Anda di halaman 1dari 31

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep Mastitis

1. Pengertian

Mastitis merupakan inflamasi pada payudara yang dapat berlanjut

menjadi infeksi pada payudara. Mastitis dapat ditandai dengan gejala

seperti influenza dan paling sering terjadi pada kuadran atas luar payudara

dapat terjadi pada satu atau kedua payudara (Lowdermilk, perry, cashion,

2013). Mastitis selalu menunjukan inflamasi pada payudara dan dapat

bersifat infektif ataupun noninfektif (Cadwell dan Maffei, 2011). Jika

sudah ditemukan tanda-tanda, maka pemberian ASI (menyusui) tetap

diteruskan, bayi disusukan pada payudara yang terkena selama dan

sesering mungkin (Mansyur dan Dahlan, 2014).

Mastitis merupakan peradangan payudara yang terjadi pada laktasi.

Manisfestasi klinik mastitis antara lain kemerahan, pembengkakan

payudara, demam atau infeksi sistemik. Mastitis klinis didefinisikan

sebagai mastitis yang menyebabkan perubahan yang terlihat pada

payudara. Mastitis dibagi menjadi parah, sedang atau ringan (Tristanti,

2019).

Mastitis noninfeksi dapat ditangani dengan perawatan payudara yang

benar dan terus menyusui, sedangkan mastitis infeksi dapat sembuh dalam

waktu 24-28 jam dengan terapi antibiotic, namun dapat menjadi abses

9
ketika terlambat dalam mengobatinya (Chapman dan Dahram, 2010). Jika

munul tanda gejala mastitis dan tidak ditangani dengan cepat dan efektif

dapat menyebabkan abses payudara yang merupakan penggumpalan nanah

didalam payudara dan komplikasi berat dari mastitis (Cadwell dan Maffei,

2011).

2. Etiologi

Mastitis dapat terjadi sebagai akibat dari faktor ibu maupun faktor

bayi. Penyebab mastitis pada ibu meliputi praktik menyusui yang buruk

seperti kesalahan dalam posisi menyusu karena kurangnya pengetahuan

atau pendidikan tentang menyusui, saluran yang tersumbat, puting

pecah atau sistem kekebalan tubuh ibu yang terganggu, yang dapat

menyebabkan mastitis melalui mekanisme sistemik yang meningkatkan

kerentanan terhadap infeksi atau mengurangi suplai susu sebagai respons

terhadap nutrisi yang buruk, stres dan kelelahan ibu. (Tristanti, 2019).

Mastitis disebabkan oleh stasis ASI dalam duktus dan berlanjut

karena infeksi bakteri (Cadwell dan Maffei, 2011). Penyebab stasis ASI

menurut WHO 2013 adalah :

a. Bendungan payudara dan sumbatan pada saluran ASI

b. Pembatasan frekuensi atau durasi menyusui

c. Kenyutan yang buruk pada payudara oleh bayi

d. Sisi yang disukai dan pengisapan yang efisien

e. Factor mekanis lain: Tounge Tie, penggunaan dot karet, pakaian yang

ketat dan posisi tidur telungkup.

10
Infeksi yang terjadi biasanya disebabkan oleh bakteri Staphylococcus

aureus. Bakteri ini berasal dari mulut bayi yang masuk kedalam saluran air

susu ibu melalui robekan atau luka pada puting susu (Prawirohardjo,

2011). Menurut (Mansyur dan Dahlan, 2014), mastitis disebabkan oleh

beberapa hal antara lain:

a. Payudara bengkak yang tidak disusui secara adekuat, akhirnya terjadi

mastitis;

b. Puting lecet akan memudahkan masuknya kuman, dan terjadinya

infeksi pada payudara;

c. Breast Holder (bra) yang terlalu ketat;

d. Ibu yang memiliki diet yang jelek (kurang nutrisi) dan kurang istirahat

akan mudah terkena infeksi.

3. Tanda dan Gejala Mastitis

Gejala mastitis meliputi bengkak, nyeri seluruh payudara atau nyeri local,

kemerahan pada seluruh payudara atau hanya local, payudara keras dan

berbenjol-benjol, suhu badan meningkat, dan rasa sakit yang umum

(Bahiyatun, 2010). Menurut Wulandari dan Handayani (2011), gejala

mastitis antara lain:

a. Ibu memperhatikan adanya “bercak panas” atau area nyeri tekan yang

kuat

b. Ibu dapat merasakan bercak kecil yang keras didaerah nyeri tekan

tersebut

c. Ibu mengeluh lemah dan sakit-sakit pada otot seperti flu

11
d. Mengeluhkan sakit kepala

e. Ibu mengalami demam

f. Terdapat area luka yang terbatas atau lebih luas pada payudara

g. Kulit tampak kemerahan dan bercahaya (tanda-tanda akhir)

h. Payudara terasa keras dan tegang

4. Patofisiologi

Secara garis besar, mastitis atau peradangan pada payudara dapat

bersifat infektif maupun nonifektif, tetapi keduanya selalu menunjukan

proses inflamasi (Cadwell dan Maffei, 2011). Mastitis noninfeksi berasal

dari proses menyusui yang normal, namun dikarenakan faktor-faktor

resiko tertentu dari ibu maupun bayi maka dapat menyebabkan terjadinya

gangguan pengeluaran ASI atau yang biasa disebut dengan stasis ASI.

Stasis ASI akan mengakibatkan ASI tidak dapat keluar dengan lancer dan

efektif sehingga terjadi peningkatan tekanan didalam duktus ( saluran ASI)

dan dapat menyebabkan respon peradangan tanpa adanya infeksi bakteri

sehingga payudara ibu akan nyeri namun bagian lain tubuh ibu akan baik-

baik saja (WHO, 2014).

Peningkatan tekanan dalam duktus akan mengakibatkan payudara

menjadi tegang, sehingga sel epitel yang memproduksi ASI menjadi datar

dan tertekan, permeabilitas jaringan ikat meningkat da memicu respon

imun. Hal ini menyebabkan respon inflamasi dan kerusakan jaringan

sehingga membuat lubang duktus laktiferus menjadi tempat masuknya

bakteri terutama bakteri Staphylococcus aureus dan Streptococcus sp.

12
Mastitis yang bersifat infektif juga dapat terjadi secara langsung yaitu saat

timbul fisura/robekan/perlukaan pada putting yang terbentuk saat awal

laktasi akan menjadikan jalan masuknya bakteri (IDAI, 2013). Puting

lecet/pecah-pecah terjadi bersamaan dengan mastitis karena keduanya

diakibatkan oleh kenyutan yang buruk pada payudara dan luka pada

putting menjadi titik awal infeksi (WHO, 2013).

5. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang (tes diagnostik) dilakukan untuk

menegakkan diagnose mastitis. Beberapa pemeriksaan penunjang dibawah

ini juga dapat berguna untuk membedakan antara mastitis noninfeksius

dan mastitis infeksius, antara lain:

a. Hitung Darah Lengkap (HDL) atau Complete Blood Count (CBC)

Tes ini memeriksa jenis sel darah merah, termasuk sel darah merah, sel

darah putih dan trombosit (Platelet). Hasil tes menyebutkan jumlah sel

darah dalam darah (mm3) atau presentasenya. Salah satu sel darah

yang menjadi acuan tubuh yang melawan infeksi atau tidak adalah sel

darah putih (leukosit). Fungsi utamanya adalah melawan infeksi,

melindungi tubuh dengan memfagosit organisme asing, memproduksi

dan mendistribusaikan antibodi. Nilai normalnya adalah3200 - 10.

000 /mm3. Peningkatan kadar leukosit dari nilai normalnya dapat

mengindikasikan tubuh sedang berusaha untuk melawan suatu infeksi,

baik infeksi bakteri, peradangan, gangguan alergi, dan infeksi virus

(Kemenkes RI, 2011)

13
b. Uji Kultur

Bahan kultur diambil langsung dari hasil perahaan ASI menggunakan

tangan yang ditampung menggunakan penampung steril. Putting

dibersihkan terlebih dahulu dan penampung diusahakan tidak

menyentuh putting untuk menghindari kontaminasi kuman yang ada

dikulit. Hasil kultur akan memunculkan tinggi dan rendahnya jumlah

bakteri atau patogenitas bakteri (IDAI, 2013).

c. Mamografi

Mamografi merupakan pemeriksaan pada payudara dengan

menggunakan sinar X dengan menggunakan alat yang disebut

mamogram. Ketika proses pemeriksaan dimulai maka payudara akan

ditekan oleh mamogram sehingga akan timbul rasa tidak nyaman

sesaat. Mamografi digunakan sebagai salah satu penegakkan diagnosa

kanker payudara sehingga jika teraba adanya massa/benjolan disekitar

payudara maka diperlukan tes ini agar dapat membedakan apakah

kondisi tersebut merupakan mastitis atau kanker payudara (Tim

Penanggulangan Dan Pelayanan Kanker Payudara Terpadu, 2013).

d. Ultrasonografi (USG) Payudara

USG payudara merupakan tes tambahan setelah melakukan

mamografi. Pemeriksaan mamografi dan USG payudara akan

memberikan tambahan informasi untuk evaluasi struktur payudara

(Tim Penanggulangan Dan Pelayanan Kanker Payudara Terpadu,

2013).

14
6. Penanganan

Menurut WHO (2013) terdapat empat prinsip utama penanganan mastitis,

yaitu:

a. Konseling suportif

Mastitis merupakan salah satu kejadian yang dapat membuat ibu

frustasi dikarenakan nyeri dan merasa sangat sakit. Ibu menyusui yang

mengalami mastitis akan membutuhkan dukungan emosional karena

ibu akan mengalami kebingungan tentang cara penanganan gejala

yang dialami. Ibu harus diyakinkan kembali tentang menyusui yang

aman untuk diteruskan, ASI dari payudara yang sakit tidak akan

membahayakan bayinya dan payudara akan pulih baik bentuk maupun

fungsinya. Ibu memerlukan bimbingan yang jelas tentang semua

tindakan penanganan hingga ibu benar-benar pulih.

b. Pengeluaran ASI dengan efektif

1) Ibu memperbaiki kenyutan bayi pada payudara dan perlekatan bayi

yang tepat pada payudara;

2) Ibu harus sering menyusui, sesering dan selama bayi membutuhkan

tanpa adanya batasan;

3) Bila diperlukan, ASI dapat diperas dengan tangan atau dengan

pompa

15
c. Terapi Antibiotik

Antibiotic yang tepat harus diberikan dalam jangka panjang,

dianjurkan untuk memberikan antibiotic 10-14 hari. Pemberian jangka

pendek akan menyebabkan resiko kekambuhan mastitis yang tinggi.

d. Terapi Simtomatik

Penanganan nyeri menggunakan analgesic, sebaiknya memilih terapi

yang tepat dan efektif sehingga dapat mengurangi inflamasi dan nyeri.

Ibu dianjurkan untuk beristirahat ditempat tidur hingga gejala

membaik. Tindakan lain yang dapat dilakukan adalah penggunaan

kompres hangat pada payudara yang dapat megurangi nyeri dan

anjurkan ibu minum banyak.

7. Pencegahan

Pencegahan terhadap kejadian mastitis dapat dilakukan dengan

memperhatikan faktor risiko diatas. Bila payudara penuh dan bengkak

(engorgement), bayi biasanya menjadi sulit melekat dengan baik, karena

permukaan payudara menjadi sangat tegang. Ibu dibantu untuk

mengeluarkan sebagian ASI setiap 3 – 4 jam dengan cara memerah

dengan tangan atau pompa ASI yang direkomendasikan. Sebelum

memerah ASI masase dileher punggung serta dipayudara dapat

merangsang pengeluaran hormon oksitosin yang menyebabkan ASI

mengalir dan rasa nyeri berkurang. Teknik memerah dengan tangan

yang benar perlu diperlihatkan dan diajarkan kepada ibu agar

perahan tersebut efektif. ASI hasil perahan dapat diminumkan ke bayi

16
dengan menggunakan cangkir atau sendok. Pembengkakan payudara

ini perlu segera ditangani untuk mencegah terjadinya feedback inhibitor

of lactin (FIL) yang menghambat penyaluran ASI. (Tristanti, 2019).

Kelelahan sering menjadi pencetus terjadinya mastitis. Seorang

tenaga kesehatan harus selalu menganjurkan ibu menyusui cukup

beristirahat dan juga mengingatkan anggota keluarga lainnya bahwa

seorang ibu menyusui membutuhkan lebih banyak bantuan. (Tristanti,

2019).

Ibu harus senantiasa memperhatikan kebersihan tangannya karena

Staphylococcus aureus adalah kuman komensal yang paling banyak

terdapat di rumah sakit maupun masyarakat. Penting sekali untuk tenaga

kesehatan rumah sakit, ibu yang baru pertama kali menyusui

dan keluarganya untuk mengetahui teknik mencuci tangan yang baik.

Alat pompa ASI juga biasanya menjadi sumber kontaminasi sehingga

perlu dicuci dengan sabun dan air panas setelah digunakan. Untuk

pencegahan mastitis bisa juga dilakukan dengan ibu melahirkan cukup

istrirahat dan secara teratur menyusui bayinya agar payudara tidak

menjadi bengkak. Gunakan BH yang sesuai dengan ukuran

payudara.Usahakan selalu menjaga kebersihan payudara dengan cara

membersihkan dengan kapas dan air hangat sebelum dan sesudah

menyusui. (Tristanti, 2019).

17
2. Konsep Masase Payudara

1. Pengertian

Masase payudara adalah pemeliharaan payudara yang dilakukan

untuk memperlancar ASI dan menghindari kesulitan pada saat menyusui

dengan melakukan pemijatan . (Welfrod, 2012)

Masase payudara adalah perawatan payudara yang dilakukan

dalam benruk pemijatan pada payudara ibu yang dilakukan mulai dari

masa kehamilan sampai dengan pada masa laktasi ( Nadia Inivara, 2014).

2. Tujuan Masase Payudara

Menurut (Kristiyanasari, 2012) Perawatan payudara (masase

payudara) antara lain bertujuan untuk :

a. Memelihara kebersihan payudara agar terhindar dari infeksi

b. Meningkatan prosuksi ASI dengan merangsang kelenjar kelenjar air

susu melalui pemijatan.

c. Mencegah bendungan ASI atau pembengkakan payudara.

d. Melenturkan dengan menguatkan puting susu.

e. Mengetahui secara dini kelainan puting susu dan melakukan usaha

untuk mengatasinya.

3. Manfaat Masase Payudara

Masase payudara menstimulasi rangsangan pada otot-otot

payudara untuk memproduksi ASI (Reflek Prolaktin). Rangsangan ini

kemudian dilanjutkan ke hipotaamus melalui medulla spinali , sehingga

18
hiptalamus akan menekan pengeluaran faktor faktor yang memicu sekresi

prolaktin. Faktor faktor yang memacu sekresi prolaktin akan merangsang

hipofisis anterior sehingga keluar prolaktin dan selanjutnya

hormone prolaktin akan merangsang sel sel alveoli yang berfungsi untuk

membuat air susu (Astutik, 2014).

4. Teknik Masase Payudara yang benar

a. Persiapan Alat

1) Kursi

2) Meja

3) Minyak kelapa/baby oil/lotion

4) Washlap 2 buah

5) Handuk besar 2 lembar

6) 2 kom besar untuk menampung air panas dan dingin

7) Alat pumping dan botol

b. Pelaksanaan

1) Membawa alat ke dekat klien

2) Mencuci tangan

3) Menganjurkan klien untuk duduk bersandar dengan

rileks/santai

4) Mengoleskan minyak pada kedua tangan supaya tangan licin

5) Menempatkan kedua telapak tangan diantara kedua payudara

6) Ibu duduk bersandar, dengan menggunakan telapak tangan,

payudara diurut dari bagian tengah, keatas melingkar selanjutnya

19
menuju ke arah bawah, lalu keatas dan diangkat kemudian perlahan

– lahan dilepaskan, dilakukan sebanyak (30x)

Gambar 2.1 Kedua tangan diantara payudara

Gambar 2.2 Kedua tangan melingkar payudara

7) Telapak tangan kiri menyokong buah dada sedangkan tangan

kanan mengurut kearah putting susu dilakukan 30 x untuk setiap

payudar a

20
Gambar 2.3 Mengurut menggunakan sisi ulnar

8) Seperti pengurutan II tetapi tangan kanan yang mengurut dengan

buku – buku jari dilakukan 30 x untuk setiap payudara.

Gambar 2.4 Mengurut payudara dengan buku – buku jari

9) Kompres payudara dengan air hangat lalu air dingin secara

bergantian untuk setiap payudara

10) Buah dada dibersihkan dan dikeringkan

21
11) Tunggu sekitar beberapa menit kemudian lakukan pumping pada

payudara dan ukur volume air susu dengan botol

12) Membersihkan semua alat

13) Mencuci tangan.(Rukiyah, 2011)

3. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian Keperawatan

Menurut Mubarak (2012), pengkajian adalah tahapan seorang

perawat mengumpulkan informasi secara terus-menerus terhadap anggota

keluarga yang dibinanya. Secara garis besar data dasar yang dipergunakan

mengkaji status keluarga adalah:

a. Struktur dan karakteristik keluarga

b. Sosial, ekonomi, dan budaya

c. Faktor lingkungan

d. Riwayat kesehatan dan medis dari setiap anggota keluarga

Psikososial keluarga Pengkajian data pada asuhan keperawatan keluarga

berdasarkan format pengkajian keluarga meliputi :

a. Data Umum

1) Nama kepala keluarga, usia, pendidikan, pekerjaan, dan alamat

kepala keluarga, komposisi anggota keluarga yang terdiri atas

nama atau inisial, jenis kelamin, tanggal lahir, atau umur,

hubungan dengan kepala keluarga, status imunisasi dari masing-

masing anggota keluarga,dan genogram (genogram keluarga

22
dalam tiga generasi).

2) Tipe keluarga, menjelaskan jenis tipe keluarga beserta kendala

atau masalah yang terjadi dengan jenis tipe keluarga tersebut.

3) Suku bangsa atau latar belakang budaya (etnik), mengkaji asal

suku bangsa keluarga tersebut, serta mengidentifikasi budaya suku

bangsa terkait dengan kesehatan.

4) Agama, mengkaji agama yang dianut oleh keluarga serta

kepercayaan yang dapat mempengaruhi kesehatan.

5) Status sosial ekonomi keluarga, ditentukan oleh pendapatan, baik

dari kepala keluarga maupun anggota keluarga lainnya. Selain itu,

status sosial ekonomi keluarga ditentukan pula oleh kebutuhan-

kebutuhan yang dikeluarkan oleh keluarga serta barang-barang

yang dimiliki oleh keluarga.

6) Aktivitas rekreasi keluarga dan waktu luang, rekreasi keluarga

tidak hanya dilihat kapan keluarga pergi bersamasama untuk

mengunjungi tempat rekreasi, namun dengan menonton TV dan

mendengarkan radio juga merupakan aktivitas rekreasi, selain itu

perlu dikaji pula penggunaan waktu luang atau senggang keluarga.

(Mubarak, 2012)

b. Riwayat dan Perkembangan Keluarga

1) Tahap Perkembangan Keluarga Saat Ini

Data ini ditentukan oleh anak tertua dalam keluarga.

2) Tahap Perkembangan Keluarga yang Belum Terpenuhi

23
Tugas dalam tahap perkembangan keluarga saat ini yangbelum

terpenuhi dan alasan mengapa hal tersebut belum terpenuhi.

3) Riwayat Keluarga Inti

Data ini menjelaskan mengenai penyakit keturunan,

riwayat kesehatan masing-masing anggota keluarga, status

imunisasi, sumber kesehatan yang biasa digunakan serta

pengalaman menggunakan pelayanan kesehatan.

4) Riwayat Keluarga Sebelumnya

Data ini menjelaskan riwayat kesehatan dari pihak suami dan istri.

c. Pengkajian Lingkungan

1) Karakteristik Rumah

Data ini menjelaskan mengenai luas rumah, tipe, jumlah ruangan,

jumlah jendela, pemanfaatan ruangan, penempatan perabot rumah

tangga, jenis WC, serta jarak WC ke sumber air. Data karakteristik

rumah disertai juga dalam bentuk denah.

2) Karakteristik Tetangga dan Komunitas Setempat

Data ini menjelaskan mengenai lingkungan fisik setempat,

kebiasaan dan budaya yang mempengaruhi kesehatan.

3) Mobilitas Geografis Keluarga

Biasanya keluarga cenderung memiliki tempat tinggal yang

menetap disuatu tempat atau berpindah-pindah.

4) Perkumpulan Keluarga dan Interaksi dengan Masyarakat

24
Data ini menjelaskan mengenai kebiasaan keluarga berkumpul,

sejauh mana keterlibatan keluarga dalam pertemuan dengan

masyarakat. (Widyanto, 2014)

d. Struktur Keluarga

1) Sistem Pendukung Keluarga

Kemampuan anggota keluarga untuk mempengaruhi dan

mengendalikan orang sekitar untuk mengubah perilaku

keluarga dalam mendukung kesehatan dalam keluarga.

Penyelesaian masalah lebih baik jika dilakukan dengan

musyawarah akan sehingga menimbulkan perasaan saling

menghargai.

2) Pola Komunikasi Keluarga

Jika komunikasi yang terjadi secara terbuka dan dua arah akan

sangat mendukung bagi klien dan keluarga. Dalam proses

penyembuhan karena adanya partisipasi dari setiap anggota

keluarga.

3) Struktur Peran

Bila anggota keluarga dapat menerima dan melaksanakan

perannya dengan baik akan membuat anggota keluarga puas dan

menghidari terjadinya konflik dalam keluarga dan masyarakat

4) Nilai/Norma Keluarga

Perilaku setiap anggota keluarga yang dapat dilihat dari nilai

25
dan norma yang ada dalam keluarga.

e. Fungsi Keluarga

1) Fungsi Afektif

keluarga yang saling menyayangi dan care terhadap salah satu

keluarga yang memiliki penyakit rematik akan mempercepat

proses penyembuhan serta setiap keluarga mampu memberikan

dukungan kepada klien.

2) Fungsi Sosialisasi

Menjelaskan bagaimana sosialisasi yang terjadi dalam keluarga

dan disekitar lingkungan untuk berinteraksi dengan orang lain.

Dalam bersosialisasi tidak ada batasan untuk klien selama itu tidak

mengganggu kondisi penyakit klien dengan rematik. Interaksi

sosial sangat di perlukan karena dapat mengurangi stress bagi

klien.

3) Fungsi Perawatan Kesehatan

a) Untuk mengetahui kemampuan keluarga mengenal

masalah kesehatan, sejauh mana keluarga mengetahui fakta-

fakta dari masalah kesehatan yang meliputi pengertian, faktor

penyebab, tanda dan gejala serta yang mempengaruhi keluarga

terhadap masalah.

b) Untuk mengetahui kemampuan keluarga dalam

mengambil keputusan mengenai tindakan kesehatan yang

26
tepat. Kemampuan keluarga yang tepat akan mendukung

proses perawatan.

c) Untuk mengetahui sejauh mana keluarga merawat

anggota keluarga yang sakit. Yang perlu dikaji sejauh mana

keluarga mengetahui keadaaan penyakit anggota keluarganya

dan cara merawat anggota keluarga yang sakit.

d) Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga

memelihara lingkungan rumah yang sehat. Yang perlu dikaji

bagaimana keluarga mengetahui manfaat atau keuntungan

pemeliharaan lingkungan. Kemampuan keluarga untuk

memodifikasi lingkungan akan dapat mencegah resiko cedera.

e) Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan

keluarga menggunakan fasilitas kesehatan yang mana akan

mendukung terhadap kesehatan dan proses perawatan.

f) Fungsi reproduksi Mengkaji berapa jumlah anak,

merencanakan jumlah anggota keluarga, serta metode apa

yang digunakan keluarga dalam mengendalikan jumlah

anggota keluarga.

g) Fungsi ekonomi Mengkaji sejauh mana keluarga

memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papan. Bagaimana

keluarga memanfaatkan sumber yang ada di masyarakat guna

meningkatkan status kesehatan.

h) Stres dan koping keluarga

27
Stresor jangka pendek, yaitu stresor yang dialami keluarga

yang memerlukan penyelesaian dalam waktu 6 bulan, Stresor

jangka panjang, yaitu stresor yang saat ini dialami yang

memerlukan penyelesaian lebih dari 6 bulan. Kemampuan

keluarga berespon terhadap situasi atau stressor, Strategi

koping yang digunakan, strategi koping apa yang digunakan

keluarga bila menghadapi permasalahan

i) Strategi fungsional, menjelaskan adaptasi disfungsional

yang digunakan keluarga bila menghadapi permasalahan.

Pada klien dengan Mastitis, kita dapat mengkaji mengenai

nyeri yang dialami klien, yaitu

(1) Status kesehatan umum selama setahun yang lalu

(2) Status kesehatan umum selama 5 tahun yang lalu

(3) Keluhan utama : Jika nyeri, tanyakan mengenai

PQRST

(a) Provokative/pemicu nyeri

(b) Quality/kualitas nyeri

(c) Region/daerah nyeri

(d) Severity Scale/skala nyeri (0-10)

(e) Timing/waktu terjadi nyeri (pagi, siang, malam hari)

j) Harapan keluarga Pada akhir pengkajian, perawat

menanyakan harapan keluarga terhadap petugas kesehehatan

yang ada. ( Padila, 2012)

28
2. Perumusan Diagnosis Keperawatan Keluarga

Diagnosis keperawatan adalah keputusan klinis mengenai individu,

keluarga, atau masyarakat yang diperoleh melalui suatu proses

pengumpulan data dan analisis data secara cermat, memberikan dasar

untuk menetapkan tindakan- tindakan dimana perawat bertanggung jawab

untuk melaksanakannya. (Mubarak, 2012)

Mubarak (2012) merumuskan diagnosis keperawatan keluarga

berdasarkan data yang didapatkan pada pengkajian. Komponen diagnosis

keperawatan meliputi problem atau masalah, etiology atau penyebab,

dan sign atau tanda yang selanjutnya dikenal dengan PES.

a. Problem atau masalah (P) Masalah yang mungkin muncul pada

penderita atau pasien.

b. Etiology atau penyebab (E) Penyebab dari diagnose keperawatan

pada asuhan keperawatan keluarga berfokus pada 5 tugas kesehatan

keluarga yang meliputi:

1) Mengenal masalah kesehatan.

2) Mengambil keputusan yang tepat

3) Merawat anggota keluarga yang sakit.

4) Memodifikasi lingkungan.

5) Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan.

c. Sign atau tanda (S) Tanda atau gejala yang didapatkan dari hasil

pengkajian.

Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada keluarga

29
dengan Mastitis menurut SDKI tahun 2017 yaitu:

a. (D.0077) Nyeri akut/kronis berhubungan dengan ketidakmampuan

keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit

b. (D.0111) Defisit pengetahuan keluarga tentang penyakit mastitis

berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga mengenal masalah

kesehatan

c. (D.0083) Gangguan citra tubuh/ perubahan penampilan peran

berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga mengenal masalah

kesehatan

d. (D.0109) Defisit perawatan diri berhubungan dengan

ketidakmampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit

3. Menentukan Prioritas Masalah

Menurut Mubarak (2012) tipologi dari diagnosis keperawatan yaitu:

a. Diagnosis aktual (terjadi defisit atau gangguan kesehatan) Dari

hasil pengkajian didapatkan data mengenai tanda dan gejala dari

gangguan kesehatan, dimana masalah kesehatan yang dialami

oleh keluarga memerlukan bantuan untuk segera ditangani dengan

cepat.

b. Diagnosis resiko tinggi (ancaman kesehatan) Sudah ada data

yang menunjang namun belum terjadi gangguan, tetapi tanda tersebut

dapat menjadi masalah aktual apabila tidak segera mendapatkan

bantuan pemecahan dari tim kesehatan atau keperawatan.

30
c. Diagnosis potensial (keadaan sejahtera atau wellness) Suatu keadaan

jika keluarga dalam keadaan sejahtera, kesehatan keluarga dapat

ditingkatkan. Setelah data dianalisis, kemungkinan perawat

menemukan lebih dari satu masalah. Mengingat keterbatasan kondisi

dan sumber daya yang dimiliki oleh keluarga maupun perawat, maka

masalah-masalah tersebut tidak dapat ditangani sekaligus. Oleh karena

itu, perawat bersama keluarga dapat menyusun dan menentukan

prioritas masalah kesehatan keluarga dengan menggunakan skala

perhitungan yang dapat dilihat pada

Tabel 2.1 Skoring Prioritas Masalah

No
Kriteria Skor
Bobot
1 Sifat Masalah 1
1 a. Tidak/kurang sehat 3
b. Ancaman kesehatan 2
c. Krisis atau keadaan sejahtera 1

2 Kemungkinan Masalahdapat Diubah 2


a. Dengan mudah 2
b. Hanya sebagian 1
c. Tidak dapat 0

3 Potensial Masalah untuk Dicegah 1


a. Tinggi 3
b. Cukup 2
c. Rendah 1

4 Menonjolnya Masalah 1
a. Masalah berat, harus segera ditangani 2

31
b. Ada masalah, tetapi tidak perlu segera ditangani 1
c. Masalah tidak dirasakan 0

Proses skoring dilakukan untuk setiap diagnosis keperawatan dengan

cara berikut ini:

1) Tentukan skor untuk setiap kriteria yang telah dibuat.

2) Selanjutnya skor dibagi dengan angka tertinggi yang dikalikan

dengan bobot. Skor x bobot Angka tertinggi

3) Jumlahkanlah skor untuk semua kriteria, skor tertinggi adalah 5,

sama dengan seluruh bobot.

4. Perencanaan

Perencanaan keperawatan keluarga adalah kumpulan rencana

tindakan yang dibuat oleh perawat yang nantinya diimplementasikan

dalam tindakan yang nyata dengan mengerahkan segala kemampuan

yang dimiliki untuk perbaikan kesehatan keluarga yang lebih baik dari

sebelumnya.

Perencanaan keperawatan keluarga terdiri dari tujuan (umum dan

khusus), rencana intervensi, serta rencana evaluasi yang memuat 40

kriteria dan standar. Perumusan tujuan dilakukan secara spesifik, dapat

diukur (measurable), dapat dicapai (achivable), rasional dan menunjukkan

waktu (SMART). Rencana intervensi ini ditetapkan untuk mencapai

tujuan (Padila, 2012). Berikut ini klasifikasi intervensi keperawatan

menurut Friedman (2013) yaitu :

32
a. Intervensi Suplemental, perawat memberikan perawatan langsung

kepada keluarga karena tidak dapat dilakukan keluarga

b. Intervensi Facilitate, perawat membantu mengatasi hambatan

yang dimiliki keluarga dengan berusaha memfasilitasi pelayanan yang

diperlukan, seperti pelayanan medis, kesejahteraan sosial, transportasi

dan pelayanan kesehatan di rumah

c. Intervensi Developmental, perawat melakukan tindakan dengan tujuan

meningkatkan dan memperbaiki kapasitas keluarga dalam

perawatan diri dan tanggung jawab pribadi. Perawat juga membantu

keluarga memanfaatkan fasilitas kesehatan yang berasal dari sumber

diri sendiri , termasuk dukungan sosial internal maupun eksternal (

Padila, 2012).

Tabel 2.2 Perencanaan Keperawatan Keluarga

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan

33
1 Nyeri kronis Setelah dilakukan tindakan
berhubungan dengan keperawatan selama 4 x 24 1.1 Kaji keluhan nyeri ,skala
ketidak mampuan jam keluarga memahami nyeri,serta catat lokasi dan
keluarga dalam tentang perawatan anggota intensitas, factor-faktor yang
merawat anggota keluarga dengan Mastitis mempercepat, dan respons rasa
keluarga yang sakit sakit nonverbal.
Kriteria Hasil : pasien dapat 1.2 Lakukan Pendidikan kesehatan
melakukan Masase pada mengenai nyeri
payudara secara mandiri 1.3 Lakukan terapi Relaksasi nafas
dalam
1.4 Berikan massase yang lembut.
1.5 Berikan pengobatan dengan
Teknik
nonfarmakologi“ teknik masase
yang benar”

2. Defisit pengetahuan NOC : NIC :


keluarga tentang Setelah dilakukan asuhan 2.1 Kaji tingkat pengetahuan pasien
penyakit Mastitis keperawatan selama 4x24 dan keluarga
berhubungan dengan jam klien dan keluarga 2.2 Gambarkan tanda dan gejala
ketidakmampuan menunjukkan pengetahuan yang biasa muncul pada
keluarga mengenal tentang proses penyakit penyakit, dengan cara yang tepat
masalah kesehatan dengan Kriteria Hasil : 2.3 Gambarkan proses penyakit,
1.Pasien dan keluarga dengan cara yang tepat
menyatakan pemahaman 2.4 Identifikasi kemungkinan
tentang penyakit, penyebab, dengan cara yang
kondisi, prognosis dan tepat
program pengobatan 2.5 Sediakan informasi pada pasien
2.Pasien dan keluarga tentang kondisi, dengan cara
mampu melaksanakan yang tepat
prosedur yang 2.6 Sediakan bagi keluarga informasi
dijelaskan secara benar tentang kemajuan pasien dengan
3.Pasien dan keluarga cara yang tepat
mampu menjelaskan 2.7 Diskusikan pilihan terapi atau
kembali apa yang penanganan
dijelaskan perawat 2.8 Dukung pasien untuk
mengeksplorasi
atau mendapatkan second opinion
dengan cara yang tepat atau
diindikasikan
2.9 Eksplorasi kemungkinan sumber
atau dukungan, dengan cara
yang
tepat

5. Implementasi

34
Keperawatan Keluarga Implementasi atau pelaksanaan keperawatan

adalah proses dimana perawat mendapatkan kesempatan untuk

menerapkan rencana tindakan yag telah disusun dan membangkitkan

minat dan kemandirian keluarga dalam mengadakan perbaikan ke arah

perilaku hidup sehat. Namun sebelum melakukan implementasi, perawat

terlebih dahulu membuat kontrak agar keluarga lebih siap baik fisik

maupun psikologis dalam menerima asuhan keperawatan yang diberikan.

Tindakan keperawatan keluarga mencakup hal-hal di bawah ini yaitu :

a. Merangsang kesadaran atau penerimaan keluarga mengenai masalah

kesehatan dan kebutuhan kesehatan dengan cara memberi informasi,

mengkaji kebutuhan dan harapan tentang 41 kesehatan serta memberi

motivasi atau dorongan sikap emosi yang sehat terhadap masalah

b. Membantu keluarga untuk memutuskan cara perawatan yang

tepat, dengan cara memberitahu konsekuensi jika tidak melakukan,

mengidentifikasi sumber-sumber yang dimiliki keluarga, dan

membicarakan dengan keluarga tentang konsekuensi tiap tindakan.

c. Memberikan kepercayaan diri dalam merawat anggota keluarga yang

sakit, dengan cara mendemonstrasikan cara perawatan, memanfaatkan

alat dan fasilitas yang ada di rumah, dan mengawasi keluarga dalam

melakukan tindakan.

d. Membantu keluarga untuk memodifikasi lingkungan menjadi

sehat, dengan cara menggali sumber-sumber yang ada pada keluarga

dan memodifikasi lingkungan semaksimal mungkin

35
e. Memberi motivasi keluarga untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan

tyang ada, dengan cara mengenalkan fasilitas kesehatan yang ada di

lingkungan keluarga, serta membantu keluarga menggunakan fasilitas

kesehatan yang ada. (Widyanto, 2014).

Namun, tidak semua pelaksanaan tindakan ini berjalan dengan baik,

ada faktor-faktor penyulit dari keluarga yang dapat menghambat

minat keluarga dalam berkerja sama melakukan tindakan kesehatan ini,

yaitu :

a. Kurang jelasnya informasi yang didapat keluarga, sehingga membuat

keluarga keliru

b. Kurang lengkapnya informasi yang didapat keluarga sehingga keluarga

melihat masalah sebagian

c. Keliru, keluarga tidak dapat mengkaitka informasi yang di dapat

dengan kondisi yang dihadapi

d. Keluarga tidak mau menghadapi situasi

e. Anggota keluarga tidak mampu melawan tekanan dari keluarga atau

lingkungan sekitar.

f. Keluarga ingin mempertahankan suatu pola tingkah laku

g. Gagalnya keluarga dalam mengaitkan tindakan dengan sasaran atau

tujuan upaya keperawatan

h. Keluarga kurang percaya dengan tindakan yang diajukan perawat

Selain itu, ada juga kesulitan yang dihadapi petugas dalam tahap

pelaksanaan ini, seperti:

36
1) Perawat kaku dan kurang flekesibel dan cenderung menggunakan

1 pola pendekatan

2) Kurangnya pemberian penghargaan dan perhatian terhadap

faktor- faktor sosial budaya dari petugas

3) Perawat kurang mampu dalam mengambil

tindakan/menggunakan berbagai macam teknik dalam

mengatasi masalah yang rumit. (Mubarak, 2012)

6. Evaluasi

Evaluasi Menurut Mubarak (2012), evaluasi proses keperawatan ada dua

yaitu evaluasi kuantitatif dan evaluasi kualitatif.

a. Evaluasi Kuantitatif Evaluasi kuantitatif dilaksanakan dalam

kuantitas, jumlah pelayanan, atau kegiatan yang telah dikerjakan.

b. Evaluasi Kualitatif Evaluasi kualitatif merupakan evaluasi mutu

yang dapat difokuskan pada salah satu dari tiga dimensi yang saling

terkait.

Tahapan evaluasi dapat dilakukan pula secara formatif dan sumatif.

Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilakukan selama proses

asuhan keperawatan sedangkan evaluasi sumatif adalah evaluasi

yang dilakukan pada akhir asuhan keperawatan (Mubarak, 2012).

Evaluasi dilaksanakan dengan pendekatan SOAP (Subyektif,

Obyektif, Analisa, dan Planning)

S : adalah hal-hal yang dikemukakan oleh keluarga secara

subjektif setelah dilakukan intervensi keperawatan.

37
O : adalah hal-hal yang ditemui oleh perawat secara objektif

setelah dilakukan intervensi keperawatan.

A : adalah analisa dari hasil yang telah dicapai dengan mengacu pada

tujuan yang terkait dengan diagnosis.

P : adalah perencanaan yang akan datang setelah melihat respon

dari keluarga pada tahapan evaluasi

4. Kerangka Konsep

Asuhan Keperawatan
Melalui :
Variabel Independen Variabel Dependen Hasil
1. Pengkajian
2. Diagnose
3. Intervensi
Ny. X dengan masitis Pencegahan/ Tidak
4. Implementasi terjadi Mastitis
( Teknik
38
menyusui
yang benar)
5. Evaluasi
Gambar 2.5 Kerangka Konsep Penelitian

Keterangan :

= Diteliti

= Tidak diteliti

39

Anda mungkin juga menyukai