel independen yaitu dukungan sosial keluarga dan variabel
dependen yaitu motivasi lansia.

B. Tempat dan Waktu Penelitian


1. Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Wilaya Kerja Puskesmas Kecamatan
Lindu Kabupaten Sigi Sulawesi Tengah.
2. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada tanggal mei sampai juni 2023.
C. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Populasi adalah seluruh sumber data atau subjek penelitian yang
digunakan dalam suatu penelitian (Sugiono 2014). Populasi dalam
penelitian ini adalah sebanyak 104 orang lansia yang terdata penderita
hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Lindu Kecamatan Lindu
Kabupaten Sigi.
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang akan diteliti dan dianggap
dapat mewakili seluruh populasi (Sugiono 2014). Dalam pengambilan
sampel menggunakan rumus slovin :
N
n=
1 + N (d2)
Keterangan
N : Bebar populasi
n : Besar sampel
d2 :
0,01
Sampel dari penelitian ini adalah ;
104 104
n= =
1 + 104 (0,01) 1 + 1.04
104
=
2.04
= 50,98
= 51 sampel

D. Variabel Penelitian
1. Variabel Indepeden
Variabel indepnden merupakan variabel bebas yang mana
keberadaan dari karakteristik subjek penelitian akan merubah variabel
lainnya. Variabel independen dari penelitian ini adalah minuman
berkafein, makanan berlemak dan makanan yang mengandung tinggi
garam.
2. Variabel Dependen
Variabel dependen merupakan variabel terikat yang berubah akibat
adanya pengaruh dari variabel independen. Variabel dependen pada
penelitian ini adalah hipertensi pada lansia.

E. Definisi Operasional
Sementara Proses Pembuatan

F. Instrument Penelitian
Instrument penelitian merupakan alat-alat yang digunakan dalam
melakukan pengumpulan (Sugiyono, 2017). instrumen yang digunakan
terdapat dua kategori yaitu intrumen yang sudah baku dan belum baku
Instrument penelitian dapat berupa : kuesioner (daftar pertanyaan), yang
berkaitan dengan pencatatan data dan sebagainya.

G. Teknik Pengumpulan Data


1. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh dan dikumpulkan secara
langsung oleh peneliti dilakukan dengan wawancara langsung dan
observasi menggunakan kuesioner kepada responden di wilayah kerja
Puskesmas Lindu Kecamatan Lindu Kabupaten Sigi
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang didapatkan pada bagian data di
wilayah kerja Puskesmas Lindu Kecamatan Lindu Kabupaten Sigi
H. Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan menganalisis univariat untuk mengetahui
frekuensi dari masing-masing variabel. Setelah data dikumpulkan data
tersebut dilakukan pengolahan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
(Notoatmodjo, 2017).
1. Distribusi Frekuensi
Analisa ini diperoleh dalam bentuk persentase dengan rumus sebagai
berikut :
f
p= X 100%=…%
n
Keterangan :
P :proporsi
f : jumlah subjek yang ada
n : sampel
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat merupakan analisis data yang digunakan untuk
menentukan hipotesis. Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui
makna hubungan antara variabel independen dan dependen dengan
mengggunakan uji Chi-Square.
Peneliti menggunakan uji Chi-Square untuk mengetahui hubunghan
antara variabel independen dan dependen dengan menggunakan uji Chi-
Square.
Peneliti menggunakan uji Chi-Square untuk mengetahui hubungan
antara variabel yang akan diteliti dengan taraf signifikan (a = 0,05) a =
0,05 yaitu batasan maksimal tertinggi yang akan dijadikan patokan
peneliti yaitu jika nila p-value ≥0,05 maka HO diterima yang berarti tidak
ada hubungan dansebaliknya jika nilai p-value ≤0,05 maka HO ditolak
artinya ada hubungan yang bermakna. (Sugiyono, 2017).
Rumus Chi-Square :
(f 0−fe)
x ²=Ʃ
fe
Keterangan :
x2= Nilai Chi-Square
f0= frekuensi observasi atau pengamatan
fe= frekuensi ekspetasi atau harapan
Syarat uji Chi-Square yaitu sel yang mempunyai nilai expected lebih
dari 5 maksimal 20% dari jumlah sel. Jika syarat dari uji Chi-Square tidak
memenuhi maka menggunakan alternatif uji Chi-Square yang bergantung
pada tabel.
a. Untuk tabel 2x2 alternatif uji Chi-Square adalah uji Fisher’s
b. Untuk tabel 2xK atau Bx2 dimana B dan K merupakan data kategori
nominal lebih dari dua kategori, alternatif Chi-Square adalah
penyerderhanaan sel. Jika penyederhanaan sel tidak logis, terpaksa kita
menggunajakan uji Chi-Square.
c. Untuk tabel 2xK atau Bx2, dimana B dan K merupakan data kategorik
lebih dari 2, alternatif Chi-Square merupakan uji Mann-Whitneyatau
penyederhanaan sel.

I. Alur Penelitian

Studi pendahuluan/isentifikasi masalah


(Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya
Hipertensi Pada Lansia di Wilayah Kerja
Survey
Puskesmas Lindu Kecamatan Lindu Kabupaten
Literatur
Sigi)

Studi Pustaka
Hipotesis

Menentukan Variabel Menentukan Sumber Data


a. Variabel Independen : Minuman
berkafein, makanan berlemak a. Populasi
dan makanan yang tinggi garam b. Sampel
b. Variabel Dependen : Hipertensi c. Pengampilan sampel
pada lansia d. Subjek yang akan diteliti
Menentukan Dan Menyusun
Instrumen Penelitian

Observasi
Lapangan Dan
Peijinan
Mengumpulkan Data

Data Primer Penelitian Data Sekunder


Lembar Mei sd Juni 2023 Jurnal
Observasi

Pengolahan Data

Analisa Data Uji Chi Square

Hasil Penelitian: Mengetahui terdapat faktor-faktor yang


Mempengaruhi Terjadinya Hipertensi Pada Lansia di Wilayah Kerja
Puskesmas Lindu Kecamatan Lindu Kabupaten Sigi

Gambar 3.1 Alur Penelitian


DAFTAR PUSTAKA

Budi S. Pikir. Manajemen Hipertensi. 1 Ed. Surabaya: Airlangga


University Press (AUP); 2015. 14-27p Hal. 23. Kayce Bell PDC
2015, June Twiggs PDC 2015, Bernie R. Olin PD. Hypertension :
The Silent Killer : Updated JNC-8 Guideline. Albama Pharm
Assoc. 2018;1-8p.
Dede Nasrullah, S.Kep., Ns. MK. Buku Ajar Keperawatan Gerontik
Dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan NANDA 2015-2017
NIC Dan NOC [Internet]. Edisi 1. Ismail T, Editor. Jakarta: Trans
Info Media; 2016. 2 P. Tersedia Pada:
http://Bppsdmk.Kemkes.Go.Id/Pusdiksdmk/WpContent/Uploads/2
017/08/Keperawatan-Gerontik-Komprehensif.Pdf
Emmilia Ratnawati, Ns., M.Kep. SKK. Asuhan Keperawatan Gerontik.
Cetakan 1. Yogyakarta: Pustaka Baru Press; 2017. 17-30 P Hal.
Indonesia Pdsk. Pedoman Tatalaksana Hipertensi Pada Penyakit
Kardiovaskuler. Vol. 42, Physical Review D. 2015. 2 P.
Kemenke RI. Pusdatin Hipertensi [Internet]. Infodatin. 2014. 1-7p Hal.
Tersedia Pada: Https://Www.Google.Co.Id/Url?
Sa=T&Rct=J&Q=&Esrc=S&Source=Web
&Cd=1&Cad=Rja&Uact=8&Ved=0ahukewjizfdjsypkahvsa44khu
msdasqfg gzmaa&Url=Http://Www.Depkes.Go.Id/Download.Php?
File=Download/Pusdatin/Infodatin/
InfodatinHipertensi.Pdf&Usg=Afqjcnhwlihiecel1ksg4tr_Yx
Kemenkes RI. Hipertensi Si Pembunuh Senyap [Internet]. Kementrian
Kesehatan RI. 2019. 1-5p Hal. Tersedia Pada:
https://Pusdatin.Kemkes.Go.Id/Resources/Download/Pusdatin/Info
datin/In fodatin-Hipertensi-Si-Pembunuh-Senyap.Pdf
Muhith A, Herlembang T, Fatmawati A, Hety DS MI. Pengaruh Terapi
Relaksasi Otot Progresif Terhadap Kekuatan Otot Dan Kualitas
Tidur Lanjut Usia. J ILMU Kesehat. 2020;8(2):306p.
Osamor PE. Social Support And Management Of Hypertension In
SouthWest Nigeria. Cardiovasc J Afr. 2015;26(1):29-33p.
Padila. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. 2 Ed. Yogyakarta: Nuha
Medika; 2013. 5-55p Hal.
Qasim M. Keperawatan Gerontik [Internet]. 1 Ed. Qasim M, Editor. Aceh:
Yayasan Penerbit Muhammad Zaini; 2021. 1p Hal. Tersedia Pada:
Penerbitzaini.Com
Saraswati D, Abdurrahmat AS, Novianti S. Hubungan Dukungan Sosial
Keluarga Dan Pengetahuan Dengan Perilaku Pengendalian
Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Karangnunggal
Kabupaten Tasikmalaya. J Kesehat. 2017;35(8):791-792p.
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif. 1 Ed. Setiyawami, Editor.
Bandung: ALFABETA.Cv; 2019. 133p Hal.
Trisnawan A. Mengenal Hipertensi. 1 Ed. Ade, Editor. Semarang; 2019.
9p Hal.

Anda mungkin juga menyukai