Anda di halaman 1dari 26

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan kesehatan Indonesia diarahkan guna mencapai pemecahan masalah

kesehatan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan

yang optimal. Masalah kesehatan dapat dipengaruhi oleh pola hidup, pola makan, lingkungan

kerja, olahraga dan stres. Perubahan gaya hidup terutama di kota-kota besar, menyebabkan

meningkatnya prevalensi penyakit degeneratif, seperti penyakit jantung, hipertensi,

hiperlipidemia, diabetes melitus (DM) dan lain-lain (Waspadji, 2009).

DM merupakan penyakit menahun yang ditandai oleh kadar gula darah yang tinggi dan

gangguan metabolisme pada umumnya, yang pada perjalanannya bila tidak dikendalikan dengan

baik akan menimbulkan berbagai komplikasi baik yang akut maupun yang menahun. Kelainan

dasar dari penyakit ini ialah kekurangan hormon insulin yang dihasilkan oleh pankreas, yaitu

kekurangan jumlah dan atau dalam kerjanya. Jumlah Penderita diseluruh dunia Jumlah penderita

di seluruh dunia tahun 1998 yaitu ± 150 juta, tahun 2000 yaitu ± 175,4 juta diperkirakan tahun

2010 yaitu ± 279 juta (Jafar, 2009)Belum tersedianya data nasional mengenai prevalensi DM

pada perempuan usia reproduksi (15-49 tahun), membuat peneliti tertarik untuk mengetahui

gambaran prevalensi DM pada usia tersebut beserta faktor risikonya, dengan begitu kita dapat

mewaspadai dan menghindari hal tersebut agar tidak terjadi Diabetes mellitus pada usia tersebut

(Wahyuni, April 2013).

DM atau kencing manis adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang karena
adanya peningkatan kadar gula dalam darah akibat kekurangan insulin, baik absolut maupun

relatif. Absolut artinya pankreas sama sekali tidak bisa menghasilkan insulin sehingga harus

mendapatkan insulin dari luar (melalui suntikan) dan relatif artinya pankreas masih bisa

menghasilkan insulin yang kadarnya berbeda pada setiap orang (Perkeni, 2013).

DM merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemi

yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. DM dibagi dalam

dua tipe, yaitu tipe 1 dan tipe 2. Tipe 1 dimana sel pankreas penderita tidak dapat membuat

hormorn insulin, sedangkan tipe 2 dimana insulin yang dibuat tidak dapat berfungsi secara

normal. Tipe DM yang paling banyak ditemukan adalah tipe 2 (PERKENI, 2015).

Berdasarkan data diatas menginformasikan DM sebagai masalah kesehatan yang perlu

ditangani dengan serius. DM memberikan dampak terhadap kualitas hidup manusia, maka semua

pihak terutama tenaga kesehatan wajib memiliki pengetahuan dalam memelihara dan

meningkatkan kesehatan. Oleh karena itu diperlukan suatu gambaran untuk mengetahui tentang

pengetahuan tenaga kesehatan tentang DM. DM bisa dicegah, ditunda kedatangannya atau

dihilangkan dengan mengendalikan faktor risiko (Baharutan, 2015).

International Diabetes Federation (IDF) menyebutkan bahwa prevalensi DM di dunia

adalah 1,9% dan telah menjadikan DM sebagai penyebab kematian urutan ketujuh di dunia

sedangkan tahun 2012 angka kejadian DM didunia adalah sebanyak 371 juta jiwa dimana

proporsi kejadian DM tipe 2 adalah 95% dari populasi dunia yang menderita DM. Hasil Riset

Kesehatan Dasar pada tahun 2008, menunjukan prevalensi DM di Indonesia membesar sampai

57%. Tingginya prevalensi DM tipe 2 disebabkan oleh faktor risiko yang tidak dapat berubah

misalnya jenis kelamin, umur, dan faktor genetik yang kedua adalah faktor risiko yang dapat
diubah misalnya tingkat pendidikan, pekerjaan, aktivitas fisik, kebiasaan merokok, konsumsi

alkohol, Indeks Masa Tubuh, lingkar pinggang dan umur (Noor, 2015).

Uraian dan data tersebut diatas menunjukkan adanya peningkatan jumlah penderita DM baik

secara global, nasional maupun di daerah khususnya di Puskesmas sihepeng Kabupaten

Mandailing Natal dari tahun ketahun, oleh karena itu peneliti menganggap pentingnya penelitian

tentang faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian DM Tipe 2 (Kemenkes, 2013) di

Puskesmas sihepeng Kabupaten Mandailing Natal. Pada tahun 2013 DM menempati urutan

ketujuh penyakit tidak menular terbanyak di Sumatera Utara dengan prevalensi 1,21% setelah

penyakit persendian, gangguan mental, Hipertensi, Cedera, dan Asma. Prevalensi pasien rawat

jalan yang menderita DM di seluruh rumah sakit di Sumatera Utara tahun 2002 menempati

urutan kelima dengan proporsi 8,09%. Di kota Medan, tahun 2004 prevalensi DM sebesar 2,26%

dan naik menjadi 2,96% pada tahun 2005 (Kemenkes, 2013).

Wanita lebih berisiko mengidap diabetes karena secara fisik wanita memiliki peluang

peningkatan indeks masa tubuh yang lebih besar. Hasil Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2008,

menunjukan prevalensi DM di Indonesia membesar sampai 57%, pada tahun 2012 angka

kejadian DM didunia adalah sebanyak 371 juta jiwa, dimana proporsi kejadian DM tipe 2 adalah

95% dari populasi dunia yang menderita DM dan hanya 5% dari jumlah tersebut menderita DM

tipe 1 (Noor, 2015).

Menurut Dyah (2013) apabila kadar gula darah tetap dibiarkan tinggi dalam jangka

panjang, maka berpotensi merusak sel-sel saraf dan aliran darah ke organ-orang seksual. Hal ini

secara umum mengakibatkan fungsi seksual para diabetes mudah terganggu (Chandra, 2013).

Hasil Penelitian Tahun 2013 tentang faktor gaya hidup pasien DM mempengaruhi kesehatan
reproduksi dengan hasil DM dapat secara langsung atau tidak langsung terkait dengan beberapa

gangguan pada sistem reproduksi dan fungsi seksual. Beberapa penelitian telah menunjukkan

bahwa dapat dicegah dengan mengurangi berat badan, olahraga teratur, modifikasi diet, pantang

merokok, dan membatasi konsumsi alkohol. Kontrol berat badan tampaknya menawarkan

keuntungan terbesar. Penyuluhan kesehatan untuk DM merupakan langkah awal yang penting

untuk membuat pilihan gaya hidup sehat dan mengelola kondisinya secara efektif (Guillaume

Aboua, 2013).

Berdasarkan studi pendahuluan dari data rekam medik di Puskesmas sihepeng Kabupaten

Mandailing Natal kasus DM dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Tercatat tahun 2019

jumlah DM pada perempuan usia subur sebanyak 203 kasus meningkat pada tahun 2020

sebanyak 220 kasus dan meningkat tahun 2021 yaitu sebesar 230 kasus. Hal ini menunjukkan

terjadi peningkatan DM dari tahun ke tahun di Puskesmas sihepeng Kabupaten Mandailing

Natal.

Dari hasil wawancara 6 orang dari mereka mengatakan ibu/ayah mereka mempunyai

riwayat penyakit DM, 18 orang dari mereka mengatakan kurang olahraga, kebiasaan makan,

dislipidemia, hipertensi, stres, dan obesitas dan 6 orang mengatakan kebiasaan mengkonsumsi

makanan tinggi lemak dan banyak mengkonsumsi gula(Puskesmas sihepeng , 2021).

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka peneliti tertarik untuk

meneliti masalah faktor yang mempengaruhi Penderita DM Tipe 2 Melakukan Kontrol Kadar

Gula Darah Ke Puskesmas sihepeng Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2021.

1.2 Permasalahan
Berdasarkan data rekam medik di Puskesmas sihepeng Kabupaten Mandailing Natal

kasus DM dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Tercatat tahun 2019 jumlah DM pada

perempuan usia subur sebanyak 101 kasus meningkat pada tahun 2020 sebanyak 121 kasus dan

meningkat tahun 2021 yaitu sebesar 129 kasus. Hal ini menunjukkan terjadi peningkatan DM

Tipe II dari tahun ke tahun di Puskesmas sihepeng Kabupaten Mandailing Natal. Berdasarkan

latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu apakah faktor yang

mempengaruhi Penderita DM Tipe 2 Melakukan Kontrol Kadar Gula Darah Ke Puskesmas

sihepeng Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2021.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitan ini adalah untuk menganalisis faktor yang mempengaruhi Penderita DM

Tipe 2 Melakukan Kontrol Kadar Gula Darah Ke Puskesmas sihepeng Kabupaten Mandailing

Natal Tahun 2021.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi Puskesmas sihepeng Kabupaten Mandailing

Natal dalam upaya meningkatkan pelayanan kesehatan untuk dapat membantu

meningkatkan derajat kesehatan.

2. Menambah studi kepustakaan tentang faktor yang mempengaruhi Penderita DM Tipe II

Melakukan Kontrol Kadar Gula Darah sehingga dapat dijadikan masukkan dalam penelitian

selanjutnya.

3. Untuk peningkatan pengalaman dan wawasan bagi peneliti sendiri dalam menganalisa

tentang faktor yang mempengaruhi Penderita DM Tipe II Melakukan Kontrol Kadar Gula

Darah serta sebagai bahan referensi untuk peneliti selanjutnya.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Diabetes Mellitus (DM)

Penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang juga dikenal sebagai penyakit kencing manis atau

penyakit gula darah adalah golongan penyakit kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar

gula dalam darah sebagai akibat adanya gangguan sistem metabolisme dalam tubuh, dimana

organ pankreas tidak mampu memproduksi hormon insulin sesuai kebutuhan tubuh. DM jika

tidak cepat ditangani, dalam jangka panjang DM bisa menimbulkan berbagai komplikasi.

2.1.1 Defenisi

DM adalalah gangguan metabolisme yang secara genetik dan klinis termasuk heterogen

dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat, jika telah berkembang penuh secara

klinis maka DM ditandai dengan hiperglikemia puasa dan postprandial, aterosklerosis dan

penyakit vaskular mikroangiopati (Sari, 2012).

DM Tipe II merupakan penyakit hiperglikemi akibat insensivitas sel terhadap insulin.

Kadar insulin mungkin sedikitmenurun atau berada dalam rentang normal. Karena insulin tetap

dihasilkan oleh sel-sel beta pankreas, maka diabetes mellitus tipe II dianggap sebagai non insulin

dependent DM (Sari, 2012).

DM Tipe II adalah penyakit gangguan metabolik yang di tandai oleh kenaikan gula darah

akibat penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas dan atau ganguan fungsi insulin

(resistensi insulin) (Sari, 2012).

2.1.2 Patogenesis DM

Patogenesis DM merupakan penyakit yang disebabkan oleh adanya kekurangan insulin

secara relatif maupun absolut. Defisiensi insulin dapat terjadi melalui 3 jalan, yaitu:
a. Rusaknya sel-sel B pankreas karena pengaruh dari luar (virus,zat kimia,dll)

b. Desensitasi atau penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pankreas

c. Desensitasi atau kerusakan reseptor insulin di jaringan perifer (Waspadji, 2009).

2.1.3 Patofisiologi DM

Dalam patofisiologi DM tipe II terdapat beberapa keadaan yang berperan yaitu :

1. Resistensi insulin

2. Disfungsi sel B pancreas DM tipe II bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin,

namun karena sel sel sasaran insulin gagal atau tidak mampu merespon insulin secara

normal.Keadaan ini lazim disebut sebagai “resistensi insulin”. Resistensi insulin banyak

terjadi akibat dari obesitas dan kurang nya aktivitas fisik serta penuaan.Pada penderita

DM tipe II dapat juga terjadi produksi glukosa hepatik yang berlebihan namun tidak

terjadi pengrusakan sel-sel B langerhans secara autoimun seperti diabetes melitus tipe II.

Defisiensi fungsi insulin pada penderita diabetes melitus tipe II hanya bersifat relatif dan

tidak absolut.

Pada awal perkembangan DM tipe II, sel B menunjukan gangguan pada sekresi

insulin fase pertama,artinya sekresi insulin gagal mengkompensasi resistensi insulin.

Apabila tidak ditangani dengan baik,pada perkembangan selanjutnya akan terjadi

kerusakan sel-sel B pankreas. Kerusakan sel-sel B pankreas akan terjadi secaraprogresif

seringkali akan menyebabkan defisiensi insulin,sehingga akhirnya penderita memerlukan

insulin eksogen. Pada penderita DM tipe 2 memang umumnya ditemukan kedua faktor

tersebut, yaitu resistensi insulin dan defisiensi insulin (Waspadji, 2009).

2.1.4 Diagnosis
Keluhan dan gejala yang khas ditambah hasil pemeriksaan glukosa darah sewaktu

>200 mg/dl, glukosa darah puasa >126 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis

DM. Untuk diagnosis DM dan gangguan toleransi glukosa lainnya diperiksa glukosa

darah 2 jam setelah beban glukosa. Sekurang- kurangnya diperlukan kadar glukosa darah

2 kali abnormal untuk konfirmasi diagnosis DM pada hari yang lain atau Tes Toleransi

Glukosa Oral (TTGO) yang abnormal. Konfirmasi tidak diperlukan pada keadaan khas

hiperglikemia dengan dekompensasi metabolik akut, seperti ketoasidosis, berat badan

yang menurun cepat. Ada perbedaan antara uji diagnostik DM dan pemeriksaan

penyaring. Uji diagnostik dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala DM,

sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak

bergejala, tetapi punya resiko DM (usia > 45 tahun, berat badan lebih, hipertensi, riwayat

keluarga DM, riwayat abortus berulang, melahirkan bayi > 4000 gr, kolesterol HDL <=

35 mg/dl, atau trigliserida ≥ 250 mg/dl). Uji diagnostik dilakukan pada mereka yang

positif uji penyaring. Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar

glukosa darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan

tes toleransi glukosa oral (TTGO) standar (Sari,2012).

2.1.5 Komplikasi

Komplikasi DM yang tidak terkontrol dengan baik akan menimbulkan komplikasi

akut dan kronis. Menurut PERKENI komplikasi DM dapat dibagi menjadi dua kategori,

yaitu :

a. Komplikasi akut

1) Hipoglikemia, adalah kadar glukosa darah seseorang di bawahnilai normal (< 50 mg/dl).
Hipoglikemia lebih sering terjadi pada penderita DM tipe 1 yang dapat dialami 1-2 kali

per minggu, Kadar gula darah yang terlalu rendah menyebabkan sel-sel otak tidak

mendapat pasokan energi sehingga tidak berfungsi bahkan dapat mengalami kerusakan.

2) Hiperglikemia, hiperglikemia adalah apabila kadar gula darah meningkat secara tiba-tiba,

dapat berkembang menjadi keadaan metabolisme yang berbahaya, antara lain

ketoasidosis diabetik, Koma Hiperosmoler Non Ketotik (KHNK) dan kemolakto asidosis.

b. Komplikasi Kronis

1) Komplikasi makrovaskuler, komplikasi makrovaskuler yangumum berkembang pada

penderita DM adalah trombosit otak (pembekuan darah pada sebagian otak),

mengalami penyakit jantung koroner (PJK), gagal jantung kongetif, dan stroke.

2) Komplikasi mikrovaskuler, komplikasi mikrovaskuler terutama terjadi pada penderita

DM tipe 1 seperti nefropati, diabetik retinopati (kebutaan), neuropati,dan amputasi

(Waspadji, 2009).

2.1.6 Pencegahan

Pencegahan penyakit DM dibagi menjadi empat bagian yaitu : Pencegahan

Premordial Pencegahan premodial adalah upaya untuk memberikan kondisi pada

masyarakat yang memungkinkan penyakit tidak mendapat dukungan dari kebiasaan, gaya

hidup dan faktor risiko lainnya. Prakondisi ini harus diciptakan dengan multimitra.

Pencegahan premodial pada penyakit DM misalnya adalah menciptakan prakondisi

sehingga masyarakat merasa bahwa konsumsi makan kebarat-baratan adalah suatu pola
makan yang kurang baik, pola hidup santai atau kurang aktivitas, dan obesitas adalah

kurang baik bagi kesehatan.

a. Pencegahan Primer

Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada orangorang yang termasuk

kelompok risiko tinggi, yaitu mereka yang belum menderita DM, tetapi berpotensi untuk

menderita DM diantaranya : Kelompok usia tua (>45tahun); Kegemukan (BB(kg)>120%

BB idaman atau IMT>27 (kglm2)) ; Tekanan darah tinggi (>140i90mmHg); Riwayat

keiuarga DM; Riwayat kehamilan dengan BB bayi lahir > 4000 gr; Disipidemia (HvL

Trigliserida>250mg/dl); dan Pernah TGT atau glukosa darah puasa tergangu (GDPT).

Untuk pencegahan primer harus dikenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap

timbulnya DM dan upaya untuk menghilangkan faktor-faktor tersebut. Oleh karena

sangat penting dalam pencegahan ini. Sejak dini hendaknya telah ditanamkan pengertian

tentang pentingnya kegiatan jasmani teratur, pola dan jenis makanan yang sehat menjaga

badan agar tidak terlalu gemuk:, dan risiko merokok bagi kesehatan.

b. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya

penyulit dengan tindakan deteksi dini dan memberikan pengobatan sejak awal penyakit.

Dalam pengelolaan pasien DM, sejak awal sudah harus diwaspadai dan sedapat mungkin

dicegah kemungkinan terjadinya penyulit menahun. Pilar utama pengelolaan DM

meliputi: Penyuluhan; perencanaan makanan; latihan jasmani dan obat berkhasiat

hipoglikemik.
c. Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier adalah upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut dan

merehabilitasi pasien sedini mungkin, sebelum kecacatan tersebut menetap. Pelayanan

kesehatan yang holistik dan terintegrasi antar disiplin terkait sangat diperlukan, terutama

dirumah sakit rujukan, misalnya para ahli sesama disiplin ilmu seperti ahli penyakit

jantung, mata, rehabilitasi medis, gizi dan lain-lain (DEPKES, 2008).

2.4 Landasan Teori

Kerangka teori dalam penelitian ini disusun berdasarkan rangkuman tinjauan teori

yang ada, dikhususkan tentang faktor yang mempengaruhi terhadap kejadian DM tipe II

Melakukan Control Kadar Gula Darah di Puskesmas sihepeng Kabupaten Mandailing

Natal Tahun 2021.

Kejadian DM tipe II beserta faktor-faktor yang mempengaruhi disebabkan oleh

banyak faktor (multifaktorial) yang diperkirakan berhubungan dengan kejadian DM tipe

II sebagai berikut : pola gaya hidup, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, usia, jenis

kelamin serta berat badan. Di samping itu pola konsumsi makan yang berhubungan

dengan kondisi status gizi. Berdasarkan alasan diatas selanjutnya dapat digambarkan

bagan kerangka konsep sebagai berikut:

2.5 Kerangka Konsep

Berdasarkan tinjauan pustaka, diperoleh beberapa hal yang mempengaruhi


Penderita DM Tipe II Melakukan Kontrol Kadar Gula Darah yaitu: pendidikan,

pekerjaan, penghasilan, riwayat keluarga, aktifitas fisik dan pola konsumsi makan. Yang

menjadi variabel terikat adalah Penderita DM tipe II.

Sedangkan untuk variabel bebas adalah pendidikan, pekerjaan, penghasilan,

riwayat keluarga, aktifitas fisik dan pola konsumsi makan.

Berdasarkan kerangka teori di atas, selanjutnya dapat digambarkan bagan

kerangka konsep sebagai berikut:

Variabel Independen Variabel Dependen

Kontrol Kadar Gula Darah Kejadian DM Tipe II

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

2.6 Hipotesis Penelitian

Ada pengaruh kejadian DM tipe II Melakukan Control Kadar Gula Darah di

Puskesmas sihepeng Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2021.

BAB 3

METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian Case Control dimana pengumpulan data

dimulali dari efek atau akibat yang telah terjadi, kemudian dari efek tersebut ditelusuri

penyebabnya atau variabel-variabel yang memengaruhi akibat tersebut. Kelompok kasus

adalah DM sedangkan kelompok kontrol adalah Kadar Gula Darah.

Faktor Resiko ( - ) Retrospektif Kasus : Responden Yang


Menderita DM
Faktor Resiko ( + )

Faktor Resiko ( + )
Retrospektif Kontrol : Responden yang
Faktor Resiko ( - ) tidak menderita DM

Gambar 3.1 Rancangan Penelitian Case Control

Sumber: Notoadmodjo S, 2014

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di ruang rawat jalan Puskesmas sihepeng Kabupaten

Mandailing Natal. Pemilihan kasus ini berdasarkan karena masih tingginya DM tipe II di

Puskesmas sihepeng Kabupaten Mandailing Natal. Adapun yang menjadi alasan peneliti

adanya masalah yang bisa dilihat pada Puskesmas sihepeng Kabupaten Mandailing Natal

sebagai tempat fasilitas kesehatan yang banyak didatangi penderita DM tipe II karena

sampelnya cukup, sumber buku lengkap, lokasi penelitian dekat dari tempat tinggal

peneliti serta dapat dipertanggungjawabkan.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini direncanakan dari Januari s/d Agustus 2022.


3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi adalah merupakan wilayah generalisasi yang terdiri dari obyek/subyek

yang memiliki kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.

3.3.1 Populasi

Populasi kasus dalam penelitian ini adalah seluruh penderita terdiagnosa DM tipe

II di ruang rawat jalan Puskesmas sihepeng Kabupaten Mandailing Natal sebanyak 230

orang . Populasi kontrol dalam penelitian ini adalah seluruh responden yang tidak

terdiagnosa DM tipe II di Puskesmas sihepeng Kabupaten Mandailing Natal.

3.3.2 Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi, pada penelitian ini sampel dibagi menjadi 2

yaitu sampel kasus dan sampel kontrol. Penelitian kasus kontrol memerlukan nilai OR

dari penelitian terdahulu untuk digunakan dalam perhitungan besar sampel. Nilai OR

beberapa penelitian terdahulu yang terkait dengan variabel independen dalam penelitian.

Besarnya sampel yang diambil pada studi kasus kontrol dihitung denganmenggunakan

rumus dari: Stanley Lameshow et.al (1997), yaitu :

Keterangan :

n : besar sampel minimal

Z 1-α/2 : 1,96 pada derajat kepercayaan 95%

Z 1-  : 0,84 pada kekuatan uji 80%

P1 : kelompok kasus yang terpapar


P2 : kelompok kontrol yang terpapar dengan tingkat kemaknaan 5%

Jumlah sampel minimal dengan menggunakan rumus di atas, maka terlebih dahulu dicari

P1 dengan menggunakan rumus :

(OR) P2
P1 = ------------------------
(OR) P2 + (1 – P2)

Setelah dari atas dan didasarkan pada perhitungan P2 dan OR hasil penelitian terdahulu,

dimana jumlah sampel setiap variabel dengan α = 0,05 perbandingan satu kasus dan satu kontrol

dapat di hitung besar sampel minimal dengan melihat OR yang paling tinggi dari peneliti

terdahulu sebagai dasar dalam perhitungan sampel sepertitabel dibawah ini:

Tabel 3.1 Nilai Odd Rasio Untuk Setiap Variabel

Variabel OR n Peneliti
Pendidikan 9,33 22 Wijaksono (2011)
Pekerjaan 1,54 30 Mongonsidi (2014)
Penghasilan 0,49 28 Kiadaliri(2013)
Riwayat Keluarga 4, 3 40 Syamiyah ( 2014 )
Obesitas 0,52 26 Hutabarat ( 2014 )
Aktifitas fisik 4,40 36 Desiana ( 2016 )
Pola Makan 4,7 33 Hutagaol ( 2014 )

Sumber : Wahyuni, April 2013

Berdasarkan tabel diatas OR yang paling tinggi dari peneliti terdahulu yaituvariabel

riwayat keluarga (Syamiyah, 2014) dengan OR = 4,3 dan n = 40. Perhitungan rumus besar

sampel minimal di atas, maka jumlah sampel untuk kasus ditetapkan sebanyak 40 orang dengan

perbandingan kasus kontrol 1:1, sehingga jumlah sampel kontrol sebanyak 40 orang.

Besarnya pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan peneliti terkait waktu, dana, dan
tenaga. Pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini menggunakan accidental sampling

merupakan teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, siapa saja yang secara kebetulan/

incidental bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang

kebetulan ditemui itu cocok dengan sebagai sumber data (Notoatmodjo, 2014).

1) Sampel Kasus

Sampel kasus adalah seluruh responden yang terdiagnosa DM tipe II berdasarkan data

rekam medis tahun 2021 di Puskesmas sihepeng Kabupaten Mandailing Natal. Kriteria sampel

pada kasus merupakan kriteria eksklusi penderita DM tipe II dan bersedia menjadi responden

penelitian. yaitu sebanyak 40 orang.

Sampel kasus adalah seluruh responden yang tidak terdiagnosa DM tipe 2 berdasarkan data

rekam medis tahun 2021 di Puskesmas sihepeng Kabupaten Mandailing Natal. Kriteria sampel

pada kasus yaitu penderita DM tipe II dan bersedia menjadi responden penelitian. yaitu

sebanyak 40 orang. Kriteria sampel pada sampel kontrol merupakan kriteria inklusi bukan

penderita DM atau gula darah normal serta bersedia menjadi responden dan kriteria eksklusi

penderita DM tipe II sebanyak 40 orang.

Sampel diambil sebanding dengan jumlah sampel kasus dengan perbandingan 1 : 1, maka

jumlah kontrol sebanyak 40 orang. Kriteria yang digunakan dalam pengambilan sampel :

(1) Kriteria Kasus : status responden yang terdiagnosa DM tipe II

(2) Kriteria Kontrol : status responden yang tidak terdiagnosa DM tipe II

(3) Kriteria Pencocokan (Matching).

Pencocokan (matching) merupakan prasyarat pada penelitian kasus-kontrol. Pencocokan

(matching) dilakukan untuk mengatasi permasalahan keragaman yang berlebihan pada

kelompok kasus kontrol.Pencocokan (matching) terdiri dari umur dengan kelompok kasus dan
kontrol adalah yang berada pada wilayah kerja Puskesmas sihepeng Kabupaten Mandailing

Natal yang sama/menetap di Puskesmas sihepeng Kabupaten Mandailing Natal.

3.3 Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini derngan menggunakan data primer dan

sekunder, dimana data primer penelitimemberikan pertanyaan dalam bentuk kuisiner

kepada responden kemudian responden menjawab semua pertanyaan-pertanyaan yang

sudah ditentukan. Sedangkan data sekunder yang diperoleh dari laporan tahunan

Puskesmas sihepeng Kabupaten Mandailing Natal.

3.4.1 Data Primer

Data primer diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan pertanyaan

(kuesioner) untuk mengetahui pendidikan, pekerjaan, penghasilan, riwayat keluarga,

aktifitas fisik dan pola makan, yang pengisiannya dibimbing oleh pewawancara

mencakup variabel penelitian yang sebelumnya sudah dilakukan uji validitas dan

reliabilitas. Data primer diperoleh dari wawancara langsung pada responden yang terdiri

dari atas dengan menggunakan kuesioner terstruktur untuk mendapatkan informasi

tentang identitas responden (nama, umur, alamat, tanggal lahir, tinggi badan, berat

badan), pendidikan, pekerjaan, penghasilan, riwayat keluarga, aktifitas fisik, dan pola

konsumsi makanan/ frekuensi konsumsi pangan (food frequency). Tinggi badan diukur

dengan menggunakan microtoise dengan ketelitian 0,1 cm, berat badan diukur

menggunakan timbangan injak yang mempunyai kapasitas 130 kg dengan dengan tingkat

ketelitian 0,1 kg, selanjutnya hasil pengukuran dibandingkan dengan hasil perhitungan

pada diagram indikator IMT/U kemudian sesuaikan nilai Z score sesuai dengan jenis

kelamin dan umur berdasarkan WHO tahun 2007, yaitu


IMT = Berat Badan (Kg)
Tinggi Badan ² (meter)

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder dikumpulkan dari instansi terkait dengan penelitian ini yaitu data yang

diperoleh dari hasil pemeriksaan laboratorium (bila ada) diperoleh dari rekam medis laporan

Puskesmas sihepeng Kabupaten Mandailing Natal.

3.5 Defenisi Operasional

Definisi operasional adalah aspek penelitian yang memberikan informasi kepada kita

tentang bagaimana caranya mengukur variabel. Definisi operasional adalah semacam petunjuk

kepada kita tentang bagimana caranya mengukur suatu variabel.

Definisi operasional merupakan informasi ilmiah yang sangat membantu peneliti lain

yang ingin melakukan penelitian dengan menggunakan variabel yang sama. Karena berdasarkan

informasi itu, ia akan mengetahui bagaimana caranya melakukan pengukuran terhadap variabel

yang dibangun berdasarkan konsep yang sama. Dengan demikian ia dapat menentukan apakah

tetap menggunakan prosedur pengukuran yang sama atau diperlukan pengukuran yang baru.

a) Diabetes Melitus (DM)

Adalah darah mengandung kadar glukosa diatas normal>200 mg/dl, glukosa darah puasa

>126 mg/dl.

b) Pendidikan

Adalah Pendidikan formal yang ditamatkan oleh responden berdasarkan ijazah terkhir

yang dimiliki

c) Pekerjaan
Adalah Kegiatan yang menghasilkan uang dalam satuan waktu tertentu dalam jangka

waktu 1 bulan sebelum wawancara

d) Penghasilan

Adalah Pendapatan lansia yang diperoleh setiap bulannya

e) Riwayat Keluarga

Adalah penyakit kronis yang terjadi akibat ketidak efektifan tubuh dalam menggunakan

insulin yang diwariskan dari orang tua.

f) IMT

Adalah Berat tubuh responden saat dilakukan pemeriksaan

g) Aktifitas fisik

Adalah Jumlah kalori yang dikeluarkan dari total kegiatan yang dilakukan sehari-hari

h) Pola Konsumsi Makan

Adalah Jumlah makanan yang dikonsumsi responden dalam satu hari (energi, dan protein)

dalam satuan Kkal

3.6 Metode Pengukuran

Pengukuran merupakan aturan-aturan pemberian angka untuk berbagai objek sedemikian


rupa sehingga angka ini mewakili kualitas atribut. Terdapat empat jenis skala yang dapat
digunakan untuk mengukur atribut, yaitu: skala nominal, skala ordinal, skala interval, dan skala
ratio.
Tabel 3.2 Metode Pengukuran

No. Variabel Defenisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
Operasional
Variabel Dependen
1.DM mengandung KGD Wawancara 1.Tidak Ordinal
kadar glukosa ada DM
diatas normal 2. Ada DM
>200 mg/dl,
glukosa darah
puasa >126
mg/dl.
.
Variabel Independen
1.Pendidikan Pendidikan Kuesioner Wawancara 1.Rendah Nominal
formal yang (< SMP)
ditamatkan 2.Tinggi
oleh responden (SMA -PT
berdasarkan (Sugiyono, 2012)
ijazah terkhir
yang dimiliki

2.Pekerjaan Kegiatan yang Kuesioner Wawancara 1.Bekerja Ordinal


Menghasilkan 2.Tidak
uang dalam bekerja
satuan waktu (Notoadmojo, 2012)
tertentu dalam
jangka waktu 1
bulan sebelum
wawancara

4.Pendapatan keluarga yang Kuesioner Wawancara 1.≤ Ordinal


diperoleh setiap Rp1.851.500
bulannya 2.≥
Rp1.851.500
(UMK Kota
Padangsidimpuan
2021)

3.7 Metode Analisi Data

Pengolahan data dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:

1. Editing: penyuntingan data untuk menghindari kesalahan atau kemungkinan adanya

kuesioner yang belum terisi,

2. Coding: untuk memudahkan proses entri data tiap jawaban diberi kode dan skor,

3. Entry, setelah diberi kode data dimasukkan ke komputer,

4. Cleaning, sebelum dilakukan analisa data, maka dilakukan pengecekan dan perbaikan.

Kemudian data dianalisis (Sugiyono, 2012).


3.7.1 Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi respondendan

masing-masing variabel independen dan variabel dependen. Adapun variabel independen

pada penelitian ini adalah pendidikan, pekerjaan, penghasilan, riwayat keluarga, IMT,

aktifitas fisik, pola konsumsi makan, dan variabel dependennya adalah kejadian DM tipe

II.

3.8.1 Analisis Bivariat

Analisis bivariat untuk mengetahui dan menguji hubungan variabel independen

dengan variabel dependen menggunakan uji Chi square, yaitu untuk mengestimasi

hubungan dari masing-masing faktor yang diteliti terhadap kejadian DM tipe II. Beberapa

analisis yang menyangkut analisis bivariat adalah (Sugiyono, 2012). :

a) Odds Ratio (OR)

Untuk mengukur risiko dari paparan terhadap terjadinya suatu penyakit atau kejadian,

digunakan OR dengan perhitungan untuk tabel 2x2. Interpretasi OR adalah :

a. OR =1 atau mencakup angka 1 berarti bukan faktor risiko

b. OR >1 menunjukkan bahwa faktor yang diteliti memang benar merupakan faktor risiko

c. OR <1 berarti merupakan faktor yang melindungi atau protektif

b) Confidence Interval (CI)

Perhitungan Confidence Interval (95% CI) untuk menentukan OR dengan kriteria

bermakna/signifikan apabila nilai CI tidak melebihi nilai 1 Hubungan dikatakan


signifikan bila nilai p≤ 0,05 dan tidak signifikan bila nilai p>0,05.

3.8.2 Analisis Multivariat

Analisis multivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel

dependendengan seluruh variabel independen yang diteliti, sehingga diketahui variabel

yang paling dominan berpengaruh terhadap kejadian DM Tipe 2 dengan menggunakan

uji regresi logistik berganda. Variabel independen yang di uji pada analisis multivariat

adalah variabel yang pada hasil analisis bivariat mendapat nilai p < 0,25. Kemudian

variabel dianalisis dengan mengunakan metode backward.

Hasil analisis multivariat yang mendapat nilai p < 0,05 adalah variabel

independen yang berpengaruh terhadap variabel dependen dan nilai OR yang terbesar

adalah variabel yang paling dominan berpengaruh (Sugiyono, 2012).

Sehingga dapat dimasukkan kedalam persamaan regresi logistic :

P(y) = 1

1 + e – (+1 X1 + 2 X2 + 3 X3 +......6 X6

Keterangan :

P(y) : Probabilitas DM Tipe II

 : Konstanta uji regesi logistic berganda


X1 , X2, .......X6 : Variabel
e : Error ( tingkat kesalahan) 0,05 ( 5%)
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. (2013). Prinsip Dasar Imu Gizi. Jakarta: Kompas Gramedia.

A.Alimul Hidayat. (2007). Metode Penelitian Kebidanan Dan Tehnik Analisis Data.

Surabaya: Salemba

Bryer, M. (2012). 100 Tanya Jawab Mengenai Diabetes. Jakarta Barat; Rineka Cipta.

Baharutan. (2015). Gambaran Pengetahuan Tenaga Kesehatan Tentang


Diabetes Melitus. Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik : Volume 3 Nomor 1 ,26-

33.

Chandra, A. (2013, Mei 14). Libido Wanita Bisa Padam Akibat Diabetes. Retrieved

April Sabtu, 2017, from Kompas: kompas.com

DEPKES. (2008). Pedoman Pengendalian Diabetes Melitus dan Penyakit Metabolik.

Jakarta: DEPKES.

Handayani, S. (2013). Faktor-faktor Risiko Diabetes Melitus Tipe 2 di Semarang dan

Sekitarnya (Studi Kasus di RSUP Dr. Kuriadi dan RSUD Kota Semarang)

UPT- Pustak-UNDIP.

Handbook, M. (2013, Maret 08). Dampak Diabetes Pada Wanita. Retrieved April

Kamis, 2017, from http://med-handbook.com/id/pages/1458145: http://med-

handbook.com/id/pages/1458145

Guillaume Aboua, O. O. (2013). Can Lifestyle Factors of Diabetes Mellitus Patients

Affect Their Fertility? In D. M.-I. Perspectives, Endocrinology and

Metabolism (p. 6). Afrika: https://www.intechopen.com.

Kemenkes, RI. (2010). Petunjuk Teknis Pengantar Faktor Risiko Diabetes Millitus.

Jakarta ; Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Kemenkes, R. (2013). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Kemenkes..

Noor, R. (2015). Diabetes Militus Tipe 2. J Majority Volume 4 Nomor 5 , 93-101.


Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. (2014). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

PERKENI. (2015). Konsensus Pengelolaan Dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2.

Jakarta: PB PERKENI; ISBN: 978-979-19388-6-0.

Puskesmas sihepeng. (2021). Data Rekam Medis. Padangsidimpuan: Rekam Medis.

Sari, R. N. (2012). Diabetes Melitus. Yogyakarta: Nuhamedika

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:

Alfabeta.

Wahyuni, S. (April 2013). Diabetes Mellitus Pada Perempuan Usia Reproduksi di

Indonesia. Jurnal Kesehatan Reproduksi Vol. 3 No 1 , 46 – 51.

Wahyuni, Sari. (2012). Faktor Risiko Kejadian DM Tipe 2 Pada Usia Produktif.

Surabaya, Universitas Air Langga.

Waspadji. (2009). Buku Ajar Penyakit Dalam: Komplikasi Kronik Diabetes,. Jakarta:

FK:UI.

Anda mungkin juga menyukai