Mastitis
Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Program Internsip Dokter Indonesia
Oleh:
dr. Yuni Asri Widyastuti
Pembimbing :
dr. Ratna Siagian
Menyusui telah terbukti mampu melindungi bayi dari serangan penyakit dan juga
mampu membantu meningkatkan kondisi kesehatan ibu. Lembaga kesehatan dunia
(WHO) merekomendasikan pemberian Air susu ibu (ASI ) secara eksklusif kepada bayi
selama enam bulan pertama kehidupan bayi. Air susu ibu merupakan makanan terbaik
bagi bayi dan mendukung pertumbuhan serta perkembangan bayi. Tetapi ternyata
penelitian di Australia pada tahun 2010 melaporkan bahwa ibu yang menyusui bayinya
secara eksklusif hanya kurang dari 15% , tentunya hal ini menjadi kondisi yang sangat
memprihatinkan bagi dunia.
Survei Kesehatan Nasional Spanyol (2011-2012) menunjukkan bahwa perkiraan
prevalensi pemberian ASI eksklusif adalah 66,2 (72,4)%, 53,6 (66,6)% dan 28,5 (46,9)%
pada 6 minggu, 3 bulan dan 6 bulan, masing-masing, setelah lahir.
Kondisi tersebut menjadi faktor pemicu munculnya banyak penelitian baru yang
bertujuan untuk mengetahui dan mencegah serta mengatasi faktor penyebab rendahnya
pemberian ASI secara eksklusif. Salah satu penyebab kurangnya cakupan ASI eksklusif
adalah terjadinya mastitis pada ibu menyusui. Mastitis merupakan kejadian yang ditandai
dengan adanya rasa sakit pada payudara yang disebabkan adanya peradangan payudara
yang bisa disertai infeksi maupun non infeksi. Kejadian mastitis di Australia kurang lebih
sekitar 15–21% ibu menyusui yang terjadi pada 6-8 minggu pertama masa menyusui.
Mastitis adalah peradangan jaringan payudara yang terkait dengan infeksi bakteri. Pada
mastitis infektif, Staphylococcus aureus adalah patogen yang paling umum. Lebih jarang,
patogen itu mungkin Streptococcus beta-hemolitik (seperti Grup A atau streptokokus
Grup B) atau Escherichia coli. S. aureus yang resisten methicillin yang didapat
masyarakat semakin diidentifikasi sebagai patogen.
Kurang lebih 3% kejadian mastitis berlanjut menjadi kasus abses payudara. Faktor
risiko penyebab mastitis antara lain stasis ASI, putting susu lecet dan faktor kelelahan
pada ibu. Jika ibu mengalami putting susu lecet maka hal itu akan menjadi jalan masuk
bagi mikroorganisme untuk menginfeksi payudara. Kebiasaan proses pengosongan
payudara yang tidak tuntas juga menyebabkan stasis atau bendungan payudara yang
nantinya menjadi media berkembangnya mikroorganisme. Kelelahan ibu menyebabkan
terjadinya penurunan daya tahan tubuh ibu sehingga memudahkan terjadinya infeksi oleh
mikroorganisme.
Pengetahuan ibu tentang proses menyusui yang kurang dapat menyebabkan
terjadinya kesalahan dalam posisi menyusui yang berakibat terjadinya lecet pada putting
susu ibu. Selain itu juga menyebabkan proses pelepasan dan pengeluaran ASI yang
kurang maksimal sehingga menyebabkan bendungan payudara. Mastitis merupakan salah
satu penyebab penyapihan dini pada bayi karena alasan rasa sakit dan ketidaknyamanan
yang dirasakan oleh ibu menyusui. Kurangnya pemberian informasi tentang proses
menyusui dianggap sebagai salah satu penyebab rendahnya pengetahuan ibu tentang
menyusui sehingga menyebabkan mastitis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Mastitis
Mastitis adalah peradangan payudara pada satu segmen atau lebih yang
dapat disertai infeksi ataupun tidak. Mastitis biasanya terjadi pada primipara (ibu
pertama kali melahirkan), hal ini terjadi karena ibu belum memiliki kekebalan
terjadi dalam 12 minggu pertama, namun dapat pula terjadi pula sampai tahun
kedua menyusui (Maretta Nur Indahsari & Chusnul Chotimah, 2017). Mastitis
infeksi.
Mastitis adalah masalah umum yang signifikan pada ibu menyusui yang
dilaporkan(Rsud, Margono, & Purwokerto, n.d.). Pada mastitis terdapat dua hal
yang perlu diperhatikan yaitu, mastitis biasanya dapat menurunkan produksi ASI
Ada dua jenis mastitis yaitu, mastitis non infeksi dan mastitis infeksi. Mastitis non
infeksi yang biasanya disebabkan oleh stasis susu (susu diproduksi, tetapi tetap di
payudara). Ibu yang mengalami mastitis non infeksi biasanya merasakan payudara
terasa nyeri, bengkak dan ketidaknyaman (Chiu et al., 2010) . Stasis susu mungkin
efektif saat menyusui. Bayi mengalami kesulitan mengisap ASI dari payudara.
Bayi jarang mendapat ASI. Saluran susu dapat tersumbat karena tekanan pada
payudara seperti pakaian ketat. Apapun yang menghentikan ASI tidak
diekspresikan dengan benar biasanya akan menghasilkan stasis susu, yang sering
menyebabkan penyumbatan saluran susu jika dibiarkan akan timbul luka sehingga
umumnya tidak berkembang dalam saluran susu. tetapi, jika saluran susu berhenti
kemungkinan infeksi akan tumbuh tumbuh. Para ahli percaya bahwa bakteri yang
ada di permukaan kulit payudara masuk ke payudara melalui retakan kecil atau
pecah di kulit. Mereka juga menyarankan bahwa bakteri di mulut bayi bisa masuk
ke payudara ibu saat menyusui (Walker, 2009). Diagnosis mastitis biasanya klinis,
dengan pasien yang mengalami nyeri tekan dalam satu payudara (Jeanne &
Spencer, 2008).
2.1.2 Etiologi
Stasis ASI dan infeksi yang berasal dari bakteri. Faktor predisposisi yang
menyebabkan mastitis diantaranya adalah umur, stress dan kelelahan, pekerjaan di
luar rumah (Inch dan Xylander, 2012). Stasis ASI terjadi jika ASI tidak
dikeluarkan efisen dari payudara. Hal ini dapat terjadi apabila ASI terbendung pada
payudara yang disebabkan oleh kenyutan bayi tidak efektif atau teknik menyusui
yang tidak benar. Stasis ASI merupakan penyebab primer dan jika dibiarkan akan
berkembang timbul infeksi. Menyusui yang efesien akan mencegah terjadi stasis
ASI (Rsud et al., n.d.). Infeksi disebabkan oleh bakteri yang bernama
Staphylococcus Aureus. Bakteri ini berasal dari mulut bayi memalui saluran puting,
sehingga teknik menyusui yang salah akan menyebabkan puting menjadi lecet. Hal
ini akan memudahkan bakteri masuk pada payudara dan mengakibatkan
penyumbatan ASI payudara menjadi besar, terasa nyeri tekan dan terasa panas.
Penyumbatan yang diakibatkan oleh infeksi dapat mengakibatkan terjadi mastitis,
karena menyusui yang tidak adekuat(Anasari & Sumarni, 2014).
Umur juga dapat menyebabkan terjadi mastitis. Umur merupakan individu
yang dihitung mulai dia lahir sampai berulang tahun, semakin berumur semakin
Rosyati, 2016). Wanita yang berumur 21-35 lebih rentang menderita mastitis dari
pada wanita dibawah 21 tahun dan diatas 35 tahun. Umur sangat menentukan
kesehatan maternal dan kondisi ibu saat hamil, persalinan dan menyusui.
Diperkirakan alat reproduksi yang belum matang, sedangkan jika umur lebih dari
35 akan rentang sekali terjadi pendarahan. Hal tersebut memicu terjadinya mastitis
tenang dan nyaman. Stress dan kelelahan maternal sering dikaitkan dengan
mastitis, biasanya dialami pada ibu primipara (Nurhafni, 2018). Kondisi ibu yang
stres dan cemas akan mempengaruhi kelancaran ASI (Amalia, 2018). Semakin
tinggi ibu mengalami gangguan emosi maka semakin sedikit rangsangan hormon
2.1.3 Patofisiologi
sehingga
1
3
terjadi pus. Terjadinya mastitis diawali dengan peningkatan tekanan di dalam duktus
(saluran ASI) akibat stasis ASI. Bila ASI tidak segera dikeluarkan maka terjadi
tegangan alveoli yang berlebihan dan mengakibatkan sel epitel yang memproduksi
ASI menjadi datar dan tertekan, sehingga permeabilitas jaringan ikat meningkat.
Beberapa komponen (terutama protein kekebalan tubuh dan natrium) dari plasma
masuk ke dalam ASI dan selanjutnya ke jaringan sekitar sel sehingga memicu respons
imun. Stasis ASI, adanya respons inflamasi, dan kerusakan jaringan memudahkan
lobus sekresi, melalui puting yang retak ke kelenjar limfe sekitar duktus (periduktal)
atau melalui penyebaran hematogen (pembuluh darah). Organisme yang paling sering
Manisfestasi klinis mastitis yang umum adalah area payudara yang terasasakit
dan keras. Ibu menyusui yang mengalami mastitis mengalami nyeri, bengkak
sehingga ibu merasa tidak nyaman akibat tersumbatnya saluran ASI pada payudara.
Berdasarkan jenisnya mastitis dibedakan menjadi dua, mastitis infeksi dan mastitis
non-infeksi. Gejala yang timbul dari mastiti infeksi biasanya ditandai adanya respon
inflamasi dan rusaknya jaringan puting puting menjadi pecah-pecah sehingga dengan
mudah bakteri untuk masuk, sedangkan tanda dan gejala mastitis non-infeksi
sakit apabila disentuh dan terasa tegang dikarenakan kurangnya waktu menyusui
2.1.5 Epidemiologi
tampaknya mempengaruhi sekitar sepuluh persen dari semua ibu yang menyusui.
Namun, hasil studi telah bervariasi secara signifikan, beberapa menunjukkan hanya
tiga persen sementara yang lain mengatakan tiga puluh tiga persen wanita
terpengaruh. Hal ini paling sering terjadi pada minggu kedua dan ketiga postpartum
dengan sebagian besar laporan yang menunjukkan bahwa tujuh puluh empat persen
hingga sembilan puluh lima persen kasus terjadi pada 12 minggu pertama. Namun,
2.1.6 Penatalaksanaan
komplikasi lanjut. Penatalaksanaan bisa berupa medis dan non-medis, dimana medis
suportif.
1. Penatalaksanaan Medis
Antibiotik diberikan jika dalam 12-24 jam tidak ada perubahan atautidak
Antibiotik Dosis
antibiotik yang tepat dan aman untuk ibu menyusui. Selain itu, bila badan
terasa panas sebaiknya diberikan obat penurun panas. Namun jika infeksi
2. Penatalaksanaan non-medis
Penatalaksanaan non-medis dapat dilakukan berupa tindakan suportif untuk mencegah
mastitis semakin buruk. Tindakan suportif yang diberikan yaitu guna untuk menjaga
ASI dikeluarkan sedikit lalu oleskan pada daerah payudara dan puting. Cara ini bertujuan
untuk menjada kelembapan puting susu (Soetjiningsih, 2013). Kemudian bayi diletakkan
menghadap payudara ibu. Posisi ibu bisa dudukatau berbaring dengan santai, bila bu memilih
posisi duduk sebaiknya menggunakan kursi yang lebih rendah supaya kaki ibu tidak
menggantung dan punggung ibu bisa bersandar. Selanjutnya bayi dipegang pada belakang
bahu dengan menggunakan satu lengan, dengan posisi kepala bayi terletak di lengkung siku
ibu (kepala bayi tidak boleh menengadah dan bokong bayi disangga dengan telapak tangan).
Tangan bayi diletakan dibelakan badan ibu dan tangan satu didepan, perut bayu ditempelkan
pada badan ibu dengan kepala bayi menghadap payudara (tidak hanya menengokkan kepala
bayi). Payudara dipegang dengan jari jempol diatas dan jari lainnya menopang payudara,
seperti huruf C (Reinata, 2016). Bayi diberi rangsangan supaya bayi ingin membuka mulut
atau disebut dengan rooting reflex yaitu menyentuhkan pipi bayi pada puting susu atau
menyuntuhkan sisi mulut bayi. Setelah bayi membuka mulut, kepala bayi didekatkan pada
payudara dan puting dimasukan pada mulut bayi. Usahakan areola payudara masuk ke mulut
bayi sehingga lidah bayi akan menekan ASI. Posisi yang salah apabila bayi hanya menghisap
bagian puting ibu saja. Hal ini akan mengakibatkan ASI tidak keluar secara adekuat (Monika,
2015).
Bayi diberi rangsangan supaya bayi ingin membuka mulut atau disebut
dengan rooting reflex yaitu menyentuhkan pipi bayi pada puting susu atau
menyuntuhkan sisi mulut bayi. Setelah bayi membuka mulut, kepala bayi didekatkan
pada payudara dan puting dimasukan pada mulut bayi. Usahakan areola payudara
masuk ke mulut bayi sehingga lidah bayi akan menekan ASI. Posisi yang salah
apabila bayi hanya menghisap bagian puting ibu saja. Hal ini akan mengakibatkan
kompre hangat dengan menggunakan shower hangat atau lap yang sudah dibasahi air
hangat. Penilitian Eman Mohammed Abd Elhakam and Somaya Ouda Abd Elmoniem
dalam jurnalnya untuk mengatasi mastitis dapat diberikan kompres kentang dengan
menggunakan irisan kentang yang suda direndam pada air kemudian menempelkan
Mengubah posisi menyusui (posisi tidur, duduk atau posisi memegang bola
(foot ball position). Memakai baju atau bra yang longgar dapat mengurangi
penekanan berlebihan pada payudara. Bra yang ketat dapat menyebabkan segmental
pencegahan dan penanganan mastitis. Sehingga ibu bisa mewaspadai sebelum terjadi
Tetapi jika dengan cara-cara tersebut tidak ada perubahan, maka akan diberikan
melakukan uji sensitivitas dan kultur. Bahan kultur diambil dari ASI yang diperah
2016).
2.1.8 Komplikasi
(Nurhafni, 2018). Beberapa komplikasi jika mastitis tidak segera ditangani dapat
terjadi penghentian menyusui dini, abses payudara, mastitis berulang atau kronis, dan
juga infeksi jamur (Chotimah, 2017). Penghentian menyusui dini merupakan gejala
yang dapat membuat ibu untuk memutuskan tidak menyusui. Penghentian secara
mendadak dapat menyebabkan resiko abses payudara. selain itu ibu juga meragukan
obat yang dikonsumsi tidak aman bagi bayinya. Sehingga informasi dari tenaga
kesehatan sangat diperlukan untuk hal ini (Chotimah, 2017 (Amin, I, & W, 2014)).
Gejala dari abses payudara adalah ibu tampak lebih parah merasakan sakit, payudara
terlihat lebih merah dan mengkilap, benjolan terasa lunak karena berisi nanah.
Sehingga perlu dilakukan insisi payudara untuk menguarkan nanah tersebut. Pada
abses payudara perlu diberikan antibiotik dan analgesik dengan dosis tertentu.
Sementara untuk bayi harus menyusu hanya pada payudara yang sehat, sedangkan
ASI dari payudara yang sakit ketika diperas sementara tidak disusukan.
Dalam mastitis kronis ibu dianjurkan lebih banyak untuk beristirahat, banyak minum
air putih dan makan dengan gizi seimbang. Untuk infeksinya diberikan antibiotik
dosis rendah yaitu eritromisin 500mg sekali sehari selama masa menyusui.
Infeksi jamur merupakan komplikasi sekunder yang disebabkan oleh jamur
Candida Albicans. keadaan infeksi jamur terasa terbakar yang menjalar sampai
saluran ASI. Sementara waktu menyusui permukaan payudara terasa gatal, namun
puting tidak terlihat adanya kelainan. Pada komplikasi ini bayi mendapatkan
pengobatan berupa nistatin krim yang mengandung kortison dengan dioleskan pada
puting setelah menyusui dan bayi mendapatkan nistatin oral pada waktu yang sama
(Novyaningtias, 2016).
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
- Nama : Ny. O
- Umur : 18 Tahun
- Agama : Islam
- Tanggal Masuk : 16 Mei 2020
- No. RM : 10.45.07
3.2 Anamnesa
a. Keluhan Utama : Bengkak pada payudara kiri sejak 1 minggu sebelum masuk
rumah sakit
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Bengkak pada payudara kiri sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Bengkak sudah
dirasakan sejak 10 hari yang lalu dan makin lama makin membesar. Pasien mengeluhkan
nyeri, payudara tampak berwarna kemerahan dan keluar cairan putih susu disekitar
putting susu. Pasien juga mengeluhkan demam. Pasien riwayat melahirkan anak pertama
14 hari yang lalu dan sekarang sudah tidak menyusui anaknya lagi.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat dengan keluhan yang sama sebelumnya disangkal
d. Riwayat Pengobatan
- Sebelumnya pasien sudah berobat ke puskesmas 1 minggu yang lalu, diberi 3 macam
obat tetapi pasien lupa nama obatnya, keluhan tidak berkurang
e. Riwayat Penyakit Keluarga
- Tidak ada keluarga pasien yang menderita keluhan yang sama
f. Riwayat Alergi
- Alergi obat dan makanan disangkal
Tid V5
ak ada
Terkontrol
Tidak terkontrol
Turgor kulit
Bai
k
Buruk
3.4 Diagnosa
Mastitis Sinistra
3.5 Penatalaksnaan
- Cefixime tab 200mg 2x1 (po)
- Metronidazole tab 500mg 3x1 (po)
- Paracetamol tab 500mg 3x1 (po)
- Kompres dengan larutan NaCl 0,9% + 2 amp gentamycin 2x1 sehari
- Edukasi pasien
o Tentang penyakit pasien, keraturan minum obat, dan pencegahan lebih lanjut
o Ibu tetap menyusui pada payudara yang sehat dan ASI pada payudara yang
sakit dipompaa
BAB IV
ANALISIS KASUS
Perempuan 18 tahun datang ke IGD datang sadar dengan keluhan Bengkak pada
payudara kiri sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Bengkak sudah dirasakan
sejak 10 hari yang lalu dan makin lama makin membesar. Pasien mengeluhkan nyeri,
payudara tampak berwarna kemerahan dan keluar cairan putih susu disekitar putting susu.
Pasien juga mengeluhkan demam. Pasien riwayat melahirkan anak pertama 14 hari yang
lalu dan sekarang sudah tidak menyusui anaknya lagi.
Dari pemeriksaan fisik, didapatkan primary survey dan status generalis dalam
batas normal. Dari status lokalis region mammae sinistra didapatkan pada inspeksi
tampak bengkak, pus (+0, luka (+), warna kemerahan, palpasi nyeri tekan (+), massa (-),
teraba keras dan panas, ASI (-) dan region mammae dextra pada inspeksi bengkak (-), pus
(-), warna kemerahan, palpasiteraba keras, ASI (+).