BAB I
PENDAHULUAN
Secara global, pada tahun 2015 estimasi jumlah orang dewasa dengan diabetes
di seluruh dunia adalah 415 juta jiwa, kenaikan 4 kali lipat dari 180 juta di era 1980-
an. Pada tahun 20140 diperkirakan jumlahnya akan menjadi 642 juta. Persentase
orang dewasa dengan diabetes adalah 8,5% (1 diantara 11 orang dewasa menyandang
diabetes). Hampir 80% orang dengan diabetes ada di negara berpenghasilan rendah
dan menengah (WHO, 2016).
Pada tahun 2014 terdapat 96 juta orang dewasa dengan diabetes di 11 negara
anggota wilayah regional Asia Tenggara. Jumlah ini juga meningkat dari 4,1% pada
era 1980-an menjadi 8,6% di tahun 2014. Diabetes terjadi 10 tahun lebih cepat di
wilayah Asia Tenggara daripada orang-orang dari wilayah Eropa, pada usia dimana
merupakan masa palin g produktif (WHO, 2016).
1
2
Ada begitu banyak teori dan hipotesis tentang hubungan antara DM tipe 2 dan
penyakit kardiovaskular (PKV). 5,1 juta kematian akibat DM (3/4 diantaranya terkait
dengan PKV sebagai komplikasi dari DM). Diagnosis dini untuk PKV pada DM tipe
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.1 Defenisi
2.1.2 Epidemiologi
Pada tahun 2014 terdapat 96 juta orang dewasa dengan diabetes di 11 negara
anggota wilayah regional Asia Tenggara. Jumlah ini juga meningkat dari 4,1% pada
era 1980-an menjadi 8,6% di tahun 2014. Diabetes terjadi 10 tahun lebih cepat di
wilayah Asia Tenggara daripada orang-orang dari wilayah Eropa, pada usia dimana
merupakan masa paling produktif (WHO, 2016).
4
5
yaitu dari 5,7% (2007) menjadi 6,9% (2013) dimana 2/3 orang dengan diabetes tidak
mengetahui dirinya memiliki diabetes dan berpotensi mengakses layanan kesehatan
sudah dengan komplikasi diabetes (WHO, 2016).
Tahun 2013 di Sumatera Utara estimasi jumlah penduduk usia ≥ 15 tahun yang
terdiagnosis adalah sebanyak 160.913 penduduk dan merasakan gejala DM tapi
belum pernah di diagnosis DM oleh dokter adalah sebanyak 44.698 penduduk dari
jumlah penduduk diatas 14 tahun adalah 8.939.623 (Pusdatin, 2014).
Faktor risiko DM bisa dikelompokkan menjadi faktor risiko yang tidak dapat
dimodifikasi dan yang dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang tidak dapat
dimodifikasi adalah ras, etnik, umur, jenis kelamin, riwayat keluarga dengan DM,
riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lebih dari 4000 gram dan riwayat lahir
dengan berat badan lahir rendah (kurang dari 2500 gram). Sedangkan faktor risiko
yang dapat dimodifikasi erat kaitannya dengan perilaku hidup yang kurang sehat,
yaitu berat badan lebih, obesitas abdominan / sentral, hipertensi, dislipidemia, diet
tidak sehat/seimbang, riwayat TGT atau GDP terganggu dan merokok (Pusdatin,
2014).
6
DeFronzo pada tahun 2009 menyampaikan, bahwa tidak hanya otot, liver dan
sel beta pankreas saja yang berperan sentral dalam patogenesis penderita DM tipe-2
tetapi terdapat organ lain yang berperan yang disebutnya sebagai the ominous octet
(gambar 2.1)
Gambar 2.1 The ominous octet, delapan organ yang berperan dalam patogenesis
hiperglikemia pada DM tipe 2 (PERKENI, 2015).
7
Secara garis besar patogenesis DM tipe-2 disebabkan oleh delapan hal (omnious
octet) berikut :
Pada saat diagnosis DM tipe-2 ditegakkan, fungsi sel beta sudah sangat
berkurang. Obat anti diabetik yang bekerja melalui jalur ini adalah sulfonilurea,
meglitinid, GLP-1 agonis dan DPP-4 inhibitor (PERKENI, 2015).
2. Liver:
Pada penderita DM tipe-2 terjadi resistensi insulin yang berat dan memicu
gluconeogenesis sehingga produksi glukosa dalam keadaan basal oleh liver
(HGP=hepatic glucose production) meningkat. Obat yang bekerja melalui jalur ini
adalah metformin, yang menekan proses gluconeogenesis (PERKENI, 2015).
3. Otot:
4. Sel lemak:
Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin, menyebabkan
peningkatan proses lipolysis dan kadar asam lemak bebas (FFA=Free Fatty Acid)
dalam plasma. Penigkatan FFA akan merangsang proses glukoneogenesis, dan
mencetuskan resistensi insulin di liver dan otot. FFA juga akan mengganggu sekresi
insulin. Gangguan yang disebabkan oleh FFA ini disebut sebagai lipotoxocity. Obat
yang bekerja dijalur ini adalah tiazolidindion (PERKENI, 2015).
8
5. Usus:
Glukosa yang ditelan memicu respon insulin jauh lebih besar dibanding kalau
diberikan secara intravena. Efek yang dikenal sebagai efek incretin ini diperankan
oleh 2 hormon GLP-1 (glucagon-like polypeptide-1) dan GIP (glucose-dependent
insulinotrophic polypeptide atau disebut juga gastric inhibitory polypeptide). Pada
penderita DM tipe-2 didapatkan defisiensi GLP-1 dan resisten terhadap GIP.
Disamping hal tersebut incretin segera dipecah oleh keberadaan ensim DPP-4,
sehingga hanya bekerja dalam beberapa menit. Obat yang bekerja menghambat
kinerja DPP-4 adalah kelompok DPP-4 inhibitor (PERKENI, 2015).
Sel-α pancreas merupakan organ ke-6 yang berperan dalam hiperglikemia dan
sudah diketahui sejak 1970. Sel-α berfungsi dalam sintesis glukagon yang dalam
keadaan puasa kadarnya di dalam plasma akan meningkat. Peningkatan ini
menyebabkan HGP dalam keadaan basal meningkat secara signifikan dibanding
individu yang normal. Obat yang menghambat sekresi glukagon atau menghambat
reseptor glukagon meliputi GLP-1 agonis, DPP-4 inhibitor dan amylin (PERKENI,
2015).
9
7. Ginjal:
8. Otak:
Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada individu yang obes
baik yang DM maupun non-DM, didapatkan hiperinsulinemia yang merupakan
mekanisme kompensasi dari resistensi insulin. Pada golongan ini asupan makanan
justru meningkat akibat adanya resistensi insulin yang juga terjadi di otak. Obat yang
bekerja di jalur Ini adalah GLP-1 agonis, amylin dan bromokriptin (PERKENI,
2015).
10
2.1.5 Klasifikasi
2.1.6 Diagnosis
• Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang
tidak dapat dijelaskan sebabnya.
• Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada
pria, serta pruritus vulva pada wanita.
• Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT): Hasil pemeriksaan glukosa plasma puasa
antara 100-125 mg/dl dan pemeriksaan TTGO glukosa plasma 2-jam <140 mg/dl;
Tabel 2.3 Kadar tes labolatorium darah untuk diagnosis diabetes dan prediabetes
(PERKENI, 2015)
2.1.7 Komplikasi
Pada studi literatur ketika pasien mengidap kombinasi antara hipertensi dan
DM risiko mereka untuk menderita penyakit kardiovaskular akan menjadi dua kali
lipat. Untuk kategori dislipidemia dapat dilihat proporsi DM tipe 2 dengan PJK pada
yang tidak dislipidemia adalah lebih banyak (58,7%) dibandingkan dengan yang
dislipidemia (28%). Studi ini mendapatkan hubungan yang sangat bermakna antara
dislipidemia dengan kejadian PJK pada penderita DM tipe 2 (Yuliani et al., 2014).
Untuk kategori lama menderita DM dapat dilihat proporsi PJK pada penderita
DM tipe 2 ditemukan paling banyak terdapat pada lama menderita DM >10 tahun
(81,8%) dibandingkan dengan lama menderita DM <5 tahun (50,8%) dan 5- 10 tahun
15
(40%) dan terdapat hubungan antara lama menderita DM dengan kejadian PJK pada
penderita DM tipe 2 (Yuliani et al., 2014).
Diperlukan alat diagnosis dini PKV dengan tingkat akurasi yang baik, cepat,
nyaman untuk pasien, tersedia diberbagai pusat pelayanan kesehatan di Indonesia dan
mudah dijangkau oleh semua kalangan. Salah satunya adalah Elektrokardiogram
(EKG). EKG adalah alat penunjang diagnosis yang merekam sebagian kecil aktivitas
listrik yang dihasilkan oleh otot jantung selama depolarisasi dan repolarisasi.
Aktivitas listrik itu menyebar ke jaringan sekitar jantung dan dihantarkan melalui
cairan tubuh hingga mencapai permukaan tubuh dan direkam oleh elektroda perekam
dari EKG sehingga dapat memberikan data yang mendukung diagnosis serta pada
beberapa kasus penting untuk penatalaksanaan pasien (Maradjabessy et al., 2015).
aritmia, kelainan urutan aktivasi jantung, peningkatan ketebalan dan ukuran otot
jantung atrium dan ventrikel, iskemik dan infark miokard, efek obat, karditis,
monitoring pemacu jantung (Maradjabessy et al., 2015).
Menurut sebuah literatur dikatakan bahwa EKG juga bisa digunakan dalam
mengidentifikasi PKV pada diabetes, seperti silent ischemia miocardial, neuropati
autonomi jantung, kardiomiopati diabetik. Meskipun EKG memiliki tingkat akurasi
58,2-62% jika dibandingkan dengan angiografi koroner dalam mendiagnosis PKV
terutama PJK dan alat pemeriksaan penunjang utama dalam kardiomiopati diabetik
adalah ekokardiografi, namun berdasarkan ketersediaan alat dan jangkauan ekonomi
masyarakat menengah kebawah, EKG cukup bisa diandalkan dalam deteksi dan
skrining awal PKV (Maradjabessy et al., 2015).
Selain itu pada studi literatur EKG 12-lead telah mempertahankan signifikansi
untuk diagnosis PKV dan hal yang rutin dikerjakan di triase pada pasien dengan
dugaan PKV. Ini digunakan baik dalam penegakan diagnostik sebagai alat deteksi
dan skrining pasien dengan myocardial injury (Menezes et al., 2015).
2.1.10 Prognosis
Diabetes merupakan salah satu dari empat prioritas penyakit tidak menular.
Terlambatnya diagnosis dan tatalaksana semakin meningkatkan risiko terjadi sekuele
dari penyakit ini diantaranya serangan jantung, kebutaan, stroke, gagal ginjal dan
amputasi kaki. Diabetes tipe 2, penyakit jantung dan stroke adalah penyakit yang
80% dapat dicegah atau kejadiannya dapat ditunda. Dengan tatalaksana pengobatan
yang optimum, diabetes dapat dikontrol sehingga kadar gula darah dalam kategori
normal sehingga meminimalisir komplikasi sehingga orang dengan DM dapat
berumur panjang dan hidup sehat.
19
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Menurut sebuah literatur dikatakan bahwa EKG juga bisa digunakan dalam
mengidentifikasi PKV pada diabetes, seperti silent ischemia miocardial, neuropati
19
20
autonomi jantung, kardiomiopati diabetik. EKG bisa digunakan Ini digunakan baik
dalam penegakan diagnostik sebagai alat deteksi dan skrining pasien dengan
myocardial injury.
Hal ini berguna untuk pencegahan ataupun menangani lebih dini karena DM
tipe 2 dan penyakit jantung adalah penyakit yang 80% dapat dicegah atau
kejadiannya dapat ditunda. Dengan tatalaksana pengobatan yang optimum, diabetes
dapat dikontrol sehingga kadar gula darah dalam kategori normal sehingga
meminimalisir komplikasi sehingga orang dengan DM dapat berumur panjang dan
hidup sehat.
3.2 SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Anggraheny, HD, Setyoko & Septikusuma 2013, ‘Diabetes Mellitus Tipe II sebagai
Faktor Risiko Kejadian Penyakit Jantung Iskemik’, Jurnal Kedokteran
Muhammadiyah, vol.2.
Pusdatin RI, 2014, Situasi dan Analisis Diabetes, Jakarta, dilihat pada 20 Maret 2019,
<http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-
diabetes.pdf>
WHO, 2016, Diabetes : Fakta dan Angka, Geneva Wolrd Health Organization, dilihat
20 Maret 2019.