PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
ASI adalah salah satu jenis makanan yang mencukupi seluruh unsur kebutuhan bayi
baik fisik, psikologis, sosial maupun spiritual (Hubertin, 2003). Menyusui merupakan
suatu proses alamiah. Berjuta-juta ibu diseluruh dunia berhasil menyusui bayinya
tanpa pernah membaca buku tentang ASI. Seiring dengan perkembangan zaman,
terjadi pula peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat
sehingga pengetahuan lama yang mendasar seperti menyusui justru kadang
terlupakan, menyusui adalah suatu pengetahuan yang selama berjuta-juta tahun
mempunyai peran yang penting dalam mempertahankan kehidupan manusia (Roesli,
2000).
Semakin disadari bahwa pengeluaran ASI yang tidak efisien akibat dari teknik
menyusui yang buruk, merupakan penyebab penting terjadinya mastitis, tetapi dalam
benak banyak petugas kesehatan, mastitis masih dianggap sama dengan infeksi
payudara. Mereka sering tidak mampu membantu wanita penderita mastitis untuk
terus menyusui, dan mereka bahkan mungkin menyarankan wanita tersebut untuk
berhenti menyusui, yang sebenarnya tidak perlu. Mastitis adalah infeksi payudara
yang kebanyakan terjadi pada ibu yang baru pertama kali menyusui bayinya. Mastitis
hampir selalu unilateral dan berkembang setelah terjadi aliran susu. Mastitis dan abses
payudara terjadi pada semua populasi, dengan atau tapa kebiasaan menyusui. Insiden
yang dilaporkan bervariasi dan sedikit sampai 33% wanita menyusui, tetapi biasanya
dibawah 10% (WHO, 2003). Masalah-masalah menyusui yang sering terjadi adalah
puting susu lecet/nyeri sekitar 57% dari ibu-ibu yang menyusui dilaporkan pernah
menderita kelecetan pada putingnya, payudara bengkak. Payudara bengkak sering
terjadi pada hari ketiga dan keempat sesudah ibu melahirkan, karena terapat sumbatan
pada satu atau lebih duktus laktiferus dan mastitis serta abses payudara yang
merupakan kelanjutan/komplikasi dari mastitis yang disebabkan karena meluasnya
peradangan payudara. Sehingga dapat menyebabkan tidak terlaksananya ASI ekslusif
(Soetjiningsih, 1997).
1.3 Tujuan
1. Memahami Konsep Dasar Teori Mastitis.
2. Memahami Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Mastitis.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.1 Definisi
Mastitis adalah suatu kondisi peradangan pada payudara, yang mungkin disertai atau
tidak disertai infeksi. Biasanya berhubungan dengan laktasi, sehingga disebut juga
mastitis laktasi atau mastitis nifas . Kadang-kadang bisa berakibat fatal jika tidak
ditangani dengan tepat. Abses payudara, kumpulan nanah yang terlokalisasi di dalam
payudara, merupakan komplikasi mastitis yang parah. Kondisi ini menimbulkan
beban penyakit yang besar dan memerlukan biaya yang besar. Penelitian terbaru
menunjukkan bahwa mastitis dapat meningkatkan risiko penularan HIV melalui
menyusui (WHO, 2022)
Mastitis adalah infeksi payudara yang kebanyakan terjadi pada ibu yang baru
ertama kali menyusui bayinya. Mastitis hampir selalu unilateral dan berkembang
setelah terjadi aliran susu (Bobak, 2005). Mastitis adalah radang pada payudara
(Soetjiningsih, 1997). Mastitis adalah abses atau nanah pada payudara atau radang
payudara.
2.2 Etiologi
Infeksi payudara biasanya disebabkan oleh bakteri yang banyak ditemukan pada kulit
yang normal yaitu Staphylococcus aureus. Bakteri ini seringkali berasal dari mulut
bayi yang masuk ke dalam saluran air susu melalui sobekan atau retakan di kulit pada
puting susu. Mastitis biasanya terjadi pada wanita yang menyusui dan paling sering
terjadi dalam waktu 1-3 bulan setelah melahirkan. Sekitar 1-3% wanita menvusu
mengalami mastitis pada beberapa minggu pertama setelah melahirkan.
2.3 Patofisiologi
Teriadinva mastitis diawali dengan peningkatan tekanan di dalam duktus (saluran
ASI) akibat stasis ASI. Bila ASI tidak segera dikeluarkan maka terjadi tegangan
alveoli yang berlebihan dan mengakibatkan sel epitel yang memproduksi ASI menjadi
datar dan tertekan, sehingga permeabilitas jaringan ikat meningkat. Beberapa
komponen (terutama protein kekebalan tubuh dan natrium) dari plasma masuk ke
dalam ASI dan selanjutnya ke jaringan sekitar sel sehingga memicu respons imun.
Stasis ASI, adanya respons inflamasi, dan kerusakan jaringan memudahkan terjadinya
infeksi.
b. Mastitis berulang/kronis
Mastitis berulang biasanya disebabkan karena pengobatan terlambat tau tidak adekuat.
Ibu harus benar-benar beristirahat, banyak minum, mengonsumsi makanan dengan
gizi berimbang, serta mengatasi stress. Pada kasus mastitis berulang karena infeksi
bakteri biasanya diberikan antibiotik dosis rendah (eritromisin 500 mg sekali sehari)
selama masa menyusui.
c. Infeksi jamur
Komplikasi sekunder pada mastitis berulang adalah infeksi ole jamur seperti candida
albicans. Keadaan in sering ditemukan setelah ibu mendapat terapi antibiotik. Infeksi
jamur biasanya didiagnosis berdasarkan nyeri berupa rasa terbakar yang menjalar di
sepanjang saluran ASI. Diantara waktu menyusui permukaan payudara terasa gatal.
Puting mungkin tidak nampak kelainan. Pada kasus in, ibu dan bayi perlu
mendapatkan pengobatan. Pengobatan terbaik adalah mengoles nistatin krim yang
juga mengandung kortison ke puting dan areola setiap selesai bayi menyusu dan bayi
juga harus diberi nistatin oral pada saat yang sama.
2. Prognosis
Prognosis baik setelah dilakukan tindakan kepeerawatan dengan segera. Dan keadaan
akan menjadi fatal bila tidak segera diberikana tau dilakukan tindakan yang adekuat.
Bahan kultur diambil dari ASI pancar tengah hasil dari perahan tangan yang langsung
ditampung menggunakan penampung urn steril. Puting harus dibersihkan terlebih
dulu dan bibir penampung diusahakan tidak menyentuh puting untuk mengurangi
kontaminasi dari kuman yang terdapat di kulit yang dapat memberikan hail positif
palsu dari kultur. Beberapa penelitian memperlihatkan beratnya gejala yang muncul
berhubungan era dengan tingginya jumlah bakteri atau patogenitas bakteri.
2.7 Penceganan
Mastitis bisa dihindari jika ibu yang baru melahirkan cukup banyak istirahat dan bisa
secara teratur menyusui bayinya agar payudara tidak menjadi bengkak. Gunakan bra
yang sesuai ukuran payudara, serta usahakan untuk selalu menjaga kebersihan
payudara dengan cara membershkan dengan kapas dan air hangat sebelum dan
sesudah menyusul. Hampir semua kasus mastitis akut dapat dinindari melalu upaya
menyusu denganbenar. Kebersihan harus dipraktekkan oleh semua yang berkontak
dengan bay baru lahir dan ibu baru, juga mengurangi insiden mastitis. Tindakan
pencegahan termasuk usaha yang cermat untuk menghindari kontaminasi tersebut
dengan menyingkirkan individual yang diketahui atau dicuigai sebagai karir dari
tempat perawatan. Mencuci tangan dengan baik adalah penting untuk mencegah
terjadinya infeksi. (Fnedman, 1998)
2.8 Penatalaksanaan
Setelah diagnosa mastitis dipastikan, hal yang harus segera dilakukan adalah
pemberian susu kepada bayi dari mama yang sakit dihentikan dan diberi antibiotik.
Dengan tindakan in terjadiya abses seringkali dapat dicegah, karena biasanya infeksi
disebabkan ole Staphylococcus aureus. Penicilin dalam dosis cukup tinggi dapat
diberikan sebagai terapi antibiotik.
1. Konseling suportif
Mastitis merupakan pengalaman yang paling banyakwanita merasa sakit dan
membuat frustasi.Selain dalam penanganan yang efektif dan pengendalian nyeri,
wanita membutuhkan dukungan emosional. Ibu harus diyakinkan kembali tentang
nilai menyusui, yang aman untuk diteruskan, bahwa ASI dari payudara yang terkena
tidak akan membahayakan bayinya dan bahwa payudaranya akan pulih, baik bentuk
maupun fungsinya. Klien membutuhkan bimbingan yang jelas tentang semua tindakan
yang dibutuhkan untuk penanganan, dan bagaimana menyusui/memeras ASI dari
payudara yang sakit. Klien akan membutuhkan tindak lanjut untuk mendapat
dukungan terus menerus dan bimbingan sampai kondisinya benar-benar pulih
Pengeluaran ASI dengan efektif
Hal ini merupakan bagian terapi terpenting, antara lain:
a. Bantu ibu memperbaiki kenyutan bayi pada payudaranya.
b. Dorong untuk sering menyusui, sesering dan selama bayi menghendaki, tapa
pembatasan.
c. Bila perlu peras ASI dengan tangan/pompa/botol panas, sampai menyusui dapat
dimulai lagi.
3. Terapi antibiotik
Terapi antibiotik diindikasikan pada :
a. Hitung sel dan koloni bakteri dan biakan yang ada serta menunjukkan infeksi.
b. Gejala berat sejak awal.
c. Terlihat puting pecah-pecah.
d. Gejala tidak membaik setelah 12-24 jam setelah pengeluaran
ASI diperbaiki maka laktamase harus ditambahkan agar efektif terhadap
Staphylococcus aureus. Untuk organisme gram negatif, sefaleksin/amoksisillin
mungkin paling tepat. Jika mungkin, ASI dari payudara yang sakit sebaiknya dikultur
dan sensivitas baker antibiotik ditentukan.
Antibiotik :Eritrimisin
Dosis : 250-500 mg setiap 6jam
Antibiotik : Flukloksasilin
Dosis : 250 mg setiap 6 jam
Antibiotik : Dikloksasilin
Dosis : 125-250 mg setiap 6
1am Der oral
Antibiotik : Amoksasilian
Dosis : 250-500 mg setiap 8 jam
Antibiotik : Sefaleksin a
Dosis : 250-500 tiap 6 jam.
4. Terapi simtomatik
Nyeri sebaiknya diterapi dengan analgesik. Ibuprofen dipertimbangkan sebagai obat
yang paling efektif dan dapat membantu mengurangi inflamasi dan nyeri. Parasetamol
merupakan alternatif yang paling tepat. Istirahat sangat penting, karena aran baring
dengan bayinya dapat meningkatkan Irekuensi menyusul, sehingga dapat
memperbaiki pengeluaran susu. Tindakan lain yang dianjurkan
adalah penggunaan kompres hangat pada payudara yang akan menghilangkan nyeri
dan membantu aliran ASI, dan yakinkan bahwa ibu cukup minum cairan. Dilakukan
pengompresan hangat pada payudara selama 15-20 menit, 4 kali/hari. Diberikan
antibiotik dan untuk mencegah pembengkakan, sebaiknya dilakukan pemijatan dan
pemompaan air susu pada payudara yang terkena.