Anda di halaman 1dari 95

HUBUNGAN ANTARA KOMUNIKASI TERAPEUTIK DAN

KEPATUHAN DIIT DENGAN KEJADIAN KOMPLIKASI PADA


PASIEN DM DI RUANG MAWAR
RSU UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

PROPOSAL

Oleh :

YUSAK HAMNA
NIM. 2014314201041

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAHARANI
MALANG
2021
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Komunikasi merupakan aspek yang penting yang harus dimiliki oleh


perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien. Komunikasi dalam
bidang keperawatan adalah merupakan suatu dasar dan kunci dari seorang perawat
dalam menjalankan tugas-tugasnya.. Komunikasi merupakan suatu proses untuk
menciptakan hubungan antara perawat dan klien serta dengan tenaga kesehatan
lainnya. Komunikasi yang diterapkan perawat kepada klien merupakan
komunikasi terapeutik yang mempunyai tujuan untuk mencapai kesembuhan
pasien (Putra, 2016).

Diabetes melitus merupakan penyebab hiperglikemi. Hiperglikemi


disebabkan oleh berbagai hal, namun hiperglikemi paling sering disebabkan oleh
diabetes melitus. Pada diabetes melitus gula menumpuk dalam darah sehingga
gagal masuk ke dalam sel. Kegagalan tersebut terjadi akibat hormon insulin
jumlahnya kurang atau cacat fungsi. Hormon insulin merupakan hormon yang
membantu masuknya gula darah (WHO, 2016).

Penyakit kronis seperti DM sangat rentan terhadap gangguan fungsi yang


bisa menyebabkan kegagalan pada organ mata, ginjal, saraf, jantung dan
pembuluh darah. Gangguan fungsi yang terjadi karena adanya gangguan sekresi
insulin dan gangguan kerja insulin maupun keduanya. Menurut International
Diabetes Federation-7tahun 2015, dalam metabolisme tubuh hormon insulin
bertanggung jawab dalam mengatur kadar glukosa darah. Hormon ini diproduksi
dalam pankreas kemudian dikeluarkan untuk digunakan sebagai sumber energi.
Apabila di dalam tubuh kekurangan hormone insulin maka dapat menyebabkan
hiperglikemi (IDF, 2015).

2
Diabetes melitus tipe 2 merupakan golongan diabetes dengan prevalensi
tertinggi. Hal ini disebabkan karena berbagai faktor diantaranya faktor lingkungan
dan faktor keturunan. Faktor lingkungan disebabkan karena adanya urbanisasi
sehingga mengubah gaya hidup seseorang yang mulanya konsumsi makanan yang
sehat dan bergizi dari alam menjadi konsumsi makanan yang cepat saji. Makanan
cepat saji berisiko menimbulkan obesitas sehingga seseorang berisiko DM tipe 2.
Orang dengan obesitas memiliki risiko 4 kali lebih besar mengalami DM tipe 2
daripada orang dengan status gizi normal (WHO, 2017). Penyakit DM tipe 2 dapat
juga menimbulkan infeksi. Hal ini terjadi karena hiperglikemia di mana kadar
gula darah tinggi. Kemampuan sel untuk fagosit menurun. Infeksi yang biasa
terjadi pada penderita DM tipe 2 adalah infeksi paru (Wijaya, 2015).

Data dari berbagai studi global menyebutkan bahwa penyakit DM adalah


masalah kesehatan yang besar. Hal ini dikarenakan adanya peningkatan jumlah
penderita diabetes dari tahun ke tahun. Padatahun 2015 menyebutkan sekitar 415
juta orang dewasa memiliki diabetes, kenaikan 4 kali lipat dari 108 juta di tahun
1980an. Apabila tidak ada tindakan pencegahan maka jumlah ini akan terus
meningkat tanpa ada penurunan. Diperkirakan pada tahun 2040 meningkat
menjadi 642 juta penderita (IDF, 2015).

Insidensi DM terbukti meningkat dalam berbagai penelitian. Penelitian di


Indonesia termasuk Jakarta dan kota lainnya menunjukkan adanya peningkatan.
Peningkatan insidensi DM akan memengaruhi peningkatan kejadian komplikasi
kronik. Komplikasi kronik dapat terjadi khususnya pada penderita DM tipe 2
(Waspadji, 2013). Penyandang DM memiliki risiko timbulnya penyakit. Penyakit
yang timbul pada penderita DM misalnya penyakit jantung koroner. Orang
dengan DM memiliki risiko dua kali lebih besar mengalami jantung koroner, lebih
rentan menderita gangren sebesar lima kali, tujuh kali lebih rentan mengidap
gagal ginjal, dan 25 kali lebih rentan mengalami kerusakan retina yang
mengakibatkan kebutaan pada penyandang DM tipe 2 daripada pasien non DM
(Waspadji, 2013).

3
Komplikasi yang terjadi pada penderita DM mengakibatkan terjadinya
angka kematian dan angka kesakitan bukan hiperglikemi (Pernama, 2013).
Diabetes melitus biasa disebut dengan penyakit yang mematikan karena
menyerang semua organ tubuh dan menimbulkan keluhan. Keluhan pada
penderita DM disebabkan oleh banyak hal diantaranya karakteristik individu
meliputi jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, pendapatan,
jumlah anggota keluarga, riwayat penyakit dan dapat dipengaruhi juga dengan
faktor penanganan yang meliputi diet, aktivitas fi sik, terapi obat, dan pemantauan
glukosa darah (Trisnawati, 2013).

Penyandang DM memiliki risiko terkena penyakit jantung 2-4 daripada


orang yang non DM. Kemenkes RI (2013) menyebutkan bahwa Provinsi Jawa
Timur mengalami peningkatan prevalensi 1,1 bila dibandingkan dengan hasil
Riskesdas tahun 2014 (Kemenkes RI, 2013). Prevalensi diabetes se-Indonesia
diduduki oleh provinsi Jawa Timur karena diabetes merupakan 10 besar penyakit
terbanyak. Jumlah penderita DM menurut Riskesdas mengalami peningkatan dari
tahun 2007 sampai tahun 2013 sebesar 330.512 penderita (Kemenkes RI, 2014).
232 Jurnal Berkala Epidemiologi, Volume 5 Nomor 2, Mei 2017, hlm. 231-239
Kecamatan Tambaksari kota Surabaya memiliki kasus DM yang tinggi pada tahun
2013 dan menjadi masalah kesehatan karena mempunyai angka prevalensi DM
melebihi angka prevalensi Jawa Timur sebesar 2,1% dan lebih tinggi dari angka
prevalensi rate DM di Indonesia yaitu 1,5%. Penderita DM penting untuk
mematuhi serangkaian pemeriksaan seperti pengontrolan gula darah. Bila
kepatuhan dalam pengontrolan gula darah pada penderita DM rendah maka bisa
menyebabkan tidak terkontrolnya kadar gula darah yang akan menyebabkan
komplikasi. Mematuhi pengontrolan gula darah pada DM merupakan tantangan
yang besar supaya tidak terjadi keluhan subyektif yang mengarah pada kejadian
komplikasi.

4
Diabetes melitus apabila tidak tertangani secara benar, maka dapat
mengakibatkan berbagai macam komplikasi. Ada dua komplikasi pada DM yaitu
komplikasi akut dan komplikasi kronik. Komplikasi kronik terdiri dari komplikasi
makrovaskuler dan komplikasi mikrovaskuler. Penyakit jantung koroner, penyakit
pembuluh darah otak, dan penyakit pembuluh darah perifer merupakan jenis
komplikasi makrovaskular, retinopati, nefropati, dan neuropati merupakan jenis
komplikasi mikrovaskuler.

Komplikasi DM lebih cepat dialami oleh penyandang DM yang tidak


dapat mengendalikan gula darahnya. Komplikasi tersebut dapat dibedakan
menjadi komplikasi akut berupa hiperglikemi dan hipoglikemi. Sedangkan
komplikasi kronis dapat berupa : Komplikasi pada Otak (stroke) jantung
(penyakit-penyakit jantung) Ginjal (Gagal ginjal kronis) Mata (glukoma dan
katarak) Kaki (kaki diabetik) (PERKENI 2015). Satu penyandang diabetes dapat
mengalami

Penyandang DM berisiko mengalami komplikasi yang yang akan


meningkatkan biaya pengobatan, menurunkan kualitas hidup dan kematian secara
perlahan bahkan kematian yang mendadak tanpa disadari penyebabnya. (IDF,
2017). Komplikasi DM lebih cepat dialami oleh penyandang DM yang tidak dapat
mengendalikan gula darahnya. Komplikasi tersebut dapat dibedakan menjadi
komplikasi akut berupa hiperglikemi dan hipoglikemi. Sedangkan komplikasi
kronis dapat berupa : Komplikasi pada Otak (stroke) jantung (penyakit-penyakit
jantung) Ginjal (Gagal ginjal kronis) Mata (glukoma dan katarak) Kaki (kaki
diabetik) (PERKENI 2015). Satu penyandang diabetes dapat mengalami lebih dari
satu komplikasi. Prevalensi komplikasi DM di dunia berdasarkan data dari IDF
atlas 2017 untuk Kardiovaskular 16%, Retinopati 35%, Nefropati 40%, Neuropati
16%, kaki diabetik 6,4 %. Data prevalensi dari RSCM tahun 2011didapatkan
Retinopati Diabetik 22,40%, Neuropati 54%, Proteinuria 26,50%, Dialisis 0,50%,
Ulkus kaki 8,70%, Amputasi 1,30%, Angina 7,40%, MCI 5,30%, Gagal jantung
2,70%, Stroke 5,30%, PAD 10,90%.

5
Meskipun kejadian komplikasi kardiovaskular rendah, tetapi komplikasi
kardiovaskular merupakan penyebab utama kematian dan kecacatan pada
penderita diabetes melitus, dan sering tidak disadari oleh pasien itu sendiri
maupun petugas kesehatan, hal ini disebabkan terjadinya Silent Myocardial
Infarction (SMI) pada penderita Diabetes Melitus yang mengalami komplikasi
kardiovaskular dan dapat menyebabkan kematian mendadak. Pencegahan
komplikasi dapat dilakukan dengan pengobatan dan tanpa pengobatan untuk
mengendalikan gula darah. Kemampuan mengendalikan gula darah dimiliki oleh
penyandang yang memiliki pengetahun, sikap dan pengalaman keterampilan
dalam mengendalikan gula darah secara terus menerus. Maka memahami penyakit
DM harus dilakukan secara menyeluruh, baik faktor risikonya, diagnosanya
maupun komplikasinya.

Pengendalian DM sedini mungkin sangatlah penting untuk menghindari


komplikasi dengan gaya hidup sehat dengan mengkonsumsi banyak sayur dan
buah, membiasakan olah raga dan tidak merokok merupakan kebiasaan yang baik
dalam pencegahan Diabetes Melitus. Oleh karena itu, peran para pendidik baik
formal maupun informal, edukator DM dan para kader sangat memegang peranan
penting untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat DM. (Soegondo,
2019)Internasional Diabetes Management Practices Study (IDMPS)
melaporkanhanya 36,1% penyandang DM yang memperoleh edukasi. (Soewondo,
2014). Pengetahuan mengenai manajemen perawatan penyakit di rumah,
masalahmasalah yang dihadapi selama perawatan dan cara mengatasinya perlu
diberikan segera untuk mempersiapkan kemandirian pasien. Kegagalan untuk
memahami penyakit dan perawatannya serta tidak adanya keinginan pasien untuk
merawat dirinya sendiri menyebabkan pasien kurang mandiri dalam merawat
penyakitnya. Kurangnya kemandirian pasien ini meningkatkan risiko komplikasi
penyakit di kemudian hari. (Soelistijo, 2015). Kemandirian individu atau
masyarakat dalam memelihara penyakit merupakan salah satu cara agar individu
dapat mencegah penyakit atau merawat penyakitnya, sehingga dapat mencapai
derajat kesehatan yang optimal. American Diabetes Association (ADA)
6
mendefinisikan diabetes melitus sebagai penyakit kronis yang membutuhkan
perawatan medik dan pendidikan pengelolaan secara mandiri untuk

Mencegah komplikasi akut dan mengurangi resiko komplikasi jangka


panjang(ADA, 2015). Keikutsertaan pasien dalam mengelola dirinya sendiri
menjadi sangat penting dilakukan untuk mencapai kemandirian dalam mengelola
penyakitnya, sehingga dapat mengurangi risiko komplikasi. Diabetes Self
management Education (DSME) adalah sebuah program yang memfasilitasi
pengetahuan, keterampilan dan kemampuan perawatan diri pada pasien diabetes
melitus (Funnel et al, 2017). American Association of Diabetes Educator (AADE)
menyatakan bahwa DSME sesuai dengan budaya dan pemberdayaan pasien untuk
mencapai status kesehatan yang optimal, kualitas hidup yang lebih baik dan
mengurangi kebutuhan biaya perawatan (AADE, 2015).

Penyakit DM bukan hanya menjadi masalah yang dialami Indonesia saja,


melainkan menjadi salah satu masalah kesehatan di tingkat global. Menurut
International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2012, jumlah penderita DM
makin bertambah dan menurut estimasi lebih dari 371 juta orang di seluruh dunia
mengalami DM, 4,8 juta meninggal dan 471 miliar dolar AS dikeluarkan untuk
pengobatannya.

Pada publikasi penelitian Jihan tahun 2016 didapatkan bahwa komplikasi


retinopati menduduki komplikasi tertinggi yaitu 46,40%, sedang komplikasi
terendah adalah komplikasi impotensi 1,59%. didapatkan juga bahwa 32,6%
responden mempunyai komplikasi > 1 komplikasi pada penderita DM di Wilayah
Kerja Puskesmas Gatak Sukoharo. Edukasi yang baik diharapkan dapat
meningkatkan pengetahuan mengenai komplikasi dan cara meminimalkan
komplikasi ini.

Menurut hasil penelitian Isra Utari (2014) bahwa 35% klien diabetes
militus tidak pernah mendapatkan pendidikan mengenai program diet diabetes
melitus, 40% telah mendapat pendidikan tetapi tidak mengikuti, dan 25%

7
menyatakan mereka mengikuti diet tersebut. Hasil tersebut juga melaporkan
bahwa klien DM tidak mempunyai pengetahuan yang adekuat tentang
penyakitnya pada umumnya dan rekomendasi diet pada khususnya. Dari hasil
penelitian Diah Sri Unik (2012) di Semarang menunjukkan perilaku diet
responden diketahui 45,3% patuh diet dan 54,7% tidak patuh diet. Tingkat
pengetahuan terhadap pelaksanaan diet menunjukkan 26,4% dengan kategori
cukup, 35,8% baik dan 37,7% kurang.

Penyakit degeneratif seperti DM disebut juga dengan the silent killer sebab
penyakit ini dapat menyerang beberapa organ tubuh dan mengakibatkan berbagai
macam keluhan. DM tidak dapat disembuhkan tetapi glukosa darah dapat
dikendalikan melalui 4 pilar penatalaksanaan DM seperti edukasi, diet, olah raga
dan obat-obatan.

Kepatuhan pasien terhadap perencanaan makan merupakan salah satu


kendala yang dialami pada pasien DM. Penderita DM banyak yang merasa
tersiksa sehubungan dengan jenis dan jumlah makanan yang dianjurkan (Brunner
& Suddarth, 2012). Kepatuhan dalam diet merupakan salah satu pilar keberhasilan
dalam penatalaksanaan DM (Tjokroprawiro, 2016). Penelitian yang lebih spesifik
tentang kepatuhan dalam pengobatan DM pada umumnya masih rendah, 80%
pasien DM menyuntik insulin dengan cara tidak tepat, 58% menyuntik insulin
dengan dosis yang tidak sesuai, 77% memantau dan menginterprestasikan gula
darah secara tidak tepat, dan 75% tidak mau makan sesuai dengan anjuran
(Sukraniti & Ambartana 2011). Penelitian yang dilakukan oleh Phitri &
Widiyaningsih 2013 memperlihatkan bahwa kepatuhan menjalankan program diet
sebagian besar tidak patuh sebanyak (56,9%).

Penyebab ketidak patuhan pasien DM dalam menjalankan terapi adalah


tidak memahami dan salah memahami tentang manfaat diet. Pengetahuan yang
baik akan membantu seseorang untuk selalu berperilaku patuh terhadap terapi
tersebut. Pasien yang patuh pada diet akan mempunyai kontrol kadar gula darah
(glikemik) yang lebih baik, dengan kontrol glikemik yang baik dan terus menerus
8
akan dapat mencegah komplikasi akut dan mengurangi resiko komplikasi jangka
panjang. Perbaikan kontrol glikemik berhubungan dengan penurunan kejadian
kerusakan retina mata (retinopati), kerusakan pada ginjal (nefropati), dan
kerusakan pada sel saraf (neuropati), sebaliknya bagi pasien yang tidak patuh akan
mempengaruhi kontrol glikemiknya menjadi kurang baik bahkan tidak terkontrol,
hal ini yang akan mengakibatkan komplikasi yang mungkin timbul tidak dapat
dicegah (Suyono, 2017).

Untuk mencegah terjadinya komplikasi di perlukan pencapaian


keterkendalian kadar glukosa darah yaitu melalui pengaturan menu makanan yang
diiringi dengan pengobatan secara medik, olahraga, dan pola hidup sehat
(Krisnatuti, 2018). Diet DM merupakan salah satu pilar utama pengelolaan DM,
dengan mempertimbangkan jumlah kebutuhan kalori dan keteraturan makan yang
dibutuhkan, melalui pengaturan menu makanan. Pengelolaan DM secara holistik
dan mandiri selama hidup melalui edukasi berupa penyuluhan dapat
meningkatkan kualitas hidup dan mencegah komplikasi akut dan komplikasi
kronik yang sering menyebabkan cacat bahkan kematian (Suyono, 2017).

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di ruang


Mawar RSU Universitas Muhammadiyah Malang bulan Februari 2021 didapatkan
data 65% pasien diabetes melitus rutin melakukan kontrol, 35% tidak rutin
kontrol. Menurut hasil yang di dapat oleh peneliti, dari 10 pasien diabetes melitus
4 diantaranya tidak mematuhi aturan diet DM yang telah di berikan oleh dokter
ataupun petugas kesehatan lainnya seperti jadwal makan, jumlah, dan jenis (3J).
Dan 2 diantaranya mengalami komplikasi retinopati gngguan pada penglihatan.
Komunikasi terapeutik yang baik diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan
mengenai komplikasi dan cara meminimalkan komplikasi ini. Karena penyakit
diabetes ini adalah penyakit yang akan disandang seumur hidupnya dan
komplikasi menahun ini akan terjadi pada penderita yang > 5 atau 10 tahun.
Pemahaman pasien dan keluarga yang baik akan sangat membantu pasien untuk
mampu mencegah komplikasi kronik ini.

9
Bedasarkan fenomena yang ditemukan oleh peneliti, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Antara Komunikasi Terapeutik
Dan Kepatuhan Diit Dengan Kejadian Komplikasi Pada Pasien DM Di Ruang
Mawar RSU Universitas Muhammadiyah Malang”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut maka rumusan masalah


penelitian ini adalah “Adakah Hubungan Antara Komunikasi Terapeutik Dan
Kepatuhan Diit Dengan Kejadian Komplikasi Pada Pasien DM Di Ruang Mawar
RSU Universitas Muhammadiyah Malang?”

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui Hubungan Antara Komunikasi Terapeutik Dan
Kepatuhan Diit Dengan Kejadian Komplikasi Pada Pasien DM Di Ruang
Mawar RSU Universitas Muhammadiyah Malang.

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Mengidentifikasi pelaksanaan komunikasi terapeutik dan pada pasien
DM di Ruang Mawar RSU Universitas Muhammadiyah Malang
2. Mengidentifikasi tingkat kepatuhan Diit pada pasien DM di Ruang
Mawar RSU Universitas Muhammadiyah Malang
3. Mengidentifikasi kejadiian komplikasi pada pasien DM di Ruang
Mawar RSU Universitas Muhammadiyah Malang
4. Menganalisis hubungan antara komunikasi terapeutik dengan kejadian
komplikasi pada pasien DM di Ruang Mawar RSU Universitas
Muhammadiyah Malang
5. Menganalisis hubungan antara kepatuhan Diit dengan kejadian
komplikasi pada pasien DM di Ruang Mawar RSU Universitas
Muhammadiyah Malang
1.4 Manfaat Penelitian
10
1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini di harapkan mampu meningkatkan pengetahuan
terutama bagi masyarakat tentang komunikasi terapeutik dan kepatuhan
Diit dengan kejadian komplikasi pada pasien DM di Ruang Mawar RSU
Universitas Muhammadiyah Malang.
1.4.2 Manfaat Praktisi
1. Bagi Responden
Dapat digunakan sebagai tolak ukur untuk mengetahui hubungan
antara komunikasi terapeutik dan kepatuhan Diit dengan kejadian
komplikasi pada pasien DM di Ruang Mawar RSU Universitas
Muhammadiyah Malang. Sehingga responden dapat melakukan tindakan
pengobatan yang tepat.
2. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan dan
memberikan asuhan keperawatan dengan diagnosa keperawatan nutrisi
pada pasien DM agar dapat meminimalkan terjadinya komplikasi.

1.5 Keaslian Penelitian

No Tahun Nama Metode Hasil Perbedaan


Penulis/Judul dan dengan
Variabel penelitian ini
1 2015 Siti Yulia Jenis Dari hasil Judul penelitian
11
Faktor – penelitian penelitian adalah
Faktor yang ini adalah didapatkan Hubungan
Mempengaruhi penelitian faktor yang Antara
Kepatuhan analitik berhubunga Komunikasi
dalam observsiona n dengan Terapeutik Dan
Menjalankan l dengan kepatuhan Kepatuhan Diit
Diet Pada pendekatan menjalanka Dengan
Penderita cross n diet pada Kejadian
Diabetes sectional penderita Komplikasi Pada
Mellitus Tipe 2 DM tipe 2 Pasien DM Di
(Studi Kasus di adalah Ruang Mawar
Puskesmas pendidikan RSU Universitas
Kedungmundu (p Muhammadiyah
Kota value=0,04 Malang .
Semarang 6),
pengetahua
n (p
value=0,02
8), persepsi
(p
value=0,01
3), motivasi
diri (p
value=0,03
5), lama
menderita
(p value=
0,041),
dukungan
keluarga (p
value=0,00
1),
dukungan
tenaga
kesehatan
(p
value=0,02
1). Faktor
yang paling
dominan
berhubunga
n dengan
kepatuhan
diet
diabetes
12
mellitus
adalah
dukungan
keluarga
(OR=
45,915).
2 2016 C.M. Retno Metode hasil Variabel yang di
Sunartyasih1), penelitian penelitian: teliti, tempat
Maria kwantitatif gambaran penelitian di
Magdalena analitik, responden Malang
Kustini2) desain cross yang patuh Populasi yang
1,2)Ilmu sectional menjalanka digunakan dalam
Kesehatan, jumlah n diet 84 penelitian
STIKes Santo populasi 95 orang pasien dm di
Borromeu, responden (88,4%), ruang Mawar
Bandung, diabetes lanjut usia RSU Universitas
FAKTOR- melitus type 65 orang Muhammadiyah
FAKTOR II di Rumah (68,4%), Malang
YANG Sakit wanita 55
BERHUBUN Swasta orang
GAN Bandung. (57,9%),
DENGAN Teknik pendidikan
KEPATUHAN kuota tinggi 75
MENJALANK sampling. orang (78,
AN DIET Pengumpula 9%),
PADA n data pengetahua
PASIEN menggunak n baik
DIABETES an tentang diet
MELITUS kuesioner, 64 orang
TYPE II DI diolah (67,4%),
RUMAH dengan Chi- bersikap
SAKIT square lalu positif
SWASTA dianalisa terhadap
BANDUNG diet
sebanyak
92 (96,8%).
Hasil
analisis
bivariat
tidak ada
hubungan
yang
bermakna
dari faktor-
faktor yang
13
diteliti
dengan
kepatuhan
menjalanka
n diet
karena nilai
p > 0,05.
3 2017 Ni Putu Wulan Penelitian Saat Variabel yang di
Purnama Sari ini pretest, teliti, tempat
Fakultas menggunak mayoritas penelitian di
Keperawatan an desain responden Malang
Universitas praeksperim memiliki Populasi yang
Katolik Widya ental kepatuhan digunakan dalam
Mandala dengan yang cukup penelitian
Surabaya , pendekatan dan SCA pasien dm di
NURSING the one yang tinggi, ruang Mawar
AGENCY group namun RSU Universitas
UNTUK pretest post- aktivitas Muhammadiyah
MENINGKAT test design. perawatan Malang
KAN Model dirinya
KEPATUHAN perawatan belum
, SELF-CARE diri Orem optimal.
AGENCY digunakan Setelah
(SCA) DAN sebagai diberi
AKTIVITAS kerangka intervensi
PERAWATA teoritis. penelitian,
N DIRI PADA Populasi mayoritas
PENDERITA adalah responden
DIABETES seluruh memiliki
MELLITUS penderita kepatuhan
(DM) DM di dan SCA
Kelurahan yang tinggi
Mojo, serta
Surabaya. aktivitas
Sampel perawatan
dipilih diri yang
menggunak optimal.
an quota Nursing
sampling, agency
besar dapat
sampel meningkatk
minimal 30 an
orang. kepatuhan
sebesar
7,8%, SCA
14
sebesar
14,4% dan
aktivitas
perawatan
diri sebesar
12,9%.
Nursing
agency
terbukti
mempengar
uhi
kepatuhan,
SCA dan
aktivitas
perawatan
diri pada
penderita
DM
(p=0,000).
4 2018 RISTA NUR Jenis Hasil Variabel yang di
KUMALA penelitian penelitian teliti, tempat
HUBUNGAN kuantitatif sebagian penelitian di
KOMUNIKAS dengan besar Malang
I desain komunikasi Populasi yang
TERAPEUTIK penelitian terapeutik digunakan dalam
PERAWAT cross – kriteria baik penelitian
DENGAN sectional. berjumlah pasien dm di
KEPATUHAN Populasi 36 orang ruang Mawar
DIET PADA semua (55,4 %), RSU Universitas
PASIEN pasien kepatuhan Muhammadiyah
DIABETES diabetes diet pada Malang
MELITUS DI melitus di pasien
POLI Poli diabetes
PENYAKIT Penyakit melitus
DALAM Dalam sebagian
RSUD RSUD besar
JOMBANG Jombang, berjumlah
berjumlah 43 orang
702 (66,2
responden. %).Ternate.
Sampling
menggunak
an teknik
acidental
sampling di
15
dapatkan 65
sampel.
Pengumpula
n data
menggunak
an
kuesioner.
Analisis
menggunak
an chi-
square

5 2019 Jamaludin,Atik Jenis Hasil Judul penelitian


Choirunisa,Do penelitian penelitian
adalah
sen Akademi yang ada
Keperawatan digunakan hubungan Hubungan
Krida Husada dalam bermakna
Antara
2Mahasiswa penelitian antara
Akademi ini adalah dukungan Komunikasi
Keperawatan deskriptif keluarga
Terapeutik Dan
Krida Husada korelasi dengan
HUBUNGAN dengan kepatuhan Kepatuhan Diit
DUKUNGAN pendekatan diet pada
Dengan
KELUARGA Cross penderita
DENGAN Sectional. DM di Kejadian
KEPATUHAN Populasi Ruang
Komplikasi Pada
DIET PADA dalam Poliklinik
PENDERITA penelitian RSI Sunan Pasien DM Di
DM DI ini adalah Kudus
Ruang Mawar
RUANG seluruh didapatkan
POLIKLINIK pasien hasil p RSU Universitas
RSI SUNAN Diabetes value 0,001
Muhammadiyah
KUDUS Militus (p< 0,05).
yang Kesimpulan Malang
berobat : ada
diruang Hubungan
Poliklinik antara
RSI Sunan dukungan
Kudus pada keluarga
bulan dengan
Desember kepatuhan
16
2018, diet DM di
dengan Ruang
teknik poliklinik
accidental RSI Sunan
sampling Kudus.
didapatkan
sempel
sebanyak 80
responden.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Komunikasi Terapeutik


2.1.1 Definisi
Istilah komunikasi berasal dari bahasa latin yakni communicatio yang
artinya pemberitahuan atau pertukaran ide. Pemberitahuan atau pertukaran

17
ide dalam suatu proses komunikasi akan ada pembicara yang
menyampaikan pernyataan ataupun pertanyaan yang dengan harapan akan
ada timbal balik atau jawaban dari pendengarnya (Suryani, 2015).
Terapeutik merupakan suatu hal yang diarahkan kepada proses dalam
memfasilitasi penyembuhan pasien. Sehingga komunikasi terapeutik itu
sendiri merupakan salah satu bentuk dari berbagai macam komunikasi yang
dilakukan secara terencana dan dilakukan untuk membantu proses
penyembuhan pasien (Damayanti, 2015).
Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang mempunyai
efek penyembuhan. Komunikasi terapeutik merupakan salah satu bentuk
pemberian informasi yang akurat dalam membina hubungan saling percaya
terhadap klien dan,dapat mengurangi kecemasan serta ketegangan sehingga
klien merasa puas dengan tindakan yang diterimanya (Kusumawardhani,
2016).
2.1.2 Tujuan Komunikasi Terapeutik
Komunikasi terapeutik bertujuan untuk mengembangkan segala yang
ada dalam fikiran dan diri pasien ke arah yang lebih positif yang nantinya
akan dapat mengurangi beban perasaan pasien dalam menghadapi maupun
mengambil tindakan tentang kesehatannya. Tujuan lain dari komunikasi
terapeutik menurut Suryani (2015) adalah:
1) Realisasi diri, penerimaan diri dan peningkatan penghormatan
terhadap diri
2) Kemampuan membina hubungan interpersonal yang tidak
superfisial dan saling bergantung dengan orang lain
3) Meningkatkan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan
kebutuhan pasien serta mencapai tujuan yang realistik
4) Menjaga harga diri
5) Hubungan saling percaya
2.1.3. Jenis Komunikasi Terapeutik

18
Pada dasarnya komunikasi terapeutik merupakan komunikasi
professional yang mengarah pada tujuan penyembuhan
penyakit.Komunikasi interpersonal antara perawat dank lien Karena saling
membutuhkan dan mengutamakan saling pengertian yang direncanakan
secara sadar dengan menggunakan ungkapan atau isyarat tertentu yang
bertujuan untuk kesembuhan klien.
1) Komunikasi Non Verbal

Ungkapan sebuah perasaan seseorang melalui kode yang bias


diartikan.Kode-kode ini dapat digunakan sebagai lambang saat
berkomunikasi sehingga disebut komunikasi non verbal.

2) Komunikasi Verbal

Dirumah sakit jenis komunikasi yang lazim digunakan adalah


komunikasi verbal yaitu dengan pertukaran informasi secara verbal
menggunakan bahasa.Komunikasi verbal membutuhkan keterampilan
kognitif dalam mengolah sebuah stimulus,agar stimulus tersebut mampu
dipersepsikan dan ditampilkan dalmam bentuk sebuah perasaan ide dan
keinginan untuk menguraikan sebuah stimulus atau pada tahap mengingat
kembali yang diinterpretasikan dalam arti yang sesungguhnya.

2.1.4 Karakteristik Komunikasi Terapeutik

Berikut merupakan 3 karakteristik komunikasi terapeutik yaitu


keikhlasan,empati,kehangatan (warm)

1) Keikhlasan

Perawat harus menyadari tentang nilai,sikap dan perasaan yang mereka


miliki terhadap keadaan klien.Perawat yang memiliki rasa ikhlas mempunyai
19
kesadaran mengenai sikap yang mampu mengkomunikasikan sev=cara
tepat.Perawat akan menerima segala bentuk perasaan negative dari klien dan
perawat akan mampu mengeluarkan segala perasaan yang dimiliki secara tepat.

2) Empati

Empati merupakan suatu proses memahami perasaan orang lain dan ikut
merasakan apa yang orang lain alami.Empati tidak hanya sebatas memasuki dan
merasakan apa yang dialami orang lain,tetapi empati yang dimiliki seseorang akan
membuatnya mencoba melakukan sesuatu untuk menolong dan menunjukkan
kepeduliannya.Dalam berempati,seseorang dalam keadaan sadar seolah-olah
masuk kedalam diri orang lain untuk bias benar-benar merasakan sebagaimana
yang orang lain rasakan.Namun seseoarang yang berempati harus mampu
mengontrol dirinya sendiri dan tidak kehilangan identitas dirinya sendiri.

3) Warm(Kehangatan)

Kehangatan akan mendorong pasien untuk mengekspresikan ide-ide dan


menuangkannya dalam bentuk perbuatan tanpa takut dimaki dan
dikonfrontasi.Kehangatan juga dapat dikomunikasikan secara non –verbal sebagai
contoh dengan berpenampilan yang tenang,suara yang meyakinkan dan sentuhan
tangan yang halus untuk menunjukkan rasa kasih saying perawat terhadap pasien.

2.1.5. Fase Komunikasi Terapeutik

1) Fase Pra Interaksi

Sebelum melakukan pertemuan pertama dengan klien perawat sebaiknya


mempelajari informasi tentang klien .Diantaranya riwayat catatan medis dan
keperawatan sebelumnya dan berdiskusi dengan perawat lain tentang masalah
yang mungkin muncul pada klien.Fase pra interaksi adalah fase dimana perawat
berfikir bagaimana perawat melakukan pendekatan terhadap klien .

20
2 ) Fase Orientasi

Pada fase orientasi ,perawat menggali keluhan yang dirasakan klien serta
memvalidasi tanda gejala yang lain.Perawat harus mengamati dengan benar dan
teliti apa ynag diungkapkan klien.Pada fase ini perawat dituntut memiliki skill
tinggi dalam menstimulasi klien dan keuarga agar mampu mengungkapkan
keluhan yang dirasakan secara lengkap dan sistematis.Tugas perawat pada fase ini
adalah membuat kontrak dengan klien yang meliputi persetujuan klien,kontrak
tempat dan waktu.

3) Fase Kerja

Perawat mengeksplorasi stressor yang tepat dan mendorong


perkembangan kesadaran diri dengan menghubungkan persepsi,pikiran,perasaan
dan perbuatan klien.Perawat membantu klien mengatasi kecemasan,meningkatkan
kemandirian serta mengembangkan mekanisme koping yang konstruktif.Fokus
pada fase ini adalah perubahan maladaptive menjadi adaptif.

4 ) Fase Terminasi

Tugas perawat dalam fase ini adalah menghadapi perpisahan dengan


klien.Klien dan perawat meninjau kembali proses keperawatan yang dilalui dan
apakah tujuan proses keperawatan tercapai. Perawat mempunyai interaksi yang
dekat dengan pasien.Oleh karena itu,komunikasi terapeutik sangat diperlukan
dalam menjalin hubungan perawat dengan pasien.Komunikasi yang baik dapat
memberikan pengertian tingkah laku klien dan perawat dalam membantu
mengatasi persoalan untuk mencapai kesembuhan .Agar komunikasi terapeutik
menjadi efektif ,maka sikap saling terbuka sangat diperlukan untuk mendorong
timbulnya saling pengertian,menghargai,dan memberi manfaat bagi motivasi
kesembuhan pasien dan sikap pasienuntuk mengikuti anjuran dan nasihat perawat.

Karakteristik hubungan professional antara perawat dank lien antara lain sebagai
berikut :

21
Berorientasi pada kebutuhan klien

a) Diarahkan pada pencapaian tujuan


b) Bertanggung jawab dalam menyelesaikan msalah klien
c) Memahami kondisi klien dengan berbagai keterbatasan

2.1.6 Tehnik Komunikasi Terapeutik

Stuart dan Sundeen dalam Suciata menerapkan beberapa teknik komunikasi


terapeutik diantaranya:

1) Mendengarkan (listening)

Mendengarkan klien dalam menyampaikan pesan verbal dan non verbal


dan perawat memberikan perhatian terhadap kebutuhan dan masalah
klien.Keterampilan ini dapat ditunjukkan dengan pandang klien ketika sedang
berbicara,pertahankan kontak mata yang memancarkan keinginan untuk
mendengarkan, sikap tubuh menunjukkan perhatian dengan tidak menyilangkan
kaki maupun tangan,menghindari gerakan yang tidak perlu,menganggukkan
kepala jika klien membicarakan hal penting atau memerlukan umpan
balik,condangkan tubuh kearah lawan bicara.

2) Bertanya (question)

Tujuan bertanya adalah mendapatkan informasi yang spesifik mengenai


klien.Tehniknya dengan memberi pertanyaan yang dikaitkan dengan topik yang
dibicarakan dengan menggunakan kata dalam konteks social budaya klien.Selama
pengkajian ,ajukan pertanyaan secara berurutan.

3) Penerimaan

Menerima bukan berarti menyetujui,tetapi bersedia mendengarkan orang


lain tanpa menunjukkan keraguan dan tidak setuju.Sebagai perawat tidak harus

22
menerima semua perilaku klien,tetapi tidak menunjukkkan ekspresi wajah dan
gerakan tubuh yang tidak setuju seperti mengerutkan kening dan menggelengkan
kepala.

4) Klarifikasi

Jika terdapat kesalahpahaman,perawat harus menghentikan pembicaran


untuk mengklarifikasi dengan menyamakan pengertian dan persepsi.Karena dalam
hal ini informasi sangat penting dalam memberikan pelayanan keperawatan.Agar
pesan dapat sampai dengan benar,perawat perlu memberikan contoh yang konkrit
yang mudah dimengerti klien.

5) Menyampaikan Hasil Observasi

Perawat memberikan umpan balik kepada klien dan menyatakan hasil


pengamatannya,sehingga dapat diketahui apakah pesan diterima dengan
benar.Perawat menguraikan kesan yang ditunjukkan oleh syarat nonverbal
klien.Menyampaikan hasil pengamatan dengan berkomunikasi lebih jelas.

2.1.7 Proses Komunikasi Terapeutik Dalam Keperawatan

1) Proses Komunikasi

a) Reference ,yaitu stimulus yang memotifikasi seseorang untuk


berkomunikasi dengan orang lain,berupa pengalaman, ide atau tindakan.
b) Pengiriman sumber atau encorder,disebut juga komunikator.Perorangan
atau kelompok.
c) Pesan atau berita informasi yang dikirimkan.Berupa kata,gerakan tubuh
atau ekspresi wajah.
d) Media atau saluran,sebagai sarana yang digunakan pengirim untuk
menyampaikan pesan.

2) Komunikasi Terapeutik Dalam Keperawatan

23
a) Pengkajian,menentukan kemampuan perawat dalam proses menggali
informasi,mengevaluasi data statusmental klien untuk menentukan batas
interview.
b) Diagnosa keperawatan,berupa analisa tertulis dari hasil pengkajian,diskusi
dengan klien dan keluarga untuk menentukan implementasi
c) Rencana tujuan,untuk membantu klien dalam memenuhi kebutuhannya.
d) Implementasi dengan memperkenalkan diri kepada klien dan membantu
klien menggambarkan pengalaman pribadinya.
e) Evaluasi,pasien dapat mengembangkan kemampuan dan memenuhi
kebutuhannya sendiri.

2.1.8. Komunikasi Terapeutik Sebagai Bagian dari Komunikasi


Interpersonal

1) Konsep Komunikasi Interpersonal

Komunikasi atau communication berasal dari bahasa latin “communis”.


Communis atau dalm bahasa inggrisnya “common”berarti sama.Jika seseorang
berkomunikasi (to communicate), ini berarti orang tersebut berada dalam keadaan
berusaha untuk menimbulkan suatu persamaan (commonness)dengan seseorang.
Jadi, komunikasi adalah sebagai proses menghubungi atau mengadakan
hubungan.Komunikasi interpersonal sangat potensial berpengaruh dan membujuk
orang lain karena dapat menggunakan kelima alat indera untuk meningkatkan
daya Tarik pesan yang kita komunikasikan. Komunikasi interpersonal sebagai
komunikasi paling lengkap dan sempurna berperan sangat penting sampai
kapanpun,selama manusia mempunyai emosi.Dengan komunikasi tatap muka
membuatmanusia lebih akrab dengan sesamanya,dibandingkan komunikasi
dengan media masa dan elektronik . Menurut Sawitri Endang( 2018) R.D Laing
dalam Alo Liliweri persepsi terhadap relasi antarpersonal dapat diarahkan untuk
24
memahami inti relasi, berdasarkan pemahaman terhadap inti relasi ini, maka
individu akan dapat menjelaskan bagaimana relasi manusia dibangun dan
dikembangkan melalui persepsi terhadap mereka. Komunikasi merupakan dasar
dari seluruh interaksi antar manusia. Oleh Karena tanpa komunikasi, interaksi
manusia baik secara perorangan maupun kelompok tidak mungkin terjadi.
Sebagaian besar interaksi antara manusia berlangsung dalam komunikasi
interpersonal. Secara umum komunikasi interpersonal diartikan sebagai proses
pertukaran makna antar orang-orang yang saling berkomunikasi. Pengertian
proses mengacu pada perubahan dan tindakan yang berlangsung secara terus
menerus. Pengertian proses mengacu pada perubahan dan tindakan yang
berlangung secara terus menerus. Pengertian pertukaran yaitu tindakan
menyampaikan dan menerima pesan secara timbal balik. Makna yaitu sesuatu
yang dipertukarkan dalam proses tersebut. Sejauh mana orang mampu
mempertukarkan makna dalam proses komunikasinya, maka sejauh itu pula
komunikasi interpersonal akan semakin terasa diantara mereka yang melakukan
proses komunikasi dan juga sebaliknya. Komunikasi interpersonal adalah
komunikasi antara komunikator dengan komunikan. Komunikasi jenis ini
dianggap paling efektif dalam upaya mengubah sikap, pendapat, atau perilaku
seseorang karena sifatnya dialogois, berupa percakapan. Arus balik bersifat
langsung. Komunikator mengetahui tanggapan komunikan ketika itu juga, pada
saat komunikasi dilancarkan. Komunikator mengetahui pasti apakah
komunikasinya itu positif atau negative, berhasil atau tidak. Komunikasi
interpersonal (interpersonal Communication) adalah komunikasi antara orang-
orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap
reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun non verbal.

Menurut Hafied Cangara, komunikasi interpersonal dibedakan atas dua macam,


yaitu sebagai berikut :

a) Komunikasi diadik. Komunikasi diadik adalah proses komunikasi yang


berlangsung antara dua orang dalam situasi tatap muka. Komunikasi diadik

25
menurut Wayne Pace yang dikutip Hafied Cangara, dapat dilakukan dalam tiga
bentuk, yakni percakapan, dialog dan wawancara. Percakapan berlangsung dalam
suasana bersahabat dan informal, dialog berlangsung dalam suasana yang lebih
dalam dan personal, sedangkan wawancara sifatnya lebih serius, yakni adanya
pihak yang dominan pada posisi bertanya dan yang lainnya pada posisi menjawab.
b) Komunikasi kelompok kecil adalah proses komunikasi yang
berlangsung antara tiga orang atau lebih secara tatap muka, dimana
anggota-anggotanya saling berinteraksi atau terlibat dalam suatu proses
komunikasi yang berlangsung secara tatap muka. Selain itu, pembicaraan
berlangsung secara terpotong-potong dimana semua peserta berbicara
dalam kedudukan yang sama atau tidak ada pembicara tunggal yang
mendominasi situasi. Dalam situasi seperti ini semua anggota biasa
berperan sebagai sumber dan juga sebagai penerima seperti yang sering
ditemukan pada kelompok studi dan kelompok diskus.

Hafied Cangara mengutip pendapat Asnawir Dan Basyiruddin, menyebutkan


enam karakteristik yang menentukan proses dalam komunikasi interpersonal
sebagai berikut:

a) Komunikasi interpersonal dimulai dengan diri pribadi (self). Berbagai persepsi


yang menyangkut pengamatan dan pemahaman berasal dari dalam diri kita
sendiri, yang artinya dibatasi oleh siapa diri kita dan bagaimana pengalaman diri
kita.
b) Komunikasi interpersonal bersifat transaksional. Pengertian ini
mengacu pada terjadinya proses pertukaran pesan yang bermakna diantara
mereka yang berinteraksi.
c) Komunikasi interpersonal mencakup aspek-aspek isi pesan dan kualitas
hubungan, artinya dalam proses komunikasi antarpribadi tidak hanya
menyangkut pertukaran isi pesan saja akan tetapi berkaitan dengan sifat
hubungan dalam arti siapa pasangan komunikasi kita dan bagaimana
hubungan kita dengan pasangan tersebut.

26
d) Komunikasi interpersonal masyarakat adanya kedekatan fisik diantara
pihak-pihak nyang berkomunikasi.
e) Komunikasi interpersonal melibatkan pihak-pihak yang saling
tergantung satu sama lainnya (independen) dalam proses komunikasinya.
f) Komunikasi interpersonal tidak dapat diubah maupun diulang atau suatu
pernyataan tidak dapat diulang dengan harapan mendapatkan hasil yang
sama karena didalam proses komunikasi antarmanusia sangat tergantung
dari respons pasangan komunikasi.
g) Fungsi Komunikasi Interpersonal Menurut definisinya, fungsi adalah
tujuan dimana komunikasi digunakan untuk mencapai tujuan
tersebut.Fungsi utama komunikasi ialah mengendalikan lingkungan guna
memperoleh imbalan-imbalan tertentu berupa fisik, ekonomi dan social.
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa komunikasi insani atau human
communication baik non-interpersonal maupun yang interpersonal
semuanya mengenai pengendalian lingkungan guna mendapatkan imbalan
seperti dalam bentuk fisik, ekonomi, dan social.

Adapun yang dimaksud dengan imbalan ialah setiap akibat berupa


perolehan fisik, ekonomi, dan social yang dinilai positif. Uang sebagai akibat
perolehan ekonomi yang dinilai positif. Jika seseorang pengawai berhasil
mengendalikan perilaku atasannya, seperti rajin, presestasi kerja baik, dan jujur,
maka menurut logikanya ia akan memperoleh kenaikan upah dan gaji. Bagi
atasannya, juga mendapatkan imbalan dalam bentuk social berupa kepuasaan
karena ia merasa puas akan kinerja bawahannya yang baik.

Kita dapat membedakan pengendalian lingkungan dalam dua tingkatan, yaitu:

1) Hasil yang diperoleh sesuai dengan apa yang diinginkan yang dinamakan
compliance.

27
2) Hasil yang diperoleh mencerminkan adanya kompromi dari keinginan semula
bagi pihak-pihak yang terlibat, yang dinamakan penyelesaian konflik atau conflict
resolution.

3) Ciri-Ciri Komunikasi Interpersonal

Berikut ini merupakan ciri-ciri komunikasi interpersonal:

a) Arus pesan dua arah arus pesan secara dua arah ini berlangsung secara
berkelanjutan. Komunikator dan komunikan dapat berganti peran secara cepat,
komunikator dapat berubah peran sebagai penerima pesan maupun sebaliknya.
b) Suasana nonformal komunikasi interpersonal yang terjalin biasanya
berlangsung dalam suasana nonformal dan pendekatan pribadi.
c) Umpan balik segera karena komunikasi interpersonal berlangsung secara
tatap muka, maka umpan balik dapat diketahui dengan segera. Komunikan
segera memberikan respons secara verbal berupa kata-kata atau nonverbal
misalnya pandangan mata, raut muka, anggukan, dan sebagainya.
d) Peserta komunikasi berada dalam jarak dekat jarak dekat yang dimaksud
yaitu fisik (peserta komunikasi saling bertatap muka dalam satu lokasi)
maupun psikologis (menunjukkan hubungan keintiman antar-individu).
e) Peserta komunikasi mengirim dan menerima pesan secara simultan dan
spontan, baik secara verbal maupun nonverbal Untuk meningkatkan
keefektifan komunikasi interpersonal, peserta komunikasi berupaya saling
meyakinkan, dengan mengoptimalkan penggunaan pesan verbal maupun
nonverbal secara bersamaan, saling mengisi, saling memperkuat, sesuai tujuan
komunikasi.

Sementara itu, Judy C. Pearson sebagaimana dikutip oleh Suranto, menyebutkan


enam ciri-ciri komunikasi interpersonal, yaitu:

a) Komunikasi interpersonal dimulai dengan diri pribadi. Artinya, proses


penafsiran pesan maupun penilaian mengenai orang lain berangkat dari diri
sendiri.
28
b) Komunikasi interpersonal bersifat transaksional, artinya komunikasi
interpersonal bersifat dinamis, merupakan pertukaran pesan secara timbal
balik dan berkelanjutan.
c) Komunikasi interpersonal menyangkut aspek isi pesan dan hubungan
antarpribadi, artinya keefektifan komunikasi interpersonal tidak hanya
ditentukan oleh kualitas pesan, tetapi juga ditentukan oleh kadar hubungan
antar-individu.
d) Komunikasi interpersonal mensyaratkan adanya kedekatan fisik antara
pihak-pihak yang berkomunikasi, apabila pihak-pihak yang berkomunikasi
ini saling bertatap muka, maka komunikasi interpersonal lebih efektif.
e) Komunikasi interpersonal menempatkan kedua belah pihak yang
berkomunikasi saling tergantung satu dengan lainnya (interdependensi).
Hal ini mengindikasikan bahwa komunikasi interpersonal melibatkan
ranah emosi, sehingga saling ketergantungan emosional antara pihak pihak
yang berkomunikasi. Komunikasi interpersonal tidak dapat diubah
maupun diulang, artinya apa yang telah diucapkan tidak bisa dihapus atau
diulang. Apabila terlanjur salah ucap, walau dapat meminta maaf dan
diberi maaf tetapi, tidak berarti menghapus apa yang telah diucapkan.

4) Karakteristik Efektifitas Komunikasi Interpersonal

Pada hakikatnya komunikasi antarpribadi adalah komunikasi antar


komunikator dengan komunikan. Komunikasi ini paling efektif mengubah sikap,
pendapat atau perilaku seseorang. Komunikasi antarpribadi bersifat dialogis.
Artinya, arus balik terjadi langsung. Komunikator dapat mengetahui tanggapan
komunikan saat itu juga. Komunikator mengetahui secara pasti apakah
komunikasinya positif, negatif, berhasil atau tidak. Jika tidak berhasil maka
komunikator dapat memberi kesempatan kepada komunikan untuk bertanya
seluas-luasnya. Efektifitas komunikasi antarpribadi mempunyai lima ciri, sebagai
berikut:

a) Keterbukaan (openess).
29
Kemauan menanggapi dengan senang hati informasi yang diterima didalam
menghadapi hubungan antarpribadi;
b) Empati (empathy)
Merasakan apa yang dirasakan orang lain;
c) Dukungan (supportiveness).

Situasi yang terbuka untuk mendukung komunikasi berlangsung efektif;

d) Rasa positif (positiveness).

Seseorang harus memiliki perasaan positif terhadap dirinya, mendorong orang


lain lebih efektif berpartisipasi, dan menciptakan situasi komunikasi yang
kondusif untuk interaksi yang efektif;

e) Kesetaraan (equality).

Pengakuan secara diam-diam bahwa kedua belah pihak menghargai,


berguna, dan mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan .

Sumber-sumber informasi di pedesaan dari negara-negara berkembang,


seperti Indonesia, cenderung melalui jalur komunikasi interpersonal. Caranya
menggunakan jasa juru penerangan, penyuluh, tokoh masyarakat, dan tokoh
agama. Peranan keempat sumber informasi tersebut cukup penting sebagai agen
perubahan dalam menyebarkan ide-ide baru. Ketika seseorang tidak mempunyai
banyak informasi mengenai isu tertentu, maka pesan dari sumber yang
mempunyai kredibilitas tinggi dapat dengan mudah diterima tanpa banyak
berpikir. Umpan balik yang diperoleh dalam komunikasi antarpribadi adalah
berupa umpan balik positif, negatif, dan netral.

Komunikasi interpersonal mempunyai peranan cukup besar dalam


mengubah sikap. Karena komunikasi ini merupakan proses penggunaan informasi
secara bersama (sharing process). Peserta komunikasi memperoleh kerangka
pengalaman (frame of experience) yang sama menuju saling pengertian mengenai
makna informasi tersebut. Kerangka pengalaman yang sama diartikan sebagai
30
akumulasi dari pengetahuan, nilai-nilai, kepercayaan, dan sifat-sifat lain yang
terdapat dalam diri seseorang. Komunikasi berlangsung efektif apabila kerangka
pengalaman peserta komunikasi tumpang tindih (overlapping), yang terjadi saat
individu mempersepsikan, mengorganisasikan, dan mengingat sejumlah besar
informasi yang diterima dari lingkungannya. Derajat hubungan antarpribadi turut
mempengaruhi keluasan (breadth) dari informasi yang dikomunikasikan dan
kedalaman (depth) hubungan psikologis seseorang).

Komunikasi interpersonal mempunyai manfaat antara lain, dapat megenal


diri sendiri dan orang lain, dapat mengetahui dunia luar, dapat menjalin hubungan
yang lebih bermakna. Melalui komunikasi interpersonal seseorang bisa mengubah
nilai-nilai dan sikap hidup, memperoleh hiburan dan menghibur orang lain.

2.2 KONSEP PERAWAT

2.2.1 Pengertian Perawat

Menurut kamus umum Bahasa Indonesia, perawat adalah juru rawat,


seseorang yang menjaga dan menolong orang yang sakit. Tugas perawat adalah
menolong dan membantu individu baik yang sedang sakit ataupun sehat tapi
masih dalam pengobatan, melakukan kegiatan memulihkan dan mempertahankan
serta meningkatkan kesehatan pasien. Menurut ICN (Internasional Council Of
Nursing) perawat adalah seseorang yang telah menyelesaikan pendidikan
keperawatan yang memenuhi syarat serta berwewenang di negeri yang
bersangkutan untuk memberikan pelayanan keperawatan dan bertanggung jawab
untuk meningkatkan kesehatan, pencegahan penyakit dan pelayanan penderita
sakit. Menurut UU RI.No. 23, perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan
dan kewenangan melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang
memiliki diperoleh melalui pendidikan keperawatan.

31
2.2.2 Peran Perawat
Keperawatan memiliki peran-peran pokok dalam pelayanan kesehatan
masyarakat. Ciri dari praktik professional adalah adanya komitmen yang
kuat terhadap kepedulian individu, khususnya kekuatan fisik,
kesejahteraan dan kebebasan pribadi, sehingga dalam praktik selalu
melibatkan hubungan yang bermakna. Oleh karena itu, seorang
professional harus memili orientasi pelayanan, standar praktik dan ode etik
untuk melindungi masyarakat serta memajukan profesi. Peran pokok
perawat antara lain sebagai berikut:
1) Sebagai caregiver (pengasuh). Peran perawat
sebagai pengasuh dilakukan dengan
memperlihatkan keadaan kebutuhan dasar manusia
melalui pemberian pelayanan keperawatan.
Pelayanan keperawatan dilakukan mulai dari yang
paling sederahana sampai yang paling
kompleks,sesuai dengan kebutuhan pasien.
2) Sebagai clientadvocate (advokat klien). Peran
perawat sebagai advokat klien berorientasi
membantu/melayani klien dalam
menginterpretasikan sebagai informasi dan pemberi
pelayanan khususnyadalam pengambilan
persetujuan atas tindakan keperawatan. Perawat
juga berperan dalam mempertahankan dan
melindungi hak-hak pasien meliputi:
a) Hak atas pelayanan sebaik-baiknya,
b)Hak atas informasi tentang penyakitnya,
c)Hak atas kebebasan pribadinya (privacy),
d) Hak untuk membantu nasibnya sendiri, dan
e) Hak menerima ganti rugi akibat kelalaian yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan.

32
3) Sebagai counselor. Peran perawat sebagai konselor
yaitu pada saat klien menjelaskan perasaannya dan
hak-hak yang berkaitan dengan keadaannya.
4) Sebagai educator (pendidik). Peran perawat
sebagai pendidik: membantu klien dalam
meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan,
gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan
sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien
setelah dilakukan pendidikan kesehatan.
5) Sebagai coordinator (kordinator). Perawat
melakukan kordinasi, yaitu mengarahkan,
merencanakan, dan mengoordinasikan pelayanan
kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberi
pelayanan kesehatan dapat mengerti dan melakukan
praktik sesuai denagn kebutuhan klien.
6) Sebagai collaborator. Peran perawat bekerja
bersama dan/atau melalui tim kesehatan yang terdiri
dari tenaga kesehatan, seperti dokter, perawat dan
lain sebagainya. Bersama-sama berupaya
mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang
dibutuhkan oleh klien. Upaya yang dilakukan
dimulai dari diskusi, untuk menentukan pelayanan
yang tepat. Perawat tidak bisa menjalankan peraan
ini apabila tidak bekerja sama dengan tenaga
kesehatan lainnya.
7) Sebagai consultan. Peran perawat sebagai konsultan
yaitu sebagi tempat bertanya dan berkonsultasi.
Dengan Mengadakan perencanana, kerjasama,
perubahan yang sistematis dan terarah sesuai
dengan metode pemberian pelayanan keperawatan.

33
2.2.3 Fungsi Perawat

Fungsi utama perawat adalah membantu pasien/klien baik dalam


kondisi sakit maupun sehat, untuk meningkatkan derajat kesehatan melalui
layanan keperawatan. Dalam menjalankan perannya, perawat akan
melaksanakan berbagai fungsi independen, fungsi dependen, dan fungsi
interpenden.
a) Fungsi Independen
Fungsi independen merupakan fungsi mandiri dan tidak tergantung
pada orang lain, dimana perawat dalam menjalankan tugasnya dilakukan
secara sendiri dengan keputusan sendiri dalam melakukan tindakan dalam
memenuhi kebutuhan dasar manusia.
b) Fungsi Dependen
Fungsi dependen merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan
kegiatannya atas pesan atau instruksi dari perawat lain.
c) Fungsi Interpenden
Fungsi interpenden merupakan fungsi yang dilakukan dalam
kelompok tim yang bersifat saling ketergantungan antara tim satu dengan
lain.
2.2.4 Kedudukan Perawat
Profesi keperawatan tentunya menempatkan perawat pada kedudukan
tersendiri dalam sistem pelayanan kesehatan Indonesia. Tetapi saat ini,
masih banyak asumsi yang menganggap perawat adalah pelengkap dalam
dunia medis. Padahal yang merupakan suatu bentuk pelayanan
professional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan.
Kedudukan keperawatan sebagai ilmu bukan hanya sebatas teori saja tetapi
memiliki bentuk aplikasi yang dijalankan di lapangan.
Perannya bersinggungan dan berhubungan langsung dengan
pasien/klien. Profesi keperawatan berorientasi pada pelayanan masalah
kesehatan yang diderita oleh pasien/klien. Kehadirannya adalah
mengupayakan agar pasien/klien mendapatkan kesembuhan atas masalah
34
kesehatan yang diderita oleh pasien. Keperawatan mempunyai empat
tingkatan pasien/klien yaitu individu, keluaraga, kelompok, komunitas,
dan pelayanan keperawatan terhadap pasien/klien mencakup seluruh
rentang pelayanan kesehatan

2.2.5 Sikap Perawat dalam Komunikasi

Sikap merupakan komunikasi non verbal yang dilakukan melalui


pergerakan tubuh, terdiri dari:

1) Ekspresi muka: posisi mulut, alis, mata, senyum dan lainnya perawat
sangat perlu melakukan validasi persepsi dari ekspresi muka yang ada
pada pasien sehingga perawat tidak salah mempersepsikan apa yang
diobservasi dari klien.
2) Gesture (gerak, isyarat, sikap), sikap atau cara untuk menghadirkan diri
secara fisik sehingga dapat memfasilitasi komunikasi yang terapeutik.
3) Gerakan tubuh dan postur, membungkuk kearah pasien merupakan posisi
yang menunjukkan keinginan untuk mengatakan untuk tetap
berkomunikasi.
4) Gerak mata, gerak atau kontak mata diartikan sebagai melihat langsung ke
mata orang lain. Kontak mata merupakan kegiatan yang menghargai
pasien dan mengatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi.

2.2.6 Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Pasien

Pada dasarnya, hubungan perawat dan pasien bersifat professional yang


diarahkan pada pencapaian tujuan. Kewajiban perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan dikembangkan dengan hubungan saling percaya. Hubungan tersebut
dibentuk dalam interaksi, bersifat terapeutik, dan bukan hubungan sosial.
Hubungan perawat dan klien sengaja dijalin terfokus pada klien, sehingga
bertujuan menyelesaikan masalah klien. Hubungan yang baik antara perawat
dengan pasien akan terjadi apabila:

35
1) Terdapat rasa saling percaya antara perawat dengan pasien.
2) Perawat benar-benar memahami tentang hak-hak pasien dan harus
melindungi hak tersebut, salah satunya adalah hak untuk menjaga privasi
pasien.
3) Perawat harus peka terhadap perubahan-perubahan yang mungkin terjadi
pada pribadi pasien yang mungkin terjadi pada pribadi pasien yang
disebabkan oleh penyakit yang dideritanya, antara lain kelemahan fisik
dan ketidakberdayaan dalam menentukan hak dan kewajibannya dengan
baik.
4) Perawat harus memahami keberadaan pasien sehingga dapat bersikap
sabar dan tetap memperhatikan pertimbangan etis dan moral.
5) Perawat harus dapat bertanggung jawab dan bertanggung gugat atas segala
resiko yang mungkin timbul selama pasien dalam perawatannya.
6) Perawat sedapat mungkin berusaha untuk menghindari konflik antara
nilainilai pribadi pasien dengan cara membina hubungan baik antara
pasien, keluarga, dan teman sejawat serta dokter untuk kepentingan pasien.

Dalam menjalin hubungan perawat dengan pasien diperlukan komunikasi


interpersonal yang baik. Komunikasi interpersonal yang disebut juga dengan
komunikasi terapeutik, merupakan komunikasi yang dilakukan secara sadar,
bertujuan untuk meningkatkan kesehatan dan kegiatannya dipusatkan untuk
penyembuhan pasien. Adapun fungsi komunikasi interpersonal yang dilakukan
perawat dengan pasien adalah mendorong dan menganjurkan untuk menjalin kerja
sama antara perawat dengan pasien. Perawat berusaha mengunggapkan perasaan,
menjalankan tugas, mengidentifikasi dan mengkaji masalah serta mengevaluasi
tindakan yangdilakukan dalam perawatan.

Disamping itu, tujuan komunikasi interpersonal yaitu membantu pasien,


mengurangi beban perasaan, pikiran dan sakit yang dideritanya. Membantu
mengambil tindakan yang efektif untuk pasien, membantu memengaruhi orang
lain, lingkungan fisik dan diri sendiri.

36
Terdapat beberapa tahap komunikasi interpersonal (terapeutik) yang dilakukan
oleh perawat, yaitu sebagai berikut:

1) Prainteraksi
Prainteraksi merupakan masa persiapan sebelum berhubungan dan
berkomuniaksi dengan pasien. Perawat diharapkan tidak memiliki prasangka
buruk kepada pasien, karena akan menganggu dalam hubungan saling percaya.
Seorang perawat professional harus belajar paka terhadap kebutuhankebutuhan
pasien dan mampu menciptakan hubungan komunikasi interpersonal yang baik,
agar pasien merasa senang dan merasa dihargai.
a) Perkenalan
Perkenalan merupakan kegiatan yang pertama kali dilakukan oleh
perawat terhadap pasiennya yang baru memasuki rumah sakit. Pada tahap
ini, perawat dan pasien mulai mengembangkan hubungan komunikasi
interpersonal yaitu, dengan memberikan salam, senyum, memberikan
keramahtamahan kepada pasien, dan menanyakan keluhan pasien, dan
lain-lain.
b) Orientasi
Tahap orientasi dilaksanakan pada awal pertemuan sampai
seterusnya selama pasien berada di rumah sakit. Tujuan tahap orientasi
adalah memeriksa keadaan pasien, memvalidasi keakuratan data, rencana
yang telah dibuat dengan keadaan psien saat itu, dan mengevaluasi hasil
tindakan.
c) Tahap Kerja.

Tahap kerja merupakan inti hubungan perawat dengan pasien yang


terkait erat dengan pelaksanaan komunikasi interpersonal. Perawat
memfokuskan arah pembicaraan pada masalah khusus yaitu tentang
keadaan pasien, keluhankeluhan pasien. Selain itu hendaknya perawat juga
melakukan komunikasi interpersonal yaitu dengan seringnya
berkomunikasi dengan pasien, mendegarkan keluhan pasien, memberikan

37
semangat dan dorongan kepada pasien, serta memberikan anjuran kepada
pasien untuk makan, minum obat yang teratur dan istirahat teratur, untuk
mencapai kesembuhan.

d) Tahap Terminal

Terminal merupakan tahap akhir dalam berkomunikasi


interpersonal dan akhir dari pertemuan antara perawat dengan pasien. Pada
tahap akhir ini, pasien sudah dinyatakan sembuh keluar dari rumah sakit,
hendaknya perawat tetap memberikan semangat dan mengingatkan
kesehatan pasien. Sehingga komunikasi interpersonal perawat dengan
pasien terjalin dengan baik.

Perawat mempunyai interaksi yang dekat terhadap pasien. Seorang


perawat profesional harus belajar peka terhadap kebutuhan-kebutuhan pasien dan
mampu menciptakan hubungan komunikasi interpersonal (terapeutik) yang baik,
agar pasien merasa senang dan merasa dihargai. Oleh karena itu, komunikasi
interpersonal sangat diperlukan dalam menjalin hubungan perawat dengan pasien.
Proses komunikasi interpersonal yang baik dapat memberikan pengertian tingkah
laku pasien dan perawat dalam membantu pasien untuk mengatasi persoalan yang
dihadapi dan untuk mencapai kesembuhan. Agar komunikasi interpersonal
menjadi efektif, maka sikap saling terbuka sangat diperlukan untuk mendorong
timbulnya saling pengertian, menghargai, memberikan manfaat bagi motivasi
kesembuhan pasien dan sikap pasien untuk mengikuti anjuran dan nasihat
perawat.

Karakteristik hubungan professional antara perawat dan klien, antara lain


sebagai berikut: Berorientasi pada kebutuhan klien.

1) Diarahkan pada pencapaian tujuan.


2) Bertanggung jawab dalam menyelesaikan masalah klien.
3) Memahami kondisi klien dengan berbagai keterbatasan.
4) Memberi penilaian berdasarkan norma yang disepakati.
38
5) Berkewajiban membantu klien agar mampu mandiri.
6) Berkewajiban membina hubungan saling percaya.
7) Bekerja sesuai kaidah etik, menjaga kerahasiaan.
8) Berkomunikasi secara efektif.

Dalam menjalin hubungan dengan klien perawat mempunyai beberapa peran yang
harus diperhatikan, antara lan sebagai berikut:

a) Pemberi kenyamanan.
Kenyamanan merupakan suatu perasaan subjektif dalam diri manusia.
Masyarakat yang menjadi klien dalam asuhan keperawatan akan memiliki
kebutuhan yang relative terhadap rasa nyaman. Mereka mengharapkan
perawat dapat memenuhi kebutuhan rasa nyaman. Mereka mengharapkan
perawat dapat memenuhi kebutuhan rasa nyaman mereka. Oleh karena itu,
peran perawat sebagai pemberi kenyamanan, merupakan suatu peran yang
cukup penting bagi terciptanya suatu citra keperawatan yang baik. Seorang
perawat professional diharapakan mampu menciptakan kenyamanan bagi
klien saat klien menjalani keperawatan.
b) Komunikator.
Peran perawat sebagai komunikator juga sangat berpengaruh terhadap citra
perawat dimata masyarakat. Masyarakat sangat mengharapkan perawat dapat
menjadi komuikator yang baik. Klien juga manusia yang membutuhkan
interaksi pada saat ia menjalani asuhan keperawatan. Interaksi verbal yang
dilakukan dengan perawat sedikit banyak akan berpengaruh terhadap
peningkatan kesehatan klien.
2.3 KONSEP DIABETES MILETUS
2.3.1 Pengertian Diabetes Miletus
Diabetes melitus (DM) adalah kumpulan gejala yang timbul pada
seseorang yang mengalami peningkatan kadar gula darah (glukosa) darah
akibat kekurangan hormon insulin secara absolut atau relatif. Pelaksanaan
diet hendaknya disertai dengan latihan jasmani dan perubahan perilaku

39
tentang makanan (Instalasi gizi perjan RS Dr. Cipto Mangunkusumo dan
Asosiasi Dietsien Indonesia).
Diabetes melitus merupakan suatu gangguan kronis yang ditandai
dengan metabolisme karbohidrat dan lemak yang relatif kekurangan
insulin. Diabetes melitus yang utama diklasifikasikan menjadi diabetes
melitus tipe I Insulin Dependen Diabetes Melitus (IDDM) dan tipe II Non
Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM). Diabetes melitus
merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai oleh kadar glukosa
darah melebihi normal dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan
protein yang disebabkan oleh kekurangan hormon insulin secara relatif
maupun absolut (Hasdianah, 2017).
2.3.2 Etiologi
Umumnya diabetes melitus disebabkan oleh rusaknya sebagian kecil
atau sebagian besar dari sel-sel betha dari pulau-pulau langerhans pada
pankreas yang berfungsi menghasilkan insulin, akibatnya terjadi
kekurangan insulin.
Disamping itu diabetes melitus juga dapat terjadi karena gangguan
terhadap fungsi insulin dalam memasukkan glukosa kedalam sel.
Gangguan itu dapat terjadi karena kegemukan atau sebab lain yang belum
diketahui (Hasdianah, 2017).
Menurut Hasdianah (2017) diabetes melitus atau lebih dikenal dengan
istilah penyakit kencing manis mempunyai beberapa faktor pemicu
penyakit tersebut, antara lain :
1. Pola makan
Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang
dibutuhkan oleh tubuh dapat memacu timbulnya diabetes melitus.
Konsumsi makan yang berlebihan dan tidak diimbangi dengan sekresi
insulin dalam jumlah yang memadai dan tidak diimbangi dengan
sekresi insulin dalam jumlah yang memadai dapat menyebabkan kadar

40
gula dalam darah meningkat dan pastinya akan menyebabkan diabetes
melitus.
2. Obesitas (kegemukan)
Orang gemuk dengan berat badan lebih dari 90 kg cenderung memiliki
peluang lebih besar untuk terkena penyakit diabetes melitus. Sembilan
dari sepuluh orang gemuk berpotensi untuk terserang melitus.
3. Faktor genetis
Diabetes melitus dapat diwariskan dari orang tua kepada anak. Gen
penyebab diabetes melitus akan dibawa oleh anak jika orang tuanya
menderita diabetes melitus. Pewarisan gen ini dapat sampai ke
cucunya bahkan cicit walaupun resikonya sangat kecil.
4. Bahan-bahan kimia dan obat-obatan
Bahan-bahan kimia dapat mengiritasi pankreas yang menyebabkan
radang pankreas, radang pada pankreas akan mengakibatkan fungsi
pankreas menurun sehingga tidak ada sekresi hormon-hormon untuk
proses metabolisme tubuh termasuk insulin. Segala jenis residu obat
yang terakumulasi dalam waktu yang lama dapat mengiritasi pankreas.
5. Penyakit dan infeksi pada pancreas
Infeksi mikroorganisme dan virus pada pankreas juga dapat
menyebabkan radang pankreas yang otomatis akan menyebabkan
fungsi pankreas turun sehingga tidak ada sekresi hormon-hormon
untuk proses metabolisme tubuh termasuk insulin. Penyakit seperti
kolesterol tinggi dan dislipedemia dapat meningkatkan resiko terkena
diabetes melitus.
6. Pola hidup
Pola hidup juga sangat mempengaruhi faktor penyebab diabetes
melitus. Jika orang malas berolahraga memiliki resiko lebih tinggi
untuk terkena penyakit diabetes melitus karena olahraga berfungsi
untuk membakar kalori yang berlebihan di dalam tubuh. Kalori yang

41
tertimbun di dalam tubuh merupakan faktor utama penyebab diabetes
melitus selain disfungsi pankreas.
7. Kadar kortikosteroid yang tinggi
8. Kehamilan diabetes gestasional, akan hilang setelah melahirkan
9. Obat-obatan yang dapat merusak pankreas
10. Racun yang mempengaruhi pembentukan atau efek dari insulin
2.3.3. Patofisiologi

Patofisiologi Diabetes Mellitus (DM) dikaitkan dengan ketidakmampuan


tubuh untuk merombak glukosa menjadi energi karena tidak ada atau kurangnya
produksi insulin di dalam tubuh. Insulin adalah suatu hormon pencernaan
yang,dihasilkan oleh kelenjar pankreas dan berfungsi untuk memasukkan gula ke
dalam sel tubuh untuk digunakan sebagai sumber energi. Pada penderita Diabetes
Mellitus, insulin yang dihasilkan tidak mencukupi sehingga gula menumpuk
dalam darah (Agoesdkk, 2013).

Patofisiologi pada Diabetes Mellitus tipe 1 terdiri atas autoimun dan non-
imun.Pada autoimun-mediated Diabetes Mellitus, faktor lingkungan dan genetik
diperkirakan menjadi faktor pemicu kerusakan sel beta pankreas. Tipe ini disebut
tipe 1-A. Sedangkan tipe non-imun, lebih umun dari pada autoimun Tipe non-
imun terjadi sebagai akibat sekunder dari penyakit lain seperti pankreatitis atau
gangguan idiopatik (Brashers dkk, 2014).

Diabetes Mellitus tipe 2 adalah hasil dari gabungan resistensi insulin dan
sekresi insulin yang tidak adekuat hal tersebut menyebabkan predominan
resistensi insulin sampai dengan predominan kerusakan sel beta. Kerusakan sel
beta yang ada bukan suatu autoimun mediated. Pada Diabetes Mellitus tipe 2 tidak
ditemukan pertanda auto antibody. Pada resistensi insulin, konsentrasi insulin
yang beredar mungkin tinggi tetapi pada keadaan gangguan fungsi sel beta yang
berat kondisinya dapat rendah.Pada dasarnya resistensi insulin dapat terjadi akibat
perubahan-perubahanyang mencegah insulin untuk mencapai

42
reseptor (praresptor), perubahan dalam pengikatan insulin atau transduksi sinyal
oleh resptor, atau perubahan dalam salahsatu tahap kerja insulin pascareseptor.
Semua kelainan yang menyebab kangangguan transport glukosa dan resistensi
insulin akan menyebabkan hiperglikemia sehingga menimbulkan manifestasi
Diabetes Mellitus (Rustama dkk,2016).

2.3.4 Klasifikasi

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2015, klasifikasi


Diabetes Melitusatau DM yaitu DM tipe 1, DM tipe 2, DM gestasional, dan DM
tipe lain. Namun jenis DM yang paling umum yaitu DM tipe 1 dan DM tipe 2.

1. Diabetes Mellitus Tipe 1

Diabetes Mellitus tipe 1 merupakan kelainan sistemik akibat terjadinya


gangguan metabolik glukosa yang ditandai dengan hiperglikemia kronik. Keadaan
ini disebabkan oleh kerusakan sel beta pankreas baik oleh proses autoimun
maupun idiopatik. Proses autoimun ini menyebabkan tubuh kehilangan
kemampuan untuk memproduksi insulin karena sistem kekebalan tubuh
menghancurkan sel yang bertugas memproduksi insulin sehingga produksi insulin
berkurang atau terhenti (Rustama dkk, 2010). Diabetes Mellitus tipe 2 dapat
menyerang orang semua golongan umur, namun lebih sering terjadi pada anak-
anak.Penderita DM tipe 1 membutuhkan suntikan insulin setiap hari untuk
mengontrol glukosa darahnya (IDF, 2015). Diabetes Mellitus tipe ini
seringdisebut juga Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM), yang
berhubungan dengan antibody berupa Islet Cell Antibodies (ICA), Insulin
Autoantibodies(IAA), dan Glutamic Acid Decarboxylase Antibodies (GADA).
90% anak-anak penderita IDDM mempunyai jenis antibodi ini (Bustan, 2017).

2. Diabetes Mellitus Tipe 2


Diabetes Mellitus tipe 2 atau yang sering disebut dengan Non Insulin
Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) adalah jenis Diabetes Mellitus yang
paling sering terjadi, mencakup sekitar 85% pasien DM. Keadaan ini ditandai oleh
43
resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif. Diabetes Mellitus tipe ini lebih
sering terjadi pada usia diatas 40 tahun, tetapi dapat pula terjadi pada orang
dewasa muda dan anak-anak (Greenstein dan Wood, 2010). Pada tipe ini, pada
awalnya kelainan terletak pada jaringan perifer (resistensi insulin) dan kemudian
disusul dengan disfungsi sel beta pankreas (defek sekresi insulin), yaitu sebagai
berikut : (Tjokroprawiro, 2007)

1. Sekresi insulin oleh pankreas mungkin cukup atau kurang, sehingga


glukosa yang sudah diabsorbsi masuk ke dalam darah tetapi jumlah insulin yang
efektif belum memadai.

2. Jumlah reseptor di jaringan perifer kurang (antara 20.000-30.000) pada


obesitas jumlah reseptor bahkan hanya 20.000.

3. Kadang-kadang jumlah reseptor cukup, tetapi kualitas reseptor jelek,


sehingga kerja insulin tidak efektif (insulin binding atau afinitas atau sensitifitas
insulin terganggu)

4.Terdapat kelainan di pasca reseptor sehingga proses glikolisis intraselluler


terganggu.

5. Adanya kelainan campuran diantara nomor 1,2,3 dan 4. DM tipe 2 ini


Biasanya terjadi di usia dewasa. Kebanyakan orang tidak menyadari telah
menderita diabetes tipe 2, walaupun keadaannya sudah menjadi sangat serius.
Diabetes tipe 2 sudah menjadi umum di Indonesia, dan angkanya terus bertambah
akibat gaya hidup yang tidak sehat, kegemukan dan malas berolahraga (Riskesdas,
2007).

Diabetes Mellitus tipe 2 bisa menimbulkan komplikasi. Komplikasi


menahun Diabetes Mellitus merajalela ke mana-mana bagian tubuh. Selain rambut
rontok, telinga berdenging atau tuli, sering berganti kacamata (dalam setahun
beberapa kali ganti), katarak pada usia dini, dan terserang glaucoma (tekanan bola
mata meninggi, dan bisa berakhir dengan kebutaan), kebutaan akibat retinopathy,

44
melumpuhnya saraf mata terjadi setelah 10-15 tahun. Terjadi serangan jantung
koroner, payah ginjal neuphropathy, sarafsaraf lumpuh, atau muncul gangrene
pada tungkai dan kaki, serta serangan stroke. 10 Pasien DM tipe 2 mempunyai
risiko terjadinya penyakit jantung koroner dan penyakit pembuluh darah otak 2
kali lebih besar, kematian akibat penyakit jantung 16,5% dan kejadian komplikasi
ini terus meningkat. Kualitas pembuluh darah yang tidak baik ini pada penderita
diabetes mellitus diakibatkan 20 faktor diantaranya stress, stress dapat
merangsang hipotalamus dan hipofisis untuk peningkatan sekresi hormonhormon
kontra insulin seperti ketokelamin, ACTH, GH, kortisol,dan lainlain.

2.3.5 Manifiestasi Klinik

Gejala diabetes melelitus seperti rasa haus yang berlebihan, sering kencing
terutama pada malam hari, banyak makan atau mudah lapar, dan berat badan turun
dengan cepat.Kadang terjadi keluhan lemah, kesemutan pada jari tangan dan kaki,
cepat lapar, gatal-gatal, penglihatan kabur, gairah seks menurun, luka sukar
sembuh, dan pada ibu-ibu sering melahirkan bayi di atas 4kg (Suyono, 2014).
Karakteristik diabetes melitus atau kencing manis diantaranya sebagai berikut
(Mirza, 2015).

1. Buang air kecil yang berlebihan

2. Rasa haus yang berlebihan

3. Selalu merasa lelah

4. Infeksi di kulit’penglihatan menjadi kabur

5. Turunnya berat badan

Diabetes Mellitus sering muncul dan berlangsung tanpa timbulnya tanda dan

gejala klinis yang mencurigakan, bahkan kebanyakan orang tidak merasakan

adanya gejala. Akibatnya, penderita baru mengetahui menderita Diabetes Mellitus

setelah timbulnya komplikasi. Diabetes Mellitus tipe 1 yang dimulai pada usia

45
muda memberikan tanda-tanda yang mencolok seperti tubuh yang kurus,

hambatan pertumbuhan, retardasi mental, dan sebagainya (Agoes dkk, 2013).

Berbeda dengan Diabetes Mellitus tipe 1 yang kebanyakan mengalami penurunan

berat badan, penderita Diabetes Mellitus tipe 2 seringkali mengalami peningkatan

berat badan. Hal ini disebabkan terganggunya metabolisme karbohidrat karena

hormon lainnya juga terganggu (Mahendra dkk, 2018).

Tiga serangkai yang klasik tentang gejala Diabetes Mellitus adalah poliuria

(sering kencing), polidipsia (sering merasa kehausan), dan polifagia (sering

merasa lapar). Gejala awal tersebut berhubungan dengan efek langsung dari kadar

gula darah yang tinggi. Jika kadar gula lebih tinggi dari normal, ginjal akan

membuang air tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa yang

hilang. Oleh karena ginjal menghasilkan air kemih dalam jumlah yang berlebihan,

penderita sering berkemih dalam jumlah yang banyak (poliuria).Akibat lebih

lanjut adalah penderita merasakan haus yang berlebihan sehingga banyak minum

(polidipsia). Selain itu, penderita mengalami penurunan berat badan karena

sejumlah besar kalori hilang ke dalam air kemih. Untuk mengompensasikan hal

tersebut, penderita sering kali merasakan lapar yang luar biasa sehingga banyak

makan atau polifagia (Krisnatuti dkk, 2014).

2.3.6 Faktor Resiko Diabetes Melitus

Menurut Powers (2017) faktor resiko Diabetes Melitus :


1. Riwayat keluarga menderita diabetes (contoh: orang tua atau saudar
kandung dengan DM tipe 2)
2. Obesitas (Indeks Massa Tubuh)
3. Aktivitas fisik
46
4. Ras/etnis
5. Gangguan Toleransi Glukosa
6. Riwayat Diabetes Gestational atau melahirkan bayi dengan berat lahir >
4kg
7. Hipertensi (tekanan darah ≥140/90 mmHg)
8. Kadar kolesterol HDL ≤ 35 mg/dL (0,90 mmol/L) dan/atau kadar
trigliserida ≥ 250 mg/dL (2,82 mmol/L)
9. Polycystic Ovary Syndrome atau Acantosis Nigricans
Menurut Hendrawan (2014) seseorang terkena Diabetes Mellitus jika :
1. Kedua orang tua, atau salah satu saja pengidap DM
2. Memiliki saudara kandung DM
3. Salah satuanggotakeluarga mengidap DM
4. Guladarahtinggi 126-200 mg/dl
5. Pengidap penyakit hati berat
6. Sering mengonsumsi obat golongan corticosteroid (pasienasma, eksim,
encok )
7. Wanita dengan Riwayat melahirkan bayi dari 4 kg

2.3.7 Komplikasi
Komplikasi akut terjadi apabila kadar glukosa darah seorang meningkat atau
menurun tajam dalam waktu yang singkat (Anonim, 2016). Komplikasi kronik
terjadi apabila kadar glukosa darah secara berkepanjangan tidak terkendali dengan
baik sehingga menimbulkan berbagai komplikasi kronik diabetes melitus
(Perkeni, 2016)
1. Komplikasi Akut
Ketoasidosis Diabetik (KAD) dan Hyperglycemic Hyperosmolar State
(HHS) adalah komplikasi akut diabetes (Powers, 2017). Pada Ketoasidosis
Diabetik (KAD), kombinasi defisiensi insulin dan peningkatan kadar
hormon kontra regulator terutama epinefrin, mengaktivasi hormon lipase
sensitif pada jaringan lemak. Akibatnya lipolisis meningkat, sehingga terjadi

47
peningkatan produksi badan keton dan asam lemak secara
berlebihan.Akumulasi produksi badan keton oleh sel hati dapat
menyebabkan asidosis metabolik.Badan
keton utama adalah asam asetoasetat (AcAc) dan 3-beta hidroksibutirat
(3HB). Pada Hyperglycemic Hyperosmolar State (HHS), hilangnya air lebih
banyak dibanding natrium menyebabkan keadaan hiperosmolar (Soewondo,
2019). Seperti hipoglikemia dan hiperglikemia.
Thoracentesis merupakan prosedur invasif yang melibatkan
penyisipan jarum ke dalam ruang pleura untuk menghilangkan caira pleural
atau udara. Cairan pleura akan dihapus untuk terapi menghilangkan rasa
sakit atau sesak napas yang disebabkan oleh analisis cairan pleura yang
berlebihan juga dapat menjadi alat diagnostik untuk mendeteksi berbagai
gangguan, seperti kondisi peradangan, infeksi, atau kanker (Linda, 2010).
2. Komplikasi Kronik
Jika dibiarkan dan tidak dikelola dengan baik, DM akan menyebabkan
terjadinya berbagai komplikasi kronik, baik mikroangiopati maupun
makroangiopati (Waspadji, 2009). Komplikasi kronik DM bisa berefek pada
banyak sistem organ. Komplikasi kronik bisa dibagi menjadi dua bagian, yaitu
komplikasi vaskular dan nonvaskular. Komplikasi vaskular terbagi lagi menjadi
mikrovaskular (retinopati, neuropati, dan nefropati) dan makrovaskular (penyakit
arteri koroner, penyakit arteri perifer, penyakit serebrovaskular).Sedangkan
komplikasi nonvaskular dari DM yaitu gastroparesis, infeksi, dan perubahan kulit
(Powers, 2017). Komplikasi seperti makroangiopati (makrovasuler) yaitu penyakit
jantung koroner, penyakit pembuluh darah kaki, dan penyakit pembuluh darah di
otak (Waspadji, 2014).
2.3.8 Pengobatan dan Terapi
Menurut Soelistijo dkk, (2015) penatalaksanaan diabetes melitus terdiri
dari:
1. Edukasi Diabetes melitus tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola hidup dan
perilaku telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes

48
melitus memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga, masyarakat. Tim
kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku. Edukasi
yang di berikan meliputi :
a. Edukasi untuk pencegahan primer yaitu edukasi yang
ditunjukkan untuk kelompok resiko tinggi
b. Edukasi untuk pencegahan skunder yaitu edukasi yang
ditunjukkan untuk pasien baru. Materi edukasi beruapa
penegertian diabetes, gejala, penatalaksanaan, mengenal dan
mencegah komplikasi akut dan kronik.
c. Edukasi untuk penceghan tersier yaitu edukasi yang
ditunjukkan pada pasien tingkat lanjut, dan materi yang
diberikan meliputi : cara pencegahan komplikasi dan
perawatan, upaya untuk rehabilitasi, dll.
2. Terapi gizi atau Perencanaan Makan
Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan
diabetes secara total. Kunci keberhasilan TGM adalah keterlibatan
horacentesis adalah mengalirkan cairan atau udara yang ditemukan dalam
rongga pleural. Thoracentesis terapeutik akan membuang cairan atau udara
yang menumpuk dalam rongga pleura yang dapat menyebabkan kompresi
paru dan distres pernapasan. Cairan yang dikumpulkan dikirim ke
laboratorium dan diperiksa terhadap berat jenis, glukosa, protein, pH, kultur,
pemeriksaan sensitivitas, dan sitologi. Warna dan konsistensi cairan pleural
juga dicatat.(Effendy & Niluh, 2014). secara menyeluruh dari anggota tim
(dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain dan pasien itu sendiri).
Menurut Smeltzer et al, (2008) bahwa perencanaan makan pada
pasien diabetes meliputi:
a. Memenuhi kebutuhan energi pada pasien diabetes mellitus
b. Terpenuhi nutrisi yang optimal pada makanan yang disajikan
seperti vitamin dan mineral
c. Mencapai dan memelihara berat badan yang stabil

49
d. Menghindari makan makanan yang mengandung lemak, karena
pada pasien diabetes melitus jika serum lipid menurun maka resiko
komplikasi penyakit makrovaskuler akan menurun.
e. Mencegah level glukosa darah naik, karena dapat mengurangi
komplikasi yang dapat ditimbulkan dari diabetes melitus.
3. Latihan jasmani
Latihan jasmani sangat penting dalam pelaksanaan diabetes karena
dapat menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi faktor resiko
kardiovaskuler. Latihan menurunkan kadar glukosa darah dengan
meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian
insulin. Latihan juga dapat meningkatkan kadar HDL kolesterol dan
menurunkan kadar kolesterol total serta trigliserida (American Diabetes
Association (ADA)2012). Kegiatan sehari-hari dan latihan jasmani secra
teratur (3-4 kali seminggu selama kurang dari 30 menit), merupakan salah
satu pilar dalam pengelolaan diabetes melitus. Latihan jasmani yang
dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti : jalan kaki,
bersepeda santai, jogging, dan berenang.Latihan jasmani sebaiknnya
disesuiakan dengan umur dan status kesegaran jasmani.
Menurut American Diabetes Association (ADA, 2012), ada beberapa pedoman
umum untuk melakukan latihan jasmani pada pasien diabetes yaitu :
a. Gunakan alas kaki yang tepat, dan bila perlu alat pelindungan kaki
lainnya.
b. Hindari latihan dalam udara yang sangat panas atau dingin.
c. Periksa kaki setelah melakukan latihan.
4. Terapi farmakologi
Pengobatan DM secara menyeluruh mencakup diet yang benar, olah raga
yang teratur, dan obat-obatan yang diminum atau suntikan insulin.Pasien diabetes
melitus tipe 1 mutlak diperlukan suntikan insulin setiap hari.pasien diabetes
melitus tipe 2, umumnya pasien perlu minum obat antidiabetes secara oral atau

50
tablet. Pasien diabetes memerlukan suntikan insulin pada kondisi tertentu, atau
bahkan kombinasi suntikan insulin dan tablet.
5. Monitoring keton dan gula darah
Dengan melakukan pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri
penderita DM dapat mengatur terapinya untuk mengendalikan ka dar glukosa
darah secara optimal. Monitoring glukosa darah merupakan pilar kelima
dianjurkan kepada pasien diabetes melitus. Monitor level gula darah sendiridapat
mencegah dan mendeteksi kemungkinan terjadinya hipoglikemia dan
hiperglikemia dan pasien dapat melakukan keempat pilar di atas untuk
menurunkan resiko komplikasi dari diabetes melitus (Smeltzer et al, 2018)
2.4 Diet Diabetes melitus
2.4.1 Pengertian Diet Diabetes melitus
Dalam kamus Gizi Pelengkap Kesehatan Keluarga (2009) keluaran
Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi), diet memiliki arti sebagai
pengaturan pola dan konsumsi makanan serta minuman yang dilarang,
dibatasi jumlahnya, dimodifikasi, atau diperolehkan dengan jumlah tertentu
untuk tujuan terapi penyakit yang diderita, kesehatan, atau penurunan berat
badan.
Diet diabetes melitus adalah diet yang diberikan kepada penyandang
diabetes melitus, dengan tujuan membantu memperbaiki kebiasaanmakan
untuk mendapatkan control metabolik yang lebih baik dengan cara :
menyeimbangkan asupan makanan dengan obat penurun glukosa oral
ataupun insulin dan aktivitas fisik untuk mencapai kadar gula darah normal,
mencapai dan mempertahankan kadar lipida dalam normal.
2.4.2 Tujuan Diet Pada Diabetes melitus
Tujuan diet diabetes melitus adalah mempertahankan atau mencapai
berat badan ideal, mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal,
mencegah komplikasi akut dan kronik serta meningkatkan kualitas hidup
(Hasdianah, 2012).

51
2.4.3 Syarat Diet Diabetes melitus

Menurut Krisnatuti dkk (2014) syarat umum yang harus dipenuhi


dalam penyusunan menu, diantaranya sebagai berikut :
a. Kebutuhan kalori disesuaikan dengan keadaan metabolik, umur,
berat badan, dan aktivitas tubuh
b. Jumlah kalori disesuaikan dengan kesanggupan tubuh
dalam menggunakannya.
c. Cukup protein, mineral dan vitamin dalam makanan
d. Menggunakan bahan makanan yang mempunyai indeks glikemik
rendah.
2.4.4 Komposisi Diet pada Diabetes melitus
Komposisi diet yang dianjurkan untuk penderita diabetes melitus
berulang kali mengalami perubahan. Mula-mula komposisi diet mengacu pada
diet diabetes melitus di Negara Barat dengan komposisi karbohidrat rendah,
sekitar 40-50% dari total energy (diet A). namun, saat ini dianjurkan juga
komposisi protein dan lemak. Disamping anjuran mengenai karbohidrat, protein,
dan lemak dianjurkan pula pemakaian karbohidrat kompleks yang mengandung
banyak serat dan rendah kolesterol.

KOMPOSISI DIET A DAN DIET B

NO Zat Gizi Diet A Diet B

1. Karbohidrat 50% 60-68%

2 Protein 20% 12-20%

3 Lemak 30% 20%

4 Kolesterol 500 mg 100-150 mg

5 Serat Sayuran tipe A Sayuran tipe B

52
Komposisi Diet B merupakan diet yang umum digunakan di Indonesia.
Anjuran penggunaan diet B berdasarkan pada penelitian prospektif dengan crass
over design yang dilakukan pada 260 penderita diabetes melitus yang terawat
baik. Dari penilaian tersebut, diet B mempunyai daya yang kuat untuk
menurunkan kolesterol selain mempunyai efek hipoglikemik. Diet B juga tidak
menaikkan kadar trigliserida darah. Dengan demikian, diet B dapat mencapai diet
diabetes melitus. Setiap jenis diet dianjurkan mengandung serat, terutama serat
yang bersifat larut (Krisnatuti dkk, 2014).
2.4.5 Faktor –Faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Kalori

Menurut Hasdianah (2012) Faktor-faktor yang mempengaruhi


kebutuhan kalori pada penderita diabetes melitus antara lain :
a. Jenis Kelamin
Jenis kelamin penderita ternyata sangat mempengaruhi kebutuhan
kalorinya. Hal ini seringkali tidak disadari oleh penderita, sehingga
kemudian asupan kalori yang diterima pun sangat berlebihan. Kalori dalam
jumlah yangberlebihan tersebut biasanya diperoleh dari diet diabetes yang
tidak tepat. Kebutuhan kalori pria sebesar 30 kal/kg BB dan wanita sebesar
25 kal/kg BB

a. Umur
Faktor penentu kebutuhan kalori selanjutnya adalah usia. Penderita
yang masih dalam usia produktif nantinya akan membutuhkan kalori yang
lebih besar jika dibandingkan dengan penderita yang sudah lanjut usia.
Diabetes di atas 40 tahun kebutuhan kalori dikurangi yaitu usia 40-59 tahun
dikurangi 5% usia 60-69 tahun dikurangi 10% dan lebih 70 tahun dikurangi
20%.
c. Aktifitas Fisik
Aktifitas fisik harian juga berperan penting dalam hal menentukan
seberapa besar kalori yang dibutuhkan. Karenanya bagi penderita yang
53
aktifitas fisiknya tergolong rendah, asupan kalori hendaknya sedikit
dikurangi. Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas
aktivitas fisik. Aktivitas ringan ditambahkan 20%, aktivitas sedang
ditambahkan 30%, dan aktivitas berat dapat ditambahkan 50%.
d. Berat Badan
Berat badan penderita ternyata juga mempengaruhi kebutuhan
kalorinya. Penderita yang berbadan kurus akan membutuhkan kalori yang
lebih banyak dibandingkan dengan penderita yang berbadan gemuk. Bila
kegemukan dikurangi 20-30% tergantung tingkat kegemukan. Bila kurus
ditambah 20- 30% sesuai dengan kebutuhan untuk meningkatkan BB.
e. Kondisi Khusus
Kebutuhan kalori harian penderita diabetes hendaknya juga
didasarkan pada ada atau tidaknya komplikasi yang menyertai. Jadi
penderita diabetes dengan komplikasi nantinya akan membutuhkan asupan
kalori yang lebih besar dibanding penderita diabetes yang tanpa komplikasi.
Penderita kondisi khusus, misal dengan ulkus diabetika atau infeksi, dapat
ditambahkan 10-20%
2.4.6 Pemenuhan Pola Makan 3J
Menurut Fauzi (2014) bagi penderita diabetes, kecenderungan
perubahan kadar gula darah yang drastis akan terjadi pada saat sehabis
makan. Sehabis makan maka kadar gula akan tinggi. Namun beberapa lama
tidak mendapat asupan makanan maka kadar gula akan rendah sekali.
Harus dilakukan penjadwalan makan dengan teratur untuk mencegah
terlalu besarnya rentangan kadar gula darah. Pola 3J harus diingat bagi
penderita diabetes dalam mengatur pola makan sehari-hari.
1. Jadwal
Pengaturan jadwal bagi penderita diabetes biasanya adalah 6 kali
makan. 3 kali makan besar dan 3 kali makan selingan. Adapun jadwal
waktunya adalah sebagai berikut :
1. Makan pagi atau sarapan dilakukan pada pukul 07.00

54
2. Snack pertama dikonsumsi pada pukul 10.00
3. Makan siang dilakukan pada pukul 13.00
4. Snack kedua dikonsumsi pada pukul 16.00
5. Makan malam dilakukan pada pukul 19.00
6. Snack ketiga dikonsumsi pada pukul 21.00
Usahakan makan tepat pada waktu. Apabila terlambat makan maka
akan bisa terjadi hipoglikemia atau rendahnya kadar gula darah.
Hipoglikemia meliputi gejala seperti pusing, mual, dan pingsan. Apabila hal
ini terjadi segera minum air gula.
2. Jumlah
Jumlah atau porsi makan yang dikonsumsi harus diperhatikan. Jumlah
makanan yang dianjurkan untuk penderita diabetes adalah porsi kecil tapis
ering. Penderita harus makan dalam jumlah sedikit tapi sering. Adapun
pembagian kalori untuk setiap kali makan dengan pola menu 6 kali makan
adalah sebgai berikut :
1. Makan pagi atau sarapan jumlah kalori yang dibutuhkan adalah
20% dari total kebutuhan kalori sehari.
2. Snack pertama jumlah kalori yang dibutuhkan adalah 10% dari
total kebutuhan kalori sehari.
3. Makan siang jumlah kalori yang dibutuhkan adalah 25% dari total
kebutuhan kalori sehari.
4. Snack kedua jumlah kalori yang dibutuhkan adalah 10% dari total
kebutuhan kalori sehari.
5. Makan malam jumlah kalori yang dibutuhkan adalah 25% dari
total kebutuhan kalori sehari.
6. Snack ketiga jumlah kalori yang dibutuhkan adalah 10% dari total
kebutuhan kalori sehari.

3. Jenis

55
Jenis makanan menentukan kecepatan naik atau turunnya kadar gula
darah. Kecepatan suatu makanan dalam menaikkan kadar gula darah disebut
indeks glikemik. Semakin cepat menaikkan kadar gula darah sehabis makan
tersebut dikonsumsi, maka semakin tinggi indeks glikemik makanan
tersebut.
Hindari makanan yang berindeks glikemik tinggi, seperti sumber
karbohidrat sederhana, gula, madu, sirup, roti, mie dan lain-lain. Makanan
yang berindeks glikemik lebih rendah adalah makanan yang kaya dengan
serat, contohnya sayuran dan buah-buahan.
Pemenuhan pola makan dengan 3J menjamin penderita diabetes untuk
tetap bisa aktif dalam kehidupan sehari-hari. Jadwal yang tetap
memungkinkan kebutuhan tubuh akan insulin dapat terpenuhi. Sementara
itu, jumlah dan jenis makanan akan melengkapi kebutuhan gula darah yang
seimbang.
2.2.7. Bahan Makanan Yang Dianjurkan
Menurut Instalasi Gizi Perjan RS Dr. Cipto Mangunkusumo dan Asosiasi
Dietisien Indonesia (2015) bahan makanan yang dianjurkan untuk diet diabetes
melitus adalah sebagai berikut :
a. Sumber karbohidrat kompleks, seperti nasi, roti, mi, kentang, singkong,
ubi dan sagu.
b. Sumber protein rendah lemak seperti ikan, ayam tanpa kulit, tahu dan
kacang-kacangan.
c. Sumber lemak dalam jumlah terbatas yaitu bentuk makanan yang mudah
dicerna. Makanan terutama diolah dengan cara dipanggang, dikukus, direbus dan
dibakar.
2.2.8. Bahan Makanan Yang Tidak Dianjurkan (Dibatasi/Dihindari)
Menurut Instalasi Gizi Perjan RS Dr. Cipto Mangunkusumo dan Asosiasi
Dietisien Indonesia (2015) bahan makanan yang tidak dianjurkan, dibatasi, atau
dihindari untuk diet diabetes melitus adalah sebagai berikut :
1. Mengandung banyak gula sederhana seperti :

56
a. Gula pasir, gula jawa
b. Sirop, jeli, buah-buahan yang diawetkan dengan gula, susu kental
manis, minuman botol ringan, dan es krim.
c. Kue-kue manis, dodol dan cake.
2. Mengandung banyak lemak seperti : cake, makanan siap saji (fast
food), goreng-gorengan.
3. Mengandung banyak natrium, seperti : ikan asin, telur asin, makanan
yang diawetkan.

2.3. Kepatuhan Diet


2.3.1. Definisi Kepatuhan
Kepatuhan adalah sejauh mana perilaku pasien dengan ketentuan yang
diberikan oleh profesional kesehatan (Sacket 1976 dalam Niven, 2016). Dubar
dan Stunkard (1979 dalam Niven 2016) mengemukakan bahwa saat ini
ketidakpatuhan pasien telah menjadi masalah serius yang dihadapi tenaga
kesehatan profesional.
2.3.2. Variabel Yang Mempengaruhi Kepatuhan
Variabel yang mempengaruhi kepatuhan, beberapa variabel yang mempengaruhi
tingkat kepatuhan menurut Suddart & Brunner (2017) adalah
a. Variabel demografi seperti usia, jenis kelamin, suku bangsa, status
sosioekonomi dan pendidikan.
b. Variabel penyakit seperti keparahan penyakit dan bilangannya gejala
akibat terapi.
c. Variabel program terapeutik seperti kompleksitas program dan efek
samping yang tidak menyenangkan.
d. Variabel psikososial seperti intelgensia, sikap terhadap tenaga
kesehatan penerimaan, atau penyangkalan terhadap penyakit,
keyakinan agama atau budaya dan biaya financial dan lainnya yang
termasuk dalam mengikuti regimen hal tersebut diatas juga ditemukan
oleh Bartsmet dalam psikologi kesehatan.

57
2.3.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan
Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan dapat digolongkan
menjadi empat bagian menurut Niven (2016) antara lain :

a. Pemahaman tentang intruksi


Tak seorang pun dapat mematuhi intruksi jika ia salah paham tentang
intruksi yang diberikan kepadanya. Ley dan Spelmen (1967 dalam Niven
2016) menemukan bahwa lebih dari 60% yang diwawancarai setelah
bertemu dengan dokter salah mengerti tentang instruksi yang diberikan
pada mereka. Kadang-kadang hal ini disebabkan oleh kegagalan
profesional kesehatan dalam memberikan informasi yang lengkap,
penggunaan istilah-istilah medis yang memberikan banyak intruksi yang
harus diingat oleh pasien.
b. Kualitas interaksi
Interaksi antara profesional kesehatan dan pasien merupakan bagian yang
penting dalam menentukan derajat kepatuhan. Korsch & Negrete (1972
dalam Niven 2016) telah mengamati 800 kunjungan orang tua dan anak-
anaknya ke rumah sakit anak di Los Angeles. Selama 14 hari mereka
mewawancarai ibu-ibu tersebut untuk memastikan apakah ibu-ibu tersebut
melaksanakan nasihat-nasihat yang diberikan dokter, mereka menemukan
bahwa ada kaitan yang erat antara kepuasan ibu terhadap konsultasi
dengan seberapa jauh mereka mematuhi, nasihat dokter tidak ada kaitan
antara lamanya konsultasi dengan kepuasan ibu. Jadi konsultasi yang
pendek tidak akan menjadi tidak produktif jika diberikan perhatian untuk
meningkatkan kualitas interaksi.
c. Isolasi sosial dan keluarga
Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam
menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu secara juga dapat
menentukan tentang program pengobatan yang dapat mereka terima.
d. Keyakinan, sikap dan kepribadian

58
Becker et al (1979 dalam niven 2016) telah membuat suatu usulan bahwa
model keyakinan kesehatan berguna untuk memperkirakan adanya
ketidakpatuhan.

2.3.4. Cara-Cara Meningkatkan Kepatuhan Diet


Smet (1994: 260 dalam Saifunurmazah, 2013) menyebutkan beberapa strategi
yang dapat dicoba untuk meningkatkan kepatuhan, antara lain :
a. Segi penderita (internal)Usaha yang dapat dilakukan penderita DM untuk
meningkatkan kepatuhan dalam menjalani terapi diet, olahraga dan
pengobatan yaitu :
1) Meningkatkan kontrol diri
Penderita DM harus meningkatkan kontrol dirinya untuk
meningkatkan ketaatannya dalam menjalani pengobatan, karena
dengan adanya kontrol diri yang baik dari penderta DM akan semakin
meningkatkan kepatuhannya dalam menjalani pengobatan. Kontrol diri
yang dilakukan meliputi kontrol berat badan, kontrol makan dan
emosi.
2) Meningkatkan efikasi diri
Efikasi diri dipercaya muncul sebagai prediktor yang penting dari
kepatuhan. Seseorang yang mempercayai diri mereka sendiri untuk
dapat mematuhi pengobatan yang kompleks akan lebih mudah
melakukannya.
3) Mencari informasi tentang pengobatan DM
Kurangnya pengetahuan atau informasi berkaitan dengan kepatuhan
serta kemauan dari penderita untuk mencari informasi mengenai DM
dan terapi medisnya, informasi tersebut biasanya didapat dari berbagai
sumber seperti media cetak, elektronik atau melalui program
pendidikan di rumah sakit. Penderita DM hendaknya benar-benar
memahami tentang penyakitnya dengan cara mencari informasi
penyembuhan penyakit tersebut.

59
4) Meningkatkan monitoring diri
5) Penderita DM harus melakukan monitoring diri, karena dengan
monitoring diri, penderita dapat lebih mengetahui tentang keadaan
dirinya seperti keadaan gula dalam darahnya, berat badan, dan apapun
yang dirasakan.
b. Segi tenaga medis (external)
Usaha-usaha yang dilakukan oleh orang-orang di sekitar penderita DM
untuk meningkatkan kepatuhan dalam menjalani pengobatan antara lain :
1) Meningkatkan keterampilan komunikasi para dokter
Salah satu strategi untuk meningkatkan kepatuhan adalah memperbaiki
komunikasi antara dokter dengan pasien. Ada banyak cara dari dokter untuk
menanamkan kepatuhan dengan dasar komunikasi yang efektif dengan pasien.
2) Memberikan informasi yang jelas kepada pasien tentang penyakitnya dan cara
pengobatannya. Tenaga kesehatan, khususnya dokter adalah orang yang berstatus
tinggi bagi kebanyakan pasien sehingga apa yang ia katakan diterima sebagai
sesuatu yang sah atau benar.
3) Memberikan dukungan social
Tenaga kesehatan harus mampu mempertinggi dukungan sosial. Selain itu
keluarga juga dilibatkan dalam memberikan dukungan kepada pasien, karena hal
tersebut juga akan meningkatkan kepatuhan. Smet (1994: 260 dalam
Saifunurmazah, 2013) menjelaskan bahwa dukungan tersebut bisa diberikan
dengan bentuk perhatian dan memberikan nasehat yang bermanfaat bagi
kesehatannya.
4) Pendekatan perilaku
Pengelolaan diri (self managment) yaitu bagaimana pasien diarahkan agar dapat
mengelola dirinya dalam usaha meningkatkan perilaku kepatuhan. Dokter dapat
bekerja sama dengan keluarga pasien untuk mendiskusikan masalah dalam
menjalani kepatuhan serta pentingnya pengobatan (Smet 1994 : 261 dalam
Saifunurmazah, 2013).

60
BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konseptual

Perawat Penderita DM
1. Jenis Kelamin
2. Usia
3. Lama Menderita DM
Variabel Independen
Komunikasi terapeutik perawat
1. Fase pre-interaksi
2. Fase orientasi
3. Fase kerja
4. Fase terminasi Faktor yang
mempengaruhi
kepatuhan diet pasien
Diabetus Melitus

1. Faktor predisposisi
Kepatuhan diet diabetes melitus 2. Faktor pendukung
dalam menjalankan ( 3 J) 3. Faktor pendorong
4. Faktor geografi
5. individu

Patuh Tidak patuh

Komlpikasi yang terjadi pada


penderita diabetes melitus
61

Akut Kronis
Keterangan :
= diteliti
= dipengaruhi
= tidak diteliti
= hubungan
Gambar 3.1 Hubungan Antara Komunikasi Terapeutik Dan Kepatuhan Diit Dengan Kejadian
Komplikasi Pada Pasien DM Di Ruang Mawar RSU UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Malang.

Komunikasi terapeutik adalah hubungan interpersonal antara perawat


dengan klien, dalam hal ini perawat dan klien memperoleh pengalaman belajar
bersama dalam hal memperbaiki pengalaman emosional klien.
Kepatuhan adalah suatu bentuk perilaku yang timbul akibat adanya
interaksi antara petugas kesehatan dan pasien sehingga pasien mengerti rencana
dengan segala konsekuensinya dan menyetujui rencana serta melaksanakannya.
Kepatuhan diet pasien Diabetus Melitus sendiri dipengaruhi beberapa faktor yaitu
faktor predisposisi, faktor pendukung, faktor pendorong. Jika faktor yang
mempengaruhi kepatuhan tersebut dapat terpenuhi dan sesuai dengan harapan,
maka akan tercapai suatu kepatuhan pasien.

3.2 Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara penelitian, patokan duga atau dalil
sementara, yang kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian tersebut
(Notoadmojo, 2017).

62
HI: Ada hubungan Antara Komunikasi Terapeutik Dan Kepatuhan Diit Dengan
Kejadian Komplikasi Pada Pasien DM Di Mawar RSU Universitas
Muhammadiyah Malang

BAB 4
METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Rencangan penelitian adalah sesuatu yang sangat penting dalam

penelitian, memungkinkan pengontrolan maksimal beberapa factor yang

dapat mempengaruhi akurasi suatu hasil (Nursalam, 2017).Penelitian ini

merupakan penelitian kuantitatif. Metode yang digunakan adalah metode

study korelasi , study korelasional adalah suatu bentuk penelahaan antara dua

variabel (Notoadmojo, 2016). Hubungan Komunikasi Terapeutik dan

Kepatuhan Diit (sebagai variable independent). Kejadian Komplikasi Pada

Pasien DM (sebagai variable dependen). Desain penelitian yang digunakan

dalam penelitian ini adalah metode pendekatan Cross sectional yaitu jenis pe

nelitian yang menekankan pada waktu pengukuran data dalam satu kali pada s

atu waktu yang dilakukan pada variable terikat dan variable bebas. Pendekata

n ini digunakan untuk melihat hubungan antara variable satu dengan variable

lainnya (Ariani, 2015).

4.2 Populasi, Sampel dan Teknik sampling

4.2.1 Populasi
63
Populasi adalah subjek yang memenuhi kriteria yang ditetapkan

(Nursalam, 2017). Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian yang akan

diteliti (Notoatmodjo, 2015). Populasi dalam penelitian ini adalah semua

penderita Diabetes Militus di Poli Penyakit Dalam RSU Universitas

Muhammadiyah Malang pada bulan September yang datang kontrol ke Poli

Penyakit Dalam RSU Universitas Muhammadiyah Malang, sebanyak 120

responden.

1.2.2 Sampel

Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki

oleh populasi (Sugiyono, 2017). Sampel pada penelitian ini semua penderita

Diabetes Militus di Poli Penyakit Dalam RSU Universitas Muhammadiyah

Malang . Sampel yang dibutuhkan pada penelitian ini yaitu sebanyak 120

penderita Diabetes Militus . Penetapan sampel jika populasinya diketahui

maka rumus yang digunakan adalah rumus Slovin.

Keterangan.

Kriteria sampel yang dipilih yakni berdasarkan Kriteria inklusi dan ktiteria

eksklusi.

64
a. Kriteria inklusi:

1. Bersedia menjadi responden.

2. Lama penderita DM lebih dari 3 bulan

3. Pasien dalam keadaan sadar dan kooperatif

4. Hospitalisasi lebih dari 1 kali

b. Kriteria Eklusi

1. Pasien yang menggalami gangren tungkai (Luka kaki diabetes)

2. Pasien yang belum pernah sama sekali hospitalisai

3. Pasien yang baru menderita DM

4.2.3 Teknik Sampling

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan

cara non probability Sampling, Teknik Purposive Sampling yaitu

pengambilan sampel yang berdasarkan atas suatu pertimbangan tertentu

seperti sifat-sifat populasi ataupun ciri-ciri yang sudah diketahui sebelumnya

(Notoatmodjo, 2015).

4.3 Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah variable dependen (Kejadian

Komplikasi Pada Pasien DM) . Dan variable independen (Hubungan Komunikasi

Terapeutik dan Kepatuhan Diit) sebagai variable dependen.

1. Variabel bebas (Independen)

65
Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang

terjadi sebab timbulnya variable dependen (terikat) (Nursalam, 2017).

Variabel independent dalam penelitian ini Hubungan Komunikasi

Terapeutik dan Kepatuhan Diit,

2. Variabel terikat (Dependen)

Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang

menjadi akibat, karena adanya variable bebas (Nursalam, 2017).

Variabel terikat dalam penelitian ini Kejadian Komplikasi Pada Pasien

DM .

4.4 Definisi Operasional

Definisi operasional pada penelitian ini akan dijelaskan dalam Tabel 4.1
sebagai berikut:

Tabel 4.1 Tabel Definisi Operasional Variabel


No Variabel Definisi Alat ukur Skala Kategori
Operasional data
1. Variabel Komunikasi yang Kuesioner Ordinal Komunikasi
Independen dilakukan oleh (Observasi terapeutik
Komunikasi seorang perawat Perawat) dikategorikan
Terapeutik kepada pasien menjadi:
Perawat dengan teknik-teknik Sangat Baik :
tertentu yang 75-100 %
direncanakan secara Baik :
sadar, bertujuan, dan (Asih 51-75 %
kegiatannya Fatriansari, Kurang Baik :
dipusatkan untuk 2012) 26-50 %
kesembuhan pasien Tidak Baik :
anak. 1-25 %
Fase Komunikasi
Terapeutik :
1. Fase Orientasi

66
2. Fase Kerja
3. Fase
Terminasi

Kepatuhan
Diit
Ketaatan dalam Kuesioner Nominal
Menggunakan
menjalankan semua skala Guttman
perintah dan dimana terdapat
meninggalkan semua 10 pertanyaan
yang dilarang dalam Skor =
program diit.
Ya= 1
Ketaatan pasien
dalam : jenis Tidak= 0
makanan , jadwal Katagori Ordinal
waktu , dan jumlah Kelpmpok
kalori Kepatuahan Diit
1. Patuh < 50%
2. Tidak
paruh>50%

2. Variabel Komplikasi akut terjadi Kuesioner Oridinal Ringan =0-10


Dependen: apabila kadar glukosa dan Lembar
Kejadian darah seorang Observasi Sedang=10-20
Komplikasi meningkat atau
menurun tajam dalam Berat = 21-30
Pada Pasien
waktu yang singkat
DM (Anonim, 2016).
Komplikasi kronik
terjadi apabila kadar
glukosa darah secara
berkepanjangan tidak
67
terkendali dengan baik
sehingga menimbulkan
berbagai komplikasi
kronik diabetes melitus
(Perkeni, 2016)

4.5 Instrumen penelitian

Instrumen penelitian ini adalah menggunakan alat ukur kuesioner. Kuesioner

disusun berkaitan dengan penelitian.

1. Komunikasi Terapeutik Perawat

Untuk mengukur komunikasi terapeutik perawat, peneliti menggunakan lembar

observasi yang diisi oleh peneliti saat perawat melakukan tindakan kepada pasien

, kuesioner dari Asih Fantriansari 2012 yang di modifikasi.

2. Kepatuhan Diit

Untuk mengukur kepatuhan diit , peneliti menngunakan kuesioner yang berisi 10

pertanyaan tentang jenis makanan , jadwal waktu dan jumlah kalori.

3. Kejadian Komplikasi Pada Pasien DM

Untuk mengukur tingkat komplikasi DM pada pasien , peneliti menggunakan

kuesioner yang diisi pasien berdasarkan penilaian terhadap komplikasi yang

dialami pasien, kuesioner yang di modifikasi.

4.6 Uji Validitas dan Reliabilitas

4.6.1 Validitas

Pada penelitian ini peneliti menggunakan validasi isi karena

peneliti menggunakan lembar kuesioner untuk mengetahui hasil dari

penelitian ini. Peneliti melakukan uji validititas untuk instrument yaitu

68
kuesioner. Kuesioner yang di pakai oleh peneliti adalah kuesioner baku

yaitu akan tetapi kuesioner tersebut dimodifikasi oleh peneliti. Uji

validitas di lakukan di RSU Universitas Muhammadiyah dengan 15

orang responden, responden yang di gunakan dalam uji validitas tidak di

gunakan saat melakukan penelitian. Maka dari itu perlu di uji validitas

supaya isi kuesioner valid dan dapat mengukur sesuai dengan tujuan

penelitian. Pengujian menggunakan uji dua sisi dengan taraf signifikansi

0,05. Kriteria pengujian adalah sebagai berikut:

1. Jika r hitung > r tabel (uji 2sisi dengan sig. 0,05) maka instrumen

atau item-item pertanyaan berkolerasi signifikan terhadap skor total

(dinyatakan valid).

2. Jika r hitung > r tabel (uji 2sisi dengan sig. 0,05) atau r di hitung

negative, maka instrumen atau item-item pertanyaan berkolerasi

signifikan terhadap skor total (dinyatakan tidak valid).

4.6.2 Uji Reliabilitas

Reabilitas disini menunjukan tingkat konsistensi dan stabilitas dari

data berupa skor hasil persepsi suatu variabel baik variabel bebas

maupun variabel terikat. Hasil dari uji reabilitas diketahui nilai cronbach

alpha 0,936 artinya nilai lebih dari 0,05 yaitu reliable antara 2 variabel.

4.7. Pengumpulan Data

Pengumpulan data suatu proses pendekatan kepada subjek dan proses

pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian.

Langkah-langkah dalam pengumpulan data bergantung pada rancangan


69
penelitian dari teknik instrument yang digunakan serta menyelesaikan

masalah-masalah yang terjadi agar data dapat terkumpul sesuai dengan

rencana yang telah ditetapkan (Nursalam, 2017).

4.7.1 Tahap Persiapan

1) Meminta surat studi pendahuluan dari lembaga yang berwenang yaitu

STIKes Maharani Malang, selanjutnya peneliti mengajukan surat dari

kampus STIKes Maharani malang.

2) Peneliti selanjutnya meminta ijin Direktur RSU Universitas

Muhammadiyah kota Malang dimana penelitian akan dilakukan.

3) Setelah mendapat persetujuan dari Direktur berupa surat untuk

pengambilan data di RSU Universitas Muhammadiyah kota Malang.

4) Peneliti menjelaskan tujuan dan manfaat penelitian ke RSU Universitas

Muhammadiyah kota Malang.

1. Pelaksanaan

1. Peneliti dibantu empat teman untuk melakukan penelitian di RSU

Universitas Muhammadiyah kota Malang.

2. Peneliti melakukan penjelasan kepada teman yang membantu

penelitian guna menyamakan persepsi, agar tujuan penelitian tercapai.

3. Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian kepada pasien

penderita DM di RSU Universitas Muhammadiyah kota Malang

sebagai responden. Setelah respon den memahami dan menyatakan

kesediannya untuk menjadi responden, mereka diminta untuk mengisi

surat persetujuan (informed concent).


70
4. Membagikan atau memberikan kuesioner pada responden untuk di isi

secara lengkap dengan durasi 60 menit

5. Mengolah data yang didapat secara deskriptif, kemudian melakukan

analisa data.

6. Setelah mendapatkan data mentah, peneliti mengolah data dengan

analisis data.

4.8 Teknik pengolahan Data dan Analisis Data

Setelah melakukan pengumpulan data, maka dilakukan teknik pengolahan

data yaitu:

a). Editing / Memeriksa

Merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isi kuesioner

tersebut.

b). Coding

Lembaran kode adalah instrument baru perkolom-kolom merekam data

secara manual.

a. Kode responden:

Responden 1 = R1

Responden 2 = R2, dan seterusnya

b. Jenis kelamin:

Perempuan = 1

Laki - Laki = 2

c. Umur

25-40 tahun = U1
71
41-60 tahun = U2

61-85 tahun = U3

d. Tingkat Pendidikan

SD = T1

SMP = T2

SMA/SMK = T3

Perguruan Tinggi = T4

Tidak Sekolah = T5

e. Pekerjaan

Buruh = P1

Swasta = P2

Wiraswasta = P3

PNS = P4

Ibu Rumah Tangga = P5

c) Tabulasi data

Setelah data di koding maka dilakukan tabulasi data dimana data

diolah sesuai jenis datanya yaitu data umum dan khusus serta tabulasi

silang

d) Scoring

Mengisikolom-kolom lembar kode sesuai dengan jawaban masing-

masing.

a. Variabel independen (Komunikasi Terapeutik dan Kepatuhan Diit):

Komunikasi terapeutik dikategorikan menjadi:


72
Sangat Baik =75-100 %

Baik = 51-75 %

Kurang Baik = 26-50 %

Tidak Baik = 1-25 %

Skor =

Ya= 1

Tidak= 0

Katagori Ordinal Kelpmpok Kepatuahan Diit

1.Patuh < 50%

2.Tidak patuh>50%

b. Variabel dependen (Kejadian Komplikasi Pada Pasien DM):

Ringan =0-10

Sedang =10-20

Berat = 21-30

4.8.2 Analisis Data

Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Analisa Univariat

Digunakan untuk mendeskripsikan variabel penelitian guna memperoleh

gambaran atau karakteristik sebelum dilakukan analisis bivariate. Hasil dari

penelitian ditampilkan dalam bentuk distribusi. Interpretasi tabel menurut

(Arikunto, 2014: 112) :

a. Seluruh = 100%

b. Hampir seluruh = 76-99%


73
c. Sebagian besar = 51-75%

d. Setengahnya = 50%

e. Hampir setengahnya = 26-48%

f. Sebagian kecil = 1-25%

g. Tidak satupun = 0%.

2. Analisa Bivariat

Setelah data terkumpul selanjutnya didistribusikan dalam tabel

frekuensi maka selanjutnya di lakukan uji hipotesis, hasil ini

dilakukan guna mengetahui hubungan faktor-faktor yang

mempengaruhi proses penyembuhan luka pada pasien post operasi

sectio caesaria. Uji hipotesis dalam penelitian ini adalah

menggunakan Uji Spearman dengan signifikan (α = 0,05) Untuk

mengetahui arah hubungan negatif atau positif dapat dilihat pada

tanda koefisien korelasi yaitu positif atau negatif. Jika posistif

( berbanding lurus) berarti terhadap hubungan yang positif artinya

varibel bebasnya tinggi maka variabel terikatnya juga baik atau

tinggi. Sebaliknya jika tandanya negatif (berbanding terbalik) maka

hubungan keduanya negatif (Notoatmodjo, 2015). Perhitungan

menggunakan SPSS 16 for windows.

4.9 Etika penelitian

Etika penelitian bertujuan untuk melindungi hak-hak subyek antara lain

menjamin kerahasiaan identitas, hak privasi dan martabat responden. Dalam

74
penelitian ini peneliti 7 prinsip etika penelitian yang meliputi :(CIOMS,

2016)

1. Nilai Sosial atau Klinis

Penelitian ini memenuhi standar nilai sosial atau klinis, minimal terdapat

satu diantara 5 (lima) nilai berikut ini:

a. Terdapat novelty (kebaruan)

b. Sebagai upaya mendesiminasikan hasil

c. Sebagai informasi untuk memahami intervensi

d. Memberikan kontribusi promosi kesehatan

e. Menghasilkan alternatif cara mengatasi masalah

2. Nilai Ilmiah

Desain penelitian mengikuti logika ilmiah yang menjelaskan secara rinci

meliputi:

a. Desain penelitian

b. Tempat dan waktu penelitian

c. Jenis sampel, tata cara pengambilan sampel, besar sampel, kriteria

inklusi dan eksklusi

d. Variabel penelitian dan definisi operasional

e. Instrumen penelitian

f. Prosedur penelitian

g. Intervensi yang diberikan atau dilakukan

75
h. Cara pencatatan selama penelitian, termasuk efek samping dan

komplikasi bila ada

i. Rencana analisis data

3. Pemerataan Beban dan Manfaat

Dalam pertimbangan pemilihan subyek dilakukan berdasarkan

pertimbangan ilmiah, dan tidak berdasarkan status sosial ekonomi, atau

karena mudahnaya subyek dimanipulasi atau dipengaruhi untuk

mempermudah proses maupun pencapaian tujuan penelitian, jikapun

dilakukan pemilihan berdasarkan sosial ekonomi, itu juga karena

pertimbangan etis dan ilmiah.

4. Potensi Resiko dan Manfaat

Resiko kepada subyek seminimal mungkin dengan keseimbangan

memadai atau tepat dalam kaitannya dengan prospek potensial manfaat

terhadap individu, nilai sosial dan ilmiah suatu penelitian.

5. Bujukan/ Eksploitasi/Iducement

a. Terdapat penjelasan tentang insentif bagi subyek, dapat berupa uang,

hadiah, layanan gratis jika diperlukan, atau lainnya

b. Insentif pada penelitian yang beresiko luka fisik, atau lebih berat dari

itu, diuraikan insentif yang lebih detail, termasuk asuransi, bahkan

kompensasi jika terjadi disabilitas, bahkan kematian.

6. Rahasia dan Privasi

a. Meminta persetujuan baru ketika ada indikasi munculnya masalah

kesehatan baru selama penelitian (yang sebelumnya tidak ada)


76
b. Peneliti mendesak subyek agar melakukan konsultasi lanjutan ketika

peneliti menemukan indikasi penyakit serius dengan tetap menjaga

hubungan peneliti subyek

c. Peneliti harus netral terhadap temuan baru, tidak memberikan

pendapat sekaitan temuannya, menyerahkan kepada tenaga ahlinya

d. Peneliti menjaga kerahasiaan temuan tersebut, jika terpaksa maka

peneliti membuka rahasia setelah menjelaskan kepada subyek tentang

keharusannya peneliti menjaga rahasia dan seberapa besar peneliti

telah melakukan pelanggaran atas prinsip ini dengan membuka rahasia

tersebut

7. PSP atau Informed Consent

a. Terdapat lembar informed consent beserta daftar penjelasan (PSP)

yang akan disampaikan kepada partisipan

b. Terdapat penjelasan proses mendapatkan persetujuan,

mempergunakan prosedur yang layak (kelayakan cara mendapatkan

persetujuan subyek)

c. Disertakan rincian isi naskah penjelasan yang akan diberikan kepada

calon subyek dengan bahasa naskah yang mudah dipahami.

77
4.10 Kerangka Operasional

Populasi
Semua penderita Diabetes Militus di Poli Penyakit Dalam RSU Universitas
Muhammadiyah Malang

Sampel Teknik Sampling


dalam penelitian ini sebanyak 120 Teknik Purposive Sampling
Responden

78
Pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengisi lembar kuesioner dan
Observasi

Variabel independen Variabel dependen


Komunikasi Terapeutik Dan Kejadian Komplikasi Pada
Kepatuhan Diit Pasien DM

Pengolahan data
Editing, Coding, tabulasi data, scoring

Analisis Uji
Uji Statistik Spearman

Hasil penelitian
Ada/tidak ada “Hubungan Antara Komunikasi Terapeutik Dan
Kepatuhan Diit Dengan Kejadian Komplikasi Pada Pasien DM Di
DAFTAR RUJUKAN
Ruang Mawar RSU UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
Malang”.
American Diabetic Assosiation. (2013). Diagnosis and Classification of Diabetes
Melitus. Retrieved on November 12, 2014
Arikunto, S. (2016). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta :
Rineka Cipta
Brooker, Cris. (2018). Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta : EGC
DCCT . (2018). The diabetes control dan Complication: U.S. Departement of
Health and Human Services. Trial and Follow up study
Depkes RI. (20l7). Profil Kesehatan Indonesia 2012. Jakarta : Kementerian
Kesehatan R1

79

Hasil penelitian
Ada/tidak ada “Hubungan Antara Komunikasi Terapeutik Dan
Kepatuhan Diit Dengan Kejadian Komplikasi Pada Pasien DM Di
Ruang Mawar RSU UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
Malang”.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (2007). Penatalaksanaan Diabetes
Mellitus Terpadu. Jakarta Balai Penerbit FKUI
Hidayat. A.A. (2017). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah edisi 1.
Jakarta : Salemba Medika
International Diabetes Federation. (2012). IDF Diabetes Atlas 5th edition. 2012
Update
Hasdianah. (2012). Mengenal Diabetes Mellitus Pada Orang Dewasa dan Anak
Anak Dengan Solusi Herbal. Yogyakarta : Nuha Medika
Hastuti, R.T. (2018) Faktor Faktor Resiko Ulkus Diabetika Pada Penderita
Diabetes Melitus . Tesis
Dewi,A.B. (2019). Menu Sehat 30 Hari Untuk Mencegah dan Mengatasi Diabetes
Melitus. Agro Media
Instalasi Gizi Perjan RS Dr. Cipto Mangunkusumo dan Asosiasi Dietisien
Indonesia. (2018). Penuntun Diet edisi baru. Sunita Almatsier (editor). Jakarta :
PT Gramedia Pustaka Utama
Krisnatuti,D., Yenrina,R & Rasjmida, D. (2014). Diet Sehat Untuk Penderita
Diabetes Mellitus. Jakarta : Penebar Swadaya
Nursalam. (2019) Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian keperawatan.
Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika
Nursalam. (2019) Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmiah
keperawatan. Jakarta : EGC
Persatuan Ahli Gizi Indonesia. (2019). Kamus Gizi Pelengkap Kesehatan
Keluarga. Jakarta : PT Kompas Media Nusantara
Phitri,HE.,Widyaningsih. (20l3). Hubungan Antara Pengetahuan dan sikap
penderita diabetes melitus dengan kepatuhan diet diabetes melitus di RSUD
AM.Parikesit Kalimantan Timur,Volume l,Nol,Mei 2013, 58 - 74.
Smelltzer & Bare. (2016). Buku ajar keperawatan medical bedah-Brunner &
Suddarth. Jakarta:EGC
Suyono, S. ( 2014 ). Patofisiologi Diabetes Mellitus Editor: Soegondo, dkk.,
Diabetes Mellitus Penatalaksanaan Terpadu , Cetakan ke-5, Jakarta: FKUI
Utami,D.T.,Karim,D & Agrina. (2014). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Kualitas Hidup Pasien Diabetes Mellitus dengan Ulkus Diabetikum.Universitas
Riau. JOM PSIK VOL. I NO. 2 Oktober 2014

80
World Health Organization. (2017). Prevention 0f Blindness From Diabetes
Mellitus. Retrieved on September 22, 20l4
Sulistyarini, T.,Susanti,M. (2013). Dukungan Keluarga Meningkatkan Kepatuhan
Diet Pasien Diabetes Mellitus Di Ruang Rawat Inap Rs. Baptis Kediri. Vol 6 ,No
I

Lampiran 1 Jadwal Kegiatan Penelitian

81
Lampiran 2 Lembar Penjelasan Kepada Calon Responden

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON RESPONDEN

Saya, Yusak Hamna mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Maharani

Malang Program Studi Strata Satu Keperawatan yang akan melakukan penelitian

yang berjudul “Hubungan Antara Komunikasi Terapeutik Dan Kepatuhan Diit Dengan

Kejadian Komplikasi Pada Pasien DM Di Ruang Mawar RSU UNIVERSITAS

82
MUHAMMADIYAH Malang”. Penelitian ini bertujuan Mengetahui Hubungan Antara

Komunikasi Terapeutik Dan Kepatuhan Diit Dengan Kejadian Komplikasi Pada Pasien

DM Di Mawar RSU UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH Malan g. Penelitian ini

tanpa ada paksaan, bila anda sudah memutuskan untuk ikut anda juga bebas untuk

mengundurkan diri atau berubah pikiran setiap saat tanpa dikenai denda ataupun

sanksi apapun.

A. Prosedur Penelitian

Apabila bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini, anda diminta

menandatangani lembar persetujuan. Penelitian ini membutuhkan waktu

sehari dengan cara mengisi kuesioner yang sudah diberikan.

B. Kesukarelaan Untuk Ikut Penelitian

Anda Bebas memilih keikut sertaan dalam ini rangkap dua, satu

untuk anda simpan, dan satu untuk peneliti. Prosedur selanjutnya adalah

peneliti akan mendatangi kerumah sakit permata bunda ada guna

memberikan kuisioner.

C. Kewajiban Responden Penelitian

Sebagai responden penelitian, yang tertulis di atas. Bila ada yang

belum jelas bisa bertanya lebih lanjut kepada peneliti.

D. Resiko Dan Efek Samping Dan Penanganannya

Penelitian ini dilakukan dengan cara memberikan kuisioner kepada

responden, peneliti menjamin bahwa penelitian ini tidakakan berdampak

negatif terhadap responden maupun orang lain.


83
E. Manfaat

Keuntungan langsung yang anda dapatkan adalah mengetahui

bagaimana umur ibu nifas dengan kejadian postpartum blues di Rs

Permata bunda Malang

F. Kerahasiaan

Semua informasi yang berkaitan dengan identitas partisipan

penelitian akan dirahasiakan dan hanya akan diketahui oleh peneliti serta

pembimbing penelitian. Hasil penelitian akan dipublikasikan tanpa

identitas partisipan penelitian.

G. Kompensasi

Peneliti harus menjelaskan apa konpensasi yang akan didapatkan

oleh responden sebagai ganti kehilangan waktu atau pendapatan akibat

mengikuti penelitian pada hari tersebut, pemberian ganti dalam bentuk

barang atau uang harus dijelaskan.

Pada Penelitian ini Peneliti akan memberikan kompensasi sebagai

ucapan terimakasih dan mengganti waktu istirahat responden yaitu berupa:

1. Snack

2. Handuk sebagai cendera mata

H. Pembiayaan

Semua biaya yang terkait penelitian akan ditanggung oleh peneliti

sendiri.

I. Informasi Tambahan
84
Orang tua diberi kesempatan untuk menanyakan semua hal yang

belum jelas sehubungan dengan penelitian ini. Bila sewaktu-waktu

membutuhkan.

Penjelasan lebih lanjut dapat menghubungi peneliti pada No. HP

+6281 juga dapat menanyakan tentang penelitian kepada institusi terkait.

Lampiran 3 : Lembar permohonan menjadi responden

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada

Yth. Calon Responden

Di tempat

Dengan hormat,
Saya sebagai mahasiswa program S1 Keperawatan STIkes Maharani
Malang, bahwa saya mengadakan penelitian ini untuk menyelesaikan tugas akhir
program S1 Keperawatan STIkes Maharani Malang. Tujuan penelitian ini adalah
Mengetahui Hubungan Antara Komunikasi Terapeutik Dan Kepatuhan Diit Dengan
Kejadian Komplikasi Pada Pasien DM Di Mawar RSU UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH Malang. Sehubungan dengan hal diatas saya mengharapkan
kesediaan anda untuk memberikan jawaban terhadap pertanyaan yang ada pada
85
angket sesuai dengan pendapat anda sendiri tanpa dipengaruhi oleh pihak lain
sesuai dengan petunjuk. Saya menjamin kerahasiaan pendapat anda. Identitas dan
informasiyang anda berikan hanya digunakan untuk mengembangkan ilmu
keperawatan dan tidak digunakan untuk maksud lain
Partisipasi anda dalam penelitian ini bersifat bebas. Anda bebas ikut atau
tidak tanpa sanksi apapun. Atas perhatian dan kesediaannya saya sampaikan
terimakasih.

Hormat saya,
Peneliti

Yusak Hamna
NIM. 2014314201041

Lampiran 4 : Lembar persetujuan menjadi responden

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Judul Penelitian : HUBUNGAN ANTARA KOMUNIKASI TERAPEUTIK

DAN KEPATUHAN DIIT DENGAN KEJADIAN

KOMPLIKASI PADA PASIEN DM DI RUANG MAWAR

RSU UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

Peneliti : Yusak Hamna

NIM : 2014314201041

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : …………………………………………

Alamat : …………………………………………

86
Saya bersedia menjadi responden pada penelitian. Saya mengerti bahwa
saya menjadi bagian dari penelitian ini yang bertujuan untuk Mengetahui Hubungan
Antara Komunikasi Terapeutik Dan Kepatuhan Diit Dengan Kejadian Komplikasi Pada
Pasien DM Di ruang Mawar RSU UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH Malang.
Saya telah diberitahukan bahwa partisipasi atau penolakan ini tidak merugikan
saya dan saya mengerti bahwa tujuan dari penelitian ini akan sangat bermanfaat
bagi saya maupun bagi dunia kesehatan.
Demikian secara sukarela dan tidak ada unsur paksaan dari siapapun, saya
bersedia berperanserta dalam penelitian ini.
Malang,

Peneliti

(Yusak Hamna ) Responden

Lampiran 5 Kuesioner Hubungan Antara Komunikasi Terapeutik Dan Kepatuhan Diit


Dengan Kejadian Komplikasi Pada Pasien DM Di ruang Mawar RSU UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH Malang

KUESIONER
HUBUNGAN ANTARA KOMUNIKASI TERAPEUTIK DAN

KEPATUHAN DIIT DENGAN KEJADIAN KOMPLIKASI PADA PASIEN

DM DI RUANG MAWAR RSU UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

MALANG

A. Petunjuk Pengisian

1. Isilah biodata anda

87
2. Pilihlah jawaban dengan cara memberi tanda Chek List (√) pada jawaban
yang anda pilih dan mengisi pada tempat yang tersedia sesuai dengan
keadaan saat ini.
B. DATA DEMOGRAFI

No. Responden : …………………………………………

Tanggal : …………………………………………

1. Nama (inisial) : …………………………………………

2. Umur : …………………………………………

3. Lama Menderita DM :…………………………………..

4. Pendidikan terakhir

 Tidak Sekolah
 SD
 SMP
 SMA
 Perguruan Tinggi

5. Pekerjaan
 Buruh
 Swasta
 Wiraswasta
 PNS
 Ibu Rumah Tangga

88
Lampiran 5 Kuesioner Komunikasi Terapeutik Perawat

LEMBAR OBSERVASI

KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT

Nomor :

Nama Perawat :

KOMUNIKASI TERAPEUTIK
NO. PERNYATAAN PERAWAT
SB B KB TB
FASE PRE INTERAKSI (Tidak di observasi)
FASE ORIENTASI
1. Perawat mengucapkan salam
2. Perawat memperkenalkan diri
3. Perawat menanyakan nama dan
panggilan yang disukai
4. Menjelaskan peran perawat dan klien
89
5. Perawat menanyakan tentang keluhan
yang dirasakan klien
6. Perawat menjelaskan interaksi/tindakan
yang akan dilakukan
7. Perawat menjelaskan tujuan
interaksi/tindakan yang akan dilakukan
8. Perawat menjelaskan lamanya waktu
yang dibutuhkan untuk melakukan
interaksi/tindakan
9. Menyepakati tindakan/interaksi yang
akan dilakukan
10. Perawat mengatur posisi dan
menciptakan lingkungan yang aman dan
nyaman bagi klien dan perawat
(berhadapan, menjaga privasi)
11. Perawat menunjukkan sikap empati,
tenang, dan bersahabat
12. Perawat menanyakan aktifitas yang biasa
dilakukan
13. Perawat memberikan respon yang sesuai
FASE KERJA
14. Perawat menjelaskan proses
tindakan/prosedur yang akan dilakukan
15. Perawat melakukan tindakan sesuai SOP
16. Perawat tetap mempertahankan
komunikasi dengan klien selama
tindakan/prosedur dilakukan
17. Perawat menanyakan perasaan klien
terhadap tindakan/prosedur keperawatan
yang sudah dilakukan
18. Perawat memperhatikan respon klien
setelah dilakukan tindakan/prosedur
dilakukan
19. Perawat menanggapi dan menjelaskan
apa yang harus dilakukan dan apa yang
90
tidak boleh dilakukan oleh klien setelah
tindakan/prosedur dilakukan
FASE TERMINASI
20. Perawat mengingatkan waktu interaksi
21. Perawat melakukan evaluasi terhadap
interaksi yang telah dilakukan
22. Perawat menjelaskan kepada klien
tentang rencana tindakan/prosedur yang
akan dilakukan pada pertemuan
selanjutnya
23. Perawat menjelaskan kapan
tindakan/prosedur tersebut akan
dilakukan
24. Perawat menyepakati kontrak baru
25. Perawat mengucapkan salam dengan
ramah, sopan, dan bersahabat saat
meninggalkan klien

Keterangan :

SB : Sangat Baik (4) KB : Kurang Baik (2)


B : Baik (3) TB : Tidak Baik (1)

91
Lampiran 6 : Kuesioner Kepatuhan Diit

Petunjuk : Untuk masing- masing pertanyaan, berilah tanda ( ✓ )pada kolom


pilihan sesuai dengan perasaan Anda

No. Pernyataan Ya Tidak

1. Anda rutin memeriksakan penyakit Anda ke dokter

Anda sering mengabaikan nasehat yang diberikan oleh


2.
dokter

3. Anda membeli obat yang diresepkan oleh dokter

Anda juga membeli obat yang tidak diresepkan oleh


4. dokter yang menurut orang lain dapat menurunkan
kadar gula darah Anda

5. Anda tetap menebus obat yang diresepkan oleh dokter


meskipun harganya mahal

Anda minum obat pada waktu yang telah ditentukan


6.
oleh dokter

Anda sering lupa minum obat jika tidak ada yang


7.
mengingatkan

8. Anda minum obat hanya pada saat kadar gula darah


Anda meningkat

Anda selalu menghabiskan obat yang diresepkan oleh


9. dokter sesuao dengan waktu yang telah ditentukan
dokter

10. Anda datang ke dokter kembali setelah obat habis

92
Lampiran 7 : Kuesioner Kepatuhan Diit

Petunjuk: Berilah tanda cek list ( ✓ ) pada kolom jawaban yang telah tersedia.

Tidak
No. Pertanyaan Selalu Sering Jarang
Pernah
Saya makan tepat waktu sesuai jadwal yang
1. sudah dikonsultasikan oleh dokter atau
petugas kesehatan yang lain.
Saya makan makanan yang sesuai anjuran
2. dokter atau petugas kesehatan yang lain.

Saya tidak mau mentaati aturan makan


3. penderita DM karena menyusahkan.

Saya terlalu sibuk dengan urusan saya


4. sehingga saya makan tidak tepat waktu.

Saya setiap hari mengkonsumsi makanan


dan minuman yang terasa manis/banyak
5.
mengandung gula.

Saya setiap hari mengkonsumsi makanan


yang banyak mengandung minyak / tinggi
6. lemak seperti makanan siap saji (fast food),
gorengan, usus, dan hati.

Setiap hari saya makan lebih dari tiga kali.


7.
Saya setiap hari mengkonsumsi makanan
yang banyak mengandung vitamin dan
8.
mineral.

Saya setiap hari mengkonsumsi makanan


yang banyak mengandung protein, seperti,
9.
telur dan daging.

Saya setiap hari selalu makan sayur dan


10. buah sesuai dengan anjuran dokter.

93
Setiap bulan saya secara rutin menimbang
11. berat badan

Saya suka makan makanan yang asin- asin.


12.
Tidak
No. Pertanyaan Selalu Sering Jarang
Pernah
Saya selalu makan makanan kecil / ngemil.
13.
Jadwal aturan makan / diet yang dianjurkan
14. terasa berat bagi saya.

Saya tidak mencatat menu makanan setiap


15. hari.

Saya secara rutin mengontrol kadar gula


darah kepuskesmas / pelayanan kesehatan
16. yang lain untuk menentukan kebutuhan diet
saya.

Saya selalu melakuka variasi makanan pada


17. jadwal diet makan saya agar tidak terjadi
kebosanan.
Saya memakai gula pengganti seperti gula
jagung pada saat ingin mengkonsumsi
18.
minuman/makanan yang manis.

Lampiran 8 : Lembar Observasi Komplikasi Pada Pasien Diabetes

94
No. Pernyataan Ya Tidak

1.

Anda sering mengabaikan nasehat yang diberikan oleh


2.
dokter

3. Anda membeli obat yang diresepkan oleh dokter

Anda juga membeli obat yang tidak diresepkan oleh


4. dokter yang menurut orang lain dapat menurunkan
kadar gula darah Anda

5. Anda tetap menebus obat yang diresepkan oleh dokter


meskipun harganya mahal

Anda minum obat pada waktu yang telah ditentukan


6.
oleh dokter

Anda sering lupa minum obat jika tidak ada yang


7.
mengingatkan

8. Anda minum obat hanya pada saat kadar gula darah


Anda meningkat

Anda selalu menghabiskan obat yang diresepkan oleh


9. dokter sesuao dengan waktu yang telah ditentukan
dokter

10. Anda datang ke dokter kembali setelah obat habis

95

Anda mungkin juga menyukai