Anda di halaman 1dari 69

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pada era millennial saat ini kemajuan bidang kesehatan dan

kesejahteraan sosial menjadi salah satu factor meningkatnya harapan hidup

penduduk di dunia. Menurut data dari Prospek Populasi Dunia (PBB) :

Revisi 2019, pada tahun 2050, satu dari enam orang di dunia akan berusia

di atas 65 tahun (16%), naik dari satu dari 11 orang pada tahun 2019 (9%).

Pada tahun 2018, untuk pertama kalinya dalam sejarah, orang berusia 65

tahun ke atas melebihi jumlah anak di bawah usia lima tahun secara global.

Jumlah penduduk berusia 80 tahun atau lebih diproyeksikan meningkat

tiga kali lipat, dari 143 juta pada 2019 menjadi 426 juta pada 2050.

Menurut laporan februari oleh firma riset pasar frost &

Sullivan ,adalah Wanita diatas usia 65 tahun,Wanita lansia ditujuh negara

asia timur-yang berjumlah sekitar 4,5 juta pada tahun 2011-akan

meningkat 400% pada tahun 2030 karena lebih banyak Wanita lanisa

dengan usia lebih Panjang daripada pria lansia.

Pada 5 tahun terakhir Penduduk Indonesia memiliki kenaikan

angka harapan hidup hingga 1,1 % periode tahun 2017 hingga 2021

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2017 angka

harapan hidup di Indonesia (laki-laki dan perempuan) naik dari 72,63

tahun menjadi 73,77 tahun pada 2021.Jumlah penduduk berusia 65 tahun

ke atas akan meningkat dari 7,56% menjadi 15,77 % dari total populasi

1
penduduk di Indonesia pada tahun 2010 hingga 2035. Keadaan ini

menyebabkan meningkatnya populasi penduduk lanjut usia di Indonesia.

Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk lansia, maka

semakin meningkat pula permasalahan Kesehatan akibat proses

penuaan/degeneratif. Otak sebagai organ kompleks serta vital yang

merupakan pusat pengaturan tubuh dan pusat kognitif,sangat rentan

terhadap proses penuaan atau degenerative.Permasalahan Kesehatan yang

terjadi pada otak akibat proses penuaan/degenerative salah satunya adalah


(Noor, 2020)
penyakit demensia .

Demensia menjadi penyebab 10 kasus penyebab kematian didunia

yang menempati urutan ke 7 menurut data yang di rilis oleh World Health

Organization (WHO) tahun 2019. Menurut data riset oleh Alzheimer

association tahun 2023, demensia salah satu penyakit yang lebih

mematikan dari pada penyakit kanker payudara atau kanker prostat antara

tahun 2000 sampai 2019 dengan kenaikan angka yang fantastis dalam

menyebabkan kematian yaitu sampai 145%.

Pada saat ini jumlah penderita demensia menurut WHO tahun 2019

sebanyak 55 juta orang dari jumlah populasi dunia sebanyak 7,743 miliar

yaitu sekitar 0,7% dari jumlah penduduk dunia menderita

demensia,Menurut data dari Alzheimer Disease International didapatkan

data estimasi penderita demensia tahun 2020 pada benua Asia sebanyak

29,23 juta,benua Eropa sebanyak 12,71 juta,benua Amerika sebanyak

11,42 juta,dan benua Afrika sebanyak 5,30 juta dengan jumlah penderita

2
demensia dunia tahun 2020 sebanyak 58,66 juta dari populasi dunia. Pada

tahun 2015 di Indonesia terdapat 9,9 juta kasus lansia dengan demensia

dengan total penderita demensia secara global dunia pada 2015 sebanyak

46,8 juta dan diprediksi akan meningkat 2 kali lipat pada setiap 20 tahun

dengan prediksi tahun 2030 jumlah penderita demensia sebanyak 74,7 Juta

(Badan Pusat Statistik, 2015).

Meningkatnya jumlah penderita demensia setiap tahunnya

diseluruh dunia ,dan munculnya data bahwa demensia adalah penyebab

kematian peringkat ke 7 di dunia ,mengharuskan kita untuk berupaya

dalam menurunkan angka prevalensi demensia terutama pada lansia

sebagai salah satu faktor risiko terbesar pada demensia,menurut artikel

yang didapatkan pada Alzheimer disease international tahun 2020 bahwa

banyak faktor yang mempengaruhi berkembangnya demensia pertama

yaitu faktor yang tidak dapat dimodifikasi seperti usia,gen,dan jenis

kelamin yang kedua adalah yang dapat dimodifikasi,seperti

merokok,aktivitas fisik,konsumsi alcohol,polusi udara,trauma

kepala,diabetes,hipertensi,depresi dan obesitas.

Menurut (Livingston et al., 2020) Obesitas adalah salah satu faktor

risiko terjadinya demensia pada lansia yang dapat dimodifikasi.Hasil yang

didapatkan dari penelitian ini adalah obesitas menjadi perhatian penting

mengingat perubahan Indeks Massa Tubuh (IMT) terutama pada populasi

lansia dan hubungannya dengan demensia (IMT ≥30 ;RR 1.3,95% Cl 1.1-

1.6).Berdasarkan data Badan Litbangkes,Kementerian Kesehatan RI

3
(2019) Prevalensi obesitas pada lansia berjumlah 14,6% dari jumlah

penduduk lansia di Indonesia tahun 2019.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan masalah di atas maka rumusan masalah penelitian ini adalah

apakah “ada hubungan antara obesitas dengan risiko kejadian demensia pada lansia

di RT 01-03 RW 07 Margamulya Bekasi Tahun 2023 ?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan obesitas dengan risiko kejadian demensia pada

lansia di RT 01-03 RW 07 Margamulya Bekasi.

2. Tujuan Khusus

a) Mengetahui distribusi frekuensi karakteristik demografi responden

berdasarkan usia dan jenis kelamin

b) Mengetahui distribusi frekuensi status obesitas lansia di wilayah RT 01-03

RW 07 Margamulya Bekasi

c) Mengetahui distribusi frekuensi risiko kejadian demensia pada lansia di

wilayah RT 01-03 RW 07 Margamulya Bekasi

d) Mengetahui hubungan obesitas dengan risiko kejadian demensia pada lansia

di wilayah RT 01-03 RW 07 Margamulya Bekasi.

4
D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini dapat di dijadikan sebagai sumber informasi untuk

mengembangkan ilmu keperawatan dibidang gerontik yang terkait dengan

hubungan obesitas dengan risiko demensia pada lansia.

2. Manfaat Praktis

a) Bagi Praktik Keperawatan

Hasil penelitian diharapkan digunakan sebagai masukan bagi profesi

keperawatan dalam mengetahui Hubungan obesitas dengan risiko

demensia pada lansia

b) Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan

Penelitian ini dapat menambah data kepustakan berkaitan dengan

obesitas berhubungan dengan risiko demensia pada lansia sehingga

kedepanya dapat di rumuskan asuhan keperawatan yang tepat untuk di

berikan kepada pasien lansia dengan obesitas.

c) Manfaat bagi penelitian selanjutnya

Sebagai bahan acuan dalam meakukan penelitian – penelitian lebih

lanjut, serta diharapkan menambah pengetahuan dan wawasan tentang

hubungan obesitas dengan risiko demensia

d) Manfaat bagi Masyarakat

Penelitian ini dapat menambah ilmu pengetahuan masyarakat berkaitan

dengan obesitas berhubungan dengan risiko demensia pada lansia

5
sehingga kedepanya dapat berkurang jumlah lansia obesitas dan

menurunnya prevalensi penderita demensia di Indonesia.

E. Keaslian Penelitian

NO Peneliti Judul Tujuan Metode Hasil Perbedaan


1 Ma Higher risk of Tujuan penelitian Menggunakan Dari keseluruhan 1) Tempat
Y,Ajnakina dementia in ini adalah penelitian sampel, 6,9% (n = penelitian
O,Steptoe A English older menyelidiki kuantitatif 453) peserta : berbeda
et al,2020 individuals who hubungan antara dengan mengalami negara
are overweight or obesitas dan risiko pendekatan demensia selama 2) Sampel :
obese demensia pada cross sectional masa tindak lanjut sampel
sampel populasi maksimal 15 tahun penelitian
perwakilan (2002-2017). Ma ini
dewasa Inggris, Dibandingkan pada
berusia ≥50 tahun dengan peserta dewasa
(usia rata-rata 63 dengan berat badan hingga
tahun) normal, mereka lansia
yang obesitas pada berusia
awal memiliki ≥50 tahun
peningkatan risiko (usia rata-
kejadian demensia rata 63
[rasio hazard (HR) tahun),pen
¼ 1,34, 95% elitian ini
interval memakai
kepercayaan (CI) sampel
1,07-1,61] diatas 60
independen jenis tahun
kelamin, usia awal, 3) Instrumen
apolipoprotein E- e4 t :penelitia
(APOE-e4), n Ma
pendidikan, memakai
aktivitas fisik, intrumen
merokok dan status penelitian
perkawinan. pemeriksa
Hubungan tersebut an
sedikit ditekankan obesitas
setelah kontrol sentral
tambahan untuk dan
hipertensi dan IMT,penel
diabetes (HR ¼ tian ini
1,31, 95% CI 1,03– hanya
1,59). Wanita pemeriksa
dengan obesitas an IMT
sentral memiliki saja.
risiko demensia
39% lebih besar
dibandingkan
dengan wanita
obesitas non-sentral
2 Lloret Obesity as a risk Tujuan penelitian Metode Hasil penelitian 1) Variabel :
A,Monllor factor for ini untuk penelitian Leptin adalah Penelitian
P,Esteve D Alzheimer’s menganalisa yang hormon yang Lloret
et al,2019 disease : obesitas pada digunakan dikeluarkan oleh mengguna
Implication of peran sitokin yaitu analitik jaringan adiposa kan

6
leptin and leptin dalam dengan yang penting untuk variabel
glutamate fungsi otak dan menggunakan berfungsinya otak obesitas
khususnya dalam pendekatan dengan benar, dan
penurunan cross sectional termasuk memori, alzheimer
memori yang dan proses belajar di disease ,p
terkait dengan hippocampus. enelitian
penyakit Leptin bersifat ini
Alzheimer (AD). neuroprotektif dan mengguna
meningkatkan LTP, kan
mempotensiasi variabel
aktivitas reseptor obesitas
NMDA sinaptik dan risiko
glutamat. Kami kejadian
membahas demensia
bagaimana 2) Sampel :
resistensi leptin, pada
disfungsi LTP, dan lansia di
juga peningkatan spanyol,p
glutamat terjadi enelitian
pada AD. Untuk ini di
semua ini, obesitas indonesisa
pada usia paruh 3) Instrumen
baya dapat dianggap :
sebagai faktor risiko instrumen
untuk yang
mengembangkan dipakai
DA pada orang tua adalah
pemeriksa
an leptin
dan
glutamate
sedangaka
n
penelitian
ini berat
badan dan
tinggi
badan
Tabel 1.1 Tabel Keaslian Penelitian

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP LANJUT USIA (LANSIA)

1. Pengertian Lansia

Lanjut usia atau lansia merupakan seseorang dengan usai lebih dari 60

tahun,lansia dibagi menjadi tiga kategori yaitu lansia muda (60-69

tahun),lansia madya (70-79 tahun),dan lansia tua (>80 tahun).


(Lavida et al., 2023)

Lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas.

Lanjut usia merupakan istilah bagi seseorang yang telah memasuki periode

dewasa akhir atau usia tua. Periode ini merupakan periode penutup bagi

rentang kehidupan seseorang, dimana terjadi kemunduran fisik dan psikologi


(Al-Finatunni’mah & Nurhidayati, 2020)
secara bertahap.

Perkembangan manusia yang dimulai dari masa

bayi,anak,remaja,dewasa,tua dan akhirnya masuk pada fase usia lanjut


(Mujahidullah, 2012)
dengan umur diatas 60 tahun .

Ketiga pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa lansia adalah manusia

yang telah berusia > 60 tahun yang telah memasuki periode penutup melewati

fase perkembangan manusia bayi,anak,remaja,dewasa dan a rentang

kehidupan seseorang yang mengalami kemunduran fisik dan psikologi secara

bertahap.

8
2. Batasan – batasan lanjut usia

Di bawah ini dikemukakan beberapa pendapat mengenai Batasan umur.

a. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), ada empat tahapan yaitu:

1) Usia pertengahan (middle age) usia 45-59 tahun.

2) Lanjut usia (elderly) usia 60-74 tahun.

3) Lanjut usia tua (old) usia 75-90 tahun.

4) Usia sangat tua (very old) usia > 90 tahun.

b. Menurut Depkes RI (2019) klasifikasi lansia terdiri dari :

1) Pra lansia yaitu seorang yang berusia antara 45-59 tahun.

2) Lansia ialah seorang yang berusia 60 tahun atau lebih.

3) Lansia risiko tinggi ialah seorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan

masalah kesehatan.

4) Lansia potensial adalah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan

dan kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa.

5) Lansia tidak potensial ialah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah

sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.

3. Teori-teori Penuaan

Menurut (Widiyawati & Jerita, 2020)tahap lanjut usia adalah tahap dimana

terjadi penurunan fungsi tubuh.Penuaan merupakan perubahan kumulatif

pada makhluk hidup,termasuk tubuh,jaringan dan sel yang mengalami

penurunan kapasitas fungsional.Pada manusia ,penuaan dihubungkan dengan

perubahan degenartif kulit,tulang,jantung,pembuluh darah,paru-paru ,saraf

9
dan jaringan tubuh lainnya.Kemampuan regenerative pada lansia

terbatas,mereka lebih rentan terhadap berbagai penyakit.

Secara umum teori tentang penuaan dapat dilihat ditabel berikut ini.

Teori Biologis Tingkat perubahan


Genetika Gen yang diwariskan &
dampak lingkungan
Dipakai dan rusak (wear Kerusakan oleh radikal
and tear) bebas
Lingkungan Meningkatnya pajanan
terhadap hal-hal yang
berbahaya
Imunitas Integritas system tubuh
untuk melawan kembali
Neuroendokrin Kelebihan atau kurangnya
produksi hormon
Teori psikologis Tingkat proses
Kepribadian Introvert lawan ekstrovert
Tugas perkembangan Maturasi sepanjang
rentang kehidupan
Disengagement Antisipasi menarik diri
Aktivitas Membantu
mengembangkan usaha
Kontinuitas Pengembangan
individualitas
Tabel 1.2 Tabel Teori Penuaan

Sumber : Buku Keperawatan gerontik (Widiyawati & Jerita, 2020)

10
Topik ini akan menjelaskan materi tentang teori penuaan,proses

penuaan,perubahan fisik,perubahan psikologis,perubahan sosial,masalah

umum pada lansia,dan penyakit pada lansia.

a. Aging proses theory

Sebenarnya secara individual tahap proses fisik penuaan,termasuk

perubahan fungsi dan struktur,pengembangan ,Panjang usia dan

kematian.Perubahan-perubahan dalam tubuh termasuk perubahan

molecular dan seluler dalam system organ utama dan kemampuan tubuh

untuk berfungsi secara adekuat dan melawan penyakit.


(Widiyawati & Jerita, 2020)

Seiring dalam berkembangnya kemampuan kita untuk menyelidiki

komponen-komponen yang kecil dan sangat kecil,suatu pemahaman

tentang hubungan hal-hal yang mempengaruhi penuaan ataupun tentang

penyebab penuaan yang sebelumnya tidak diketahui,sekarang lebih

mengalami peningkatan.Walaupun bukan merupakan suatu definisi

penuaan,tetapi lima karakteristik penuaan telah dapat di identiifkasi oleh

pada ahli.Teori biologis juga mencoba untuk menjelaskan mengapa orang

mengalami penuaan dengan cara yang berbeda dari waktu ke waktu dan

factor apa yang mempengaruhi umur Panjang,perlawanan terhadap

organisme,dan kematian atau perubahan seluler.Suatu pemahaman

tentang perspektif biologi dapat memberikan pengetahuan pada perawat

tentang factor resiko spesifik dihubungkan dengan penuaan dan

11
bagaimana orang dapat dibantu untuk meminimalkan atau menghindari
(Widiyawati & Jerita, 2020)
resiko dan memaksimalkan Kesehatan.

1) Teori Genetik dan Mutasi

Menurut teori ini menua telah terprogram secara generic

untuk spesies-spesies tertentu .Menua terjadi sebagai akibat dari

perubahan biokimia yang terprogram oleh molekul-molekul /DNA

dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutase.Sebagai contoh

yang khas adalah mutase dari sel-sel kelamin (terjadi penurunan

kemampuan fungsional sel).

Teori sebab-akibat menjelaskan bhawa penuaan terutama

dipengaruhi oleh pembentukan gen da dampak lingkungan pada

pembentukan kode genetic.Menurut teori genetika ,penuaan adalah

suatu proses yang secara tidak sadar diwariskan yang berjalan dari

waktu ke waktu untuk merubah sel atau struktur jaringan.Teori

genetika terdiri dari teori asam deoksiribonukleat(DNA),teori

ketepatan dan kesalahan,mutase somatic,dan teori glokogen.Teori-

teori ini mneyatakan bahwa proses replikasi pada tingkatan seluler

mnejadi tidak teratur karena adanya informasi tidak sesuai yang

diberikan dari inti sel.Molekul DNA menjadi saling bersilangan

(crosslink) dengan unsur yang lain sehingga mengubah informasi

genetic.Adanya crosslink ini mengakibatkan keslahan pada tingkat

seluler yang akhirnya menyebabkan system dan organ tubuh gagal

untuk berfungsi.Bukti yang mendukung teori-teori ini termasuk

12
perkembangan radikal bebas,kolagen dan lipofusin.
(Widiyawati & Jerita, 2020)

 Teori mutase somatic (Somatic Mutatic Theory)

Penjelasan dari teori ini adalah menua diakibatkan oleh

kerusakan,penurunan fungsi sel dan percepatan kematian sel

yang disebabkan oleh kesalahan urutan susunan asam

amino.Keursakan selama masa transkripsi dan tranlasi dapat

mempengaruhi sifat enzim dalam melakukan sintesis

protein.Kerusakan ini pula menjadi penyebab timbulnya

metabolit yang berbahaya sehingga dapat mengurangi


(Widiyawati & Jerita, 2020)
penurunan fungsi sel.

2) Pemakaian dan Rusak

Teori wear and tear (dipakai dan rusak) mengusulkan

bahwa akumulasi sampah metabolic ataiu zat nutrisi dapat merusak

sintesiss DNA,sehingga mendorong malfungsi molekuler dan

akhirnya malfungsi organ tubuh.Radikal bebas adalah contoh dari

produk sampah metabolisme yang menyebabkan kerusakan Ketika

tejadi akumulasi.Radikal bebas adalah molekul atau atom dengan

suatu electron yang tidak berpasangan.Ini merupakan jenis yang

sangat reaktif yang dihasilkan dari reaksi selama

metabolisme.Radikal bebas dengan cepat dihancurkan oelh system

enzim pelindung pad kondisi normal.Beberapa adikal bebas

13
berhasil lolos dari proses perusakan ini dan berakumulasi didalam

struktur biologis yang penting,saat itu kerusakan organ terjadi.

Karena laju metabolisme terkait secraa lansung pada

pembentukan radikal bebad,sehingga ilmuan memiliki hipotesis

bahwa tingkat kecepatan produksi radikal bebas berhubungan


(Widiyawati & Jerita, 2020)
dengan penentuan waktu rentang hidup.

3) Reaksi dari kekebalan sendiri (Auto Immune Theory)

Teori imunitas menggambarkan suatu kemunduran dalam

system imun yang berhubungan dengan penuaan.Seiring dengan

berkurangnya fungsi system imun,terjadilah peningkatan dalam

respons autoimun tubuh.Penganjur teori ini seing memusatkan

pada peran kelenjar timus.Berat dan ukuran kelenjar timus

menurun seiring dengan bertambahnya umur,seperti halnya

kemampuan tubuh untuk diferensiasi sel T.Karena hilangnya

proses diferensiasi sel T,tubuh salah mengenali sel yang tua dan

tidak beraturan sebagai benda asing dan menyerangnya.Selain

itu,tubuh kehilangan kemampuannya untuk meningkatkan respons

terhadap sel asing,terutama bila menghadapu infeksi.


(Widiyawati & Jerita, 2020)

4) Teori Neuroendokrin

Teori-teori biologi penuaan,berhubungan dengan hal-hal

seperti yang telah terjadi pada struktur dan perubahan pada tingkat

molekul dan sel,Nampak sangat mengagumkan dalam beberapa

14
situasi.Para ahli telah memikirkan bahwa penuaan terjadi oleh

karena adanya suatu perlambatan dalam sekresi hormon tertentu

yang mempunyai suatu dampak pada reaksi sitem saraf.Hal ini

lebih jelas ditunjukkan dalam kelenjar hipofisis,tiroid,adrenal dan


(Widiyawati & Jerita, 2020)
reproduksi.

Salah satu area neurologi yang mengalami gangguan secara

universal akibat penuaan adalah waktu reaksi yang diperlukan

untuk menerima,memproses,dan bereaksi terhadap

perintah.Dikenal sebagai perlambatan tingkah laku,respons ini

kadang-kadang diinterpretasikan sebagai Tindakan melawan

ketulian,atau kurangnya pengetahuan.Pada umumnya sebenarnya

yang tejadi bukan satupun dari hal-hal tersebut,tetapi orang lanjut

usia sering dibuat untuk merasa seolah-ollah mereka tidak

kooperatif atau tidak patuh.Perawat dapat memfasilitasi proses

pemberian perawatan dengan cara memperlmabat instruksi dan


(Widiyawati & Jerita, 2020)
menunggu respons mereka.

5) Teori Immunology Slow Virus (Immunology Slow Virus Theory)

System imun menjadi efektif dengan bertambahnya usia

dan masuknya virus kedalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan

organ tubuh.Teeori ini mneyatakna bahwa Ketika manusia berada

pada proses menua maka saat itulah tubuh manusia tidak dapat

membedakan sel normal dan sel yang tidak normal.akibatnya

antibody bekerja untuk mneyerang keduanya .Sistem imunpun

15
mengalami gangguan dan penurunan kemapuan dalam mengenali

dirinya sendiri (self recognition) akibat perubahan protein


(Widiyawati & Jerita, 2020)
pascatranslasi atau mutase.

6) Teori Stress

Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa

digunakan tubuh.Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan

kestabilan lingkungan interbal,kelebihan usaha dan stress

menyebabkan sel-sel tubuh Lelah terpakai.


(Widiyawati & Jerita, 2020)

7) Teori Radikal Bebas

Radikal bebas dapat terbentuk didalam bebas,tidak

stabilnya radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan oksidasi

oksigen bahan-bahan organic seperti karbohidrat dan

proton.Radikal ini menyebabkan sel-sel tidak dapat

regenerasi.Teori ini menyebutkan bahwa radikal bebas terbentuk

dialam bebas dan didalam tubuh manusia akibat adanya proses

metabolisme didalam mitokondria.Radikal bebas mernupakan

sebuah molekul yang tidak berpasangan sehingga dapat mengikat

molekul lain yang akan menjadi penyebab kerusakan fungsi sel dan

perubhaan dalam tubuh.Ketika radikal bebas terbentuk dengan

tidak stabil ,akan terjadi oksidasi terhadap oksigen dan bahan-

bahan organic seperti karbohidrat dann protein sehingga sel-sel

dalam tubuh sulit untuk beregenerasi.Radikal bebas banyak

16
terdapat pada zat pengawet makanan,asap rokok,asap kendaraan

bermotor,radiasi,serta sinar ultraviolet yang menjadi penyebab

penurunan kolagen pada lansia dann perubahan pigmen pada


(Widiyawati & Jerita, 2020)
proses menua.

8) Teori Rantai Silang

Sel-sel yang tua atau usang,reaksi kimianya menyebabkan

ikatan yang kuat,khususnya jaraingan kolagen,ikatan ini

menyebabkan kurangnya elastis,kekacauan dan hilangnya

fungsi.Teori rantai silang menerangkan bahwa proses penuaan

diakibatkan oleh lemak,protein,asam nukleat (Molekul Kolagen)

dan karbohidrat yang bereaksi dengan zat kimia maupun radiasi

yang dapat mengubah fungsi jaringan dalam tubuh.Perubahan

tersebut akan menjadi enyebab perubahan pada mebran plasma

yang mengakibatkan terajdinya jaringan yang kaku dan kurang


(Widiyawati & Jerita, 2020)
elastis serta hilangnya fungsi.

Proses hilangnya elastisitas ini seringkali dihubungkan

dengan adanya perubhaan kimia pada komponen protein didalam

jaringan.Terdapat beberapa contoh perubahan seperti banyaknya

kolagen pada kartilago dan elastin pada kulit yang kehilangan

fleksibilitasnya serta menjadai tebal seiring bertambahnya

usia.Contoh ini dapat dikaitkand engan perubahan pada pembuluh

darah yang cenderung menyempit dan cenderung kehilangan

elastisitasnya sehingga pemompaan darah dari jantung menuju

17
keseluruh tubuh menjadi berkurang dan pada permukaan kulit yang

kehilangan elastisitasnya dan cenderung berkerut,juga terjadinya

penurunan mobilitas dan kecepatan pada system musculoskeletal.


(Widiyawati & Jerita, 2020)

9) Teori Proeram

Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang


(Widiyawati & Jerita, 2020)
membelah setelah sel-sel tersebut mati.

B. KONSEP DEMENSIA

1. Pengertian Demensia

Demensia adalah kumpulan penyakit dengan gejala-gejala yang

mengakibatkan perubahan pada pasien dalam cara berpikir dan berinteraksi

dengan orang lain. Seringkali, memori jangka pendek, pikiran, kemampuan


(Kurniasih et al., 2021)
berbicara dan kemampuan motorik terpengaruh.

Menurut Joseph Gallow dalam (Abdillah, 2019) demensia adalah sindrom

yang di karakteristikkan dengan adanya kehilangan kapasitas intelektual,

melibatkan tidak hanya kognitif namun juga bahasa, kemampuan visospasial,

kepribadian, ingatan (memori).

Demensia adalah suatu sindrom yang dikarakteristikkan dengan adanya

kehilangan kapasitas intelektual melibatkan tidak hanya ingatan(memori),

namun juga kognitif, bahasa,kemampuan visuospasial, dan kepribadian


(Mujahidullah, 2012)

18
Ketiga pengertian tersebut dapat disimpulkan demensia adalah suatu

sindrom penyakit dengan gejala-gejala yang mengakibatkan perubahan pada

pasien dengan kehilangan kapasitas intelektual,melibatkan tidak hanya

kognitif namun juga bahasa, kemampuan visospasial, kepribadian, ingatan

(memori).

Demensia bukan merupakan bagian dari proses penuaan yang normal dan

bukan sesuatu yang pasti akan terjadi dalam kehidupan mendatang, demensia

dapat juga di sebabkan oleh bermacam-macam kelainan otak.

2. Klasifikasi Demensia

a. Demensia Degeneratif Primer (50-60%) Dikenal juga dengan nama

demensia tipe Alzheimer, adalah suatu keadaan yang meliputi perubahan

dari jumlah, struktur dan fungsi neuron di daerah tertentu dari korteks.
(Mujahidullah, 2012)

b. Demensia Multi Infark (10-20%) Demensia ini merupakan jenis kedua

terbanyak setelah penyakit Alzheimer. Bisa di dapatkan sendiri atau


(Mujahidullah, 2012)
dengan demensia jenis lain.

c. Demensia Sindroma Amnestik dan “Pelupa Benigna akibat penuaan”(20-

30%) Pada kedua keadaan diatas, gejala utamanya adalah gangguan

memori(daya ingat), sedangkan pada demensia terdapat gangguan pada


(Mujahidullah, 2012)
fungsi intelektual yang lain.

3. Etiologi Demensia

19
Menurut (Mujahidullah, 2012)Keadaan yang secara potensial reversible/bisa

dihentikan:

a. Intoksikasi (obat, termasuk alkohol, dan lain lain)

b. Infeksi susunan saraf pusat

c. Gangguan metabolic

d. Gangguan nutrisi

e. Gangguan vaskuler(demensia multi infark, dan lain-lain)

Penyakit degenerative progresif:

a. Tanpa gejala neurologic lain:

1) Penyakit Alzheimer

2) Penyakit pick

b. Dengan gangguan neurologic progresif:

1) Penyakit Parkinson

2) Penyakit hungtington

3) Kelumpuhan supranuklear progresif

4) Penyakit degenerative lain yang jarang didapat

Penyebab demensia yang reversible sangat penting untuk

diketahui, karena dengan pengobatan yang baik penderita dapat kembali

menjalankan hidup sehari-hari yang normal. Untuk mengingat berbagai

keadaan tersebut telah disebut suatu “jembatan keledai” sebagai berikut:

Drug (obat-obatan), Emotional (gangguan emosi, missal depresi, dan lain-

lain, Metabolik (endokrin), Eye and Ear (disfungsi mata dan telinga),

20
Nutrition, Tumor and trauma, Infection, Arterosclerotic( komplikasi

penyakit aterosklerosis, missal infark miokard, gagal jantung, dan lain-


(Mujahidullah, 2012)
lain) dan alkohol

4. Subtipe Demensia

a) Demensia tipe Alzheimer

Penyakit Alzheimer (PA) masih merupakan penyakit

neurodegeneratif yang tersering ditemukan (60-80%).Karateristik klinik

berupa berupa penurunan progresif memori episodik dan fungsi kortikal

lain. Gangguan motorik tidak ditemukan kecuali pada tahap akhir

penyakit. Gangguan perilaku dan ketergantungan dalam aktivitas hidup

keseharian menyusul gangguan memori episodik mendukung diagnosis

penyakit ini. Penyakit ini mengenai terutama lansia (>65 tahun)

walaupun dapat ditemukan pada usia yang lebih muda. Diagnosis klinis

dapat dibuat dengan akurat pada sebagian besar kasus (90%) walaupun

diagnosis pasti tetap membutuhkan biopsi otak yang menunjukkan

adanya plak neuritik (deposit βamiloid40 dan β-amiloid42) serta

neurofibrilary tangle (hypertphosphorylated protein tau). Saat ini terdapat

kecenderungan melibatkan pemeriksaan biomarka neuroimaging (MRI

struktural dan fungsional) dan cairan otak (β-amiloid dan protein tau)

untuk menambah akurasi diagnosis.


(Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, 2015)

b) Demensia vaskuler

21
Vascular cognitive impairment (VCI) merupakan terminologi

yang memuat defisit kognisi yang luas mulai dari gangguan kognisi

ringan sampai demensia yang dihubungkan dengan faktor risiko vaskuler.

Demensia Vaskuler adalah penyakit heterogen dengan patologi vaskuler

yang luas termasuk infark tunggal strategi, demensia multi-infark, lesi

kortikal iskemik, stroke perdarahan, gangguan hipoperfusi, gangguan

hipoksik dan demensia tipe campuran (PA dan stroke / lesi vaskuler)

Faktor risiko mayor kardiovaskuler berhubungan dengan kejadian

ateroskerosis dan DV. Faktor risiko vaskuler ini juga memacu terjadinya

stroke akut yang merupakan faktor risiko untuk terjadinya DV.CADASIL

(cerebral autosomal dominant arteriopathy 4 with subcortical infarcts and

leucoensefalopathy), adalah bentuk small vessel disease usia dini dengan

lesi iskemik luas white matter dan stroke lakuner yang bersifat herediter.
(Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf

c) Demensia Lewy Body dan Demensia Penyakit Parkinson

Demensia Lewy Body (DLB) adalah jenis demensia yang sering

ditemukan. Sekitar 15-25% dari kasus otopsi demensia menemui kriteria

demensia ini.Gejala inti demensia ini berupa demensia dengan fluktuasi

kognisi, halusinasi visual yang nyata (vivid) dan terjadi pada awal

perjalanan penyakit orang dengan Parkinsonism. Gejala yang mendukung

diagnosis berupa kejadian jatuh berulang dan sinkope, sensitif terhadap

neuroleptik, delusi dan atau halusinasi modalitas lain yang sistematik.

Juga terdapat tumpang tindih temuan patologi antara DLB dan

22
PA.Namun secara klinis orang dengan DLB cenderung mengalami

gangguan fungsi eksekutif dan visuospasial sedangkan performa memori

verbalnya relatif baik jika dibanding dengan PA yang terutama mengenai

memori verbal. Demensia Penyakit Parkinson (DPP) adalah bentuk

demensia yang juga sering ditemukan. Prevalensi DPP 23-32%, enam

kali lipat dibanding populasi umum (3-4%). Secara klinis, sulit

membedakan antara DLB dan DPP. Pada DLB, awitan demensia dan

Parkinsonism harus terjadi dalam satu tahun sedangkan pada DPP

gangguan fungsi motorik terjadi bertahun-tahun sebelum demensia (10-


(Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, 2015)
15 tahun).

d) Demensia Frontotemporal

Demensia Frontotemporal (DFT) adalah jenis tersering dari

Demensia Lobus Frontotemporal (DLFT). Terjadi pada usia muda (early

onset dementia/EOD) sebelum umur 65 tahun dengan rerata usia adalah

52,8 - 56 tahun. Karakteristik klinis berupa perburukan progresif perilaku

dan atau kognisi pada observasi atau riwayat penyakit. Gejala yang

menyokong yaitu pada tahap dini (3 tahun pertama) terjadi perilaku

disinhibisi, apati atau inersia, kehilangan simpati/empati, perseverasi,

steriotipi atau perlaku kompulsif/ritual, hiperoralitas/perubahan diet dan

gangguan fungsi eksekutif tanpa gangguan memori dan visuospasial pada

pemeriksaan neuropsikologi.Pada pemeriksaan CT/MRI ditemukan atrofi

lobus frontal dan atau anterior temporal dan hipoperfusi frontal atau

hipometabolism pada SPECT atau PET. Dua jenis DLFT lain yaitu

23
Demensia Semantik (DS) dan Primary Non-Fluent Aphasia (PNFA),

dimana gambaran disfungsi bahasa adalah dominan disertai gangguan

perilaku lainnya. Kejadian DFT dan Demensia Semantik (DS) masing-

masing adalah 40% dan kejadian PNFA sebanyak 20% dari total DLFT.
(Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, 2015)

e) Demensia campuran

Koeksistensi patologi vaskuler pada PA sering terjadi.

Dilaporkan sekitar 24-28% orang dengan PA dari klinik demensia yang

diotopsi.Pada umumnya pasien demensia tipe campuran ini lebih tua

dengan penyakit komorbid yang lebih sering. Patologi Penyakit

Parkinson ditemukan pada 20% orang dengan PA dan 50% orang dengan

DLB memiliki patologi PA.


(Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, 2015)

5. Manifestasi Klinis Demensia

Menurut (Mujahidullah, 2012) Garis besar manifestasi klinisnya adalah

sebagai berikut:

a. Perjalanan penyakit betahap

b. Tidak terdapat gangguan kesadaran

1) Stadium awal

Gejala stadium awal sering diabaikan dan disalahartikan sebagai usia

lanjut atau sebagai bagian normal dari proses otak menua oleh

anggota keluarga, dan orang terdekat penyandang demensia. Karena

24
proses berjalan sangat lambat, sulit sekali untuk menentukan kapan

proses ini dimulai. Gejala yang ditunjukan sebagi berikut:

a) Kesulitan dalam berbahasa

b) Mengalami kemunduran daya ingat secara bermakna

c) Disorientasi waktu dan tempat

d) Sering tersesat ditempat yang biasa dikenal

e) Kesulitan membuat keputusan

f) Kehilangan minat dalam hobi dan aktivitas

2) Stadium menengah

Proses penyakit berlanjut dan masalah menjadi semakin nyata. Pada

stadium ini, klien mengalami kesulitan melakukan aktivitas

kehidupan sehari-hari dan menunjukkan gejala sebagai berikut:

a) Sangat mudah lupa, terutama untuk peristiwa yang baru dan nama

orang.

b) Tidak dapat mengelola kehidupan sendiri tanpa timbul masalah.

c) Sangat bergantung pada orang lain.

d) Semakin sulit bicara.

e) Terjadi perubahan perilaku.

f) Sering tersesat, walaupun jalan tersebut telah dikenal (tersesat

dirumah sendiri).

3) Stadium lanjut Pada stadium ini, terjadi:

a) Ketidakmandirian dan inaktif yang total

b) Tidak mengenali lagi anggota keluarga(disorientasi personal).

25
c) Sukar memahami dan menilai peristiwa

d) Tidak mampu menemukan jalan disekitar rumah sendiri

e) Kesulitan berjalan

f) Mengalami inkontinesia(berkemih atau defekasi)

g) Akhirnya bergantung pada kursi roda/tempat tidur.

6. Faktor-faktor Resiko Demensia

a) Usia

Dapat dipahami jika angka kejadian demensia meningkat sesuai dengan

pertambahan usia; peningkatannya sekitar dua kali lipat setiap

pertambahan usia 5 tahun.Pada 14 Studi EURODEM dari 8 negara

Eropamenghasilkan prevalensi demensia mulai dari 0.4% pada pria dan

perempuan usia 60- 64 tahun sampai 22.1% pada pria dan 30.8% pada
(Wreksoatmodjo, 2014)
wanita berusia lebih dari 90 tahun.

b) Gender

Tidak terdapat perbedaan insidensi demensia akibat semua penyebab

antara laki-laki dan perempuan.Beberapa studi besar tidak menemukan

perbedaan insiden demensia Alzheimer maupun demensia vaskuler di

kalangan laki-laki dan perempuan.Meskipun demikian, dua meta analisis

menyimpulkan bahwa perempuan lebih cenderung menderita demensia

Alzheimer, khususnya di usia sangat lanjut. Asosiasi ini menetap

sekalipun dikoreksi mengingat perempuan mempunyai harapan hidup

26
lebih panjang.12,Sebaliknya laki-laki cenderung lebih berisiko menderita

demensia vaskuler dibandingkan perempuan, terutama di usia lebih

muda.Hal ini dapat karena ada faktor risiko seperti penyakit

kardiovaskuler yang lebih sering dijumpai di kalangan laki-laki.


(Wreksoatmodjo, 2014)

c) Genetik

Penyakit Alzheimer (AD) merupakan penyakit genetis heterogen;

dikaitkan dengan satu susceptibility (risk) gene dan tiga determinative

(disease) genes.Susceptibility (risk) gene yang diketahui ialah alel

apolipoprotein Eε4 (APOE ε4) di khromosom 19 pada q13.2.meskipun

adanya alel tersebut di individu asimtomatik tidak memprediksi AD di

kemudian hari.Ada satu jenis penyakit Alzheimer early-onset yang

sangat jarang; jenis yang diturunkan secara autosomal dominan ini

dikaitkan dengan mutasi di khromosom 1 (gen presenilin 2 –PS2) atau di

khromosom 14 (gen presenilin 1 – PS1), atau lebih jarang lagi, di


(Wreksoatmodjo, 2014)
khromosom 21.

d) Status Kesehatan (Hipertensi,Diabetes Melitus,Aritmi Jantung,dsb)

1) Hipertensi atau Tekanan darah tinggi di usia pertengahan dikaitkan

dengan mild cognitive impairment dan peningkatan risiko demensia

sebaliknya hipertensi di usia lanjut diasosiasikan dengan penurunan

risiko demensia.Selain itu telah diamati bahwa tekanan darah mulai

turun sekitar 3 tahun sebelum demensia didiagnosis dan terus

27
menurun pada penderita AD.Dari data ini bisa ditafsirkan bahwa

tekanan darah tinggi di usia pertengahan meningkatkan risiko

demensia di kemudian hari, sedangkan rendahnya tekanan darah di

usia lanjut dikaitkan dengan proses penuaan dan neuropatologi yang

menyertainya.Perbedaan risiko tersebut dapat karena tingginya

tekanan sistolik di usia pertengahan akan meningkatkan risiko

aterosklerosis,meningkatkan jumlah lesi iskemik substansia alba,juga

meningkatkan jumlah plak neuritik dan tangles di neokorteks dan

hipokampus serta meningkatkan atrofi hipokampus dan

amigdala.Masing-masing kelainan tersebut dapat berpengaruh negatif

terhadap fungsi kognitif. Sebaliknya, rendahnya tekanan darah dapat

diasosiasikan dengan peningkatan risiko gangguan kognitif dan

demensia karena perubahan neurodegeneratif akibat hipoperfusi otak.


(Wreksoatmodjo, 2014)

2) Diabetes melitus di usia pertengahan meningkatkan risiko mild

cognitive impairment,semua jenis demensia dan demensia

vaskuler,meskipun penemuan Curb dkk (1999) tidak

menyokong.Studi kasus-kontrol menunjukkan bahwa peningkatan

risiko dipengaruhi oleh onset yang lebih dini, lama dan beratnya

diabetes.Manfaat kontrol gula darah terhadap risiko demensia masih

belum dapat dipastikan. Studi observasional mendapatkan para

diabetik yang diobati lebih sedikit yang turun fungsi kognitifnya

dibandingkan dengan yang tidak diobati.Mekanisme hubungan

28
diabetes melitus dengan demensia belum diketahui pasti; agaknya

melibatkan beberapa proses yang saling berkaitan: proses vaskular,

metabolik dan proses oksidatif/inflamasi.Diabetes menyebabkan

gangguan sistem pembuluh darah, termasuk di otak; gangguan ini bisa

menyebabkan iskemi menghasilkan lesi subkortikal di substansia alba,

silent infarcts, dan atrofi yang pada MRI terlihat lebih sering dan berat

di kalangan penderita diabetes.Diabetes lebih dikaitkan dengan risiko

demensia vaskuler dibandingkan dengan demensia Alzheimer.55

Metabolisme Abeta56 dan tau-protein57 yang membentuk plak dan

kekusutan neuron di otak juga dapat dipengaruhi oleh kadar insulin.


(Wreksoatmodjo, 2014)

3) Aritmi Jantung Kejadian fi brilasi atrium dikaitkan dengan gangguan

fungsi kognitif maupun demensia, terutama di kalangan perempuan

dan usia <75 Tahun,fibrilasi atrium permanen pada usia lanjut

dikaitkan dengan nilai MMSE yang lebih rendah ,mungkin disebabkan

oleh lesi iskemik akibat mikroemboli,tetapi fibrilasi atrium sering

disertai dengan payah jantung yang menurunkan cardiac output dan

penyakit lain seperti diabetes melitus yang juga merupakan factor

resiko gangguan kognitif.


(Wreksoatmodjo, 2014)

e) Nutrisi

1) Mikronutrien : Vitamin B6, B12 dan asam folat dapat mengurangi

risiko gangguan kognitif dan demensia karena mengurangi

29
peningkatan kadar homosistein plasma, homosistein diketahui dapat

menyebabkan perubahan patologi melalui mekanisme vaskuler dan

neurotoksik langsung.Suplementasi B12 hanya menguntungkan

kalangan defisiensi B12, yang lebih sering ditemukan di kelompok

lanjut usia karena gangguan absorbsi akibat kondisi gastrik dan

masalah pencernaan lain.Tetapi Kwok dkk (2008) mendapatkan

bahwa suplementasi B12 selama 10 bulan tidak memperbaiki fungsi

kognitif di kalangan demensia yang defisiensi B12. Mengingat

radikal bebas dan kerusakan oksidatif juga diduga berperan pada

kelainan otak yang berhubungan dengan usia,asupan antioksidan

(misalnya vitamin C dan E) diharapkan bisa mengurangi risiko

gangguan kognitif dan demensia; tetapi laporannya masih saling

bertentangan. Vitamin C dan E dari diet dan suplemen diasosiasikan

dengan penurunan risiko AD.konsumsi buah dan sayuran di usia

pertengahan juga menurunkan risiko AD dan demensia.Tetapi ada

studi yang tidak menemukan asosiasi antara penggunaan zat

antioksidan di usia pertengahan maupun di usia lanjut dengan

kejadian demensia. Asupan lebih tinggi polifenol dari sari buah dan

sayuran dan flavonoid dari buah, sayuran, anggur merah dan teh

diasosiasikan dengan penurunan risiko demensia dan Alzheimer.

Coklat dan kakao juga mengandung flavonoid tinggi telah terbukti

memperbaiki kesehatan kardiovaskuler melalui mekanisme

menurunkan tekanan darah,meningkatkan sensitivitas

30
insulin,menurunkan LDL dan kolesterol,menurunkan reaktivitas

platelet,memperbaiki fungsi endotel dan menurunkan inflamasi yang

potensiil mempengaruhi kesehatan otak dan fungsi kognitif.

Mekanisme perlindungan antioksidan terhadap penurunan kognitif

dan demensia dapat berupa: meningkatkan cadangan

otak,mengurangi kejadian penyakit serebrovaskuler,mengurangi

stres oksidatif dan infl amasi yang berkontribusi pada proses

penuaan dan proses patologi yang dikaitkan dengan demensia.


(Wreksoatmodjo, 2014)

2) Makronutrien yang dikaitkan dengan demensia ialah lemak. Ada

asosiasi antara asupan lemak di usia pertengahan berasal dari olesan

roti dan susu dengan risiko demensia dan Alzheimer (AD) 21 tahun

kemudian asupan moderat (dibandingkan dengan asupan rendah)

lemak total dan lemak takjenuh (misal mentega, margarin)

diasosiasikan dengan penurunan risiko demensia dan AD, sedangkan

asupan moderat lemak jenuh dari olesan roti diasosiasikan dengan

peningkatan risiko.Orang yang mengkonsumsi ikan sedikitnya 1

kali/minggu 60% lebih kurang berisiko menderita Alzheimer

dibandingkan dengan mereka yang tak pernah/jarang mengkonsumsi

ikan.Satu studi acak terkontrol atas pengaruh minyak ikan (sumber

asam lemak tak jenuh termasuk EPA dan DHA) terhadap fungsi

kognitif tidak menghasilkan efek pada usia lanjut, tetapi ada sedikit

efek untuk beberapa aspek atensi di antara APOEe4 carrier dan

31
pria.Peranan lemak pada fungsi kognitif dan demensia diduga

melalui kolesterol, sedangkan studi di tikus menunjukkan

kemungkinan peranannya dalam deposisi amiloid.Konsumsi kafein

lebih tinggi dilaporkan mengurangi risiko penurunan kognitif di

kalangan perempuan, menurunkan risiko demensia; juga dikaitkan

dengan penurunan risiko demensia Alzheimer pada studi retrospektif

yang mengukur konsumsi kafein selama 20 tahun sebelum penilaian.

Efek menguntungkan kafein mungkin melalui mekanisme penurunan

produksi Abeta110 atau dengan meningkatkan kadar protein otak

yang penting dalam proses mengingat dan belajar seperti BDNF.


(Wreksoatmodjo, 2014)

f) Gaya Hidup (Merokok dan alcohol)

1) Merokok

Studi awal hubungan merokok dengan risiko demensia menunjukkan

efek protektif, tetapi studi longitudinal mendapatkan bahwa efek

tersebut disebabkan oleh survivor bias- lebih sedikit kalangan

perokok yang mencapai usia berisiko demensia. Pada studi atas pria

Jepang-Amerika, risiko gangguan kognitif lebih besar di kalangan

perokok dan mantan perokok dibandingkan dengan yang tak pernah

merokok,dan risiko AD lebih besar di kalangan perokok sedang dan

berat dibandingkan dengan perokok ringan.Metaanalisis asosiasi

merokok dengan demensia dan penurunan kognitif di studi

prospektif lain menunjukkan bahwa perokok aktif meningkat risiko

32
demensia dan penurunan kognitifnya dibandingkan dengan yang tak

pernah merokok; perbedaan risiko tidak pernah merokok dan mantan

perokok masih belum jelas karena masalah variasi di antara

studi.Asupan nikotin – zat adiktif utama dalam rokok – dapat

menguntungkan fungsi kognitif, terutama atensi, belajar dan daya

ingat (memori) dengan memfasilitasi pelepasan asetilkholin,

glutamat, dopamin, norepinefrin, serotonin dan GABA,tetapi

terpapar asap tembakau jangka panjang terbukti meningkatkan risiko

gangguan kognitif dan demensia di kemudian hari, termasuk

peningkatan infark otak silent, intensitas massa alba, kematian

neuron dan atrofi subkortikal. Merokok juga menurunkan kadar

antioksidan penangkap radikal bebas dalam sirkulasi, meningkatkan

respons infl amasi dan mengarah ke aterosklerosis yang

mempengaruhi permeabilitas sawar darah-otak, aliran darah otak dan

metabolisme otak.Merokok juga langsung mempengaruhi patologi


(Wreksoatmodjo, 2014)
demensia dengan meningkatkan jumlah plak.

2) Alkohol

Kebanyakan studi terdahulu terpusat pada efek negatif konsumsi

alkohol berlebihan; tetapi konsumsi alkohol ringan dan moderat –

dibandingkan dengan abstinensi dan konsumsi alkohol berat – dapat

menguntungkan kesehatan kognitif, termasuk lebih kecilnya

penurunan beberapa domain kognitif.Suatu meta analisis atas

asosiasi prospektif penggunaan alkohol dengan penurunan kognitif

33
dan demensia (termasuk Alzheimer dan demensia vaskuler)

menyimpulkan bahwa konsumsi ringan sampai moderat

diasosiasikan dengan penurunan risiko demensia; risiko demensia

vaskuler dan penurunan kognitif juga menurun tetapi tidak

bermakna.Studi konsumsi alkohol di usia pertengahan juga

menunjukkan efek protektif konsumsi alkohol moderat. Lebih lanjut,

ditemukan hubungan U-shape dan modifi kasi efek oleh ApoEe4 alel

di populasi Finlandia selama 23 tahun follow up.Mehlig dkk (2008)

melaporkan bahwa konsumsi anggur (wine) yang lebih sering, tetapi

bukan spirit dan bir, di usia pertengahan dikaitkan dengan insiden

demensia yang lebih rendah 34 tahun kemudian di kalangan

perempuan Swedia. Studi ini dan lainnya mendapatkan bahwa

keuntungan konsumsi alkohol moderat lebih besar atau terbatas di

kalangan perempuan, tetapi studi lain tidak menemukan hal

tersebut.Berlawanan dengan efek buruknya pada pemakaian akut dan

kronis, konsumsi alkohol moderat agaknya menguntungkan

kesehatan. Mekanismenya mungkin melalui penurunan beberapa

faktor risiko kardiovaskuler seperti meningkatkan HDL kolesterol,

memperbaiki sensitivitas insulin dan menurunkan reaksi infl amasi,

tekanan darah, faktor pembekuan darah, homosistein plasma,

hiperintensitas massa alba dan infark subklinis. Mekanisme potensial

lainnya termasuk meningkatnya pergaulan sosial yang dapat

meningkatkan cadangan otak, efek antioksidan dan flavonoid

34
antiamiloidogenik yang terkandung dalam anggur merah dan
(Wreksoatmodjo, 2014)
upregulasi asetilkholin hipokampus.

g) Trauma

Trauma kepala secara langsung mencederai struktur dan fungsi otak,

dan dapat mengakibatkan gangguan kesadaran, kognitif dan tingkah

laku.Studi kohort mendapatkan bukti kuat bahwa riwayat cedera

kepala meningkatkan risiko penurunan fungsi kognitif,risiko

demensia dan AD sesuai dengan beratnya cedera.Riwayat cedera

kepala disertai kesadaran menurun meningkatkan risiko AD 10 kali

lipat, sedangkan jika tanpa penurunan kesadaran risikonya 3 kali

lipat;selain itu mulatimbul Alzheimer lebih dini jika ada riwayat

hilang kesadaran lebih dari 5 menit.Sebuah studi kasus kontrol juga

menunjukkan risiko Alzheimer meningkat dalam 10 tahun pertama

setelah cedera kepala.Mekanismenya dianggap melalui kerusakan

sawar darah-otak, peningkatan stres oksidatif dan hilangnya neuron.


(Wreksoatmodjo, 2014)

h) Obesitas

Mengingat obesitas erat hubungannya dengan hipertensi, kolesterol

tinggi, dan diabetes melitus, beberapa studi mencoba mencari

hubungannya dengan demensia. Hasilnya tidak konsisten - studi

pada kelompok usia pertengahan umumnya menunjukkan

35
peningkatan risiko;sebaliknya, studi di usia lanjut menunjukkan

penurunan risiko AD.Mungkin ada situasi lain dengan asosiasi

nonlinear – adipositas di usia pertengahan meningkatkan risiko,

kemudian terdapat perubahan patofi siologi berkaitan dengan

demensia yang (juga) menurunkan indeks massa tubuh. Mekanisme

yang paling jelas ialah melalui peningkatan risiko hipertensi,

diabetes dan hiperkolesterolemi;tetapi perbaikan factor-faktor

tersebut ternyata tidak mengurangi asiosiasinya,menandakan

kemungkinan obesitas secara independen berisiko demensia.

Mekanismenya bisa akibat efek jaringan adiposa yang mensekresi

beberapa sitokin, hormon dan faktor pertumbuhan yang menembus

sawar darah otak mengingat jaringan adiposa diketahui merupakan

jaringan endokrin aktif. Disregulasi hormon leptin bersamaan

dengan proses penuaan dapat secara langsung mempengaruhi

degenerasi Alzheimer dengan meningkatkan deposisi Abeta di


(Wreksoatmodjo, 2014)
jaringan otak.

C. KONSEP OBESITAS

1. Pengertian Obesitas

Obesitas merupakan penumpukan lemak yang berlebihan akibat

ketidakseimbanganasupan energi (energi intake) dengan energi yang


(Sulistyowati et al., 2015).
digunakan (energi expenditure) dalam waktu lama

36
Obesitas adalah suatu kelainan yang ditandai dengan adanya

penimbunan secara berlebihan jaringan lemak dalam tubuh. Hal ini

dapat terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara energi yang masuk


(Saraswati et al., 2021)
dengan energi yang keluar.

Dari kedua Pengertian diatas disimpulkan bahwa obesitas adalah

penumpukan lemak yang berlebihan akibat ketidakseimbangan antara energi

yang masuk dengan energi yang keluar

2. Penentuan Obesitas

Penentuan obesitas ditegakkan berdasarkan anamnesis (wawancara),

pemeriksaan antropometri, dan deteksi dini komorbiditas yang dibuktikan

dengan pemeriksaan penunjang terkait.

a) Melakukan penilaian secara visual dan anamnesis

Anamnesis (wawancara) terkait obesitas untuk mencari tanda atau gejala

yang dapat membantu menentukan apakah seseorang mengalami atau

berisiko obesitas:

1) Adanya keluhan seperti mendengkur (snoring) dan nyeri pinggul

2) Gaya hidupyaitu pola/kebiasaan makan dan aktivitas fisik (baik di

rumah, sekolah, kantor, transportasi ke tempat kerja, waktu luang)

3) Riwayat keluarga yaitu orang tua dengan kelebihan berat badan dan

obesitas.

37
4) Riwayat mengonsumsi obat-obatan seperti obat untuk

menggemukkan badan, terapi hormonal tertentu, steroid, dll.

5) Riwayat sosial/psikologis misalnya stres.

6) Riwayat berat badan sebelumnya.

(Sulistyowati et al., 2015)

b) Pemeriksaan Antropometri

Pengukuran Indeks Massa Tubuh atau IMT adalah Pengukuran berat

badan dan tinggi badan dilakukan untuk mendapatkan nilai IMT yang

nantinya digunakan dalam menentukan derajat obesitas.


(Sulistyowati et al., 2015)

Adapun rumus yang digunakan untuk mengukur IMT adalah sebgai

berikut :

Indeks Massa Tubuh =


Berat Badan(Kg)
Tinggi Badan( M 2)
2.1 Tabel perhitungan indeks massa tubuh (IMT)

Sumber : Buku Pedoman Obesitas (Sulistyowati dkk., 2015)

WHO menetapkan angka cut off >29 untuk kategori obesitas pada LANSIA

dewasa lanjut usia.

Tabel 2.2 Status Gizi IMT (Kg/m2) Tabel

klasifikasi Berat badan kurang <18,5 nilai

obesitas
(Underweight)
berdasarkan IMT

Berat badan normal 18,5-25

Kelebihan berat badan 26-29

(overweight)

Obesitas ≥29
38
Sumber : Redefining Obesity WHO Western Pacific Region, 2000

Pengukuran IMT ini tidak dapat dilakukan pada orang hamil,


(Sulistyowati et al., 2015)
binaragawan, edema, dan ascites.

c) Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang dilaksanakan adalah pemeriksaan tekanan darah

dan denyut nadi. Pemeriksaan fisik ditujukan untuk mengetahui adanya

kondisi medis lain yang menyertai obesitas, sedangkan pemeriksaan

tekanan darah untuk mengetahui adanya hipertensi, dan pemeriksaan

denyut nadi untuk mengetahui ada tidaknya aritmia (gangguan irama


(Sulistyowati et al., 2015)
jantung).

d) Pemeriksaan Penunjang

1) Pemeriksaan penunjang yang sering digunakan untuk penentuan

obesitas adalah analisis komposisi tubuh. Untuk analisis ini

memerlukan alat khusus yaitu body composititon analyzer.


(Sulistyowati et al., 2015)

2) Untuk melihat komorbiditas penyakit yang disebabkan oleh obesitas

dibutuhkan pemeriksaan laboratorium yang mencakup pemeriksaan

glukosa darah puasa, kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol

HDL, trigliserida, SGOT, SGPT, asam urat, dan HbA1c


(Sulistyowati et al., 2015)

3. Etiologi

a) Faktor Genetik

39
Faktor genetik adalah faktor keturunan yang berasal dari orang tuanya.

Menurut penelitian, anak-anak dari orang tua yang mempunyai berat

badan normal ternyata mempunyai 10% risikoobesitas. Bila salah satu

orang tuanya menderita obesitas, maka peluang itu meningkat menjadi

40–50%. Dan bila kedua orang tuanya menderita obesitas maka peluang

faktor keturunan menjadi 70–80% (Purwati, 2001). Berdasarkan

penelitian Nugraha 2010, pencetus obesitas dari faktor genetik 30%,

namun demikian faktor keturunan sebenarnya belum terlalu jelas sebagai


(Sulistyowati et al., 2015)
penyebab obesitas.

b) Faktor lingkungan

1) Pola makan mencakup jumlah, jenis, jadwal makan, dan pengolahan bahan

makanan. Jumlah asupan energi yang berlebih secara kronis akan

menyebabkan kelebihan berat badan dan obesitas. Jenis makanan dengan

kepadatan energi yang tinggi (banyak mengandung lemak, gula, serta

kurang mengandung serat) turut menyebabkan ketidakseimbangan energi

(Gibney, 2009). Jadwal makan yang tidak teratur, tidak sarapan, dan suka

mengemil sangat berhubungan dengan kejadian obesitas. Teknik

pengolahan makanan dengan menggunakan minyak yang banyak, santan

kental, dan banyak gula berisiko terhadap peningkatan asupan energi.


(Sulistyowati et al., 2015)

2) Pola Aktivitas Fisik, pola aktivitas fisik sedentary (kurang gerak)

menyebabkan energi yang dikeluarkan tidak maksimal sehingga

meningkatkan risiko obesitas. Beberapa hal yang mempengaruhi

40
berkurangnya aktivitas fisik antara lain adanya berbagai fasilitas yang

memberikan berbagai kemudahan yang menyebabkan aktivitas fisik

menurun. Faktor lainnya adalah adanya kemajuan teknologi diberbagai

bidang kehidupan yang mendorong masyarakat untuk menjalani kehidupan

yang tidak memerlukan kerja fisik yang berat. Hal ini menjadikan jumlah

penduduk yang melakukan pekerjaan fisik sangat terbatas menjadi


(Sulistyowati et al., 2015)
semakin banyak

c) Faktor Obat-obatan dan Hormonal

1) Obat-obatan

Obat-obatan jenis steroid yang sering digunakan dalam jangka waktu

yang lama untuk terapi asma, osteoartritis dan alergi dapat menyebabkan

nafsu makan yang meningkat sehingga meningkatkan risiko obesitas.

Obat-obatan yang mengandung hormon untuk meningkatkan kesuburan

dan sebagai alat kontrasepsi berisiko menyebabkan penumpukan lemak

dalam tubuh sehingga dapat menimbulkan obesitas


(Sulistyowati et al., 2015)

2) Hormonal.

Hormonal yang berperan dalam kejadian obesitas antara lain adalah

hormon leptin, ghrelin, tiroid, insulin dan estrogen. Hormon leptin yang

dihasilkan oleh sel lemak berfungsi sebagai pemberi sinyal berhenti

makan. Leptin tidak berfungsi pada resistensi insulin walaupun kadar

leptinnya tinggi. Kurang tidur juga meningkatkan kadar kortisol yang

berdampak pada resistensi leptin sehingga sulit untuk berhenti makan.

41
Hormon leptin mempunyai peran dalam mengontrol nafsu makan. Jika

jumlahnya rendah maka seseorang sulit merasakan kenyang sehingga

keinginan makan menjadi lebih. Hormon ghrelin mempunyai peran

meningkatkan nafsu makan. Jika jumlahnya tinggi maka seseorang

mempunyai nafsu makan yang meningkat. Hormon estrogen mempunyai

peran dalam metabolisme energi, jika jumlah estrogen berkurang

terutama pada wanita menopause maka akan mengalami penurunan

metabolisme basal tubuh, sehingga mempunyai kecenderungan untuk


(Sulistyowati et al., 2015)
meningkat berat badannya

Hormon insulin bersifat anabolik dan menfasilitasi masuknya glukosa

dalam sel otot dan lemak. Jika asupan tinggi karbohidrat maupun lemak

(densitas energi tinggi) akan menstimulasi insulin sehingga memfasilitasi

energi tinggi tersebut menjadi lemak terutama lemak visceral. Dengan

membesarnya sel lemak visceral, akan meningkatkan derajat peradangan

(chronic low grade inflamation), yang berdampak pada resistensi


(Sulistyowati et al., 2015)
insulin

D. Hubungan Obesitas dengan Risiko Demensia

Menurut penelitian (Ma et al., 2020) bahwa kelebihan berat badan atau

obesitas dikaitkan dengan tingkat kejadian demensia yang lebih tinggi,Peneliti

menemukan kejadian demensia yang lebih tinggi terlebih pada lansia wanita

dengan obesitas.

42
Patofisiologi yang mendasari kejadian demensia pada individu obesitas

belum jelas terungkap.Penelitian menunjukan bahwa kelebihan berat badan atau

obesitas dikaitkan dengan tingkat risiko kejadian demensia yang lebih tinggi,

Penelitian lain menyebutkan banyak faktor yang menghubungkan antara obesitas

dengan risiko demensia di antaranya termasuk kondisi komorbid yang timbul dari

obesitas seperti resistensi insulin diabetes, hipertensi dan penyakit kardiovaskular

yang memiliki konsekuensi negatif pada otak. BMI yang tinggi meningkatkan

risiko demensia karena senyawa hormonal bioaktif yang disekresikan oleh


(Anjum et al., 2018)
jaringan adiposa.

Mekanisme potensial yang menghubungkan obesitas dengan penyakit


demensia yang ditandai dengan menurunnya fungsi kognitif meliputi
hyperinsulinemia,advanced glycosylation products,hormon turunan adiposity
(Adipokin dan Cytokines),dan pengaruh lemak pada resiko penyakit vascular dan
serebrovaskular. (Luchsinger & Gustafson, 2009)
a) Hiperinsulinemia
Salah satu konsekuensi utama dari obesitas adalah resitensi insulin dan
hyperinsulinemia.Insulin dapat melewati sawar darah dari perifer ke system saraf
pusat dan bersaing dengan Aß(Amyloid ß) untuk enzim penurun insulin ( Insulin
Degrading Enzyme) dalam otak,termasuk pada hippocampus.Insulin juga
diproduksi dalam otak ,dan mungkin memiliki efek yang bermanfaat pada
pembersihan amyloid.Hiperinsulinemia perifer dapat menghambat produksi
insulin otak yang akan mengganggu pembersihan amyloid dan tingginya resiko
penyakit demensia (Luchsinger & Gustafson, 2009)
b) Advanced glycosylation end products (AGEs)
AGEs merupakan hasil dari terganggunya toleransi glukosa dan diabetes ,yang
mana sering mendampingi atau mengikuti tingginya lemak dan bertanggung
jawab terhadap kerusakan akhir organ.AGEs dapat diidentifikasi secara
immunohistochemically dalam plak senile dan kekusutan neurofibrialis sebgai

43
penanda utama dari penyakit demensia.Selanjutnya ,reseptor AGEs telah
ditemukan pada permukaan spesifik reseptor untuk Amyloid ß .Sehingga secara
potensial memfasilitasi keruakan neuron. (Luchsinger & Gustafson, 2009)
c) Adipokin dan Cytokines
Jaringan lemak aktif menghasilkan rangkaian substansi yang penting dalam peran
metabolisme (adipokin),dan proses inflamasi (cytokines).Adipokin meliputi
adiponectin,leptin,dan resistin dan cytokines yang meliputi Tumor Necrosis
factor-α dan interleukin-6 (IL-6).Semuanya berhubungan dengan resistensi insulin
dan hyperinsulinemia (Luchsinger & Gustafson, 2009) .Peran cytokine seperti IL-6
berhubungan dengan penurunan kognitif dan meningkatkan risiko demensia yang
berpengaruh secara langsung terhadap pembuluh darah atau dapat melewati sawar
darah otak dan mengganggu homeostatis dalam otak dimana individu dengan
obesitas memiliki level cytokine lebih tinggi daripada individu dengan berat
normal

d) Faktor risiko vascular dan penyakit serebrovaskular


Penyakit serebrovaskuler dan stroke berhubungan dengan tingginya risiko dari
penyakit Alzheimer.Belum jelas bagaimana aksi langsung penyakit
serebrovaskuler pada amyloid.Penyakit serebrovaskuler mungkin menyebabkan
kerusakan otak sebagai tambahan dalam toksisitas neuro
amyloid.Obesitas ,hyperinsulinemia,dan diabetes serta factor risiko vascular
seperti hipertensi dan dyslipidemia berhubungan dengan tingginya risiko penyakit
serebrovaskuler.Oleh karena itu,obesitas mungkin mempengaruhi penurunan
fungsi kognitif secara tidak langsung melalui factor risiko vascular dan penyakit
serebrovaskuler (Luchsinger & Gustafson, 2009)

44
E. Kerangka Teori Faskes
RT

Populasi Masyarakat

Obsitas

Masyarakat usia anak, Lansia


remaja dan dewasa

Resiko dimensia

Karakteristik : usia, JK, dll

Obesitas

Formulir Isian data Berat badan ,tinggi badan dan


hasil perhitungan IMT

YA,OBESITAS IMT >29 TIDAK,


Kegemukan IMT 26-29
Normal : 18,5-25
Kurus : <18,5
Menghambat produksi insulin otak

45
RISIKO KEJADIAN DEMENSIA Terdiri dari 11 pertanyaan dengan
Aspek;
1. Atensi dan konsentrasi
2. Orientasi
KUESIONER Mini Mental State Examination (MMSE) 3. Bahasa
4. Memori
5. Visuospasial
6. Fungsi eksekutif
7. Kalklulasi
YA,Berisiko hasil skor TIDAK Berisiko hasil
MMSE : <24 skor MMSE
Skema : 24-30
2.1 Kerangka Teori

Sumber : Blondell (2014),FRICK ET AL (2009),Heather et al (2012),Kawamura et al (2012),Luchsinger et al

(2009),Novak & Ilhab (2010),Pinilla & Charles (2013),Wu et al (2011),Yao et al (2009).

F. KERANGKA KONSEP

Penelitian ini mengkaji dua variable yang terdiri dari satu variable bebas

(independent) yakni obesitas serta satu variable terikat (dependen) yakni Risiko

demensia pada lansia.Hubungan antara variable bebas dan terikat digambarkan

dalam kerangka konsep dibawah ini .

Variabel Independen Variabel Dependen

OBESITAS RISIKO DEMENSIA

Skema 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep penelitian tentang hubungan obesitas dengan risiko kejadian demensia pada lanjut usia di

RT 01-03 RW 07 Margamulya Bekasi

G. HIPOTESIS

46
Ho : Tidak Ada hubungan antara obesitas dengan risiko kejadian demensia pada

lanjut usia di RT 01-03 RW 07 Margamulya Bekasi

Ha : Ada hubungan antara obesitas dengan risiko kejadian demensia pada lanjut

usia di RT 01-03 RW 07 Margamulya Bekasi

BAB III

METODE PENELITIAN

A. JENIS DAN RANCANGAN PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan studi analitik kuantitatif dengan

menggunakan metode cross sectional.Penelitian ini dilakukan pada bulan juni

hingga September tahun 2023 di wilayah RT 01-03 RW 07 Kelurahan

margamulya Kecamatan Bekasi Utara Kota Bekasi.Alasan peneliti memilih di

wilayah di RT 01 RW 07 Kelurahan Margamulya Kecamatan Bekasi Utara

sebagai lokasi penelitian karena terdapat banyak jumlah lansia dengan obesitas

yang tidak mengetahui dampak obesitas terhadap fungsi kognitif seperti

demensia,lokasi yang terjangkau dan belum pernah dilakukan penelitian tentang

hubungan obesitas dengan risiko kejadian demensia pada lanjut usia di tempat

tersebut.

47
B. POPULASI DAN SAMPEL

1. Populasi

Populasi adalah merupakan wilayah generalisasi yang terdiri dari obyek/subyek

yang memiliki kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti

untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya


(Siyoto & Sodik, 2015).
Populasi dalam penelitian ini adalah Seluruh lanjut usia yang berada di

RT 01-03 RW 07 Kelurahan Margamulya Kecamatan Bekasi Utara kota Bekasi

berjumlah 152 lansia.

2. Sampel

a) Teknik Pengambilan sampel

Teknik dalam pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah purposive

proportional random sampling. Purposive sampling menurut Sugiyono

adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono,

2012 : 68). Adapun langkah-langkah untuk mengambil subjek yang

menjadi sampel ini dilakukan dengan cara:

1) Menentukan Rukun Tetangga (RT) yang akan dijadikan tempat

penelitian dengan pertimbangan banyaknya jumlah lansia dengan

obesitas di RW 07 Kelurahan Margamulya Kecamatan Bekasi Utara

Kota Bekasi

2) Menentukan subjek yang akan dijadikan responden dalam penelitian

ini adalah warga Kelurahan Margamulya Kecamatan Bekasi Utara

48
Kota Bekasi dengan kriteria laki-laki dan perempuan yang sudah

berusia ≥60 tahun,tanpa penyakit kronik. Menurut Suharsimi Arikunto

(2010: 95), jika peneliti mempunyai beberapa ratus subjek dalam

populasi, mereka dapat menentukan kurang lebih 25-30% dari jumlah

subjek tersebut. Jika jumlah anggota subjek dalam populasi hanya

meliputi antara 100 hingga 150 orang, dan dalam pengumpulan data

peneliti menggunakan angket, sebaiknya subjek sejumlah itu diambil

seluruhnya. Dalam penelitian ini, peneliti mengambil sampel yang

memenuhi kriteria secara acak sebanyak 40% dari tiap-tiap RT

(Rukun Tetangga) dimana terdapat lansia obesitas tanpa penyakit

kronik. Dalam proportional random sampling, penentuan anggota

sampel peneliti mengambil wakil-wakil dari tiap-tiap kelompok yang

ada dalam populasi yang jumlahnya disesuaikan dengan jumlah

anggota subjek yang ada dalam masing-masing kelompok tersebut

(Suharsimi Arikunto, 2007:98).

No RT Jumlah Lansia Sampel

1 RT 01 54 21

2 RT 02 46 18

3 RT 03 52 20

Jumlah 152 59

3) Sampel

49
Sampel merupakan sebagian dari jumlah dan karakteristik yang

dimiliki oleh populasinya, ataupun bagian kecil dari anggota populasi

yang diambil menurut prosedur tertentu sehingga dapat mewakili


(Siyoto & Sodik, 2015)
populasinya . Pada penelitian ini, sampel yang

diambil dari populasi menggunakan purposive sampling. Purposive

sampling adalah teknik pengambilan data dengan pertimbangan

tertentu (Sugiyono, 2012: 218). Kriteria yang digunakan dalam

penelitian ini yaitu laki-laki dan perempuan berusia ≥60 tahun dengan

obesitas dan tanpa penyakit kronik di RT 01-03 RW 07 Kelurahan

Margamulya Bekasi pada bulan Mei 2023 didapatkan jumlah sampel

lanjut usia dengan obesitas dan tanpa penyakit kronik sebanyak 35

lansia.

C. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah RT 01-03 RW 07 Kelurahan Margamulya

Kecamatan Bekasi Utara Kota Bekasi pada Bulan juni-September Tahun 2023.

D. Variabel Penelitian

Variabel Penelitian Variabel bebas (Independent Variable) dan variabel terikat

(Dependent Variable) pada penelitian ini ditentukan sebagai berikut:

1. Variabel Bebas (Independent Variable)

Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab

perubahannya atau timbulnya variabel terikat. Dalam penelitian ini, yang

menjadi variabel bebas adalah Obesitas

2. Variabel Terikat (Dependent Variable)

50
Variabel terikat adalah variabel yang di pengaruhi atau yang menjadi akibat,

karena adanya variabel bebas. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel

terikat adalah Risiko Kejadian Demensia.

No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Operasional Ukur

1 Obesitas Nilai yang Pengukurang -timbangan berat Indeks massa tubuh ordinal

diambil menggunakan alat badan dengan dalam kg/m2 dengan

melalui hasil bantu hitung ketelirian 0,1 kg kriteria

perbandingan kalkulator dengan -alat pengukur tinggi kurus IMT <18

berat badan membagi nilai berat badan dengan normal IMT 18,5-25

(kg) badan (kg) dengan ketelitian 0,1cm overweight IMT 26-

responden tinggi badan 29

dengan tinggi responden (m2) obesitas IMT >29

badan (m2)

responden

2. Risiko Kemampuan Memberikan -kuesioner paten Skor fungsi kognitif

Demensia responden pertanyanyaan sesuai MMSE (Mini Mental diperoleh, Analisa

yang terdiri State) Skor tertinggi : 30 bivariat

dari aspek -kuesioner ini terdiri Skor terendah : 0 (rasio)

atensi dan dari 11 item

konsentrasi,or pertanyaan Dengan kriteria

51
ientasi,Bahasa Tidak Berisiko

,memori,visuo Demensia skor 24-30

spasial,fungsi Berisiko demensia

eksekutif,dan skor <24

kalkulasi

E. Definisi Operasional

Tabel 3.1 Tabel Definisi Operasional

Salah satu unsur yang membantu komunikasi antar penelitian adalah definisi

operasional, yaitu merupakan petunjuk tentang bagaimana suatu variabel diukur.

Dengan membaca definisi operasional dalam suatu penelitian, seorang peneliti

akan mengetahui pengukuran suatu variabel, sehingga peneliti dapat mengetahui


(Siyoto & Sodik, 2015)
baik buruknya pengukuran tersebut.

F. Jenis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini yakni data primer. Data primer

adalah data atau informasi utama yang berhubungan langsung dengan obyek

penelitian yang diperoleh langsung dari sumber utama obyek penelitian,Data

primer juga diartikan data utama yang diperoleh dari sumber utama dalam

penelitian ini yaitu responden.

G. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan pada bulan Mei-September Tahun 2023.Data

yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh melalui

wawancara dengan menggunakan kuesioner mengenai fungsi kognitif dan

52
pengukuran indeks massa tubuh serta lingkar pinggang pada lansia.Terdapat

beberapa tahap yang dilakukan dalam pengambilan data dalam penelitian

ini,yakni:

1. Setelah proposal penelitian disetujui oleh pengguji,peneliti mengajukan surat

permohonan izin penelitian ke Prodi Keperawatan STIKes Medistra

Indonesia

2. Peneliti menyerahkan surat permohonan izin penelitian kepada pihak

Kelurahan Margamulya untuk pembuatan surat rekomendasi penelitian ke

pihak Ketua RT 01-03 dan Ketua RW 07 Kelurahan Margamulya Kecamatan

Bekasi Utara Kota Bekasi

3. Setelah persyaratan izin penelitian dan proposal penelitian disetujui dan surat

rekomendai penelitian selesai dibuat kemudian surat rekomendasi penelitian

diserahkan kepada pihak Ketua RT 01-03 dan Ketua RW 07 Kelurahan

Margamulya Kecamatan Bekasi Utara Kota Bekasi.

4. Pihak Ketua RT dan RW menerima dan menyetujui ,selanjutnya peneliti

melakukan koordinasi dengan Kader desa untuk mendapatkan calon

responden sesuai dengan kriteria inklusi

5. Setelah mendapatkan calon responden sesuai dengan kriteria yang telah

ditentukan,peneliti menjelaskan tujuan dan manfaat serta informasi berkaitan

dengan penelitian,selanjutnya responden diberikan lembar persetujuan untuk

menjadi responden.

6. Setelah responden menandatangani lembar persetujuan,responden mengisi

kuesioner data demografi kemudian dilakukan pengukuran berat badan,tinggi

53
badan.Selanjutnya responden mengisi kuesioner MMSE dibantu dengan

wawancara oleh peneliti.

7. Hasil pengukuran berat badan,tinggi badan ,lingkar pinggang serta kuesioner

MMSE yang telah terisi selanjutnya diolah dan dianalisis oleh peneliti

H. Instrumen Penelitian

Peneliti menggunakan Lembar isian data responden dan hasil pengukuran

IMT,serta instrument penelitian berupa Instrumen Test untuk memperoleh data

atau informasi dari responden.Instrumen Test adalah berupa serentetan

pertanyaan, lembar kerja, atau sejenisnya yang dapat digunakan untuk mengukur

pengetahuan, keterampilan, bakat, dan kemampuan dari subjek penelitian


(Siyoto & Sodik, 2015)

Instrumen pengumpulan data terdiri dari 3 bagian,yaitu :

1. Bagian A : Berupa pertanyaan mengenai data demografi responden yang terdiri

dari inisial responden ,usia,dan jenis kelamin .

2. Bagian B : Berupa hasil gambaran obesitas pada responden yang meliputi Hasil

pengukuran IMT yang didapat melalui hasil pembagian dari berat badan dalam

kilogram (kg) tinggi badan (m2),Indeks Massa Tubuh (IMT) (Kg/m2).

3. Bagian C : Berupa instrumen Test Mini Mental State Examination

(MMSE).MMSE merupakan metode pemeriksaan untuk menilai fungsi kognitif

dan telah banyak digunakan oleh para klinisi untuk praktek klinik maupun

penelitian.MMSE diperkenalkan oleh Folstein tahun 1975,MMSE digunakan

54
secara luas sebagai pemeriksaan yang sederhana dan cepat untuk mencari

kemungkinan munculnya deficit kognitif sebagai tanda demensia (Kaplan et


Cahyaningrum, 2015
al,1997,dalam ).

MMSE terdiri dari 11 pertanyaan tentang: orientasi waktu, orientasi tempat,

regristasi, kalkulasi dan perhatian, mengingat, bahasa (penamaan benda,

pengulangan kata, perintah tiga langkah, perintah menutup mata, perintah menulis

kalimat, perintah menyalin gambar/ kemampuan visuospasial). Jumlah skor

maksimal adalah 30 (tiga puluh)..Adapun penilaian fungsi kognitif berdasarkan

skor MMSE adalah sebagai berikut :

Skor MMSE Fungsi kognitif

24-30 Tidak Berisiko Demensia

<24 Berisiko Demensia

Tabel 3.2 Penilaian skor demensia menggunakan MMSE

Sumber :
Panduan Praktik Klinik Diagnosis dan Penatalaksanaan Demensia (Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, 2015)

I. UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS

1. Uji validitas

Validitas merupakan uji coba pertanyaan penelitian dengan tujuan untuk

melihat sejauh mana responden mengerti akan pertanyaan yang dajukan


(Hafni Sahir, 2021)
peneliti .Di Indonesia instrument MMSE telah di uji
(Widia Komala et al., 2021)
validitasnya oleh didapatkan hasil uji validitas

MMSE didapatkan nilai r: 0.776 lebih tinggi dari nilai p (0,001) sehingga

dinyatakan kuesioner MMSE valid.

55
2. Reliabilitas

Reliabilitas adalah menguji kekonsistenan jawaban responden. Reliabilitas

dinyatakan dalam bentuk angka, biasanya sebagai koefisien, semakin tinggi

koefisien maka reliabilitas atau konsitensi jawaban responden tinggi


(Hafni Sahir, 2021)
.

Reliabilitas untuk instrument MMSE telah diuji oleh


(Widia Komala et al., 2021)
dengan uji Pearson coefficient didapatkan uji reliabilitas MMSE nilai r:

0,827 sehingga dinyatakan kuesioner MMSE Reabel.

J. PENGOLAHAN DATA

Penelitian ini menggunakan Teknik pengolahan data yang meliputi :

1. Melakukan edit (Editing)

Editing merupakan upaya untuk memeriksa Kembali kebenaran data yang

diperoleh.Data perlu diedit untuk memudahkan pengolahan data

selanjutnya.Hal yang perlu diperhatikan dalam mengedit meliputi kelengkapan

pengisian,kejelasan tulisan,kejelasan makna,kesesuaian dan konsistensi antar

jawaban

2. Pemberian kode (Coding)

56
Coding adalah usaha memberi kode-kode tertentu pada jawaban

responden.Coding merupakan pemberian kode numerik (angka) terhadap data

yang terdiri atas beberapa kategori.

a) Usia responden

U1 : usia 60-74 tahun =lansia

U2 : usia 75-90 tahun : Lansia tua

U3 :>90 tahun : usia sangat tua

b) Jenis Kelamin

L : Laki-laki

P : Perempuan

c) Pengukuran obesitas (Indeks Massa Tubuh)

O1 :Obesitas tingkat 1

O2 :Obesitas tingkat 2

d) Pengkajian Demensia

TB : Tidak berisiko

B : Berisiko

3. Memasukkan data (Entry data)

Entry data adalah kegiatan memasukkan data dari kuesioner kedalam program

computer agar dapat dianalisis,kemudian membuat distribusi frekuensi

sederhana atau bisa juga dengan membuat table kontingensi

4. Pengecekan Kembali data (Cleaning data)

57
Pembersihan data merupakan kegiatan pengecekan Kembali data yang sudah

dimasukkan kedalam computer untuk memastikan dan telah bersih dari

kesalahan sehingga data siap dianalisa.

K. ANALISA DATA

1. Analisis univariat

Analisis univariat merupakan analisis tiap variable yang dinyatakan dengan

menggambarkan dan meringkas data dengan cara ilmiah dalam bentuk table

atau grafik.Analisa univariat diperlukan untuk menjelaskan atau

mendeskripsikan data secara sederhana.Variabel pada penelitian ini meliputi

data demografi (Usia dan jenis kelamin),gambaran antropomerti pada

58
individu yang diukur melalui IMT dan variable dependen (terikat) yaitu risiko

kejadian demensia lanjut usia.

2. Analisis bivariat

Analisa bivariat diperlukan untuk menjelaskan hubungan dua variable yaitu

antara variable independent dengan variable dependen,yakni hubungan

obesitas dengan Risiko kejadian demensia di RT 01-03 RW 07 Kelurahan

Margamulya Kecamatan Bekasi Utara Kota Bekasi ,dimana obesitas

merupakan predictor terkait risiko penyakit yang tepat yang dihubungkan

dengan demensia pada lanjut usia.

L. Etika penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip etika penelitian


(Hidayat, 2015)
meliputi :

1. Informed Consent

Sebelum melakukan penelitian, peneliti memberikan penjelasan kepada

responden tentang penelitian yang akan dilakukan untuk mengetahui tujuan

penelitian secara jelas. Jika responden setuju maka diminta untuk mengisi

59
lembar persetujuan dan menandatanganinya, dan sebaliknya jika responden tidak

bersedia, maka peneliti tetap menghormati hak - hak responden.

2. Anominity

Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden, peneliti tidak mencantumkan

nama responden pada lembar kuesioner, lembar tersebut hanya diberi inisial atau

kode tertentu.

3. Confidentiality

Artinya bahwa informasi yang telah dikumpulkan dari responden dijamin

kerahasiaannya oleh peneliti. Responden diberikan jaminan bahwa data yang

diberikan tidak akan berdampak terhadap kondite dan pekerjaan. Data yang

sudah diperoleh oleh peneliti disimpan dan dipergunakan hanya untuk pelaporan

penelitian ini serta selanjutnya dimusnahkan.

DAFTAR PUSTAKA

Abdillah, A. (2019). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Perilaku Pencegahan Demensia


Pada Lansia.

Al-Finatunni’mah, A., & Nurhidayati, T. (2020). Pelaksanaan Senam Otak untuk Peningkatan
Fungsi Kognitif pada Lansia dengan Demensia. Ners Muda, 1(2), 139.
https://doi.org/10.26714/nm.v1i2.5666

Anjum, I., Fayyaz, M., Wajid, A., Sohail, W., & Ali, A. (2018). Does Obesity Increase the Risk of
Dementia: A Literature Review. Cureus. https://doi.org/10.7759/cureus.2660

60
Cahyaningrum, N. sari. (2015). HUBUNGAN LINGKAR PINGGANG DENGAN FUNGSI KOGNITIF
PADA LANJUT USIA WANITA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA (PSTW) BUDI MULIA 1
DAN 3 JAKARTA.

Hafni Sahir, S. (2021). Metodologi Penelitian. Penerbit KBM Belajar.


www.penerbitbukumurah.com

Hidayat, A. A. (2015). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Salemba. In Ilmu


Keperawatan Dan Keperawatan.

Kurniasih, U., Studi, P., Keperawatan, I., Tinggi, S., Cirebon, I. K., Wahyuni, N. T., Kesehatan, I.,
Fa’riatul Aeni, C. H., Masyarakat, K., Suzana, C., Giri, I., Sekolah, M., Ilmu, T., Cirebon, K.,
& Fuadah, A. (2021). HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN DEMENSIA PADA
LANSIA. 12(2), 102. https://doi.org/10.38165/jk

Lavida, T., R, R. S., Tinggi, S., Kesehatan, I., & Kemuliaan, B. (2023). Edukasi Gizi Sehat Menuju
Lansia Berkualitas di RW.16-2 Kebon Melati Jakarta Pusat.
https://journals.upi-yai.ac.id/index.php/MediaAbdimas/issue/view/140

Livingston, G., Huntley, J., Sommerlad, A., Ames, D., Ballard, C., Banerjee, S., Brayne, C., Burns,
A., Cohen-Mansfield, J., Cooper, C., Costafreda, S. G., Dias, A., Fox, N., Gitlin, L. N.,
Howard, R., Kales, H. C., Kivimäki, M., Larson, E. B., Ogunniyi, A., … Mukadam, N. (2020).
Dementia prevention, intervention, and care: 2020 report of the Lancet Commission.
The Lancet, 396(10248), 413–446. https://doi.org/10.1016/S0140-6736(20)30367-6

Luchsinger, J. A., & Gustafson, D. R. (2009). Adiposity and Alzheimer’s disease. In Current
Opinion in Clinical Nutrition and Metabolic Care (Vol. 12, Issue 1, pp. 15–21). NIH Public
Access. https://doi.org/10.1097/MCO.0b013e32831c8c71

Ma, Y., Ajnakina, O., Steptoe, A., & Cadar, D. (2020). Higher risk of dementia in English older
individuals who are overweight or obese. International Journal of Epidemiology, 49(4),
1353–1365. https://doi.org/10.1093/ije/dyaa099

Mujahidullah, K. (2012). Keperawatan Gerontik (1st ed.). Pustaka Pelajar.

Noor, C. & M. ,Lie. (2020). Hubungan antara aktivitas fisik dengan fungsi kognitif pada lansia.
Hubungan Antara Aktivitas Fisik Dengan Fungsi Kognitif Pada Lansia.
https://doi.org/10.18051/JBiomedKes.2020

Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. (2015). PANDUAN PRAKTIK KLINIK Diagnosis
dan Penatalaksanaan Demensia PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS SARAF INDONESIA
Januari 2015. http://www.perdossi.or.id

Saraswati, S. K., Rahmaningrum, F. D., Pahsya, M. N. Z., Paramitha, N., Wulansari, A.,
Ristantya, A. R., Sinabutar, B. M., Pakpahan, V. E., & Nandini, N. (2021). Literature
Review : Faktor Risiko Penyebab Obesitas. MEDIA KESEHATAN MASYARAKAT
INDONESIA, 20(1), 70–74. https://doi.org/10.14710/mkmi.20.1.70-74

Siyoto, S., & Sodik, M. A. (2015). Dasar Metodologi Penelitian. Literasi Media Publishing.

61
Sulistyowati, L. S., Andinisari, S., & dkk. (2015). PEDOMAN UMUM PENGENDALIAN OBESITAS.

Widia Komala, D., Novitasari, D., Kurnia Sugiharti, R., Awaludin, S., Keperawatan Program
Sarjana, P., Kesehatan, F., Harapan Bangsa, U., Keperawatan Anestesiologi Program
Sarjana Terapan, P., Kebidanan Program Diploma Tiga, P., Keperawatan, P., Ilmu-Ilmu
Kesehatan, F., & Jenderal Soedirman, U. (2021). Mini-mental State Examination Untuk
Mengkaji Fungsi Kognitif Lansia. Jurnal Keperawatan Malang, 6(2).
https://jurnal.stikespantiwaluya.ac.id/

Widiyawati, W., & Jerita, D. (2020). Keperawatan Gerontik. Literasi Nusantara.

Wreksoatmodjo, B. R. (2014). Beberapa Kondisi Fisik dan Penyakit yang Merupakan Faktor
Risiko Gangguan Fungsi Kognitif. http://data.

LAMPIRAN
62
63
64
PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Yang bertanda tangan dibawah ini:


Nama : Risma Yunita
NPM : 22.156.01.12.013
Pekerjaan : Mahasiswa STIKes Medistra Indonesia
Alamat : Jln Nakula No.10 RT 03 RW 07,Margamulya,Bekasi Utara,Kota
Bekasi
Bermaksud akan melakukan penelitian mengenai “Hubungan Obesitas
dengan Risiko Kejadian Demensia pada Lansia di RT 01-03 RW 07 Margamulya
Bekasi Tahun 2023”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis apakah ada
hubungan obesitas dengan risiko kejadian demensia pada lansia. Manfaat dari
penelitian ini untuk menambah pengetahuan dan wawasan masyarakat,pemerintah
daerah dan perkembangan ilmu keperawatan dalam mencegah demensia pada
lansia.
Prosedur penelitian membutuhkan waktu sekitar 10-15 menit untuk
mengisi lembar isian demografi,penimbangan berat badan,tinggi
badan,perhitungan Indeks Massa Tubuh (IMT) dan pengisian kuesioner MMSE
berisikan 11 Pertanyaan yang akan diberikan oleh peneliti. Pengisian kuesioner
menggunakan lembar isian pertanyaan mengenai fungsi kognitif untuk menilai
apakah berisiko demensia atau tidak berisiko.
Penelitian ini tidak akan menimbulkan akibat yang dapat merugikan anda
sebagai responden. Kerahasiaan semua informasi akan terjaga dan dipergunakan
hanya untuk kepentingan penelitian. Apabila anda tidak bersedia menjadi
responden maka tidak ada ancaman bagi anda dan keluarga. Apabila anda
bersedia menjadi responden dalam penelitian ini, maka saya mohon kesediaannya
untuk menandatangani lembar persetujuan yang saya lampirkan dan menjawab
semua pertanyaan yang saya sertakan. Atas kesediannya menjadi responden saya
ucapkan terima kasih.
Bekasi, 10 Juni 2023
Risma Yunita

65
PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:


Nama :
Usia :
Alamat:
Menyatakan bersedia menjadi responden penelitian ini dalam keadaan sadar, jujur
dan tidak ada paksaan dalam penelitian dari:
Nama : Risma Yunita
NPM : 22.156.01.12.013
Judul : Hubungan Obesitas dengan Risiko Kejadian Demensia pada Lansia
di RT 01-03 RW 07 Margamulya Bekasi Tahun 2023.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan Obesitas dengan Risiko
Kejadian Demensia pada Lansia di RT 01-03 RW 07 Margamulya Bekasi Tahun
2023 . Prosedur ini tidak menimbulkan dampak atau resiko apapun pada resonden
penelitian. Kerahasiaan akan dijamin sepenuhnya oleh peneliti. Saya telah
menerima penjelasan terkait hal tersebut diatas dan saya telah diberikan
kesempatan bertanya terkait hal-hal yang belum dimengerti dan telah mendapat
jawaban yang jelas dan tepat.
Dengan ini saya menyatakan secara sukarela untuk ikut dalam penelitian ini
sebagai responden.

Bekasi , Agustus 2023

(………………………)

66
LEMBAR OBSERVASI
PENILAIAN MINI-MENTAL STATE EXAM (MMSE)

Pemeriksa :

Tanggal :

Initial Responden :
Jenis Kelamin :
Usia :
Item Test Nilai Nilai
Maksimal
ORIENTASI
1 Sekarang (tahun), (musim), (bulan), (tanggal), hari apa? 5 ---
2 Kita berada dimana? (negara), (propinsi), (kota), (rumah sakit), 5 ---
(lantai/kamar)
REGISTRASI
3 Sebutkan 3 buah nama benda ( jeruk, uang, mawar), tiap 3 ---
benda 1 detik, pasien disuruh mengulangi ketiga nama benda
tadi. Nilai 1 untuk tiap nama benda yang benar. Ulangi sampai
pasien dapat menyebutkan dengan benar dan catat jumlah
pengulangan
ATENSI DAN KALKULASI
4 Kurangi 100 dengan 7. Nilai 1 untuk tiap jawaban yang benar. 5 ---
Hentikan setelah 5 jawaban. Atau disuruh mengeja terbalik kata “
WAHYU” (nilai diberi pada huruf yang benar sebelum
kesalahan; misalnya uyahw=2 nilai)
MENGINGAT KEMBALI (RECALL)
5 Pasien disuruh menyebut kembali 3 nama benda di atas 3 ---
BAHASA
6 Pasien diminta menyebutkan nama benda yang ditunjukkan 2 ---
( pensil, arloji)
7 Pasien diminta mengulang rangkaian kata :” tanpa kalau dan atau 1 ---
tetapi ”
8 Pasien diminta melakukan perintah: “ Ambil kertas ini dengan 3 ---
tangan kanan, lipatlah menjadi dua dan letakkan di lantai”.

67
9 Pasien diminta membaca dan melakukan perintah “Angkatlah 1 ---
tangan kiri anda”
10 Pasien diminta menulis sebuah kalimat (spontan) 1 ---
11 Pasien diminta meniru gambar dibawah ini

SKOR 30
TOTAL

Pedoman Skor :

Jika hasil skor = 24-30 (Tidak Berisiko Demensia)

<24 (Berisiko Demensia)

Catatan: dalam membuat penilaian fungsi kognitif harus diperhatikan tingkat


pendidikan dan usia responden

Alat bantu periksa: Siapkan kertas kosong, pinsil, arloji, tulisan yang harus
dibaca dan gambar yang harus ditiru / disalin.

Contoh:

Angkatlah tangan kiri Anda

68
FORMULIR ISIAN PENILAIAN INDEKS MASSA TUBUH
(IMT)

Initial Responden
Usia
Jenis Kelamin
Berat Badan

Tinggi Badan
BB(Kg)
Hasil Perhitungan IMT (
TB(M ²)

69

Anda mungkin juga menyukai