Anda di halaman 1dari 9

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diabetes Melitus (DM) adalah salah satu penyakit yang berbahaya
yang kerap disebut sebagai silent killer selain penyakit jantung, yang
merupakan salah satu masalah kesehatan yang besar. Diabetes Melitus dari
bahasa Yunani: διαβαίνειν, diabaínein, tembus atau pancuran air dan bahasa
Latin: Melitus, (rasa manis) yang juga dikenal di Indonesia dengan istilah
penyakit kencing gula atau kencing manis yaitu kelainan metabolis yang
disebabkan oleh banyak faktor, dengan simtoma berupa hiperglisemia
kronis dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein.
Komplikasi jangka lama termasuk penyakit kardiovaskular (risiko ganda),
kegagalan kronis ginjal (penyebab utama dialisis), kerusakan retina yang
dapat menyebabkan kebutaan, serta kerusakan saraf yang dapat
menyebabkan impotensi dan gangren dengan risiko amputasi (Supriadi S,
2013).
Organisasi International Diabetes Federation (IDF) pada tahun
2019 memperkirakan sedikitnya terdapat 483 juta orang pada usia 20-79
tahun didunia menderita diabetes melitus atau setara dengan angka
prevalensi sebesar 9,3% dari total penduduk dari usia yang sama.
Berdasarkan jenis kelamin, IDF memperkirakan prevalensi diabetes di
tahun 2019 yaitu 9% pada perempuan dan 9,65% pada laki-laki. Prevalensi
diabetes diperkirakan meningkat seiring pertambahan umur penduduk
menjadi 19,9% atau 111,2 juta orang pada umur 65-79 tahun. Angka
diprediksi terus meningkat hingga mencapai 578 juta di tahun 2030.
Penyakit ini juga menjadi penyebab utama kebutaan, penyakit jantung, dan
gagal ginjal. Sementara itu, pada tahun 2019 juga merilis daftar 10 negara
dengan penderita tertinggi di dunia yang menempatkan Indonesia pada
peringkat ke-7 dengan jumlah penderita 10,7 juta. Indonesia menjadi satu-
satuanya Negara di kawasan Asia Tenggara yang tercatat pada daftar
2

tersebut, sehingga diperkirakan besarnya kontribusi Indonesia terhadap


prevalensi kasus diabetes di Asia Tenggara.
Hasil Riskesdas tahun 2018 menunjukkan bahwa prevalensi
diabetes melitus di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada umur ≥ 15
tahun sebesar 2%. Angka ini menunjukkan peningkatan dibandingkan
prevalensi diabetes melitus pada penduduk ≥ 15 tahun pada Riskesdas 2013
yang hanya sebesar 1,5%. Menurut Badan Litbangkes Kementerian
Kesehatan RI tahun 2019, hampir semua Provinsi di Indonesia
menunjukkan peningkatan prevalensi pada tahun 2013-2018, terkecuali
povinsi Nusa Tenggara Timur. Terdapat beberapa provinsi dengan
peningkatan prevalensi tertinggi sebesar 0,9%, yaitu Riau, DKI Jakarta,
Banten, Gorontalo, dan Papua Barat.
Di wilayah Provinsi Banten, terjadi peningkatan prevalensi
penderita diabetes melitus dimana pada 2013 mencapai 1,4% sedangkan
pada tahun 2018 yaitu 2,2%, (Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan RI,
2019). Terjadinya kenaikan prevalensi penderita diabetes melitus di provinsi
Banten tentu tidak telepas dari berbagai faktor. Penderita yang terkena
bukan hanya berusia senja, namun banyak pula yang masih berusia
produktif. Prevalensi diabetes melitus berdasarkan diagnosis dokter dan
gejala meningkat sesuai dengan bertambahnya umur, Jumlah penderita
diabetes melitus terbesar berusia antara 40-59 tahun, namun mulai umur ≥
65 tahun cenderung menurun (Kemenkes, 2013).
Puskesmas Rawat Inap Bayah sebagai salah satu puskesmas yang
ada di Kabupaten Lebak- Provinsi Banten yang juga memberikan pelayanan
pada pasien penderita diabetes melitus baik pelayanan dalam gedung (UKP)
maupun pelayanan luar gedung (UKM) melalui program PTM. Penderita
diabetes melitus diwilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Bayah berdasarkan
data Rekam Medik mengalami kenaikan pada tiga tahun terakhir,
diantaranya pada tahun 2019 jumlah penderita diabetes melitus sebanyak 71
orang yang terdiri dari laki-laki 28 orang, perempuan 43 orang. Tahun 2020
jumlah penderita diabetes melitus sebanyak 98 orang terdiri dari laki- laki
3

37 orang, perempuan 61 orang. Sedangkan, tahun 2022 pada semester satu


antara bulan Januari sampai Juli saja jumlah penderita diabetes melitus
sebanyak 65 orang. Angka ini dimugkinkan bertampah sampai akhir tahun
2022.
Faktor risiko Diabetes Melitus terdiri dari faktor yang bisa
dimodifikasi dan faktor yang tidak bisa dimodifikasi. Faktor risiko Diabetes
Melitus tipe II yang tidak dapat dimodifikasi terdiri dari usia, riwayat
keluarga menderita DM. Sedangkan faktor risiko Diabetes Melitus tipe II
pada laki-laki yang dapat dimodifikasi diantaranya obesitas, kurang
Aktivitas fisik, hipertensi, dislipidemia, diet tidak sehat, perilaku merokok
(Panduan Teknis PTM, 2012). Berdasarkan penelitian Made Dewi
Susilawati dan Sri Muljati tahun 2016, mengelompokkan umur menjadi 2
kategori yaitu kelompok berisiko tinggi ≥40 tahun dan yang berisiko rendah
<40 tahun. Rentang umur berkisar antara usia 15- 98 tahun dengan rata-rata
39,87 tahun. Batas umur 40 tahun digunakan sebagai batas risiko penyakit.
Hasil menunjukan 15% responden usia ≥ 40 tahun sebagai penyandang
Diabetes Melitus.
Jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang berhubungan
terjadinya Diabetes Melitus dimana pada wanita yang telah mengalami
monopause punya kecenderungan untuk lebih tidak peka terhadap hormon
insulin. Diabetes secara umum untuk pria datang lebih cepat dari wanita.
Wanita bisa terlindungi dari diabetes sampai mencapai usia menopause
karena pengaruh hormon wanita estrogen, yaitu hormon reproduksi yang
membantu mengatur tingkat gula darah dalam tubuh.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Shara Kurnia Trisnawati (2012)
menunjukkan prevalensi kejadian DM Tipe 2 pada wanita lebih tinggi
daripada laki-laki. Wanita lebih berisiko mengidap diabetes karena secara
fisik wanita memiliki peluang peningkatan indeks masa tubuh yang lebih
besar. Sindroma siklus bulanan (premenstrual syndrome), pasca-menopouse
yang membuat distribusi lemak tubuh menjadi mudah terakumulasi akibat
4

proses hormonal tersebut sehingga wanita berisiko menderita diabetes


mellitus tipe 2 (Irawan, 2010).
Kurang aktivitas fisik merupakan salah satu faktor penyebab
terjadinya Diabetes Melitus. Dengan melakukan aktivitas fisik dapat
mengontrol gula darah. Glukosa akan diubah menjadi energi pada saat
melakukan fisik. Aktivitas fisik mengakibatkan insulin semakin meningkat
sehingga kadar gula dalam darah berkurang. Pada orang yang jarang
melakukan olahraga, zat makanan yang masuk ke dalam tubuh tidak dibakar
akan tetapi ditimbun dalam tubuh sebagai lemak dan gula. Jika insulin tidak
mencukupi untuk mengubah glukosa menjadi energi, maka akan timbul
Diabetes Melitus (Kemenkes, 2010).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Juli dan Sri
Rahayu tahun 2019 menunjukkan bahwa pola makan berpengaruh terhadap
kejadian diabetes hal tersebut terbukti dengan hasil statistik yang
menunjukan tingkat signifikasi p value = 0,036 dengan < 0,05 sehingga HO
ditolak. Dapat disimpulkan bahwa pola makan berpengaruh terhadap
kejadian Diabetes Mellitus.
Diabetes Melitus merupakan salah satu penyakit kronik progresif
yang dapat menyebabkan berbagai komplikasi pada organ lain terutama
mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah. Gejala yang timbul
meliputi poliuria, polidipsi, kehilangan berat badan, kadang polifagia dan
pandangan yang kabur. Data WHO menunjukkan bahwa Diabetes
menyebabkan sekitar 4% kematian dari seluruh total kematian di dunia
(Anna Maria Sirait, 2015). Diabetes tidak dapat disembuhkan tetapi kadar
gula darah dapat dikendalikan melalui diet, olah raga, dan obat-obatan.
Untuk dapat mencegah terjadinya komplikasi kronis, diperlukan
pengendalian DM yang baik (PERKENI, 2011).
Menurut I Wayan Ardana dan Khairun Nisa tahun 2015,
penatalaksanaan pasien diabetes melitus ada 4 pilar penting untuk
mengontrol perjalanan penyakit dan komplikasi. Empat pilar tersebut yakni
edukasi, terapi nutrisi, Aktivitas fisik, dan farmakologi/obat. Salah satu
5

parameter yang bisa dipercaya sebagai indikator keberhasilan pengontrolan


kadar gula darah adalah kadar HB yang terglikosilasi (HbA1c) dapat
digunakan sebagai suatu indicator penilaian kntrol kadar gula darah pada
pasien diabetes.
Hasil wawancara dengan pengelola program Penyakit Tidak
Menular (PTM) Puskesmas Rawat Inap Bayah, beliau mengatakan belum
diketahui pasti faktor yang paling menonjol yang dapat menyebabkan
prevalensi penderita diabetes melitus tipe II di wilayah kerja Puskesmas
Rawat Inap Bayah ini meningkat, sejauh ini belum pernah dilakukan
penelitian terkait faktor penyebab meningkatnya glukosa pada penderita
diabetes tipe II yang terjadi di Puskesmas Rawat Inap Bayah.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian tentang “Faktor-faktor yang mempengaruhi
peningkatan kadar glukosa pada penderita diabees melitus tipe II di wilayah
Kerja Puskesmas Rawat Inap Bayah”.

1.2 Identifikasi Masalah


Hasil studi pendahuluan, penderita diabetes melitus tipe II
diwilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Bayah berdasarkan data Rekam
Medik mengalami kenaikan pada tiga tahun terakhir, diantaranya pada tahun
2019 jumlah penderita diabetes melitus tipe II sebanyak 71 orang yang
terdiri dari laki-laki 28 orang, perempuan 43 orang. Tahun 2020 jumlah
penderita diabetes melitus tipe II sebanyak 98 orang terdiri dari laki-laki 37
orang, perempuan 61 orang. Sedangkan, tahun 2022 pada semester satu
antara bulan Januari sampai Juli saja jumlah penderita diabetes melitus tipe
II sebanyak 65 orang. Angka ini dimugkinkan bertampah sampai akhir
tahun 2022.
Hasil wawancara dengan pengelola program Penyakit Tidak
Menular (PTM) Puskesmas Rawat Inap Bayah, beliau mengatakan belum
diketahui pasti faktor yang paling menonjol yang dapat menyebabkan
prevalensi penderita diabetes melitus tipe II di wilayah kerja Puskesmas
6

Rawat Inap Bayah ini meningkat, sejauh ini belum pernah dilakukan
penelitian terkait faktor penyebab meningkatnya glukosa pada penderita
diabetes tipe II yang terjadi di Puskesmas Rawat Inap Bayah.
Akibatnya prevalensi kejadian diabetes melitus selama kurun
waktu tiga tahun terakhir meningkat tanpa diketahui faktor penyebabnya.
Dari rangkaian masalah diatas, Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi
peningkatan kadar glukosa pada penderita diabetes melitus tipe II di wilayah
Kerja Puskesmas Rawat Inap Bayah?

1.3 Rumusan Masalah


Dari rangkaian masalah diatas, maka rumusan masalah pada
penelitian ini adalah faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi peningkatan
kadar glukosa pada penderita diabetes melitus tipe II di wilayah Kerja
Puskesmas Rawat Inap Bayah?

1.4 Tujuan Penelitian


1.4.1. Tujuan Umum
Tujuan umum pada penelitian ini adalah untuk mengetahui
faktor- faktor yang mempengaruhi kadar glukosa pada penderita
diabetes melitus tipe II di wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap
Bayah.
1.4.2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus pada penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a. Mengidentifikasi gambaran distribusi frekuensi berdasarkan umur
diwilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap Bayah.
b. Mengidentifikasi gambaran distribusi frekuensi berdasarkan jenis
kelamin diwilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap Bayah.
c. Mengidentifikasi gambaran distribusi frekuensi berdasarkan pola
makan diwilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap Bayah.
7

d. Mengidentifikasi gambaran distribusi frekuensi berdasarkan


Aktivitas diri diwilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap Bayah.
e. Menganalisis hubungan umur terhadap kadar glukosa pada
penderita diabetes melitus tipe II di wilayah kerja Puskesmas
Rawat Inap Bayah.
f. Menganalisis hubungan jenis kelamin terhadap kadar glukosa pada
penderita diabetes melitus tipe II di wilayah kerja Puskesmas
Rawat Inap Bayah.
g. Menganalisis hubungan pola makan terhadap kadar glukosa pada
penderita diabetes melitus tipe II di wilayah kerja Puskesmas
Rawat Inap Bayah.
h. Menganalisis hubungan Aktivitas diri terhadap kadar glukosa pada
penderita diabetes melitus tipe II di wilayah kerja Puskesmas
Rawat Inap Bayah.

1.5 Hipotesis Penelitian


1.5.1 Ha : Terdapat hubungan antara umur terhadap kadar peningkatan
glukosa pada penderita diabetes melitus tipe II
Ho : Tidak terdapat hubungan antara umur terhadap kadar
peningkatan glukosa pada penderita diabetes melitus tipe II
1.5.2 Ha : Terdapat hubungan antara jenis kelamin terhadap peningkatan
kadar glukosa pada penderita diabetes melitus tipe II
Ho : Tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin terhadap
peningkatan kadar glukosa padengan diabetes melitus tipe II
1.5.3 Ha : Terdapat hubungan antara pola makan terhadap peningkatan
kadar glukosa pada penderita diabetes melitus tipe II
Ho : Tidak terdapat hubungan antara pola makan terhadap
peningkatan kadar glukosa pada penderita diabetes melitus tipe II
1.5.4 Ha : Terdapat hubungan antara Aktivitas diri terhadap peningkatan
kadar glukosa pada penderita diabetes melitus tipe II
8

Ho : Tidak terdapat hubungan antara Aktivitas diri terhadap


peningkatan kadar glukosa pada penderita diabetes melitus tipe II

1.6 Manfaat Penelitian


1.6.1 Manfat Teoritis
1.6.1.1 Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini dijadikan sebagai bahan bacaan
dan referensi mahasiswa khususnya mahasiswa keperawatan
untuk melakukan penelitian selanjutnya dan meningkatkan
pengetahuan tentang penyakit diabetes melitus.
1.6.1.2 Bagi Ilmu Pengetahuan (Dunia Keperawatan)
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah
khasanah ilmu pengetahuan khususnya ilmu keperawatan
dalam upaya meningkatkan pelayanan keperawatan kepada
masyarakat khususnya masyarakat yang mengalami diabetes
melitus.
1.6.1.3 Bagi Peneliti Berikutnya
Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan
referensi bagi peneliti berikutnya untuk melakukan penelitian
tentang diabetes melitus

1.6.2 Manfaat Praktis


1.6.2.1 Pemerintah (Puskesmas Bayah)
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi kepada institusi pemerintah dalam hal ini
Puskesmas khususnya Puskesmas Rawat Inap Bayah selaku
perpanjangan tangan dari pemerintah/ Dinas Kesehatan
Kabupaten Lebak untuk selalu meningkatkan pelayanan
kesehatan guna mengurangi, atau mencegah dan merawat
masyarakat yang mengalami diabetes melitus.
9

1.6.2.2 Bagi Masyarakat


Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi kepada masyarakat secara umum dan kepada
penderita serta keluarga secara khusus tentang faktor-faktor
yang mempengaruhi kadar glukosa pada penderita diabetes
melitus tipe II.
1.6.2.3 Bagi Peneliti
a. Merupakan proses belajar memecahkan masalah secara
sistimatis dan logis yang menambah pengetahuan dan
pengalaman peneliti tentang riset keperawatan.
b. Mendapatkan gambaran nyata tentang faktor yang
berhubungan dengan kejadian diabetes melitus di wilayah
Kerja Puskesmas Rawat Inap Bayah.
c. Merupakan persyaratan untuk memperoleh gelar
Sarjana Keperawatan.

Anda mungkin juga menyukai