Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit menahun yang ditandai oleh
kadar glukosa darah yang melebihi nilai normal. Apabila dibiarkan tak terkendali,
penyakit ini akan menimbulkan penyakit penyakit yang dapat berakibat fatal.
Termasuk penyakit jantung, ginjal, kebutaan dan amputasi. Dalam Diabetes Atlas
2010 ( Internasional Diabetes Federation ).
Perkembangan dalam gaya hidup modern menyebabkan permasalahan
terhadap kesehatan dan hidup yang cenderung kurang sehat. Gaya hidup yang
kurang sehat tersebut menjadi berkembang disemua kalangan masyarakat. Hal
tersebut dapat menimbulkan bertambahnya penyakit degenerative seperti diabetes
mellitus (krisnatuti, 2011).
Pada tahun 2015 jumlah penderita DM dari data studi global telah
mencapai 415 juta orang dan diperkirakan akan semakin meningkat pada tahun
2040 yaitu sekitar 642 juta orang. Data dari International Diabetes Federation
(IDF) tahun 2015 tercatat sebanyak 193 juta orang pengidap DM tidak menyadari
bahwa dirinya menderita penyakit DM. Data IDF juga menunjukkan bahwa
sekitar 77% penderita DM berada pada negara yang berpenghasilan menengah
dan rendah (IDF, 2015).
Penyakit Diabetes Melitus (DM) merupakan ancaman kesehatan
masyarakat global, dimana sekitar 90% dari semua pasien yang menderita DM di
seluruh dunia adalah DM tipe 2 (WHO, 2015). Angka insidensi dan prevalensi
DM di dunia cenderung meningkat setiap tahun (Sumangkut, Supit dan Onibala,
2013). Penyakit DM di Yogyakarta memperlihatkan peningkatan signifikan dalam
beberapa tahun terakhir (Dinkes, 2015). Penelitian epidemiologi menunjukkan
peningkatan prevalensi terutama berkaitan erat dengan pola makan yang buruk
(Sudaryanto dan Setiyadi, 2014).
Angka mortalitas arena penyakit DM di seluruh dunia mencapai 1,5 juta
orang pada tahun 2012 dan pada tahun 2014 prevalensi penderita DM
diperkirakan mencapai 9% dari total populasi dunia (WHO, 2015). Asia
menyumbang lebih dari 60% penderita DM di seluruh dunia (Ramachandran,
Snehalatha, Shetty dan Nanditha, 2012).
Prevalensi penderita DM di Indonesia menempati urutan ke 7 dunia
dengan jumlah penderita sebanyak 12 juta jiwa dan diperkirakan akan meningkat
menjadi 21,3 juta jiwa pada tahun 2030. Prevalensi DM termasuk dalam sepuluh
besar penyakit penyebab kematian di (RISKESDAS, 2014).
Menurut Riskesdas tahun 2013, DM menyumbang 4,2% kematian pada
kelompok umur 15-44 tahun di daerah perkotaan dan merupakan penyebab
kematian tertinggi ke-2 pada kelompok umur 45-54 tahun di perkotaan dengan
prosentase 14,7% pada tahun 2007. Selain itu, DM menempati urutan angka
kematian tertinggi ke-6 di daerah perdesaan dengan prosentase 5,8%. Penyakit
diabetes melitus tidak dapat disembuhkan melainkan dapat dikendalikan melalui
pengelolaan diabetes melitus (Dewi, 2013).
Berdasarkan data dinas kesehatan Provinsi Gorontalo dalam 2 tahun
terahir dari tahun 2015 ketahun 2016 tercatat jumlah total penderita Diabetes
Melllitus pada kasus baru di Gorontalo mengalami peningkatan dari 878 orang
menjadi 1275 orang, jumlah kasus lama yang tercatat mengalami peningkatan dari
1918 menjadi 2531 orang, sedangkan jumlah kematian akibat Diabetes Mellitus
mengalami peningkatan dari 68 orang menjadi 90 orang. Dari data laporan dinas
kesehatan provinsi Gorontalo, Kabupaten Gorontalo menempati peringkat
pertama dalam kasus diabetes Mellitus (Dinkes Provinsi Gorontalo, 2016).
Berdasarkan Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di
Indonesia tahun 2011 terdapat 4 pilar dalam penanggulangan diabetes melitus, 4
pilar tersebut meliputi: edukasi, latihan jasmani, intervensi farmakologis dan
terapi gizi atau perencanaan makan (PERKENI, 2011). Selain mengontrol pola
makan, penderita diabetes juga dapat mengontrol asupan makanannya dengan
berpuasa.
Nabi Muhammad SAW bersabda, Berpuasalah kamu, niscaya kamu akan
sehat(HR.Bukhari). Puasa dapat membersihkan toksin dan zat-zat yang
menumpuk dalam seluran pencernaan, ginjal, dan organ yang lain akibat bahan
pengawet, zat pewarna, pemanis buatan, asap rokok, yang menumpuk selama
bertahun-tahun (Albiby dalam Liza, 2009). Puasa tidak akan berbahaya bagi
penderita DM, tetapi memberikan banyak manfaat (Sulimami dalam Liza, 2009
dalam Angga 2016).
Penelitian yang dilakukan Bener dan Yousafzai (2014) menunjukkan
bahwa kadar glukosa darah pada penderita diabetes melitus yang melakukan
puasa selama bulan Ramadhan (1 bulan) mengalami penurunan secara signifikan
dibandingkan dengan sebelum Ramadhan. Sedangkan penelitian yang dilakukan
oleh Palupi, Yati dan Yudi (2011) menunjukkan bahwa pasien yang melakukan
puasa Senin dan Kamis selama 1 bulan memiliki kadar trigliserida lebih rendah,
kadar kolesterol HDL lebih tinggi, kadar kolesterol LDL lebih rendah dan kadar
kolesterol total lebih rendah dibandingkan dengan pasien yang tidak melakukan
puasa Senin dan Kamis.
Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada Kamis, 09 November
2017 di Puskesmas Mootilango Kec. Mootilango, didapatkan penderita diabetes
mellitus dari tahun 2017 sebanyak 32 orang. Hasil wawancara dari 3 penderita
diabetes melitus di Helumo didapatkan bahwa ketiga pasien belum mengetahui
tentang DM, Diet DM, serta tidak pernah melakukan puasa Senin dan Kamis.
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, peneliti tertarik untuk
meneliti pengaruh puasa Senin dan Kamis terhadap penurunan gula darah pada
penderita diabetes di Puskesmas Mootilango Kec. Mootilango.

Anda mungkin juga menyukai