Anda di halaman 1dari 32

PROPOSAL PENELITIAN

HUBUNGAN POLA KOMSUMSI CAIRAN DENGAN RIWAYAT


DEMENSIA PADA LANSIA DI PANTI WERDHA BPLU SENJA
CERAH MANADO

NAM A: TIARA ROTINSULU

NIM: 18011104006

UNIVERSITAS SAM RATULANGI FAKULTAS KEDOKTERAN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

MANADO 2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Secara global, populasi lansia diproyeksikan akan terus bertambah. Pada


tahun 2050, populasi lansia di dunia diperkirakan mencapai 2 miliar. Populasi
menua dengan cepat di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah
(WHO, 2015). Di Indonesia sendiri, jumlah lansia akan meningkat menjadi 9,99%
dari total penduduk Indonesia (22.277.700) dengan umur harapan hidup usia 65-
70 tahun dan pada tahun 2020 diperkirakan akan mencapai 30 juta orang dengan
umur harapan hidup 70-75 tahun. Dalam UU No. 13 tahun 1998 tentang
Kesejahteraan Lanjut Usia menjelaskan lansia atau lanjut usia adalah laki-laki
dan perempuan yang berusia 60 tahun atau lebih. Usia lanjut adalah proses
penuaan yang mengalami perubahan anatomis, fisiologis, dan biokimia pada
tubuh, yang mempengaruhi fungsi dan keseluruhan tubuh lansia (Depkes RI,
2013). Proses menua adalah sebuah proses mulai dari awal kehidupan, dengan itu
segala sesuatu dalam hidup Ini adalah proses alami yang berarti seseorang telah
melalui tiga tahap, yaitu anak-anak, dewasa, dan orang tua (Nugroho, 2008).

Presentase populasi lanjut usia meningkat sangat cepat di tahun 2020, jumlah
lansia 11% dari 6,9 milyar penduduk dunia (WHO, 2013), Angka Usia Harapan
Hidup di dunia pada tahun 2010-2015 adalah sebesar 70% dan diperkirakan akan
meningkat menjadi 71% pada tahun 2015-2020. Sedangkan Angka Usia Harapan
Hidup di Indonesia pada tahun 2010-2015 adalah 70,7% dan diperkirakan akan
meningkat menjadi 71,7% pada tahun 2015-2020 (Kemenkes, 2013). Jumlah
penduduk Sulawesi Utara 2.62 juta penduduk (BPS Sulut, 2020).

World Health Organization (WHO) dan Alzheimer’s Disease International


Organization menjelaskan bahwa jumlah orang dengan demensia secara global
pada tahun 2015 jumlah seluruh penderita yang demensia diperkirakan
mencapai 47,5 juta dan meningkat 75,6 juta pada 2030 dan 135,5 juta pada
2050. Jumlah total kasus baru demensia setiap tahun di seluruh dunia hampir 7,7
juta, menunjukkan satu kasus baru setiap empat detik. Prevalensi Lansia dengan
demensia di Indonesia, diperkirakan ada sekitar 1.2 juta orang dengan demensia
pada tahun 2016, yang akan meningkat menjadi 2 juta di 2030 dan 4 juta orang
pada tahun 2050. Data Survey Sosial Ekonomi Nasional periode pada 2 Maret
2018 menjelaskan bahwa provinsi yang prevalensi penduduk lansia terbanyak
pada 2018 adalah di Yogyakarta (12.37%), Jawa Tengah (12.34%), Jawa Timur
(11.66%), Sulawesi Utara (10.26%), dan Bali (9.68%) (Biro Pusat Statistik,
2018). Dari data tersebut Sulawesi Utara menempatkan peringkat ke empat yang
memiliki penduduk lansia terbanyak.

Komsumsi air adalah salah satu zat gizi yang sangat penting bagi kesehatan
tubuh.. Normalnya, asupan air dipengaruhi oleh rasa haus yang merupakan
pertahanan tubuh terhadap kekurangan cairan. Mempertahankan hidrasi sangat
penting bagi kesehatan apalagi pada lanjut usia karena dapat membantu
menjalankan fungsi tubuh dan mencegah timbulnya berbagai penyakit di saluran
kemih. Namun sensasi rasa haus pada lansia sudah menurun sehingga asupan
cairan pada lansia harus lebih diperhatikan karena lansia merupakan kelompok
usia beresiko kekurangan cairan tubuh. Secara umum komsumsi air putih yang
disarankan adalah 8 gelas atau jika dihitung manusia membutuhkan rata-rata 2
Liter asupan cairan dalam sehari. Menurut Kemenkes RI, direkomendasi
kebutuhan cairan lansia Indonesia yaitu pada wanita 60-64 tahun 2.3 liter, 65-80 t
h 1.6 liter, >80 tahun 1.5 liter dan pria 60-64 tahun 2.6 liter, 65-80 tahun 1.9 liter,
>80 tahun 1.6 liter. Komsumsi air putih lansia demensia rata-rata sebagian besar
berjumlah 3 gelas sehari dan 5-8 gelas sehari pada lansia yang tidak demensia
(Pratiwi, 2013) hal tersebut dapat disimpulkan bahwa menurunnya komsumsi
cairan dan berkurangnya cairan dalam tubuh dapat mengganggu keseimbangan air
pada lansia.
Menurut International Statistical Classification Disease and Related Health
Problem Tenth Revision (ICD-10) Demensia adalah suatu sindrom yang
disebabkan oleh penyakit pada otak, yang bersifat kronis dan terjadi secara
alamiah yang ditandai dengan gangguan daya ingat atau pikun, kemampuan
berpikir, orientasi, pemahaman, penjumlahan, kemampuan belajar, bahasa dan
pengambilan keputusan.

Lansia dengan demensia seringkali lupa untuk makan dan minum


dikarenakan menurunnya fungsi otak dan mengalami penyakit degeneratif
sehingga lanjut usia mudah lupa. Demensia sangat berkaitan dengan lanjut usia.
Perubahan fisiologis dapat meningkatkan risiko terjadinya dehidrasi pada lansia
karena terjadi penurunan sensasi rasa haus yang menyebabkan lansia kurang
minum dan lansia juga sengaja membatasi komsumsi cairan untuk menghindari
seringnya berkemih atau buang air kecil, lansia yang mengalami dehidrasi
cenderung mengalami penurunan performa kognitif sehingga menyebabkan
terjadinya demensia.

Berdasarkan hasil pengambilan data awal di BPLU Senja Cerah Manado,


diperoleh data jumlah lansia yang berada di BPLU Senja Cerah Manado
berjumlah 50 orang yang terdiri dari 16 lansia laki-laki dan 34 lansia perempuan.
Dari hasil wawancara singkat dengan kepala Panti Werdha Senja Cerah Manado
didapatkan bahwa rata- rata usia lansia mulai dari usia 60 tahun sampai 90 tahun
dimana sebagian besar lansia mengidap penyakit tidak menular. Maka peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Hubungan Pola Komsumsi Cairan
dengan Riwayat Demensia pada Lansia di BPLU Senja Cerah Manado.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini


adalah “apakah ada hubungan pola komsumsi cairan dengan kejadian demensia
pada lansia di Panti Werdha BPLU Senja Cerah Manado.”
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui hubungan pola komsumsi cairan dengan kejadian demensia pada
lansia di BPLU Senja Cerah Manado
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi pola komsumsi cairan pada lansia di BPLU Senja
Cerah Manado
b. Mengidentifikasi riwayat demensia pada lansia di BPLU Senja Cerah
Manado.
c. Menganalisis hubungan pola komsumsi cairan dengan riwayat
demensia pada lansia di BPLU Senja Cerah Manado.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Aplikatif

1. Bagi Mahasiswa
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan
mengenai hubungan pola komsumsi cairan dengan riwayat demensia pada
lansia di Panti Werdha BPLU Senja Cerah Manado

1.4.2 Teoritis

1. Bagi Institut Kampus


Menambah pustaka dan referensi untuk perpustakaan agar penelitian ini dapat
digunakan sebagai dasar peneltian selanjutnya yang berhubungan dengan pola
komsumsi cairan dengan riwayat demensia pada lansia.
2. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan wawasan dan pemahaman
tentang pentingnya mengomsumsi cairan untuk kesehatan dan demensia pada
lansia.
1.4.1 Metedologi
Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber referensi bagi peneliti
selanjutnya yang akan melakukan penelitian tentang pola komsumsi cairan
dengan riwayat demensia pada lansia
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Lansia


2.1.1 Pengertian Lansia

Lansia merupakan seseorang yang sudah memasuki tahap akhir dari fase
kehidupannya. Lansia adalah seseorang yang telah berusia diatas 60 tahun dan
tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari, dan
menerima nafkah dari orang lain (Ratnawati, 2021). Menua adalah suatu proses
yang terus menerus berlanjut secara alamiah serta merupakan bagian normal dari
masa pertumbuhan dan perkembangan dimana terjadinya penurunan kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri (Ratnawati, 2021). Proses menua adalah proses
sepanjang hidup seseorang, yang dimulai sejak permulaan kehidupan, sehingga
merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap
kehidupan yaitu anak,dewasa, dan tua (Nugroho, 2008).

Menurut Undang-undang No 13 tahun 1998 tentang kesejatraan lansia bahwa


lansia adalah seseorang yang berusia diatas 60 tahun, Usia lanjut adalah proses
penuaan yang mengalami perubahan anatomis, fisiologis, dan biokimia pada
tubuh, yang mempengaruhi fungsi dan keseluruhan tubuh lansia (Depkes RI,
2013).

2.1.2 Klasifikasi Lansia

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) batasan lanjut usia meliputi:

a. Middle Age : 45-59 tahun


b. Ederly : 60-70 tahun
c. Old : 75-90 tahu
d. Very Old ; > 90 tahun

Menurut Maryam (2008) dalam (Ratnawati, 2021) klasifikasi lansia yaitu:


a. Pralansia (prasenilis)
Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun
b. Lansia
Seseorang yang sudah berusia 60 tahun atau lebih
c. Lansia Risiko Tinggi
Seseorang yang telah berusia 70 tahun ke atas atau seseorang yang sudah
berusia 60 keatas dengan masalah kesehatan.
d. Lansia potensial
Lansia yang masih mampu melakukan kegiatan dan pekerjaan yang dapat
mehasilkan barang atau jasa
e. Lansia tidak potensial
Lansia yang tidak sudah tidak berdaya, sehingga hidupnnya bergantung
pada orang lain.

Menurut Kementrian Kesehatan RI(2015) lanjut usia dikelompokan menjadi


dua yaitu: usia lanjut (60-69 tahun) dan usia lanjut dengan risiko tinggi (> 70
tahun atau lebig dengan masalah kesehatan.

2.1.3 Karakteristik Lansia

Menurut Pusat Data dan Informasi, Kementrian Kesehatan RI (2016)


dalam (Ratnawati, 2021) menjelaskan bahwa karakteristik lansia dikelompokkan
berdasarkan :

a. Jenis Kelamin
Dari data Kemenkes (2015), lansia lebih didominasi oleh jenis kelamin
perempuan . artinya yaitu, menunjukkan bahwa harapan hidupyang paling
tinggi adalah perempuan.
b. Status Perkawinan
Berdasarkan Badan Pusat Statistik RI, SUPAS 2015,penduduk lansia
dilihat dari perkawinannya sebagian besar berstatus kawin (60%) dan cerai
mati (37%). Lansia perempuan yang berstatus cerai mati sekitar 56,04 %
dari keseluruhan yang carai mati, dan laki-laki yang berstatus kawin ada
82,84 %. Hal ini disebabkan karena usia harapan hidup perempuan lebih
tinggi dibandingkan dengan usia harapan hidup laki-laki. Presentase lansia
yang berstatus cerai mati lebih banyak dibandinkan dengan laki-laki.
Begitu juga sebaliknya lansia laki-laki yang bercerai umumnya akan
menikah lagi (Ratnawati, 2021).
c. Living Arrangement
Angka beban tanggungan adalah angka yang menunjukkan perbandingan
banyaknya orang tidak produktif (<15 tahun dan >65 tahun) dengan orang
berusia produktif (umur 15-65 tahun) . angka tersebut menjadi gambaran
banyaknya beban ekonomi yang harus ditanggung penduduk usia
produktif untuk membiayai dan merawat penduduk yang usia tidak
produktif (Ratnawati, 2021).
Menurut Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI (2016), Angka Beban
Tanggungan Indonesia adalah 48,63 %. Artinya setiap 100 orang
penduduk yang masih produktif akan menanggung 48 orang tidak
produktif di Indonesia. Sulawesi Utara dengan presentase sebesar 12%
jumlah penduduk lanjut usia, masuk kedalam lima provinsi penduduk
yang berusia 65 tahun ke atas paling besar pada tahun 2035. Artinya
jumlah penduduk yang berusia 65 tahun ke atas di Sulawesi Utara telah
mencapai lebih dari 10%. Pada tahun 2035 Sulawesi Utara bisa
dikategorikan sebagai provinsi penduduk tua (aging population), (BPS,
Proyeksi Penduduk Indonesia Indonesia 2010-2035).
d. Kondisi Kesehatan
Menurut Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI (2016), angka kesakitan
merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk mengukur derajat
kesehatan penduduk.
Angka kesehatan penduduk lansia tahun 2014 sebesar 25,05% , artinya
bahwa setiap 100 orang lansia terdapat 25 orang yang mengalami sakit
(Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI (2016)).
Penyakit- penyakit yang utama menjangkit pada lansia, penyakit
terbanyak pada lansia yaitu penyakit tidak menular (PTM), antara lain:
hipertensi, artritstis, strok, PPOK, Diabetes Melitus (DM) dan demensia.
e. Keadaan Ekonomi
Lansia sehat berkualitas adalah proses penuaan yang tetap sehat secara
fisik, sosial, dan mental sehingga dapat tetap sejahtera sepanjang hidup
dan tetap berpartisipasi dalam rangka meningkatkan kualitas hidup
masyarakat. Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI, (2016), Pusat Data
dan Informasi Kemenkes RI (2016), menjelaskan bahwa sumber dana
untuk lansia sebagian besar pekerjaan/ usaha (46,7 %).

2.1.4 Ciri-Ciri Lansia

Menurut Hurlock (1980) dalam (Ratnawati, 2021) ciri-ciri lanjut usia,yaitu:

a. Usia lanjut merupakan periode kemunduran


Pemicu terjadinya kemunduran pada lansia adalah faktor fisik dan faktor
psikologis. Akibatnya dapat mempengaruhi psikologis lansia. Sehingga
lansia membutuhkan adanya motivasi dalam hidup. Motivasi mempunyai
peran penting dalam kemunduran pada lansia. Para lansia akan
mengalami kemunduran drastis apabila tidak memiliki motivasi atau
motivasi yang rendah, sebaliknya jika lansia memiliki motivasi yang kuat
maka kemunduran akan lama terjadi.
b. Orang lanjut usia memiliki status kelompok minoritas
Beranggapan negatif akan lansia dari masyarakat sosial secara tidak
lansung berdampak pada terjadinya status kelompok minoritas lansia.
c. Menua membutuhkan perubahan peran
Kemunduran daya tahan tubuh pada lansia berdampak pada perubahan
peran lansia dalam masyarakat sosial maupun keluarga. Tetapi perubahan
peran pada lansia sebaiknya dilakukan atas kemauan sendiri bukan
paksaan dari lingkungan.
d. Penyesuaian yang buruk pada lansia
Perilaku tidak baik pada lansia terjadi karena adanya perlakuan tidak baik
yang lansia terima dari orang lain. Perilaku yang tidak baik tersebut secara
tidak langsung menjadikan lansia cenderung menumbuhkan konsep diri
yang tidak baik.
2.1.5 Tugas Perkembangan Lansia

Manusia memiliki tugas perkembangannya masing-masing, lansia juga


memiliki tugas perkembangan, yaitu:

a. Menyesuaikan diri terhadap perubahan fisik.


b. Menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan berkurangnya penghasilan
keluarga.
c. Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup.
d. Mejalin hubungan dengan orang-orang disekitarnya.
e. Membentuk aturan kehidupan fisik yang memuaskan.
f. Menyesuaikan diri dengan peran sosial secara patut dan harmonis.

2.1.6 Perubahan Akibat Proses Menua

Proses menua mengakibatkan terjadinya banyak perubahan pada lansia, yaitu


(Ratnawati, 2021):

a. Perubahan Fisik
1. Perubahan pada kulit: kulit wajah, leher, lengan dan tangan menjadi
lebih kering dan keriput.kulit dibagian bawah mata membentuk seperti
kantung dan lingkaran hitam yang terlihat jelas. Selain itu warna
merah kebiruan sering muncul disekitar lutut dan ditengah tengkuk.
2. Perubahan otot: pada umumnya otot orang yang berusia >40 tahun
menjadi lemas dan mengendur disekitar dagu, lengan bagian atas dan
perut.
3. Perubahan pada persendian: masalah pada persendian terutama pada
kaki dan lengan sehingga membuat mereka menjadi agak sulit
berjalan.
4. Perubahan pada gigi: pada lansia gigi menjadi kering, dan patah
sehingga didapatkan lansia kadang memakai gigi palsu.
5. Perubahan pada mata: mata terlihat kurang bersinar, dan cenderung
mengeluarkan kotoran yang menumpuk pada sudut mata. Kebanyakan
lansia menderita presbiopi, atau kesulitan untuk melihat jarak jauh,
menurunnya akomodasikarena menurunnya elastisitas mata.
6. Perubahan pada telinga: fungsi pendengaran pada lansia sudah mulai
menurun,sehingga tidak sedikit yang menggunakan alat bantu
pendengaran, penurunan pendengaran bisa berlangsung secara
perlahan bahkan bisa menjadi secara cepat dari kebiasaan hidup pada
masa muda.
7. Perubahan pada sistem pernapasan: napas pada lansia menjadi lebih
pendek dan engap-engap, hal tersebut akibatnya terjadi penurunan
kapasitas totalparu-paru residu volume dan komsumsi oksigen nasal
yang dapat menurunkan fleksibilitas dan elastisitas dari paru.
(Ratnawati, 2021).
b. Perubahan psikososial
Perubahan psikososial yang dialami lansia erat kaitannya dengan
keterbatasan produktivitas kerjanya. Oleh karena itu, seorang lansia yang
memasuki masa-masa pensiun akan mengalami kehilangan-kehilangan
seperti:
1. Kehilangan finansial (pendapatan berkurang).
2. Kehilangan status atau jabatan pada posisi tertentu ketika masih bekerja dulu.
3. Kehilangan kegiatan/ aktivitas, Kehilangan ini erat kaitannya dengan beberapa
hal sebagai berikut:
a) Merasakan atau sadar terhadap kematian, perubahan cara hidup
(memasuki rumah perawaran, pergerakan lebih sempit).
b) Kemampuan ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan. Biaya hidup
meningkat padahal penghasilan yang sulit, biaya pengobatan
bertambah.
c) Adanya penyakit kronis dan ketidakmampuan fisik.
d) Timbul kesepian akibat pengasingan dari lingkungan sosial.
e) Adanya gangguan saraf pancaindra, timbul kebutaan dan kesulitan.
f) Gangguan gizi akibat kehilangan jabatan. Rangkaian kehilangan, yaitu
kehilangan hubungan dengan teman dan keluarga.
g) Hilangnya kekuatan dan keregapan fisik (perubahan terhadap
gambaran diri, perubahan konsep diri).
c. Perubahan Kognitif
Keinginan untuk berumur panjang dan ketika meninggal dapat masuk
surga ialah sikap umum lansia yang perlu dipahami oleh perawat. Perubahan
kognitif pada lansia dapat berupa sikap yang semakin egosentrik, mudah
curiga, bertambah pelit atau tamak bila memiliki sesuatu. Bahkan, lansia
cenderung ingin mempertahankan hak dan hartanya, serta ingin tetap
berwibawa. Lansia mengharapkan tetap memiliki peranan dalam keluarga
ataupun masyarakat Faktor yang mempengaruhi perubahan kognitif, yaitu:
1. Perubahan fisik, khususnya organ perasa
2. Kesehatan umum
3. Tingkat pendidikan
4. Keturunan (hereditas)
5. ingkungan
Pada lansia, seringkali memori jangka pendek, pikiran, kemampuan
berbicara, dan kemampuan motorik terpengaruh. Lansia akan kehilangan
kemampuan dan pengetahuan yang telah didapatkan sebelumnya. Lansia
enderung mengalami demensia. Demensia biasanya terjadi pada usia lanjut
dan alzheimer merupakan bentuk demensia yang umum terjadi, yakni
mencapai 50 hingga 60 persen dari semua kasus demensia. Sedangkan, bentuk
lainnya misalnya karena faktor pembuluh darah. Demensia terbagi menjadi
dua, yakni demensia yang dapat disembuhkan dan demensia yang sulit
disembuhkan. Adapun penyebab demensia yang dapat disembuhkan antara
lain:
1. Tumor otak
2. Hematoma subdural
3. Penyalahgunaan obat terlarang
4. Gangguan kelenjar tiroid
5. Kurangnya vitamin, terutama Vitamin B12
6. Hipoglikemia
Demensia yang sulit disembuhkan antara lain, yaitu:
1. Demensia alzheimer
2. Demensia vaskular
3. Demensia lewy body
4. Demensia frontotemporal

2.2 Konsep Demensia


2.1.1 Pengertian Demensia

Demensia adalah suatu sindroma penurunan kemampuan intelegtual progresif


yang menyebabkan terjadinta penurunan fungsi kognitif dan funsional, sehingga
megakibatkan terjadinya gangguan fungsi sosial, pekerjaan, serta terhambatnya
aktivitas sehari-hari (Alzheimer’s Association, 2016).

Menurut The International Classfication of Disease (ICD) dalam (Barker,


2019) demensia merupakan sebuah sindrom akibat dari penyakit otak, biasanya
yang memiliki sifat kronis dan progesif, dimana ada gangguan pada daya ingat,
cara berpikir, orientasi, pemahaman, perhitungan, kapasitas belajar, bahasa dan
penilaian. Demensia didefinisikan sebagai kemunduran Gangguan kognitif yang
cukup parah hingga mengganggu aktivitas sehari-hari Kehidupan sehari-hari dan
aktivitas sosial Penurunan kognitif pada demensia Biasanya diawali dengan
memory / memory loss (lupa) (Nugroho, 2008).
Demensia merupakan suatu keadaan hilangnya kemampuan intelegtual yang
cukup menghalangi hubungan sosial dan fungsi kerja dalam kehidupan sehari-
hari. Demensia ditandai dengan menurunya fungsi kognitif seperti melemahnya
daya ingat, kesulitan berbahasa, tidak bisa melakukan aktifitas yang memiliki
tujuan, kesulitan mengenal orang dan benda, serta terjadi gangguan berhubungan
sosial disertai adanya gangguan fungsi eksekutif yaitu, kemampuan membuat
rencana, mengatur segala sesuatu, mengurutkan dan daya abstrak (Asrosi,2014).

2.1.2 Klasifikasi Demensia

Menurut Setiawan (2014) demensia dibedakan menjadi 2, yaitu:

1. Demensia berdasarkan umur terdiri dari demensia sinilis yaitu demensia


pada lansia yag berusia > 65 tahun.
2. Demensia berdasarkan level kortikal terbagi atas demensia kortikalyang
terjadi karena adanya gangguan fungsi luhur, afasia,agnosia,apraksia, dan
demensia subkortikal terjadi karena adanya gangguan seperti apatis,
forgetful dan adanya gangguan gerak.

2.1.3 Penyebab Demensia

Penyebab demensia merupakan terganggunya beberapa fungsi otak akibat


rusaknya sel-sel otak dalam jumlah yang besar termasuk juga zat-zat kimia dalam
otak. Demensia juga dapat disebabkan oleh penyakit alzheimer, stroke, tumor
otak, depresi, dan gangguan sistematik (Asrori, 2014).

a. Penyakit Alzheimer Penyebab utama demensia adalah penyakit Alzheimer.


Demensia 50% dari penyakit Alzheimer, 20% dari kecelakaan
serebrovaskular, sekitar 20% dari kedua kombinasi, sekitar 10% dari faktor
lain. Penyebab penyakit Alzheimer tidak diketahui, tetapi diduga terkait
dengan faktor genetik. Penyakit Alzheimer ditemukan pada sekitar gen dalam
keluarga tertentu.
b. Serangan Stroke Penyebab kedua dari demensia adalah serangan stroke
berulang. Stroke ringan dapat menyebabkan kelemahan dan secara bertahap
merusak jaringan otak dengan menghalangi aliran darah (infark). Demensia
infark multipel disebabkan oleh beberapa stroke ringan. Kebanyakan pasien
stroke menderita tekanan darah tinggi (high blood pressure), yang merusak
pembuluh darah di otak.
c. Serangan lain Serangan demensia lainnya termasuk demensia yang
disebabkan oleh kerusakan otak (cardiac arrest), penyakit Parkinson, AIDS,
dan hidrosefalus.

2.1.4 Jenis-Jenis Demensia


a. Demensia tipe Alzheimer

Penyakit Alzheimer adalah salah satu bentuk demensia yang paling


umum dan paling ditakuti karena degenerasi otak. Penyakit alzheimer yang
biasanya menyerang orang lanjut usia merupakan penyakit yang tidak hanya
mengganggu kemampuan dan kemampuan berpikir seseorang, tetapi juga
membebani anggota keluarga yang merawatnya. Penyakit Alzheimer adalah
suatu kondisi klinis pada seseorang yang mengalami penurunan progresif
fungsi intelektual dan emosional yang mengganggu aktivitas sosial sehari-
hari. Gejalanya dimulai dengan hilangnya ingatan yang memengaruhi
keterampilan kerja, kesulitan berpikir abstrak, objek yang salah tempat,
inisiatif, perilaku, dan perubahan kepribadian.

b. Demensia vaskuler

Demensia vaskular adalah demensia kedua yang paling banyak setelah


penyakit Alzheimer. Insiden demensia vaskular tidak berbeda secara
signifikan dengan kejadian penyakit Alzheimer, yang menyumbang sekitar 47
% dari total populasi demensia. Penyakit. Kejadian vaskular pada populasi
berusia 65 tahun ke atas menunjukkan insiden 0,7% dan 8,1% pada kelompok
usia 90 tahun ke atas.

2.1.5 Tanda dan Gejala Demensia

Lansia dengan demensia tidak menunjukkan gejala yang nyata pada tahap
awal dan lansia umumnya mengalami proses penuaan dan degenerasi. Orang yang
terkena dampak merasa sulit untuk mengingat nama cucu mereka atau menuliskan
sesuatu.

Secara umum tanda dan gejala demensia adalah sebagai berikut:

a. Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada penderita demensia,


“lupa” menjadi bagian keseharian yang tidak bisa di lepas.
b. Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya : lupa hari, minggu,
bulan, tahun, tempat penderita demensia .
c. Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang
benar, menggunakan kata yang tidak tepat untuk sebuah kondisi,
mengulang kata atau cerita yang sama berkali-kali.
d. Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis berlebihan saat melihat
sebuah drama televise, marah besar pada kesalahan kecil yang dilakukan
orang lain, rasa takut dan gugup yang tak beralasan.
e. Penderita demensia kadang tidak mengerti mengapa perasaan-perasaan
tersebut muncul.
f. Adanya perubahan perilaku, seperti : acuh tak acuh, menarik diri dan
gelisah.

Tahapan dan gejala klinis progresi demensia ialah

1. Tahap satu: normal


2. Tahap dua: normal, mudah lupa
3. Tahap tiga; Kesulitan dalam pekerjaan, berbicara, berpergian ke tempat
baru, dilaporkan oleh keluarga, dan diikuti oleh gangguan ringan
4. Tahap empat; penurunan kemampuan untuk berpergian, berhitung,
mengingat kejadian da hal yang baru,
5. Tahap lima; membutuhkan bantuan pemilihan baju, disorientasi waktu
dan tempat, gangguan kemampuan menginga nama orang,
6. Tahap enam: membutuhkan bantuan untuk makan, defekasi/berkemih,
inkontinensia, disorientasi waktu, tempat dan orang
7. Tahap tujuh: gangguan berbicara yang parah, inkontinensia, gerakan yang
kaku (Nugroho, 2008).

2.3 Konsep Komsumsi Cairan


2.3.1 Pengertian Komsumsi Cairan

Cairan apapun cocok untuk tubuh mengatasi dehidrasi. Cairan yang diserap
harus diperhitungkan. Alangkah baiknya jika air yang dikonsumsi bebas bakteri
dan virus, serta hindari komsumsi cairan yang memiliki dampak mempercepat
seseorang berkemih yang kurang efisien dalam menangani dehidrasi.

Menurut elvina (2016) jenis komsumsi cairan atau minuman yang dapat
menyeimbangkan cairan di dalam tubuh terbagi menjadi 3 jenis, yaitu sebagai
berikut:

1. Minuman hipotonik mengandung kadar elektrolit (Na) yang tinggi dan


rendah karbohidrat. Minuman hipotonik mengisi kembali air yang bocor dari
keringat tanpa menambahkan karbohidrat. Minuman hipotonik adalah
minuman yang cepat diserap usus sehingga dapat dikonsumsi saat
berolahraga. Contoh minuman hipotonik yang sering dikonsumsi adalah air
putih.
2. Minuman isotonik adalah minuman yang menggantikan ion dan cairan yang
hilang. Minuman dengan konsentrasi yang sama dengan tubuh manusia,
dengan cepat menggantikan keringat dan cepat diserap oleh tubuh. Minuman
isotonik dapat menggantikan elektrolit dan memastikan penyerapan
karbohidrat.
3. Minuman hipertonik secara umum diartikan sebagai minuman energi (energy
drink) yang dianggap sebagai penambah energi. Minuman hipertonik adalah
minuman yang mengandung 10% karbohidrat dan cocok untuk orang yang
rajin berolahraga. Minuman hipertonik terkonsentrasi pada zat dan tidak dapat
dihidrasi atau mengatasi dehidrasi. Dalam hal minuman isotonik,
kandungannya mirip dengan konsentrasi cairan tubuh, dan minuman
hipotonik mudah diserap oleh tubuh dan efektif untuk penderita dehidrasi.

2.3.2 Kebutuhan Cairan pada Tubuh

Pada penelitian di Hongkong menunjukkan bahwa 50% dewasa minum air


kurang dari 8 gelas, dan bahkan 30% diantaranya minum air kurang dari 5 gelas
dalam sehari.7 Di Indonesia sendiri konsumsi air masih tergolong rendah. Hasil
penelitian dari The Indonesian Regional Hydration Study (THIRST)
menunjukanbahwa 49,1% subyek penelitian mengalami kurang air atau
hipovolemia ringan. Serta pada orang dewasa sebesar 42,5%.8 Selain itu
penelitian yang dilakukan di Makassar menunjukkan bahwa 35,7% sebagian besar
orang dewasa di daerah pedesaan/pegunungan mengalami dehidrasi ringan
dikarenakan kurangnya asupan air
BAB III

KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka Konseptual

Pada penelitian ini Variable yang di teliti adalah Variable Independent yaitu
Pola Komsumsi Cairan, dan Variable Dependent yaitu Kejadian Demensia.
Sehingga kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Variable bebas (Independent) Variabel terikat (Dependent)

Pola Komsumsi Cairan Kejadian Demensia

Pada Lansia

Ket:

: Variabel yang diteliti

: Hubungan

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

3.2 Hipotesis

H0 : Tidak terdapat ada Hubungan Pola Komsumsi Cairan dengan Kejadian


Demensia Pada Lansia di BPLU Senja Ceria Manado.

H1 : Ada Hubungan Hubungan Pola Komsumsi Cairan dengan Kejadian


Demensia Pada Lansia di BPLU Senja Ceria Manado.
3.3 Definisi Operasional

Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala


Independent
Pola Komsumsi Diukur Ordinal
Komsumsi cairan adalah menggunakan
Cairan salah satu angket dengan
yang memperhatikan
diperlukan di banyaknya
dalam tubuh minum setiap hari
apabila tubuh
terindikasi
mengalami
dehidrasi
yang
terwujud
dalam rasa
haus.
Dependen
Riwayat Gangguan Kuisioner Mini Skor: Ordinal
Demensia daya ingat Mental State Benar: 1
yang terjadi Examination Salah: 0
pada usia (MMSE) Kriteria
diatas 60 1. Demensia:
tahun Nilai < 21
2. Tidak
demensia:
Nilai 21-30
BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penilaian


kuantitatif, dengan menggunakan desain korelatif dengan pendekatan penelitian
cross sectional, dimana penelitian ini digunakan untuk mencari hubungan antara
variabel independen dengan variabel dependen, pengukurannya hanya dilakukan
satu kali atau satu saat (Donsu, 2019). Penelitian korelatif adalah penelitian yang
yang menghubungkan variabel yang satu dengan yang lainnya (Swarjana, 2012).
Penelitian korelatif bisa memperoleh hasil hubungan pola komsumsi cairan
dengan kejadian demensia pada lansia.

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian


4.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Panti Werdha BPLU Senja Cerah Manado

4.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan mulai dari perencanaan (penyusunan proposal)


mulai pada bulan Januari sampai Februari 2022.

4.3 Populasi dan Sampel


4.3.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek dan subjek yang
menjadi kualitas dan karakter tertentu yang telah ditentukan peneliti untuk ditarik
kesimpulan (Donsu, 2019) populasi yang diambil pada penelitian ini adalah
semua lansia berusia diatas 60 tahun yang tinggal di BPLU Senjah Cerah
Manado dengan jumlah lansia 50 orang.
4.3.2 Sampel

Sampel merupakan bagian jumlah dari populasi (Donsu, 2019). Penelitian ini
peneliti menggunakan Teknik Total Sampling. Dimana teknik ini jumlah sampel
sama dengan populasi (Sugiyono, 2007). Pengambilan sampel dengan teknik total
sampling dilakukan karena menurut (Sugiyono, 2007) jumlah populasi yang
kurang dari 100 seluruh populasi dijadikan sampel penelitian. Jumlah keseluruhan
lansia di BPLU Senja Cerah Manado berjumlah 50 orang yang terdiri dari 34
lansia perempuan dan 16 lansia laki-laki. Teknik pengambilan sampel penelitian
ditentukan dengan menggunakan rumus Slovin (Nursalam, 2016), yaitu:

Keterangan:

n = Besar sampel

N = Besar populasi

d = Tingkat signifikasi (p= 5%)

Dari populasi 50 orang di BPLU Senja Cerah Manado d=0,05. Maka besar sample
sesuai rumus diatas yaitu :

4.3.3 Kriteria Sampel


a. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian pada populasi
target dan populasi terjangkau (Nursalam, 2013), kriteria inklusi dalam
penelitian ini adalah:
1. Lansia laki-laki atau perempuan berusia ≥60 tahun di BPLU Senja
Cerah Manado
2. Lansia bersedia menjadi responden
3. Lansia yang tinggal di BPLU Senja Cerah Manado
4. Berada di tempat pada saat pengumpulan data
b. Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi adalah mengeluarkan sebagian subjek yang memenuhi
inklusi dari penelitian karena berbagai sebab (Nursalam, 2013). Kriteria
eksklusi dalam penelitian ini adalah:
1. Lansia yang gangguan jiwa psikosis; gangguan fungsi luhur seperti
afasia, apraksia; riwayat gangguan peredaran darah otak (stroke).
2. Lansia yang mengomsumsi cairan sesuai anjuran.
3. Lansia yang tidak mengalami demensia
4.4 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan untuk mengetahui hubungan pola komsumsi cairan


dengan riwayat demensia adalah dengan menggunakan lembar kuesioner
meliputi:

4.4.1 Data identitas responden : Nama, Umur, Jenis Kelamin


4.4.2 Kuesioner Komsumsi Cairan
4.4.3 Kuesioner
4.5 Prosedur Pengambilan Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalahh menggunakan data
primer dan data sekunder. Data primer yaitu data yang diambil dari responden
melalui tanya jawab singkat ke lansia yang ada di BPLU Senja Cerah Manado
sesuai isi kuisioner Pola Komsumsi Cairan dan Riwayat Demensia pada
Lansia dan dari kuesioner Pola Komsumsi Cairan dan Riwayat Demensia
yang akan diisi oleh responden serta sesuai dengan keaadaan pandemik
Covid-19 dimana peneliti melakukan sesuai protokol kesehatan dengan
menjaga jarak (physical distancing) dengan responden, dan juga tidak lupa
dengan selalu membawa Hand Sanitizer. Data sekunder yaitu data yang
diambil oleh peneliti dari hasil wawancara Kepala BPLU Senja Cerah
Manado berupa berapa jumlah lansia yang tinggal di BPLU Senja Cerah
Manado, jenis kelamin lansia. Ada beberapa tahap yang dilakukan dalam
penelitian ini, yaitu:

1. Peneliti menemukan masalah atau fenomena mengenai pola komsumsi


lansia yag menurun
2. Peneliti mengurus surat-surat sebagai syarat mengikuti proposal dan
meminta kesediaan dari dosen yang ditunjuk untuk menjadi dosen
pembimbing
3. Peneliti mengajukan proposal
4. Mengurus surat izin pengambilan data awal dari Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado
5. Membawa surat izin pengambilan data awal ke BPLU Senja Cerah
Manado dalam mendapatkan izin dari pihak Kelurahan terkait
penelitian yng akan dilakukan sehubungan dengan kondisi ditengah
pandemik penyakit Covid-19 yang telah mewabah di Indonesia bahkan
di Dunia dengn mengikuti ketentuan Physical distancing (menjaga
jarak), memakai masker dan tidak lupa untuk membawa Hand
Sanitizer.
6. Melakukan observasi awal yaitu dengan mencari data jumlah lansia
yang berada di BPLU Senja Cerah Manado terkait dengan penelitian
yang akan digunakan
7. Peneliti menyusun proposal dan melakukan konsultasi kepada Dosen
Pembimbing 1 dan 2.
8. Setelah proses konsul untuk perbaikan selesai, peneliti melaksanakan
ujian proposal, dimana akan diputuskan apakah proposal yang
diajukan diterima atau ditolak.
9. Setelah ujian proposal, peneliti melakukan konsultasi dalam
pembuatan izin untuk penelitian.
4.6 Pengolahan Data
4.6.1 Editing

Editing adalah upaya untuk memverifikasi keakuratan data yang diterima


atau dikumpulkan. Pemrosesan dapat dilakukan selama atau setelah data
terkumpul (Hidayat, 2009).

4.6.2 Coding

Coding adalah kegiatan pemberian kode numerik (angka) pada data yang
terdiri dari beberapa kategori. Memberikan kode ini sangat penting saat
memproses dan menganalisis data di komputer Anda. Biasanya, pada saat
pengkodean, daftar kode dan artinya juga dibuat dalam sebuah buku (codebook)
sehingga variabel dapat dengan mudah mengidentifikasi lokasi dan makna kode
dari suatu variabel (Hidayat, 2009).

4.6.3 Scoring

Pemberian nilai (scoring) adalah melakukan penilaian jawaban yang dijawab


respoden.

4.6.4 Tabulating

Untuk memudahkan analisa data maka data dikelompokkan kedalam tabel kerja,
kemudia dianalisis

80%-100% : Seluruhnya dari responden

76%-79 : Hampir seluruhnya dari responden

51%75% : Sebagia besar dari responden

50% : Setengahnya responden

26%-49% : Hampir setengahnya dari responden


1%-25% : Sebagian kecil dari responden

0% : Tidak satupun dari responden (Sugiyono, 2009).

4.7 Analisa Data


4.7.1 Analisa Univariat

Analisa univariat adalah proses mengumpulkan data awal yang masih acak dan
abstrak, kemudian data diolah menjadi informasi yang informatif. Analisa ini
serigkali digunakan untuk statistik deskriptif, yang dilaporkan dalam bentuk
distribusi frekuensi dan presentase (Donsu, 2019).

4.7.2 Analisa Bivariat

Analisa bivariat adalah analisa data yang menganalisis dua variabel. Analisa
jenis bivariat sering digunakan untuk mengetahui tentang hubungan dan pengaruh
x dan y antara variabel satu dengan variabel lainnya (Donsu, 2019). Dalam
peelitian ini analisis bivariatnya yaitu mencari tau hubungan pola komsusmsi
cairan dengan riwayat demensia pada lansia BPLU Senja Cerah Manado. Analisis
data tersebut menggunakan uji spearman dengan bantuan komputer. Sedangkan
untuk memutuskan apakah terdapat hubungan antara variabel independent dengan
variabel dependen, maka digunakan nilai r yang dibandingkan dengan tingkat
kesalahhan (alpha) yaitu 5% atau 0,05. Apabila nilai r < 0,005 maka h0 ditolak
dan Ha (hipotesis penelitian) diterima, yang berarti ada hubungan antara variabel
independent dan variabel dependen, sedangkan bila e> 0,005 maka H0 diterima
Ha (hipotesis penelitian) ditolak berarti tidak ada hubungan antara variabel
independent degn variabel dependen.
4.8 Etika Penelitian
4.8.1 Informed Consent (Persetujuan)

Informend consent ialah bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden


dengan tyjuan agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian, mwngetahui
dampakknya. (Hidayat, 2009).

4.8.2 Anonymity (Tanpa Nama)

Persetujuan untuk menjaga kerahasiaan identitas responden, peneliti tidak


mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data responden,
namun hanya kode dengan memberi nomor urutan pada setiap isi kuisioner
(Hidayat, 2009).

4.8.3 Confidentiality (Kerahasiaan)

Masalah etika dengan memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik


informasi maupun masalah-masalah yang dialami responden. Semua informasi
yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaan oleh peneliti, hanya kelompok data
tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset (Hidayat, 2009).
LAMPIRAN:

LEMBAR KUESIONER

HUBUNGAN KOMSUMSI CAIRAN DAN RIWAYAT DEMENSIA PADA


LANSIA

Petunjuk Pengisian:

1. Silakan membaca dengan teliti setiap kalimat pada pertanyaan dibawah ini
2. Jawablah pertanyaan pada kolom dibawah ini dengan benar,
Pertanyaan benar setiap item diberi 1
Demensia Ringan : 21-30
Demensia Sedang : 11-20
Demensia Berat : < 10
3. Semua item pertanyaaan mohon untuk diisi.

No Pertanyaan Score Nilai


Maksiamal
1. Orientasi 5
Sebutkan :
a. Tahun berapa sekarang?
b. Musiam apa sekarang?
c. Tanggal berapa sekarang?
d. Bulan apa sekarang?
e. Hari apa sekarang?
2. Sebutkan dimana kita sekarang: 5
a. Negara :
b. Provinsi:
c. Kota:
d. Kecamatan:
3. Registrasi 3
Pemeriksa menyebutkan 3 nama benda dengan
antara 1detik wakyu menyebutkan nama benda
tersebut (misalnya: buku, mangkok, benang).
Setelah selesai lansia harus menyebutkan
kembali

4. Perhatikan dan kalkulasi 5


Hitung kurag 7.
Misalnya 100-7, hasilnya berapa kemudian
dikurangi lagi dengan 7, demikian seterusnya
sampai 5 jawaban. Contohnya: 100-7=93-7=86 -
7=79, 72,65. Beri angka 1 bagi setiap jawaban
yang betul. Tes ini dapat di gannti dengan tes
meng-eja, yaitu mengeja mundur. Contohnya:
kartu menjadi utrak
5. Mengingat kembali 3
Tanyakan nama benda yang telah disebutkan
pada pertanyaan nomor 3. Berikan 1 poin untuk
setiap kebenaran
6. Anda tunjuk pada pensil dan arloji suruh pasien 2
untuk menyebutkan nama benda yang anda
tunjuk.
7. Suruh pasien untuk mengulang kalimat berikut: 1
“ Tanpa kalau,dan atau tetapi
8. Suruh pasien melakukan 3 tingkat, yaitu: 3
a. Ambil kertas dengan tangan kanan
b. Lipat kedua kertas itu
c. Letakkan kertas itu dilantai
9. Perintah tertulis lansia suruh pejamkan mata 1

10. Menulis kalimat secara spontan 1

11. Suruh lansia untuk menggambar

Jumlah
Normal Penilaian Komsumsi Cairan

Intensitas Keseringan Minum Komfort Data


1. Intensitas minum +3 per hari dihitung menjadi 4x per hari 4x/ hari
2. Intensitas minum +2 per hari dihitung menjadi 3x per hari 3x/ hari
3. Intensitas minum 1x tetap dihitung 1x per hari 1x/ hari
Banyaknya Komsumsi Cairan (gelas) Komfort Data
1. Lebih dari 2 ½ gelas terhitung menjadi 3 gelas 3 gelas
2. Komsumsi 2 gekas terhitung tetap 2 gelas 2 gelas
3. Komsumsi 1 ½ gelas terhitung tetap 1 ½ gelas 1 ½ gelas
4. Komsumsi 1 gelas terhitung tetap 1 gelas 1 gelas
5. Komsumsi kurag dari ¾ gelas terhitung tetap ¾ gelas ½ gelas

1 gelas :250 ml

Anda mungkin juga menyukai