PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pada era millennial saat ini kemajuan bidang kesehatan dan kesejahteraan
hingga lebih meningkat secara dramatis seiring dengan kemajuan dunia dalam
beberapa dekade,dari 730 juta jiwa ditahun 2020 dengan presentase 9,5% hingga
peningkatan lansia dengan jumlah 1,25 miliar sekitar 800 juta atau 64%
Jumlah lansia yang terdapat di Asia tahun 2020 yaitu sekitar 4,1 miliar juta
jiwa presentase populasi lansia sekitar 9,1% dengan sebagian besar lansia berada
di Asia Timur dengan jumlah lebih dari 223,8 juta dengan presentase 13,7% dan
Asia Selatan dengan jumlah 122,5 juta dengan presentase 6,5% lalu disusul oleh
Asia Tenggara dengan jumlah 47,7 dengan presentase 7,1% kemudian Asia Barat
dengan jumlah 15,8 juta presentase 5,8% pertumbuhan penduduk lansia dan yang
6,3%.Jumlah lansia terbesar berada pada negara China,India dan Jepang lalu
disusul oleh negara Indonesia,ini tidak mengherankan, mengingat Cina dan India
(He et al., 2022)
keduanya memiliki julukan “miliarder populasi” .
1
Di Indonesia jumlah penduduk berusia 65 tahun ke atas tahun 2020
berjumlah hampir 19 juta orang dengan menempati ranking 4 dunia yang memiliki
populasi lansia pada penduduknya,dan akan meningkat pada tahun 2060 menjadi
hampir 68 juta orang dengan menempati posisi ranking ke 3 dunia yang memiliki
Obesitas menjadi salah satu masalah kesehatan akibat proses penuaan yang harus
penyakit yang dapat ditimbulkan pada lansia. Obesitas yang terjadi pada lansia
dapat disebabkan oleh gaya hidup, genetik dan akibat proses penuaan. Obesitas di
seluruh dunia meningkat hampir tiga kali lipat sejak 1975. Pada tahun 2016, lebih
dari 1,9 miliar orang dewasa berusia 18 tahun ke atas kelebihan berat badan. Dari
jumlah tersebut lebih dari 650 juta mengalami obesitas. Sebanyak 39% orang
dewasa berusia 18 tahun ke atas mengalami kelebihan berat badan pada tahun
2016, dan 13% mengalami obesitas. Sebagian besar populasi dunia tinggal di
obesitas pada lansia berjumlah 14,6% dari jumlah penduduk lansia di Indonesia
2
tahun 2019. Dari data tersebut disimpulkan bahwa sebagian besar lansia memiliki
Otak sebagai organ kompleks serta vital yang merupakan pusat pengaturan
demensia salah satu penyakit yang lebih mematikan dari pada penyakit kanker
payudara atau kanker prostat antara tahun 2000 sampai 2019 dengan kenaikan
sebanyak 7,743 miliar yaitu sekitar 0,7% dari jumlah penduduk dunia menderita
(Alzheimer Disease International (ADI), 2020)
demensia,Menurut data didapatkan
data estimasi penderita demensia tahun 2020 pada benua Asia sebanyak 29,23
benua Afrika sebanyak 5,30 juta dengan jumlah penderita demensia dunia tahun
2020 sebanyak 58,66 juta dari populasi dunia. Pada tahun 2015 di Indonesia
terdapat 9,9 juta kasus lansia dengan demensia dengan total penderita demensia
secara global dunia pada 2015 sebanyak 46,8 juta dan diprediksi akan meningkat
3
2 kali lipat pada setiap 20 tahun dengan prediksi tahun 2030 jumlah penderita
(Badan Pusat Statistik (BPS), 2015)
demensia sebanyak 74,7 Juta
dunia ,dan munculnya data bahwa demensia adalah penyebab kematian peringkat
prevalensi demensia terutama pada lansia sebagai salah satu faktor risiko terbesar
seperti usia,gen,dan jenis kelamin yang kedua adalah yang dapat dimodifikasi,
4
sedikit. Lagi pula, tidak ada obat untuk demensia.Besarnya masalah
badan dan tinggi badan lansia bahwa banyak sekali lansia yang memiliki berat
badan lebih dan obesitas.Lansia yang memiliki berat badan lebih dan obesitas ini
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan masalah di atas maka rumusan masalah penelitian ini adalah
“apakah ada hubungan antara obesitas dengan risiko kejadian demensia pada lansia
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
5
2. Tujuan Khusus
Margamulya Bekasi
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
2. Manfaat Praktis
rumuskan asuhan keperawatan yang tepat untuk di berikan kepada pasien lansia
dengan obesitas.
6
c) Manfaat bagi penelitian selanjutnya
Sebagai bahan acuan dalam meakukan penelitian – penelitian lebih lanjut, serta
demensia di Indonesia.
E. Keaslian Penelitian
7
tambahan untuk
hipertensi dan
diabetes (HR ¼
1,31, 95% CI 1,03–
1,59). Wanita
dengan obesitas
sentral memiliki
risiko demensia
39% lebih besar
dibandingkan
dengan wanita
obesitas non-sentral
2 Lloret Obesity as a risk Tujuan penelitian Metode Hasil penelitian
1) Variabel : Penelitian
A,Monllor factor for ini untuk penelitian Leptin adalah Lloret
P,Esteve D Alzheimer’s menganalisa yang hormon yang menggunakan
et al,2019 disease : obesitas pada digunakan dikeluarkan oleh variabel obesitas
Implication of peran sitokin yaitu analitik jaringan adiposa dan alzheimer
leptin and leptin dalam dengan yang penting untuk disease ,penelitian
glutamate fungsi otak dan menggunakan berfungsinya otak ini menggunakan
khususnya dalam pendekatan dengan benar, variabel obesitas
penurunan cross sectional termasuk memori, dan risiko kejadian
memori yang dan proses belajar di demensia
terkait dengan hippocampus. 2) Sampel : pada lansia
penyakit Leptin bersifat di
Alzheimer (AD). neuroprotektif dan spanyol,penelitian
meningkatkan LTP, ini di indonesisa
mempotensiasi 3) Instrumen :
aktivitas reseptor instrumen yang
NMDA sinaptik dipakai adalah
glutamat. Kami pemeriksaan leptin
membahas dan glutamate
bagaimana sedangakan
resistensi leptin, penelitian ini berat
disfungsi LTP, dan badan dan tinggi
juga peningkatan badan
glutamat terjadi
pada AD. Untuk
semua ini, obesitas
pada usia paruh
baya dapat dianggap
sebagai faktor risiko
untuk
mengembangkan
DA pada orang tua
Tabel 1.1 Tabel Keaslian Penelitian
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian Lansia
Lanjut usia atau lansia merupakan seseorang dengan usai lebih dari 60
tahun,lansia dibagi menjadi tiga kategori yaitu lansia muda (60-69 tahun),lansia
(Lavida et al., 2023)
madya (70-79 tahun),dan lansia tua (>80 tahun) .
Lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas.
Lanjut usia merupakan istilah bagi seseorang yang telah memasuki periode
dewasa akhir atau usia tua. Periode ini merupakan periode penutup bagi rentang
dan akhirnya masuk pada fase usia lanjut dengan umur diatas 60 tahun
(Mujahidullah, 2012)
.
yang telah berusia > 60 tahun yang telah memasuki periode penutup melewati fase
9
2. Batasan – batasan lanjut usia
3) Lansia risiko tinggi ialah seorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan
masalah kesehatan.
4) Lansia potensial adalah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan
5) Lansia tidak potensial ialah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga
3. Teori-teori Penuaan
Menurut (Widiyawati & Jerita, 2020)tahap lanjut usia adalah tahap dimana terjadi
10
lainnya.Kemampuan regenerative pada lansia terbatas,mereka lebih rentan
Secara umum teori tentang penuaan dapat dilihat ditabel berikut ini.
11
Topik ini akan menjelaskan materi tentang teori penuaan,proses
seluler dalam system organ utama dan kemampuan tubuh untuk berfungsi secara
(Widiyawati & Jerita, 2020)
adekuat dan melawan penyakit.
karakteristik penuaan telah dapat di identiifkasi oleh pada ahli.Teori biologis juga
yang berbeda dari waktu ke waktu dan factor apa yang mempengaruhi umur
12
Menurut teori ini menua telah terprogram secara generic untuk spesies-
spesies tertentu .Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang
terprogram oleh molekul-molekul /DNA dan setiap sel pada saatnya akan
mengalami mutase.Sebagai contoh yang khas adalah mutase dari sel-sel kelamin
genetic.Menurut teori genetika ,penuaan adalah suatu proses yang secara tidak
sadar diwariskan yang berjalan dari waktu ke waktu untuk merubah sel atau
mnejadi tidak teratur karena adanya informasi tidak sesuai yang diberikan dari inti
sel.Molekul DNA menjadi saling bersilangan (crosslink) dengan unsur yang lain
keslahan pada tingkat seluler yang akhirnya menyebabkan system dan organ
fungsi sel dan percepatan kematian sel yang disebabkan oleh kesalahan urutan
13
menjadi penyebab timbulnya metabolit yang berbahaya sehingga dapat
(Widiyawati & Jerita, 2020)
mengurangi penurunan fungsi sel.
Teori wear and tear (dipakai dan rusak) mengusulkan bahwa akumulasi
dengan suatu electron yang tidak berpasangan.Ini merupakan jenis yang sangat
adikal bebas berhasil lolos dari proses perusakan ini dan berakumulasi didalam
seing memusatkan pada peran kelenjar timus.Berat dan ukuran kelenjar timus
14
untuk diferensiasi sel T.Karena hilangnya proses diferensiasi sel T,tubuh salah
mengenali sel yang tua dan tidak beraturan sebagai benda asing dan
4) Teori Neuroendokrin
terjadi pada struktur dan perubahan pada tingkat molekul dan sel,Nampak sangat
terjadi oleh karena adanya suatu perlambatan dalam sekresi hormon tertentu yang
mempunyai suatu dampak pada reaksi sitem saraf.Hal ini lebih jelas ditunjukkan
(Widiyawati & Jerita, 2020)
dalam kelenjar hipofisis,tiroid,adrenal dan reproduksi.
sebenarnya yang tejadi bukan satupun dari hal-hal tersebut,tetapi orang lanjut usia
sering dibuat untuk merasa seolah-ollah mereka tidak kooperatif atau tidak
15
System imun menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya
mneyatakna bahwa Ketika manusia berada pada proses menua maka saat itulah
tubuh manusia tidak dapat membedakan sel normal dan sel yang tidak
6) Teori Stress
sehingga dapat mengikat molekul lain yang akan menjadi penyebab kerusakan
fungsi sel dan perubhaan dalam tubuh.Ketika radikal bebas terbentuk dengan tidak
stabil ,akan terjadi oksidasi terhadap oksigen dan bahan-bahan organic seperti
16
karbohidrat dann protein sehingga sel-sel dalam tubuh sulit untuk
penyebab penurunan kolagen pada lansia dann perubahan pigmen pada proses
(Widiyawati & Jerita, 2020)
menua.
dan karbohidrat yang bereaksi dengan zat kimia maupun radiasi yang dapat
contoh perubahan seperti banyaknya kolagen pada kartilago dan elastin pada kulit
usia.Contoh ini dapat dikaitkand engan perubahan pada pembuluh darah yang
pemompaan darah dari jantung menuju keseluruh tubuh menjadi berkurang dan
17
terjadinya penurunan mobilitas dan kecepatan pada system musculoskeletal.
(Widiyawati & Jerita, 2020)
9) Teori Proeram
B. KONSEP DEMENSIA
1. Pengertian Demensia
perubahan pada pasien dalam cara berpikir dan berinteraksi dengan orang lain.
Menurut Joseph Gallow dalam (Abdillah, 2019) demensia adalah sindrom yang di
(memori).
18
kehilangan kapasitas intelektual,melibatkan tidak hanya kognitif namun juga
Demensia bukan merupakan bagian dari proses penuaan yang normal dan
bukan sesuatu yang pasti akan terjadi dalam kehidupan mendatang, demensia
2. Klasifikasi Demensia
a. Demensia Degeneratif Primer (50-60%) Dikenal juga dengan nama demensia tipe
Alzheimer, adalah suatu keadaan yang meliputi perubahan dari jumlah, struktur
(Mujahidullah, 2012)
dan fungsi neuron di daerah tertentu dari korteks.
b. Demensia Multi Infark (10-20%) Demensia ini merupakan jenis kedua terbanyak
setelah penyakit Alzheimer. Bisa di dapatkan sendiri atau dengan demensia jenis
(Mujahidullah, 2012)
lain.
ingat), sedangkan pada demensia terdapat gangguan pada fungsi intelektual yang
(Mujahidullah, 2012)
lain.
3. Etiologi Demensia
dihentikan:
c. Gangguan metabolic
d. Gangguan nutrisi
19
e. Gangguan vaskuler(demensia multi infark, dan lain-lain)
1) Penyakit Alzheimer
2) Penyakit pick
1) Penyakit Parkinson
2) Penyakit hungtington
tersebut telah disebut suatu “jembatan keledai” sebagai berikut: Drug (obat-
(endokrin), Eye and Ear (disfungsi mata dan telinga), Nutrition, Tumor and
4. Subtipe Demensia
20
berupa penurunan progresif memori episodik dan fungsi kortikal lain. Gangguan
motorik tidak ditemukan kecuali pada tahap akhir penyakit. Gangguan perilaku
lansia (>65 tahun) walaupun dapat ditemukan pada usia yang lebih muda.
Diagnosis klinis dapat dibuat dengan akurat pada sebagian besar kasus (90%)
dan cairan otak (β-amiloid dan protein tau) untuk menambah akurasi diagnosis.
(Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, 2015)
b) Demensia vaskuler
yang memuat defisit kognisi yang luas mulai dari gangguan kognisi ringan sampai
adalah penyakit heterogen dengan patologi vaskuler yang luas termasuk infark
gangguan hipoperfusi, gangguan hipoksik dan demensia tipe campuran (PA dan
kejadian ateroskerosis dan DV. Faktor risiko vaskuler ini juga memacu terjadinya
21
leucoensefalopathy), adalah bentuk small vessel disease usia dini dengan lesi
iskemik luas white matter dan stroke lakuner yang bersifat herediter.
(Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indones
Demensia Lewy Body (DLB) adalah jenis demensia yang sering ditemukan.
Sekitar 15-25% dari kasus otopsi demensia menemui kriteria demensia ini.Gejala
inti demensia ini berupa demensia dengan fluktuasi kognisi, halusinasi visual yang
nyata (vivid) dan terjadi pada awal perjalanan penyakit orang dengan
dan sinkope, sensitif terhadap neuroleptik, delusi dan atau halusinasi modalitas
lain yang sistematik. Juga terdapat tumpang tindih temuan patologi antara DLB
dan PA.Namun secara klinis orang dengan DLB cenderung mengalami gangguan
baik jika dibanding dengan PA yang terutama mengenai memori verbal. Demensia
Penyakit Parkinson (DPP) adalah bentuk demensia yang juga sering ditemukan.
Prevalensi DPP 23-32%, enam kali lipat dibanding populasi umum (3-4%). Secara
klinis, sulit membedakan antara DLB dan DPP. Pada DLB, awitan demensia dan
Parkinsonism harus terjadi dalam satu tahun sedangkan pada DPP gangguan
d) Demensia Frontotemporal
22
dementia/EOD) sebelum umur 65 tahun dengan rerata usia adalah 52,8 - 56 tahun.
Karakteristik klinis berupa perburukan progresif perilaku dan atau kognisi pada
observasi atau riwayat penyakit. Gejala yang menyokong yaitu pada tahap dini (3
CT/MRI ditemukan atrofi lobus frontal dan atau anterior temporal dan hipoperfusi
frontal atau hipometabolism pada SPECT atau PET. Dua jenis DLFT lain yaitu
Kejadian DFT dan Demensia Semantik (DS) masing-masing adalah 40% dan
e) Demensia campuran
demensia tipe campuran ini lebih tua dengan penyakit komorbid yang lebih
sering. Patologi Penyakit Parkinson ditemukan pada 20% orang dengan PA dan
23
Menurut (Mujahidullah, 2012) Garis besar manifestasi klinisnya adalah sebagai
berikut:
1) Stadium awal
Gejala stadium awal sering diabaikan dan disalahartikan sebagai usia lanjut atau
sebagai bagian normal dari proses otak menua oleh anggota keluarga, dan orang
terdekat penyandang demensia. Karena proses berjalan sangat lambat, sulit sekali
untuk menentukan kapan proses ini dimulai. Gejala yang ditunjukan sebagi
berikut:
2) Stadium menengah
Proses penyakit berlanjut dan masalah menjadi semakin nyata. Pada stadium ini,
a) Sangat mudah lupa, terutama untuk peristiwa yang baru dan nama orang.
24
d) Semakin sulit bicara.
f) Sering tersesat, walaupun jalan tersebut telah dikenal (tersesat dirumah sendiri).
e) Kesulitan berjalan
Usia
pertambahan usia; peningkatannya sekitar dua kali lipat setiap pertambahan usia 5
demensia mulai dari 0.4% pada pria dan perempuan usia 60- 64 tahun sampai
22.1% pada pria dan 30.8% pada wanita berusia lebih dari 90 tahun.
(Wreksoatmodjo, 2014)
Gender
25
Tidak terdapat perbedaan insidensi demensia akibat semua penyebab antara laki-
lebih muda.Hal ini dapat karena ada faktor risiko seperti penyakit kardiovaskuler
(Wreksoatmodjo, 2014)
yang lebih sering dijumpai di kalangan laki-laki.
Genetik
penyakit Alzheimer early-onset yang sangat jarang; jenis yang diturunkan secara
–PS2) atau di khromosom 14 (gen presenilin 1 – PS1), atau lebih jarang lagi, di
(Wreksoatmodjo, 2014)
khromosom 21.
26
1) Hipertensi atau Tekanan darah tinggi di usia pertengahan dikaitkan dengan mild
diamati bahwa tekanan darah mulai turun sekitar 3 tahun sebelum demensia
didiagnosis dan terus menurun pada penderita AD.Dari data ini bisa ditafsirkan
peningkatan risiko dipengaruhi oleh onset yang lebih dini, lama dan beratnya
diabetes.Manfaat kontrol gula darah terhadap risiko demensia masih belum dapat
27
diobati.Mekanisme hubungan diabetes melitus dengan demensia belum diketahui
pasti; agaknya melibatkan beberapa proses yang saling berkaitan: proses vaskular,
menghasilkan lesi subkortikal di substansia alba, silent infarcts, dan atrofi yang
pada MRI terlihat lebih sering dan berat di kalangan penderita diabetes.Diabetes
Tahun,fibrilasi atrium permanen pada usia lanjut dikaitkan dengan nilai MMSE
menurunkan cardiac output dan penyakit lain seperti diabetes melitus yang juga
Nutrisi
1) Mikronutrien : Vitamin B6, B12 dan asam folat dapat mengurangi risiko
28
hanya menguntungkan kalangan defisiensi B12, yang lebih sering ditemukan di
kelompok lanjut usia karena gangguan absorbsi akibat kondisi gastrik dan
demensia yang defisiensi B12. Mengingat radikal bebas dan kerusakan oksidatif
juga diduga berperan pada kelainan otak yang berhubungan dengan usia,asupan
Vitamin C dan E dari diet dan suplemen diasosiasikan dengan penurunan risiko
dan demensia.Tetapi ada studi yang tidak menemukan asosiasi antara penggunaan
demensia. Asupan lebih tinggi polifenol dari sari buah dan sayuran dan flavonoid
dari buah, sayuran, anggur merah dan teh diasosiasikan dengan penurunan risiko
demensia dan Alzheimer. Coklat dan kakao juga mengandung flavonoid tinggi
29
berkontribusi pada proses penuaan dan proses patologi yang dikaitkan dengan
(Wreksoatmodjo, 2014)
demensia.
2) Makronutrien yang dikaitkan dengan demensia ialah lemak. Ada asosiasi antara
asupan lemak di usia pertengahan berasal dari olesan roti dan susu dengan risiko
dengan asupan rendah) lemak total dan lemak takjenuh (misal mentega, margarin)
minyak ikan (sumber asam lemak tak jenuh termasuk EPA dan DHA) terhadap
fungsi kognitif tidak menghasilkan efek pada usia lanjut, tetapi ada sedikit efek
untuk beberapa aspek atensi di antara APOEe4 carrier dan pria.Peranan lemak
pada fungsi kognitif dan demensia diduga melalui kolesterol, sedangkan studi di
protein otak yang penting dalam proses mengingat dan belajar seperti BDNF.
(Wreksoatmodjo, 2014)
30
Gaya Hidup (Merokok dan alcohol)
1) Merokok
oleh survivor bias- lebih sedikit kalangan perokok yang mencapai usia berisiko
demensia. Pada studi atas pria Jepang-Amerika, risiko gangguan kognitif lebih
besar di kalangan perokok dan mantan perokok dibandingkan dengan yang tak
pernah merokok,dan risiko AD lebih besar di kalangan perokok sedang dan berat
dibandingkan dengan yang tak pernah merokok; perbedaan risiko tidak pernah
merokok dan mantan perokok masih belum jelas karena masalah variasi di antara
fungsi kognitif, terutama atensi, belajar dan daya ingat (memori) dengan
infark otak silent, intensitas massa alba, kematian neuron dan atrofi subkortikal.
31
otak.Merokok juga langsung mempengaruhi patologi demensia dengan
(Wreksoatmodjo, 2014)
meningkatkan jumlah plak.
2) Alkohol
demensia; risiko demensia vaskuler dan penurunan kognitif juga menurun tetapi
shape dan modifi kasi efek oleh ApoEe4 alel di populasi Finlandia selama 23
tahun follow up.Mehlig dkk (2008) melaporkan bahwa konsumsi anggur (wine)
yang lebih sering, tetapi bukan spirit dan bir, di usia pertengahan dikaitkan dengan
Swedia. Studi ini dan lainnya mendapatkan bahwa keuntungan konsumsi alkohol
moderat lebih besar atau terbatas di kalangan perempuan, tetapi studi lain tidak
32
menurunkan reaksi infl amasi, tekanan darah, faktor pembekuan darah,
Trauma
Trauma kepala secara langsung mencederai struktur dan fungsi otak, dan dapat
lipat;selain itu mulatimbul Alzheimer lebih dini jika ada riwayat hilang kesadaran
lebih dari 5 menit.Sebuah studi kasus kontrol juga menunjukkan risiko Alzheimer
Obesitas
33
demensia. Hasilnya tidak konsisten - studi pada kelompok usia pertengahan
menurunkan indeks massa tubuh. Mekanisme yang paling jelas ialah melalui
akibat efek jaringan adiposa yang mensekresi beberapa sitokin, hormon dan faktor
C. KONSEP OBESITAS
1. Pengertian Obesitas
penimbunan secara berlebihan jaringan lemak dalam tubuh. Hal ini dapat
34
terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara energi yang masuk dengan energi
(Saraswati et al., 2021)
yang keluar.
2. Penentuan Obesitas
penunjang terkait.
Anamnesis (wawancara) terkait obesitas untuk mencari tanda atau gejala yang
2) Gaya hidupyaitu pola/kebiasaan makan dan aktivitas fisik (baik di rumah, sekolah,
3) Riwayat keluarga yaitu orang tua dengan kelebihan berat badan dan obesitas.
35
b) Pemeriksaan Antropometri
Pengukuran Indeks Massa Tubuh atau IMT adalah Pengukuran berat badan dan
tinggi badan dilakukan untuk mendapatkan nilai IMT yang nantinya digunakan
(Sulistyowati et al., 2015)
dalam menentukan derajat obesitas.
Adapun rumus yang digunakan untuk mengukur IMT adalah sebgai berikut :
WHO menetapkan angka cut off >29 untuk kategori obesitas pada LANSIA
obesitas
(Underweight)
berdasarkan IMT
Pengukuran IMT ini tidak dapat dilakukan pada orang hamil, binaragawan,
(Sulistyowati et al., 2015)
edema, dan ascites.
36
c) Pemeriksaan Fisik
denyut nadi. Pemeriksaan fisik ditujukan untuk mengetahui adanya kondisi medis
d) Pemeriksaan Penunjang
analisis komposisi tubuh. Untuk analisis ini memerlukan alat khusus yaitu body
(Sulistyowati et al., 2015)
composititon analyzer.
kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, trigliserida, SGOT, SGPT, asam
(Sulistyowati et al., 2015)
urat, dan HbA1c
3. Etiologi
a) Faktor Genetik
Faktor genetik adalah faktor keturunan yang berasal dari orang tuanya. Menurut
penelitian, anak-anak dari orang tua yang mempunyai berat badan normal ternyata
mempunyai 10% risikoobesitas. Bila salah satu orang tuanya menderita obesitas,
maka peluang itu meningkat menjadi 40–50%. Dan bila kedua orang tuanya
2001). Berdasarkan penelitian Nugraha 2010, pencetus obesitas dari faktor genetik
37
30%, namun demikian faktor keturunan sebenarnya belum terlalu jelas sebagai
(Sulistyowati et al., 2015)
penyebab obesitas.
b) Faktor lingkungan
1) Pola makan mencakup jumlah, jenis, jadwal makan, dan pengolahan bahan
makanan. Jumlah asupan energi yang berlebih secara kronis akan menyebabkan
kelebihan berat badan dan obesitas. Jenis makanan dengan kepadatan energi yang
tinggi (banyak mengandung lemak, gula, serta kurang mengandung serat) turut
tidak teratur, tidak sarapan, dan suka mengemil sangat berhubungan dengan
yang banyak, santan kental, dan banyak gula berisiko terhadap peningkatan
(Sulistyowati et al., 2015)
asupan energi.
2) Pola Aktivitas Fisik, pola aktivitas fisik sedentary (kurang gerak) menyebabkan
Beberapa hal yang mempengaruhi berkurangnya aktivitas fisik antara lain adanya
kehidupan yang tidak memerlukan kerja fisik yang berat. Hal ini menjadikan
1) Obat-obatan
38
Obat-obatan jenis steroid yang sering digunakan dalam jangka waktu yang lama
untuk terapi asma, osteoartritis dan alergi dapat menyebabkan nafsu makan yang
2) Hormonal.
Hormonal yang berperan dalam kejadian obesitas antara lain adalah hormon
leptin, ghrelin, tiroid, insulin dan estrogen. Hormon leptin yang dihasilkan oleh
sel lemak berfungsi sebagai pemberi sinyal berhenti makan. Leptin tidak berfungsi
pada resistensi insulin walaupun kadar leptinnya tinggi. Kurang tidur juga
meningkatkan kadar kortisol yang berdampak pada resistensi leptin sehingga sulit
untuk berhenti makan. Hormon leptin mempunyai peran dalam mengontrol nafsu
makan. Jika jumlahnya rendah maka seseorang sulit merasakan kenyang sehingga
nafsu makan. Jika jumlahnya tinggi maka seseorang mempunyai nafsu makan
jika jumlah estrogen berkurang terutama pada wanita menopause maka akan
Hormon insulin bersifat anabolik dan menfasilitasi masuknya glukosa dalam sel
otot dan lemak. Jika asupan tinggi karbohidrat maupun lemak (densitas energi
39
menjadi lemak terutama lemak visceral. Dengan membesarnya sel lemak visceral,
Menurut penelitian (Ma et al., 2020) bahwa kelebihan berat badan atau
menemukan kejadian demensia yang lebih tinggi terlebih pada lansia wanita
dengan obesitas.
obesitas dikaitkan dengan tingkat risiko kejadian demensia yang lebih tinggi,
dengan risiko demensia di antaranya termasuk kondisi komorbid yang timbul dari
yang memiliki konsekuensi negatif pada otak. BMI yang tinggi meningkatkan
40
Salah satu konsekuensi utama dari obesitas adalah resitensi insulin dan
hyperinsulinemia.Insulin dapat melewati sawar darah dari perifer ke system saraf
pusat dan bersaing dengan Aß(Amyloid ß) untuk enzim penurun insulin ( Insulin
Degrading Enzyme) dalam otak,termasuk pada hippocampus.Insulin juga
diproduksi dalam otak ,dan mungkin memiliki efek yang bermanfaat pada
pembersihan amyloid.Hiperinsulinemia perifer dapat menghambat produksi
insulin otak yang akan mengganggu pembersihan amyloid dan tingginya resiko
penyakit demensia (Luchsinger & Gustafson, 2009)
b) Advanced glycosylation end products (AGEs)
AGEs merupakan hasil dari terganggunya toleransi glukosa dan diabetes ,yang
mana sering mendampingi atau mengikuti tingginya lemak dan bertanggung
jawab terhadap kerusakan akhir organ.AGEs dapat diidentifikasi secara
immunohistochemically dalam plak senile dan kekusutan neurofibrialis sebgai
penanda utama dari penyakit demensia.Selanjutnya ,reseptor AGEs telah
ditemukan pada permukaan spesifik reseptor untuk Amyloid ß .Sehingga secara
potensial memfasilitasi keruakan neuron. (Luchsinger & Gustafson, 2009)
c) Adipokin dan Cytokines
Jaringan lemak aktif menghasilkan rangkaian substansi yang penting dalam peran
metabolisme (adipokin),dan proses inflamasi (cytokines).Adipokin meliputi
adiponectin,leptin,dan resistin dan cytokines yang meliputi Tumor Necrosis
factor-α dan interleukin-6 (IL-6).Semuanya berhubungan dengan resistensi insulin
dan hyperinsulinemia (Luchsinger & Gustafson, 2009) .Peran cytokine seperti IL-6
berhubungan dengan penurunan kognitif dan meningkatkan risiko demensia yang
berpengaruh secara langsung terhadap pembuluh darah atau dapat melewati sawar
darah otak dan mengganggu homeostatis dalam otak dimana individu dengan
obesitas memiliki level cytokine lebih tinggi daripada individu dengan berat
normal
41
serebrovaskuler pada amyloid.Penyakit serebrovaskuler mungkin menyebabkan
kerusakan otak sebagai tambahan dalam toksisitas neuro
amyloid.Obesitas ,hyperinsulinemia,dan diabetes serta factor risiko vascular
seperti hipertensi dan dyslipidemia berhubungan dengan tingginya risiko penyakit
serebrovaskuler.Oleh karena itu,obesitas mungkin mempengaruhi penurunan
fungsi kognitif secara tidak langsung melalui factor risiko vascular dan penyakit
serebrovaskuler (Luchsinger & Gustafson, 2009)
E. Kerangka Teori
Populasi Masyarakat
Lansia Bayi,anak,remaja,dewasa
Tanda & gejala :
Kesulitan dalam berbahasa
Resiko Kejadian Demensia Mengalami kemunduran
Karakteristik :
daya ingat secara bermakna
Usia,Jenis Kelamin
Disorientasi waktu dan
tempat
Faktor Risiko : Sering tersesat ditempat
yang biasa dikenal
Usia Kesulitan membuat
Obesitas
Gender keputusan
Genetik Kehilangan minat dalam
hobi dan aktivitas
Status Kesehatan
Formulir isian berat badan,tinggi badan,dan hasil
Nutrisi
perhitungan Indeks Massa Tubuh (IMT)
Gaya Hidup
Trauma
Obesitas
YA, OBESITAS TIDAK, OBESITAS
KUESIONER Mini Mental State
IMT ≤29
IMT ≥29 Examination (MMSE)
Terdiri dari 11 pertanyaan
dengan Aspek;
F. KERANGKA KONSEP
Penelitian ini mengkaji dua variable yang terdiri dari satu variable bebas
(independent) yakni obesitas serta satu variable terikat (dependen) yakni Risiko
Kerangka konsep penelitian tentang hubungan obesitas dengan risiko kejadian demensia pada lanjut usia di
G. HIPOTESIS
43
Ho : Tidak Ada hubungan antara obesitas dengan risiko kejadian demensia pada
Ha : Ada hubungan antara obesitas dengan risiko kejadian demensia pada lanjut
BAB III
METODE PENELITIAN
sebagai lokasi penelitian karena terdapat banyak jumlah lansia dengan obesitas
44
hubungan obesitas dengan risiko kejadian demensia pada lanjut usia di tempat
tersebut.
1. Populasi
yang memiliki kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
(Siyoto & Sodik, 2015).
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya
Populasi dalam penelitian ini adalah Seluruh lanjut usia yang berada di RT 01-03
152 lansia.
2. Sampel
1) Menentukan Rukun Tetangga (RT) yang akan dijadikan tempat penelitian dengan
45
2) Menentukan subjek yang akan dijadikan responden dalam penelitian ini adalah
kriteria laki-laki dan perempuan yang sudah berusia ≥60 tahun,tanpa penyakit
beberapa ratus subjek dalam populasi, mereka dapat menentukan kurang lebih 25-
30% dari jumlah subjek tersebut. Jika jumlah anggota subjek dalam populasi
hanya meliputi antara 100 hingga 150 orang, dan dalam pengumpulan data
Dalam penelitian ini, peneliti mengambil sampel yang memenuhi kriteria secara
acak sebanyak 40% dari tiap-tiap RT (Rukun Tetangga) dimana terdapat lansia
anggota sampel peneliti mengambil wakil-wakil dari tiap-tiap kelompok yang ada
dalam populasi yang jumlahnya disesuaikan dengan jumlah anggota subjek yang
3) Sampel
Sampel merupakan sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasinya, ataupun bagian kecil dari anggota populasi yang diambil menurut
(Siyoto & Sodik, 2015)
prosedur tertentu sehingga dapat mewakili populasinya . Pada
penelitian ini yaitu laki-laki dan perempuan berusia ≥60 tahun dengan obesitas
46
dan tanpa penyakit kronik di RT 01-03 RW 07 Kelurahan Margamulya Bekasi
pada bulan Mei 2023 didapatkan jumlah sampel lanjut usia dengan obesitas dan
Kecamatan Bekasi Utara Kota Bekasi pada Bulan juni-September Tahun 2023.
D. Variabel Penelitian
Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab
perubahannya atau timbulnya variabel terikat. Dalam penelitian ini, yang menjadi
Variabel terikat adalah variabel yang di pengaruhi atau yang menjadi akibat,
karena adanya variabel bebas. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat
Operasional Ukur
1 Obesitas Nilai yang Pengukurang -timbangan berat Indeks massa tubuh ordinal
47
melalui hasil bantu hitung ketelirian 0,1 kg kriteria
berat badan membagi nilai berat badan dengan normal IMT 18,5-25
badan (m2)
responden
kalkulasi
E. Definisi Operasional
Salah satu unsur yang membantu komunikasi antar penelitian adalah definisi
48
F. Jenis Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini yakni data primer. Data primer
adalah data atau informasi utama yang berhubungan langsung dengan obyek
primer juga diartikan data utama yang diperoleh dari sumber utama dalam
yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh melalui
ini,yakni:
Bekasi
3. Setelah persyaratan izin penelitian dan proposal penelitian disetujui dan surat
49
4. Pihak Ketua RT dan RW menerima dan menyetujui ,selanjutnya peneliti
menjadi responden.
MMSE yang telah terisi selanjutnya diolah dan dianalisis oleh peneliti
H. Instrumen Penelitian
pertanyaan, lembar kerja, atau sejenisnya yang dapat digunakan untuk mengukur
50
1. Bagian A : Berupa pertanyaan mengenai data demografi responden yang terdiri
2. Bagian B : Berupa hasil gambaran obesitas pada responden yang meliputi Hasil
pengukuran IMT yang didapat melalui hasil pembagian dari berat badan dalam
dan telah banyak digunakan oleh para klinisi untuk praktek klinik maupun
secara luas sebagai pemeriksaan yang sederhana dan cepat untuk mencari
pengulangan kata, perintah tiga langkah, perintah menutup mata, perintah menulis
51
Sumber :
Panduan Praktik Klinik Diagnosis dan Penatalaksanaan Demensia (Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, 2015)
1. Uji validitas
Validitas merupakan uji coba pertanyaan penelitian dengan tujuan untuk melihat
0.776 lebih tinggi dari nilai p (0,001) sehingga dinyatakan kuesioner MMSE
valid.
2. Reliabilitas
52
J. PENGOLAHAN DATA
jawaban
a) Usia responden
b) Jenis Kelamin
L : Laki-laki
P : Perempuan
O1 :Obesitas tingkat 1
O2 :Obesitas tingkat 2
d) Pengkajian Demensia
53
TB : Tidak berisiko
B : Berisiko
Entry data adalah kegiatan memasukkan data dari kuesioner kedalam program
dimasukkan kedalam computer untuk memastikan dan telah bersih dari kesalahan
54
K. ANALISA DATA
1. Analisis univariat
menggambarkan dan meringkas data dengan cara ilmiah dalam bentuk table atau
secara sederhana.Variabel pada penelitian ini meliputi data demografi (Usia dan
dan variable dependen (terikat) yaitu risiko kejadian demensia lanjut usia.
2. Analisis bivariat
Analisa bivariat diperlukan untuk menjelaskan hubungan dua variable yaitu antara
Bekasi Utara Kota Bekasi ,dimana obesitas merupakan predictor terkait risiko
penyakit yang tepat yang dihubungkan dengan demensia pada lanjut usia.
L. Etika penelitian
55
Penelitian ini dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip etika penelitian
(Hidayat, 2015)
meliputi :
1. Informed Consent
tentang penelitian yang akan dilakukan untuk mengetahui tujuan penelitian secara
jelas. Jika responden setuju maka diminta untuk mengisi lembar persetujuan dan
2. Anominity
nama responden pada lembar kuesioner, lembar tersebut hanya diberi inisial atau
kode tertentu.
3. Confidentiality
diberikan tidak akan berdampak terhadap kondite dan pekerjaan. Data yang sudah
DAFTAR PUSTAKA
56
Abdillah, A. (2019). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Perilaku Pencegahan Demensia
Pada Lansia.
Al-Finatunni’mah, A., & Nurhidayati, T. (2020). Pelaksanaan Senam Otak untuk Peningkatan
Fungsi Kognitif pada Lansia dengan Demensia. Ners Muda, 1(2), 139.
https://doi.org/10.26714/nm.v1i2.5666
Anjum, I., Fayyaz, M., Wajid, A., Sohail, W., & Ali, A. (2018). Does Obesity Increase the Risk of
Dementia: A Literature Review. Cureus. https://doi.org/10.7759/cureus.2660
He, W., Goodkind, D., Kowal, P., Issa, W., Almasarweh, S., Giang, T. L., Islam, M. M., Lee, S.,
Teerawichitchainan, B., & Tey, N. P. (2022). Asia Aging: Demographic, Economic, and
Health Transitions International Population Reports.
Kurniasih, U., Studi, P., Keperawatan, I., Tinggi, S., Cirebon, I. K., Wahyuni, N. T., Kesehatan, I.,
Fa’riatul Aeni, C. H., Masyarakat, K., Suzana, C., Giri, I., Sekolah, M., Ilmu, T., Cirebon, K.,
& Fuadah, A. (2021). HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN DEMENSIA PADA
LANSIA. 12(2), 102. https://doi.org/10.38165/jk
Lavida, T., R, R. S., Tinggi, S., Kesehatan, I., & Kemuliaan, B. (2023). Edukasi Gizi Sehat Menuju
Lansia Berkualitas di RW.16-2 Kebon Melati Jakarta Pusat.
https://journals.upi-yai.ac.id/index.php/MediaAbdimas/issue/view/140
Luchsinger, J. A., & Gustafson, D. R. (2009). Adiposity and Alzheimer’s disease. In Current
Opinion in Clinical Nutrition and Metabolic Care (Vol. 12, Issue 1, pp. 15–21). NIH Public
Access. https://doi.org/10.1097/MCO.0b013e32831c8c71
Ma, Y., Ajnakina, O., Steptoe, A., & Cadar, D. (2020). Higher risk of dementia in English older
individuals who are overweight or obese. International Journal of Epidemiology, 49(4),
1353–1365. https://doi.org/10.1093/ije/dyaa099
57
Noor, C. & M. ,Lie. (2020). Hubungan antara aktivitas fisik dengan fungsi kognitif pada lansia.
Hubungan Antara Aktivitas Fisik Dengan Fungsi Kognitif Pada Lansia.
https://doi.org/10.18051/JBiomedKes.2020
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. (2015). PANDUAN PRAKTIK KLINIK Diagnosis
dan Penatalaksanaan Demensia PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS SARAF INDONESIA
Januari 2015. http://www.perdossi.or.id
Saraswati, S. K., Rahmaningrum, F. D., Pahsya, M. N. Z., Paramitha, N., Wulansari, A.,
Ristantya, A. R., Sinabutar, B. M., Pakpahan, V. E., & Nandini, N. (2021). Literature
Review : Faktor Risiko Penyebab Obesitas. MEDIA KESEHATAN MASYARAKAT
INDONESIA, 20(1), 70–74. https://doi.org/10.14710/mkmi.20.1.70-74
Siyoto, S., & Sodik, M. A. (2015). Dasar Metodologi Penelitian. Literasi Media Publishing.
Sulistyowati, L. S., Andinisari, S., & dkk. (2015). PEDOMAN UMUM PENGENDALIAN OBESITAS.
Widia Komala, D., Novitasari, D., Kurnia Sugiharti, R., Awaludin, S., Keperawatan Program
Sarjana, P., Kesehatan, F., Harapan Bangsa, U., Keperawatan Anestesiologi Program
Sarjana Terapan, P., Kebidanan Program Diploma Tiga, P., Keperawatan, P., Ilmu-Ilmu
Kesehatan, F., & Jenderal Soedirman, U. (2021). Mini-mental State Examination Untuk
Mengkaji Fungsi Kognitif Lansia. Jurnal Keperawatan Malang, 6(2).
https://jurnal.stikespantiwaluya.ac.id/
Wreksoatmodjo, B. R. (2014). Beberapa Kondisi Fisik dan Penyakit yang Merupakan Faktor
Risiko Gangguan Fungsi Kognitif. http://data.
58
LAMPIRAN
59
60
PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN
61
PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
(………………………)
62
LEMBAR OBSERVASI
PENILAIAN MINI-MENTAL STATE EXAM (MMSE)
Pemeriksa :
Tanggal :
Initial Responden :
Jenis Kelamin :
Usia :
Item Test Nilai Nilai
Maksimal
ORIENTASI
1 Sekarang (tahun), (musim), (bulan), (tanggal), hari apa? 5 ---
2 Kita berada dimana? (negara), (propinsi), (kota), (rumah sakit), 5 ---
(lantai/kamar)
REGISTRASI
3 Sebutkan 3 buah nama benda ( jeruk, uang, mawar), tiap benda 3 ---
1 detik, pasien disuruh mengulangi ketiga nama benda tadi. Nilai
1 untuk tiap nama benda yang benar. Ulangi sampai pasien dapat
menyebutkan dengan benar dan catat jumlah pengulangan
ATENSI DAN KALKULASI
4 Kurangi 100 dengan 7. Nilai 1 untuk tiap jawaban yang benar. 5 ---
Hentikan setelah 5 jawaban. Atau disuruh mengeja terbalik kata “
WAHYU” (nilai diberi pada huruf yang benar sebelum
kesalahan; misalnya uyahw=2 nilai)
MENGINGAT KEMBALI (RECALL)
5 Pasien disuruh menyebut kembali 3 nama benda di atas 3 ---
BAHASA
6 Pasien diminta menyebutkan nama benda yang ditunjukkan 2 ---
( pensil, arloji)
7 Pasien diminta mengulang rangkaian kata :” tanpa kalau dan atau 1 ---
tetapi ”
8 Pasien diminta melakukan perintah: “ Ambil kertas ini dengan 3 ---
tangan kanan, lipatlah menjadi dua dan letakkan di lantai”.
9 Pasien diminta membaca dan melakukan perintah “Angkatlah1 ---
63
tangan kiri anda”
10 Pasien diminta menulis sebuah kalimat (spontan) 1 ---
11 Pasien diminta meniru gambar dibawah ini
SKOR 30
TOTAL
Pedoman Skor :
Alat bantu periksa: Siapkan kertas kosong, pinsil, arloji, tulisan yang harus
dibaca dan gambar yang harus ditiru / disalin.
Contoh:
64
FORMULIR ISIAN PENILAIAN INDEKS MASSA TUBUH
(IMT)
Initial Responden
Usia
Jenis Kelamin
Berat Badan
Tinggi Badan
BB(Kg)
Hasil Perhitungan IMT (
TB(M ²)
65