Anda di halaman 1dari 7

PEMODELAN MATEMATIKA DIABETES MELLITUS TIPE 2 AKIBAT OBESITAS

KARENA MAKANAN DAN INAKTIVITAS FISIK


Iqbal Ma’ruf Al Ashari1, Previanda Arditama2, Karima Khoirunnisa3

ABSTRAK

PENDAHULUAN
Diabetes mellitus (DM) merupakan gejala yang timbul akibat tubuh mengalami gangguan
metabolik yang mengakibatkan peningkatan kadar gula darah. Diabetes mellitus diklasifikasikan
menjadi tiga, yaitu: DM tipe 1 (dikenal sebagai insulin-dependent atau childhood onset diabetes),
DM tipe 2 (dikenal sebagai non-insulin dependent atau adult onset diabetes), dan diabetes
gestasional (diabetes akibat hiperglikemia yang didapat ketika masa kehamilan) (Depkes, 2014).
Menurut International Diabetes Federation (IDF), pada tahun 2019 jumlah penderita
diabetes mellitus dunia mencapai 463 juta orang, dengan proporsi 98% populasi penderita adalah
DM tipe 2. Jumlah ini kemungkinan akan meningkat dua kali lipat lebih pada 2030 (IDF, 2019).
World Health Organization (WHO) memprediksi kenaikan jumlah penderita DM di Indonesia
dari 10,3 juta pada tahun 2017 menjadi 21,3 juta pada tahun 2040.
Faktor yang memberikan andil besar pada privalensi DM tipe 2 adalah genetika atau
keturunan. Orang yang memiliki riwayat keluarga menderita diabetes mellitus lebih berisiko
menderita DM dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki riwayat DM. Hal ini selaras
dengan penelitian yang pernah ada sebelumnya, yang menunjukkan bahwa DM tipe 2 akan
meningkat dua sampai enam kali lipat jika orang tua atau saudara kandung memiliki penyakit ini.
Tingginya prevalensi diabetes mellitus tipe 2 salah satunya disebabkan oleh obesitas
(kondisi di mana tubuh seseorang memiliki kadar lemak yang terlalu tinggi). Pada penderita
diabetes mellitus, pankreas menghasilkan insulin, akan tetapi insulin tidak dapat bekerja optimal
membantu sel-sel tubuh menyerap glukosa karena terganggu oleh komplikasi-komplikasi
obesitas akibat kadar lemak darah yang tinggi, terutama kolestrol dan trigliserida (Olvista, 2011).
Orang dewasa dengan DM tipe 2, lebih dari 80% mengalami obesitas dengan indeks massa tubuh
(IMT) lebih dari 25. Hal ini menunjukkan bahwa obesitas memiliki pengaruh signifikan terhadap
DM tipe 2.
Adanya pengaruh obesitas terhadap diabetes mellitus disebabkan karena kurangnya
aktivitas fisik dan tingginya konsumsi karbohidrat, protein, lemak, dan makanan cepat saji yang
menimbulkan efek negatif bagi tubuh. Pada orang yang jarang beraktivitas fisik, zat makanan
yang masuk dalam tubuh tidak dibakar, tetapi ditimbun dalam bentuk lemak dan gula sehingga
menyebabkan obesitas (Trisnawati dan Setyorogo, 2013). Dalam Kurniawaty dan Yanita (2016)
disebutkan hasil penelitian di Indian Pima, orang-orang dengan aktivitas fisik yang rendah 2,5
1
kali lebih berisiko mengalami diabetes mellitus dibanding dengan orang-orang yang tiga kali
lebih aktif.
Penelitian mengenai model matematika yang mengkaji perkembangan penyakit diabetes
mellitus sudah banyak diteliti oleh beberapa ahli. … Akan tetapi, belum ada pengkajian
mengenai model matematika perkembangan diabetes mellitus yang diakibatkan oleh obesitas
terutama karena makanan dan kurangnya aktivitas fisik. Sehingga, pada penelitian ini akan
dibuat model matematika penyakit diabetes mellitus tipe 2 akibat obesitas karena faktor makanan
dan inaktivitas fisik. Model matematika ini akan dianalisis berdasar titik keseimbangannya (titik
equilibrium) untuk kemudian berdasarkan hasil analisis model matematika ini dapat disusun
rekomendasi yang dapat diberikan pada penderita DM tipe 2.

METODE DAN BAHAN


1. Sumber Data dan Variabel Penelitian
Narrative review yang dihasilkan dilakukan dengan pencarian secara daring/online yang
dilakukan pada bulan Agustus 2020 hingga September 2020 dengan menggunakan data skunder
untuk mengambil informasi mengenai pemodelan matematika penyakit diabetes mellitus tipe 2
akibat obesitas karena faktor makanan dan inaktivitas fisik. Literatur bersumber dari basis data
Google Scholar dan ScienceDirect, dengan menggunakan kata kunci: pemodelan matematika,
penyakit diabetes mellitus, obesitas, dan aktivitas fisik. Data-data yang diperoleh kemudian
dibuat asumsi-asumsi untuk melengkapi fakta-fakta yang telah dikumpulkan.

Variabel penelitian yang digunakan adalah: (1) Kejadian diabetes ( Y 1 ); (2) Kejadian
obesitas ( Y 2 ); (3) Usia ( X 1) ; (4) Jenis Kelamin ( X 2) ; (5) Body mass index/BMI ( X 3 ); (6) Aktivitas
fisik ( X 4 ); (7) Konsumsi makanan sehat ( X 5 ); (8) Kebiasaan merokok ( X 6 ). Desain penelitian
menggunakan cross sectional untuk mengukur semua variabel penelitian dalam satu waktu
secara bersamaan ketika penelitian berlangsung.
2. Metode Analisis
Dalam penelitian ini, analisis yang digunakan adalah analisis regresi logistik biner dan
odds ratio.
3. Langkah-langkah analisis

HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus (DM) adalah gangguan metabolisme berupa hilangnya toleransi karbohidrat
dengan gangguan klinis berupa hiperglikemia puasa dan postprandial, aterosklerosis dan penyakit
2
vascular mikroangiopati (Fatimah, 2015). Diabetes diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu: DM tipe 1, DM
tipe 2, dan diabetes gestasional. DM tipe 1 dikenal sebagai insulin-dependent atau childhood onset
diabetes, ditandai dengan kurangnya produksi insulin, DM tipe 2, dikenal dengan non-insulin dependent
atau adult onset diabetes, disebabkan oleh ketidakmampuan tubuh untuk menggunakan insulin secara
efektif, dan diabetes gestasional, yang merupakan hiperglikemia yang didapatkan ketika masa kehamilan.
DM biasa disebut sebagai the silent killer karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan
menimbulkan berbagai macam penyakit, antara lain gangguan penglihatan, penyakit kardiovaskular,
pneumonia, impotensi seksual, luka sulit sembuh dan membusuk, gangguan pembuluh darah, stroke dan
sebagainya (Depkes, 2014). DM tipe 2 disebabkan oleh gaya hidup yang diabetogenik (asupan kalori
berlebihan, aktivitas fisik yang rendah, obesitas) ditambah kecenderungan secara genetik.

Berdasarkan data dari International Diabetes Federation (IDF), jumlah penderita diabetes mellitus
di dunia pada tahun 2019 mencapai 463 juta orang, dengan proporsi kejadian DM tipe 2 adalah 98% dari
populasi penderita diabetes mellitus di dunia (IDF, 2019). Berdasarkan data dari American Diabetes
Association (ADA), DM dapat disebabkan karena dua faktor, yaitu: faktor risiko yang tidak dapat diubah
dan faktor risiko yang dapat diubah. Faktor risiko yang tidak dapat diubah meliputi riwayat keluarga
dengan diabetes mellitus, usia ≥45 tahun, riwayat menderita penyakit diabetes gestasional, dan riwayat
lahir dengan berat badan <2,5 kg. Faktor risiko yang dapat diubah antara lain obesitas, inaktivitas fisik,
dislipidemi dan gaya hidup tidak sehat (ADA, 2015).

Angka kejadian penderita diabetes mellitus yang besar berpengaruh terhadap peningkatan
komplikasi. Komplikasi pada diabetes mellitus dibagi menjadi dua, yaitu: komplikasi mikrovaskuler dan
komplikasi makrovaskuler. Komplikasi mikrovaskuler berupa retinopati, nefropati, neuropati, dan kaki
diabetik. Sedangkan, komplikasi makrovaskuler berupa: penyakit jantung koroner, penyakit
serebrovaskular, dan penyakit arteri perifer (ADA, 2017). Diabetes mellitus tidak dapat disembuhkan,
akan tetapi glukosa darah dapat dikendalikan melalui empat pilar penatalaksanaan diabetes mellitus,
seperti: edukasi (konseling), diet, olahraga, dan obat-obatan.

Statistik menunjukkan bahwa 70% kematian akibat DM terjadi di negara-negara berkembang, termasuk
Indonesia. Prevalensi DM yang terjadi di Indonesia sekitar 4,8%, dengan 58,8% kasus DM adalah DM
tidak terdiagnosis. Diabetes mellitus merupakan penyakit tidak menular, sehingga dapat dilakukan
pencegahan dengan mengendalikan faktor risiko kejadian.

2. Obesitas terhadap diabetes mellitus


Obesitas didefinisikan sebagai kondisi terdapat akumulasi lemak yang berlebihan di jaringan
adiposa yang mencapai kadar tertentu sehingga dapat merusak kesehatan. Obesitas dapat terjadi karena
adanya ketidakseimbangan antara energi yang masuk ke tubuh dengan energi yang keluar. Obesitas saat
ini menjadi permasalahan dunia, bahkan World Health Organization (WHO) mendeklarasikannya
sebagai epidemic global (Hendra, Manampiring, dan Budiarso, 2016).

Perkeni (2011) menyatakan bahwa salah satu faktor risiko DM tipe 2 adalah obesitas, yaitu sekitar
80% dari penderita penyakit tersebut menderita obesitas. Terdapat hubungan yang signifikan antara
obesitas dengan kadar glukosa darah, pada derajat kegemukan dengan IMT > 23 dapat menyebabkan
peningkatan kadar glukosa darah menjadi 200mg% (Fatimah, 2015). Kadar glukosa darah sangat erat
kaitannya dengan penyakit diabetes mellitus. Peningkatan kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dL
3
yang disertai dengan gejala poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan sudah cukup untuk
menegakkan diagnosis diabetes mellitus (Amir, Wungouw, dan Pangemanan, 2015).

Pada pasien DM tipe 2 terjadi gangguan metabolisme lemak yaitu dislipidemia. Perubahan profil
lemak yang terjadi yaitu peningkatan kadar Kolesterol Total, Low Density Lipoprotein (LDL), dan
trigliserida, serta penurunan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Pada subjek obesitas, konsentrasi
asam lemak bebas, trigliserida, kolesterol LDL lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang tidak
mengalami obesitas. Penelitian Koampa, Pandelaki, dan Wongkar (2016) dengan analisis bivariat, yaitu
dengan uji korelasi Pearson, menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara indeks massa
tubuh dengan kadar HDL (High Density Lipoprotein).

Perubahan gaya hidup dalam hal mengonsumsi makanan, khususnya di kota besar dipicu
oleh perbaikan/peningkatan di sektor pendapatan (ekonomi), kesibukan kerja yang tinggi, dan
promosi makanan ala Barat, seperti fast food, namun tidak diimbangi dengan pengetahuan dan kesadaran
gizi yang akan menyebabkan kegemukan sehingga dapat meningkatkan risiko terserang diabetes mellitus.
Peningkatan berat badan merupakan prediktor kuat bagi risiko diabetes mellitus tipe 2, di mana
peningkatan BB >20 kg setelah usia 18 tahun meningkatkan risiko diabetes mellitus tipe 2 hingga 12 kali,
dan risiko meningkat menjadi 61 kali jika IMT >35 kg/m 2. IMT dikatakan sebagai faktor utama
berkembangnya resistensi insulin pada penderita diabetes mellitus. Resistensi insulin terjadi akibat
penimbunan lemak yang menyebabkan terjadinya peningkatan berat badan. Nilai body mass index (BMI)
pemicu diabetes mellitus berbeda-beda.

3. Aktivitas Fisik terhadap diabetes mellitus


Aktivitas fisik adalah setiap pergerakan otot-otot yang mengakibatkan pengeluaran energi.
Aktivitas fisik yang dilakukan secara rutin dapat mencegah risiko terjadinya penyakit tidak menular
seperti penyakit kardiovaskular, diabetes mellitus, kanker dan sebagainya. Kurangnya aktivitas fisik
merupakan faktor risiko independen dari penyakit kronis, dan diperkirakan sebagai penyebab kematian
secara global (WHO, 2010).

Usia 40 tahun ke atas terjadi pelemahan organ-organ vital dan tubuh mulai mengalami kepekaan
terhadap insulin. Peningkatan intoleransi glukosa, yang menyebabkan berkurangnya kemampuan sel beta
pankreas dalam memproduksi insulin. Selain itu, pada orang dengan usia tua* terdapat penurunan
aktivitas mitokondria di sel-sel otot sebesar 35%, dan berhubungan dengan peningkatan kadar lemak di
otot sebesar 30% yang memicu resistensi insulin.

Berdasarkan penelitian Kurniawaty dan Yanita (2016) orang-orang dengan aktivitas fisik rendah
2,5 kali lebih berisiko mengalami diabetes mellitus dibandingkan dengan orang-orang yang 3 kali lebih
aktif. Latihan fisik yang teratur dapat meningkatkan sensitivitas reseptor insulin serta memperbaiki
toleransi glukosa. Glukosa darah akan diubah menjadi energi pada saat beraktivitas fisik, sehingga
aktivitas fisik mengakibatkan kadar insulin meningkat dan kadar gula darah akan berkurang. Pada orang
yang jarang berolahraga, zat makanan yang masuk ke dalam tubuh tidak dibakar namun ditimbun dalam
tubuh sebagai lemak dan gula. Jika insulin tidak mencukupi untuk mengubah glukosa menjadi energi
maka akan muncul penyakit diabetes mellitus (Kemenkes, 2010).

Teori lain menyebutkan bahwa aktivitas fisik secara langsung berhubungan dengan kecepatan
pemulihan gula darah otot. Saat aktivitas fisik dilakukan, otot-otot di dalam tubuh akan bereaksi dengan

4
menggunakan glukosa yang disimpannya sehingga glukosa yang tersimpan akan berkurang. Dalam
keadaan tersebut akan terdapat reaksi otot yang mana otot akan mengambil glukosa di dalam darah
sehingga glukosa di dalam darah menurun dan hal tersebut dapat meningkatkan kontrol gula darah
(Nurayati dan Adriani, 2017). Saat berolahraga, otot menggunakan glukosa yang tersimpan dalam otot
dan jika glukosa berkurang, otot mengisi kekosongan dengan mengambil glukosa dari darah. Ini
mengakibatkan menurunnya glukosa darah, sehingga memperbesar pengendalian glukosa darah.

Tingkat aktivitas fisik (physical activity level/PAL) dibagi menjadi tiga, yaitu: kelompok aktivitas
ringan (PAL=1,40-1,69), aktivitas sedang (PAL=1,70-1,99), dan aktivitas berat (PAL=2,00-2,40).

4. Pemodelan Matematika diabetes mellitus

Pemodelan matematika adalah suatu proses merepresentasikan masalah dunia nyata dalam istilah
matematika yang bertujuan untuk mencari solusi dari suatu masalah (Hartono dan Kasnasih, 2017). Suatu
pemodelan matematika dapat dipertimbangkan sebagai penyederhanaaan dari masalah dunia nyata atau
situasi yang kompleks ke dalam bentuk matematika.

Menurut Blum dan Ferri (2009) pemodelan matematika merupakan proses perubahan antara dunia
nyata dan matematika secara dua arah. Hal ini menunjukkan bahwa proses pemodelan bukan hanya
memodelkan dunia nyata ke dalam model matematika saja, akan tetapi juga bagaimana representasi
matematika dalam dunia nyata. Di antara kedua proses tersebut terdapat proses analisa matematis.

5. Pemodelan yang Dihasilkan

Misalkan terdapat 2 variabel random ( Y 1 , Y 2 ) di mana Y 1 dan Y 2bernilai 0 atau 1. Apabila kedua
respon berkorelasi, maka ada empat level pasangan respon biner, yang kemudian dapat
disimbolkan dengan (1,1) untuk Y 1=1 dan Y 2=1; (1,0) untuk Y 1=1 dan Y 2=0; (0,1) untuk
Y 1=0 dan Y 2=1; dan (0,0) untuk Y 1=0 dan Y 2=0. Peluang marjinal untuk masing-masing
variabel respon dinotasikan dengan π 1=Pr ⁡(Y 1=1) dan π 2=Pr ⁡(Y 2=1) apabila terdapat p buah
variabel prediktor x 1 , x 2 , … , x p maka nilai π 1 ( x) dan π 2 ( x) adalah sebagai berikut:

exp ( β01 + β 11 x1 + β 21 x 2 +…+ β p 1 x p )


π 1 ( x )= … (1)
1+exp ( β 01+ β11 x 1+ β 21 x2 + …+ β p 1 x p )
exp ( β 02+ β 12 x 1+ β22 x2 +…+ β p 2 x p )
π 2 ( x )= … (2)
1+exp ( β 02+ β12 x 1 + β 22 x 2+ …+ β p 2 x p )

Untuk memperoleh nilai β, persamaan (1) dan (2) ditransformasikan dengan transformasi logit,
sehingga diperoleh fungsi g( x ) linear dalam parameter.

Model transformasi logit untuk j=1,2 adalah:

π j( x)
g j ( x )=ln
( 1−π j ( x ) )
¿ β 0 j + β 1 j x1 + β 2 j x2 + …+ β pj x p

5
¿ β Tj x … (3)

Model regresi logistik biner birspon dinyatakan oleh fungsi logit g1 (x) dan g2 ( x ) berikut:

π 1(x )
g1 ( x ) =ln
( 1−π 1 ( x) )
¿ β 01+ β 11 x 1+ β21 x2 +…+ β p 1 x p
¿ β T1 x … (4)
π 2( x )
g2 ( x ) =ln
( 1−π 2 (x ) )
¿ β 02+ β 12 x 1 + β 22 x 2+ …+ β p 2 x p
¿ β T2 x … (5)
T
Dengan p adalah banyak varuabel predictor, β 1=[ β 01 , β 11 , β 21 , … , β p 1 ] ,
T T
β 2=[ β 02 , β 12 , β 22 , … , β p 2 ] , dan x=[ 1 , x1 , x2 , … , x p ] .

ψ adalah odds ratio yaitu ukuran asosiasi yang menunjukkan bahwa terdapat dependensi
antara variabel Y 1 dan Y 2. Nilai odds ratio dinyatakan sebagai berikut:
π π
ψ= 11 00
π 10 π 01
Dengan nilai ψ ≥0 apabila Y 1 dan Y 2 tidak saling bebas, dan apabila Y 1 dan Y 2 saling bebas,
maka ψ=1.

Peluang gabungan diperoleh sebagai berikut:


1
π 11= 2
{( ψ−1 )−1 ( a−√ a2 +b ) ,ψ ≠ 1
π 1 π 2 ,ψ =1
Dengan a=1+( π 1 π 2)(ψ−1) dan b=−4 ψ (ψ−1) π 1 π 2 .
Sedangkan, untuk mencari π 10, π 01, dan π 00 diperoleh dari π 1, π 2, dan π 11.

Parameter model regresi logistic biner birespon diestimasi dengan metode maximum
likelihood estimation (MLE). Langkah awal dalam penaksiran parameter dengan metode
MLE adalah membentuk fungsi likelihood dari variabel random birespon berikut:
n
y y
L ( β ) =∏ π 11 π 10 π 0y1 π 00y
11 10 01 00

i=1

Kemudian membentuk fungsi lognatural likelihood berikut:


n
l ( β ) =ln (∏ i=1
y
π 11 y
π 10
11 y
π 01 π 00y
10 01 00

)
6
n
¿ ∑ ( y 11 ln π 11 + y 1 0 ln π 10 + y 0 1 ln π 0 1+ y 00 ln π 00 )
i=1

Untuk memperoleh nilai ^β yang memaksimalkan fungsi log-natural likelihood, maka fungsi
l ( β ) diturunkan terhadap ^β dan hasilnya disama dengankan nol.
∂l( β) n y 11 ∂ π 11 y1 0 ∂ π 1 0 y 0 1 ∂ π 0 1 y 00 ∂ π 00
∂β
=∑ (
i=1 π 11 ∂ β
+ + +
π 1 0 ∂ β π 0 1 ∂ β π 00 ∂ β )
Penuga β tidak dapat diperoleh langsung, karena fungsi yang dihasilkan berbentuk implisit
sehingga diperlukan metode iterasi Newton Raphson.

Selanjutnya, hubungan diabetes mellitus dengan obesitas terhadap faktor-faktor yang


memengaruhi dimodelkan dengan pendekatan regresi logistic birespon.
Dengan bentuk model ini, maka kejadian diabetes mellitus dan obesitas dapat dideteksi sejak
dini, serta dapat dilakukan pencegahan agar tidak terjadi komplikasi ke penyakit lainnya.

Anda mungkin juga menyukai