Oleh :
Sri Yani
181144010208
JAKARTA 2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah SWT karena atas limpahan rahmat,
ridha, dan karuni_Nya laporan Praktik Kerja Lapangan (PKL) dapat diselesaikan tepat waktu.
Shalawat serta salam tak lupa kami haturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang selalu menjadi
teladan bagi umatnya.
Kelancaran kegiatan PKL tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, baik secara langsung
maupun tidak. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada segenap pihak yang
membantu:
1. Ns. Arozamati W. Lase, M.Kep selaku pembimbing praktek klinik dari Akademi
Keperawatan Andalusia Tangerang.
2. Pembimbing dan paramedic di gedung Graha 293 Kota Tangerang atas waktu dan
bimbingan yang sangat membantu menyelesaiakn laporan ini.
3. Para sahabat saya yang telah membantu dalam menyelesaikan laporan praktik klinik ini.
4. Orang tua saya yang telah mendukung saya baik secara material maupun moral agar saya
senantiasan berjuang menyelesaiakan bejuang menyelesaikan laporan praktek klinik ini.
Laporan ini menjelaskan aktivitas PKL yang diselesaikan praktikan. Selama berada di Gedung
Graha 293 Kota Tangerang. Semoga laporan PKL ini dapat memberikan manfaat berupa
inspirasi dan motivasi bagi pembaca. Saya menyadari dalam proses pembuatan laporan masih
terdapat banyak kesalahan, oleh karena itu, kritik dan saran sangat kami harapkan demi
perbaikan laporan kami selanjutnya.
Sri Yani
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1. Masalah Fisik
Masalahyang hadapi oleh lansia adalah fisik yang mulai melemah, sering terjadi
radang persendian ketika melakukan aktivitas yang cukup berat, indra pengelihatan yang
mulai kabur, indra pendengaran yang mulai berkurang serta daya tahan tubuh yang
menurun, sehingga sering sakit.
2. Masalah Kognitif (Intlektual)
Masalah yang hadapi lansia terkait dengan perkembangan kognitif, adalah
melemahnya daya ingat terhadap sesuatu hal (pikun), dan sulit untuk bersosialisasi
dengan masyarakat di sekitar.
3. Masalah Emosional
Masalah yang hadapi terkait dengan perkembangan emosional, adalah rasa ingin
berkumpul dengan keluarga sangat kuat, sehingga tingkat perhatian lansia kepada
keluarga menjadi sangat besar. Selain itu, lansia sering marah apabila ada sesuatu yang
kurang sesuai dengan kehendak pribadi dan sering stres akibat masalah ekonomi yang
kurang terpenuhi.
4. Masalah Spiritual
Masalah yang dihadapi terkait dengan perkembangan spiritual, adalah kesulitan
untuk menghafal kitab suci karena daya ingat yang mulai menurun, merasa kurang tenang
ketika mengetahui anggota keluarganya belum mengerjakan ibadah, dan merasa gelisah
ketika menemui permasalahan hidup yang cukup serius.
Fungsi pelayanan dapat dilaksanakan pada pusat pelayanan sosial lansia, pusat informasi
pelayanan sosial lansia, dan pusat pengembangan pelayanan sosial lansia dan pusat
pemberdayaan lansia.
C. Pendekatan Sosial
Berdiskusi serta bertukar pikiran dan cerita merupakan salah satu upaya perawat dalam
melakukan pendekatan sosial. Memberi kesempatan untuk berkumpul bersama dengan
sesama klien lansia berarti menciptakan sosialisasi. Pendekatan sosial ini merupakan
pegangan bagi perawat bahwa lansia adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang
lain. Dalam pelaksanaannya, perawat dapat menciptakan hubungan sosial, baik antar
lania maupun lansia dengan perawat. Perawat memberi kesempatan seluas-luasnya
kepada lansia untuk mengadakan komunikasi dan melakukan rekreasi. Lansia perlu
dimotivasi untuk membaca surat kabar dan majalah.
H. Prinsip Etika Dalam Pelayanan Lansia
Beberapa prinsip etika yang harus dijalankan dalam pelayanan pada lansia adalah
(Kane et al, 1994, Reuben et al, 1996) :
1. Empati: istilah empati menyangkut pengertian “simpati atas dasar pengertian yang
dalam”artinya upaya pelayanan pada lansia harus memandang seorang lansia yang
sakit dengan pengertian, kasih sayang dan memahami rasa penderitaan yang dialami
oleh penderita tersebut. Tindakan empati harus dilaksanakan dengan wajar, tidak
berlebihan, sehingga tidak memberi kesan over protective dan belas-kasihan. Oleh
karena itu semua petugas geriatrik harus memahami peroses fisiologis dan patologik
dari penderita lansia.
2. Non maleficence dan beneficence. Pelayanan pada lansia selalu didasarkan pada
keharusan untuk mengerjakan yang baik dan harus menghindari tindakan yang
menambah penderitaan (harm). Sebagai contoh, upaya pemberian posisi baring yang
tepat untuk menghindari rasa nyeri, pemberian analgesik (kalau perlu dengan derivat
morfina) yang cukup, pengucapan kata-kata hiburan merupakan contoh berbagai hal
yang mungkin mudah dan praktis untuk dikerjakan.
3. Otonomi yaitu suatu prinsip bahwa seorang individu mempunyai hak untuk
menentukan nasibnya, dan mengemukakan keinginannya sendiri. Tentu saja hak
tersebut mempunyai batasan, akan tetapi di bidang geriatri hal tersebut berdasar pada
keadaan, apakah lansia dapat membuat keputusan secara mandiri dan bebas. Dalam
etika ketimuran, seringakali hal ini dibantu (atau menjadi semakin rumit ?) oleh
pendapat keluarga dekat. Jadi secara hakiki, prinsip otonomi berupaya untuk
melindungi penderita yang fungsional masih kapabel (sedangkan non-maleficence
dan beneficence lebih bersifat melindungi penderita yang inkapabel). Dalam berbagai
hal aspek etik ini seolah-olah memakai prinsip paternalisme, dimana seseorang
menjadi wakil dari orang lain untuk membuat suatu keputusan (misalnya seorang
ayah membuat keputusan bagi anaknya yang belum dewasa).
4. Keadilan: yaitu prinsip pelayanan pada lansia harus memberikan perlakuan yang
sama bagi semua. Kewajiban untuk memperlakukan seorang penderita secara wajar
dan tidak mengadakan pembedaan atas dasar karakteristik yang tidak relevan.
5. Kesungguhan hati: Suatu prinsip untuk selalu memenuhi semua janji yang diberikan
pada seorang lansia.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana gambaran pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga dengan masalah utama
Kostipasi pada Ny A di Dinas Sosial Tangerang.
1.3 Tujuan studi kasus
1. Tujuan Umum
Diperoleh pengalaman nyata dalam melaksanakan asuhan keperawatan Gerontik dengan
masalah utama Kostipasi pada Ny A di Dinas sosial Tangerang.
2. Tujuan Khusus
a. Menerapkan proses keperawatan meliputi Pengkajian, Diagnosa Keperawatan
Perencanaan, Pelaksanaan dan Evaluasi Kasus asuhan keperawatan gerontik dengan
masalah utama Kostipasi pada Ny. A di Dinas sosial Tangerang .
b. Mendokumentasikanasuhan keperawatan gerontik dengan masalah utama Konstipasi
pada Ny. A di Dinas Sosial Tangerang.
c. Mengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan Gerontik dengan masalah utama Konstipasi pada Ny. A di Dinas Sosial
Tangerang.
1.4 Manfaat studi kasus
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Konstipasi sering diartikan sebagai kurangnya frekuensi buang air besar, biasanya
kurang dari 3 kali per minggu dengan feses yang kecil-kecil dan keras dan kadang-
kadang disertai kesulitan sampai rasa sakit saat buang air besar (NIDDK, 2000).
Konstipasi adalah suatu keluhan, bukan penyakit (Holson, 2002;Azer, 2001). Pada
umumnya konstipasi sulit didefinisikan secara tegas karena sebagai suatu keluhan
terdapat variasi yang berlainan antara individu (Azer,2001). Penggunaan istilah
konstipasi secara keliru dan belum adanya definisi yang universal menyebabkan lebih
kaburnya hal ini (Hamdy, 1984). Sedangkan batasan dari konstipasi klinik yang
sesungguhnya adalah ditemukannya sejumlah feses pada kolon, rektum atau keduanya
yang tampak pada foto polos perut (Harari, 1999).
Para tenaga medis mendefinisikan konstipasi sebagai penurunan frekuensi buang
air besar, kesulitan dalam mengeluarkan feses, atau perasaan tidak tuntas ketika buang air
besar. Studi epidemiologik menunjukkan kenaikan pesat konstipasi berkaitan dengan usia
terutama berdasarkan keluhan penderita dan bukan karena konstipasi klinik. Banyak
orang mengira dirinya konstipasi bila tidak buang air besar setiap hari. Sering ada
perbedaan pandangan antara dokter dan penderita tentang arti konstipasi (cheskin dkk,
1990).
2.2 EPIDIOMOLOGI
Sekitar 80% manusia pernah menderita konstipasi dalam hidupnya dan konstipasi
yang berlangsung singkat adalah normal (ASCRS, 2002). Menurut National Health
Interview Survey pada tahun 1991, sekitar 4,5 juta penduduk Amerika mengeluh
menderita konstipasi terutama anak-anak, wanita dan orang usia 65 tahun ke atas. Hal ini
menyebabkan kunjungan ke dokter sebanyak 2.5 juta kali/tahun dan menghabiskan dana
sekitar 725 juta dolar untuk obat-obatan pencahar (NIDDK, 2000).
Konstipasi merupakan keluhan saluran cerna terbanyak pada usia lanjut. Terjadi
peningkatan dengan bertambahnya usia dan 30-40 % orang di atas 65 tahun mengeluhkan
konstipasi (Holson, 2002). Di Inggris ditemukan 30% penduduk di atas usia 65 tahun
merupakan konsumen yang teratur menggunakan obat pencahar (Cheskin, dkk 1990). Di
Australia sekitar 20% populasi di atas 65 tahun mengeluh mendrita konstipasi dan lebih
banyak pada wanita dibanding pria (Robert-Thomson, 1989). Suatu penelitian yang
melibatkan 3000 orang usia lanjut usia di atas 65 tahun menunjukkan sekitar 34% wanita
dan 26% pria meneluh menderita konstipasi (Harari, 1989).
2.3 ETIOLOGI
Banyak lansia mengalami konstipasi sebagai akibat dari penumpukan sensasi saraf, tidak
sempurnanya pengosongan usus, atau kegagalan dalam menanggapi sinyal untuk
defekasi. Konstipasi merupakan masalah umum yang disebabkan oleh penurunan
motilitas, kurang aktivitas, penurunan kekuatan dan tonus otot.
Faktor-faktor risiko konstipasi pada usia lanjut:
1. Obat-obatan: golongan antikolinergik, golongan narkotik, golongan analgetik,
golongan diuretik, NSAID, kalsium antagonis, preparat kalsium, preparat besi,
antasida aluminium, penyalahgunaan pencahar.
2. Kondisi neurologik: stroke, penyakit parkinson, trauma medula spinalis,
neuropati diabetic.
3. Gangguan metabolik: hiperkalsemia, hipokalemia, hipotiroidisme.
4. Kausa psikologik: psikosis, depresi, demensia, kurang privasi untuk BAB,
mengabaikan dorongan BAB, konstipasi imajiner
5. Penyakit-penyakit saluran cerna: kanker kolon, divertikel, ileus, hernia,
volvulus, iritable bowel syndrome, rektokel, wasir, fistula/fisura ani, inersia
kolon.
6. Lain-lain: defisiensi diet dalam asupan cairan dan serat, imobilitas/kurang
olahraga, bepergian jauh, paska tindakan bedah perut.
2.4 PATOFISIOLOGI
Defekasi merupakan suatu proses fisiologi yang menyertakan kerja otot-otot polos
dan serat lintang, persarafan, sentral dan perifer, koordinasi sisitem reflek, kesadran yang
baik dan kemampuan fisik untuk mencari tempat BAB.
Defekasi dimulai dari gerakan peristaltik usus besar yang menghantarkan feses ke
rektum untuk dikeluarkan. Feses masuk dan meregangkan ampula rektum yang diikuti
relaksasi sfingter anus interna. Untuk menghindarkan pengeluaran feses yang spontan,
terjadi refleks kontraksi refleks anus eksterna dan kontraksi otot dasar pelvis yang
dilayani oleh syaraf pudendus. Otak menerima rangsang keinginan untuk BAB dan
sfingter anus eksterna diperintahkan untuk relaksasi, dan rektum mengeluarkan isinya
dengan bantuan kontraksi otot dinding perut. Kontraksi ini akan menaikkan tekanan
dalam perut, relaksasi sfingter dan otot elevator ani.baik persyarafan simpatis dan para
simpatis terlibat dalam proses ini.
1.1 PENATALAKSANAAN
1.1.1 Tata laksana non farmakologi
a. Cairan
Keadaan status hidrasi yang buruk dapat menyebabkan konstipasi. Kecuali ada
kontraindikasi, orang lanjut usia perlu diingatkan untuk minum sekurang
kurangnya 6-8 gelas sehari (1500 ml cairan perhari) untuk mencegah dehidrasi.
Asupan cairan dapat dicapai bila tersedia cairan/minuman yang dibutuhkan di
dekat pasien, demikian pula cairan yang berasal dari sup,sirup, dan es. Asupan
cairan perlu lebih banyak bagi mereka yang mengkonsumsi diuretik tetapi kondisi
jantungnya stabil.
b. Serat
Pada orang usia lanjut yang lebih muda, serat berguna menurunkan waktu transit
(transit time). Pada orang lanjut usia disarankan agar mengkonsumsi serat skitar
6-10 gram per hari. Ada juga yang menyarankan agar mengkonsumsi serat
sebanyak 15-20 per hari. Serat berasal dari biji-bijian, sereal, beras merah, buah,
sayur, kacang-kacangan. Serat akan memfasilitasi gerakan usus dengan
meningkatkan masa tinja dan mengurangi waktu transit usus. Serat juga
menyediakan substrat untuk bakteri kolon, dengan produksi gas dan asam lemak
rantai pendek yang meningkatkan gumpalan tinja. Perlu diingat serat tidaklah
efektif tanpa cairan yang cukup, dan dikontraindikasikan pada pasien dengan
impaksi tinja (skibala) atau dilatasi kolon. Peningkatan jumlah serat dapat
menyebabkan gejala kembung, banyak gas, dan buang besar tidak teratur terutama
pada 2-3 minggu pertama, yang seringkali menimbulkan ketidakpatuhan obat.
c. Bowel training
Pada pasien yang mengalami penurunan sensasi akan mudah lupa untuk buang air
besar. Hal tersebut akan menyebabkan rektum lebih mengembang karena adanya
penumpukan feses. Membuat jadwal untuk buang air besar merupakan langkah
awal yang lebih baik untuk dilakukan pada pasien tersebut, dan baik juga
diterapkan pada pasien usia lanjut yang mengalami gangguan kognitif. Pada
pasien yang sudah memiliki kebiasaan buang air besar pada waktu yang teratur,
dianjurkan meneruskan kebiasaan teresebut. Sedangkan pada pasien yang tidak
memiliki jadwal teratur untuk buang air besar, waktu yang baik untuk buang air
besar adalah setelah sarapan dan makan malam.
d. Latihan Jasmani
Jalan kaki setiap pagi adalah bentuk latihan jasmani yang sederhana tetapi
bermanfat bagi orang usia lanjut yang masih mampu berjalan. Jalan kaki satu
setengah jam setelah makan cukup membantu. Bagi mereka yang tidak mampu
bangun dari tampat tidur, dapat didudukkan atau didudukkan atau diberdirikan
disekitar tempat tidur. Positioning bagi pasien usia lanjut yang tidak dapat
bergerak, meninggalkan tempat tidurnya menuju ke kursi beberapa kali dengan
interval 15 menit, adalah salah satu cara untuk mencegah ulkus dekubitus. Tentu
saja pasien yang mengalami tirah baring dapat dibantu dengan menyediakan toilet
atau komod dengan tempat tidur, jangan diberi bed pan. Mengurut perut dengan
hati-hati mungkin dapat pula dilakukan untuk merangsang gerakan usus.
e. Evaluasi penggunaan obat
Evaluasi yang seksama tentang penggunaan obat-obatan perlu dilakukan untuk
mengeliminasi, mengurangi dosis, atau mengganti obat yang diperkirakan
menimbulkan konstipasi. Obat antidepresan, obat Parkinson merupakan obat yang
potensial menimbulkan konstipasi. Obat yang mengandung zat besi juga
cenderung menimbulkan konstipasi, demikian obat anti hipertensi (antagonis
kalsium). Antikolinergik lain dan juga narkotik merupakan obat-obatan yang
sering pula menyebabkan konstipasi.
BAB III
TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN
3.1 KASUS
a. Identitas Diri
Nama : Atieh
Umur : 61 tahun
Alamat : Karawaci Tanah Cepe, Tangerang
Pendidikan : SD
Jenis Kelamin :Perempuan
Suku : Sunda
Agama : Islam
Status Perkawinan : Belum Kawin
Tanggal masuk Panti : Tahun 2018
Tanggal Pengkajian : 17 maret 2021
skor Kriteria
A Kemandirian dalam hal makan, minum, berpindah,
ke kamarkecil, berpakaian dan mandi
B Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari hari,
kecuali satu dari fungsi tersebut.
C Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari hari,
kecuali mandi dan satu fungsi tambahan.
D Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari
hari,kecuali mandi, berpakaian dan satu fungsi
tambahan.
C Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari hari,
kecuali mandi, berpakaina, ke kamar kecil, dan
satu fungsi tambhan
F Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari hari,
kecuali berpakaian,ke kamar kecil, dan satu fungsi
fungsi tambahan.
G Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari hari,
kecuali mandi dan satu fungsi tambahan
Lain- Tergantung pada sedikitnya dua fungsi, tetapi
lain tidak dapat diklasifikasikan sebagai C,D,E atau F
f. Pemeriksaan Fisik
Daerah pemeriksaan Fisik
Keadaan umum :
Kesadaran : Compos Metis
TB-BB : 154,47
Tanda Vital
Tekanan Darah :131/64mmHg
Nadi : 67x/menit
Suhu : 36 oC
Respirasi : 20x/menit
Kepala-Rambut :inspeksi: Rambut bersih,warna sebagian putih
sebgaian hitam
Palpasi: rambut halus,mudah rontok
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hilangnya nafsu makan.
Implementasi I
Hari : Jum’at
Implementasi II
Hari : Senin
Implementasi III
Hari :
Tanggal :
Diagnosa
Hari/Tanggal Evaluasi Paraf
Keperawatan
Perubahan
nutrisi kurang
dari kebutuhan
b/d Hilangnya
nafsu makan
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Pengkajian
Asuhan keperawatan pad Ny.A selama 3x24 jam mulai tanggal 18 maret
2021 sampai Kamis 23 maret 2021 di Dinas social Kota Tangerang. Data yang
ditemukan pada Ny. A mengeluh susah BAB, nyeri tertusuk pada bagian perut .
4.2 Perencanaan
Dalam pelaksaan ini penulis berorientasi pada rencana tindakan yang telah
dibuat seblumnya. Tindakan tersebut dialkukan dengan mempertimbangkan bahwa
pasien belum memahami tentang penyakit kostipasi, perawatan serta pencegahan
yang dapat dilakukan oleh pasien. Penulis mengharapkan agar pasien mendapatkan
pelayanan kesehatan sehingga dapat membantu menyelesaikan masalah yang
dihadapi.
4.4 Evaluasi
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.5 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dikemukakan, penulis dapat menarik
kesimpulan sebagai berikut :
1. Setelah melakukan pengkajian terhadap keluarga pasien Ny A,
penulis memperoleh hasi atau data yang mengarah pada
masalah Ny. A yaitu penyakit konstipasi.
2. Diagnosa keperawatan keluarga yang ditemukan pada
keluarga yang terjadi pada Ny. A yang menderita Konstipasi
adalah sebagai berikut :
a. Perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d
Hilangnya nafsu makan.
b. Nyeri akut b/d Akumulasi feses keras pada abdomen
c. Ansietas b/d Kurangnya pengetahuan.
3. Dalam menyusun rencana keperawatan keluarga Ny. A yang
menderita Konstipasi, penulis menggunakan format yaitu
pengumpulan data,masalah di mana intervensi yang
diterapkan mencangkup semua kriteria dalam penerapan
rencana keperawatan sesuai dengan teori.
4. Implemntasi / tindakan keperawatan terhadap Ny. A yang
menderita Konstipasi, penulis melakukan implementasi
keperawatan pasien yang sesuai teori yaitu : Memberikan
pendidikan kesehatan terkait penyakitnya (Konstipasi),
menganjurkan pada pasien minum, menganjurkan pasien
makan sesuai dengan diet yang dianjurkan, dan memotivasi
pasienuntuk kesembuhan pasien untuk berobat ke pelayanan
kesehatan.
5. Evaluasi
Setelah menyelesaikan tahap evaluasi, maka penulis memilih
bahwa masalah yang dihadapi oleh keluarga yaitu teratasi.
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA