PROPOSAL
Oleh :
YUSAK HAMNA
NIM. 2014314201041
PENDAHULUAN
2
Diabetes melitus tipe 2 merupakan golongan diabetes dengan prevalensi
tertinggi. Hal ini disebabkan karena berbagai faktor diantaranya faktor lingkungan
dan faktor keturunan. Faktor lingkungan disebabkan karena adanya urbanisasi
sehingga mengubah gaya hidup seseorang yang mulanya konsumsi makanan yang
sehat dan bergizi dari alam menjadi konsumsi makanan yang cepat saji. Makanan
cepat saji berisiko menimbulkan obesitas sehingga seseorang berisiko DM tipe 2.
Orang dengan obesitas memiliki risiko 4 kali lebih besar mengalami DM tipe 2
daripada orang dengan status gizi normal (WHO, 2017). Penyakit DM tipe 2 dapat
juga menimbulkan infeksi. Hal ini terjadi karena hiperglikemia di mana kadar
gula darah tinggi. Kemampuan sel untuk fagosit menurun. Infeksi yang biasa
terjadi pada penderita DM tipe 2 adalah infeksi paru (Wijaya, 2015).
3
Komplikasi yang terjadi pada penderita DM mengakibatkan terjadinya
angka kematian dan angka kesakitan bukan hiperglikemi (Pernama, 2013).
Diabetes melitus biasa disebut dengan penyakit yang mematikan karena
menyerang semua organ tubuh dan menimbulkan keluhan. Keluhan pada
penderita DM disebabkan oleh banyak hal diantaranya karakteristik individu
meliputi jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, pendapatan,
jumlah anggota keluarga, riwayat penyakit dan dapat dipengaruhi juga dengan
faktor penanganan yang meliputi diet, aktivitas fi sik, terapi obat, dan pemantauan
glukosa darah (Trisnawati, 2013).
4
Diabetes melitus apabila tidak tertangani secara benar, maka dapat
mengakibatkan berbagai macam komplikasi. Ada dua komplikasi pada DM yaitu
komplikasi akut dan komplikasi kronik. Komplikasi kronik terdiri dari komplikasi
makrovaskuler dan komplikasi mikrovaskuler. Penyakit jantung koroner, penyakit
pembuluh darah otak, dan penyakit pembuluh darah perifer merupakan jenis
komplikasi makrovaskular, retinopati, nefropati, dan neuropati merupakan jenis
komplikasi mikrovaskuler.
5
Meskipun kejadian komplikasi kardiovaskular rendah, tetapi komplikasi
kardiovaskular merupakan penyebab utama kematian dan kecacatan pada
penderita diabetes melitus, dan sering tidak disadari oleh pasien itu sendiri
maupun petugas kesehatan, hal ini disebabkan terjadinya Silent Myocardial
Infarction (SMI) pada penderita Diabetes Melitus yang mengalami komplikasi
kardiovaskular dan dapat menyebabkan kematian mendadak. Pencegahan
komplikasi dapat dilakukan dengan pengobatan dan tanpa pengobatan untuk
mengendalikan gula darah. Kemampuan mengendalikan gula darah dimiliki oleh
penyandang yang memiliki pengetahun, sikap dan pengalaman keterampilan
dalam mengendalikan gula darah secara terus menerus. Maka memahami penyakit
DM harus dilakukan secara menyeluruh, baik faktor risikonya, diagnosanya
maupun komplikasinya.
Menurut hasil penelitian Isra Utari (2014) bahwa 35% klien diabetes
militus tidak pernah mendapatkan pendidikan mengenai program diet diabetes
melitus, 40% telah mendapat pendidikan tetapi tidak mengikuti, dan 25%
7
menyatakan mereka mengikuti diet tersebut. Hasil tersebut juga melaporkan
bahwa klien DM tidak mempunyai pengetahuan yang adekuat tentang
penyakitnya pada umumnya dan rekomendasi diet pada khususnya. Dari hasil
penelitian Diah Sri Unik (2012) di Semarang menunjukkan perilaku diet
responden diketahui 45,3% patuh diet dan 54,7% tidak patuh diet. Tingkat
pengetahuan terhadap pelaksanaan diet menunjukkan 26,4% dengan kategori
cukup, 35,8% baik dan 37,7% kurang.
Penyakit degeneratif seperti DM disebut juga dengan the silent killer sebab
penyakit ini dapat menyerang beberapa organ tubuh dan mengakibatkan berbagai
macam keluhan. DM tidak dapat disembuhkan tetapi glukosa darah dapat
dikendalikan melalui 4 pilar penatalaksanaan DM seperti edukasi, diet, olah raga
dan obat-obatan.
9
Bedasarkan fenomena yang ditemukan oleh peneliti, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Antara Komunikasi Terapeutik
Dan Kepatuhan Diit Dengan Kejadian Komplikasi Pada Pasien DM Di Ruang
Mawar RSU Universitas Muhammadiyah Malang”.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
17
ide dalam suatu proses komunikasi akan ada pembicara yang
menyampaikan pernyataan ataupun pertanyaan yang dengan harapan akan
ada timbal balik atau jawaban dari pendengarnya (Suryani, 2015).
Terapeutik merupakan suatu hal yang diarahkan kepada proses dalam
memfasilitasi penyembuhan pasien. Sehingga komunikasi terapeutik itu
sendiri merupakan salah satu bentuk dari berbagai macam komunikasi yang
dilakukan secara terencana dan dilakukan untuk membantu proses
penyembuhan pasien (Damayanti, 2015).
Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang mempunyai
efek penyembuhan. Komunikasi terapeutik merupakan salah satu bentuk
pemberian informasi yang akurat dalam membina hubungan saling percaya
terhadap klien dan,dapat mengurangi kecemasan serta ketegangan sehingga
klien merasa puas dengan tindakan yang diterimanya (Kusumawardhani,
2016).
2.1.2 Tujuan Komunikasi Terapeutik
Komunikasi terapeutik bertujuan untuk mengembangkan segala yang
ada dalam fikiran dan diri pasien ke arah yang lebih positif yang nantinya
akan dapat mengurangi beban perasaan pasien dalam menghadapi maupun
mengambil tindakan tentang kesehatannya. Tujuan lain dari komunikasi
terapeutik menurut Suryani (2015) adalah:
1) Realisasi diri, penerimaan diri dan peningkatan penghormatan
terhadap diri
2) Kemampuan membina hubungan interpersonal yang tidak
superfisial dan saling bergantung dengan orang lain
3) Meningkatkan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan
kebutuhan pasien serta mencapai tujuan yang realistik
4) Menjaga harga diri
5) Hubungan saling percaya
2.1.3. Jenis Komunikasi Terapeutik
18
Pada dasarnya komunikasi terapeutik merupakan komunikasi
professional yang mengarah pada tujuan penyembuhan
penyakit.Komunikasi interpersonal antara perawat dank lien Karena saling
membutuhkan dan mengutamakan saling pengertian yang direncanakan
secara sadar dengan menggunakan ungkapan atau isyarat tertentu yang
bertujuan untuk kesembuhan klien.
1) Komunikasi Non Verbal
2) Komunikasi Verbal
1) Keikhlasan
2) Empati
Empati merupakan suatu proses memahami perasaan orang lain dan ikut
merasakan apa yang orang lain alami.Empati tidak hanya sebatas memasuki dan
merasakan apa yang dialami orang lain,tetapi empati yang dimiliki seseorang akan
membuatnya mencoba melakukan sesuatu untuk menolong dan menunjukkan
kepeduliannya.Dalam berempati,seseorang dalam keadaan sadar seolah-olah
masuk kedalam diri orang lain untuk bias benar-benar merasakan sebagaimana
yang orang lain rasakan.Namun seseoarang yang berempati harus mampu
mengontrol dirinya sendiri dan tidak kehilangan identitas dirinya sendiri.
3) Warm(Kehangatan)
20
2 ) Fase Orientasi
Pada fase orientasi ,perawat menggali keluhan yang dirasakan klien serta
memvalidasi tanda gejala yang lain.Perawat harus mengamati dengan benar dan
teliti apa ynag diungkapkan klien.Pada fase ini perawat dituntut memiliki skill
tinggi dalam menstimulasi klien dan keuarga agar mampu mengungkapkan
keluhan yang dirasakan secara lengkap dan sistematis.Tugas perawat pada fase ini
adalah membuat kontrak dengan klien yang meliputi persetujuan klien,kontrak
tempat dan waktu.
3) Fase Kerja
4 ) Fase Terminasi
Karakteristik hubungan professional antara perawat dank lien antara lain sebagai
berikut :
21
Berorientasi pada kebutuhan klien
1) Mendengarkan (listening)
2) Bertanya (question)
3) Penerimaan
22
menerima semua perilaku klien,tetapi tidak menunjukkkan ekspresi wajah dan
gerakan tubuh yang tidak setuju seperti mengerutkan kening dan menggelengkan
kepala.
4) Klarifikasi
1) Proses Komunikasi
23
a) Pengkajian,menentukan kemampuan perawat dalam proses menggali
informasi,mengevaluasi data statusmental klien untuk menentukan batas
interview.
b) Diagnosa keperawatan,berupa analisa tertulis dari hasil pengkajian,diskusi
dengan klien dan keluarga untuk menentukan implementasi
c) Rencana tujuan,untuk membantu klien dalam memenuhi kebutuhannya.
d) Implementasi dengan memperkenalkan diri kepada klien dan membantu
klien menggambarkan pengalaman pribadinya.
e) Evaluasi,pasien dapat mengembangkan kemampuan dan memenuhi
kebutuhannya sendiri.
25
menurut Wayne Pace yang dikutip Hafied Cangara, dapat dilakukan dalam tiga
bentuk, yakni percakapan, dialog dan wawancara. Percakapan berlangsung dalam
suasana bersahabat dan informal, dialog berlangsung dalam suasana yang lebih
dalam dan personal, sedangkan wawancara sifatnya lebih serius, yakni adanya
pihak yang dominan pada posisi bertanya dan yang lainnya pada posisi menjawab.
b) Komunikasi kelompok kecil adalah proses komunikasi yang
berlangsung antara tiga orang atau lebih secara tatap muka, dimana
anggota-anggotanya saling berinteraksi atau terlibat dalam suatu proses
komunikasi yang berlangsung secara tatap muka. Selain itu, pembicaraan
berlangsung secara terpotong-potong dimana semua peserta berbicara
dalam kedudukan yang sama atau tidak ada pembicara tunggal yang
mendominasi situasi. Dalam situasi seperti ini semua anggota biasa
berperan sebagai sumber dan juga sebagai penerima seperti yang sering
ditemukan pada kelompok studi dan kelompok diskus.
26
d) Komunikasi interpersonal masyarakat adanya kedekatan fisik diantara
pihak-pihak nyang berkomunikasi.
e) Komunikasi interpersonal melibatkan pihak-pihak yang saling
tergantung satu sama lainnya (independen) dalam proses komunikasinya.
f) Komunikasi interpersonal tidak dapat diubah maupun diulang atau suatu
pernyataan tidak dapat diulang dengan harapan mendapatkan hasil yang
sama karena didalam proses komunikasi antarmanusia sangat tergantung
dari respons pasangan komunikasi.
g) Fungsi Komunikasi Interpersonal Menurut definisinya, fungsi adalah
tujuan dimana komunikasi digunakan untuk mencapai tujuan
tersebut.Fungsi utama komunikasi ialah mengendalikan lingkungan guna
memperoleh imbalan-imbalan tertentu berupa fisik, ekonomi dan social.
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa komunikasi insani atau human
communication baik non-interpersonal maupun yang interpersonal
semuanya mengenai pengendalian lingkungan guna mendapatkan imbalan
seperti dalam bentuk fisik, ekonomi, dan social.
1) Hasil yang diperoleh sesuai dengan apa yang diinginkan yang dinamakan
compliance.
27
2) Hasil yang diperoleh mencerminkan adanya kompromi dari keinginan semula
bagi pihak-pihak yang terlibat, yang dinamakan penyelesaian konflik atau conflict
resolution.
a) Arus pesan dua arah arus pesan secara dua arah ini berlangsung secara
berkelanjutan. Komunikator dan komunikan dapat berganti peran secara cepat,
komunikator dapat berubah peran sebagai penerima pesan maupun sebaliknya.
b) Suasana nonformal komunikasi interpersonal yang terjalin biasanya
berlangsung dalam suasana nonformal dan pendekatan pribadi.
c) Umpan balik segera karena komunikasi interpersonal berlangsung secara
tatap muka, maka umpan balik dapat diketahui dengan segera. Komunikan
segera memberikan respons secara verbal berupa kata-kata atau nonverbal
misalnya pandangan mata, raut muka, anggukan, dan sebagainya.
d) Peserta komunikasi berada dalam jarak dekat jarak dekat yang dimaksud
yaitu fisik (peserta komunikasi saling bertatap muka dalam satu lokasi)
maupun psikologis (menunjukkan hubungan keintiman antar-individu).
e) Peserta komunikasi mengirim dan menerima pesan secara simultan dan
spontan, baik secara verbal maupun nonverbal Untuk meningkatkan
keefektifan komunikasi interpersonal, peserta komunikasi berupaya saling
meyakinkan, dengan mengoptimalkan penggunaan pesan verbal maupun
nonverbal secara bersamaan, saling mengisi, saling memperkuat, sesuai tujuan
komunikasi.
a) Keterbukaan (openess).
29
Kemauan menanggapi dengan senang hati informasi yang diterima didalam
menghadapi hubungan antarpribadi;
b) Empati (empathy)
Merasakan apa yang dirasakan orang lain;
c) Dukungan (supportiveness).
e) Kesetaraan (equality).
31
2.2.2 Peran Perawat
Keperawatan memiliki peran-peran pokok dalam pelayanan kesehatan
masyarakat. Ciri dari praktik professional adalah adanya komitmen yang
kuat terhadap kepedulian individu, khususnya kekuatan fisik,
kesejahteraan dan kebebasan pribadi, sehingga dalam praktik selalu
melibatkan hubungan yang bermakna. Oleh karena itu, seorang
professional harus memili orientasi pelayanan, standar praktik dan ode etik
untuk melindungi masyarakat serta memajukan profesi. Peran pokok
perawat antara lain sebagai berikut:
1) Sebagai caregiver (pengasuh). Peran perawat
sebagai pengasuh dilakukan dengan
memperlihatkan keadaan kebutuhan dasar manusia
melalui pemberian pelayanan keperawatan.
Pelayanan keperawatan dilakukan mulai dari yang
paling sederahana sampai yang paling
kompleks,sesuai dengan kebutuhan pasien.
2) Sebagai clientadvocate (advokat klien). Peran
perawat sebagai advokat klien berorientasi
membantu/melayani klien dalam
menginterpretasikan sebagai informasi dan pemberi
pelayanan khususnyadalam pengambilan
persetujuan atas tindakan keperawatan. Perawat
juga berperan dalam mempertahankan dan
melindungi hak-hak pasien meliputi:
a) Hak atas pelayanan sebaik-baiknya,
b)Hak atas informasi tentang penyakitnya,
c)Hak atas kebebasan pribadinya (privacy),
d) Hak untuk membantu nasibnya sendiri, dan
e) Hak menerima ganti rugi akibat kelalaian yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan.
32
3) Sebagai counselor. Peran perawat sebagai konselor
yaitu pada saat klien menjelaskan perasaannya dan
hak-hak yang berkaitan dengan keadaannya.
4) Sebagai educator (pendidik). Peran perawat
sebagai pendidik: membantu klien dalam
meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan,
gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan
sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien
setelah dilakukan pendidikan kesehatan.
5) Sebagai coordinator (kordinator). Perawat
melakukan kordinasi, yaitu mengarahkan,
merencanakan, dan mengoordinasikan pelayanan
kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberi
pelayanan kesehatan dapat mengerti dan melakukan
praktik sesuai denagn kebutuhan klien.
6) Sebagai collaborator. Peran perawat bekerja
bersama dan/atau melalui tim kesehatan yang terdiri
dari tenaga kesehatan, seperti dokter, perawat dan
lain sebagainya. Bersama-sama berupaya
mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang
dibutuhkan oleh klien. Upaya yang dilakukan
dimulai dari diskusi, untuk menentukan pelayanan
yang tepat. Perawat tidak bisa menjalankan peraan
ini apabila tidak bekerja sama dengan tenaga
kesehatan lainnya.
7) Sebagai consultan. Peran perawat sebagai konsultan
yaitu sebagi tempat bertanya dan berkonsultasi.
Dengan Mengadakan perencanana, kerjasama,
perubahan yang sistematis dan terarah sesuai
dengan metode pemberian pelayanan keperawatan.
33
2.2.3 Fungsi Perawat
1) Ekspresi muka: posisi mulut, alis, mata, senyum dan lainnya perawat
sangat perlu melakukan validasi persepsi dari ekspresi muka yang ada
pada pasien sehingga perawat tidak salah mempersepsikan apa yang
diobservasi dari klien.
2) Gesture (gerak, isyarat, sikap), sikap atau cara untuk menghadirkan diri
secara fisik sehingga dapat memfasilitasi komunikasi yang terapeutik.
3) Gerakan tubuh dan postur, membungkuk kearah pasien merupakan posisi
yang menunjukkan keinginan untuk mengatakan untuk tetap
berkomunikasi.
4) Gerak mata, gerak atau kontak mata diartikan sebagai melihat langsung ke
mata orang lain. Kontak mata merupakan kegiatan yang menghargai
pasien dan mengatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi.
35
1) Terdapat rasa saling percaya antara perawat dengan pasien.
2) Perawat benar-benar memahami tentang hak-hak pasien dan harus
melindungi hak tersebut, salah satunya adalah hak untuk menjaga privasi
pasien.
3) Perawat harus peka terhadap perubahan-perubahan yang mungkin terjadi
pada pribadi pasien yang mungkin terjadi pada pribadi pasien yang
disebabkan oleh penyakit yang dideritanya, antara lain kelemahan fisik
dan ketidakberdayaan dalam menentukan hak dan kewajibannya dengan
baik.
4) Perawat harus memahami keberadaan pasien sehingga dapat bersikap
sabar dan tetap memperhatikan pertimbangan etis dan moral.
5) Perawat harus dapat bertanggung jawab dan bertanggung gugat atas segala
resiko yang mungkin timbul selama pasien dalam perawatannya.
6) Perawat sedapat mungkin berusaha untuk menghindari konflik antara
nilainilai pribadi pasien dengan cara membina hubungan baik antara
pasien, keluarga, dan teman sejawat serta dokter untuk kepentingan pasien.
36
Terdapat beberapa tahap komunikasi interpersonal (terapeutik) yang dilakukan
oleh perawat, yaitu sebagai berikut:
1) Prainteraksi
Prainteraksi merupakan masa persiapan sebelum berhubungan dan
berkomuniaksi dengan pasien. Perawat diharapkan tidak memiliki prasangka
buruk kepada pasien, karena akan menganggu dalam hubungan saling percaya.
Seorang perawat professional harus belajar paka terhadap kebutuhankebutuhan
pasien dan mampu menciptakan hubungan komunikasi interpersonal yang baik,
agar pasien merasa senang dan merasa dihargai.
a) Perkenalan
Perkenalan merupakan kegiatan yang pertama kali dilakukan oleh
perawat terhadap pasiennya yang baru memasuki rumah sakit. Pada tahap
ini, perawat dan pasien mulai mengembangkan hubungan komunikasi
interpersonal yaitu, dengan memberikan salam, senyum, memberikan
keramahtamahan kepada pasien, dan menanyakan keluhan pasien, dan
lain-lain.
b) Orientasi
Tahap orientasi dilaksanakan pada awal pertemuan sampai
seterusnya selama pasien berada di rumah sakit. Tujuan tahap orientasi
adalah memeriksa keadaan pasien, memvalidasi keakuratan data, rencana
yang telah dibuat dengan keadaan psien saat itu, dan mengevaluasi hasil
tindakan.
c) Tahap Kerja.
37
semangat dan dorongan kepada pasien, serta memberikan anjuran kepada
pasien untuk makan, minum obat yang teratur dan istirahat teratur, untuk
mencapai kesembuhan.
d) Tahap Terminal
Dalam menjalin hubungan dengan klien perawat mempunyai beberapa peran yang
harus diperhatikan, antara lan sebagai berikut:
a) Pemberi kenyamanan.
Kenyamanan merupakan suatu perasaan subjektif dalam diri manusia.
Masyarakat yang menjadi klien dalam asuhan keperawatan akan memiliki
kebutuhan yang relative terhadap rasa nyaman. Mereka mengharapkan
perawat dapat memenuhi kebutuhan rasa nyaman. Mereka mengharapkan
perawat dapat memenuhi kebutuhan rasa nyaman mereka. Oleh karena itu,
peran perawat sebagai pemberi kenyamanan, merupakan suatu peran yang
cukup penting bagi terciptanya suatu citra keperawatan yang baik. Seorang
perawat professional diharapakan mampu menciptakan kenyamanan bagi
klien saat klien menjalani keperawatan.
b) Komunikator.
Peran perawat sebagai komunikator juga sangat berpengaruh terhadap citra
perawat dimata masyarakat. Masyarakat sangat mengharapkan perawat dapat
menjadi komuikator yang baik. Klien juga manusia yang membutuhkan
interaksi pada saat ia menjalani asuhan keperawatan. Interaksi verbal yang
dilakukan dengan perawat sedikit banyak akan berpengaruh terhadap
peningkatan kesehatan klien.
2.3 KONSEP DIABETES MILETUS
2.3.1 Pengertian Diabetes Miletus
Diabetes melitus (DM) adalah kumpulan gejala yang timbul pada
seseorang yang mengalami peningkatan kadar gula darah (glukosa) darah
akibat kekurangan hormon insulin secara absolut atau relatif. Pelaksanaan
diet hendaknya disertai dengan latihan jasmani dan perubahan perilaku
39
tentang makanan (Instalasi gizi perjan RS Dr. Cipto Mangunkusumo dan
Asosiasi Dietsien Indonesia).
Diabetes melitus merupakan suatu gangguan kronis yang ditandai
dengan metabolisme karbohidrat dan lemak yang relatif kekurangan
insulin. Diabetes melitus yang utama diklasifikasikan menjadi diabetes
melitus tipe I Insulin Dependen Diabetes Melitus (IDDM) dan tipe II Non
Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM). Diabetes melitus
merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai oleh kadar glukosa
darah melebihi normal dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan
protein yang disebabkan oleh kekurangan hormon insulin secara relatif
maupun absolut (Hasdianah, 2017).
2.3.2 Etiologi
Umumnya diabetes melitus disebabkan oleh rusaknya sebagian kecil
atau sebagian besar dari sel-sel betha dari pulau-pulau langerhans pada
pankreas yang berfungsi menghasilkan insulin, akibatnya terjadi
kekurangan insulin.
Disamping itu diabetes melitus juga dapat terjadi karena gangguan
terhadap fungsi insulin dalam memasukkan glukosa kedalam sel.
Gangguan itu dapat terjadi karena kegemukan atau sebab lain yang belum
diketahui (Hasdianah, 2017).
Menurut Hasdianah (2017) diabetes melitus atau lebih dikenal dengan
istilah penyakit kencing manis mempunyai beberapa faktor pemicu
penyakit tersebut, antara lain :
1. Pola makan
Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang
dibutuhkan oleh tubuh dapat memacu timbulnya diabetes melitus.
Konsumsi makan yang berlebihan dan tidak diimbangi dengan sekresi
insulin dalam jumlah yang memadai dan tidak diimbangi dengan
sekresi insulin dalam jumlah yang memadai dapat menyebabkan kadar
40
gula dalam darah meningkat dan pastinya akan menyebabkan diabetes
melitus.
2. Obesitas (kegemukan)
Orang gemuk dengan berat badan lebih dari 90 kg cenderung memiliki
peluang lebih besar untuk terkena penyakit diabetes melitus. Sembilan
dari sepuluh orang gemuk berpotensi untuk terserang melitus.
3. Faktor genetis
Diabetes melitus dapat diwariskan dari orang tua kepada anak. Gen
penyebab diabetes melitus akan dibawa oleh anak jika orang tuanya
menderita diabetes melitus. Pewarisan gen ini dapat sampai ke
cucunya bahkan cicit walaupun resikonya sangat kecil.
4. Bahan-bahan kimia dan obat-obatan
Bahan-bahan kimia dapat mengiritasi pankreas yang menyebabkan
radang pankreas, radang pada pankreas akan mengakibatkan fungsi
pankreas menurun sehingga tidak ada sekresi hormon-hormon untuk
proses metabolisme tubuh termasuk insulin. Segala jenis residu obat
yang terakumulasi dalam waktu yang lama dapat mengiritasi pankreas.
5. Penyakit dan infeksi pada pancreas
Infeksi mikroorganisme dan virus pada pankreas juga dapat
menyebabkan radang pankreas yang otomatis akan menyebabkan
fungsi pankreas turun sehingga tidak ada sekresi hormon-hormon
untuk proses metabolisme tubuh termasuk insulin. Penyakit seperti
kolesterol tinggi dan dislipedemia dapat meningkatkan resiko terkena
diabetes melitus.
6. Pola hidup
Pola hidup juga sangat mempengaruhi faktor penyebab diabetes
melitus. Jika orang malas berolahraga memiliki resiko lebih tinggi
untuk terkena penyakit diabetes melitus karena olahraga berfungsi
untuk membakar kalori yang berlebihan di dalam tubuh. Kalori yang
41
tertimbun di dalam tubuh merupakan faktor utama penyebab diabetes
melitus selain disfungsi pankreas.
7. Kadar kortikosteroid yang tinggi
8. Kehamilan diabetes gestasional, akan hilang setelah melahirkan
9. Obat-obatan yang dapat merusak pankreas
10. Racun yang mempengaruhi pembentukan atau efek dari insulin
2.3.3. Patofisiologi
Patofisiologi pada Diabetes Mellitus tipe 1 terdiri atas autoimun dan non-
imun.Pada autoimun-mediated Diabetes Mellitus, faktor lingkungan dan genetik
diperkirakan menjadi faktor pemicu kerusakan sel beta pankreas. Tipe ini disebut
tipe 1-A. Sedangkan tipe non-imun, lebih umun dari pada autoimun Tipe non-
imun terjadi sebagai akibat sekunder dari penyakit lain seperti pankreatitis atau
gangguan idiopatik (Brashers dkk, 2014).
Diabetes Mellitus tipe 2 adalah hasil dari gabungan resistensi insulin dan
sekresi insulin yang tidak adekuat hal tersebut menyebabkan predominan
resistensi insulin sampai dengan predominan kerusakan sel beta. Kerusakan sel
beta yang ada bukan suatu autoimun mediated. Pada Diabetes Mellitus tipe 2 tidak
ditemukan pertanda auto antibody. Pada resistensi insulin, konsentrasi insulin
yang beredar mungkin tinggi tetapi pada keadaan gangguan fungsi sel beta yang
berat kondisinya dapat rendah.Pada dasarnya resistensi insulin dapat terjadi akibat
perubahan-perubahanyang mencegah insulin untuk mencapai
42
reseptor (praresptor), perubahan dalam pengikatan insulin atau transduksi sinyal
oleh resptor, atau perubahan dalam salahsatu tahap kerja insulin pascareseptor.
Semua kelainan yang menyebab kangangguan transport glukosa dan resistensi
insulin akan menyebabkan hiperglikemia sehingga menimbulkan manifestasi
Diabetes Mellitus (Rustama dkk,2016).
2.3.4 Klasifikasi
44
melumpuhnya saraf mata terjadi setelah 10-15 tahun. Terjadi serangan jantung
koroner, payah ginjal neuphropathy, sarafsaraf lumpuh, atau muncul gangrene
pada tungkai dan kaki, serta serangan stroke. 10 Pasien DM tipe 2 mempunyai
risiko terjadinya penyakit jantung koroner dan penyakit pembuluh darah otak 2
kali lebih besar, kematian akibat penyakit jantung 16,5% dan kejadian komplikasi
ini terus meningkat. Kualitas pembuluh darah yang tidak baik ini pada penderita
diabetes mellitus diakibatkan 20 faktor diantaranya stress, stress dapat
merangsang hipotalamus dan hipofisis untuk peningkatan sekresi hormonhormon
kontra insulin seperti ketokelamin, ACTH, GH, kortisol,dan lainlain.
Gejala diabetes melelitus seperti rasa haus yang berlebihan, sering kencing
terutama pada malam hari, banyak makan atau mudah lapar, dan berat badan turun
dengan cepat.Kadang terjadi keluhan lemah, kesemutan pada jari tangan dan kaki,
cepat lapar, gatal-gatal, penglihatan kabur, gairah seks menurun, luka sukar
sembuh, dan pada ibu-ibu sering melahirkan bayi di atas 4kg (Suyono, 2014).
Karakteristik diabetes melitus atau kencing manis diantaranya sebagai berikut
(Mirza, 2015).
Diabetes Mellitus sering muncul dan berlangsung tanpa timbulnya tanda dan
setelah timbulnya komplikasi. Diabetes Mellitus tipe 1 yang dimulai pada usia
45
muda memberikan tanda-tanda yang mencolok seperti tubuh yang kurus,
Tiga serangkai yang klasik tentang gejala Diabetes Mellitus adalah poliuria
merasa lapar). Gejala awal tersebut berhubungan dengan efek langsung dari kadar
gula darah yang tinggi. Jika kadar gula lebih tinggi dari normal, ginjal akan
hilang. Oleh karena ginjal menghasilkan air kemih dalam jumlah yang berlebihan,
lanjut adalah penderita merasakan haus yang berlebihan sehingga banyak minum
sejumlah besar kalori hilang ke dalam air kemih. Untuk mengompensasikan hal
tersebut, penderita sering kali merasakan lapar yang luar biasa sehingga banyak
2.3.7 Komplikasi
Komplikasi akut terjadi apabila kadar glukosa darah seorang meningkat atau
menurun tajam dalam waktu yang singkat (Anonim, 2016). Komplikasi kronik
terjadi apabila kadar glukosa darah secara berkepanjangan tidak terkendali dengan
baik sehingga menimbulkan berbagai komplikasi kronik diabetes melitus
(Perkeni, 2016)
1. Komplikasi Akut
Ketoasidosis Diabetik (KAD) dan Hyperglycemic Hyperosmolar State
(HHS) adalah komplikasi akut diabetes (Powers, 2017). Pada Ketoasidosis
Diabetik (KAD), kombinasi defisiensi insulin dan peningkatan kadar
hormon kontra regulator terutama epinefrin, mengaktivasi hormon lipase
sensitif pada jaringan lemak. Akibatnya lipolisis meningkat, sehingga terjadi
47
peningkatan produksi badan keton dan asam lemak secara
berlebihan.Akumulasi produksi badan keton oleh sel hati dapat
menyebabkan asidosis metabolik.Badan
keton utama adalah asam asetoasetat (AcAc) dan 3-beta hidroksibutirat
(3HB). Pada Hyperglycemic Hyperosmolar State (HHS), hilangnya air lebih
banyak dibanding natrium menyebabkan keadaan hiperosmolar (Soewondo,
2019). Seperti hipoglikemia dan hiperglikemia.
Thoracentesis merupakan prosedur invasif yang melibatkan
penyisipan jarum ke dalam ruang pleura untuk menghilangkan caira pleural
atau udara. Cairan pleura akan dihapus untuk terapi menghilangkan rasa
sakit atau sesak napas yang disebabkan oleh analisis cairan pleura yang
berlebihan juga dapat menjadi alat diagnostik untuk mendeteksi berbagai
gangguan, seperti kondisi peradangan, infeksi, atau kanker (Linda, 2010).
2. Komplikasi Kronik
Jika dibiarkan dan tidak dikelola dengan baik, DM akan menyebabkan
terjadinya berbagai komplikasi kronik, baik mikroangiopati maupun
makroangiopati (Waspadji, 2009). Komplikasi kronik DM bisa berefek pada
banyak sistem organ. Komplikasi kronik bisa dibagi menjadi dua bagian, yaitu
komplikasi vaskular dan nonvaskular. Komplikasi vaskular terbagi lagi menjadi
mikrovaskular (retinopati, neuropati, dan nefropati) dan makrovaskular (penyakit
arteri koroner, penyakit arteri perifer, penyakit serebrovaskular).Sedangkan
komplikasi nonvaskular dari DM yaitu gastroparesis, infeksi, dan perubahan kulit
(Powers, 2017). Komplikasi seperti makroangiopati (makrovasuler) yaitu penyakit
jantung koroner, penyakit pembuluh darah kaki, dan penyakit pembuluh darah di
otak (Waspadji, 2014).
2.3.8 Pengobatan dan Terapi
Menurut Soelistijo dkk, (2015) penatalaksanaan diabetes melitus terdiri
dari:
1. Edukasi Diabetes melitus tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola hidup dan
perilaku telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes
48
melitus memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga, masyarakat. Tim
kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku. Edukasi
yang di berikan meliputi :
a. Edukasi untuk pencegahan primer yaitu edukasi yang
ditunjukkan untuk kelompok resiko tinggi
b. Edukasi untuk pencegahan skunder yaitu edukasi yang
ditunjukkan untuk pasien baru. Materi edukasi beruapa
penegertian diabetes, gejala, penatalaksanaan, mengenal dan
mencegah komplikasi akut dan kronik.
c. Edukasi untuk penceghan tersier yaitu edukasi yang
ditunjukkan pada pasien tingkat lanjut, dan materi yang
diberikan meliputi : cara pencegahan komplikasi dan
perawatan, upaya untuk rehabilitasi, dll.
2. Terapi gizi atau Perencanaan Makan
Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan
diabetes secara total. Kunci keberhasilan TGM adalah keterlibatan
horacentesis adalah mengalirkan cairan atau udara yang ditemukan dalam
rongga pleural. Thoracentesis terapeutik akan membuang cairan atau udara
yang menumpuk dalam rongga pleura yang dapat menyebabkan kompresi
paru dan distres pernapasan. Cairan yang dikumpulkan dikirim ke
laboratorium dan diperiksa terhadap berat jenis, glukosa, protein, pH, kultur,
pemeriksaan sensitivitas, dan sitologi. Warna dan konsistensi cairan pleural
juga dicatat.(Effendy & Niluh, 2014). secara menyeluruh dari anggota tim
(dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain dan pasien itu sendiri).
Menurut Smeltzer et al, (2008) bahwa perencanaan makan pada
pasien diabetes meliputi:
a. Memenuhi kebutuhan energi pada pasien diabetes mellitus
b. Terpenuhi nutrisi yang optimal pada makanan yang disajikan
seperti vitamin dan mineral
c. Mencapai dan memelihara berat badan yang stabil
49
d. Menghindari makan makanan yang mengandung lemak, karena
pada pasien diabetes melitus jika serum lipid menurun maka resiko
komplikasi penyakit makrovaskuler akan menurun.
e. Mencegah level glukosa darah naik, karena dapat mengurangi
komplikasi yang dapat ditimbulkan dari diabetes melitus.
3. Latihan jasmani
Latihan jasmani sangat penting dalam pelaksanaan diabetes karena
dapat menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi faktor resiko
kardiovaskuler. Latihan menurunkan kadar glukosa darah dengan
meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian
insulin. Latihan juga dapat meningkatkan kadar HDL kolesterol dan
menurunkan kadar kolesterol total serta trigliserida (American Diabetes
Association (ADA)2012). Kegiatan sehari-hari dan latihan jasmani secra
teratur (3-4 kali seminggu selama kurang dari 30 menit), merupakan salah
satu pilar dalam pengelolaan diabetes melitus. Latihan jasmani yang
dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti : jalan kaki,
bersepeda santai, jogging, dan berenang.Latihan jasmani sebaiknnya
disesuiakan dengan umur dan status kesegaran jasmani.
Menurut American Diabetes Association (ADA, 2012), ada beberapa pedoman
umum untuk melakukan latihan jasmani pada pasien diabetes yaitu :
a. Gunakan alas kaki yang tepat, dan bila perlu alat pelindungan kaki
lainnya.
b. Hindari latihan dalam udara yang sangat panas atau dingin.
c. Periksa kaki setelah melakukan latihan.
4. Terapi farmakologi
Pengobatan DM secara menyeluruh mencakup diet yang benar, olah raga
yang teratur, dan obat-obatan yang diminum atau suntikan insulin.Pasien diabetes
melitus tipe 1 mutlak diperlukan suntikan insulin setiap hari.pasien diabetes
melitus tipe 2, umumnya pasien perlu minum obat antidiabetes secara oral atau
50
tablet. Pasien diabetes memerlukan suntikan insulin pada kondisi tertentu, atau
bahkan kombinasi suntikan insulin dan tablet.
5. Monitoring keton dan gula darah
Dengan melakukan pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri
penderita DM dapat mengatur terapinya untuk mengendalikan ka dar glukosa
darah secara optimal. Monitoring glukosa darah merupakan pilar kelima
dianjurkan kepada pasien diabetes melitus. Monitor level gula darah sendiridapat
mencegah dan mendeteksi kemungkinan terjadinya hipoglikemia dan
hiperglikemia dan pasien dapat melakukan keempat pilar di atas untuk
menurunkan resiko komplikasi dari diabetes melitus (Smeltzer et al, 2018)
2.4 Diet Diabetes melitus
2.4.1 Pengertian Diet Diabetes melitus
Dalam kamus Gizi Pelengkap Kesehatan Keluarga (2009) keluaran
Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi), diet memiliki arti sebagai
pengaturan pola dan konsumsi makanan serta minuman yang dilarang,
dibatasi jumlahnya, dimodifikasi, atau diperolehkan dengan jumlah tertentu
untuk tujuan terapi penyakit yang diderita, kesehatan, atau penurunan berat
badan.
Diet diabetes melitus adalah diet yang diberikan kepada penyandang
diabetes melitus, dengan tujuan membantu memperbaiki kebiasaanmakan
untuk mendapatkan control metabolik yang lebih baik dengan cara :
menyeimbangkan asupan makanan dengan obat penurun glukosa oral
ataupun insulin dan aktivitas fisik untuk mencapai kadar gula darah normal,
mencapai dan mempertahankan kadar lipida dalam normal.
2.4.2 Tujuan Diet Pada Diabetes melitus
Tujuan diet diabetes melitus adalah mempertahankan atau mencapai
berat badan ideal, mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal,
mencegah komplikasi akut dan kronik serta meningkatkan kualitas hidup
(Hasdianah, 2012).
51
2.4.3 Syarat Diet Diabetes melitus
52
Komposisi Diet B merupakan diet yang umum digunakan di Indonesia.
Anjuran penggunaan diet B berdasarkan pada penelitian prospektif dengan crass
over design yang dilakukan pada 260 penderita diabetes melitus yang terawat
baik. Dari penilaian tersebut, diet B mempunyai daya yang kuat untuk
menurunkan kolesterol selain mempunyai efek hipoglikemik. Diet B juga tidak
menaikkan kadar trigliserida darah. Dengan demikian, diet B dapat mencapai diet
diabetes melitus. Setiap jenis diet dianjurkan mengandung serat, terutama serat
yang bersifat larut (Krisnatuti dkk, 2014).
2.4.5 Faktor –Faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Kalori
a. Umur
Faktor penentu kebutuhan kalori selanjutnya adalah usia. Penderita
yang masih dalam usia produktif nantinya akan membutuhkan kalori yang
lebih besar jika dibandingkan dengan penderita yang sudah lanjut usia.
Diabetes di atas 40 tahun kebutuhan kalori dikurangi yaitu usia 40-59 tahun
dikurangi 5% usia 60-69 tahun dikurangi 10% dan lebih 70 tahun dikurangi
20%.
c. Aktifitas Fisik
Aktifitas fisik harian juga berperan penting dalam hal menentukan
seberapa besar kalori yang dibutuhkan. Karenanya bagi penderita yang
53
aktifitas fisiknya tergolong rendah, asupan kalori hendaknya sedikit
dikurangi. Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas
aktivitas fisik. Aktivitas ringan ditambahkan 20%, aktivitas sedang
ditambahkan 30%, dan aktivitas berat dapat ditambahkan 50%.
d. Berat Badan
Berat badan penderita ternyata juga mempengaruhi kebutuhan
kalorinya. Penderita yang berbadan kurus akan membutuhkan kalori yang
lebih banyak dibandingkan dengan penderita yang berbadan gemuk. Bila
kegemukan dikurangi 20-30% tergantung tingkat kegemukan. Bila kurus
ditambah 20- 30% sesuai dengan kebutuhan untuk meningkatkan BB.
e. Kondisi Khusus
Kebutuhan kalori harian penderita diabetes hendaknya juga
didasarkan pada ada atau tidaknya komplikasi yang menyertai. Jadi
penderita diabetes dengan komplikasi nantinya akan membutuhkan asupan
kalori yang lebih besar dibanding penderita diabetes yang tanpa komplikasi.
Penderita kondisi khusus, misal dengan ulkus diabetika atau infeksi, dapat
ditambahkan 10-20%
2.4.6 Pemenuhan Pola Makan 3J
Menurut Fauzi (2014) bagi penderita diabetes, kecenderungan
perubahan kadar gula darah yang drastis akan terjadi pada saat sehabis
makan. Sehabis makan maka kadar gula akan tinggi. Namun beberapa lama
tidak mendapat asupan makanan maka kadar gula akan rendah sekali.
Harus dilakukan penjadwalan makan dengan teratur untuk mencegah
terlalu besarnya rentangan kadar gula darah. Pola 3J harus diingat bagi
penderita diabetes dalam mengatur pola makan sehari-hari.
1. Jadwal
Pengaturan jadwal bagi penderita diabetes biasanya adalah 6 kali
makan. 3 kali makan besar dan 3 kali makan selingan. Adapun jadwal
waktunya adalah sebagai berikut :
1. Makan pagi atau sarapan dilakukan pada pukul 07.00
54
2. Snack pertama dikonsumsi pada pukul 10.00
3. Makan siang dilakukan pada pukul 13.00
4. Snack kedua dikonsumsi pada pukul 16.00
5. Makan malam dilakukan pada pukul 19.00
6. Snack ketiga dikonsumsi pada pukul 21.00
Usahakan makan tepat pada waktu. Apabila terlambat makan maka
akan bisa terjadi hipoglikemia atau rendahnya kadar gula darah.
Hipoglikemia meliputi gejala seperti pusing, mual, dan pingsan. Apabila hal
ini terjadi segera minum air gula.
2. Jumlah
Jumlah atau porsi makan yang dikonsumsi harus diperhatikan. Jumlah
makanan yang dianjurkan untuk penderita diabetes adalah porsi kecil tapis
ering. Penderita harus makan dalam jumlah sedikit tapi sering. Adapun
pembagian kalori untuk setiap kali makan dengan pola menu 6 kali makan
adalah sebgai berikut :
1. Makan pagi atau sarapan jumlah kalori yang dibutuhkan adalah
20% dari total kebutuhan kalori sehari.
2. Snack pertama jumlah kalori yang dibutuhkan adalah 10% dari
total kebutuhan kalori sehari.
3. Makan siang jumlah kalori yang dibutuhkan adalah 25% dari total
kebutuhan kalori sehari.
4. Snack kedua jumlah kalori yang dibutuhkan adalah 10% dari total
kebutuhan kalori sehari.
5. Makan malam jumlah kalori yang dibutuhkan adalah 25% dari
total kebutuhan kalori sehari.
6. Snack ketiga jumlah kalori yang dibutuhkan adalah 10% dari total
kebutuhan kalori sehari.
3. Jenis
55
Jenis makanan menentukan kecepatan naik atau turunnya kadar gula
darah. Kecepatan suatu makanan dalam menaikkan kadar gula darah disebut
indeks glikemik. Semakin cepat menaikkan kadar gula darah sehabis makan
tersebut dikonsumsi, maka semakin tinggi indeks glikemik makanan
tersebut.
Hindari makanan yang berindeks glikemik tinggi, seperti sumber
karbohidrat sederhana, gula, madu, sirup, roti, mie dan lain-lain. Makanan
yang berindeks glikemik lebih rendah adalah makanan yang kaya dengan
serat, contohnya sayuran dan buah-buahan.
Pemenuhan pola makan dengan 3J menjamin penderita diabetes untuk
tetap bisa aktif dalam kehidupan sehari-hari. Jadwal yang tetap
memungkinkan kebutuhan tubuh akan insulin dapat terpenuhi. Sementara
itu, jumlah dan jenis makanan akan melengkapi kebutuhan gula darah yang
seimbang.
2.2.7. Bahan Makanan Yang Dianjurkan
Menurut Instalasi Gizi Perjan RS Dr. Cipto Mangunkusumo dan Asosiasi
Dietisien Indonesia (2015) bahan makanan yang dianjurkan untuk diet diabetes
melitus adalah sebagai berikut :
a. Sumber karbohidrat kompleks, seperti nasi, roti, mi, kentang, singkong,
ubi dan sagu.
b. Sumber protein rendah lemak seperti ikan, ayam tanpa kulit, tahu dan
kacang-kacangan.
c. Sumber lemak dalam jumlah terbatas yaitu bentuk makanan yang mudah
dicerna. Makanan terutama diolah dengan cara dipanggang, dikukus, direbus dan
dibakar.
2.2.8. Bahan Makanan Yang Tidak Dianjurkan (Dibatasi/Dihindari)
Menurut Instalasi Gizi Perjan RS Dr. Cipto Mangunkusumo dan Asosiasi
Dietisien Indonesia (2015) bahan makanan yang tidak dianjurkan, dibatasi, atau
dihindari untuk diet diabetes melitus adalah sebagai berikut :
1. Mengandung banyak gula sederhana seperti :
56
a. Gula pasir, gula jawa
b. Sirop, jeli, buah-buahan yang diawetkan dengan gula, susu kental
manis, minuman botol ringan, dan es krim.
c. Kue-kue manis, dodol dan cake.
2. Mengandung banyak lemak seperti : cake, makanan siap saji (fast
food), goreng-gorengan.
3. Mengandung banyak natrium, seperti : ikan asin, telur asin, makanan
yang diawetkan.
57
2.3.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan
Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan dapat digolongkan
menjadi empat bagian menurut Niven (2016) antara lain :
58
Becker et al (1979 dalam niven 2016) telah membuat suatu usulan bahwa
model keyakinan kesehatan berguna untuk memperkirakan adanya
ketidakpatuhan.
59
4) Meningkatkan monitoring diri
5) Penderita DM harus melakukan monitoring diri, karena dengan
monitoring diri, penderita dapat lebih mengetahui tentang keadaan
dirinya seperti keadaan gula dalam darahnya, berat badan, dan apapun
yang dirasakan.
b. Segi tenaga medis (external)
Usaha-usaha yang dilakukan oleh orang-orang di sekitar penderita DM
untuk meningkatkan kepatuhan dalam menjalani pengobatan antara lain :
1) Meningkatkan keterampilan komunikasi para dokter
Salah satu strategi untuk meningkatkan kepatuhan adalah memperbaiki
komunikasi antara dokter dengan pasien. Ada banyak cara dari dokter untuk
menanamkan kepatuhan dengan dasar komunikasi yang efektif dengan pasien.
2) Memberikan informasi yang jelas kepada pasien tentang penyakitnya dan cara
pengobatannya. Tenaga kesehatan, khususnya dokter adalah orang yang berstatus
tinggi bagi kebanyakan pasien sehingga apa yang ia katakan diterima sebagai
sesuatu yang sah atau benar.
3) Memberikan dukungan social
Tenaga kesehatan harus mampu mempertinggi dukungan sosial. Selain itu
keluarga juga dilibatkan dalam memberikan dukungan kepada pasien, karena hal
tersebut juga akan meningkatkan kepatuhan. Smet (1994: 260 dalam
Saifunurmazah, 2013) menjelaskan bahwa dukungan tersebut bisa diberikan
dengan bentuk perhatian dan memberikan nasehat yang bermanfaat bagi
kesehatannya.
4) Pendekatan perilaku
Pengelolaan diri (self managment) yaitu bagaimana pasien diarahkan agar dapat
mengelola dirinya dalam usaha meningkatkan perilaku kepatuhan. Dokter dapat
bekerja sama dengan keluarga pasien untuk mendiskusikan masalah dalam
menjalani kepatuhan serta pentingnya pengobatan (Smet 1994 : 261 dalam
Saifunurmazah, 2013).
60
BAB 3
Perawat Penderita DM
1. Jenis Kelamin
2. Usia
3. Lama Menderita DM
Variabel Independen
Komunikasi terapeutik perawat
1. Fase pre-interaksi
2. Fase orientasi
3. Fase kerja
4. Fase terminasi Faktor yang
mempengaruhi
kepatuhan diet pasien
Diabetus Melitus
1. Faktor predisposisi
Kepatuhan diet diabetes melitus 2. Faktor pendukung
dalam menjalankan ( 3 J) 3. Faktor pendorong
4. Faktor geografi
5. individu
Akut Kronis
Keterangan :
= diteliti
= dipengaruhi
= tidak diteliti
= hubungan
Gambar 3.1 Hubungan Antara Komunikasi Terapeutik Dan Kepatuhan Diit Dengan Kejadian
Komplikasi Pada Pasien DM Di Ruang Mawar RSU UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
Malang.
3.2 Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara penelitian, patokan duga atau dalil
sementara, yang kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian tersebut
(Notoadmojo, 2017).
62
HI: Ada hubungan Antara Komunikasi Terapeutik Dan Kepatuhan Diit Dengan
Kejadian Komplikasi Pada Pasien DM Di Mawar RSU Universitas
Muhammadiyah Malang
BAB 4
METODE PENELITIAN
study korelasi , study korelasional adalah suatu bentuk penelahaan antara dua
dalam penelitian ini adalah metode pendekatan Cross sectional yaitu jenis pe
nelitian yang menekankan pada waktu pengukuran data dalam satu kali pada s
atu waktu yang dilakukan pada variable terikat dan variable bebas. Pendekata
n ini digunakan untuk melihat hubungan antara variable satu dengan variable
4.2.1 Populasi
63
Populasi adalah subjek yang memenuhi kriteria yang ditetapkan
responden.
1.2.2 Sampel
oleh populasi (Sugiyono, 2017). Sampel pada penelitian ini semua penderita
Malang . Sampel yang dibutuhkan pada penelitian ini yaitu sebanyak 120
Keterangan.
Kriteria sampel yang dipilih yakni berdasarkan Kriteria inklusi dan ktiteria
eksklusi.
64
a. Kriteria inklusi:
b. Kriteria Eklusi
(Notoatmodjo, 2015).
65
Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang
DM .
Definisi operasional pada penelitian ini akan dijelaskan dalam Tabel 4.1
sebagai berikut:
66
2. Fase Kerja
3. Fase
Terminasi
Kepatuhan
Diit
Ketaatan dalam Kuesioner Nominal
Menggunakan
menjalankan semua skala Guttman
perintah dan dimana terdapat
meninggalkan semua 10 pertanyaan
yang dilarang dalam Skor =
program diit.
Ya= 1
Ketaatan pasien
dalam : jenis Tidak= 0
makanan , jadwal Katagori Ordinal
waktu , dan jumlah Kelpmpok
kalori Kepatuahan Diit
1. Patuh < 50%
2. Tidak
paruh>50%
observasi yang diisi oleh peneliti saat perawat melakukan tindakan kepada pasien
2. Kepatuhan Diit
4.6.1 Validitas
68
kuesioner. Kuesioner yang di pakai oleh peneliti adalah kuesioner baku
gunakan saat melakukan penelitian. Maka dari itu perlu di uji validitas
supaya isi kuesioner valid dan dapat mengukur sesuai dengan tujuan
1. Jika r hitung > r tabel (uji 2sisi dengan sig. 0,05) maka instrumen
(dinyatakan valid).
2. Jika r hitung > r tabel (uji 2sisi dengan sig. 0,05) atau r di hitung
data berupa skor hasil persepsi suatu variabel baik variabel bebas
maupun variabel terikat. Hasil dari uji reabilitas diketahui nilai cronbach
alpha 0,936 artinya nilai lebih dari 0,05 yaitu reliable antara 2 variabel.
1. Pelaksanaan
analisa data.
analisis data.
data yaitu:
tersebut.
b). Coding
secara manual.
a. Kode responden:
Responden 1 = R1
b. Jenis kelamin:
Perempuan = 1
Laki - Laki = 2
c. Umur
25-40 tahun = U1
71
41-60 tahun = U2
61-85 tahun = U3
d. Tingkat Pendidikan
SD = T1
SMP = T2
SMA/SMK = T3
Perguruan Tinggi = T4
Tidak Sekolah = T5
e. Pekerjaan
Buruh = P1
Swasta = P2
Wiraswasta = P3
PNS = P4
c) Tabulasi data
diolah sesuai jenis datanya yaitu data umum dan khusus serta tabulasi
silang
d) Scoring
masing.
Baik = 51-75 %
Skor =
Ya= 1
Tidak= 0
2.Tidak patuh>50%
Ringan =0-10
Sedang =10-20
Berat = 21-30
1. Analisa Univariat
a. Seluruh = 100%
d. Setengahnya = 50%
2. Analisa Bivariat
74
penelitian ini peneliti 7 prinsip etika penelitian yang meliputi :(CIOMS,
2016)
Penelitian ini memenuhi standar nilai sosial atau klinis, minimal terdapat
2. Nilai Ilmiah
meliputi:
a. Desain penelitian
e. Instrumen penelitian
f. Prosedur penelitian
75
h. Cara pencatatan selama penelitian, termasuk efek samping dan
5. Bujukan/ Eksploitasi/Iducement
b. Insentif pada penelitian yang beresiko luka fisik, atau lebih berat dari
tersebut
persetujuan subyek)
77
4.10 Kerangka Operasional
Populasi
Semua penderita Diabetes Militus di Poli Penyakit Dalam RSU Universitas
Muhammadiyah Malang
78
Pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengisi lembar kuesioner dan
Observasi
Pengolahan data
Editing, Coding, tabulasi data, scoring
Analisis Uji
Uji Statistik Spearman
Hasil penelitian
Ada/tidak ada “Hubungan Antara Komunikasi Terapeutik Dan
Kepatuhan Diit Dengan Kejadian Komplikasi Pada Pasien DM Di
DAFTAR RUJUKAN
Ruang Mawar RSU UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
Malang”.
American Diabetic Assosiation. (2013). Diagnosis and Classification of Diabetes
Melitus. Retrieved on November 12, 2014
Arikunto, S. (2016). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta :
Rineka Cipta
Brooker, Cris. (2018). Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta : EGC
DCCT . (2018). The diabetes control dan Complication: U.S. Departement of
Health and Human Services. Trial and Follow up study
Depkes RI. (20l7). Profil Kesehatan Indonesia 2012. Jakarta : Kementerian
Kesehatan R1
79
Hasil penelitian
Ada/tidak ada “Hubungan Antara Komunikasi Terapeutik Dan
Kepatuhan Diit Dengan Kejadian Komplikasi Pada Pasien DM Di
Ruang Mawar RSU UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
Malang”.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (2007). Penatalaksanaan Diabetes
Mellitus Terpadu. Jakarta Balai Penerbit FKUI
Hidayat. A.A. (2017). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah edisi 1.
Jakarta : Salemba Medika
International Diabetes Federation. (2012). IDF Diabetes Atlas 5th edition. 2012
Update
Hasdianah. (2012). Mengenal Diabetes Mellitus Pada Orang Dewasa dan Anak
Anak Dengan Solusi Herbal. Yogyakarta : Nuha Medika
Hastuti, R.T. (2018) Faktor Faktor Resiko Ulkus Diabetika Pada Penderita
Diabetes Melitus . Tesis
Dewi,A.B. (2019). Menu Sehat 30 Hari Untuk Mencegah dan Mengatasi Diabetes
Melitus. Agro Media
Instalasi Gizi Perjan RS Dr. Cipto Mangunkusumo dan Asosiasi Dietisien
Indonesia. (2018). Penuntun Diet edisi baru. Sunita Almatsier (editor). Jakarta :
PT Gramedia Pustaka Utama
Krisnatuti,D., Yenrina,R & Rasjmida, D. (2014). Diet Sehat Untuk Penderita
Diabetes Mellitus. Jakarta : Penebar Swadaya
Nursalam. (2019) Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian keperawatan.
Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika
Nursalam. (2019) Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmiah
keperawatan. Jakarta : EGC
Persatuan Ahli Gizi Indonesia. (2019). Kamus Gizi Pelengkap Kesehatan
Keluarga. Jakarta : PT Kompas Media Nusantara
Phitri,HE.,Widyaningsih. (20l3). Hubungan Antara Pengetahuan dan sikap
penderita diabetes melitus dengan kepatuhan diet diabetes melitus di RSUD
AM.Parikesit Kalimantan Timur,Volume l,Nol,Mei 2013, 58 - 74.
Smelltzer & Bare. (2016). Buku ajar keperawatan medical bedah-Brunner &
Suddarth. Jakarta:EGC
Suyono, S. ( 2014 ). Patofisiologi Diabetes Mellitus Editor: Soegondo, dkk.,
Diabetes Mellitus Penatalaksanaan Terpadu , Cetakan ke-5, Jakarta: FKUI
Utami,D.T.,Karim,D & Agrina. (2014). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Kualitas Hidup Pasien Diabetes Mellitus dengan Ulkus Diabetikum.Universitas
Riau. JOM PSIK VOL. I NO. 2 Oktober 2014
80
World Health Organization. (2017). Prevention 0f Blindness From Diabetes
Mellitus. Retrieved on September 22, 20l4
Sulistyarini, T.,Susanti,M. (2013). Dukungan Keluarga Meningkatkan Kepatuhan
Diet Pasien Diabetes Mellitus Di Ruang Rawat Inap Rs. Baptis Kediri. Vol 6 ,No
I
81
Lampiran 2 Lembar Penjelasan Kepada Calon Responden
Malang Program Studi Strata Satu Keperawatan yang akan melakukan penelitian
yang berjudul “Hubungan Antara Komunikasi Terapeutik Dan Kepatuhan Diit Dengan
82
MUHAMMADIYAH Malang”. Penelitian ini bertujuan Mengetahui Hubungan Antara
Komunikasi Terapeutik Dan Kepatuhan Diit Dengan Kejadian Komplikasi Pada Pasien
tanpa ada paksaan, bila anda sudah memutuskan untuk ikut anda juga bebas untuk
mengundurkan diri atau berubah pikiran setiap saat tanpa dikenai denda ataupun
sanksi apapun.
A. Prosedur Penelitian
Anda Bebas memilih keikut sertaan dalam ini rangkap dua, satu
untuk anda simpan, dan satu untuk peneliti. Prosedur selanjutnya adalah
memberikan kuisioner.
F. Kerahasiaan
penelitian akan dirahasiakan dan hanya akan diketahui oleh peneliti serta
G. Kompensasi
1. Snack
H. Pembiayaan
sendiri.
I. Informasi Tambahan
84
Orang tua diberi kesempatan untuk menanyakan semua hal yang
membutuhkan.
Kepada
Di tempat
Dengan hormat,
Saya sebagai mahasiswa program S1 Keperawatan STIkes Maharani
Malang, bahwa saya mengadakan penelitian ini untuk menyelesaikan tugas akhir
program S1 Keperawatan STIkes Maharani Malang. Tujuan penelitian ini adalah
Mengetahui Hubungan Antara Komunikasi Terapeutik Dan Kepatuhan Diit Dengan
Kejadian Komplikasi Pada Pasien DM Di Mawar RSU UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH Malang. Sehubungan dengan hal diatas saya mengharapkan
kesediaan anda untuk memberikan jawaban terhadap pertanyaan yang ada pada
85
angket sesuai dengan pendapat anda sendiri tanpa dipengaruhi oleh pihak lain
sesuai dengan petunjuk. Saya menjamin kerahasiaan pendapat anda. Identitas dan
informasiyang anda berikan hanya digunakan untuk mengembangkan ilmu
keperawatan dan tidak digunakan untuk maksud lain
Partisipasi anda dalam penelitian ini bersifat bebas. Anda bebas ikut atau
tidak tanpa sanksi apapun. Atas perhatian dan kesediaannya saya sampaikan
terimakasih.
Hormat saya,
Peneliti
Yusak Hamna
NIM. 2014314201041
NIM : 2014314201041
Nama : …………………………………………
Alamat : …………………………………………
86
Saya bersedia menjadi responden pada penelitian. Saya mengerti bahwa
saya menjadi bagian dari penelitian ini yang bertujuan untuk Mengetahui Hubungan
Antara Komunikasi Terapeutik Dan Kepatuhan Diit Dengan Kejadian Komplikasi Pada
Pasien DM Di ruang Mawar RSU UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH Malang.
Saya telah diberitahukan bahwa partisipasi atau penolakan ini tidak merugikan
saya dan saya mengerti bahwa tujuan dari penelitian ini akan sangat bermanfaat
bagi saya maupun bagi dunia kesehatan.
Demikian secara sukarela dan tidak ada unsur paksaan dari siapapun, saya
bersedia berperanserta dalam penelitian ini.
Malang,
Peneliti
KUESIONER
HUBUNGAN ANTARA KOMUNIKASI TERAPEUTIK DAN
MALANG
A. Petunjuk Pengisian
87
2. Pilihlah jawaban dengan cara memberi tanda Chek List (√) pada jawaban
yang anda pilih dan mengisi pada tempat yang tersedia sesuai dengan
keadaan saat ini.
B. DATA DEMOGRAFI
Tanggal : …………………………………………
2. Umur : …………………………………………
4. Pendidikan terakhir
Tidak Sekolah
SD
SMP
SMA
Perguruan Tinggi
5. Pekerjaan
Buruh
Swasta
Wiraswasta
PNS
Ibu Rumah Tangga
88
Lampiran 5 Kuesioner Komunikasi Terapeutik Perawat
LEMBAR OBSERVASI
Nomor :
Nama Perawat :
KOMUNIKASI TERAPEUTIK
NO. PERNYATAAN PERAWAT
SB B KB TB
FASE PRE INTERAKSI (Tidak di observasi)
FASE ORIENTASI
1. Perawat mengucapkan salam
2. Perawat memperkenalkan diri
3. Perawat menanyakan nama dan
panggilan yang disukai
4. Menjelaskan peran perawat dan klien
89
5. Perawat menanyakan tentang keluhan
yang dirasakan klien
6. Perawat menjelaskan interaksi/tindakan
yang akan dilakukan
7. Perawat menjelaskan tujuan
interaksi/tindakan yang akan dilakukan
8. Perawat menjelaskan lamanya waktu
yang dibutuhkan untuk melakukan
interaksi/tindakan
9. Menyepakati tindakan/interaksi yang
akan dilakukan
10. Perawat mengatur posisi dan
menciptakan lingkungan yang aman dan
nyaman bagi klien dan perawat
(berhadapan, menjaga privasi)
11. Perawat menunjukkan sikap empati,
tenang, dan bersahabat
12. Perawat menanyakan aktifitas yang biasa
dilakukan
13. Perawat memberikan respon yang sesuai
FASE KERJA
14. Perawat menjelaskan proses
tindakan/prosedur yang akan dilakukan
15. Perawat melakukan tindakan sesuai SOP
16. Perawat tetap mempertahankan
komunikasi dengan klien selama
tindakan/prosedur dilakukan
17. Perawat menanyakan perasaan klien
terhadap tindakan/prosedur keperawatan
yang sudah dilakukan
18. Perawat memperhatikan respon klien
setelah dilakukan tindakan/prosedur
dilakukan
19. Perawat menanggapi dan menjelaskan
apa yang harus dilakukan dan apa yang
90
tidak boleh dilakukan oleh klien setelah
tindakan/prosedur dilakukan
FASE TERMINASI
20. Perawat mengingatkan waktu interaksi
21. Perawat melakukan evaluasi terhadap
interaksi yang telah dilakukan
22. Perawat menjelaskan kepada klien
tentang rencana tindakan/prosedur yang
akan dilakukan pada pertemuan
selanjutnya
23. Perawat menjelaskan kapan
tindakan/prosedur tersebut akan
dilakukan
24. Perawat menyepakati kontrak baru
25. Perawat mengucapkan salam dengan
ramah, sopan, dan bersahabat saat
meninggalkan klien
Keterangan :
91
Lampiran 6 : Kuesioner Kepatuhan Diit
92
Lampiran 7 : Kuesioner Kepatuhan Diit
Petunjuk: Berilah tanda cek list ( ✓ ) pada kolom jawaban yang telah tersedia.
Tidak
No. Pertanyaan Selalu Sering Jarang
Pernah
Saya makan tepat waktu sesuai jadwal yang
1. sudah dikonsultasikan oleh dokter atau
petugas kesehatan yang lain.
Saya makan makanan yang sesuai anjuran
2. dokter atau petugas kesehatan yang lain.
93
Setiap bulan saya secara rutin menimbang
11. berat badan
94
No. Pernyataan Ya Tidak
1.
95