Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diabetes Melitus (DM) yang dikenal sebagai silent killer merupakan penyakit tidak
menular penyebab kematian dari agen non infeksius, yang masih menjadi masalah
kesehatan global. Diabetes melitus saat ini menjadi sasaran strategi Suistainable
Development Goals (SDGs) dalam menurunkan penyakit tidak menular. Tujuan SDGs
yang ketiga pada salah satu indikatornya menjamin kehidupan yang sehat dan mendorong
kesejahteraan bagi masyarakat disemua usia. SDGs menargetkan untuk mengurangi
angka kematian hingga sepertiga angka kematian dini akibat penyakit tidak menular atau
Non Communicable Diases (NCD) seperti kanker, penyakit jantung dan pembuluh darah
melalui pencegahan dan pengobatan. Adanya target tersebut beban penyakit diabetes
melitus dapat dihentikan peningkatannya ditahun 2025 (WHO, 2016)

World Health Organization (WHO) menyatakan sekitar 1,5 juta kematian didunia
disebabkan oleh diabetes melitus dan 2,2 juta kematian akibat penyakit kardiovaskuler,
penyakit ginjal kronik, dan TB yang disertai dengan penyakit diabetes mellitus. Tahun
2012 insiden diabetes melitus mencapai 3,7 juta. WHO juga memaparkan sekitar 440.000
anak dibawah usia 15 didunia menderita diabetes melitus tipe-1. Insiden diabetes melitus
tipe-1 pada anak juga mengalami peningkatan sebesar 3%-5% setiap tahunnya. Asia
Tenggara menyumbang angka morbiditas diabetes melitus sebesar 29% dari beban
didunia, meskipun diabetes melitus tipe-1 relatif jarang di Wilayah Asia Tenggara,
prevalensinya diabetes pada anak juga mengalami peningkatan (WHO, 2016); (Ziegler et
al., 2016); (Ramachandran, Snehalatha, & Wan Ma, 2014). Beban morbiditas yang tinggi
di Asia Tenggara sebagian besar disumbang Negara Indonesia.

Negara Indonesia menempati peringkat ketujuh dunia ditahun 2015 dengan


prevalesi diabetes melitus tertinggi. Prevalensi diabetes melitus di Indonesia tahun 2007
sebesar 5,7%, meningkat dibanding tahun 2013 sebesar 6,9%. Insiden DM tipe-1 pada
anak dan remaja meningkat sekitar tujuh kali lipat dari 3,88 menjadi 28,19 per 100 juta
penduduk pada tahun 2000 dan 2010. Data tahun 2003-2009 menunjukkan diabetes
melitus tipe-1 pada kelompok usia 10-14 tahun dengan 403 kasus, kelompok usia 5-9
tahun dengan 275 kasus, kelompok usia kurang dari 5 tahun dengan 146 kasus dan paling
sedikit usia diatas 15 tahun dengan 25 kasus. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) tahun
2

2018 melaporkan jumlah kasus diabetes melitus tipe-1 pada anak banyak ditemukan di
Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur dan Sumatera Selatan dengan total kasus
1213 sejak September 2009 hingga 2018. Kebanyakan kasus diabetes melitus tipe-1
terjadi pada perempuan daripada laki-laki. Provinsi Jawa Tengah menunjukkan
prevalensi diabetes melitus yang tergantung insulin (DM tipe-1) ditahun 2012 sebesar
0,06% (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2013); (Kementrian Kesehatan RI,
2013); (Kementrian Kesehatan RI, 2018).

Klaten sebagai bagian Jawa Tengah, diabetes melitus menempati urutan ke tiga dari
sebelas penyakit yang tidak menular. Klaten menyumbang angka insiden diabetes melitus
0,72% ditahun 2015. Angka kejadian diabetes melitus tipe-1 atau Non Insulin Dependent
Diabets Mellitus (NIDDM) di tahun 2013 sebesar 360 jiwa. Peningkatan insiden kasus
diabetes melitus tipe-1 setiap tahunnya disebabkan oleh permasalahan perekonomian.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi disparitas yang terlalu lebar, masyarakat lebih
mengutamakan permasalahan dengan kondisi sanitasi, papan, sandang dan pangan yang
buruk dibanding dengan permasalahan kesehatan. Sebagi akibat banyaknya permasalahan
kesehatan, dilaporkan banyak kelahiran yang dipengaruhi diabetes melitus selama hamil
atau yang dibiasa disebut dengan diabetes gestasional, yang mana diabetes gestasional
akan melahirkan kecenderungan genetik pada diabetes melitus tipe-1 (Dinas Kesehatan
Kabupaten Klaten, 2015); (Kementrian Kesehatan RI, 2018).

Kementrian RI memaparkan penyebab utama peningkatan kasus diabetes melitus


tipe-1 tidak hanya disebabkan oleh kecenderungan genetik, akan tetapi disebabkan oleh
berbagai permasalahan seperti faktor lingkungan atau gaya hidup, dan sistem imunitas.
Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi terjadinya diabetes melitus tipe-1 yaitu
adanya paparan senyawa kimia yang terdapat didalam makanan yang dikonsumsi oleh
anak seperti makanan yang banyak mengandung nitrosamine. Tidak tersedianya ASI
dimasa kanak-kanak juga menjadi salah satu pemicu terjadinya diabetes melitus tipe-1,
yang mana pemberian susu formula mendorong perkembangan resiko autoimunitas
kerusakan sel kelenjar pangkreas sebagai akibat terjadinya diabetes melitus tipe-1
(Rewers & Ludvigsson, 2016).

Diabetes melitus tipe-1 disebabkan oleh adanya imunitas yang mengalami


penurunan pada anak sehingga terjadi infeksi pada tubuh, salah satunya terjadi gangguan
pada sel kelenjar pangkreas. Gangguan pada organ tersebut merangsang reaksi
autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas sehingga produksi insulin berkurang
3

dan bahkan berhenti. Selain dari gaya hidup saat kanak-kanak, kehidupan pre natal ibu
juga berpengaruh terjadinya diabetes melitus tipe-1, seperti riwayat penyakit rubella saat
kehamilan, adanya infeksi saat kehamilan, riwayat operasi caesar, kelebihan berat badan,
hamil diusia tua, dan asupan sayuran yang rendah (Maulana, 2009); (Rewers &
Ludvigsson, 2016). Hal tersebut menjadikan faktor resiko meningkatnya perkembangan
penyakit diabetes melitus tipe-1 secara global. Perkembangan penyakit inilah yang
nantinya akan berdampak negatif.

Perkembangan penyakit diabetes melitus tipe-1 pada anak akan berdampak negatif
pada beberapa dimensi baik secara sosial ekonomi, pendidikan dan kesehatan. Diabetes
melitus tipe-1 merupakan gangguan metabolisme produksi insulin sehingga penderita
sangat tergantung pada insulin untuk kelangsungan hidupnya. Ketergantungan insulin ini
akan berdampak pada kerugian perekonomian yang cukup besar bagi keluarga maupun
perekonomian nasional yang berkaitan dengan biaya perawatan kesehatan. Diabetes
melitus tipe-1 merupakan salah satu kejutan permasalahan kesehatan pada anak yang
berdampak negatif secara pendidikan, akibat peningkatan pengobatan seperti risiko rawat
inap yang tinggi karena hipoglikemik berat atau ketoasidosis. Dampak kesehatan dari
diabetes melitus yang tidak dilakukan pengelolaan dengan baik mengakibatkan
komplikasi berat seperti diabetic ketoacidosis (DKA), hyperosmolar hyperglycemic
nonketocic syndrome (HHNS) yang bisa menyebabkan koma bahkan kematian (Bastida
et al., 2017); (Persson, Persson, Gerdtham, & Carlsson, 2019). Komplikasi yang terjadi
juga akan berakibat pada gangguan pertumbuhan dan perkembangan.

Gangguan pertumbuhan pada anak dengan diabetes melitus tipe-1 dapat terjadi
akibat proses penyakit dan kontrol metabolik yang buruk maupun komplikasinya.
Gangguan pertumbuhan yang biasa terjadi yaitu berat dan tinggi badan tidak naik secara
adekuat, hepatomegali dan peningkatan transaminase hepar. Kontrol metabolik yang
buruk pada anak berdampak pada masalah perkembangan, salah satunya perkembangan
otak yang berakibat pada gangguan perkembangan keterampilan motorik halus dan
keterampilan kognitif. Onset diabetes yang terlalu dini dengan riwayat hipoglikemia berat
atau hiperglikemia berat pada anak juga memicu insidens depresi, kecemasan, stress
psikologis. Permasalahan psikologis tersebut nantinya akan mempengaruhi kewaspadaan
mental, kelemahan dalam memperoleh informasi dan penurunan kapasitas belajar pada
anak, sehingga hubungan sosial dengan teman sebaya terganggu (Kyle, 2014); (Ikatan
Dokter Anak Indonesia, 2015); (Persson et al., 2019). Perkembangan dampak negatif
4

dapat dilakukan dengan pengendalian dan pencegahan melalui pengelolaan diabetes


melitus tipe-1.

Pengelolaan diabetes melitus tipe-1 bertujuan untuk mengambat perkembangan


dampak negatif diabetes melitus tipe-1 pada anak, khusunya ditujukan agar bebas dari
gejala penyakit, dapat menikmati kehidupan sosial, membantu psikologis anak dan
keluarga serta terhindar dari komplikasi. Pencapaian sasaran dan tujuan tersebut dapat
terlaksana dengan komponen pengelolaan diabetes melitus tipe-1 yang meliputi
pemantauan gula darah, pemberian terapi insulin yang sesuai, tata laksana komprehensif
mencakup pengaturan makanan, olahraga, dan edukasi yang didukung oleh pemntauan
mandiri (home monitoring). Pemantauan gula darah merupakan komponen utama penentu
dalam melakukan pengelolaan diabetes melitus. Pemantauan gula darah pada anak
dengan diabetes melitus tipe-1 mencakup pemantauan kadar gula darah mandiri (PGDM),
HbA1C, pemeriksaan keton darah dan urin serta pemantauan glukosa kontinyu.
Pemberian terapi insulin juga bagian terpenting didalam pengelolaan diabetes melitus
tipe-1, karena diabetes melitus tipe-1 hanya dapat diobat dan dikontrol dengan
menggunakan insulin (Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2015); (Pulungan et al., 2019).

B. Rumusan Masalah
Insiden diabetes melitus tipe-1 pada anak di Indonesia terus meningkat, bersamaan
dengan permasalah kesehatan yang lain, sehingga menambah beban penyakit ganda.
Selain itu, perkembangan penyakit diabetes melitus tipe-1 pada anak akan berdampak
negatif pada beberapa dimensi baik secara sosial ekonomi, pendidikan dan kesehatan,
terutama pada tumbuh kembang anak. Masalah pertumbuhan dapat berupa gangguan
pada berat dan tinggi badan, hepatomegali dan peningkatan transaminase hepar. Masalah
perkembangan pada anak berupa gangguan perkembangan keterampilan motorik halus
dan keterampilan kognitif yang nantinya berdampak pada hubungan sosial, insiden
depresi, kecemasan, dan stress psikologis. Beberapa faktor tersebut mampu memberikan
tantangan pada tenaga kesehatan dan keluarga dalam pengelolaan anak dengan diabetes
meliutus tipe-1 secara optimal, maka peneliti tertarik untuk mengambil kasus
“Bagiamana pemberian asuhan keperawatan pada anak dengan diabetes melitus tipe-1?”
5

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Laporan studi kasus ini bertujuan untuk mengeksporasi secara mendalam asuhan
keperawatan pada anak dengan diabetes melitus tipe-1.
2. Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan pelaksanaan pengkajian keperawatan pada masalah kesehatan
anak dengan diabetes melitus tipe-1
b. Mendeskripsikan pelaksanaan penegakan diagnosa keperawatan pada masalah
kesehatan anak dengan diabetes melitus tipe-1
c. Mendeskripsikan penyusunan intervensi keperawatan pada masalah kesehatan
anak dengan diabetes melitus tipe-1
d. Mendeskripsikan pelaksanaan implementaasi keperawatan pada masalah
kesehatan anak dengan diabetes melitus tipe-1
e. Mendeskripsikan hasil evaluasi keperawatan pada masalah kesehatan anak dengan
diabetes melitus tipe-1
f. Mendeskripsikan antara teori dengan kasus yang telah ada pada asuhan
keperawatan anak dengan diabetes melitus tipe-1

D. Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara:
1. Teoritis
Laporan studi kasus ini diharapakan dapat menjadi landasan dalam
mengembangkan ilmu keperawatan anak, baik dibidang kesehatan maupun
pendidikan.
2. Praktis
a. Rumah Sakit
Laporan studi kasus ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang
asuhan keperawatan pada anak sehingga menjadi acuan dalam melaksanakan
pelayanan keperawatan terutama kasus diabetes melitus tipe-1.
b. Perawat
Laporan studi kasus ini diharapkan sebagai bahan masukan bagi perawat
dalam menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan diabetes mellitus tipe-1
pada anak, sehingga memberikan gambaran didalam mengembangkan strategi
pemberian asuhan keperawatan secara biospikososialspiritual.
6

c. Keluarga
Laporan studi kasus ini diharapkan dapat menambah wawasan dan informasi
bagi keluarga dalam melakukan perawatan pada anak dengan masalah kesehatan
diabetes melitus tipe-1.

Anda mungkin juga menyukai