PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penduduk lansia diseluruh dunia tumbuh dengan sangat cepat bahkan tercepat
penduduk lanjut usia mencapai 9,77% dari total penduduk pada tahun
2010 dan akan menjadi 11,34% pada tahun 2020 (BPS, 2007). Di negara maju,
pertambahan populasi/penduduk lanjut usia telah di antisipasi sejak awal abad ke-
20. Tidak heran bila masyarakat di negara maju sudah lebih siap menghadapi pertambahan
populasi lanjut usia dengan aneka tantangannya. Namun saat ini, negara berkembang pun
mulai menghadapi masalah yang sama. Fenomena ini jelas mendatangkan sejumlah
konsekuensi, antara lain timbulnya masalah fisik, mental, sosial, serta kebutuhan
keberadaan lanjut usia dipersepsikan secara negatif, dianggap sebagai beban keluarga
bahwa menjadi tua itu identik dengan semakin banyaknya masalah kesehatan yang dialami
Berdasarkan data yang ada menunjukkan jumlah penduduk lansia (usia 60 tahun
keatas) tahun 2003 sebanyak 16,1 juta jiwa dan pada tahun 2004 sebanyak
17,7 juta dan diestimasikan pada 2020 jumlah lansia Indonesia sekitar 35 juta jiwa.
Dari 17,7 juta jiwa penduduk lansia saat ini, sekitar 3 juta orang diantaranya
terlantar ditandai mereka tergolong miskin dan tidak memiliki anggota keluarga
dan 4,6 juta jiwa lansia diantaranya rawan terlantar yakni tergolong miskin, tetapi
masih memiliki keluarga (Darmojo, 2006). Badan Pusat Statistik (BPS) juga
memperkirakan, tahun 2020 lanjut usia di Indonesia akan berjumlah 28,8 juta atau
fisik yang menyertai lansia. Perubahan kondisi fisik pada lansia diantaranya adalah
keluhan nyeri (Christensen, 2006), kekakuan, hilanganya gerakan dan tanda-tanda inflamasi
seperti nyeri tekan, disertai pula dengan pembengkakan yang mengakibatkan terjadinya
gangguan imobilitas. Dari hasil studi tentang kondisi sosial ekonomi dan kesehatan lansia
yang dilaksanakan Komnas Lansia tahun 2006, diketahui bahwa penyakit terbanyak yang
diderita lansia adalah penyakit sendi (52,3%), penyakit- penyakit send ini merupakan
penyebab utama disabilitas pada lansia (Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal
Departemen Kesehatan, 2008). Diperkirakan pada tahun 2025 lebih dari 35 % akan
Rheumatoid Arhtritis mengalami peningkatan mencapai 335 juta jiwa di dunia. Rheumatoid
Arhtritis telah berkembang dan menyerang 2,5 juta warga Eropa, sekitar 75 % diantaranya
adalah wanita dan kemungkinan dapat mengurangi harapan hidup mereka hampir 10 tahun
(Breedveld, 2003) . Di Amerika Serikat, Penyakit ini menempati urutan pertama dimana
penduduk AS dengan Rheumatoid Arhtritis 12.1 % yang berusia 27-75 tahun memiliki
kecacatan pada lutut, panggul, dan tangan, sedangkan di Inggris sekitar 25 % populasi yang
Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Tahun 2004, penduduk dengan keluhan sendi
sebanyak 2 %. Hasil penelitian yang dilakukan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
(Balitbangkes) Depkes, dan Dinas Kesehatan DKI Jakarta selama 2006 (Yoga, 2006)
merupakan gangguan yang sering dialami dalam kehidupan sehari-hari sebagian besar
responden. Dari 1.645 responden laki-laki dan perempuan yang diteliti, peneliti menjelaskan
sebanyak 66,9 % di antaranya pernah mengalami nyeri sendi. Gangguan utamanya terjadi
Tidak dapat dipungkiri bahwa aktivitas masyarakat Indonesia yang kian padat dapat
dan salah pengertian tentang penyakit ini masih tinggi. Banyaknya pandangan masyarakat
Indonesia yang menganggap sederhana penyakit ini karena sifatnya yang dianggap tidak
menimbulkan ancaman jiwa, padahal gejala yang ditimbulkan akibat penyakit ini justru menjadi
penghambat yang mengganggu bagi masyarakat untuk melakukan aktivitas mereka sehari-hari.
Di samping itu pula, di masyarakat sendiri masih menganggap dan mempercayai terhadap
mitos-mitos yang menyesatkan bila dikaji dari sisi medis dan dapat merugikan bagi masyarakat
khususnya penderita Rheumatologi Arthritis diantaranya sering mandi malam di usia muda
memicu rematik di usia tua, penyakit rematik adalah keturunan, dan sakit pada tulang di malam
hari adalah tanda gejala rematik. Asep (2008), menjelaskan bahwa kurangnya pengetahuan
masyarakat Indonesia untuk mengenal lebih dalam lagi mengenai penyakit Rheumatologi
Arthritis, siapa saja yang dapat terserang Rheumatologi Arthritis, dan bagaimana cara
penanganannya yang terbaik. Untuk itu kita perlu tahu sebenarnya sejauh manakah tingkat
kehidupan sehari-hari.
Panti Sosial Tresna Werdha Inakaka ambon adalah salah satu sarana pelayanan
kesejahteraan sosial bagi para lanjut usia (jompo), khususnya bagi lanjut usia yang tidak
mampu atau kurang beruntung. Warga ada yang tinggal atas keinginan sendiri, ada yang
dibawa oleh petugas, serta ada yang diantar oleh keluarga. Kondisi kesehatan lansia juga
bermacam- macam ada yang sehat, ada yang memiliki penyakit kronis, ada pula yang sudah
bantuan dari petugas panti. Berdasarkan latar belakang di atas peneliti tertarik untuk
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan fenomena yang ada bahwa seiring dengan meningkatnya Usia Harapan Hidup
lansia di Indonesia, maka masalah bagi penderita Rheumatoid Arhtritis akan meningkat pula,
justru kesadaran dan salah pengertian tentang penyakit ini masih cukup tinggi. Serta didukung
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk mengetahui ” sejauh mana tingkat
pengetahuan lansia tentang penyakit Rheumatoid Arthritis di Panti Werdha Inakaka Ambon
tahun 2016” .
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
Rheumatoloid Arthritis.
Arthritis.
Rheumatoid Arthritis.
Rheumatoid Arthritis.
Rheumatoloid Arthritis.
f. Menggambarkan distribusi frekuensi sumber informasi lansia dengan penyakit
Rheumatoloid Arthritis
D. Manfaat Penelitian
pengembangan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan lanjut usia mengenai penyakit
Rheumatoid Arthritis.