Dosen Pengampu
Prof. Dr. dr. Sudijanto Kamso, S.KM.
Disusun oleh:
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas Makalah Kesehatan Reproduksi
Lansia dengan judul “Demensia dan Alzheimer”. Makalah ini dibuat sebagai
sebagai salah satu kewajiban dalam perkuliahan Mata Kuliah Kesehatan
Reproduksi Lansia pada Program Studi Magister Kesehatan Masyarakat, Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Penulis berharap dengan tugas ini
dapat menambah ilmu dan wasawan bagi penulis sebagai mahasiswa dan dapat
memberikan manfaat sebesar-besarnya terhadap masyarakat. Penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Prof. Dr.dr Sudjinto Kamso, S.KM selaku dosen pengampu Mata Kuliah
Kesehatan Reproduksi Lansia yang telah membimbing selama perkuliahan
dan penulisan makalah ini.
2. Teman-teman Mahasiswa Pascasarjana angkatan 2018 dan 2019 kelas
A202 yang telah bekerjasama dan berkontribusi dalam proses perkuliahan.
Akhir kata, kami berharap Tuhan Yang Maha Esa membalas segala kebaikan
semua pihak yang telah membantu. Semoga makalah ini membawa manfaat bagi
perkembangan ilmu.
2.2 Demensia
2.2.1 Definisi
Dimensia merupakan sindrom gangguan kognitif yang mempengaruhi
ingatan, kemampuan kognitif dan perilaku serta secara signifikan mengganggu
kemampuan seseorang untuk melakukan kegiatan sehari-hari (WHO, 2018).
Dimensia merupakan sindrom yang ditandai dengan penurunan fungsi kognitif
yang progresif. Gejala neuropati yang umumnya muncul yaitu apathy, agitasi dan
depresi (Van Der Flier WM, Scheltens, P, 2007).
2.2.2 Epidemiologi
Saat ini diperkirakan 50 juta orang di dunia menderita dimensia dan
bertambah sekitar 7,7 juta setiap setiap tahunnya, yang artinya terdapat satu kasus
baru demenesia setiap 4,1 detik. Selain itu diperkirakan terdapat 3,6 juta (46%)
kasus baru per tahun di Asia, 2,3 juta (30%) di Eropa, 1,2 juta (16%) di Amerika,
dan 0,5 juta (7%) di Afrika. Diproyeksikan penderita dimensia akan bertambah
menjadi 82 juta pada tahun 2030 dan 152 juta pada tahun 2050 (WHO, 2018).
Sumber : WHO 2018. The Dementia Epidemiolgy and Impact of Dementia: Current State and Future
Tabel 1. Estimasi jumlah kasus demensia per tahun berdasarkan kelompok umur
dan wiayah di dunia.
Sumber : WHO 2018. The Dementia Epidemiolgy and Impact of Dementia: Current State and Future
Data terkait prevalensi demensia di Indonesia sangat terbatas. Namun studi
terkait demensia yang dilakukan di D.I Yogyakarta tahun 2015 menemukan angka
prevalensi demensia lansia yaitu sebesar 20,1 persen. Hal ini berarti bahwa satu dari
lima orang berumur 60 tahun keatas menderita demensia. Angka ini termasuk tinggi
dibandingkan dengan angka prevalensi demensia global. Pada umur 60 tahun satu
dari sepuluh lanjut usia di D.I Yogyakarta mengalami demensia. Perempuan
memiliki prevalensi yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki, demikian juga
mereka yang tinggal di pedesaan memiliki prevalensi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan yang tinggal di perkotaan (Suriastini dkk, 2016).
2.2.3 Etiologi
Sindrom dimensia disebabkan oleh berbagai penyakit yang memiliki tanda
dan gejala khusus maupun kombinasi yang menandai adanya gangguan neurologis.
Berikut penyebab Sindrom Dimensia :
a. Penyakit Alzheimer (Alzheimer’s Disease) merupakan penyebab umum
dimensia yang merupakan gangguan neurodegenerative disebabkan oleh
adanya plak neuritik dan adanya neurofibrillary tangles (NFTs) yang
terakumulasi di otak.
b. Demensia vascular (VaD) yang disebbakan oleh berbagai penyakit
vaskular di otak seperti adanya penyakit “large vessel” (infark yang
terdapat pada sebagian otak) dan “small vessel” (lacuna dan white matter
hyperintensities).
c. Penyebab lain yaitu degenarasi lobus frontotemporal dan demensia
dengan Badan Lewy (Lewy bodies).
2.3.3 Patologi
Pada dasarnya, penyebab pasti AD belum dapat dimengerti, namun
perubahan fisiologis mengenai usia berkontribusi terhadap penyakit alzheimer.
Disamping itu, pada sebagian besar pasien, kombinasi antara genetik, lingkungan,
dan gaya hidup mempengaruhi perubahan pada otak.1,2 Berat otak mengalami
penurunan sekitar 100 – 200 gram pada penderita Alzheimer karena terdapat atrofi
(penurunan massa atau penyusutan) pada lobus temporal, parietal, frontal, dan
hippocampus. Secara mikroskopis, alzheimer disebabkan karena adanya degenerasi
atau penurunan neuron kolinergik dan defisiensi acetylcholine, adanya plak neuritik
yang terbentuk di luar neuron dan di cerebral cortex, dan adanya Alipoprotein E4
(Apo E4) yang membentuk plak neuritik dan mengikat beta amyloid pada plak.
Akumulasi protein beta amyloid yang pada level yang tinggi dapat menyebabkan
luka syaraf sehingga menyebabkan kekusutan pada neurofibrillary (Kee, 2015 dan
Budson, 2016).
Gambar 4. Perbandingan otak penderita alzheimer dengan otak yang sehat
3.1 Kesimpulan
• Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk lansia terutama di
Indonesia diikuti dengan berbagai permasalahan yang akan muncul
salah satunya demensia dan Alzheimer.
• Penyakit dimensia dan Alzheimer dipengaruhi oleh beberapa faktor
resiko baik yang berasal dari faktor fisik terutama dengan
bertambahnya usia dan menurunnya fungsi tubuh.
• Perlunya strategi untuk merencanakan upaya preventif dan promotif
untuk menanggulangi penyakit demensia dan Alzheimer di
masyarakat.
3.2 Saran
Diharapkan dengan memahami situasi lansia saat ini petugas kesehatan
masyarakat mampu merencanakan program intervensi yang menargetkan untuk
mengendalikan faktor resiko sehingga mampu untuk mengurangi beban penyakit
Alzheimer maupun dementia. Selain itu perlunya meningkatkan kesadaran
masyarakat untuk dapat memahami dan mengantisipasi terkain kondisi lansia saat
ini.
DAFTAR PUSTAKA