Disusun Oleh
CI LAHAN CI INSTITUSI
(________________) ( ________________)
MAKASSSAR 2021
A. KONSEP PROSES PENUAAN SECARA UMUM
1. Definisi Konsep Lanjut Usia Lansia
Lansia adalah Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60
tahun ke atas. Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses
yang berangsur-angsur mengakibatkan perubahan kumulatif, merupakan
proses menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari
dalam dan luar tubuh, seperti didalam Undang-Undang No 13 tahun 1998
yang isinya menyatakan bahwa pelaksanaan pembangunan nasional yang
bertujuan mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila
dan Undang- Undang Dasar 1945, telah menghasilkan kondisi sosial
masyarakat yang makin membaik dan usia harapan hidup makin meningkat,
sehingga jumlah lanjut usia makin bertambah. Banyak diantara lanjut usia
yang masih produktif dan mampu berperan aktif dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Upaya peningkatan kesejahteraan
sosial lanjut usia pada hakikatnya merupakan pelestarian nilai-nilai
keagamaan dan budaya bangsa.
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaaan yang terjadi di dalam
kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak
hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan
kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang
telah melalui tiga tahap kehidupan, yaitu anak, dewasa dan tua (Nugroho,
2006).
2. Batasan Yang diklasifikasikan Lansia
Menurut WHO (1999) menjelaskan batasan lansia adalah sebagai berikut
:
a. Usia lanjut (elderly) antara usia 60-74 tahun,
b. Usia tua (old) :75-90 tahun, dan
c. Usia sangat tua (very old) adalah usia > 90 tahun.
Depkes RI (2005) menjelaskan bahwa batasan lansia dibagi menjadi tiga
katagori, yaitu:
2 Artritis 45 51 54,8
3 Stroke 33 46 67
c. Pendekatan Sosial
Berdiskusi serta bertukar pikiran dan cerita merupakan salah satu upaya
perawat dalam melakukan pendekatan sosial. Memberi kesempatan
untuk berkumpul bersama dengan sesama klien lansia berarti
menciptakan sosialisasi. Pendekatan sosial ini merupakan pegangan
bagi perawat bahwa lansia adalah makhluk sosial yang membutuhkan
orang lain. Dalam pelaksanaannya, perawat dapat menciptakan
hubungan sosial, baik antar lania maupun lansia dengan perawat.
Perawat memberi kesempatan seluas-luasnya kepada lansia untuk
mengadakan komunikasi dan melakukan rekreasi. Lansia perlu
dimotivasi untuk membaca surat kabar dan majalah
B. KONSEP ASPEK LEGAL ETIK KEPERAWATAN
Aspek legal etik keperawatan menurut (Ngesti W. Utami, Uly Agustine, S.Kp
and Ros Endah Happy P, S.Kp.Ns, 2016), yaitu :
1. Autonomy (Kemandirian)
Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu yang
menuntut pembedaan diri, dan perawat haruslah bisa menghormati dan
menghargai kemandirian ini.
Contoh tindakan saya berikan kepada Ny. Y berdasarkan prinsip autonomy
yaitu saya memberikan penjelasan tentang tujuan pemasangan infus dengan
tujuan pemenuhan cairan dan elektrolit karena pasien tidak bisa
mengkomsumsi makanan lewat oral karena merasa mual- muntah serta
mengalami dehidrasi.
2. Beneficence (Berbuat Baik)
Prinsip ini menuntut perawat untuk melakukan hal yang baik sesuai dengan
ilmu dan kiat keperawatan dalam melakukan pelayanan keperawatan.
Contoh tindakan saya lakukan adalah memberikan edukasi pada pasien
untuk minum air yang banyak dan pemenuhan nutrisi seperti buah dan
sayuran yang sehat serta menganjurkan pasien untuk bergerak.
3. Justice (Keadilan)
Nilai ini direfleksikan ketika perawat bekerja sesuai ilmu dan kiat
keperawatan dengan memperhatikan keadilan sesuai standar praktik dan
hukum yang berlaku.
Contoh tindakan yang saya lakukan terhadap pasien adalah tidak membeda
bedakan antara pasien yang satu dengan yang lainnya saya bersifat adil
terhadap setiap tindakan saya lakukan sesuai dengan kebutuhan pasien.
4. Non-Maleficence (Tidak Merugikan)
Prinsip ini berarti seorang perawat dalam melakukan pelayanannya sesuai
dengan ilmu dan kiat keperawatan dengan tidak menimbulkan
bahaya/cedera fisik dan psikologis pada klien.
Contoh tindakan yang saya berikan kepada pasien pada saat pasien di rawat
dirumah sakit selama 3 hari sudah terpasang infus kemudian mengalami
flebitis, kemudian di instruksikan oleh perawat jaga untuk melepas dulu
infusnya. Setelah dilepas pasien diberi tahu bahwa direncanakan untuk
kembali memasang infus di tangan bagian sebelahnya, namun pasien
menolak karena merasa nyaman dengan tidak terpasangnya infus namun
keadaan pasien masih sangat membutuhkan intake melalui cairan, karena
masih kurang nafsu makan, serta minum hanya sedikit. Sehingga saya
memberikan edukasi mengenai pentingnya penasangan infus untuk pasien,
pasien kemudian mengerti dan minta pemasangan infus kembali.
5. Veracity (Kejujuran)
Prinsip ini tidak hanya dimiliki oleh perawat namun harus dimiliki oleh
seluruh pemberi layanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada
setia klien untuk meyakinkan agar klien mengerti. Informasi yang
diberikan harus akurat, komprehensif, dan objektif. Kebenaran merupakan
dasar membina hubungan saling percaya. Klien memiliki otonomi sehingga
mereka berhak mendapatkan informasi yang ia ingin tahu.
Contoh tindakan saya berikan kepada Tn. A yaitu memberitahukan
mengenai keadaan yang dialaminya sekarang disini saya berperan untuk
menjelaskan bagaimana cara mengatasi serta makanan yang baik
dikonsumsi untuk meningkatkan nafsu makan pasien dan memberikan
semangat untuk bisa sembuh agar tidak memperburuk kondisinya.
6. Fidelity (Menepati Janji)
Tanggung jawab besar seorang perawat adalah meningkatkan kesehatan,
mencegah penyakit memulihkan kesehatan, dan meminimalkan
penderitaan. Untuk mencapai itu perawat harus memiliki komitmen
menepati janji dan menghargai komitmennya kepada orang lain.
Contoh yang saya lakukan terhadap pasien Ny.S bertanggung jawab besar
untuk meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan
kesehatan, dan meminimalkan penderitaan. Untuk mencapai itu perawat
harus memiliki komitmen menepati janji dan menghargai komitmennya
kepada orang lain.
7. Confidentiality (Kerahasiaan)
Kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus dijaga privasi klien.
Dokumentasi tentang keadaan kesehatan klien hanya bisa dibaca guna
keperluan pengobatan, upaya peningkatan kesehatan klien dan atau atas
permintaan pengadilan. Diskusi tentang klien diluar area pelayanan harus
dihindari.
Contoh tindakan yang saya lakukan terhadap pasien yaitu menjaga privasi,
baik itu mengenai penyakit yang dialami ataupun pasien pernah
menceritakan keadaannya kepada saya, saya tidak boleh menceritakan
terhadap orang lain.
8. Accountability (Akuntabilitas)
Akuntabilitas adalah standar yang pasti bahwa tindakan seorang
professional dapat dinilai dalam berbagai kondisi tanpa terkecuali.
Contoh tindakan yang saya lakukan dalam hal ini saya sebagai perawat
harus bertanggung jawab pada diri sendiri, profesi, klien, sesama teman
sejawat, karyawan, dan masyarakat, Jika misalnya salah memberi dosis
obat kepada klien perawat dapat digugat oleh klien yang menerima obat,
dokter yang memberi tugas delegatif, dan masyarakat yang menuntut
kemampuan professional.
C. KONSEP MEDIS
1. Defenisi
Gangguan
metabolisme purin
Gout
Pembentukan kristal
Pembentukan tofi
Deformitas sendi
Mekanisme peradangan
6. Komplikasi
Meskipun penyakit asam urat jarang menimbulkan komplikasi, namun tetap patut
di waspadai. Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi diantaranya sebagai
berikut:
a. Munculnya benjolan keras (tofi) di sekitar area yang meradang
b. Kerusakan sendi permanen akibat radang yang terus berlangsung serta tofi di
dalam sendi yang merusak tulang rawan dan tulang sendi itu sendiri.
Kerusakan permanen ini biasanya terjadi pada kasus penyakit asam urat yang
diabaikan selama bertahu-tahun.
7. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium Seseorang dikatakan menderita asam urat ialah
apabila pemeriksaan laboratorium menunjukkan kadar asam urat dalam darah
diatas 7 mg/dL untuk pria dan lebih dari 6 mg/dL untuk wanita. Bukti adanya
kristal urat dari cairan sinovial atau dari topus melalui mikroskop polarisasi
sudah membuktikan, bagaimanapun juga pembentukan topus hanya setengah
dari semua pasien dengan gout. Pemeriksaan gula darah dilakukan untuk
mendeteksi ada dan tidaknya penyakit diabetes mellitus. Ureum dan kreatinin
diperiksa untuk mengetahui normal dan tidaknya fungsi ginjal. Sementara itu
pemeriksaan profil lemak darah dijadikan penanda ada dan tidaknya gejala
aterosklerosis.
b. Pemeriksaan Cairan Sendi Pemeriksaan cairan sendi dilakukan di bawah
mikroskop. Tujuannya ialah untuk melihat kristal urat atau monosodium urate
(kristal MSU) dalam cairan sendi. Untuk melihat perbedaan jenis artritis yang
terjadi perlu dilakukan kultur cairan sendi. Dengan mengeluarkan cairan sendi
yang meradang maka pasien akan merasakan nyeri sendi yang berkurang.
Dengan memasukkan obat ke dalam sendi, selain menyedot cairan sendi
tentunya, maka pasien akan lebih cepat sembuh. Mengenai metode
penyedotan cairan sendi ini, ketria mengatakan bahwa titik dimana jarum akan
ditusukkan harus dipastikan terlebih dahulu oleh seorang dokter. Tempat
penyedotan harus disterilkan terlebih dahulu, lalu jarum tersebut disuntikkan
dan cairan disedot dengan spuite.
c. Pemeriksaan dengan Roentgen Pemeriksaan ini baiknya dilakukan pada awal
setiap kali pemeriksaan sendi. Dan jauh lebih efektif jika pemeriksaan
roentgen ini dilakukan pada penyakit sendi yang sudah berlangsung kronis.
Pemeriksaan roentgen perlu dilakukan untuk melihat kelainan baik pada sendi
maupun pada tulang dan jaringan di sekitar sendi.
8. Penatalaksanaan
Menurut Nurarif (2015) Penanganan Gout Arthritis biasanya dibagi menjadi
penanganan serangan Akut dan penanganan serangan Kronis. Ada 3 tahapan
dalam terapi penyakit ini :
a. Mengatasi serangan Gout Arthtitis Akut.
b. Mengurangi kadar Asam Urat untuk mencegah penimbunan Kristal Urat
pada jaringan, terutama persendian.
c. Terapi mencegah menggunakan terapi Hipourisemik.
D. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas Meliputi nama, usia, jenis kelamin, alamat, pendidikan dan
pekerjaan.
b. Keluhan Utama Keluhan utama yang menonjol pada klien Gout Arthritis
adalah nyeri dan terjadi peradangan sehingga dapat menggangu aktivitas
klien.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Didapatkan adanya keluhan nyeri yang terjadi di otot sendi. Sifat dari
nyerinya umumnya seperti pegal/di tusuk-tusuk/panas/di tarik-tarik dan nyeri
yang dirasakan terus menerus atau pada saat bergerak, terdapat kekakuan
sendi, keluhan biasanya dirasakan sejak lama dan sampai menggangu
pergerakan dan pada Gout Arthritis Kronis didapakan benjolan atan Tofi
pada sendi atau jaringan sekitar.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit apa saja yang pernah diderita oleh klien, apakah keluhan penyakit
Gout Arthritis sudah diderita sejak lama dan apakah mendapat pertolongan
sebelumnya dan umumnya klien Gout Arthritis disertai dengan Hipertensi.
e. Riwayat Penyakit Keluarga Kaji adakah riwayat Gout Arthritis dalam
keluarga.
f. Riwayat Psikososial Kaji respon emosi klien terhadap penyakit yang diderita
dan penyakit klien dalam lingkungannya.
g. Riwayat Nutrisi Kaji riwayat nutisi klien apakah klien sering menkonsumsi
makanan yang mengandung tinggi Purin.
h. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi dari ujung rambut hingga ujung kaki (head to toe). Pemeriksaan
fisik pada daerah sendi dilakukan dengan inspeksi dan palpasi. Inspeksi yaitu
melihat dan mengamati daerah keluhan klien seperti kulit, daerah sendi,
bentuknya dan posisi saat bergerak dan saat diam. Palpasi yaitu meraba
daerah nyeri pada kulit apakah terdapat kelainan seperti benjolan dan
merasakan suhu di daerah sendi dan anjurkan klien melakukan pergerakan
yaitu klien melakukan beberapa gerakan bandingkan antara kiri dan kanan
serta lihat apakah gerakan tersebut aktif, pasif atau abnormal.
2. Diagnosis Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga dalam mengenal
masalah
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga
merawat anggota keluarga yang sakit
c. Defisiensi pengetahuan berhubungan ketidakmampuan keluarga dalam
mengenal masalah kesehatan keluarga
3. Intervensi Keperawatan
Kolaborasi
5. Evaluasi
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistimatis dan
terencana tentang kesehatan keluarga dengan tujuan yang telah ditetapkan,
dilakukan dengan cara berkesinambugan dengan melibatkan klien dan
tenaga kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan
keluarga dalam mencapai tujuan, ( Setiadi, 2008 )
DAFTAR PUSTAKA
Aspiani, (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gerontik. Jakarta: Trans Info
Media.
Sudoyo, (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi ke 5. Jakarta: Interna
Publishing.
Pintar.
Zahara. (2013). Artritis Gout Metakarpal dengan Perilaku Makan Tinggi Purin