PENDAHULUAN
1
melakukan program pencegahan dan penanggulangan dengan tepat sasaran.
Caranya adalah dengan mengetahui karakteristik individu yang beresiko untuk
menderita diabetes mellitus.
2
Mengingat besarnya dampak yang ditimbulkan akibat DM terhadap
kualitas sumber daya manusia dan peningkatan biaya kesehatan di masyarakat,
maka peneliti ingin mengetahui bagaimana “Gambaran Faktor Risiko Diabetes
Mellitus Tipe-2 Pada Masyarakat di Kelurahan Kuala Silo Bestari Kota
Tanjungbalai”.
3
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Masyarakat
Penelitian diharapkan dapat memberikan informasi mengenai gambaran
faktor resiko diabetes melitus tipe 2 sehingga mampu mencegah faktor resiko
terjadinya diabetes melitus yang dapat dimodifikasi.
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Epidemiologi
5
Berdasarkan hasil Riskesdas 2007 prevalensi nasional DM berdasarkan
pemeriksaan gula darah pada penduduk usia >15 tahun diperkotaan 5,7%.
Prevalensi nasional obesitas umum pada penduduk usia ≥ 15 tahun sebesar 10.3%
dan sebanyak 12 provinsi memiliki prevalensi diatas nasional, prevalensi nasional
obesitas sentral pada penduduk usia ≥ 15 tahun sebesar 18,8 % dan sebanyak 17
provinsi memiliki prevalensi diatas nasional. Sedangkan prevalensi TGT
(toleransi glukosa terganggu) pada penduduk usia >15 tahun di perkotaan adalah
10.2% dan sebanyak 13 provinsi mempunyai prevalensi diatas prevalensi
nasional. Prevalensi kurang makan buah dan sayur sebesar 93,6%, dan prevalensi
kurang aktifitas fisik pada penduduk >10 tahun sebesar 48,2%. Disebutkan pula
bahwa prevalensi merokok setiap hari pada penduduk >10 tahun sebesar 23,7%
dan prevalensi minum beralkohol dalam satu bulan terakhir adalah 4,6% %
(Depkes, 2008).
6
b. Kurangnya aktivitas isik.
c. Hipertensi (> 140/90 mmHg).
d. Dislipidemia (HDL < 35 mg/dL dan atau trigliserida > 250 mg/dL)
e. Diet tak sehat (unhealthy diet). Diet dengan tinggi gula dan rendah
serat akan meningkatkan risiko menderita prediabetes/ intoleransi
glukosa dan DM tipe 2.
f. Merokok
7
Risiko seseorang untuk menderita diabetes lima kali lebih tinggi pada orang
yang memiliki riwayat keluarga daripada orang yang tidak memiliki riwayat
keluarga penderita diabetes (Kekenusa et al., 2013).
Riwayat keluarga yang menderita diabetes mellitus dapat ditinjau dari pertanyaan
(Valdez et al., 2007)
Risiko menderita diabetes pada seseorang dapat terbagi menjadi (Valdez R, 2009)
1. Risiko tinggi
Bila seseorang memiliki dua anggota keluarga derajat pertama atau satu
anggota keluarga pertama dan dua anggota keluarga derajat kedua
( contoh kakek, nenek, paman, bibi ) yang menderita penyakit diabetes
mellitus.
2. Risiko sedang
Bila seseorang memiliki satu anggota keluarga derajat pertama atau
setidaknya dua anggota keluarga derajat dua yang menderita penyakit
diabetes mellitus.
3. Risiko rendah
Bila seseorang tidak memiliki riwayat keluarga yang menderita penyakit
diabetes mellitus.
Riwayat keluarga adalah faktor risiko yang kuat dan independen untuk
penyakit diabetes mellitus. Akan tetapi, riwayat keluarga harus dievaluasi secara
keseluruhan pada individu yang memiliki faktor risiko lain atau faktor risiko yang
dicurigai ( Hariri et al., 2006).
8
2.3.2 Usia
Populasi di Asia diabetes berkembang pada usia yang lebih muda dari
populasi Barat. Pada populasi India Asia, prevalensi diabetes banyak dijumpai
60-69 tahun, sedangkan pada penduduk Cina pada 79-89 tahun (Ramachandran et
al., 2012)
9
otot sebesar 30% dan memicu terjadinya resistensi insulin (Trisnawati &
Setyorogo, 2013).
Menurut CDC 2014 dari tahun 1977 sampai 2011 di Asia prevalensi
meningkat menjadi 81% pada laki-laki dan 49% pada perempuan yang menderita
Diabetes tipe 2. Sedangkan di antara ras kaukasian dan negroid, yang menderita
diabetes ada 160% laki-laki kaukasian dan 108% perempuan Kaukasian, 148%
laki-laki negroid dan 84% perempuan negroid.
Setengah abad yang lalu populasi wanitalah yang lebih tinggi mengidap
diabetes dibandingkan laki-laki, namun sekarang sudah berubah, laki-laki lebih
banyak didagnosa diabetes dibanding perempuan ini dikarenakan perubahan gaya
hidup pada laki-laki cenderung ke arah obesitas. Dan berdasarkan distribusi
lemak, obesitas sebagai salah satu faktor resiko diabetes tipe-2 terutama
abdominal visceral fat hal ini lebih banyak ditemukan pada laki-laki dan pada
perempuan lebih banyak distribusi lemak dibawah kulit. Pada laki-laki lebih
rentan mengalami resistensi insulin daripada perempuan, karena tingginya
10
visceral dan hepatic fat yang cenderung berkaitan dengan resistensi insulin
(Faerch, 2014)
11
b Pendidikan menengah: Jenjang pendidikan lanjutan pendidikan dasar.
Pendidikan menengah terdiri dari pendidikan menengah umum,
pendidikan menengah kejuruan. Pendidikan menengah berbentuk sekolah
atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA) Sekolah Menengah Kejuruann
(SMK) dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) atau bentuk lain yang
sederajat.
c Pendidikan tinggi: jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang
mencakup program sarjana magister doctor dan spesialis yang
diselenggarakan oleh perguruan tinggi. Perguruan tinggi di sini dapat
berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut atau universitas,
pendidikan tinggi diselenggarakan dengan system terbuka.
12
jalan di Poliklinik Interna BLU RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado. Hasil
penelitian orang yang memiliki pendapatan di atas nilai UMP (Upah Menengah
Provinsi) berisiko 1,4 kali lebih besar terkena DM Tipe 2 dibandingkan dengan
orang yang memiliki pendapatan di bawah nilai UMP.
Hal ini serupa dengan penelitian Ari (2010) dimana terdapat ada hubungan
antara tingkat pendapatan dengan kejadian Diabetes Melitus tipe 2. Di dalam
penelitiannya, responden dengan tingkat pendapatan lebih dari Rp 650.000,00
memiliki risiko 3,353 kali untuk menderita diabetes mellitus tipe 2 dibandingkan
responden dengan tingkat pendapatan kurang dari Rp 650.000,00
13
Aktifitas fisik lebih lanjut dikategorikan berdasarkan frekuensi, durasi, dan
intensitas. Frekuensi dan durasi menunjukkan seberapa sering dan seberapa lama
aktivitas fisik dikerjakan. Sedangkan intensitas mengacu pada sebagaimana keras
seseorang bekerja atau tingkat pengeluaran energi (energy expenditure) yang
dibutuhkan dalam aktivitas tersebut (Miles, 2007).
Tabel 2.1 Intensitas dan Tingkat Pengeluaran Energi dari Suatu Aktivitas Fisik
Sumber : Aznar et.al., 2010
Activity Intensity Intensity Energy expenditure
(METS) (kcal equivalent, for a person of
30kg doing the activity for 30
mins)
Ironing Light 2.3 35
Cleaning & dusting Light 2.5 37
Walking – stroling 3-4 km/h Light 2.5 37
Painting/ decorating Moderate 3.0 45
Walking – 4-6 km/h Moderate 3.3 50
Hoovering Moderate 3.5 53
Golf – walking, pulling Moderate 4.3 65
clubs
Badminton – social Moderate 4.5 68
Tennis – doubles Moderate 5.0 75
Walking – brisk, >6km/h Moderate 5.0 75
Mowing lawn – walking, Moderate 5.5 83
14
using power mower
Cycling – 16-19 km/h Moderate 6.0 90
Aerobic dancing Vigorous 6.5 93
Cycling – 19-22 km/h Vigorous 8.0 120
Swimming – slow crawl, 45 Vigorous 8.0 120
m per minute
Tennis – singles Vigorous 8.0 120
Running – 9-10 km/h Vigorous 10.0 150
Running – 10-12 km/h Vigorous 11.5 173
Running – 12-14 km/h Vigorous 13.5 203
Aktifitas fisik dan latihan jasmani berperan dalam pengaturan kadar gula
darah pada pasien dengan diabetes metilus tipe-2. Aktivitas fisik dapat
mengontrol gula darah. Glukosa akan diubah menjadi energi pada saat beraktivitas
fisik. Aktivitas fisik mengakibatkan insulin semakin meningkat sehingga kadar
gula dalam darah akan berkurang. Pada orang yang jarang berolahraga, zat
makanan yang masuk ke dalam tubuh tidak dibakar tetapi ditimbun dalam tubuh
sebagai lemak dan gula. Jika insulin tidak mencukupi untuk mengubah glukosa
menjadi energi maka akan timbul DM (Trisnawati, 2013).
15
Monophosphate) otot yang akan menstimulasi AMP kinase menyebabkan
sejumlah perubahan metabolik, termasuk meningkatkan transportasi glukosa
(Sigal et.al., 2004).
Masuknya glukosa kedalam sel otot dikendalikan oleh sinyal yang tidak
bergantung dengan insulin (insulin-independent) yang dipicu oleh otot yang
bekerja, namun dapat dimodifikasi oleh insulin yang beredar disirkulasi. Aktivitas
fisik dapat meningkatkan baik ambilan glukosa yang tidak bergantung insulin
(insulin-independent) maupun sensitivitas insulin (Sigal et.al., 2004).
16
obes 1,5-5 kali lebih besar dibandingkan dengan individu dengan indeks massa
tubuh yang normal (Ganz et al, 2014).
Hal ini disebabkan oleh kurangnya aktivitas fisik serta tingginya konsumsi
karbohidrat, protein dan lemak yang merupakan factor risiko dari obesitas. Hal
tersebut menyebabkan meningkatnya Asam Lemak atau Free Fatty Acid (FFA)
dalam sel. Peningkatan FFA ini akan menurunkan translokasi transporter glukosa
ke membrane plasma, dan menyebabkan terjadinya resistensi insulin pada
jaringan otot dan adipose (Trisnawati, 2013).
2.3.7 Alkohol
Pada peminum alkohol ada tiga mekanisme yang dapat menjadi faktor
penyebab diabetes, peminum alkohol berat dapat menurunkan sensitifitas insulin
yang mana akan memicu terjadinya diabetes tipe 2, diabetes merupakan salah satu
efek samping dari pankreatitis kronik yang biasanya disebabkan oleh peminum
alkohol berat, alkohol mengandung kalori tinggi satu gelas kecil sama dengan
17
kalori satu potong pizza sehingga mengkonsumsi alkohol meningkatkan
terjadinya obesitas yang merupakan resiko tinggi diabetes tipe 2 (Drinkaware,
2014).
Untuk pasien diabetes, pengaruh alkohol terhadap kadar gula darah dapat
menyebabkan keadaan hiperglikemia dan hipoglikemia. Alkohol yang
dimetabolisme di hati mengakibatkan inhibisi glukoneogenesis di hati. Namun hal
ini dapat dikompensasi dengan menurunkan penggunaan glukosa di otot. Jika hal
ini terus berlanjut dapat mengakibatkan gangguan sekresi insulin maupun kerja
insulin (Ward, 2009)
2.3.8 Merokok
18
Merokok umumnya di sebagai penyebab tersering penyakit jantung
koroner dan stroke. Meskipun tidak disebutkan secara spesifik merokok
menyebabkan terjadinya diabetes tapi sering dihubungkan antara merokok dengan
diabetes dengan hubungan nya dengan resistensi insulin dan nephropathy (Chang,
2012).
2.3.9 Hipertensi
Hipertensi adalah peningkatan darah diastolik secara konsisten ≥90 mmHg
atau tekanan sistolik ≥140 mmHg. Klasifikasi hipertensi adalah sebagai berikut
(Lily, 2011) :
19
Tabel 2.2 Klasifikasi Hipertensi
Kategori Tekanan sistolik Tekanan Diastolik
(mmHg) (mmHg)
Normal <120 And <80
Prehipertensi 120-139 Or 80-89
Hipertensi stage 1 140-159 Or 90-99
Hipertensi stage 2 ≥160 Or ≥100
Diabetes dan hipertensi sering terjadi bersamaan. Terdapat substansial
yang tumpang tindih antara diabetes mellitus dan hipertensi baik pada mekanisme
penyakit dan etiologinya. Di Hongkong, badan penelitian prevalensi faktor resiko
kardiovaskular menyatakan hanya 42% penderita diabetes yang memiliki tekanan
darah normal dan 56% penderita hipertensi memiliki toleransi glukosa yang
normal (Cheung dan Li, 2012). Pasien dengan hipertensi lebih beresiko terkena
diabetes dalam interval waktu 5 tahun (Felastein, 2002).
20
darah seperti thiazida dan beta bloker, terlebih jika kedua agen ini dikombinasi
(Williams, 2013). Efek yang memperburuk toleransi glukosa meningkat
bersamaan dengan bertambahnya epidemik diabetes dan obesitas, sehingga
penggunaan thiazida diberhentikan meskipun efektif, murah, dan manfaat
kardiovaskular yang tinggi (Agarwal, 2008).
Pada sebuah meta analisis ditemukan bahwa hubungan terbalik yang kuat
antara gula dan potassium dengan penggunaan thiazida, yang mana juga konsisten
dengan gagasan bahwa total simpanan potassium tubuh dapat memediasi
sensitivitas insulin. Peningkatan insiden diabetes yang absolut menurun ketika
konsentrasi potassium menurun dari 5,0 sampai 4,5 mEq/L tetapi lebih tinggi
ketika serum potassium menurun dari 4,0 sampai 3,5 mEq/L. Pencegahan dan
pengobatan hipokalemia dapat mencegah peningkatan angka diabetes. Pada
faktanya, pada percobaan Helderman mengevaluasi efek dari suplemen potassium
pada toleransi glukosa 7 orang sukarelawan sehat yang mengonsumsi
21
hydrochlorothizida dosis tinggi- 100 mg untuk 10 hari. Investigator
menyimpulkan bahwa dengan hilangnya potassium dicegah, thiazida tidak
menginduksi toleransi glukosa, sensitivitas sel beta terhadap glukosa atau
sensitivitas jaringan terhadap insulin (Agarwal, 2008).
Serat adalah bagian makanan hasil dari tumbuh tumbuhan yang tidak
dapat dicerna oleh enzim pecernaam manusia, termasuk polisakarida dan lignin.
Dalam defenisi lebih terkini termasuk oligosakarida, seperti inuli, dan zat pati
resisten (Anderson, 2009). Misner dalam dietary fiber menulis bahwa serat adalah
sumber makanan yang membuat tubuh sehat melalui efektivitas sistem usus, yang
secara luas menjelaskan bagian tumbuhan yang tidak dapat dicerna oleh tubuh
(Misner, 2006).
Serat terbagi menjadi serat soluble yang terfermentasi di usus besar dan
serat insoluble yang memiliki efek meningkatkan massa feses (Anderson, 2009).
Serat soluble larut dalam air dan bermanfaat untuk mengurangi kadar lemak
dalam darah, jenis serat ini dapat ditemui dalam kulit buah buahan dan kulit padi.
Serat insoluble adalah serat yang tidak larut dalam air dan bermanfaat
meningkatkan massa feses dan menjaga kesehatan sistem percernaan, jenis serat
ini ditemui dalam gandum, buah-buahan, dan sayur-sayuran (Misner, 2006).
22
karbohidrat (Montonen, 2003). Makanan dengan serat yang tinggi dapat
memperlambat pencernaan dan absorpsi glukosa dan menimbulkan efek kenyang
sehingga dapat menurunkan berat badan yang juga merupakan salah satu faktor
risiko diabetes melitus, makanan berserat tinggi juga dapat meningkatkan
sensivitas insulin, yang kemungkinan melalui efek rantai pendek asam lemak yang
dihasilkan dari fermentasi serat di usus halus (Fuji, 2013).
23
Rekomendasi jumlah asupan serat sendiri dipengaruhi oleh usia, jenis
kelamin, dan intake energi, dan rekomendasi umum untuk asupan serat yang
cukup adalah 14 gram/1000 kkal. Menggunakan pedoman energi dimana 2000
kkal/hari untuk perempuan dan 2600 kkal/hari untuk laki laki, rekomendasi serat
per hari menjadi 28 gram/hari untuk perempuan dewasa dan 36 gram/hari untuk
laki laki dewasa (Anderson, 2009). Setelah berumur 50 tahun keatas, kebutuhan
serat berkurang menjadi 21 gram untuk perempuan dan 30 gram untuk laki laki
sedangkan, menurut American Academy of Pediatrics dalam bukunya Guide to
Your Child’s Nutrition di Minser’s Dietary Fiber menyatakan bahwa intake serat
anak anak adalah umurnya ditambah dengan 5 gram, dimana apabila anak
berumur 8 tahun makan intakenya adalah 8+5=13 gram per hari dengan
maksimum 35 gram per hari (Misner, 2006).
24
belum diketahui secara pasti. Dari penelitian, terdapat hubungan antara resiko
kejadian diabetes tipe 2 dan konsumsi lemak total, khususnya konsumsi dari
lemak jenuh dan lemak hewani (Harding et al.,2004).
Pengurangan asupan lemak serta penggantian lemak jenuh dan lemak trans
oleh lemak tak jenuh rantai tunggal dan lemak tak jenuh rantai ganda dalam
makanan memberikan manfaat dalam hal perbaikan kerja insulin sebagai
pencegahan dari diabetes. Kemampuan untuk mencapai dan mempertahankan
perubahan kebiasaan ini penting untuk kesuksesan jangka panjang dalam
menurunkan resiko diabetes tipe 2 sebagai strategi pencegahan (Marshall &
Bessesen, 2002, Riserus & Willett, 2008).
2.4 Klasifikasi
Tabel 2.3 Klasfikasi Diabetes (PERKENI, 2011)
Klasifikasi Diabetes Melitus (ADA, 2009)
I Diabetes Melitus tipe 1 (IDDM)
Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut melalui
proses imunolgi atau secara idiopatik.
II Diabetes Melitus tipe 2 (NIDDM)
Predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif
Predominan gangguan sekresi insulin bersama resistesi insulin
25
III Diabetes tipe lain
1. Defek genetik fungsi sel beta
2. Defek genetik kerja insulin
3. Penyakit eksokrin pakreas
4. Karena obat/ zat kimia
5. Infeksi
6. Sebab imunologi yang jarang : antibodi insulin
7. Sindroma genetik lain yang berkaitan dengan DM (Klinefelter, sindrom
Turner)
IV Diabetes Kehamilan
Intoleransi glukosa yang timbul atau terdeteksi pada kehamilan pertama dan
gangguan toleransi glukosa setelah terminasi kehamilan.
2.5 Diagnosis
26
Tabel 2.5 Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa Sebagai Patokan Penyaring
dan Diagnosis DM (PERKENI, 2011)
Bukan DM Belum pasti DM
DM
Kadar glukosa Plasma vena < 100 100-199 ≥200
darah sewaktu Darah kapiler <90 90-199 ≥200
(mg/dl)
Kadar glukosa Plasma vena < 100 100-125 ≥126
darah puasa Darah kapiler <90 90-99 ≥100
(mg/dl)
2.6 Penatalaksanaan
2.6.1 Non Farmakologis
Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau
langsung kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik
berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat,
adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan. Pengetahuan tentang
pemantauan mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia dan cara mengatasinya harus
diberikan kepada pasien, sedangkan pemantauan kadar glukosa darah dapat
dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus (PERKENI, 2011).
a. Edukasi
Diabetes Melitus umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku
telah terbentuk dengan kokoh. Keberhasilan pengelolaan diabetes mandiri
membutuhkan partisipasi aktif penderita, keluarga dan masyarakat. Tim
27
kesehatan harus mendampingi penderita dalam menuju perubahan
perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan
edukasi yang komprehensif pengembangan ketrampilan dan motivasi.
Edukasi secara individual dan pendekatan berdasarkan penyelesaian
masalah merupakan inti perubahan perilaku yang berhasil. Perubahan
perilaku hampir sama dengan proses edukasi yang memerlukan penilaian,
perencanaan, implementasi, dokumentasi dan evaluasi (PERKENI, 2011).
c. Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali
seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar
dalam pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke
pasar, menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan ( Konsensus
28
Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2006).
Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan
berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan
memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan
berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti : jalan kaki, bersepeda
santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan
dengan umur dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif
sehat, intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah
mendapat komplikasi DM dapat dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup
yang kurang gerak atau bermalas-malasan (PERKENI, 2011).
2.6.2 Farmakologis
1. Sulfonilurea
2. Glinid
29
benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi
dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat
melalui hati.
30
2.7 Komplikasi
a. Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan klinik gangguan saraf yang disebabkan
penurunan glukosa darah < 60 mg/dl. Gejala hipoglikemia terdiri dari
gejala adrinergic (berdebar, banyak keringat, gemetar, rasa lapar) dan
gejala neuroglikopenik (pusing, gelisah, kesadaran menurun sampai
koma). Penyebab tersering hipoglikemia adalah akibat obat hipoglikemia
oral golongan sulfonilurea, khususnya klorpropamida dan glibenklamida.
Penyebab tersering lainnya antara lain : makan kurang dari aturan yang
ditentukan, berat badan turun, sesudah olahraga, sesudah melahirkan dan
lain-lain.
b. Ketoasidosis Diabetik
ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan defisiensi insulin berat dan akut
dari suatu perjalanan penyakit DM yang ditandai dengan trias
hiperglikemia, asidosi dan ketosis. Timbulnya KAD merupakan ancaman
kematian pada pasien DM.
Akibat kadar gula darah yang tidak terkontrol dan meninggi terus menerus
yang dikarenakan tidak dikelola dengan baik mengakibatkan adanya pertumbuhan
sel dan juga kematian sel yang tidak normal. Perubahan dasar itu terjadi pada
endotel pembuluh darah, sel otot pembuluh darah maupun pada sel masingeal
ginjal, semuanya menyebabkan perubahan pada pertumbuhan dan kematian sel
yang akhirnya akan menjadi komplikasi vaskular DM. Struktur pembuluh darah,
saraf dan struktur lainnya akan menjadi rusak. Zat kompleks yang terdiri dari gula
31
di dalam dinding pembuluh darah menyebabkan pembuluh darah menebal dan
mengalami kebocoran. Akibat penebalan ini maka aliran darah akan berkurang,
terutama menuju kulit dan saraf. Akibat mekanisme di atas akan menyebabkan
beberapa komplikasi antara lain (Waspadji, 2009) :
a. Retinopati
Terjadinya gangguan aliran pembuluh darah sehingga mengakibatkan
terjadi penyumbatan kapiler. Semua kelainan tersebut akan menyebabkan
kelainan mikrovaskular. Selanjutnya sel retina akan berespon dengan
meningkatnya ekspresi faktor pertumbuhan endotel vaskular yang
selanjutnya akan terbentuk neovaskularisasi pembuluh darah yang
menyebabkan glaukoma. Hal inilah yang menyebabkan kebutaan.
b. Nefropati
Hal-hal yang dapat terjadi antara lain : peningkatan tekanan glomerular
dan disertai dengan meningkatnya matriks ektraseluler akan menyebabkan
terjadinya penebalan membran basal yang akan menyebabkan
berkurangnya area filtrasi dan kemudian terjadi perubahan selanjutnya
yang mengarah terjadinya glomerulosklerosis. Gejala-gejala yang akan
timbul dimulai dengan mikroalbuminuria dna kemudian berkembang
menjadi proteinuria secara klinis selanjutnya akan terjadi penurunan fungsi
laju filtrasi glomerular dan berakhir dengan gagal ginjal.
c. Neuropati
Yang paling sering dan paling penting gejala yang timbul berupa
hilangnya sensasi distal atau seperti kaki terasa terbakar dan bergetar
sendiri dan lebih terasa sakit dimalam hari.
32
aterosklerosis akan menyebabkan penyumbatan dan kemudian menjadi
penyakit jantung koroner.
33
KERANGKA KONSEP PENELITIAN
Faktor resiko :
o Riwayat keluarga diabetes
mellitus
o Usia
o Jenis Kelamin
o Tingkat Pendidikan
Diabetes
o Jumlah Mellitus
Pendapatan
o Aktivitas
o Status Gizi
o Alkohol
o Merokok
o Hipertensi
o Jumlah Konsumsi Serat
o Jumlah Konsumsi Lemak
34
BAB 3
METODE PENELITIAN
35
Sampel penelitian adalah masyarakat di Kelurahan Kuala Silo Bestari Kota
Tanjungbalai.
2
Z . P ( 1−P ) . N
n=
d ( N−1 )+ Z 2 . P ( 1−P )
2
2
1.96 . 0.5 ( 1−0.5 ) .180
n=
0.1 ( 288−1 )+ 1.962 . 0.5 ( 1−0.5 )
2
172 , 87
n=
3 , 83
n=¿45,13
Keterangan :
N = Perkiraan besar penderita DM kelurahan Kuala Silo Bestari (500)
n = Jumlah Sampel
d = Derajat ketepatan yang direfleksikan oleh kesalahan yang dapat ditolerir (0.1)
Z = Tingkat kepercayaan ( 95% = 1.96)
P = Proporsi populasi sebagai dasar asumsi (0.5)
Setelah dilakukan perhitungan sampel dengan rumus di atas, maka dari
288 populasi di dapat 45,13 penduduk atau dibulatkan menjadi 45 penduduk
sebagai sampel.
36
Masyarakat tidak kooperatif
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, penimbangan BB,
pengukuran TB, dan pengukuran Tekanan Darah pada masyarakat di wilayah
kerja Puskesmas Kampung Persatuan.
Definisi Operasional
Berikut ini adalah defenisi operasional dari penelitian yang akan dilakukan:
a. Riwayat keluarga
o Definisi : ayah atau ibu atau saudara kandung terkena penyakit
diabetes mellitus.
o Alat ukur : kuesinor
o Cara ukur : mencatat hasil kuesioner
o Hasil ukur : ada tidaknya riwayat keluarga
o Skala ukur : nominal
b. Usia
o Definisi : lamanya keberadaan atau kehidupan seseorang yang
diukur dalam satuan waktu
o Alat ukur : kuesioner
o Cara ukur : mencatat hasil kuesioner
o Hasil ukur : usia dalam tahun
o Skala ukur : interval
c. Jenis Kelamin
37
o Definisi : perbedaan antara perempuan dengan laki-laki secara
biologis sejak seorang lahir
o Alat ukur : kuesioner
o Cara ukur : mencatat hasil kuesioner
o Hasil ukur : klasifikasi jenis kelamin (laki-laki atau perempuan)
o Skala ukur : nominal
d. Tingkat Pendidikan
o Definisi : tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat
perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai dan kemauan
yang dikembangkan
o Alat ukur : kuesioner
o Cara ukur : mencatat hasil kuesioner
o Hasil ukur : Klasifikasi tingkat pendidikan ( SD, SMP, SMA,
Pendidikan tinggi )
o Skala ukur : ordinal
e. Jumlah Pendapatan
o Definisi : Jumlah uang sebagai tambahan kemampuan ekonomis
yang diterima atau diperoleh yang dapat digunakan untuk konsumsi
dan menambah kekayaan.
o Alat ukur : kuesioner
o Cara ukur : mencatat hasil kuesioner
o Hasil ukur : pendapatan dalam rupiah
o Skala ukur : interval
f. Aktivitas
o Definisi : Gerakan fisik yang dilakukan oleh otot tubuh dan sistem
penunjangnya.
o Alat ukur : kuesioner
o Cara ukur : mencatat hasil kuesioner
o Hasil ukur : Teratur atau tidak teratur, intensitas dan berapa lama
aktivitas
38
o Skala ukur : Ordinal
g. Status gizi
o Definisi : Keadaan tubuh seseorang sebagai manifestasi dan asupan
zat gizi
o Alat ukur : IMT
o Cara ukur : Mengumpulkan data dari pemeriksaan berat badan dan
tinggi badan, lalu diaplikasikan dengan rumus IMT: Berat
badan(dalam kg)/tinggi badan(dalam meter)2
o Hasil ukur :
Klasifikasi IMT:
- Berat badan kurang: <18,5 kg/m2
- Berat badan normal: 18,5-22,9 kg/m2
- Berat badan berlebih: 23.0-24.9 kg/m2
- Obese I: 25.0-29.9 kg/m2
- Obese II :≥30.0 kg/m2
o Skala ukur : ordinal
h. Alkohol
o Definisi : minuman yang mengandung etanol
o Alat ukur : kuesioner
o Cara ukur : mencatat hasil kuesioner
o Hasil ukur : ada atau tidaknya riwayat mengonsumsi alkohol
o Skala ukur : nominal
i. Merokok
o Definisi : membakar tembakau yang kemudian dihisap asapnya,
baik menggunakan rokok maupun pipa
o Alat ukur : kuesioner
o Cara ukur : mencatat hasil kuesioner
o Hasil ukur : ada tidaknya riwayat merokok
o Skala ukur : nominal
j. Hipertensi
39
o Definisi : peningkatan darah diastolik secara konsisten ≥90 mmHg
atau tekanan sistolik ≥140 mmHg
o Alat ukur : kuesioner
o Cara ukur : mencatat hasil kuesioner
o Hasil ukur : ada tidaknya riwayat hipertensi
o Skala ukur : nominal
k. Serat
o Definisi : Bagian dari tumbuhan yang dapat dikonsumsi dan
tersusun dari karbohidrat yang memiliki sifat resistan terhadap proses
pencernaan dan penyerapan di usus halus manusia serta mengalami
fermentasi sebagian atau keseluruhan di usus besar.
o Alat ukur : kuesioner
o Cara ukur : mencatat hasil kuesioner
o Hasil ukur : cukup atau tidaknya asupan serat
- Cukup : jika memenuhi anjuran diet serat
- Tidak cukup : jika tidak memenuhi anjuran diet serat.
o Skala ukur : nominal
l. Lemak
o Definisi : zat organik yang sifatnya tidak dapat larut dalam air
o Alat ukur : kuesioner
o Cara ukur : mencatat hasil kuesioner
o Hasil ukur : cukup atau melebihi asupan serat
- Cukup : jika memenuhi anjuran diet serat
- Melebihi : jika melebihi anjuran diet serat.
o Skala ukur : nominal
40
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
4.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Kuala Silo Bestari Kota
Tanjungbalai, Sumatera Utara.
Puskesmas Kampung Persatuan merupakan salah satu sarana kesehatan di
kota Tanjungbalai yang berkedudukan di kecamatan Tanjung Balai Utara, dimana
Wilayah kerja berjumlah tiga (3) kelurahan. Meliputi satu(1) kecamatan yaitu
kecamatan tanjungbalai utara (5 Kelurahan), TB.Kota III (2 Kelurahan : Sejahtera
danTB III ) dan TB.Kota IV (3 Kelurahan : Kuala silo bestari,MTH,TB IV ) yang
tiga(3) kelurahan dalam wilayah kerja dan yang dua(2) kelurahan dalam wilayah
kerja UPTD Puskesmas KP.Baru ,dimana kedua Puskesmas rata-rata sudah dapat
dilalui oleh kendaraan bermotor roda dua maupun roda empat.
1 Perempuan 33 73.3
2 Laki-laki 12 26.7
41
Total 45 100.0
1 0 – 17 0 0
2 18 - 65 36 80
3 66 – 79 9 20
4 80 – 99 0 0
5 ≥100 0 0
Total 45 100.0
Dari tabel 4.2. didapatkan bahwa jumlah responden terbanyak ada pada
rentang usia 18 - 65 tahun yaitu berjumlah 36 orang (80%) dan diikuti dengan
rentang usia 66-79 tahun berjumlah 9 orang (20%).
42
Tabel 4.3. Distribusi sampel berdasarkan Tingkat Pendidikan
No Tingkat Pendidikan Jumlah % Jumlah
1 TK 0 0
2 SD 17 37.8
3 SMP 16 35.5
4 SMA 9 20
Total 45 100.0
1 Ya 34 75.6
2 Tidak 11 24.4
43
Total 45 100.0
1 Teratur 18 40
2 Tidak Teratur 27 60
Total 45 100.0
Dari tabel 4.5. didapatkan bahwa jumlah pasien dengan tingkat aktivitas /
olahraga yang teratur lebih rendah (40%) dibandingkan dengan tingkat aktivitas /
olahraga yang tidak teratur (60%).
44
Tabel 4.6. Distribusi sampel berdasarkan Status Gizi
No Status gizi Jumlah % Jumlah
1 Kurang 2 4.4
2 Normal 15 33.3
3 Berlebih 12 26.8
4 Obese I 14 31.1
5 Obese II 2 4.4
Total 45 100.0
Dari tabel 4.6. didapatkan bahwa jumlah pasien dengan status gizi berlebih
(26,8%) , Obese I (31,1%) dan Obese II (4,4%) lebih tinggi dibandingkan jumlah
pasien dengan status gizi normal (33,3%) maupun pasien dengan status gizi
kurang (4,4%).
1 Iya 4 8.9
45
2 Tidak 41 91.1
Total 45 100.0
1 Iya 5 11.1
2 Tidak 40 88.9
Total 45 100.0
Dari tabel 4.8. didapatkan bahwa jumlah pasien dengan riwayat merokok
adalah 5 orang (11,1%) dan jumlah pasien dengan riwayat tidak merokok adalah
40 orang (88,9%).
1 Iya 14 31.1
2 Tidak 31 68.9
46
Total 45 100.0
Dari tabel 4.9. didapatkan bahwa jumlah pasien dengan riwayat hipertensi
adalah 14 orang (31,1%) dan jumlah pasien tanpa riwayat hipertensi adalah 31
orang (68,9%).
1 Cukup 39 86.7
Total 45 100.0
Dari tabel 4.10. didapatkan bahwa jumlah pasien dengan riwayat asupan
serat yang cukup adalah 39 orang (68,9%) dan jumlah dengan riwayat asupan
serat yang tidak cukup adalah 6 orang (13,3%).
1 Cukup 36 80
2 Berlebih 9 20
47
Total 45 100.0
Dari tabel 4.11. didapatkan bahwa jumlah pasien dengan riwayat asupan
lemak yang cukup adalah 36 orang (80%) dan jumlah dengan riwayat asupan
lemak yang berlebih adalah 9 orang (20%).
1 Iya 0 0
2 Tidak 33 100
Total 33 100.0
48
Tabel 4.13. Distribusi sampel berdasarkan riwayat melahirkan anak ≥
4 kg
No Riwayat melahirkan Jumlah % Jumlah
anak ≥ 4 kg
1 Iya 8 24.2
2 Tidak 25 75.8
Total 33 100.0
4.2. Pembahasan
Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Kuala Silo Bestari Kota
Tanjungbalai, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran faktor resiko
diabetes mellitus. Dari penelitian, didapatkan total 45 responden.
Pada tabel 4.1. ditemukan bahwa berdasarkan jenis kelamin, perempuan
adalah kelompok yang paling banyak menderita diabetes mellitus yaitu 33
(73.3%) kasus , sedangkan pada laki-laki 12 (26,7%). Hal ini tidak sama seperti
yang dinyatakan oleh Gender Differences in Living with Diabetes Mellitus
Siddiqui, 2013 bahwa prevalensi diabetes lebih tinggi pada laki-laki.
49
sesuai dengan yang dinyatakan bahwa secara global diabetes terjadi pada umur
antara 40-59 tahun. Semakin memburuknya resisten insulin dengan pertambahan
umur dan menurunnya aktivitas menyebabkan meningkatnya prevalensi diabetes
mellitus tipe 2 yang berhubungan dengan umur ( Ekpenyong et al., 2012).
Pada tabel 4.5. didapatkan bahwa jumlah pasien dengan tingkat aktivitas /
olahraga yang teratur lebih rendah (40%) dibandingkan dengan tingkat aktivitas /
olahraga yang tidak teratur (60%) . Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa
aktivitas fisik telah diidentifikasi sebagai faktor risiko utama keempat kematian
untuk dunia menyebabkan sekitar 3,2 juta kematian secara global, termasuk
diabetes melitus (WHO, 2015).
Pada tabel 4.6. didapatkan bahwa jumlah pasien dengan status gizi
berlebih (26,8%) , Obese I (31,1%) dan Obese II (4,4%) lebih tinggi
dibandingkan jumlah pasien dengan status gizi normal (33,3%) maupun pasien
dengan status gizi kurang (4,4%). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian di
50
Amerika Serikat pada tahun 2014 menunjukkan dibandingkan orang dengan
indeks massa tubuh yang normal, orang yang memiliki berat badan berlebih dan
obes menurut statistik secara signifikan berhubungan dengan risiko terkena
dibetes mellitus tipe 2. Risiko untuk terkena diabetes mellitus tipe 2 pada orang
yang memiliki berat badan berlebih ataupun obes 1,5-5 kali lebih besar
dibandingkan dengan individu dengan indeks massa tubuh yang normal (Ganz et
al, 2014).
Pada tabel 4.8. didapatkan bahwa jumlah pasien dengan riwayat merokok
adalah 5 orang (11,1%) dan jumlah pasien dengan riwayat tidak merokok adalah
40 orang (88,9%). Proses merokok mengakibatkan perubahan lemak di dalam
tubuh yang menyebabkan terjadinya resistensi insulin dan efek toksik ke jaringan
pankreas. Meskipun seseorang telah berhenti merokok, efek yang ada di dalam
tubuh terus bergerak sehingga tidak akan jauh berbeda (Wannamethee et al.,
2001).
Pada tabel 4.9. didapatkan bahwa jumlah pasien dengan riwayat hipertensi
adalah 14 orang (31,1%) dan jumlah pasien tanpa riwayat hipertensi adalah 31
orang (68,9%). Diabetes dan hipertensi sering terjadi bersamaan. Terdapat
substansial yang tumpang tindih antara diabetes mellitus dan hipertensi baik pada
mekanisme penyakit dan etiologinya. Di Hongkong, badan penelitian prevalensi
faktor resiko kardiovaskular menyatakan hanya 42% penderita diabetes yang
memiliki tekanan darah normal dan 56% penderita hipertensi memiliki toleransi
glukosa yang normal (Cheung dan Li, 2012)
51
Pada tabel 4.10. didapatkan bahwa jumlah pasien dengan riwayat asupan
serat yang cukup adalah 39 orang (68,9%) dan jumlah dengan riwayat asupan
serat yang tidak cukup adalah 6 orang (13,3%) Asupan tinggi serat memiliki
hubungan dengan penurunan signifikan dari prevalensi diabetes berdasarkan
penelitian kohort prospektif secara epidemiologis (Anderson, 2009).
Pada tabel 4.11. didapatkan bahwa jumlah pasien dengan riwayat asupan
lemak yang cukup adalah 36 orang (80%) dan jumlah dengan riwayat asupan
lemak yang berlebih adalah 9 orang (20%). Diet tinggi lemak dikaitkan dengan
kejadian obesitas, peningkatan lemak tubuh dan peningkatan distribusi lemak
yang berakibat pada kenaikan berat badan. Perubahan-perubahan ini dikaitkan
dengan perubahan metabolisme glukosa. (Harding et al.,2004).
Dari data di atas ditemukan faktor resiko yang tidak dapat diubah
berdasarkan persentase yang tertinggi hingga terendah yaitu dari usia dengan
rentang 18-65 tahun 36 orang (80%), riwayat keluarga DM 34 orang (75,6%),
52
tingkat pendidikan SD 17 orang (37,8%), jenis kelamin laki-laki 12 orang
(26,7%), riwayat melahirkan anak ≥4 kg 8 orang dari 33 responden wanit (24%),
dan riwayat DM gestasional tidak ada (0%). Faktor resiko yang dapat diubah
berdasarkan presentase yang tertinggi hingga terendah yaitu jumlah berat badan
berlebih dan obese yaitu 28 orang (62,8%), riwayat hipertensi positif 14 orang
(31,1%), riwayat aktivitas fisik / olahraga yang tidak teratur 27 orang (60%),
asupan lemak berlebih 9 orang (20%), asupan serat tidak cukup 6 orang (13,3%),
riwayat merokok 5 orang (11,1%), dan riwayat alkohol 4 orang (8,9%).
53
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan bahwa berdasarkan jenis
kelamin, perempuan adalah kelompok yang paling banyak menderita
diabetes mellitus yaitu 33 (73.3%) kasus , sedangkan pada laki-laki 12
(26,7%).
2. Pasien DM terbanyak ada pada rentang usia 18 - 65 tahun yaitu berjumlah
36 orang (80%) dan diikuti dengan rentang usia 66-79 tahun berjumlah 9
orang (20%).
3. Berdasarkan tingkat pendidikan , tingkat pendidikan SD adalah tingkat
yang paling banyak menderita diabetes mellitus (37,8%) dan jumlah
sample paling sedikit adalah responden dengan tingkat pendidikan TK
(0%)
4. Pasien DM dengan riwayat keluarga yang menderita DM adalah 34 orang
(75,6%) lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah responden yang tidak
memiliki riwayat keluarga yang menderita DM adalah 11 orang (24,4%).
5. Pasien DM dengan tingkat aktivitas / olahraga yang teratur lebih rendah
(40%) dibandingkan dengan tingkat aktivitas / olahraga yang tidak teratur
(60%)
6. Pasien DM dengan status gizi berlebih (26,8%) , Obese I (31,1%) dan
Obese II (4,4%) lebih tinggi dibandingkan jumlah sample dengan status
gizi normal (33,3%) maupun pasien dengan status gizi kurang (4,4%).\
7. Pasien DM dengan riwayat mengonsumsi alkohol adalah 4 orang (8,9%)
dan jumlah pasien dengan riwayat tidak mengonsumsi alkohol adalah 41
orang (91,1%).
54
8. Pasien dengan riwayat merokok adalah 5 orang (11,1%) dan jumlah pasien
dengan riwayat tidak merokok adalah 40 orang (88,9%)
9. Pasien DM dengan riwayat hipertensi adalah 14 orang (31,1%) dan jumlah
pasien tanpa riwayat hipertensi adalah 31 orang (68,9%).
10. Pasien DM dengan riwayat asupan serat yang cukup adalah 39 orang
(68,9%) dan jumlah dengan riwayat asupan serat yang tidak cukup adalah
6 orang (13,3%)
11. Pasien DM dengan riwayat asupan lemak yang cukup adalah 36 orang
(80%) dan jumlah dengan riwayat asupan lemak yang berlebih adalah 9
orang (20%).
12. Pasien DM dengan riwayat kehamilan dengan DM pada pasien wanita
adalah 0 dan jumlah pasien tanpa riwayat kehamilan dengan DM pada
pasien wanita adalah 33 (100%).
13. Pasien DM dengan riwayat melahirkan anak ≥4 kg pada pasien wanita
adalah 8 orang (24.2%) dan jumlah pasien tanpa riwayat melahirkan anak
≥4 kg pada pasien wanita adalah 25 orang (75.8%).
5.2. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan peneliti berhubungan dengan
penelitian ini adalah:
1. Diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah daerah untuk
melakukan promosi kesehatan terhadap upaya pencegahan DM dengan
menghindari faktor resiko yang dapat diubah, seperti olahraga teratur,
menghindari merokok, menghindari minum alkohol, asupan serat yang
cukup dan asupan lemak yang dibatasi.
2. Diharapkan dapat menjadi masukan bagi dunia kedokteran tentang
prevalensi faktor resiko DM di masyarakat.
3. Diharapkan bagi masyarakat luas agar lebih mengetahui pentingnya
pencegahan DM dimulai dari menghindari faktor resiko yang didapatkan
dari gaya hidup dan lingkungan.
55
DAFTAR PUSTAKA
56
Balkau, B., et.al. 2008. Physical Activity and Insulin Sensitivity. Diabetes. Vol.
57, page 2613-2618.
Canadian Diabetes Association. 2013. Alcohol and Diabetes. Canadian Diabetes
Association Clinical Practice Guideline. Banting.
CDC. 2014. Diakses dari
http://www.cdc.gov/diabetes/statistics/prev/national/figraceethsex.htm
Chang, S. A. 2012. Smoking and Type 2 Diabetes Mellitus. The Catholic
University of Korea College of Medicine. Korean Diabetes Association.
Diabetes Metab J. Vol36. Pp 399-403.
Cheung B.M.Y., Li C., 2012. Diabetes and Hypertension: Is There a Common
Metabolic Pathway? . Hongkong: Spinger.
Dansinger. M. 2013. Diabetes and Alcohol. American Diabetes. Joslin Diabetes
Center. WebMD. Medical Refference.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS 2007) – Laporan Nasional 2007. Jakarta: Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS 2013). Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Diabetes UK, 2008. Hypertension and Diabetes. London: Diabetes UK.
Diabetes Prevalence In Australia. 2011. Detailed Estimated for 2007-2008.
Australian Government Australian Institude Helath and Welfare. Diabetes
Series Number 17. Canberra.
Drinkware. 2014. The Fact About Alcohol and Diabetes. Drinkaware.co.uk
Ekpenyong et al, 2011.Gender and Age Specific Prevalence and Associatiated
Risk Factors of Type 2 Diabetes Mellitus in Uyo Metropolis,south the
Eastern Nigeria in Department of Physiology, College of Health
Sciences,University of Uyo, Akwa Ibom State, Nigeria
Faerch. S. 2014. Gender and T2DM. The Living Textbook of Diabetes.
Fatmawati, Ari. 2010. Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 Pasien
Rawat Jalan. Skripsi Universitas Negeri Semarang
57
Felastein C.A., 2002. Salt Intake, Hypertension, and Diabetes Mellitus. Argentina:
Nature Publishing Group.
Fuji, H., Iwase, M., Ohkuma, T., Kaizu, S.O., Ide, H., Kikuchi, Y., et al. 2013.
Impact of Dietary Fiber Intake on Glycemic Control, Cardiovascular Risk
Factor, and Chronic Kidney Disease in Japanese Patients With Type 2
Diabetes Mellitus: the Fukuoka Diabetes Registry. Nutritional Journal. 12,
159.
Ganz M.L. et al. 2014. The Association of Body Mass Index with the Risk of Type
2 Diabetes: A Case-Control Study Nested in an Electronic Health Records
System in the United States. Diabetology & Metabolic Syndrome.
Handayani. 2012.Modifikasi Gaya Hidup dan Intervensi Farmakologis Dini
Untuk Pencegahan Penyakit Diabetes MellitusTtipe 2. Media Gizi
Masyarakat Indonesia, Vol.1,No.2, Februari 2012 : 65-70
Harding, A.H. Day, N.E. et al. 2004. Dietary Fat and the Risk of Clinical Type 2
Diabetes. American Journal of Epidemiology. Available from :
http://aje.oxfordjournals.org/content/159/1/73.long [Accessed on July, 13th
2015]
Hariri S, Yoon P W, Qureshi N, Valdez R. 2006. Family history of type 2 diabetes
: A population-based screening tool for prevention? . Genet Med Volume
8 No. 2.
Idris, Fachmi. 2014. Pengintegrasian Program Preventif Penyakit Diabetes
Melitus Tipe 2 PT Askes (Persero) ke Badan Penyelenggara Jaminan
Nasional. J Indon Med Assoc.
Illinois Behavioral Risk Factor Surveillance System. 2013. Chronic Disease
Burden Update 2013;2:18.
Irawan, Dedi. 2010. Prevalensi dan Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe
2 di Daerah Urban Indonesia (Analisa Data Sekunder Riskesdas 2007).
Thesis Universitas Indonesia.
Jelantik dan haryati. 2014. Hubungan Faktor Risiko Umur , Jenis kelamin ,
Kegemukan dan Hipertensi dengan Kejadian Diabetes Melitus Tipe II di
58
Wilayah kerja Puskesmas Mataram.
Diaccesed:.http://www.lpsdimataram.com
Lily L.S., 2011. Pathophysiology of Heart Disease. Philadephia: Lippincott
Williams & Willkins, Hal: 302-303.
Kekenusa J S. 2013. Analisis Hubungan Antara Umur dan Riwayat Keluarga
Menderita DM Dengan Kejadian Penyakit DM Tipe 2 Pada Pasien Rawat
Jalan di Poliklinik Penyakit Dalam BLU RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou
Manado. Manado :Universitas Sam Ratulangi.
Kementerian kesehatan, 2009. Tahun 2030 Prevalensi Diabetes Melitus di
Indonesia Mencapai 21,3 juta orang. Jakarta
Kurniawan, I. 2010. Diabetes Melitus Tipe 2 pada Usia Lanjut. Majalah
Kedokteran Indonesia
Marshall, J.A. Bessesen, A.H. 2002. Dietary Fat and the Development of Type 2
Diabetes. American Diabetes Association. Available from :
http://care.diabetesjournals.org/content/25/3/620.full [Accessed on July,
13th 2015]
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2013 Tenrang Angka Kecukupan
Gizi yang Dianjurkan Bagi Bangsa Indonesia. Jakarta.
Meyer, K.A., Kushum L.H., Jacobs, D.R. Slavin, J., Sellers, T.A., Folsom, A.R.
2000. Carbohydrates, Dietary Fiber, and Incident Type 2 Diabetes in
Older Women. American Journal of Clinical Nutrition. 71, 921-30.
Miles, L. 2007. Physical activity and health. Journal Compilation British
Nutrition Foundation Nutrition Bulletin, London, UK: vol. 32, page 314–
363
Misner, S., Whitmer, E., Florian, T.A. 2006. Dietary Fiber. Arizona: College of
Agriculture and Life Science University of Arizona.
Mongisidi, Gabby. 2014. Hubungan Antara Status Sosio-Ekonomi dengan
Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 Di Poliklinik Interna Blu Rsup Prof. Dr.
R. D. Kandou Manado. Skripsi Universitas Sam Ratulangi
59
Montonen, J., Knekt, P., Jarvinen, R, Aromaa, A., Reunanen, A. 2003. Whole-
grain and Fiber Intake and The Incidence of Type 2 Diabetes. American
Journal of Clinical Nutrition . 77, 622-9.
Naing, L., Winn, T., & Rusli, B. N. (2006). Practical Issue in Calculating the
Sample Size for Prevalence Studies. Archives of Orofacial Sciences , 9-14.
Nuryati et al. 2009. Gaya Hidup dan Status Gizi serta Hubungannya dengan
Diabetes Melitus pada Wanita Dewasa di DKI Jakarta. Departemen Gizi
Masyarakat IPB.
Purnamasari D. 2009. Diagnosis dan Klasifikasi Diabete Melitus. Dalam Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Lima. Interna Publishing. Jakarta. 1880-
83.
Ramachandran. A et al, 2012Trends in prevalence of diabetes in Asian countries.
World journal of Diabetes
Riserus, U. Willett., W.C. 2008. Dietary fats and prevention of type 2 diabetes.
United States National Library of Medicine: National Institutes of Health.
Available from : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2654180/
[Accessed on July, 13th 2015]
Sacerdote et.al. 2012. Lower educational level is a predictor of incident type 2
diabetes in European countries: The EPIC-InterAct study. International
Journal of Epidemiology 2012;41:1162–1173.
Schienkiewitz et al. 2006. Body mass index history and risk of type 2 diabetes:
results from the European Prospective Investigation into Cancer and
Nutrition (EPIC)–Potsdam Study. USA : American Society for Nutrition.
Selby, P. 2008. Smoking Cessation And Diabetes. Endocrinology Rounds. St.
Michael’s Hospital. Toronto. Vol.8.Issue 3
Siddiqui. M.A., Khan. M.F., Carline. T.E. 2013. Gender Difference in Living with
Diabetes Mellitus. School of Health Science. Queen Margaret University.
Edinburg.
Sigal, R., Kenny, G., Wasserman, D., & Castaneda, C.2004. Physical
Activity/Exercise and Type 2 Diabetes. Diabetes Care, vol.27, no.10, page
2518-2539.
60
Soegondo, Sidartawan. 2009. Farmakoterapi pada Pengendalian Glikemia
Diabetes Melitus Tipe 2. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V.
Jakarta: Interna Publishing. 1884-1890
Stein, J. H., Asthana, A. Et al. 2014. Smoking Cessation and the Risk of Diabetes
Mellitus and Impaired Fasting Glucose : Three-Year Outcomes after a Quit
Attempt. PLOS ONE. University of Winsconsin. Madion. United States of
America. Vol.9. Isuue 6. Pp1-9.
Steyn, N.P. Mann, J. et al. 2004. Diet, nutrition and the prevention of type 2
diabetes. Public Health Nutrition. Available from :
http://www.who.int/nutrition/publications/public_health_nut4.pdf
[Accessed on July, 13th 2015]
Sudremi, Yuliana. 2007. Pengetahuan Sosial Ekonomi. Jakarta: Bumi Aksara
Sugiani P.P.S. 2011. Status Gizi dan Status Metabolik Pasien Diabetes Melitus
Rawat Jalan di RSUP Sanglah Denpasar. Jurnal ilmu Gizi.
Thanopoulou, A.C. Karamanos, B.G. et al. 2003. Dietary Fat Intake as Risk
Factor for the Development of Diabetes. Diabetes Journals. Available
from : http://care.diabetesjournals.org/content/26/2/302.full.pdf [Accessed
on July, 13th 2015]
Trisnawati, S K dan Setyorogo. S .2013. Faktor Risiko Kejadian Diabetes
Melitus Tipe II Di Puskesmas Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat
Tahun 2012. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 5(1); Jan 2013
Undang-undang RI No 20 tahun 2003, Sistem Pendidikan Pendidikan Nasional,
Semarang: Aneka Ilmu
Valdez R, Yoon P W, Liu T, Khoury M. 2007. Family history and Prevalence of
Diabetes in the U.S. Population. Diabetes Care Volume 30 , Number 10.
Valdez Rodolfo. 2009. Detecting Undiagnosed Type 2 Diabetes Family History as
a Risk Factor and Screening Tool. Journal of Diabetes Science and
Technology Volume 3, Issue 4.
Wang, Y., Ji, J. Et al. 2013. Passive Smoking and Risk of Type 2 Diabetes : A
Meta-Analysis of Prospective Cohort Studies. PLOS ONE. School of
Public Health. Wuhan University. China. Vol(8). Issue 7. Pp1-6
61
Wannamethee, S. G., Shaper, A. G., Perry, I. J. 2001. Smoking as a Modifiable
Risk Factor for Type 2 Diabetes in Middle-Aged Men. Diabetes Care. Vol
(24). Pp1590-95.
Ward. A., Kerr. D. 2009. Diabetes, Alcohol and Hypoglycemia. Diabetes and
Endocrine Royal Bouremouth Hospital. Helath Administrator Vol XXII
Number 1&2.
Waspadji, Sarwono. 2009. Komplikasi Kronik Diabetes: Mekanisme terjadinya,
Diagnosis, dan Strategi Pengelolaan. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Edisi V. Jakarta: Interna Publishing
Williams B., 2013. Blood Pressure and Diabetes: A Fatal Attraction. London:
European Heart Journal.
World Health Organization, 2015. Physical Activity in Global Strategy on Diet,
Physical Activity and Health. World Health Organization
Zhang, C., Liu, S., Solomon, C.G., Hu, F.B. 2006. Dietary Fiber Intake, Dietary
Glycemic Load, and the Risk for Gestational Diabetes Melitus. Diabetes
Care. 29, 2223-2230.
62