Anda di halaman 1dari 19

Volume 7, Nomor 1, Februari 2022 Hanggayu Pangestika1, Dianita Ekawati2, Nani Sari Murni3

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN


DIABETES MELLITUS TIPE 2
Hanggayu Pangestika1, Dianita Ekawati2, Nani Sari Murni3
Program Studi S2 Kesehatan Masyarakat, STIK Bina Husada Palembang1,2,3
hanggayu pangestika@gmail.com1
dianita_ekawati@yahoo.co.id2
syauqi0809@gmail.com3
DOI: https://doi.org/10.36729
ABSTRAK
Latar Belakang: Jumlah penderita Diabetes Melitus (DM) di Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir
(PALI) khususnya diRumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Talang Ubi Kabupaten PALI dari bulan
Januari sampai Oktober tahun 2019 sebanyak 119 orang, dan pada tahun 2020 jumlah penderita DM
meningkat sebanyak 350 penderita. Tujuan: Menganalisis faktor risiko yang berhubungan dengan
kejadian diabetes mellitus tipe 2 di RSUD Talang Ubi Kabupaten PALI. Metode: Jenis penelitian ini
adalah penelitian observasional dengan desain penelitian kasus kontrol (case control). Sampel dalam
penelitian ini adalah seluruh responden yang terdiagnosa menderita Diabetes Mellitus tipe II dari
bulan Januari sampai Desember 2020 dengan jumlah populasi pada tahun 2021 berjumlah 70 orang.
terdiri dari sampel kasus berjumlah 35 orang, dan sampel kontrol berjumlah 35 orang. Hasil:
Didapatkan faktor yang berhubungan dengan kejadian diabetes melitus tipe 2 adalah umur (p = 0,001,
OR = 2,160), indeks massa tubuh (p = 0,015, OR = 8,346), aktivitas fisik (p = 0,026, OR = 2,455), dan
tingkat pengetahuan (p = 0,021, OR = 2,256). Adapun faktor yang tidak berhubungan dengan kejadian
diabetes melitus tipe 2 adalah jenis kelamin (p = 0,148) dan status merokok (p = 0,208). Hasil analisis
multivariat menunjukkan probabilitas responden untuk mengalami diabetes mellitus tipe 2 dengan
memiliki faktor risiko yaitu usia lansia dan indeks massa tubuh tidak normal adalah sebesar 47,2%.
Saran: Perlu peningkatan promosi kesehatan tentang faktor-faktor yang menyebabkan kejadian
diabetes melitus tipe II dan pencegahannya kepada masyarakat khususnya pada masyarakat yang
memiliki umur diatas 45 tahun, memiliki IMT tidak normal, aktivitas fisik yang tidak teratur, dan
masyarakat yang pemahamannya rendah terkait penyakit diabetes melitus tipe II.
Kata Kunci: Diabetes Mellitus Tipe 2, Faktor Risiko
ABSTRACT
Background: The number of people with Diabetes Mellitus (DM) in Penukal Abab Lematang Ilir
(PALI) Regency, especially at the Talang Ubi Regional General Hospital (RSUD) in Penukal Abab
Lematang Ilir Regency from January to October 2019 are 119 people, and 2020 the number of people
with DM increased by 350 sufferers. Purpose: To analyze the risk factors associated with the
incidence of type 2 diabetes mellitus in Talang Ubi Hospital PALI District. Methods: This type of
research is an observational research with a case control research design. The sample in this study
were all respondents who were diagnosed with type II Diabetes Mellitus from January to December
2020 with a total population of 70 people in 2021. Consisting of a case sample of 35 people, and a
control sample of 35 people. Results: The factors associated with the incidence of type 2 diabetes
mellitus are age (p value = 0.001, OR = 2.160), body mass index (p value = 0.015, OR = 8.346),
physical activity (p value = 0.026, OR = 2.455), and level of knowledge (p value = 0.021, OR =
2.256). The factors that are not related to the incidence of type 2 diabetes mellitus are gender (p value
= 0.148) and smoking status (p value = 0.208). The results of multivariate analysis showed that the
probability of respondents to have type 2 diabetes mellitus by having risk factors, namely elderly age
and abnormal body mass index was 47.2%. Suggestion: It is necessary to increase health promotion
about the factors that cause the incidence of type II diabetes mellitus and its prevention to the
community, especially in people who are over 45 years of age, have an abnormal BMI, irregular
physical activity, and people who have low understanding of diabetes mellitus type II.
Keywords: Type 2 Diabetes Mellitus, Risk Factors

Jurnal ‘Aisyiyah Medika | 132


Volume 7, Nomor 1, Februari 2022 Hanggayu Pangestika1, Dianita Ekawati2, Nani Sari Murni3

PENDAHULUAN Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada


Saat ini penyakit Diabetes Melitus orang dewasa, namun beberapa tahun
(DM) merupakan masalah kesehatan yang terakhir juga ditemukan pada anak-anak
sering dikeluhkan oleh masyarakat di dunia dan remaja. Hal ini berkaitan erat dengan
karena pola kejadiannya mengalami pola diet tidak seimbang dan kurang
peningkatan. Organisasi International aktivitas fisik yang membuat anak
Diabetes Federation (IDF) memperkirakan memiliki berat badan berlebih atau obesitas
sedikitnya terdapat 463 juta orang pada (P2PTM, 2018).
usia 20-79 tahun di dunia menderita pada Faktor risiko DM Tipe 2 dibedakan
tahun 2019 atau setara dengan angka menjadi dua, yang pertama adalah faktor
prevalensi sebesar 9,3% dari total risiko yang tidak dapat berubah misalnya
penduduk pada usia yang sama. jenis kelamin, umur, dan faktor genetik.
Berdasarkan jenis kelamin, IDF Kedua adalah faktor risiko yang dapat
memperkirakan prevalensi diabetes di diubah misalnya kebiasaan merokok,
tahun 2019 yaitu 9% pada perempuan dan aktivitas fisik, konsumsi alkohol, faktor
9,65% pada laki-laki. Prevalensi diabetes stress, serta konsumsi kopi dan kafein yang
meningkat seiring penambahan umur berlebihan (Bustan, 2010). Selain itu faktor
penduduk menjadi 19,9% atau 111,2 juta gaya hidup tidak sehat yang menjadi
orang pada umur 65-79 tahun. Angka pemicu diabetes tipe 2, antara lain jumlah
diprediksi terus meningkat hingga asupan energi yang berlebih, kebiasaan
mencapai 578 juta di tahun 2030 dan 700 mengonsumsi jenis makanan dengan
juta di tahun 2045 (Infodatin, 2020). kepadatan energi yang tinggi (tinggi lemak
Data terbaru dari International dan gula, kurang serat), jadwal makan
Diabetes Federation (IDF) tahun 2017 tidak teratur, tidak sarapan, kebiasaan
menunjukkan bahwa Indonesia menduduki mengemil, teknik pengolahan makanan
peringkat ke-6 dunia dengan jumlah yang salah (banyak menggunakan minyak,
diabetesi sebanyak 10,3 juta jiwa. Jika gula, dan santan kental), serta kurangnya
tidak ditangani dengan baik, World Health aktivitas fisik yang diakibatkan kemajuan
Organization bahkan mengestimasikan teknologi dan tersedianya berbagai fasilitas
angka kejadian diabetes di Indonesia akan yang memberikan berbagai kemudahan
melonjak drastis menjadi 21,3 juta jiwa bagi sebagian besar masyarakat (P2PTM,
pada 2030. Sebanyak 90% dari total kasus 2018).
diabetes merupakan diabetes tipe 2.

Jurnal ‘Aisyiyah Medika | 133


Volume 7, Nomor 1, Februari 2022 Hanggayu Pangestika1, Dianita Ekawati2, Nani Sari Murni3

Data Dinkes Provinsi Sumatera berhubungan dengan kejadian diabetes


Selatan (2019) menunjukkan jumlah mellitus tipe 2 di RSUD Talang Ubi
penderita Diabetes Melitus (DM) di Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir.
Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir Diabetes mellitus (DM) adalah
(PALI) khususnya di Rumah Sakit Umum kondisi kronis yang terjadi ketika ada
Daerah (RSUD) Talang Ubi Kabupaten peningkatan kadar glukosa dalam darah
PALI dari bulan Januari sampai Oktober karena tubuh tidak dapat menghasilkan
Tahun 2019 ini ada sebanyak total 119 atau cukup hormon insulin atau
orang, sedangkan pada tahun 2020 jumlah menggunakan insulin secara efektif (IDF,
penderita Diabetes Melitus (DM) 2017). Sedangkan menurut American
meningkat sebanyak 350 penderita. Diabetes Association (2017) DM adalah
Adapun penderita DM sampai dengan penyakit kronis yang kompleks yang
bulan April 2021 yang lebih tepatnya pada membutuhkan perawatan medis
tanggal 4 Januari sampai 10 April tahun berkelanjutan dengan strategi pengurangan
2021 terdapat penambahan kasus diabetes risiko multifaktorial di luar kontrol
mellitus sebanyak 70 orang.Cakupan glikemik.
penderita DM mendapatkan pelayanan Diabetes Mellitus adalah kondisi
kesehatan sesuai standar sebesar 100%. kronis yang terjadi bila ada peningkatan
Berdasarkan berbagai data diatas, kadar glukosa dalam darah karena tubuh
DM yang merupakan permasalahan yang tidak dapat menghasilkan insulin atau
serius dan juga terjadi komplikasi serta menggunakan insulin secara efektif.
kerusakan organ target akibat komplikasi Insulin adalah hormon penting yang
tersebut maka penulis merasa perlu diproduksi di pankreas kelenjar tubuh,
mengangkat DM sebagai permasalahan yang merupakan transports glukosa dari
yang dikaji dalam residensi ini sehingga aliran darah ke dalam sel-sel tubuh di mana
DM dapat dicegah dan dikendalikan agar glukosa diubah menjadi energi. Kurangnya
tidak terjadi komplikasi. Permasalahan insulin atau ketidakmampuan sel untuk
yang dikaji dalam penelitian ini adalah merespons insulin menyebabkan kadar
faktor yang berhubungan dengan kejadian glukosa darah tinggi, atau hiperglikemia,
diabetes melitus tipe 2 di RSUD Talang yang merupakan ciri khas DM.
Ubi Kabupaten Penukal Abab Lematang Hiperglikemi, jika dibiarkan dalam jangka
Ilir. Adapun tujuan penelitian ini adalah waktu yang lama, dapat menyebabkan
untuk menganalisis faktor risiko yang kerusakan pada berbagai organ tubuh, yang

Jurnal ‘Aisyiyah Medika | 134


Volume 7, Nomor 1, Februari 2022 Hanggayu Pangestika1, Dianita Ekawati2, Nani Sari Murni3

menyebabkan perkembangan komplikasi Secara garis besar faktor risiko DM


kesehatan yang melumpuhkan dan Tipe 2 terbagi menjadi dua, yaitu pertama
mengancam jiwa seperti penyakit faktor risiko yang tidak dapat diubah
kardiovaskular, neuropati, nefropati dan meliputi riwayat genetik, umur ≥45 tahun,
penyakit mata, yang menyebabkan jenis kelamin, ras dan etnik, riwayat
retinopati dan kebutaan (IDF, 2017). melahirkan dengan berat badan lahir bayi
DM tipe 2 adalah jenis DM yang >4000 gram atau riwayat menderita DM
paling umum, terhitung sekitar 90% dari gestasional dan riwayat lahir dengan berat
semua kasus DM. Pada DM tipe 2, badan rendah yaitu <2500 gram. Kedua,
hiperglikemia adalah hasil dari produksi faktor yang dapat diubah yaitu obesitas,
insulin yang tidak adekuat dan kurangnya aktivitas fisik, gaya hidup atau
ketidakmampuan tubuh untuk merespon pola makan, hipertensi, dislipidemia, diet
insulin secara sepenuhnya, didefinisikan tidak sehat, merokok dan konsumsi alkohol
sebagai resistensi insulin. Selama keadaan (PERKENI, 2015).
resistensi insulin, insulin tidak bekerja
secara efektif dan oleh karena itu pada METODE PENELITIAN
awalnya mendorong peningkatan produksi Penelitian ini merupakan penelitian
insulin untuk mengurangi kadar glukosa kuantitatif dengan jenis penelitian yang
yang meningkat namun seiring waktu, dilakukan secara observasional. Desain
suatu keadaan produksi insulin yang relatif penelitian ini menggunakan desain
tidak memadai dapat berkembang. DM tipe penelitian kasus kontrol (case control).
2 paling sering terlihat pada orang dewasa Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh
yang lebih tua, namun semakin terlihat responden yang terdiagnosa menderita
pada anak-anak, remaja dan orang dewasa Diabetes Mellitus tipe II dari bulan
muda. Penyebab DM tipe 2 ada kaitan kuat Januari-Desember 2020 dengan jumlah
dengan kelebihan berat badan dan obesitas, populasi pada tahun 2021 berjumlah 70
bertambahnya usia serta riwayat keluarga. orang, terdiri dari sampel kasus berjumlah
Di antara faktor makanan, bukti terbaru 35 orang dan sampel kontrol berjumlah 35
juga menyarankan adanya hubungan antara orang yang teregister di RSUD Talang Ubi
konsumsi tinggi minuman manis dan risiko Kabupaten PALI. Data di analisis
DM tipe 2 (IDF, 2017). menggunakan analisis univariat, bivariat
dan multivariate dengan uji regresi logistic.

Jurnal ‘Aisyiyah Medika | 135


Volume 7, Nomor 1, Februari 2022 Hanggayu Pangestika1, Dianita Ekawati2, Nani Sari Murni3

HASIL PENELITIAN mellitus tipe II dengan menggunakan uji


Hubungan antara Umur dengan Chi Square diperoleh hasil sebagai berikut.
Kejadian DM Tipe II
Berdasarkan pengujian hubungan
antara umur dengan kejadian diabetes

Tabel 1.
Hubungan antara Umur dengan Kejadian DM Tipe II

Status DM Tipe II
Jumlah Odds Ratio
Umur Kasus Kontrol p-value
(OR)
n % n % N %
26-45 9 25.7 12 34.3 21 30.0
46-65 26 74.3 23 65.7 49 70.0 0.001 2.160
Total 35 100.0 35 100.0 70 100.0

Berdasarkan tabel 1 diketahui responden lansia (usia 46-65 tahun)


bahwa dari 35 responden kasus, sebanyak memiliki risiko 2,16 kali untuk menderita
9 orang (25,7%) berusia 26-45 tahun atau diabetes melitus tipe II dibandingkan
kategori dewasa dan 26 orang (74,3%) dengan responden berusia dewasa (26-45
berusia 46-65 tahun. Dari 35 responden tahun).
kontrol, sebanyak 12 orang (34,3%)
berusia 26-45 tahun atau kategori dewasa Hubungan antara Jenis Kelamin dengan
Kejadian DM Tipe II
dan 23 orang (65,7%) berusia 46-65 tahun.
Berdasarkan pengujian hubungan
Usia 46-65 tahun diketegorikan usia lansia.
antara jenis kelamin dengan kejadian
Hasil análisis uji chi square
diabetes mellitus tipe II dengan
menunjukkan bahwa nilai p 0,001 < α
menggunakan uji Chi Square diperoleh
(0,05) hal ini berarti ada hubungan antara
hasil sebagai berikut.
umur dengan kejadian DM tipe II.
Perhitungan risk estimate diperoleh nilai
odds ratio (OR) 2,16 yang berarti

Tabel 2.
Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Kejadian DM Tipe II

Status DM Tipe II
Jenis Jumlah Odds Ratio
Kasus Kontrol p-value
Kelamin (OR)
n % n % N %

Jurnal ‘Aisyiyah Medika | 136


Volume 7, Nomor 1, Februari 2022 Hanggayu Pangestika1, Dianita Ekawati2, Nani Sari Murni3

Laki-Laki 12 34.3 19 54.3 31 44.3


Perempuan 23 65.7 16 45.7 39 55.7 0.148 0.439
Total 35 100.0 35 100.0 70 100,0

Berdasarkan tabel 2 dapat diperoleh antara jenis kelamin dengan kejadian


informasi bahwa dari 35 responden kasus, diabetes mellitus tipe II.
sejumlah 12 orang (34,3%) berjenis Hubungan antara Indeks Massa Tubuh
kelamin laki-laki, dan sejumlah 23 orang (IMT) dengan Kejadian DM Tipe II
Berdasarkan pengujian hubungan
(65,7%) berjenis kelamin perempuan.
antara indeks massa tubuh (IMT) dengan
Sementara itu, dari 35 responden kontrol
kejadian diabetes mellitus tipe II dengan
diketahui sejumlah 19 orang (54,3%)
menggunakan uji Chi Square diperoleh
berjenis kelamin laki-laki, dan 16 orang
hasil sebagai berikut.
(45,7%) berjenis kelamin perempuan.
Hasil análisis uji chi square
menunjukkan bahwa nilai p 0,148 > α
(0,05). Hal ini berarti tidak ada hubungan

Tabel 3.
Hubungan antara IMT dengan Kejadian DM Tipe II

Status DM Tipe II
Jumlah Odds Ratio
IMT Kasus Kontrol p-value
(OR)
n % n % N %
Normal 14 40 20 57,1 34 48,6
Tidak Normal 21 60 15 42,9 36 51,4 0,015 8,346
Total 35 100 35 100 70 100
.
Berdasarkan tabel 3 diperoleh Hasil analisis uji chi square
informasi bahwa dari 35 responden kasus, menunjukkan bahwa nilai p 0,015 < α
sejumlah 14 orang (40,0%) mempunyai (0,05). Hal ini berarti ada hubungan antara
IMT < 25 kg/m2 (tergolong normal atau IMT dengan kejadian DM tipe II.
tidak gemuk), dan 21 orang (60,0%) Perhitungan risk estímate diperoleh nilai
mempunyai IMT > 25 kg/m2 (tergolong odds ratio 8,346 (OR > 1) dapat
tidak normal atau gemuk). Sementara itu, disimpulkan bahwa responden dengan IMT
dari 35 responden kontrol, sejumlah 20 yang tidak normal mempunyai resiko
orang (57,1%) tergolong normal atau tidak 8,346 kali untuk menderita DM tipe II
gemuk, dan 15 orang (42,9%) tergolong daripada responden yang mempunyai IMT
tidak normal atau gemuk. normal.

Jurnal ‘Aisyiyah Medika | 137


Volume 7, Nomor 1, Februari 2022 Hanggayu Pangestika1, Dianita Ekawati2, Nani Sari Murni3

Hubungan antara Starus Merokok diabetes mellitus tipe II dengan


dengan Kejadian DM Tipe II menggunakan uji Chi Square diperoleh
Berdasarkan pengujian hubungan
hasil sebagai berikut.
antara status merokok dengan kejadian

Tabel 4.
Hubungan antara Status Merokok dengan Kejadian DM Tipe II

Status DM Tipe II
Status Jumlah
Kasus Kontrol p-value
Merokok
n % n % N %
Merokok 9 25,7 15 42,9 24 34,3
Tidak Merokok 26 74,3 20 57,1 46 65,7 0,208
Total 35 100 35 100 70 100

Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui (0,05). Hal ini berarti tidak ada hubungan
bahwa dari 35 responden kasus, responden antara status merokok dengan kejadian DM
yang merokok sebanyak 9 orang (25,7%) tipe II. Perhitungan risk estimate diperoleh
dan responden yang tidak merokok nilai odds ratio (OR) = 0,462 (OR < 1)
sebanyak 26 orang (74,3%). Adapun dari yang berarti bahwa status merokok bukan
35 responden kontrol, responden yang merupakan faktor risiko kejadian DM tipe
merorokok sebanyak 15 orang (42,9%), II pada responden laki-laki maupun
sedangkan responden yang tidak merokok perempuan.
sebanyak 20 orang (57,1%). Jadi proporsi Hubungan antara Aktivitas Fisik
responden berstatus tidak merokok lebih dengan Kejadian DM Tipe II
Berdasarkan pengujian hubungan
besar pada daripada responden
antara aktivitas fisik dengan kejadian
yangmerokok baik pada kelompok kasus
diabetes mellitus tipe II dengan
maupun kontrol.
menggunakan uji Chi Square diperoleh
Hasil análisis uji chi square
hasil sebagai berikut.
menunjukkan bahwa nilai p 0,208 > α

Tabel 5.
Hubungan antara Aktivitas Fisik dengan Kejadian DM Tipe II

Status DM Tipe II
Aktivitas Jumlah Odds Ratio
Kasus Kontrol p-value
Fisik (OR)
n % n % N %
Tidak Teratur 12 34,3 20 57,2 32 45,7
Teratur 23 65,7 15 42,8 38 54,3 0,026 2,455
Total 35 100 35 100 70 100

Jurnal ‘Aisyiyah Medika | 138


Volume 7, Nomor 1, Februari 2022 Hanggayu Pangestika1, Dianita Ekawati2, Nani Sari Murni3

Berdasarkan tabel 5 dapat diketahui aktifitas fisik Tidak teratur dengan


bahwa pada responden kasus di ketahui kejadian diabetes mellitus tipe II.
sebanyak 12 orang (34,3%) responden Perhitungan risk estimate diperoleh nilai
dengan aktivitas fisik tidak teratur dan odds ratio (OR) = 2,455 dapat diartikan
sebanyak 23 orang (65,7%) responden bahwa responden yang mempunyai
dengan aktivitas fisik teratur. Adapun aktifitas fisik Tidak teratur mempunyai
untuk responden kontrol diketahui risiko sebesar 2,455 kali lebih besar untuk
sebanyak 20 orang (57,2%) responden mengalami diabetes mellitus tipe II
dengan aktivitas fisik tidak teratur dan dibandingkan dengan orang yang
sebanyak 15 orang (42,8%) responden mempunyai aktifitas fisik teratur
dengan aktivitas fisik teratur. Hubungan antara Pengetahuan dengan
Hasil uji chi-square pada aktifitas Kejadian DM Tipe II
Berdasarkan pengujian hubungan
Tidak teratur dan teratur diperoleh nilai p
antara Pengetahuan dengan kejadian
value 0,026. Nilai p value tersebut, kurang
diabetes mellitus tipe II dengan
dari 0,05 (0,026 < 0,05), hal ini berarti ada
menggunakan uji Chi Square diperoleh
hubungan antara orang yang mempunyai
hasil sebagai berikut.
:
Tabel 6.
Hubungan antara Pengetahuan dengan Kejadian DM Tipe II
Status DM Tipe II Odds
Jumlah
Pengetahuan Kasus Kontrol P-value Ratio
n % n % N % (OR)
Rendah 20 57.1 13 37.1 33 47.1
Tinggi 15 42.9 22 62.9 37 52.9 0.021 0.256
Total 35 100.0 35 100.0 70 100,0

Berdasarkan tabel 6 dapat diperoleh orang (62,9%) responden dengan kategori


informasi bahwa dari 35 responden kasus, pengetahuan tinggi.
sebanyak 20 orang (57,1%) responden Hasil análisis uji chi square
dengan kategori pengetahuan rendah dan menunjukkan bahwa nilai p 0,021 < α
15 orang (42,9%) responden dengan (0,05). Hal ini berarti ada hubungan antara
kategori pengetahuan tinggi. Adapun pada pengetahuan dengan kejadian DM tipe II.
responden kontrol, sebanyak 13 orang Perhitungan risk estimate diperoleh nilai
(37,1%) responden dengan kategori odds ratio (OR) 0,256 yang berarti
pengetahuan rendah dan sebanyak 22 responden dengan pengetahuan tentang
diabetes mellitus yang rendah memiliki

Jurnal ‘Aisyiyah Medika | 139


Volume 7, Nomor 1, Februari 2022 Hanggayu Pangestika1, Dianita Ekawati2, Nani Sari Murni3

risiko 0,256 kali untuk menderita diabetes adalah agar dapat memilih variabel
melitus tipe II dibandingkan dengan independen yang paling berpengaruh, jika
responden yang memiliki pengetahuan diuji bersama-sama dengan variabel
yang tinggi mengenai pemahaman penyakit independen lain terhadap kejadian diabetes
diabetes mellitus tipe II. mellitus tipe II.
Variabel independen yang tidak
Analisis Multivariat berpengaruh secara otomatis akan
Analisis multivariat dilakukan dikeluarkan dari perhitungan. Variabel
untuk mengetahui seberapa besar yang dijadikan kandidat dalam uji regresi
sumbangan secara bersama-sama seluruh logistik ini adalah variabel yang dalam
faktor risiko terhadap kejadian diabetes analisis mempunyai nilai p < 0,025.
mellitus tipe II. Analisis ini menggunakan Berikut hasil analisis seleksi kandidat
uji regresi logistik ganda, pada tingkat multivariat.
kemaknaan 95. Alasan penggunaan uji ini

Tabel 7.
Seleksi Kandidat Multivariat

Variables in the Equation


95% C.I.for EXP(B)
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper
Step Umur 1,861 0,596 9,758 1 0,006 0,156 0,052 0,496
1a IMT 1,003 0,553 8,054 1 0,017 0,343 0,125 0,968
Aktivitas 0,487 0,546 2,796 1 0,372 0,628 0,862 6,993
Fisik
Pengetahuan 0,837 0,574 5,581 1 0,022 0,457 0,865 5,883
Constant 3,043 1,725 1,401 1 ,236 7,710
a. Variable(s) entered on step 1: Umur, IMT, Aktivitas Fisik, Pengetahuan.

Berdasarkan tabel 7 dapat Terdapat 3 variabel yang layak masuk


disimpulkan bahwa variabel yang model multivariat yaitu umur, IMT, dan
mempunyai nilai signifikan p < 0,025 pengetahuan.
artinya layak masuk model multivariat.

Tabel 8.
Analisis Regresi Logistik

Variables in the Equation


B S.E. Wald df Sig. Exp(B) 95% C.I.for EXP(B)

Jurnal ‘Aisyiyah Medika | 140


Volume 7, Nomor 1, Februari 2022 Hanggayu Pangestika1, Dianita Ekawati2, Nani Sari Murni3

Lower Upper
Step Umur 2,508 0,591 9,805 1 0,002 0,156 0,052 0,996
1a IMT 1.185 0,542 8,024 1 0.018 0,343 0,125 0,968
Pengetahuan 0,648 0,568 5,038 1 0,077 0,457 0,865 5,883
Constant -2,253 1,451 4,017 1 0,045 18,312
a. Variable(s) entered on step 1: Umur, IMT, Pengetahuan.

Hasil analisis interaksi pada tiga dari model. Adapun variabel umur
variabel independen terhadap variabel mempunyai p > 0,05 (0,002 < 0,05) dan
dependen menunjukkan terdapat satu variabel IMT mempunyai p < 0,05 (0,018
variabel yang mempunyai p > 0,05 (0,077 < 0,05), maka dapat simpulkan bahwa
> 0,05) yaitu variabel pengetahuan, terdapat dua variabel yaitu umur dan IMT
sehingga variabel pengetahuan dikeluarkan yang patut dipertahankan secara statistik.

Tabel 9.
Hasil Analisis Regresi Logistik Ganda

Variabel B p value OR
Umur 2,508 0,002 33,649
IMT 1,851 0,018 18,312
Konstanta -2,253 0,045

Model Regresi Logistiknya:


Z = -2,253 + 2,508 (Umur) + 1,851 (IMT)
Z = -2,253 + 2,508 (1) + 1,851 (1) = -2,253 + 2,508+1,851 = 2,106
1
1  e -(z) = 0,472  47,2%
Probabilitas kejadian DM tipe II =

Artinya, jika seseorang yang (< α = 0,05). Perhitungan risk estimate


memiliki usia lansia dan IMT tidak normal, diperoleh nilai odds ratio 2,160, sehingga
didapatkan responden yang berusia 46-65
maka kemungkinan mengalami DM tipe II tahun (lansia) memiliki risiko 2,16 kali
adalah 47,2%. untuk menderita diabetes melitus tipe II
dibandingkan dengan responden yang
PEMBAHASAN berusia < 45 tahun.
Hubungan antara Umur dengan Menurut PERKENI (2015), orang
Kejadian DM Tipe II pada usia di atas 45 tahun harus dilakukan
Hasil uji statistik menunjukkan ada
pemeriksaan DM. Seseorang yang berusia
hubungan antara umur dengan kejadian
≥45 tahun memiliki peningkatan risiko
diabetes melitus tipe II berdasarkan hasil
terhadap terjadinya DM dan intoleransi
pada uji chi square yaitu p value = 0,001

Jurnal ‘Aisyiyah Medika | 141


Volume 7, Nomor 1, Februari 2022 Hanggayu Pangestika1, Dianita Ekawati2, Nani Sari Murni3

glukosa oleh karena faktor degeneratif dengan kejadian DM tipe 2. Dalam


yaitu menurunnya fungsi tubuh untuk penelitian ini sebagian besar yang menjadi
memetabolisme glukosa. Namun kondisi responden memiliki umur lebih dari 45
ini ternyata tidak hanya disebabkan oleh tahun. Risiko untuk menderita DM tipe 2
faktor umur saja, tetapi tergantung juga meningkat seiring dengan meningkatnya
pada lamanya penderita bertahan pada usia. Peneliti berasumsi sebagaimana hasil
kondisi tersebut. Sejumlah penelitian penelitian ini bahwa ada hubungan antara
menunjukan bahwa terdapat peningkatan umur dengan kejadian DM tipe 2.
kasus hingga mencapai usia 60 tahun. Hubungan antara Jenis Kelamin dengan
Risiko untuk menderita intoleransi glukosa Kejadian DM Tipe II
Hasil analisis bivariat menunjukan
meningkat seiring dengan meningkatnya
bahwa jenis kelamin bukan merupakan
usia.
faktor risiko dari kejadian diabetes mellitus
Pada usia 40 tahun umumnya
tipe II. Hasil uji chi square diperoleh p =
manusia mengalami penurunan fisiologi
0,148 (> α = 0,05) yang berarti bahwa jenis
lebih cepat. DM lebih sering muncul pada
kelamin tidak berhubungan kejadian DM
usia setelah 40 tahun. Terutama pada usia
tipe II. Meskipun para pasien di rumah
diatas 45 tahun yang disertai dengan
sakit tersebut didominasi oleh pasien
overweight dan obesitas. Penderita DM di
perempuan, namun jenis kelamin ini secara
Indonesia sebagian besar pada usia 38-47
nyata tidak berhubungan dengan terjadinya
tahun dengan proporsi sebesar 25,3%.
DM tipe II.
Risiko DM makin meningkat sesuai
Meskipun para pasien di rumah
dengan perkembangan usia (Soewondo &
sakit tersebut didominasi oleh pasien
Pramono, 2011). Pada penelitian ini, orang
perempuan, namun jenis kelamin ini secara
yang berusia ≥45 tahun lebih berisiko
nyata tidak berhubungan dengan terjadinya
terkena DM dibandingkan dengan orang
DM tipe 2. Hasil penelitian ini sesuai
berusia <45 tahun. Hal ini sesuai dengan
dengan penelitian yang dilakukan di
beberapa studi epidemiologi yang
Amerika yaitu penderita DM pada
mengatakan bahwa tingkat kerentanan
perempuan lebih banyak dibandingkan
terjangkitnya penyakit DM tipe-2 sejalan
laki-laki, namun di Augsburg 5,8 per
dengan bertambahnya umur.
1.000/orang/tahun pada laki -laki dan 4,0
Dalam penelitian ini dan penelitian
per 1.000/orang/tahun. Hasil penelitian ini
sebelumnya dapat diasumsikan bahwa
membuktikan bahwa laki-laki maupun
umur merupakan faktor yang berhubungan

Jurnal ‘Aisyiyah Medika | 142


Volume 7, Nomor 1, Februari 2022 Hanggayu Pangestika1, Dianita Ekawati2, Nani Sari Murni3

perempuan memiliki risiko yang sama dan hidup tidak sehat yang menyebabkan
untuk terkena DM (Darmono, 2007). sesorang baik laki-laki maupun peempuan
Menurut Almatsier (2005) DM berisiko terkena DM tipe 2. Peneliti
adalah kumpulan gejala yang timbul pada berasumsi sebagaimana hasil penelitian ini
seseorang yang mengalami peningkatan bahwa tidak ada hubungan antara jenis
kadar gula atau glukosa darah akibat kelamin dengan kejadian DM tipe 2.
kekurangan hormon insulin baik absolut Hubungan antara IMT dengan Kejadian
maupun relatif. Absolut berarti tidak ada DM Tipe II
Hasil analisis dapat diperoleh
insulin sama sekali, sedangkan relatif
gambaran bahwa sebagian besar responden
berarti jumlahnya cukup atau memang
yang mengalami DM tipe II memiliki
sedikit tinggi atau daya kerjanya kurang.
kondisi badan yang tergolong gemuk (IMT
Fungsi hormon insulin yang dihasilkan
lebih dari 25 kg/m2). Hasil uji statistik
oleh sekelompok sel beta pankreas yang
menunjukkan ada hubungan antara indeks
berperan dalam metabolisme glukosa bagi
massa tubuh (IMT) dengan kejadian
sel tubuh. Ketika kandungan lemak dalam
diabetes melitus tipe II. Kesimpulan
darah meningkat karena faktor makanan
tersebut berdasarkan hasil pada uji chi
yang mengandung kolesterol, maka
square yaitu p value = 0,015 (< α = 0,05).
hormon insulin lebih banyak digunakan
Perhitungan risk estímate diperoleh nilai
untuk membakar lemak tersebut.
odds ratio 8,346 (OR > 1) dapat
Akibatnya tubuh kekurangan hormon
disimpulkan bahwa dalam penelitian ini
insulin untuk memperlancar metabolisme
IMT > 25 kg/m2 (obesitas) mempunyai
gula dalam darah. Dengan demikian setiap
risiko 8,346 kali untuk menderita DM tipe
orang dengan jenis kelamin laki-laki
II daripada responden yang tidak
maupun perempuan memiliki risiko yang
mengalami obesitas (status IMT < 25
sama terkena DM apabila pola makannya
Kg/m2).
tidak baik.
Hasil penelitian ini sesuai dengan
Dalam penelitian ini dan penelitian
teori yang dikemukakan oleh Tandra
sebelumnya dapat diasumsikan bahwa jenis
(2013) yang menyatakan bahwa lebih dari
kelamin bukan merupakan faktor yang
8 diantara penderita DM tipe II adalah
berhubungan dengan kejadian DM tipe 2.
mereka yang mengalami kegemukan.
Peneliti berasumsi bahwa antara responden
Makin banyak jaringan lemak, jaringan
laki-laki dan perempuan memiliki risiko
tubuh dan otot akan semakin resisten
yang sama untuk terkena DM. Pola makan
terhadap kerja insulin (insulin resistance),

Jurnal ‘Aisyiyah Medika | 143


Volume 7, Nomor 1, Februari 2022 Hanggayu Pangestika1, Dianita Ekawati2, Nani Sari Murni3

terutama bila lemak tubuh atau kelebihan Obesitas adalah akumulasi lemak
berat badan terkumpul di daerah sentral yang berlebihan yang terjadi karena
atau perut (central obesity). Lemak ini ketidakseimbangan antara konsumsi kalori
akan memblokir kerja insulin sehingga dengan kebutuhan energi (WHO, 2016).
glukosa tidak dapat diangkut ke dalam sel Parameter yang dapat digunakan untuk
dan menumpuk dalam peredaran darah. mengetahui status gizi seseorang yaitu
Tubuh yang cenderung gemuk lebih dengan perhitungan IMT. Berdasarkan
banyak menyimpan lemak tubuh dan PERKENI 2015 kelompok dengan berat
lemak tidak terbakar, terjadi kekurangan badan lebih (Indeks Massa Tubuh ≥25
hormon insulin untuk pembakaran Kg/m2) berisiko menderita Diabetes
karbohidrat, sehingga lebih berpeluang Melitus. Obesitas merupakan faktor
besar terjadinya DM tipe II. predisposisi terjadinya resistensi insulin.
Penelitian ini sejalan dengan Semakin banyak jaringan lemak pada
penelitian Kurniawaty dan Yanita (2016) tubuh maka tubuh akan semakin resistensi
yang menyatakan bahwa terdapat terhadap kerja insulin, terutama bila lemak
hubungan obesitas dengan kejadian tubuh atau kelebihan berat badan
Diabetes Melitus. Berdasarkan pada uji terkumpul di daerah sentral atau perut. Hal
Chi-square didapatkan hasil nilai p=0,001 tersebut dikarenakan lemak dapat
< (α = 0,05). Hasil perhitungan risk memblokir kerja insulin sehingga glukosa
estimate diperoleh nilai Odds ratio (OR) tidak dapat diangkut keadalam sel dan
sebesar 5,856 sehingga responden dengan menumpuk dalam pembuluh darah,
obesitas mempunyai risiko Diabetes sehingga terjadi peningkatan kadar glukosa
Melitus. Adanya obesitas terhadap DM ini darah (Clare-Salzler, 2012).
dapat disebabkan oleh kombinasi perilaku Dalam penelitian ini dan penelitian
yang tidak sehat, yaitu kurangnya aktifitas sebelumnya dapat diasumsikan bahwa
dan pola makan yang tidak cukup serat. terdapat hubungan antara IMT dengan
Oleh karena itu, tindakan untuk kejadian DM tipe 2. Dalam penelitian ini
pencegahan dan penanggulangan perlu sebagian besar yang menjadi responden
difokuskan pada perubahan gaya hidup memiliki IMT tidak normal dibandingkan
menjadi lebih sehat, yaitu dengan dengan responden dengan IMT normal.
melakukan aktifitas fisik secara teratur dan Peneliti berasumsi bahwa pola makan yang
menerapkan pola makan sehat dan tidak sehat dan aktivitas yang kurang
seimbang. menyebabkan seseorang mengalami

Jurnal ‘Aisyiyah Medika | 144


Volume 7, Nomor 1, Februari 2022 Hanggayu Pangestika1, Dianita Ekawati2, Nani Sari Murni3

obesitas atau memiliki IMT yang tidak merokok sebanyak 9 responden pada
normal. Peneliti berasumsi sebagaimana kelompok kasus dan 15 responden pada
hasil penelitian ini bahwa ada hubungan kelompok kontrol. Jadi sebagian besar
antara IMT dengan kejadian DM tipe 2. responden merokok lebih besar pada
Pencegahan dapat dilakukan pada kelompok kontrol dibandingkan pada
perubahan gaya hidup menjadi lebih sehat, kelompok kasus.
yaitu dengan melakukan aktifitas fisik Hasil penelitian ini tidak sesuai
secara teratur dan menerapkan pola makan dengan teori dari Suyono (2007: 145) yang
sehat dan seimbang. menyatakan bahwa kebiasaan merokok
berhubungan secara mencolok dengan
bertambahnya risiko terjadinya diabetes
Hubungan antara Status Merokok
tipe II dan keuntungan berhenti merokok
dengan Kejadian DM Tipe II
Hasil uji statistik menunjukkan hanya nampak setelah 5 tahun berhenti,
tidak ada hubungan antara kebiasaan bahkan risikonya pun bisa seperti bukan
merokok dengan kejadian diabetes melitus perokok hanya setelah 20 tahun. Risiko
tipe II. Kesimpulan tersebut berdasarkan mengalami diabetes pada orang merokok
hasil pada uji chi square yaitu p value = dapat terjadi karena mengkonsumsi rokok
0,208 (> α 0,05). Perhitungan risk estímate lebih dari satu pak rokok per hari, dan
diperoleh nilai odds ratio 0,462 (OR < 1) perokok tersebut merubah dari merokok
dapat disimpulkan bahwa kebiasaan tidak sigaret ke merokok pipa ataupun cerutu
merokok merupakan faktor protektif sama dengan kalau meneruskan merokok
(melindungi) atau dapat mengurangi risiko sigaret. Seseorang yang memiliki
terhadap kejadian diabetes melitus tipe II. kebiasaan merokok dapat mempertebal
Penelitian ini sejalan dengan plasma dinding pembuluh darah
penelitian Ainurafiq (2015) didapatkan (aterosklerosis) yang dapat menyebabkan
OR= 0,420 hal ini menunjukkan bahwa komplikasi cardiovasculer.
merokok bukan faktor risiko yang Peneliti berasumsi penyebab hasil
bermakna terhadap kejadian DM tipe 2. penelitian tidak sejalan dengan teori.
Respoden yang merokok melakukan Risiko mengalami diabetes pada orang
aktifitas kurang, Hal ini menunjukkan merokok dapat terjadi karena
bahwa aktifitas merupakan pencegah mengkonsumsi rokok lebih dari satu pak
kejadian DM tipe II pada perokok. Selain rokok per hari. Akan tetapi peneliti
itu, Dalam penelitian ini responden yang berasumsi terdapat perbedaan hasil

Jurnal ‘Aisyiyah Medika | 145


Volume 7, Nomor 1, Februari 2022 Hanggayu Pangestika1, Dianita Ekawati2, Nani Sari Murni3

penelitian dengan teori dikarenakan dalam tubuh sebagai lemak dan gula. Jika
sebagian besar responden dalam penelitian insulin tidak mencukupi untuk mengubah
ini tidak merokok Peneliti berasumsi glukosa menjadi energi maka timbul DM
sebagaimana hasil penelitian ini bahwa (Kemenkes, 2010).
tidak ada hubungan antara status merokok Hasil penelitian ini sesuai dengan
dengan kejadian DM tipe 2. penelitian Veridiana dan Nurjana (2019)
Hubungan antara Aktivitas Fisik yang menyatakan masyarakat yang
dengan Kejadian DM Tipe II memiliki kebiasaan melakukan aktivitas
Hasil uji statistik menunjukkan ada
fisik ringan mempunyai peluang untuk
hubungan antara aktivitas fisik dengan
terkena DM berturut-turut 3,198
kejadian diabetes melitus tipe II.
dibandingkan dengan masyarakat yang
Kesimpulan tersebut berdasarkan hasil
memiliki kebiasaan melakukan aktivitas
pada uji chi square yaitu p value = 0,026
fisik berat. Orang yang mempunyai
(< α = 0,05). Perhitungan risk estimate
aktivitas fisiknya kurang akan semakin
diperoleh nilai odds ratio 2,455 sehingga
meningkatkan probabilitas untuk terkena
dapat diartikan bahwa orang yang
DM. Aktivitas fisik yang dilakukan dapat
mempunyai aktifitas fisik tidak teratur
membakar energi dalam tubuh yang
mempunyai risiko sebesar 2,455 kali lebih
bersumber dari makanan yang dikonsumsi,
besar untuk mengalami diabetes mellitus
sehingga apabila asupan kalori berlebihan
tipe II dibandingkan dengan orang yang
dan tidak diimbangi dengan aktivitas fisik
mempunyai aktifitas fisik yang teratur.
maka tubuh akan mengalami kegemukan
Hasil penelitian ini sesuai dengan
dan kondisi tersebut dapat meningkatkan
teori yang dikemukakan oleh Tandra
risiko DM tipe II.
(2014:18) yang menyatakan bahwa
Kemampuan aktifitas fisik dapat
semakin kurang gerak badan, semakin
mencegah kejadian DM tipe II karena saat
mudah seseorang terkena diabetes melitus.
melakukan aktifitas fisik, otot berkontraksi
Glukosa akan diubah menjadi energi pada
dan mengalami relaksasi. Pada saat itu
saat beraktivitas. Aktivitas fisik
glukosa akan dipakai atau dibakar untuk
mengakibatkna insulin semakin meningkat
memenuhi kebutuhan energi dalam
ssehingga kadar gula darah akan
melakukan aktifitas fisik tersebut. Glukosa
berkurang. Pada orang yang jarang
darah akan dipindahkan dari darah ke otot
berolahraga atau aktivitas fisik yang
selama dan setelah melakukan aktifitas
ringan, zat makanan yang masuk ke dalam
fisik. Dengan demikian kadar glukosa
tubuh tidak dibakar akan tetapi ditimbun

Jurnal ‘Aisyiyah Medika | 146


Volume 7, Nomor 1, Februari 2022 Hanggayu Pangestika1, Dianita Ekawati2, Nani Sari Murni3

darah akan menurun. Aktifitas fisik yang α 0,05). Perhitungan risk estímate
cukup juga akan membuat insulin menjadi diperoleh nilai odds ratio 0,256 (OR < 1)
lebih sensitif, sehingga dapat bekerja dapat disimpulkan bahwa tingkat
dengan lebih baik untuk membuka pintu pengetahuan merupakan faktor protektif
masuk bagi glukosa kedalam sel. (melindungi) atau dapat mengurangi risiko
Disamping itu, dengan melakukan aktifitas terhadap kejadian diabetes melitus tipe II.
fisik yang teratur, faktor risiko DM tipe 2 Tingkat pengetahuan yang rendah
lainnya seperti obesitas dapat dicegah. adalah salah satu penyebab tingginya kasus
Sehingga semakin tinggi aktifitas fisik, suatu penyakit, termasuk Diabetes Mellitus
maka semakin tinggi kemampuan tipe II. Pengetahuan merupakan hal yang
mencegah DM tipe 2 (Ainurafiq, 2015). penting untuk membentuk sebuah perilaku.
Dalam penelitian ini dan penelitian Begitu pula dalam melakukan pencegahan
sebelumnya serta teori maka dapat terhadap penyakit diabetes mellitus yang
diasumsikan bahwa terdapat hubungan memerlukan pengetahuan berupa
antara aktivitas fisik dengan kejadian DM pengertian, tanda dan gejala, faktor risiko,
tipe 2. Peneliti berasumsi responden yang dan cara untuk mencegah terjadinya
kurang gerak badan atau memiliki aktivitas diabetes mellitus itu sendiri. Salah satu
fisik yang tidak teratur maka semakin sumber pengetahuan dapat diperoleh
mudah seseorang terkena diabetes melitus. melalui promosi kesehatan. (Budiman dan
Pada orang yang jarang berolahraga atau Riyanto, 2013).
aktivitas fisik yang tidak teratur, zat Penelitian sebelumnya yang
makanan yang masuk ke dalam tubuh tidak membahas tentang pengetahuan, sikap dan
dibakar akan tetapi ditimbun dalam tubuh tindakan terhadap faktor risiko penyakit
sebagai lemak dan gula. Maka dari itu diabetes mellitus tipe II menyebutkan
peneliti berasumsi sebagaimana hasil bahwa mayoritas responden memiliki
penelitian ini bahwa ada hubungan antara tingkat pengetahuan dan tindakan yang
aktivitas fisik dengan kejadian DM tipe 2. baik. Kondisi ini menunjukan adanya
Hubungan antara Pengetahuan dengan keterkaitan antara pengetahuan dan
Kejadian DM Tipe II tindakan pada responden (Moon, 2017).
Hasil uji statistik menunjukkan ada
Penelitian tersebut serupa dengan
hubungan antara tingkat pengetahuan
penelitian lain yang menyimpulkan
dengan kejadian diabetes melitus tipe II.
terdapat hubungan antara pengetahuan
Kesimpulan tersebut berdasarkan hasil
dengan upaya pencegahan faktor risiko
pada uji chi square yaitu p value = 0,021 (<

Jurnal ‘Aisyiyah Medika | 147


Volume 7, Nomor 1, Februari 2022 Hanggayu Pangestika1, Dianita Ekawati2, Nani Sari Murni3

diabetes mellitus tipe II (Khairani, melalui skrining dengan pemeriksaan kadar


Nugrahalia dan Sartini, 2016). gula darah sewaktu.
Pengetahuan, sikap, dan tindakan memiliki Dalam penelitian ini dan penelitian
keterkaitan dan saling mempengaruhi satu sebelumnya serta teori maka dapat
dengan yang lain. Tingkat pengetahuan diasumsikan bahwa terdapat hubungan
dapat mempengaruhi sikap dan tindakan antara tingkat pengetahuan dengan
seseorang (Achmadi, 2013). Tindakan kejadian DM tipe 2. Pada responden kasus
responden yang baik terkait aktivitas fisik sebagian besar memliki tingkat
dapat dipengaruhi karena individu tersebut pengetahuan yang rendah terkait penyakit
juga mempunyai bekal pengetahuan yang DM tipe 2. Dengan memiliki pemahaman
baik pula (Moon, 2017). mengenai penyakit DM tipe 2, responden
Tingkat kesadaran yang baik dapat menentukan langkah untuk
dipengaruhi oleh pengetahuan masyarakat mencegah diabetes mellitus tipe II.
yang baik pula tentang diabetes mellitus Sedangkan responden yang memiliki
tipe II. Pengetahuan merupakan hal pemahaman yang rendah terkait DM tipe 2
mendasar untuk menyadarkan masyarakat cenderung mengabaikan faktor-faktor yang
berperilaku sehat, sehingga deteksi dini menyebabkan DM tipe 2. Oleh karena itu,
dari gejala yang di timbulkan akan perlunya pemahaman bagi responden
diketahui. Deteksi dini diabetes mellitus maupun masyarakat dalam mencegah
adalah tindakan awal sebagai upaya terjadinya DM tipe 2 diantaranya dengan
kemungkinan terkena diabetes mellitus mencegah pola makan dan melakukan
secara dini agar dapat ditangani secara aktivitas yang teratur. Dari uraian tersebut
memadai, sehingga kesakitan/komplikasi peneliti berasumsi sebagaimana hasil
dapat dicegah. Deteksi dini dapat penelitian ini bahwa ada hubungan antara
dilakukan oleh seseorang apabila tingkat pengetahuan dengan kejadian DM
mempunyai tanda dan gejala yang meliputi tipe 2.
perubahan berat badan yang terus
bertambah melebihi berat badan ideal, KESIMPULAN Dan SARAN
gejala-gejala lain seperti sering kencing, Kesimpulan
sering minum dan sering makan. Apabila 1. Ada hubungan antara umur responden
terdapat tanda dan gejala tersebut, maka dengan kejadian DM tipe II (p value =
perlu dilakukan pemeriksaanlebih cepat 0,001, OR = 2,160).
atau secara dini diabetes mellitus tipe II

Jurnal ‘Aisyiyah Medika | 148


Volume 7, Nomor 1, Februari 2022 Hanggayu Pangestika1, Dianita Ekawati2, Nani Sari Murni3

2. Ada hubungan antara indeks massa lansia dan indeks massa tubuh (IMT)
tubuh (IMT) dengan kejadian DM tipe tidak normal adalah sebesar 47,2%.
II (p value = 0,015, OR = 8,346). Saran
3. Ada hubungan antara aktivitas fisik 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
dengan kejadian DM tipe II (p value = dengan metode dan desain penelitian
0,026, OR = 2,455). yang berbeda untuk menggali informasi
4. Ada hubungan antara tingkat terkait variabel yang menjadi faktor
pengetahuan dengan kejadian DM tipe yang berhubungan dengan kejadian
II (p value = 0,021, OR = 2,256). diabetes melitus tipe II.
5. Tidak ada hubungan antara jenis 2. Perlu peningkatan promosi kesehatan
kelamin dengan kejadian DM tipe II (p tentang faktor-faktor yang
value = 0,148). menyebabkan kejadian diabetes melitus
6. Tidak ada hubungan antara status tipe II dan pencegahannya kepada
merokok dengan kejadian DM tipe II (p masyarakat khususnya pada masyarakat
value = 0,208). yang memiliki umur diatas 45 tahun,
7. Hasil analisis multivariat, menunjukkan memiliki IMT tidak normal, aktivitas
probabilitas responden untuk fisik yang tidak teratur, dan masyarakat
mengalami diabetes mellitus tipe II yang pemahamannya rendah terkait
dengan memiliki faktor risiko yaitu usia penyakit diabetes melitus tipe II.

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, U. F. (2013). Kesehatan Masyarakat Teori dan Aplikasi. Jakarta: Rajawali Pers

Ainurafiq. (2015). Perilaku Merokok Sebagai Modifikasi Efek Terhadap Kejadian DM Tipe 2.
Jurnal MKMI, 118-124

Almatsier, S. (2005). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Budiman dan Riyanto, A. (2013). Kapita Selekta Kuisioner Pengetahuan dan Sikap dalam
Penelitian Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika

Clare-salzler, MJ., James, MC., dan Vinay, K.( 2012). Buku Ajar Patologi Robbins. Edisi 7.
Volume 2. Jakarta: EGC

Darmono. (2007). Pola Hidup Sehat Penderita Diabetes Melitus. Dalam: Naskah Lengkap
Diabetes Melitus, Ditinjau dari Berbagai Aspek Penyakit Dalam. Semarang: BP UNDIP

Kementrian Kesehatan Indonesia RI. (2010). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2009. Jakarta:
Kementrian Kesehatan RI

Jurnal ‘Aisyiyah Medika | 149


Volume 7, Nomor 1, Februari 2022 Hanggayu Pangestika1, Dianita Ekawati2, Nani Sari Murni3

Kementrian Kesehatan Indonesia RI. (2019). Profil Kesehatan Indonesia 2019. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI

Khairani, Nugrahalia, M. and Sartini. (2016). Hubungan Katarak Sneilis dengan Kadar Gula
Darah pada Penderita Diabetes Mellitus di Medan. Jurnal Biologi Lingkungan, Industri,
Kesehatan, 2(2),110-116

Kurniawaty, Evi dan Yanita, Bella. (2016). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Kejadian Diabetes Melitus Tipe II. Jurnla Majority, 5(2)

Moon, R. B. (2017). Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan terhadap Pola Hidup terkait Faktor
Risiko Diabetes Melitus Tipe 2 pada Remaja di Kecamatan Mantrijeron Yogyakarta.
Universtas Sanata Dharma

PERKENI. (2015). Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia.


Jakarta: PB PERKENI

RSUD Talang Ubi. (2020). Profil RSUD Talang Ubi Penukal Abab Lematang Ilir (PALI).

Soewondo dan Pramono, L.A.( 2011). Prevalense, Chararcteristics, and Predictor of


Prediabetes in Indonesia. Medical Journal Indonesia, 20(4)

Suyono. (2007). Diabetes Mellitus di Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. IV. Ed.
Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK UI

Tandra, Hans.(2013). Life Healty with Diabetes. Yogyakarta: Rapha Publishing

Tandra, Hans. (2014). Strategi Mengalahkan Komplikasi Diabetes; dari Kaki. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama
Veridiana, Ni Nyoman dan Nurjana, Made Agus. (2019). Hubungan Perilaku Konsumsi dan
Aktivitas Fisik dengan Diabetes Mellitus di Indonesia. Buletin Penelitian Kesehatan,
47(2), 97-106

World Health Organization. (2016). Obesity and Overweight. WHO Library cataloguing in
Publication data: Genewa, Switzerland

Jurnal ‘Aisyiyah Medika | 150

Anda mungkin juga menyukai