Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit menahun yang ditandai oleh kadar glukosa darah yang melebihi nilai normal. Apabila dibiarkan tak terkendali, penyakit ini akan menimbulkan penyakit penyakit yang dapat berakibat fatal. Termasuk penyakit jantung, ginjal, kebutaan dan amputasi. Dalam Diabetes Atlas 2010 ( Internasional Diabetes Federation ). Perkembangan dalam gaya hidup modern menyebabkan permasalahan terhadap kesehatan dan hidup yang cenderung kurang sehat. Gaya hidup yang kurang sehat tersebut menjadi berkembang disemua kalangan masyarakat. Hal tersebut dapat menimbulkan bertambahnya penyakit degenerative seperti diabetes mellitus (krisnatuti, 2011). Pada tahun 2015 jumlah penderita DM dari data studi global telah mencapai 415 juta orang dan diperkirakan akan semakin meningkat pada tahun 2040 yaitu sekitar 642 juta orang. Data dari International Diabetes Federation (IDF) tahun 2015 tercatat sebanyak 193 juta orang pengidap DM tidak menyadari bahwa dirinya menderita penyakit DM. Data IDF juga menunjukkan bahwa sekitar 77% penderita DM berada pada negara yang berpenghasilan menengah dan rendah (IDF, 2015). Penyakit Diabetes Melitus (DM) merupakan ancaman kesehatan masyarakat global, dimana sekitar 90% dari semua pasien yang menderita DM di seluruh dunia adalah DM tipe 2 (WHO, 2015). Angka insidensi dan prevalensi DM di dunia cenderung meningkat setiap tahun (Sumangkut, Supit dan Onibala, 2013). Penyakit DM di Yogyakarta memperlihatkan peningkatan signifikan dalam beberapa tahun terakhir (Dinkes, 2015). Penelitian epidemiologi menunjukkan peningkatan prevalensi terutama berkaitan erat dengan pola makan yang buruk (Sudaryanto dan Setiyadi, 2014). Angka mortalitas arena penyakit DM di seluruh dunia mencapai 1,5 juta orang pada tahun 2012 dan pada tahun 2014 prevalensi penderita DM diperkirakan mencapai 9% dari total populasi dunia (WHO, 2015). Asia menyumbang lebih dari 60% penderita DM di seluruh dunia (Ramachandran, Snehalatha, Shetty dan Nanditha, 2012). Prevalensi penderita DM di Indonesia menempati urutan ke 7 dunia dengan jumlah penderita sebanyak 12 juta jiwa dan diperkirakan akan meningkat menjadi 21,3 juta jiwa pada tahun 2030. Prevalensi DM termasuk dalam sepuluh besar penyakit penyebab kematian di (RISKESDAS, 2014). Menurut Riskesdas tahun 2013, DM menyumbang 4,2% kematian pada kelompok umur 15-44 tahun di daerah perkotaan dan merupakan penyebab kematian tertinggi ke-2 pada kelompok umur 45-54 tahun di perkotaan dengan prosentase 14,7% pada tahun 2007. Selain itu, DM menempati urutan angka kematian tertinggi ke-6 di daerah perdesaan dengan prosentase 5,8%. Penyakit diabetes melitus tidak dapat disembuhkan melainkan dapat dikendalikan melalui pengelolaan diabetes melitus (Dewi, 2013). Berdasarkan data dinas kesehatan Provinsi Gorontalo dalam 2 tahun terahir dari tahun 2015 ketahun 2016 tercatat jumlah total penderita Diabetes Melllitus pada kasus baru di Gorontalo mengalami peningkatan dari 878 orang menjadi 1275 orang, jumlah kasus lama yang tercatat mengalami peningkatan dari 1918 menjadi 2531 orang, sedangkan jumlah kematian akibat Diabetes Mellitus mengalami peningkatan dari 68 orang menjadi 90 orang. Dari data laporan dinas kesehatan provinsi Gorontalo, Kabupaten Gorontalo menempati peringkat pertama dalam kasus diabetes Mellitus (Dinkes Provinsi Gorontalo, 2016). Berdasarkan Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia tahun 2011 terdapat 4 pilar dalam penanggulangan diabetes melitus, 4 pilar tersebut meliputi: edukasi, latihan jasmani, intervensi farmakologis dan terapi gizi atau perencanaan makan (PERKENI, 2011). Selain mengontrol pola makan, penderita diabetes juga dapat mengontrol asupan makanannya dengan berpuasa. Nabi Muhammad SAW bersabda, Berpuasalah kamu, niscaya kamu akan sehat(HR.Bukhari). Puasa dapat membersihkan toksin dan zat-zat yang menumpuk dalam seluran pencernaan, ginjal, dan organ yang lain akibat bahan pengawet, zat pewarna, pemanis buatan, asap rokok, yang menumpuk selama bertahun-tahun (Albiby dalam Liza, 2009). Puasa tidak akan berbahaya bagi penderita DM, tetapi memberikan banyak manfaat (Sulimami dalam Liza, 2009 dalam Angga 2016). Penelitian yang dilakukan Bener dan Yousafzai (2014) menunjukkan bahwa kadar glukosa darah pada penderita diabetes melitus yang melakukan puasa selama bulan Ramadhan (1 bulan) mengalami penurunan secara signifikan dibandingkan dengan sebelum Ramadhan. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Palupi, Yati dan Yudi (2011) menunjukkan bahwa pasien yang melakukan puasa Senin dan Kamis selama 1 bulan memiliki kadar trigliserida lebih rendah, kadar kolesterol HDL lebih tinggi, kadar kolesterol LDL lebih rendah dan kadar kolesterol total lebih rendah dibandingkan dengan pasien yang tidak melakukan puasa Senin dan Kamis. Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada Kamis, 09 November 2017 di Puskesmas Mootilango Kec. Mootilango, didapatkan penderita diabetes mellitus dari tahun 2017 sebanyak 32 orang. Hasil wawancara dari 3 penderita diabetes melitus di Helumo didapatkan bahwa ketiga pasien belum mengetahui tentang DM, Diet DM, serta tidak pernah melakukan puasa Senin dan Kamis. Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh puasa Senin dan Kamis terhadap penurunan gula darah pada penderita diabetes di Puskesmas Mootilango Kec. Mootilango.