Tabel 1.
Hubungan antara Umur dengan Kejadian DM Tipe II
Status DM Tipe II
Jumlah Odds Ratio
Umur Kasus Kontrol p-value
(OR)
n % n % N %
26-45 9 25.7 12 34.3 21 30.0
46-65 26 74.3 23 65.7 49 70.0 0.001 2.160
Total 35 100.0 35 100.0 70 100.0
Tabel 2.
Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Kejadian DM Tipe II
Status DM Tipe II
Jenis Jumlah Odds Ratio
Kasus Kontrol p-value
Kelamin (OR)
n % n % N %
Tabel 3.
Hubungan antara IMT dengan Kejadian DM Tipe II
Status DM Tipe II
Jumlah Odds Ratio
IMT Kasus Kontrol p-value
(OR)
n % n % N %
Normal 14 40 20 57,1 34 48,6
Tidak Normal 21 60 15 42,9 36 51,4 0,015 8,346
Total 35 100 35 100 70 100
.
Berdasarkan tabel 3 diperoleh Hasil analisis uji chi square
informasi bahwa dari 35 responden kasus, menunjukkan bahwa nilai p 0,015 < α
sejumlah 14 orang (40,0%) mempunyai (0,05). Hal ini berarti ada hubungan antara
IMT < 25 kg/m2 (tergolong normal atau IMT dengan kejadian DM tipe II.
tidak gemuk), dan 21 orang (60,0%) Perhitungan risk estímate diperoleh nilai
mempunyai IMT > 25 kg/m2 (tergolong odds ratio 8,346 (OR > 1) dapat
tidak normal atau gemuk). Sementara itu, disimpulkan bahwa responden dengan IMT
dari 35 responden kontrol, sejumlah 20 yang tidak normal mempunyai resiko
orang (57,1%) tergolong normal atau tidak 8,346 kali untuk menderita DM tipe II
gemuk, dan 15 orang (42,9%) tergolong daripada responden yang mempunyai IMT
tidak normal atau gemuk. normal.
Tabel 4.
Hubungan antara Status Merokok dengan Kejadian DM Tipe II
Status DM Tipe II
Status Jumlah
Kasus Kontrol p-value
Merokok
n % n % N %
Merokok 9 25,7 15 42,9 24 34,3
Tidak Merokok 26 74,3 20 57,1 46 65,7 0,208
Total 35 100 35 100 70 100
Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui (0,05). Hal ini berarti tidak ada hubungan
bahwa dari 35 responden kasus, responden antara status merokok dengan kejadian DM
yang merokok sebanyak 9 orang (25,7%) tipe II. Perhitungan risk estimate diperoleh
dan responden yang tidak merokok nilai odds ratio (OR) = 0,462 (OR < 1)
sebanyak 26 orang (74,3%). Adapun dari yang berarti bahwa status merokok bukan
35 responden kontrol, responden yang merupakan faktor risiko kejadian DM tipe
merorokok sebanyak 15 orang (42,9%), II pada responden laki-laki maupun
sedangkan responden yang tidak merokok perempuan.
sebanyak 20 orang (57,1%). Jadi proporsi Hubungan antara Aktivitas Fisik
responden berstatus tidak merokok lebih dengan Kejadian DM Tipe II
Berdasarkan pengujian hubungan
besar pada daripada responden
antara aktivitas fisik dengan kejadian
yangmerokok baik pada kelompok kasus
diabetes mellitus tipe II dengan
maupun kontrol.
menggunakan uji Chi Square diperoleh
Hasil análisis uji chi square
hasil sebagai berikut.
menunjukkan bahwa nilai p 0,208 > α
Tabel 5.
Hubungan antara Aktivitas Fisik dengan Kejadian DM Tipe II
Status DM Tipe II
Aktivitas Jumlah Odds Ratio
Kasus Kontrol p-value
Fisik (OR)
n % n % N %
Tidak Teratur 12 34,3 20 57,2 32 45,7
Teratur 23 65,7 15 42,8 38 54,3 0,026 2,455
Total 35 100 35 100 70 100
risiko 0,256 kali untuk menderita diabetes adalah agar dapat memilih variabel
melitus tipe II dibandingkan dengan independen yang paling berpengaruh, jika
responden yang memiliki pengetahuan diuji bersama-sama dengan variabel
yang tinggi mengenai pemahaman penyakit independen lain terhadap kejadian diabetes
diabetes mellitus tipe II. mellitus tipe II.
Variabel independen yang tidak
Analisis Multivariat berpengaruh secara otomatis akan
Analisis multivariat dilakukan dikeluarkan dari perhitungan. Variabel
untuk mengetahui seberapa besar yang dijadikan kandidat dalam uji regresi
sumbangan secara bersama-sama seluruh logistik ini adalah variabel yang dalam
faktor risiko terhadap kejadian diabetes analisis mempunyai nilai p < 0,025.
mellitus tipe II. Analisis ini menggunakan Berikut hasil analisis seleksi kandidat
uji regresi logistik ganda, pada tingkat multivariat.
kemaknaan 95. Alasan penggunaan uji ini
Tabel 7.
Seleksi Kandidat Multivariat
Tabel 8.
Analisis Regresi Logistik
Lower Upper
Step Umur 2,508 0,591 9,805 1 0,002 0,156 0,052 0,996
1a IMT 1.185 0,542 8,024 1 0.018 0,343 0,125 0,968
Pengetahuan 0,648 0,568 5,038 1 0,077 0,457 0,865 5,883
Constant -2,253 1,451 4,017 1 0,045 18,312
a. Variable(s) entered on step 1: Umur, IMT, Pengetahuan.
Hasil analisis interaksi pada tiga dari model. Adapun variabel umur
variabel independen terhadap variabel mempunyai p > 0,05 (0,002 < 0,05) dan
dependen menunjukkan terdapat satu variabel IMT mempunyai p < 0,05 (0,018
variabel yang mempunyai p > 0,05 (0,077 < 0,05), maka dapat simpulkan bahwa
> 0,05) yaitu variabel pengetahuan, terdapat dua variabel yaitu umur dan IMT
sehingga variabel pengetahuan dikeluarkan yang patut dipertahankan secara statistik.
Tabel 9.
Hasil Analisis Regresi Logistik Ganda
Variabel B p value OR
Umur 2,508 0,002 33,649
IMT 1,851 0,018 18,312
Konstanta -2,253 0,045
perempuan memiliki risiko yang sama dan hidup tidak sehat yang menyebabkan
untuk terkena DM (Darmono, 2007). sesorang baik laki-laki maupun peempuan
Menurut Almatsier (2005) DM berisiko terkena DM tipe 2. Peneliti
adalah kumpulan gejala yang timbul pada berasumsi sebagaimana hasil penelitian ini
seseorang yang mengalami peningkatan bahwa tidak ada hubungan antara jenis
kadar gula atau glukosa darah akibat kelamin dengan kejadian DM tipe 2.
kekurangan hormon insulin baik absolut Hubungan antara IMT dengan Kejadian
maupun relatif. Absolut berarti tidak ada DM Tipe II
Hasil analisis dapat diperoleh
insulin sama sekali, sedangkan relatif
gambaran bahwa sebagian besar responden
berarti jumlahnya cukup atau memang
yang mengalami DM tipe II memiliki
sedikit tinggi atau daya kerjanya kurang.
kondisi badan yang tergolong gemuk (IMT
Fungsi hormon insulin yang dihasilkan
lebih dari 25 kg/m2). Hasil uji statistik
oleh sekelompok sel beta pankreas yang
menunjukkan ada hubungan antara indeks
berperan dalam metabolisme glukosa bagi
massa tubuh (IMT) dengan kejadian
sel tubuh. Ketika kandungan lemak dalam
diabetes melitus tipe II. Kesimpulan
darah meningkat karena faktor makanan
tersebut berdasarkan hasil pada uji chi
yang mengandung kolesterol, maka
square yaitu p value = 0,015 (< α = 0,05).
hormon insulin lebih banyak digunakan
Perhitungan risk estímate diperoleh nilai
untuk membakar lemak tersebut.
odds ratio 8,346 (OR > 1) dapat
Akibatnya tubuh kekurangan hormon
disimpulkan bahwa dalam penelitian ini
insulin untuk memperlancar metabolisme
IMT > 25 kg/m2 (obesitas) mempunyai
gula dalam darah. Dengan demikian setiap
risiko 8,346 kali untuk menderita DM tipe
orang dengan jenis kelamin laki-laki
II daripada responden yang tidak
maupun perempuan memiliki risiko yang
mengalami obesitas (status IMT < 25
sama terkena DM apabila pola makannya
Kg/m2).
tidak baik.
Hasil penelitian ini sesuai dengan
Dalam penelitian ini dan penelitian
teori yang dikemukakan oleh Tandra
sebelumnya dapat diasumsikan bahwa jenis
(2013) yang menyatakan bahwa lebih dari
kelamin bukan merupakan faktor yang
8 diantara penderita DM tipe II adalah
berhubungan dengan kejadian DM tipe 2.
mereka yang mengalami kegemukan.
Peneliti berasumsi bahwa antara responden
Makin banyak jaringan lemak, jaringan
laki-laki dan perempuan memiliki risiko
tubuh dan otot akan semakin resisten
yang sama untuk terkena DM. Pola makan
terhadap kerja insulin (insulin resistance),
terutama bila lemak tubuh atau kelebihan Obesitas adalah akumulasi lemak
berat badan terkumpul di daerah sentral yang berlebihan yang terjadi karena
atau perut (central obesity). Lemak ini ketidakseimbangan antara konsumsi kalori
akan memblokir kerja insulin sehingga dengan kebutuhan energi (WHO, 2016).
glukosa tidak dapat diangkut ke dalam sel Parameter yang dapat digunakan untuk
dan menumpuk dalam peredaran darah. mengetahui status gizi seseorang yaitu
Tubuh yang cenderung gemuk lebih dengan perhitungan IMT. Berdasarkan
banyak menyimpan lemak tubuh dan PERKENI 2015 kelompok dengan berat
lemak tidak terbakar, terjadi kekurangan badan lebih (Indeks Massa Tubuh ≥25
hormon insulin untuk pembakaran Kg/m2) berisiko menderita Diabetes
karbohidrat, sehingga lebih berpeluang Melitus. Obesitas merupakan faktor
besar terjadinya DM tipe II. predisposisi terjadinya resistensi insulin.
Penelitian ini sejalan dengan Semakin banyak jaringan lemak pada
penelitian Kurniawaty dan Yanita (2016) tubuh maka tubuh akan semakin resistensi
yang menyatakan bahwa terdapat terhadap kerja insulin, terutama bila lemak
hubungan obesitas dengan kejadian tubuh atau kelebihan berat badan
Diabetes Melitus. Berdasarkan pada uji terkumpul di daerah sentral atau perut. Hal
Chi-square didapatkan hasil nilai p=0,001 tersebut dikarenakan lemak dapat
< (α = 0,05). Hasil perhitungan risk memblokir kerja insulin sehingga glukosa
estimate diperoleh nilai Odds ratio (OR) tidak dapat diangkut keadalam sel dan
sebesar 5,856 sehingga responden dengan menumpuk dalam pembuluh darah,
obesitas mempunyai risiko Diabetes sehingga terjadi peningkatan kadar glukosa
Melitus. Adanya obesitas terhadap DM ini darah (Clare-Salzler, 2012).
dapat disebabkan oleh kombinasi perilaku Dalam penelitian ini dan penelitian
yang tidak sehat, yaitu kurangnya aktifitas sebelumnya dapat diasumsikan bahwa
dan pola makan yang tidak cukup serat. terdapat hubungan antara IMT dengan
Oleh karena itu, tindakan untuk kejadian DM tipe 2. Dalam penelitian ini
pencegahan dan penanggulangan perlu sebagian besar yang menjadi responden
difokuskan pada perubahan gaya hidup memiliki IMT tidak normal dibandingkan
menjadi lebih sehat, yaitu dengan dengan responden dengan IMT normal.
melakukan aktifitas fisik secara teratur dan Peneliti berasumsi bahwa pola makan yang
menerapkan pola makan sehat dan tidak sehat dan aktivitas yang kurang
seimbang. menyebabkan seseorang mengalami
obesitas atau memiliki IMT yang tidak merokok sebanyak 9 responden pada
normal. Peneliti berasumsi sebagaimana kelompok kasus dan 15 responden pada
hasil penelitian ini bahwa ada hubungan kelompok kontrol. Jadi sebagian besar
antara IMT dengan kejadian DM tipe 2. responden merokok lebih besar pada
Pencegahan dapat dilakukan pada kelompok kontrol dibandingkan pada
perubahan gaya hidup menjadi lebih sehat, kelompok kasus.
yaitu dengan melakukan aktifitas fisik Hasil penelitian ini tidak sesuai
secara teratur dan menerapkan pola makan dengan teori dari Suyono (2007: 145) yang
sehat dan seimbang. menyatakan bahwa kebiasaan merokok
berhubungan secara mencolok dengan
bertambahnya risiko terjadinya diabetes
Hubungan antara Status Merokok
tipe II dan keuntungan berhenti merokok
dengan Kejadian DM Tipe II
Hasil uji statistik menunjukkan hanya nampak setelah 5 tahun berhenti,
tidak ada hubungan antara kebiasaan bahkan risikonya pun bisa seperti bukan
merokok dengan kejadian diabetes melitus perokok hanya setelah 20 tahun. Risiko
tipe II. Kesimpulan tersebut berdasarkan mengalami diabetes pada orang merokok
hasil pada uji chi square yaitu p value = dapat terjadi karena mengkonsumsi rokok
0,208 (> α 0,05). Perhitungan risk estímate lebih dari satu pak rokok per hari, dan
diperoleh nilai odds ratio 0,462 (OR < 1) perokok tersebut merubah dari merokok
dapat disimpulkan bahwa kebiasaan tidak sigaret ke merokok pipa ataupun cerutu
merokok merupakan faktor protektif sama dengan kalau meneruskan merokok
(melindungi) atau dapat mengurangi risiko sigaret. Seseorang yang memiliki
terhadap kejadian diabetes melitus tipe II. kebiasaan merokok dapat mempertebal
Penelitian ini sejalan dengan plasma dinding pembuluh darah
penelitian Ainurafiq (2015) didapatkan (aterosklerosis) yang dapat menyebabkan
OR= 0,420 hal ini menunjukkan bahwa komplikasi cardiovasculer.
merokok bukan faktor risiko yang Peneliti berasumsi penyebab hasil
bermakna terhadap kejadian DM tipe 2. penelitian tidak sejalan dengan teori.
Respoden yang merokok melakukan Risiko mengalami diabetes pada orang
aktifitas kurang, Hal ini menunjukkan merokok dapat terjadi karena
bahwa aktifitas merupakan pencegah mengkonsumsi rokok lebih dari satu pak
kejadian DM tipe II pada perokok. Selain rokok per hari. Akan tetapi peneliti
itu, Dalam penelitian ini responden yang berasumsi terdapat perbedaan hasil
penelitian dengan teori dikarenakan dalam tubuh sebagai lemak dan gula. Jika
sebagian besar responden dalam penelitian insulin tidak mencukupi untuk mengubah
ini tidak merokok Peneliti berasumsi glukosa menjadi energi maka timbul DM
sebagaimana hasil penelitian ini bahwa (Kemenkes, 2010).
tidak ada hubungan antara status merokok Hasil penelitian ini sesuai dengan
dengan kejadian DM tipe 2. penelitian Veridiana dan Nurjana (2019)
Hubungan antara Aktivitas Fisik yang menyatakan masyarakat yang
dengan Kejadian DM Tipe II memiliki kebiasaan melakukan aktivitas
Hasil uji statistik menunjukkan ada
fisik ringan mempunyai peluang untuk
hubungan antara aktivitas fisik dengan
terkena DM berturut-turut 3,198
kejadian diabetes melitus tipe II.
dibandingkan dengan masyarakat yang
Kesimpulan tersebut berdasarkan hasil
memiliki kebiasaan melakukan aktivitas
pada uji chi square yaitu p value = 0,026
fisik berat. Orang yang mempunyai
(< α = 0,05). Perhitungan risk estimate
aktivitas fisiknya kurang akan semakin
diperoleh nilai odds ratio 2,455 sehingga
meningkatkan probabilitas untuk terkena
dapat diartikan bahwa orang yang
DM. Aktivitas fisik yang dilakukan dapat
mempunyai aktifitas fisik tidak teratur
membakar energi dalam tubuh yang
mempunyai risiko sebesar 2,455 kali lebih
bersumber dari makanan yang dikonsumsi,
besar untuk mengalami diabetes mellitus
sehingga apabila asupan kalori berlebihan
tipe II dibandingkan dengan orang yang
dan tidak diimbangi dengan aktivitas fisik
mempunyai aktifitas fisik yang teratur.
maka tubuh akan mengalami kegemukan
Hasil penelitian ini sesuai dengan
dan kondisi tersebut dapat meningkatkan
teori yang dikemukakan oleh Tandra
risiko DM tipe II.
(2014:18) yang menyatakan bahwa
Kemampuan aktifitas fisik dapat
semakin kurang gerak badan, semakin
mencegah kejadian DM tipe II karena saat
mudah seseorang terkena diabetes melitus.
melakukan aktifitas fisik, otot berkontraksi
Glukosa akan diubah menjadi energi pada
dan mengalami relaksasi. Pada saat itu
saat beraktivitas. Aktivitas fisik
glukosa akan dipakai atau dibakar untuk
mengakibatkna insulin semakin meningkat
memenuhi kebutuhan energi dalam
ssehingga kadar gula darah akan
melakukan aktifitas fisik tersebut. Glukosa
berkurang. Pada orang yang jarang
darah akan dipindahkan dari darah ke otot
berolahraga atau aktivitas fisik yang
selama dan setelah melakukan aktifitas
ringan, zat makanan yang masuk ke dalam
fisik. Dengan demikian kadar glukosa
tubuh tidak dibakar akan tetapi ditimbun
darah akan menurun. Aktifitas fisik yang α 0,05). Perhitungan risk estímate
cukup juga akan membuat insulin menjadi diperoleh nilai odds ratio 0,256 (OR < 1)
lebih sensitif, sehingga dapat bekerja dapat disimpulkan bahwa tingkat
dengan lebih baik untuk membuka pintu pengetahuan merupakan faktor protektif
masuk bagi glukosa kedalam sel. (melindungi) atau dapat mengurangi risiko
Disamping itu, dengan melakukan aktifitas terhadap kejadian diabetes melitus tipe II.
fisik yang teratur, faktor risiko DM tipe 2 Tingkat pengetahuan yang rendah
lainnya seperti obesitas dapat dicegah. adalah salah satu penyebab tingginya kasus
Sehingga semakin tinggi aktifitas fisik, suatu penyakit, termasuk Diabetes Mellitus
maka semakin tinggi kemampuan tipe II. Pengetahuan merupakan hal yang
mencegah DM tipe 2 (Ainurafiq, 2015). penting untuk membentuk sebuah perilaku.
Dalam penelitian ini dan penelitian Begitu pula dalam melakukan pencegahan
sebelumnya serta teori maka dapat terhadap penyakit diabetes mellitus yang
diasumsikan bahwa terdapat hubungan memerlukan pengetahuan berupa
antara aktivitas fisik dengan kejadian DM pengertian, tanda dan gejala, faktor risiko,
tipe 2. Peneliti berasumsi responden yang dan cara untuk mencegah terjadinya
kurang gerak badan atau memiliki aktivitas diabetes mellitus itu sendiri. Salah satu
fisik yang tidak teratur maka semakin sumber pengetahuan dapat diperoleh
mudah seseorang terkena diabetes melitus. melalui promosi kesehatan. (Budiman dan
Pada orang yang jarang berolahraga atau Riyanto, 2013).
aktivitas fisik yang tidak teratur, zat Penelitian sebelumnya yang
makanan yang masuk ke dalam tubuh tidak membahas tentang pengetahuan, sikap dan
dibakar akan tetapi ditimbun dalam tubuh tindakan terhadap faktor risiko penyakit
sebagai lemak dan gula. Maka dari itu diabetes mellitus tipe II menyebutkan
peneliti berasumsi sebagaimana hasil bahwa mayoritas responden memiliki
penelitian ini bahwa ada hubungan antara tingkat pengetahuan dan tindakan yang
aktivitas fisik dengan kejadian DM tipe 2. baik. Kondisi ini menunjukan adanya
Hubungan antara Pengetahuan dengan keterkaitan antara pengetahuan dan
Kejadian DM Tipe II tindakan pada responden (Moon, 2017).
Hasil uji statistik menunjukkan ada
Penelitian tersebut serupa dengan
hubungan antara tingkat pengetahuan
penelitian lain yang menyimpulkan
dengan kejadian diabetes melitus tipe II.
terdapat hubungan antara pengetahuan
Kesimpulan tersebut berdasarkan hasil
dengan upaya pencegahan faktor risiko
pada uji chi square yaitu p value = 0,021 (<
2. Ada hubungan antara indeks massa lansia dan indeks massa tubuh (IMT)
tubuh (IMT) dengan kejadian DM tipe tidak normal adalah sebesar 47,2%.
II (p value = 0,015, OR = 8,346). Saran
3. Ada hubungan antara aktivitas fisik 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
dengan kejadian DM tipe II (p value = dengan metode dan desain penelitian
0,026, OR = 2,455). yang berbeda untuk menggali informasi
4. Ada hubungan antara tingkat terkait variabel yang menjadi faktor
pengetahuan dengan kejadian DM tipe yang berhubungan dengan kejadian
II (p value = 0,021, OR = 2,256). diabetes melitus tipe II.
5. Tidak ada hubungan antara jenis 2. Perlu peningkatan promosi kesehatan
kelamin dengan kejadian DM tipe II (p tentang faktor-faktor yang
value = 0,148). menyebabkan kejadian diabetes melitus
6. Tidak ada hubungan antara status tipe II dan pencegahannya kepada
merokok dengan kejadian DM tipe II (p masyarakat khususnya pada masyarakat
value = 0,208). yang memiliki umur diatas 45 tahun,
7. Hasil analisis multivariat, menunjukkan memiliki IMT tidak normal, aktivitas
probabilitas responden untuk fisik yang tidak teratur, dan masyarakat
mengalami diabetes mellitus tipe II yang pemahamannya rendah terkait
dengan memiliki faktor risiko yaitu usia penyakit diabetes melitus tipe II.
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, U. F. (2013). Kesehatan Masyarakat Teori dan Aplikasi. Jakarta: Rajawali Pers
Ainurafiq. (2015). Perilaku Merokok Sebagai Modifikasi Efek Terhadap Kejadian DM Tipe 2.
Jurnal MKMI, 118-124
Almatsier, S. (2005). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Budiman dan Riyanto, A. (2013). Kapita Selekta Kuisioner Pengetahuan dan Sikap dalam
Penelitian Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika
Clare-salzler, MJ., James, MC., dan Vinay, K.( 2012). Buku Ajar Patologi Robbins. Edisi 7.
Volume 2. Jakarta: EGC
Darmono. (2007). Pola Hidup Sehat Penderita Diabetes Melitus. Dalam: Naskah Lengkap
Diabetes Melitus, Ditinjau dari Berbagai Aspek Penyakit Dalam. Semarang: BP UNDIP
Kementrian Kesehatan Indonesia RI. (2010). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2009. Jakarta:
Kementrian Kesehatan RI
Kementrian Kesehatan Indonesia RI. (2019). Profil Kesehatan Indonesia 2019. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI
Khairani, Nugrahalia, M. and Sartini. (2016). Hubungan Katarak Sneilis dengan Kadar Gula
Darah pada Penderita Diabetes Mellitus di Medan. Jurnal Biologi Lingkungan, Industri,
Kesehatan, 2(2),110-116
Kurniawaty, Evi dan Yanita, Bella. (2016). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Kejadian Diabetes Melitus Tipe II. Jurnla Majority, 5(2)
Moon, R. B. (2017). Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan terhadap Pola Hidup terkait Faktor
Risiko Diabetes Melitus Tipe 2 pada Remaja di Kecamatan Mantrijeron Yogyakarta.
Universtas Sanata Dharma
RSUD Talang Ubi. (2020). Profil RSUD Talang Ubi Penukal Abab Lematang Ilir (PALI).
Suyono. (2007). Diabetes Mellitus di Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. IV. Ed.
Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK UI
Tandra, Hans. (2014). Strategi Mengalahkan Komplikasi Diabetes; dari Kaki. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama
Veridiana, Ni Nyoman dan Nurjana, Made Agus. (2019). Hubungan Perilaku Konsumsi dan
Aktivitas Fisik dengan Diabetes Mellitus di Indonesia. Buletin Penelitian Kesehatan,
47(2), 97-106
World Health Organization. (2016). Obesity and Overweight. WHO Library cataloguing in
Publication data: Genewa, Switzerland