Anda di halaman 1dari 75

STIKes HORIZON KARAWANG

KARYA ILMIAH AKHIR

PENGARUH SENAM KAKI TERHADAP SENSTIVITAS KAKI PASIEN


DIABETES MELLITUS DI RUANG KLARI RSUD KABUPATEN
KARAWANG TAHUN 2021

RIKA FITRIANI
NIM: 4331314190120034

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HORIZON KARAWANG
Jl. Pangkal Perjuangan Km 1 By Pass Karawang 41316
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit tidak menular (PTM) sudah menjadi masalah kesehatan

masyarakat baik secara global, regional, nasional dan lokal. Salah satu

PTM yang menyita banyak perhatian salah satunya adalah diabetes melitus

(DM) di Indonesia diabetes melitus merupakan ancaman serius bagi

pembangunan kesehatan karena dapat menimbulkan kebutaan, gagal

ginjal, kaki diabetes (gangrene) sehingga harus diamputasi, penyakit

jantung dan stroke ( Depkes RI, 2010).

Diabetes melitus adalah penyakit kelompok gangguan metabolik yang

ditandai oleh peningkatan kadar gula darah yang disebabkan oleh kurang

nya insulin, tidak mampu insulin bekerja atau keduanya. Klasifikasi DM

dibagi menjadi beberapa bagian yaitu DM tipe 1 (IDDM = insulin

dependen diabetes melitus), DM tipe 2 (NIDDM = non insulin diabetes

melitus) (Smelter, Bare, Hinke, & Cheever, 2010 dalam Wahyuni dan

Arista, 2016).

Menurut internasional diabetes federation (IDF) tingkat prevalensi global

penderita DM pada tahun 2014 sebesar 8,3% dari keseluruhan penduduk

dunia dan mengalami penurunan. Pada tahun 2015 menjadi 387 juta kasus.

Populasi penderita diabetes melitus (DM) di indonesia saat ini menduduki

peringkat kelima terbanyak dunia. Berdasarkan data international

Diabetes Federasion (IDF) diabetes atlas. Pada tahun 2013 penderita DM


di tanah air mencapai 8.554.155 orangsemakin naik pada tahun 2014

hingga mencapai 9,1 juta orang. (parkeni, 2015).

Indonesia berada di urutan empat kategori penderita DM tertinggi di

dunia, yaitu 8,4 juta kasus dan diprediksiterus meningkat ke- 21,3 juta

kasusdi tahun 2003 (WHO, 2018). Data dari PERKENI (2015)

menyatakan bahwa indonesia merupakan negara urutan kelima teratas

diantara negara-negara dengan jumlah penderita diabetesss terbanyak.

Sedangkan di jawabarat prevelensi penderita diabetes mellitus naik dari

1.3% menjadi 1.7% (Kemenkes RI 2018). Di kabupaten karawang kasus

diabetes mellitus berjumlah 2.075.103 kasus ( badan pusat statistic

kabupaten karawang 2016).

Berdasarkan data 10 penyakit utama penyebab kematian di rumah sakit di

Indonesia tahun 2010, dilihat dari pola 10 penyakit terbanyak pada pasien

rawat jalan di rumah sakit tahun 2010 pasien dengan DM tipe 2

menempati urutan ke-7 (Kemenkes RI, 2012). DM tipe 2 ini biasanya

menyerang orang – orang yang menjalankan gaya hidup yang tidak sehat,

sehingga orang-orang yang terkena DM tipe 2 diharuskan mengontrol

kadar glukosa dalam darahnya.Jika kadar glukosa terlalu tinggi

(hiperglikemia) dan tidak diobati, banyak dari sistem tubuh bisa rusak

parah, terutama saraf dan pembuluh darah. Hal ini dapat menyebabkan

kerusakan pada mata atau kerusakan ginjal dan peningkatan risiko


serangan jantung, stroke atau amputasi tungkai bawah (Suyono, dkk.,

2015). Gunakan yang terbaru

Diabetes Mellitus merupakan penyakit yang tersembunyi sebelum muncul

gejala yang tampak seperti mudah lapar, haus dan sering buang air kecil.

Gejala tersebut seringkali disadari ketika pasien sudah merasakan keluhan,

sehingga disebut dengan the silent killer.(Isnaini Nur dan Ratnasari, 2018)

Diabetes mellitus apabila tidak ditangani dengan baik akan mengakibatkan

timbulnya komplikasi dengan penyakit serius lainnya seperti gangguan

penglihatan mata, katarak, penyakit jantung, sakit ginjal, impotensi

seksual, luka sulit sembuh dan membusuk/gangren, infeksi paru-paru,

gangguan pembuluh darah, stroke dan sebagainya. Tidak jarang, penderita

diabetes melitus yang sudah parah menjalani amputasi anggota tubuh

karena terjadi pembusukan (Fatimah, 2015).

Penyakit diabete melitus mempunyai kaitan dengan gaya hidup manusia

sehari-hari. Pendidikan kesehatan terkait penyakit diabetes melitus sangat

penting untuk mencegah serta memperbaiki kualitas terapi bagi penderita

diabetes melitus agar mempunyai kemampuan untuk sebisa mungkin

mandiri dalam melakukan perawatan diri. ( Gandini, dkk, 2015).


Diabetes mellitus tidak dapat disembuhkan tetapi glukosa darah dapat

dikendalikan melalu 4 pilar penatalaksanaan diabetes mellitus seperti

edukasi, diet atau pengaturan makan, olah raga dan obat-obatan. Faktor

yang dapat mempengaruhi pengendalian kadar gula darah yakni

pengobatan diabetes mellitus yang bermanfaat untuk mempertahankan

kadar gula darah dalam kisaran normal. Penderita diabetes mellitus tipe 2

dengan obesitas dapat melakukan pengontrolan kadar gula darah dengan

mengatur pola makan dan latihan fisik secara teratur seperti senam kaki,

selain itu kepatuhan minum obat sangat mempengaruhi kadar gula darah

pada penderita (Wardani dan Isfandiari, 2014).

Komplikasi diabetes melitus di bagi menjadi dua yaitu komplikasi jangka

pendek dan komplikasi jangka panjang. Komplikasi jangka pendek antara

lain hipoglikemi dan ketoasidosis. Ketoasidosis diabetik (KAD) dapat

dijumpai pada saat diagnosis pertama DM tipe 1 atau pasien lama akibat

pemakaian insulin yang salah.2 Risiko terjadinya KAD meningkat antara

lain pada anak dengan kontrol metabolik yang jelek, riwayat KAD

sebelumnya, masa remaja, pada anak dengan gangguan makan, keadaan

sosio-ekonomi kurang, dan tidak adanya asuransi kesehatan.3 Komplikasi

jangka panjang terjadi akibat perubahan mikrovaskular berupa retinopati,

nefropati, dan neuropati. Retinopati merupakan komplikasi yang sering

didapatkan, lebih sering dijumpai pada pasien DM tipe 1 yang telah

menderita lebih dari 8 tahun. (Pediatri Sari, 2019).


Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang ditandai

dengan timbulnya hiperglikemia akibat gangguan sekresi insulin,dan atau

peningkatan resistensi insulin seluler terhadap insulin. Hiperglikemia

kronik dangangguan metabolik diabetik melitus lainnya akan

menyebabkan kerusakan jaringan dan organ, seperti mata, ginjal, syaraf,

dan system vaskular. Ulkus diabetikum merupakan salah satu komplikasi

diabetes melitus pada system integumen, diawali dengan adanya rasa baal

atau kesemutan. Kebiasaan maupun perilaku masyarakat seperti kurang

menjaga kebersihan kaki dan tidak menggunakan alas kaki saat

beraktivitas akan beresiko terjadi perlukaan pada daerah kaki. Keadaan

kaki diabetik lanjut yang tidak menjadi suatu tindakan pemotongan

amputasi kaki. Adanya luka dan masalah lain pada kaki merupakan

penyebab utama kesakitan morbiditas, ketidakmampuan disabilitas, dan

kematian mortalitas pada seseorang yang menderita diabetes melitus

(Soegondo, 2009).

Komplikasi menahun dari diabetes melitus, salah satunya adalah kelainan

pada kaki diawali dengan terjadinya gangguan sensitivitas yang disebut

sebagai kaki diabetik. Komplikasi yang paling sering dialami pengidap

diabetes adalah komplikasi pada kaki 15% yang kini disebut kaki diabetes

(Hendratmo, 2004, Wibowo, 2004, Cunha, 2005). Menurut Misnadiarly,

2007, di negara berkembang prevalensi kaki diabetik didapatkan jauh lebih

besar dibandingkan dengan negara maju yaitu 2-4%, prevalensi yang

tinggi ini disebabkan kurang pengetahuan penderita akan penyakitnya,


kurangnya perhatian tenaga kesehatan terhadap komplikasi serta rumitnya

cara pemeriksaan yang ada saat ini untuk mendeteksi kelainan tersebut

secara dini Pengelolaan kaki diabetes mencakup pengendalian gula darah,

debridemen/ membuang jaringan yang rusak, pemberian antibiotik, dan

obat-obat vaskularisasi. Komplikasi kaki diabetik adalah penyebab

amputasi ekstremitas bawah nontraumatik yang paling sering terjadi di

dunia industri. Sebagian besar komplikasi kaki diabetik mengakibat kan

amputasi yang dimulai dengan pembentukan ulkus di kulit. Risiko

amputasi ekstremitas bawah 15-46 kali lebih tinggi pada penderita diabetik

dibandingkan dengan orang yang tidak menderita diabetes melitus. Selain

daripada itu menurut Amstrong & Lawrence, 1998, komplikasi kaki

merupakan alasan tersering seseorang harus dirawat dengan diabetes,

berjumlah 25% dari seluruh rujukan diabetes di Amerika Serikat dan

Inggris. Gangguan sensitivitas akan menyebabkan

berkurangnya aliran darah dan hantaran oksigen pada serabut saraf yang

kemudian

menyebabkan degenerasi dari serabut saraf. Keadaan ini akan

mengakibatkan neuropati. Di samping itu, dari kasus ulkus/ gangren

diabetes kaki diabetes melitus, 50% akan mengalami infeksi akibat

munculnya lingkungan gula darah yang subur untuk berkembangnya

bakteri pathogen.

Sebagai tenaga kesehatan profesional yang mempunyai peran sebagai

pemberi asuhan keperawatan. Dengan menggunakan pendekatan proses


keperawatan yang meliputi: pengkajian, menegakan diagnosis

keperawatan, merencanakan tindakan keperawatan, melakukan tindakan

keperawatan, serta melakukan evaluasi yang berdasarkan respon klien

terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan. Oleh karena itu,

profesi keperawatan mempunyai peran penting untuk memecahkan

masalah kesehatan. Sehingga dengan berjalan nya peran perawat tersebut

dapat mengatasi kadar gula darah yang tidak stabil.

Senam kaki merupakan salah satu bentuk keterampilan dimana untuk

mencapai peningkatannya diperlukan waktu yang lama dan teratur serta

harus dipraktekkan. Hal inisesuai dengan penelitian Sahar (2002) yang

menyebutkan bahwa ada peningkatan keterampilan secara signifikan

setelah 6 bulan latihan. Begitu pula penelitian Barnett, et al. (2003, dalam

Anonim, 2007) yang mendapati bahwa latihan fisik yang dilakukan 1 jam

per minggu selama satu tahun dapat menurunkan angka kerusakan sebesar

40 %. Menurut penulis, aktivitas fisik khususnya senam kaki akan

membantu meningkatkan aliran darah di daerah kaki sehingga akan

membantu menstimuli syaraf-syarat kaki dalam menerima rangsang. Hal

ini akan meningkatkan sensitivitas kaki terutama pada penderita diabetes

melitus.

Berdasarkan latar belakang diatas penulis memilih senam kaki terhadap

diabetes mellitus. Karena senam kaki dapat meningkatkan sensitivitas kaki

terhadap pasien dengan diabetes mellitus. Maka penulis tertarik melakukan


aplikasi jurnal mengenai “ pengaruh senam kaki terhadap senstivitas

kaki pasien diabetes mellitus”

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Penulis mampu melakukan asuhan keperawatan dan implementasi

aplikasi “pengaruh senam kaki terhadap sensitivitas kaki pasien

diabetes melitus di ruang Klari RSUD kabupaten Karawang”

2. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus penulisan karya ilmiah akhir ini yaitu penulis

mampu :

a. Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada pasien dengan

diabetes melitus

b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan

diabetes melitus

c. Mampu membuat perencanaan pada pasien dengan diabetes

melitus

d. Melakukan implementasi pada pasien dengan diabetes melitus

e. Mampu melakukan implementasi keperawatan sesuai rencana

keperawatan berdasarkan prioritas masalah berbasis evidence

based practice (EBP)

f. Mampu melakukan evaluasi untuk mengukur keberhasilan

tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan


C. Metode Telaah

Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penulisan tugas karya

akhir ilmiah ini dipergunakan beberapa metode. Sebagai berikut :

1. Metode wawancara

Wawancara dilakukan secara langsung pada klien dan keluarga

untuk memperoleh data sesuai kebutuhan. Seperti biodata klien,

keluhan klien, riwayat kesehatan dan tindakan media yang telah

diperoleh

2. Metode observasi

Observasi dibutuhkan untuk melengkapi data yang dibutuhkan

yaitu dengan menganalisa data klien melalui survei dan

pemeriksaan fisik.

3. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan secara langsung kepada klien untuk

memperoleh data, pemeriksaan fisik dilakukan dengan cara dari

ujung kepala samapai ujung kaki (head to toe), pengukuran tinggi

badan dan berat badan, pengukuran tekanan darah, pemeriksaan

palpasi nadi, dan perlu dilakukan pemeriksaan neurologis

4. Metode studi kepustakaan

Metode studi kepustkaan dilakukan dengan cara menggunakan

beberapa buku referensi dan kajian dalam jurnal-jurnal ilmiah


untuk mendapatkan hasil atau rujukan sesuai dengan kriteria

pasien.

D. Sistematika penulisan

Untuk memahami lebih jelas karya ilmiah akhir ini, maka materi-materi

yang tertera pada karya ilmiah akhir ini dikelompokan menjadi beberapa

sub bab dengan sistematika penyampaian sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Berisi tentang latar belakang yang menerangkan tentang diabetes melitus,

dan penjelasan tentang pegaruh senam kaki terhadap sensitivitas kaki

pasien diabetes melitus, tujuan penulisan, manfaat penulisan dan metode

telaah.

BAB II TINJAUAN TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN

Bab ini berisikan teori yang meliputi konsep diabetes melitus, konsep

senam kaki,konsep sensitivitas kaki,dan konsep asuhan keperawatan pada

pasien diabetes melitus

BAB III TINJAUAN KASUS

Bab ini merupakan asuhan keperawatan pada pasien diabetes melitus.

BAB IV PENUTUP

Bab ini berisi kesimpulan dan saran yang telah diuraikan pada bab-bab

sebelumnya yang sudah dilaksanakan sesuai dengan pedoman yang ada.


BAB II
TINJAUAN TEORI

1. Konsep Dasar Teori


A. Konsep Diabetes Melitus
1. Definisi diabetes melitus
Penyakit tidak menular (PTM) sudah menjadi masalah kesehatan
masyarakat baik secara global, regional, nasional dan lokal. Salah satu
PTM yang menyita banyak perhatian salah satunya adalah diabetes melitus
(DM) di Indonesia diabetes melitus merupakan ancaman serius bagi
pembangunan kesehatan karena dapat menimbulkan kebutaan, gagal
ginjal, kaki diabetes (gangrene) sehingga harus diamputasi, penyakit
jantung dan stroke ( Depkes RI, 2010).

Diabetes melitus adalah penyakit kelompok gangguan metabolik yang


ditandai oleh peningkatan kadar gula darah yang disebabkan oleh kurang
nya insulin, tidak mampu insulin bekerja atau keduanya. Klasifikasi DM
dibagi menjadi beberapa bagian yaitu DM tipe 1 (IDDM = insulin
dependen diabetes melitus), DM tipe 2 (NIDDM = non insulin diabetes
melitus) (Smelter, Bare, Hinke, & Cheever, 2010 dalam Wahyuni dan
Arista, 2016).

Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit yang disebabkan oleh


gangguan metabolisme yang terjadi pada organ pankreas yang ditandai
dengan peningkatan gula darah atau sering disebut dengan kondisi
hiperglikemia yang disebabkan karena menurunnya jumlah insulan dari
pankreas. Diabetes Mellitus merupakan penyakit yang tersembunyi
sebelum muncul gejala yang tampak seperti mudah lapar, haus dan sering
buang air kecil. Gejala tersebut seringkali disadari ketika pasien sudah
merasakan keluhan, sehingga disebut dengan the silent killer. (Isnaini Nur,
Ratnasari, 2018)
Diabetes melitus merupakan penyakit metabolik dengan karakteristik
peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemi) yang terjadi akibat kelaian
sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya.

2. Klasifikasi
a. Insulin Dependen Diabetes Melitus (IDDM)
Di sebabkan oleh destruksi sel beta pulau langerhans akibat proses
auto imun. Memerlukan therapi insulin karena pankreas tidak dapat
memproduksi insulin atau produksinya sangat sedikit. Penderita
tergantung pada pemberian insulin untuk mencegah terjadinya
ketoasidosis dan mempertahankan hidup. Biasanya pada anak-anak
atau usia muda dapat disebabkan karena keturunan. (Smelter, Bare,
Hinke, & Cheever, 2010 dalam Wahyuni dan Arista, 2016).

b. Non Insulin Dependen Diabetes Melitus (NIIDM)


Di sebabkan oleh kegagalan relatif sel beta dan resistensi insulin.
Rensitensi insulin adalah kemampuan insulin untuk merangsang
pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat
produksi glukosa oleh hati. NIDDM terbagi dua yaitu :
- Tipe II dengan obesitas
Pada NIDDM, intoleransi glukosa berkaitan dengan
obesitas, aktivitas fisik yang berkurang,kurangnya massa
otot, penyakit penyerta, penggunaaan obat-obatan,
disamping karena pada lansia terjadi penurunan sekresi
insulin dan insulin resisten. Cenderung terjadi peningkatan
berat badan, bukan karena mengkonsumsi kalori berlebih
namun karena perubahan rasio lemak-otot dan penurunan
laju metabolisme basal. Hal ini dapat menjadi faktor
predisposisi terjadinya diabetes mellitus.
- Tipe II tanpa obesitas
Diabetes Melitus tipe I ditandai oleh penghancuran sel-sel
beta pankreas. Kombinasi faktor genetik, imunologi dan
mungkin pula lingkungan (misalnya, infeksi virus)
diperkirakan turut menimbulkan destruksi sel beta.

c. Diabetes Gestasional (Diabetes Kehamilan)


Intoleransi glukosa selama kehamilan, tidak dikelompokkan kedala
NIDDM pada pertengahan kehamilan meningkat sekresi hormon
pertumbuhan dan hormon chorionik somatomamotropin (HCS). Hormon
ini meningkat untuk mensuplai asam amino dan glukosa ke fetus.
Pengendalian diabetes yang buruk (hiperglikemia pada saat pembuahan
dapat di sertai timbulnya malformasi kongenital karena alasan inilah,
wanita yang menderita diabetes harus mengendalikan penyakitnya dengan
baik sebelum konsepsi terjadi dan sepanjang kehamilannya. Dianjurkan
agar wanita yang menderita diabetes sudah memulai program terapi yang
intensif.
3. Etiologi
a. DM tipe 1 (IDDM)
Diabetes Melitus tipe I ditandai oleh penghancuran sel-sel beta
pankreas. Kombinasi faktor genetik, imunologi dan mungkin pula
lingkungan (misalnya, infeksi virus) diperkirakan turut menimbulkan
destruksi sel beta.

b. Faktor-faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri, tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecendrungan genetik ke arah
terjadinya Diabete s Melitus tipe I. Kecendrungan genetik ini
ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (human
leococyte antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang
bertanggung jawab atas antigen trasplantasi dan proses imun lainnya.
c. Faktor-faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun.
Respon ini merupakan respon abnormal dimana antibodi terarah pada
jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut
yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing (Smeltzer
Suzanne C, 2012).

d. Virus dan bakteri


Virus penyebab DM adalah rubela, mumps, dan human coxsackievirus
B4. Melalui mekanisme infeksi sitolitik dalam sel beta, virus ini
mengakibatkan destruksi atau perusakan sel. Bisa juga, virus ini
menyerang melalui reaksi autoimunitas yang menyebabkan hilangnya
otoimun dalam sel beta. Diabetes Melitus akibat bakteri masih belum
bisa dideteksi. Namun, para ahli kesehatan menduga bakteri cukup
berperan menyebabkan DM.

e. Bahan toksik atau beracun


Bahan beracun yang mampu merusak sel beta secara langsung adalah
alloxan, pyrinuron (rodentisida), dan streptozoctin (produk dari sejenis
jamur). Bahan lain adalah sianida yang berasal dari singkong (Maulana
Mirza, 2012).

f. DM tipe II (NIDDM)
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui.
Faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses
terjadinya resistensi insulin. Faktor resiko yang Berhubungan dengan
proses terjadinya diabetes tipe II: usia, obesitas, riwayat dan keluarga.
Lebih dari 8 diantara 10 penderita diabetes tipe II adalah mereka yang
kelewat gemuk. Makin banyak jaringan lemak, jaringan tubuh dan otot
akan makin resisten terhadap kerja insulin, terutama bila lemak tubuh
atau kelebihan berat badan terkumpul di daerah sentral atau perut
(central obesity). Lemak ini akan memblokir kerja insulin sehingga
glukosa tidak dapat diangkut ke dalam sel dan menumpuk dalam
peredaran darah.

Resiko terkena diabetes akan meningkat dengan bertambahnya usia,


terutama di atas 40 tahun. Namun, belakangan ini, dengan makin
banyaknya anak yang mengalami obesitas, angka kejadian diabetes
tipe II pada anak dan remaja pun meningkat.

Pada NIDDM, intoleransi glukosa berkaitan dengan obesitas, aktivitas


fisik yang berkurang,kurangnya massa otot, penyakit penyerta,
penggunaaan obat-obatan, disamping karena pada lansia terjadi
penurunan sekresi insulin dan insulin resisten. Cenderung terjadi
peningkatan berat badan, bukan karena mengkonsumsi kalori berlebih
namun karena perubahan rasio lemak-otot dan penurunan laju
metabolisme basal. Hal ini dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya
diabetes mellitus.

4. Tanda dan gejala


Penderita Diabetes melitus umumnya menampakkan tanda dan gejala
dibawah ini meskipun tidak semua dialami oleh penderita yaitu Jumlah
urine yang dikeluarkan lebih banyak (Polyuria), Sering atau cepat merasa
haus/dahaga (Polydipsia), lapar yang berlebihan atau makan banyak
(Polyphagi), frekuensi urine meningkat/kencing trus (Glycosuria),
kehilangan berat badan yang tidak jelas sebabnya., kesemutan/mati rasa
pada ujung syaraf ditelapak tangan & kaki., cepat lelah dan lemah setiap
waktu, mengalami rabun penglihatan secara tiba-tiba, apabila luka /tegores
lambat penyembuhannya, mudah terkena infeksi terutama pada kulit
(Maulana Mirza, 2012).

Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada


lansia umumnya tidak ada. Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda
disebabkan ambang ginjal yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia
disertai gangguan tidur, atau bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus
pada pasien DM usia lanjut kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak
bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi polidipsia
atau baru terjadi pada stadium lanjut. Sebaliknya yang sering mengganggu
pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada
pembuluh darah dan saraf.

Lain halnya pada penderita diabetes mellitus tipe 2, umumnya mereka


tidak mengalami berbagai gejala diatas. Bahkan mereka mungkin tidak
mengetahui telah menderita kencing manis.Menurut Supartondo, gejala-
gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan yaitu Katarak,
glaukoma,retinopati, gatal seluruh tubuh, pruritus Vulvae, infeksi bakteri
kulit, infeksi jamur kulit, dermatopati, neuropati perifer, neuropati
visceral, amiotropi, ulkus Neurotropik, penyakit ginjal, penyakit pembuluh
darah perifer, penyakit koroner, penyakit pembuluh darah ke otak,
hipertensi
Gambar 2.1 Patoflow DM
- Faktor genetik
- Infeksi virus Ketidak seimbangan Gula dalam darah tidak dapat Anabolisme protein
Kerusakan sel beta dibawa masuk ke dalam sel menurun
- Pengerusakan produksi insulin
- imunologi

Dieresis Glukosuria Batas melebihin ambang Hiperglikemik Kerusakan anti body


ginjal ketidak seimbangan gula
Poliuri -> Retensi
darah
Kekebalan tubuh
menurun
Kehilagan elektrolit
Vikositas darah Koma Diabetik Syok hipoglikemik
dalam sel

Aliran darah lambat


Dehidrasi Neropati sensori perifer
Resiko infeksi
Resiko Syok Iskemik jaringan
hipovolemia
Klien tidak merasa sakit
Ketidakefektifan perpusi
jaringan perifer
Kehilangan kalori
Peningkatan asam
Nekrosis Luka
Sel kekurangan bahan amino dalam sirkulasi
untuk metabolisme Protein dan
lemak dibakar
Ansietas gangren
Merangsang Penuruanan masa otot
hipolatamus Berat Badan menurun

Pusat lapar dan haus Kelemahan Tubuh Gangguan Keruksakan integritas


Keletihan
citra jaringan

Polidipsia dan Deficit nutrisi Intoletansi Sumber: Aplikasi Asuhan Keperawatan


polipagi aktivitas Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-
NOC
5. Patofisiologi
Pada keadaan normal kurang lebih 50% glukosa yang dimakan mengalami
metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 10% menjadi glikogen dan
20% sampai 40% diubah menjadi lemak. Pada Diabetes Mellitus semua
proses tersebut terganggu karena terdapat defisiensi insulin. Penyerapan
glukosa kedalam sel macet dan metabolismenya terganggu. Keadaan ini
menyebabkan sebagian besar glukosa tetap berada dalam sirkulasi darah
sehingga terjadi hiperglikemia.

Penyakit Diabetes Mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormon insulin.


Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi
glikogen sehingga kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi.
Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk
gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi hiperglikemi maka
ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam
darah. Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air maka semua
kelebihan dikeluarkan bersama urine yang disebut glukosuria. Bersamaan
keadaan glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine yang disebut
poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intra selluler, hal ini akan
merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus
sehingga pasien akan minum terus yang disebut polidipsi

Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport


glukosa ke sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan
karbohidrat, lemak dan protein menjadi menipis. Karena digunakan untuk
melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien akan merasa lapar sehingga
menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia. Terlalu banyak lemak
yang dibakar maka akan terjadi penumpukan asetat dalam darah yang
menyebabkan keasaman darah meningkat atau asidosis. Zat ini akan
meracuni tubuh bila terlalu banyak hingga tubuh berusaha mengeluarkan
melalui urine dan pernapasan, akibatnya bau urine dan napas penderita
berbau aseton atau bau buah-buahan. Keadaan asidosis ini apabila tidak
segera diobati akan terjadi koma yang disebut koma diabetik

Akibat yang lain adalah astenia atau kekurangan energi sehingga pasien
menjadi cepat telah dan mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya atau
hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya penggunaan karbohidrat
untuk energi. Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan arterosklerosis,
penebalan membran basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan
memudahkan terjadinya gangren.

Aterosklerosis menyebabkan aliran darah ke seluruh tubuh terganggu, pada


organ ginjal akan terlihat adanya proteinuria, hipertensi mencetuskan
hilangnya fungsi ginjal dan terjadi insufisiensi ginjal. Pada organ mata
terjadi pandangan kabur. Sirkulasi ekstremitas bawah yang buruk
mengakibatkan neuropati perifer dengan gejala antara lain : kesemutan,
parastesia, baal, penurunan sensitivitas terhadap panas dan dingin. Akibat
lain dari gangguan sirkulasi ekstremitas bawah yaitu lamanya penyembuhan
luka karena kurangnya O2 dan ketidakmampuan fagositosis dari leukosit
yang mengakibatkan gangren. DM Tipe II (NIDDM) terjadi resistensi insulin
dan gangguan sirkulasi insulin yang secara normal akan terikat dengan
reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin
dengan reseptor tersebut, terjadi suatu reaksi dalam metabolisme glukosa
dalam sel. Resistensi insulin pada tipe II disertai dengan penurunan reaksi
intrasel, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi
pengambilan glukosa oleh jaringan (Maulana Mirza, 2012).

7. Pemeriksaan diagnostik
Menurut (Smelter, Bare, Hinke, & Cheever, 2010 dalam Wahyuni dan Arista,
2016) pemeriksaan yang dilakukan sebagai penunjang diagnostik medis
antara lain :
a. Pemeriksaan gula darah
Orang dengan metabolisme yang normal mampu mempertahankan
kadar gula darah antara 70-110 mg/dl (engliglikemi) dalam kondisi
asupan makanan yang berbeda-beda. Test dilakukan sebelum dan
sesudah makan serta pada waktu tidur.
b. Pemeriksaan dengan Hb
Dilakukan untuk pengontrolan DM jangka lama yang merupakan Hb
minor sebagai hasil dari glikolisis normal
c. Pemeriksaan urine
Pemeriksaan urine dikombinasikan dengan pemeriksaan glukosa darah
untuk memantau kadar glukosa darah pada periode waktu diantara
pemeriksaan darah. Tanda awal yang dapat diketahui bahwa seseorang
menderita DM atau kencing manis yaitu dilihat langsung dari efek
peningkatan kadar gula darah, dimana peningkatan kadar gula dalam
darah mencapai nilai 160 - 180 mg/dL dan air seni (urine) penderita
kencing manis yang mengandung gula (glucose), sehingga urine sering
dilebung atau dikerubuti semut. (Smelter, Bare, Hinke, & Cheever,
2010 dalam Wahyuni dan Arista, 2016).

8. Penatalaksanaan
Dalam jangka pendek pelaksanaan diabetes mellitus bertujuan untuk
menghilangkan keluhan gejala diabetes mellitus. Sedangkan tujuan jangka
panjangnya adalah untuk mencegah kadar glukosa lipid dan insulin. Untuk
mempermudahkan tercapainya tujuan tersebut kegiatan dilaksanakan dalam
bentuk pengelolaan pasien secara holistik dan mengajarkan kegiatan mandiri,
untuk pasien berumur 60 tahun keatas sasaran glukosa darah lebih tinggi dari
biasa (puasa < 150 mg/dl dan sesudah makan < 200 mg/dl). Kerangka ukuran
pelaksanaan diabetes mellitus adalah Diit, latihan jasmani, obat hipoglikemik,
penyuluhan, pemantauan dan pendidikan. (Smelter, Bare, Hinke, & Cheever,
2010 dalam Wahyuni dan Arista, 2016).
B. Konsep Dasar sensitivitas kaki
1. Pengertian
Sensitivitas kaki adalah rangsangan di daerah telapak kaki yang dipengaruhi
oleh saraf dan menyebabkan beragam masalah yang disebut neuropati.
Bertambahnya reativitas ekstremitas bawah akan menyebabkan tingginya
agresi sel darah merah sehingga sirkulasi darah menjadi lambat dan
mengakibatkan gangguan sirkulasi darah (Rusandi dkk, 2015). Sedangkan
menurut Rohana, 2014, sensitivitas kaki adalah meningkatkan sensitivitas sel-
sel tubuh terhadap insulin sehingga menurunkan kadar gula dan kadar lemak
darah. Ditambahkan Echeverry 2007 dalam Damilis 2013, bahwa salah satu
komplikasi Diabetes Melitus adalah neuropati, yang dapat menyebabkan
pasien diabetes mengalami penurunan sensitivitas di kaki. Jadi, sensitivitas
kaki adalah komplikasi diabetes mellitus yang diakibatkan tingginya insulin
dalam tubuh sehingga sirkulasi darah pada kaki terganggu dan menyebabkan
kurangnya rangsangan pada daerah telapak kaki.

2. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Sensitivitas Kaki


Menurut Rohana (2014) faktor-fakor yang mempengaruhi sensitivitas kaki
antara lain :
a. Usia
b. Kadar Gula Darah
c. Diit makanan
d. Stress
e. Olahraga
f. Obesitas

3. Cara Pengukuran Sensitivitas Kaki


Pemeriksaan monofilamen pada penelitian ini menggunakan prosedur oleh
British Columbia Provincial Nursing Skin and Wound Cmmiteepada tahun
2011, yaitu :
a. Menggunakan monofilament
b. Meminta pasien membuka kaos kaki dan sepatunya.
c. Menjelaskan prosedur kepada pasien dan tunjukkan kepada pasien
monofilamennya.
d. Sebelum melakukan pemeriksaan pada kakiresponden, monofilamen diuji
coba pada sternum atau tangan dengan tujuan pasien dapat mengenal
sensasi rasa dari sentuhan monofilamen.
e. Melakukan pemeriksaan pada salah satu tungkai yang memiliki ulkus
dengan kedua mata responden tertutup.
f. Monofilamen dietakkan tegak lurus pada kulit yang diperiksa, penekanan
dilakukan selama 2 detik, kemudian segera ditarik.

Gambar 2.1
Cara Melakukan Test Monofilamen

Sumber : Hasneli (2013)

g. Gunakan monofilamen pada 10 titik lokasi di kaki kiri atau kanan seperti
gambar dibawah ini.

Gambar 2.2 Lokasi Test Monofilamen


Sumber : Hess (2005)
h. Pemilihan titik lokasi yang acak akan mencegah pasien dari perkiraan area
selanjutnya.
i. Jika terdapat ulkus, kalus, atau skar di kaki, gunakan mpnofilamen pada
area yang berdekatan
j. Jika pasien telah mengalami amputasi, test dilakukan pada titik lokasi
yang memungkinkan saja.
k. Pada masing-masing lokasi dilakukan tiga kali pemeriksaan, jika pasien
terindikasi tidak merasakan monofilamen.
l. Penilaian hasil pemeriksaan :
- Positif : dapat merasakan tekanan monofilamen dan dapat
menunjukkan lokasi dengan tepat setelah monofilamen di angkat,
pada 2-3 kali pemeriksaan.
- Negatif : tidak dapat merasakan tekanan atau tidak dapat
menunjukan lokasi dengan tepat, pada 2 dari 3 kali pemeriksaan saja.

- Hasil positif skor =1, hasil negatif skor =0. Sehingga skor total pada
satu kaki bervariasi anatara 0-10

4. Gejala Akibat Terjadinya Sensitivitas


Karena kadar glukosa di dalam darah demikian tingginya, keadaan ini akan
merusak urat saraf penderita, lebih-lebih jika prosesnya berlangsung lama.
Rusaknya urat saraf ini akan berakibat luas. Kelainan urat saraf akibat penyakit
Diabetes Mellitus ini disebut neuropati diabetik. Salah satu keadaan neuropati
diabaetik yang sangat mengganggu diabetesi adalah neuropati diabetik tipe nyeri/
painful diabetic neuropathy(PDN). PDN dapat ini merupakan kurang lebih 10%
dari Neuropati Diabetik. Diabetisi dengan PDN akan merasa nyeri sekali terutama
pada kaki. Pengobatan PDN dapat diberikan dengan “DALANG” (Diabetes,
Antiagregasi trombosit, Lipid, Amitriptilin, Neutropik, Gabapentin). Tetapi yang
terpenting dari DALANG ini adalah pengaturan gula darah (Tjokroprawiro,
2010).
Gejala neuropatik diabetik yang sering muncul menurut Tjokroprawiro (2010)
adalah :
1) Kesemutan.
2) Rasa panas atau rasa tertusuk-tusuk jarum.
3) Nila rasa tebal terjadi di telapak kaki, penderita merasa seperti berjalan di atas
kasur bahkan sering kali sandalnya tertinggal di tempat tertentu, di toko, di
tempat praktek dokter, dan lain-lain.
4) Kram.
5) Badan skut semua terutama “pada maalam hari” (cekot-cekot)
6) Bila kerusakan ini terjadi pada banyak urat saraf yang disebut polineuropati
diabetik, jalan penderita akan pincang dan otot-otot kakinya mengecil yang
disebut atrofi. Semua kelainan saraf akibat diabetes mellitus dapat diatasi bila
keadaan belum terlambat. Karena penderita sering lengah, biasanya kelainan
urat saraf, sehingga memperlambat kesembuhan. Karena itu, pencegahan dan
perawatan sedini mungkin merupakan cara paling baik untuk mengatasinya
(Tjokroprawiro, 2010).

C. Konsep senam kaki Senam Kaki


1. Pengertian
Senam kaki adalah kegiatan atau latihan yang dilakukan oleh pasien
diabetes mellitus untuk mencegah terjadinya luka dan membantu
melancarakan peredaran darah bagian kaki. Senam kaki dapat membantu
memperbaiki terjadinya kelainan bentuk kaki. Selain itu dapat
meningkatkan kekuatan otot betis, otot paha, dan juga mengatasi
keterbatasan pergerakan sendi (Proverawati & Widianti, 2010). Senam
kaki diabetik yang dilakukan pada telapak kaki terutama diarea organ yang
bermasalah akan memberikan rangsangan pada titik-titik saraf yang
berhubungan dengan pankreas agar menjadi aktif sehingga menghasilkan
insulin melalui titik-titik saraf yang berada di telapak kaki. Sehingga
dengan adanya peningkatan sirkulasi darah perifer dapat meminimalkan
kerusakan saraf perifer sehingga neuropati dapat menurun dan sensitivitas
kaki meningkat.
Latihan fisik yang dimaksud adalah berjalan, bersepeda santai, jogging,
senam dan berenang. Latihan fisik sebaiknya disesuaikan dengan unsur
dan status kesegaran jasmani (Perkeni,2002 dalam Priyanto, 2012).

2. Tujuan Senam Kaki Diabetes Melitus


Menurut Damayanti (2015). Ada 6 tujuan dilakukan senam kaki :
1) Membantu melancarkan peredaran darah
2) Memperkuat otot-otot
3) Mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki
4) Meningkatkan kekuatan otot betis dan paha
5) Mengatasi keterbatasan gerak sendi
6) Menjaga terjadinya luka

3. Indikasi dan Kontrindikasi


Indikasi dari senam kaki ini dapat diberikan kepada seluruh penderita Diabetes
melitus dengan tipe 1 maupun 2. Namun sebaiknya diberikan sejak pasien
didiagnosa menderita Diabetes Melitus sebagai tindakan pencegahan dini.
Senam kaki ini juga dikontraindikasi pada klien yang mengalami perubahan
fungsi fisiologis seperti dispnea atau sesak . Orang yang depresi, khawatir
atau cemas. Keadaan-keadaan seperti hal iniperlu diperhatikan sebelum
dilakukan tindakan senam kaki.

4. Macam-macam senam kaki


1) Senam Kaki Diabetes Melitus
Prosedur Senam Diabetes Melitus Menurut (Damayanti,2015) adalah
sebagai berikut :
a. Persiapan
Persiapan alat dan lingkungan:
- Kertas koran dua lembar
- Kursi (jika tindakan dilakukan dalam posisi duduk)
- Sarung tangan
- Lingkungan yang nyaman dan jaga privasi
b. Persiapan Klien :
- Lakukan kontrak topik, waktu, tempat, dan tujuan dilaksanakan
senam kaki diabetes kepada klien.
c. Prosedur
- Perawat cuci tangan
- Jika dilakukan dalam posisi duduk maka posisikan pasien duduk
tegak diatas bangku dengan kaki menyentuh lantai. Dapat juga di
lakukan dalam posisi berbaring dengan meluruskan kaki

Sumber : Damayanti,201

- Dengan meletakkan tumit di lantai, jari-jari kedua belah kaki


diluruskan keatas lalu dibengkokkan kembali ke bawah seperti
cakar ayam sebanyak 10kali. Pada posisi tidur, jari-jari kedua
belah kaki diluruskan ke atas lalu dibengkokkan kembali ke bawah
seperti cakar ayam sebanyak 10 kali
-
Gambar 2.2
Tumit kaki di lantai dan jari-jari kaki diluruska ke atas

Sumber : Damayanti, 2015


- Dengan meletakkan tumit salah satu kaki dilantai, angkat telapak
kaki ke atas.Pada kaki lainnya, jari-jari kaki diletakkan di lantai
dengan tumit kakidiangkatkan ke atas. Dilakukan pada kaki kiri
dan kanan secara bergantiandan diulangi sebanyak 10 kali. Pada
posisi tidur, menggerakkan jari dan tumit kaki secara bergantian
antara kaki kiri dan kaki kanan sebanyak 10 kali.

Gambar 2.3
Tumit kaki di lantai sedangkan telapak kaki dangkat

Sumber : Damayanti, 2015

- Tumit kaki diletakkan di lantai. Bagian ujung kaki diangkat ke


atas dan buatgerakan memutar dengan pergerakkan pada
pergelangan kaki sebanyak 10 kali. Pada posisi tidur, kaki lurus ke
atas dan buat gerakan memutardengan pergerakkan pada
pergelangan kaki sebanyak 10 kali.
Gambar 2.4
Ujung kaki diangkat ke atas
Sumber : Damayanti, 2015

- Jari-jari kaki diletakkan dilantai. Tumit diangkat dan buat gerakan


memutardengan pergerakkan pada pergelangan kaki sebanyak 10
kali. Pada posisitidur kaki harus diangkat sedikit agar dapat
melakukan gerakan

Gambar 2.5
Jari-jari kaki di lantai

Sumber : Damayanti,2015

- Luruskan salah satu kaki dan angkat, putar kaki pada pergelangan
kaki,tuliskan pada udara dengan kaki dari angka 0 hingga 10
lakukan secarabergantian . Gerakan ini sama dengan posisi tidur.
Gambar 2.6
Kaki diluruskan dan diangkat

Sumber : Damayanti,2015
- Letakkan sehelai koran dilantai. Bentuk kertas itu menjadi seperti
boladengan kedua belah kaki. Kemudian, buka bola itu menjadi
lembaran seperti semula menggunakan kedua belah kaki. Cara ini
dilakukan sekalisaja, lalu robek Koran menjadi 2 bagian, pisahkan
kedua bagian Koran.Sebagian Koran di sobek- sobek menjadi
kecil-kecil dengan kedua kaki dengan kedua kaki menjadi bentuk
bola.
Gambar 2.7
Robek kertas koran kecil kecil dengan menggunakan jari jarikaki lalu lipat
menjadi bentuk bola

Sumber : Damayanti, 2015

2) Senam Kaki Dengan Media Bola Plastik


Prosedur Senam Kaki Dengan Media Bola Plastik Menurut (Dwi
Oktaviah, 2015) adalah sebagai berikut :
a. Persiapan
Persiapan alat dan lingkungan:
- Bola plastik 2 biji
- Kursi (jika tindakan dilakukan dalam posisi duduk)
- Sarung tangan
- Lingkungan yang nyaman dan jaga privasi

b. Persiapan Klien :
Lakukan kontrak topik , waktu, tempat, dan tujuan dilaksanakan
senam kaki

c. Prosedur

- Perawat cuci tangan.

- Jika dilakukan dalam posisi duduk maka posisikan pasien duduk


tegak diatas bangku dengan kaki menyentuh lantai.

- Dengan meletakkan tumit dilantai, jari-jari kedua belah kaki


diluruskan ke atas lalu dibengkokkan kembali kebawah seperti
cakar ayam sebanyak 10 kali.

- Dengan meletakkan tumit salah satu kaki dilantai, angkat telapak


kaki ke atas. Pada kaki lainnya, jari-jari kaki diletakkan di lantai
dengan tumit kaki di angkatkan ke atas. Cara ini dilakukan
bersamaan pada kaki kiri dan kanan secara bergantian dan di ulang
sebanyak 10 kali

- Tumit kaki diletakkan di lantai. Bagian ujung kaki diangkat ke


atas dan buat gerakan memutar dengan pergerakkann pada
pergelangan kaki sebanyak 10 kali.

- Jari-jari kaki diletakkan di lantai. Tumit diangkat dan buat gerakan


memutar dengan pergerakkan pada pergelangan kaki sebanyak 10
kali.

- Angkat salah satu lutut kaki, dan luruskan. Gerakan jari-jari


kedepan turunkan kembali secara bergantian ke kiri dan ke kanan.
Ulangi sebanyak 10 kali.

- Luruskan salah satu kaki di lantai kemudian angkat kaki tersebut


dan gerakan ujung jari kaki ke arah wajah lalu turunkan kembali
ke lantai

- Angkat kedua kaki lalu luruskan. Ulangi langkah ke 8, namun


gunakan kedua kaki secara bersamaan. Ulangi sebanyak 10 kali.

- Angkat kedua kaki dan luruskan, pertahankan posisi tersebut.


Gerakan pergelangan kaki kedepan dan kebelakang.

- Luruskan salah satu kaki dan angkat , putar kaki pada pergelangan
kaki, tuliskan pada udara dengan kaki dari angka 0 hingga 10
lakukan secara bergantian.

- Letakkan bola plastik di lantai dan suruh pasien untuk menginjak


bola plastik tersebut.

D. Konsep askep pada pasien dm


1. Identitas
Dalam mengkaji identitas beberapa data didapatkan adalah nama klien, umur,
pekerjaan orang tua, pendidikan orang tua, agama, suku, alamat. Dalam
identitas data/ petunjuk yang dapat kita prediksikan adalah Umur, karena
seseorang memiliki resiko tinggi untuk terkena diabetes mellitus tipe II pada
umur diatas 40 tahun.

2. Keluhan Utama
Pasien diabetes mellitus dating kerumah sakit dengan keluhan utama yang
berbeda-beda. Pada umumnya seseorang dating kerumah sakit dengan gejala
khas berupa polifagia, poliuria, polidipsia, lemas, dan berat badan turun.

3. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian riwayat penyakit dahulu akan didapatkan informasi
apakah terdapat factor-faktor resiko terjadinya diabetes mellitus misalnya
riwayat obesitas, hipertensi, atau juga aterosclerosis
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengkajian pada RPS berupa proses terjadinya gejala khas dari DM,
penyebab terjadinya DM serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita
untuk mengatasinya.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji adanya riwayat keluarga yang terkena diabetes mellitus, hal ini
berhubungan dengan proses genetic dimana orang tua dengan diabetes
mellitus berpeluang untuk menurunkan penyakit tersebut kepada anaknya.

4. Pola Aktivitas
1) Pola Nutrisi
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin maka
kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan keluhan
sering kencing, banyak makan, banyak minum, berat badan menurun dan
mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan
nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan penderita.
2) Pola Eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang
menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa pada
urine (glukosuria). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan.
3) Pola Istirahat dan Tidur
Adanya poliuri, dan situasi rumah sakit yang ramai akan mempengaruhi waktu
tidur dan istirahat penderita, sehingga pola tidur dan waktu tidur penderita
4) Pola Aktivitas
Adanya kelemahan otot – otot pada ekstermitas menyebabkan penderita tidak
mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal, penderita mudah
mengalami kelelahan.
5) Pola persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita
mengalami gangguan pada gambaran diri. lamanya perawatan, banyaknya
biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan
dan gangguan peran pada keluarga (self esteem).
6) Pola sensori dan kognitif
Pasien dengan diabetes mellitus cenderung mengalami neuropati/mati rasa
pada kaki sehingga tidak peka terhadap adanya trauma.
7) Pola seksual dan reproduksi
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi
sehingga menyebabkan gangguan potensi sek, gangguan kualitas maupun
ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme.
8) Pola mekanisme stres dan koping
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan tidak
berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif
berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain – lain, dapat
menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang
konstruktif / adaptif.

5. Pemeriksaan fisik
1) Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat
badan dan tanda - tanda vital. Biasanya pada penderita diabetes didapatkan
berat badan yang diatas normal / obesitas.
2) Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, apakah ada pembesaran pada leher,
kondisi mata, hidung, mulut dan apakah ada kelainan pada pendengaran.
Biasanya pada penderita diabetes mellitus ditemui penglihatan yang kabur /
ganda serta diplopia dan lensa mata yang keruh, telinga kadang-kadang
berdenging, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi
mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah.
3) Sistem Integumen
Biasanya pada penderita diabetes mellitus akan ditemui turgor kulit
menurun, kulit menjadi kering dan gatal. Jika ada luka atau maka warna
sekitar luka akan memerah dan menjadi warna kehitaman jika sudah
kering. Pada luka yang susah kering biasanya akan menjadi ganggren.
4) Sistem Pernafasan
Dikaji adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Biasanya pada
penderita diabetes mellitus mudah terjadi infeksi pada sistem pernafasan.
5) Sistem Kardiovaskuler
Pada penderita diabetes mellitus biasanya akan ditemui perfusi jaringan
menurun, nadi perifer lemah atau berkurang, takikardi / bradikardi,
hipertensi / hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
6) Sistem Gastrointestinal
Pada penderita diabetes mellitus akan terjadi polifagi, polidipsi, mual, muntah,
diare, konstipasi, dehidrasi, perubahan berat badan, peningkatan lingkar
abdomen dan obesitas.
7) Sistem Perkemihan
Pada penderita diabetes mellitus biasanya ditemui terjadinya poliuri, retensio
urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih.
8) Sistem Muskuluskletal
Pada penderita diabetes mellitus biasanya ditemui terjadinya penyebaran
lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat lelah, lemah dan
nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
9) Sistem Neurologis
Pada penderita diabetes mellitus biasanya ditemui terjadinya penurunan
sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek lambat, kacau
mental, disorientasi dan rasa kesemutan pada tangan atau kaki.

6. Diagnosa Keperawatan

Kemungkinan diagnosa yang muncul pada pasien diabetes mellitus :


1) Ketidakseimbangan glukosa dalam darah
2) Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis
3) Resiko infeksi b.d penyakit kronis (DM)
4) Defisit nutrisi b.d gangguan keseimbangan insulin, makanan dan aktivitas
jasmani
5) Resiko Syok b.d ketidakmampuan elektrolit kedalam sel tubuh,
hipovolemi
6) Gangguan integritas jaringan b.d neuropati perifer

7. Intervensi
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh
perawat didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai
luaran (outcome) yang diharapkan. Sedangkan tindakan keperawatan adalah
perilaku atau aktivitas spesifik yang dikerjakan oleh perawat untuk
mengimplementasikan intervensi keperawatan. Tindakan pada intervensi
keperawatan terdiri atas observasi, terapeutik, edukasi dan kolaborasi (PPNI,
2018) Menurut Nurarif & Kusuma (2016) dan Tim pokja SDKI PPNI (2017)
.

No Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi


hasil
1 Ketidak Sesetelah dilakukannya Manajemen Hiperglikemia
seimbangan tindakan keperawatan Observasi
glukosa dalam selama 2 x 24 jam 1. Identifikasi kemungkinan penyebab
darah diharapkan hiperglikemia
keidakstabilan Kadar 2. Identifikasi situasi yang menyebabkan
Gula Darah (L.03022) kebutuhan insulin meningkat (mis.
teratasi dengan kriteria Penyakit kambuhan
hasil: 3. Monitor kadar glukosa darah, jika
1. Koordinasi perlu.
kesadaran sedang 4. Monitor tanda dan gejala hiperglikemia
(3) (mis.
Poliuria,polydipsia,polifagia,kelemaha
2. Lelah/lesu cukup
n,malaise,panDangan kabur,Sakit
menurun (4)
kepala)
3. Keluhan lapar 5. Monitor intake dan output cairan
cukup menurun 6. Monitor keton urin,kadar analisa gas
(4) darah, elektrolit, tekanan darah
4. Kadar glukosa ortostatik frekuensi nadi
dalam darah
cukup membaik Terapeutik
(4) 1. Berikan asupan cairan oral.
2. Konsultasi dengan medis jika tanda
dan gejala hiperglikemia tetap ada atau
buruk.
3. Fasilitasi ambulasi jika ada hipotensi
ortostatik.

Edukasi
1. Anjurkan menghindari olahraga saat
kadar glukosa darah lebih dari 250
mg/dl.
2. Anjurkan monitor kadar glukosa darah
secara mandiri.
3. Anjurkan kepatuhan terhadap diet dan
olahraga.
4. Ajarkan indikasi dan pentingnya
pengujian keton urine, jika perlu
5. Ajarkan pengelolaan diabetes (Mis.
Penggunaan insulin,obat oral,monitor
asupan cairan,penggantian
karbohidrat,dan bantuan professional
kesehatan).
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian insulin, jika
perlu
2. Kolaborasi pemberian cairan IV, Jika
perlu
3. Kolaborasi pemberian kalium, JIka
perlu
Manajemen Hipoglikemi
Observasi
1. Identifikasi tanda dan gejala
hipoglikemia.
2. Identifikasi kemungkinan penyebab
hipoglikemia.

Terapeutik
1. Berikan karbohidrat sederhana , Jika
Perlu.
2. Berikan Glukagon, Jika Perlu.
3. Berikan karbohidrat kompleks dan
protein sesuai diet.
4. Pertahankan kepatenan jalan nafas.
5. Pertahankan akses IV, Jika perlu.
6. Hubungi akses layanan medis darurat,
Jika perlu

Edukasi
1. Anjurkan membawa karbohidrat
sederhana , Jika perlu.
2. Anjurkan memakai identitas darurat
yang tepat.
3. Anjurkan monitor kadar glukosa darah.
4. Anjurkan berdiskusi dengan tim
perawatan diabetes dengan
penyesuaian program pengobatan.
5. Jelaskan interaksi antara
diet,insulin/agen oral,dan olahraga.
6. Ajarkan pengelolaan hipoglikemia
(Mis. Tanda dan gejala,factor
risiko,dan pengobatan hipoglikemia).
7. Ajarkan perawatan mandiri untuk
mencegah Hipoglikemia
(Mis.megurangi insulin/agen oral
dan/atau meningkatkan asupan
makanan untuk berolahraga).

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian Dektrose, Jika
perlu.
2. Kolaborasi pemberian Glukagon, JIka
Perlu.
2 Nyeri akut b.d Tingkat nyeri (L. Manajemen nyeri
agen 08066) Observasi :
pemcedera Setelah dilakukan 1. Identifikasi lokasi, durasi, frekuensi,
fisiologis tindakan keperawatan kualitas, intensitas nyeri
2x24 jam diharapkan 2. Identifikasi skala nyeri
tingkat nyeri klien 3. Identifikasi faktor yang memperberat
menurun, dengan kriteria dan memperingan nyeri
hasil : 4. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
1. Keluhan nyeri tentang nyeri
menurun dari derajat 5. Identifikasi pengaruh budaya terhadap
1 (meningkat) ke respon nyeri
derajat 4 (cukup 6. Idenifikasi pengaruh nyeri pada
menurun) kualitas hidup
2. Muntah dan mual 7. Monitor keberhasilan terapi komplenter
menurun dari derajat yang sudah diberikan
1 (meningkat) ke 8. Monitor efek samping penggunaan
derajat 4 (cukup analgetik
menurun)
3. Tekanan darah Terapeutik :
membaik dari derajat 1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
1 (meburuk) ke mengurangi rasa nyeri (mis .TENS
derajat 4 (cukup ,tipnosis , akupresur , terapi musik,
membaik) biofeedback, terapi pijat, aromat terapi,
4. Frekuensi nadi teknik imajinasi terbimbing, komres
membaik dari derajat hangat atau dingin, terapi bermain )
1 (meburuk) ke 2. Kontrol lingkungan yang memperberat
derajat 4 (cukup rasa nyeri (mis. Suhu ruangan ,
membaik) pencahayaan, kebisingan)
3. Fasilitas istirahat dan tidur
4. Pertimbangan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan stategi meredakan
nyeri

Edukasi :
1. Jelaskan penyebab, periode dan
memicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
4. Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
5. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi :
1. Kolaborasikan pemberian analgesik ,
jika perlu
3 Resiko infeksi Pencegahan infeksi
b.d penyakit Observasi
kronis 1. monitor tanda dan gejala infeksi lokal
dan sistemik

Terapeutik
1. batasi jumlah pengunjung
2. berikan perawatan kulit pada area
edema
3. cuci tangan sebelum dan sesudah
kontak dengan pasien dan lingkungan
pasien
4. pertahankan teknik aseptic pada pasien
beresiko tinggi

Edukasi
1. jelaskan tanda dan gejala infeksi
2. ajarkan cara mencuci tangan dengan
benar
3. ajarkan etika batuk
4. ajarkan cara memeriksa kondisi luka
atau luka operasi
5. anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
6. anjurkan meningkatkan asupan cairan.

Kolaborasi
1. kolaborasi pemberian imunisasi, jika
perlu.
4 Deficit nutrisi Status Nutrisi Manajemen nutrisi
b.d gangguan (L.03030 ) Observasi
keseimbangan 1. identifikasi status nutrisi
Setelah dilakukan
insulin, 2. identifikasi alergi dan intoleransi
tindakan keperawatan
makanan, dan makanan
3x24 jam diharapkan
aktivitas 3. identifikasi makanan yang disukai
Status Nutrisi klien
jasmani 4. identifikasi kebutuhan kalori dan jenis
membaik, dengan kriteria
nutrient
hasil :
5. identifikasi perlunya penggunaan
1. Porsi makanan yang
selang nasogastric
dihabiskan
6. monitor asupan makanan
meningkat dari
7. monitor berat badan
derajat 1 (menurun) 8. monitor hasil pemeriksaan
ke derajat 4 (cukup laboratorium
meningkat)
2. Pengetahuan tentang Terapeutik
pilihan makanan 1. lakukan oral hygiene sebelum makan,
yang sehat jika perlu
meningkat dari 2. fasilitasi menentukan pedoman diet
derajat 1 (menurun) 3. sajikan makanan secara menarik dan
ke derajat 4 (cukup suhu yang sesuai
meningkat) 4. berikan makanan tinggi serat untuk
3. Pengetahuan tentang mencegah konstipasi
minuman yang sehat 5. berikan makanan tinggi kalori dan
meningkat dari tinggi protein
derajat 1 (menurun) 6. berikan suplemen makanan, jika perlu
ke derajat 4 (cukup 7. hentikan pemberian makan melalui
meningkat) selang nasogastric jika asupan oral
4. Pengetahuan tentang dapat ditoleransi
standar asupan
nutrisi yang tepat Edukasi
meningkat dari 1. anjurkan posisi duduk, jika perlu
derajat 1 (menurun) 2. anjurkan diet yang di programkan
ke derajat 4 (cukup
meningkat) Kolaborasi
5. Makanan/minuman 1. kolaborasi pemberian kolaborasi
sesuai dengan tujuan sebelum makan (mis, pereda nyeri),
kesehatan jika perlu
meningkat dari 2. kolaborasi dengan ahli gizi unutk
derajat 1 (menurun) menentukan jumlah kaloridan jenis
ke derajat 4 (cukup nutrient yang dibutuhkan, jika perlu
meningkat)
5 Resiko syok Tingkat Syok (L.03032) 1. Memantau status kardiopulmonal
b.d Setelah dilakukan (frekuensi dan kekuatan nadi, frekuensi
ketidakmampu tindakan keperawatan bernapas, TD, MAP)
an elektrolit 3x24 jam diharapkan 2. Memantau status oksigenasi (oksimetri
kedalam sel Status Nutrisi klien nadi, AGD)
tubuh membaik, dengan kriteria 3. Memantau status cairan (masukan dan
hasil : haluaran, turgor kulit, CRT)
4. Periksa riwayat oksigen
- Tingkat
kesadaran
Terapeutik
menurun (1),
1. Berikan oksigen untuk
menjadi
mempertahankan saturasi oksigen>
meningkat (5)
94%
- Mean Arterial
2. Persiapkan intubasi dan operasi
Presure dari
mekanis, jika perlu
memburuk (1)
3. Pasang jalur IV, jika perlu
menjadi
4. Pasang kateter urin untuk
membaik (5)
meningkatkan produksi urin, jika perlu
- Tekanan darah
5. lakukan tes kulit untuk perbaikan yang
sistolik dari
dilakukan
memburuk (1)
menjadi
Edukasi
membaik (5)
1. Jelaskan penggunaan / faktor risiko
- Frekuensi nadi
syok ( hipovolemik, anafilatik,
dari memburuk
kardiogenik, sepsis, neurogenik )
(1) menjadi
2. Jelaskan tanda dan gejala awal syok
membaik (5)
( sepsis (demam,nyeri otot),
hipovolemik (diare, muntah,
pendarahan), kardiogenik ( denyut
jantung lemah, urin sedikit,nyeri dada),
neurogenik(nyeri dada, irama jantung
lambat, hipotermia), anafilatik (sulit
menelan dan nafas, hidung berair ,
bersin, lidah atau bibir bengkak,
kesemutan tangan, kaki,mulut,kulit
kepala).
3. Anjurkan melapor jika ditemukan /
bayangkan tanda dan gejala awal syok
4. Anjurkan memperbanyak asupan cairan
oral
5. Anjurkan menghindari alergen

Kolaborasi
1. Kolaborasi bantuan IV, jika perlu
2. Kolaborasi bantuan transfusi, jika perlu
3. Kolaborasi bantu antinfalamasi, jika
perlu
6 Gangguan Integritas Kulit dan Perawatan integritas kulit
integritas Jaringan Observasi
jaringan b.d Setelah dilakukan 1. Identifikasi penyebab gangguan
nueropati tindakan keperawatan integritas kulit
perifer 3x24 jam diharapkan
Status Nutrisi klien Terapeutik
membaik, dengan 1. Ubah posisi setiap 2 jam, jika tirah
baring
Kriteria Hasil :
2. Lakukan pemijatan pada area
- Elastisitas
penonjolan tulang, jika perlu
menurun (1),
3. Bersihkan perineal dengan air hangat,
menjadi
terutama selama periode diare
meningkat (5)
4. Gunakan produk berbahan pertrolium
- Hidrasi menurun
atau minyak pada kulit kering
(1), menjadi
5. Gunakan produk berbahan
meningkat (5)
ringan/alami dan hipoalergik pada kulit
- Perfusi jaringan
sensitive
menurun (1),
6. Hindari produk berbahan dasar alcohol
menjadi
pada kulit kering
meningkat (5)
- Kerusakan
Edukasi
jaringan
1. Anjurkan menggunakan pelembab
meningkat (1),
2. Anjurkan minum air yang cukup
menjadi
3. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
menurun (5)
4. Anjurkan meningkatkan asupan buah
- Kerusakan
dan sayur
lapisan kulit
5. Anjurkan menghindari terpapar suhu
meningkat (1),
ekstrem
menjadi
6. Anjurkan menggunakan tabir surya
menurun (5)
SPF minimal 30 saat berada diluar
- Nyeri meningkat
rumah
(1), menjadi
7. Anjurkan mandi dan menggunakan
menurun (5)
sabun secukupnya
- Kemerahan
8. Implementasi
Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien,
faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi
implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi (Dinarti & Muryanti,
2017). Jenis Implementasi Keperawatan Dalam pelaksanaannya terdapat tiga
jenis implementasi keperawatan, yaitu:
1. .Independent Implementations adalah implementasi yang diprakarsai
sendiri oleh perawat untuk membantu pasien dalam mengatasi
masalahnya sesuai dengan kebutuhan, misalnya: membantu dalam
memenuhi activity daily living (ADL), memberikan perawatan diri,
mengatur posisi tidur, menciptakan lingkungan yang terapeutik,
memberikan dorongan motivasi, pemenuhan kebutuhan psiko-sosio-
kultural, dan lain-lain.
2. Interdependen/Collaborative Implementations Adalah tindakan
keperawatan atas dasar kerjasama sesama tim keperawatan atau dengan
tim kesehatan lainnya, seperti dokter. Contohnya dalam hal pemberian
obat oral, obat injeksi, infus, kateter urin, naso gastric tube (NGT), dan
lain-lain.
3. Dependent Implementations Adalah tindakan keperawatan atas dasar
rujukan dari profesi lain, seperti ahli gizi, physiotherapies, psikolog dan
sebagainya, misalnya dalam hal: pemberian nutrisi pada pasien sesuai
dengan diit yang telah dibuat oleh ahli gizi, latihan fisik (mobilisasi
fisik) sesuai dengan anjuran dari bagian fisioterapi.

9. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah proses keberhasilan tindakan keperawatan yang
membandingkan antara proses dengan tujuan yang telah ditetapkan, dan
menilai efektif tidaknya dari proses keperawatan yang dilaksanakan serta hasil
dari penilaian keperawatan tersebut digunakan untuk bahan perencanaan
selanjutnya apabila masalah belum teratasi. Evaluasi keperawatan merupakan
tahap akhir dari rangkaian proses keperawatan guna tujuan dari tindakan
keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau perlu pendekatan lain.
Evaluasi keperawatan mengukur keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan
tindakan keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan pasien
(Dinarti &Muryanti, 2017) terdapat 2 jenis evaluasi :
1. Evaluasi formatif (proses) Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas
proses keperawatan dan hasil tindakan keperawatan. Evaluasi formatif
ini dilakukan segera setelah perawat mengimplementasikan rencana
keperawatan guna menilai keefektifan tindakan keperawatan yang telah
dilaksanaan.
Evaluasi formatif ini meliputi empat komponen yang dikenal dengan
istilah SOAP, yakni subjektif (data berupa keluhan klien), objektif (data
hasil pemeriksaan), analisis data (perbandingan data dengan teori) dan
perencanaan. Komponen catatan perkembangan, antara lain sebagai
berikut: Kartu SOAP (data subjektif, data objektif, analisis/assessment,
dan perencanaan/plan) dapat dipakai untuk mendokumentasikan
evaluasi dan pengkajian ulang.
- S ( Subjektif ):
data subjektif yang diambil dari keluhan klien, kecuali pada klien yang
afasia.
- O (Objektif):
data objektif yang siperoleh dari hasil observasi perawat, misalnya tanda-
tanda akibat penyimpangan fungsi fisik, tindakan keperawatan, atau
akibat pengobatan.
- A (Analisis/):
Berdasarkan data yang terkumpul kemudian dibuat kesimpulan yang
meliputi diagnosis, antisipasi diagnosis atau masalah potensial, dimana
analisis ada 3, yaitu (teratasi, tidak teratasi, dan sebagian teratasi)
sehingga perlu tidaknya dilakukan tindakan segera. Oleh karena itu, seing
memerlukan pengkajian ulang untuk menentukan perubahan diagnosis,
rencana, dan tindakan.
- P (Perencanaan):
perencanaan kembali tentang pengembangan tindakan keperawatan, baik
yang sekarang maupun yang akan dating (hasil modifikasi rencana
keperawatan) dengan tujuan memperbaiki keadaan kesehatan klien.
Proses ini berdasarkan kriteria tujuan yang spesifik dan priode yang telah
ditentukan.
2. Evaluasi sumatif
Evaluasi yang dilakukan setelah semua aktivitas proses keperawatan
selesai dilakukan. Evaluasi sumatif ini bertujuan menilai dan
memonitor kualitas asuhan keperawatan yang telah diberikan. Metode
yang dapat digunakan pada evaluasi jenis ini adalah melakukan
wawancara pada akhir pelayanan, menanyakan respon klien dan
keluarga terkait pelayanan keperawatan, mengadakan pertemuan pada
akhir layanan. Adapun tiga kemungkinan hasil evaluasi yang terkait
dengan pencapaian tujuan keperawatan pada tahap evaluasi meliputi:
- Tujuan tercapai/masalah teratasi : jika klien menunjukan
perubahan sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah
ditetapkan.
- Tujuan tercapai sebagian/masalah sebagian teratasi : jika klien
menunjukan perubahan sebagian dari kriteria hasil yang telah
ditetapkan.
- Tujuan tidak tercapai/masalah tidak teratasi : jika klien tidak
menunjukan perubahan dan kemajuan sama sekali yang sesuai
dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan dan atau
bahkan timbul masalah/diagnosa keperawatan baru.
BAB III

TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN

A. LAPORAN KASUS

1. Pengkajian Keperawatan

a. Identitas Pasien

Pengkajian keperawatan pada Tn F. M umur 58 tahun dengan

diagnosa Diabetes Melitus tipe II di ruang Klari RSUD

Kab.Karawang dilakukan pada tanggal 29 Maret 2021 dengan

menggunakan metode pengkajian anamnesa. Hasilnya di dapatkan

bahwa Tn. F memiliki riwayat hipertensi sejak lama ±3 tahun.

Klien tinggal di kecamatan: Kp Krajan, kabupaten: Karawang.

b. Keluhan Utama

Klien mengeluh lemas tidak mau makan sejak 4 hari SMRS, klien

mengeluh sering mual, batuk, klien mengatakan sering merasa

ingin buang air kecil, dan sering merasa haus dan klien

mengatakan mengalami penurunan berat badan sebanyak 3 kg

dalam 4 hari dari berat badan sebelum sakit 61 dan berat badan

sesudah sakit 53 kg Klien mengatakan tangan dan kakinya juga

sering merasa baal .

c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Saat Ini

Klien datang ke UGD pada tanggal 28 maret dengan keluhan

lemas tidak mau makan sejak 4 hari SMRS, klien mengeluh

sering mual, batuk, klien mengatakan sering merasa ingin

buang air kecil, dan sering merasa haus dan klien mengatakan

mengalami penurunan berat badan sebanyak 8 kg dalam 4 hari

dari berat badan sebelum sakit 61 dan berat badan sesudah sakit

53 kg . Klien mengatakan tangan dan kakinya juga sering

merasa baal . TTV:

TD: 120/90 mmHg, N: 102x menit, S: 37,5oC, RR: 22x/menit

Tb ; 162 cm

2) Riwayat Kesehatan Masa Lalu

Tn.F memiliki riwayat penakit tumor penis dan sudah di

operasi 6 bulan yang lalu, klien dalam pengobatan kemoteraphi

di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung, dan sudah di

kemoteraphi sebanyak 2 kali.

3) Riwayat Penyakit Keluarga

Tn.F mengatakan tidk ada keluarga yang mempunyai penyakit

seperti klien.
Skema 3.1

N N Umur Se Hub Agam Pendid Peker Suku Statu Keluhan


o a x a ikan jaan s
m Imuni
a sasi
1. Tn 58 L Suami Islam SD wiras sunda Lemas tidak mau
.F tahun wasta makan sejak 4
hari SMRS
2. N 49 P Istri Islam Smk IRT Sunda -
y. tahun
L
3. A 20 L Anak Islam Smk Karya Sunda -
n. tahun wan
P swast
a
4. A 13 L Anak Islam Smp - Sunda -
n. Tahun
A

Genogram

49 58

20 13
Keterangan :

= laki-laki

= Perempuan = Tinggal
satu rumah

= Laki-laki sudah meninggal = klien

= Perempuan sudah meningga

d. Pola Aktivitas

1) Pola Makan

Klien sebelum sakit makan 3x sehari dengan nasi,lauk dan sayur

habis dalam satu porsi. Setelah sakit klien hanya mkan ¼ porsi,

klien mengatakan tidak nafasu karena sudah 4 hari karena sering

mual.

2) Pola Eliminasi

Sebelum sakit klien BAB ± 2 kali sehari dengan konsistensi

lembek dan warna kuning. Klien BAK ± 4-5 kali sehari dengan

warna kuning dan bau khas.


Setelah sakit klien BAB hanya 1kali dengan bentuk lembek warna

kuning. Klien BAK ± 8-10 kali dalam sehari wrna kuning dan bau

khas

3) Pola Aktivitas Istirahat

Klien mengatakan sebelum sakit klien tidur 6-8 jam sehari,klien

tidak pernah tidur siang. Setelah sakit klien sulit tidur karena

kepala klien terasa pusing, Klien tidur hanya 3-4 jam sehari, klien

mengatakan tidurnya sering terbangun dan tidak nyenyak.

4) Pola Kebersihan

Klien sebelum sakit klien mandi sehari 2x dan keramas 2 hari

sekali klien mandi dan berpakaian mandiri. Setelah sakit klien

mandi sehari 1x hanya di lap dengan air hangat, klien belum

pernah di keramas selama sakit.

e. Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan Umum

Klien kesadaran composmentis,.hasil pemeriksaan TTV: TD:

120/90 mmHg, N: 102x menit, S: 37,5oC, RR: 22x/menit. Klien

terlihat pucat

2) Integumen
Kulit klien berwarna coklat, turgor kulit tidak elastis,tampak

sedikit keriput, Pengisian kapiler > 3 detik, Akral dingin, klien

terlihat pucat

3) Kepala

Bentuk kepala bulat, rambut berwarna hitam dan sedikit beruban

dan distribusi tidak merata, mata simetris, terdapat bulu mata, mata

normal dan tidak ada kelainan pada mata, konjungtiva anemis,

sclera anikterik, hidung simetris, tidak ada kelainan pada hidung,

hidung bersih, tidak ada kemerahan, tidak ada luka, telinga

simetris, tidak ada kelainan pada telinga, terdapat daun telinga,

terdapat lubang telinga, telinga bersih dan tidak teraba massa,

mulut simetris dan agak kering, tidak ada kelainan pada mulut,

tidak ada luka pada mulut.

4) Leher

Pergerakan leher normal, leher simetris, tidak ada deviasi trakea,

tidak ada luka dan kemerahan, tidak terdapat nyeri tekan

5) Dada

Simetris, pergerakan dinding dada simetris, auskultasi suara nafas

vesikuler, tidak ada retraksi diniding dada, tidak ada penggunaan

otot bantu napas, terdapat bunyi jantung I dan II, tidak ada bunyi

jantung tambahan, tidak ada iktus kordis.

6) Perut
Simetris, lembek, tidak kembung, dan tidak ada masa, tidak

terdapat nyeri tekan, bising usus 15x/mnet

7) Ekstremitas

Jari tangan dan kaki normal, pergerakan normal dan lemah, posisi

normal tidak ada kelainan pada ekstremitas, tidak ada krepitasi

Ekstermitas atas/bawah nilaikekuatan otot mengalami penurunan

4/4

8) Genitalia

Klien mengatakan ada bekas operasi tumor penis

9) Alat Invasif yang Terpasang

Terpasang IV line pada tangan sebelah kiri.

f. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium

Tanggal dan jam pemeriksaan : 19 april 2021 jam 18:00

Table 3.1

Parameter Hasil Satuan Nilai rujukan


HEMATOLOGI
Hemoglobin 10 q/dL 15,5 – 24,0
Eriktrosit 3,67 x106/ul 4,30 – 6,30
Leukosit 19,41 x103/ul 9,10 – 34,00
Trombosit 340 x103/ul 84 – 478
Hematocrit 30,8 % 44,0 – 72,0
MCV 84 fL 99 – 115
MCH 27 Pq 33 – 39
MCHC 33 q/dL 32 -36
RDW-CV 14,8 % -
Albumin 34 g/dL 37-52
Golongan darah B

ABO
Creatinin 29,4 Mg/dl 15.0-50.0
Golongan darah Positif

resus
Golongan darah 259 71 70-110

sewaktu
h. Analisa Data

Tabel 3.2

Analisa Data pada Ny.M

Di Ruang Klari RSUD Karawang

Analisa Data Etiologi Masalah


DS: Faktor lingkungan Ketidakstabilan

- Klien mengeluh lemas kadar glukosa


Terpajan virus
tidak mau makan sejak 4
darah (D.0027)
hari SMRS,
Autoimun
- klien mengeluh sering
mual, batuk,
Hematogen masuk ke
- klien mengatakan sering
kelenjar pankreas
merasa ingin buang air
kecil, dan sering merasa
Produksi insulin menurun
haus

Do : Penurunan kadar glukosa ke


dalam sel
- TTV:
: 120/90 mmHg, N: 102x
Kadar glukosa darah
menit, S: 37,5oC, RR:
meningkat
22x/menit
- Nilai GDS : 259
- Klien tampak lemas
Hiperglikemi

Ketidakstabilan kadar
glukosa darah
DS: Ketidakmampuan Defisit Nutrisi
mengabsorbsi nutrien
- Klien sebelum sakit (D.0019)

makan 3x sehari dengan


Mual
nasi,lauk dan sayur habis

dalam satu porsi. Setelah Anoreksia

sakit klien hanya mkan ¼


Asupan nutrisi berkurang
porsi,

- klien mengatakan tidak


Defisit Nutrisi
nafasu karena sudah 4 hari

karena sering mual.

- klien mengatakan

mengalami penurunan

berat badan sebanyak 8 kg

dalam 4 hari dari berat

badan sebelum sakit 61

dan berat badan sesudah

sakit 53 kg

Do :

- TTV :
TD 120/90 mmHg
Nadi 102x/menit
RR 22 X/menit
Suhu 36, 5 derajat
- Klien terlihat lemas
- Tb ; 162 cm
- IMT : 20
- Albumin 34 g/dL (37-52)

DS: Defisiensi insulin Perfusi Perifer


- Klien mengatakan tangan
Tidak Efektif
dan kakinya juga sering Hiperglikemia
(D.0009)
merasa baal
DO: Asterosklerosis
- Pengisian kapiler > 3 detik
- Akral dingin Hipoksia perifer
- Klien terlihat pucat
- Lab:Hb 10 g/dl Suplai darah menurun
- TTV :
TD 120/90 mmHg
Nadi 102x/menit Perfusi Perifer Tidak
RR 22 X/menit Efektif
Suhu 36, 5 derajat

Ds : Linkungan kurang nyaman Gangguan pola

- Klien mengatakan sebelum tidur (D.0055)

sakit klien tidur 6-8 jam Vasokontriksi

sehari,klien tidak pernah tidur

siang. Gangguan sirkulasi

- Setelah sakit klien sulit tidur

karena kepala klien terasa Resistensi pembuluh darah

pusing,

- Klien tidur hanya 3-4 jam

sehari, Kurang control tidur


- klien mengatakan tidurnya

sering terbangun dan tidak Gangguan pola tidur

nyenyak.

Do : -

i. Diagnosis Keperawatan

Tanggal No Dx Diagnosa keperawatan


20-04-2021 1 Ketidakstabilan kadar glukosa darah (D.0027) b.d
Resistensi insulin
20-04-2021 2 Defisit Nutrisi (D.0019) b.d ketidakmampuan
mencerna makanan
20-04-2021 3 Perfusi Perifer Tidak Efektif (D.0009) b.d
Hiperglikemi
20-04-2021 4 Gangguan pola tidur (D.0055) b.d Hambatan
lingkungan

j. Rencana Tindakan Keperawatan

Table 3.3

Rencana Tindakan Keperawatan Pada Tn.F

Di ruang klari RSUD KABUPATEN KARAWANG

Tan No Tujuan & KH Rencana


ggal .dx
20- 1. Luaran Utama: Intervensi Utama :
04- Kestabilan Kadar 1. Manajemen Hiperglikemi (I.03115)
202 Glukosa Darah Definisi : mengidentifikasi dan
1 (L.03022) mengelola kadar glukosa darah di atas
Tujuan: kadar normal
glukosa darah berada Tindakan :
pada rentang normal Observasi
Ekspektasi : ₋ Identifkasi kemungkinan
meningkat penyebab hiperglikemia
Kriteria hasil : ₋ Identifikasi situasi yang
menyebabkan kebutuhan insulin
- Koordinasi : dari
meningkat (mis. penyakit
menurun (1)
kambuhan)
menjadi
₋ Monitor kadar glukosa darah, jika
meningkat : (5)
perlu
- Mengantuk,
₋ Monitor tanda dan gejala
Pusing,
hiperglikemia (mis. poliuri,
Lelah/lesu,
polidipsia, polivagia, kelemahan,
Keluhan lapar,
malaise, pandangan kabur, sakit
Mulut kering,
kepala)
Rasa haus : dar
₋ Monitor intake dan output cairan
meningkat (1)
₋ Monitor keton urine, kadar analisa
menjadi
gas darah, elektrolit, tekanan
Menurun (5)
darah ortostatik dan frekuensi
- Kadar glukosa
nadi
dalam darah,
Terapeutik
kadar glukosa
₋ Berikan asupan cairan oral
dalam urine,
₋ Konsultasi dengan medis jika
jumlah urine :
tanda dan gejala hiperglikemia
dari memburuk
tetap ada atau memburuk
(1) menjadi
Edukasi
Membaik (5)
₋ Anjurkan monitor kadar glukosa
darah secara mandiri
Luaran
₋ Anjurkan kepatuhan terhadap diet
Tambahan :
dan olahraga
1. Status nutrisi
₋ Ajarkan indikasi dan pentingnya
2. Tingkat
pengujian keton urine, jika perlu
pengetahuan
₋ Ajarkan pengelolaan diabetes
(mis. penggunaan insulin, obat
oral, monitor asupan cairan,
penggantian karbohidrat, dan
bantuan professional kesehatan)
Kolaborasi
₋ Kolaborasi pemberian insulin, jika
perlu
₋ Kolaborasi pemberian cairan IV,
jika perlu
₋ Kolaborasi pemberian
kalium, jika perlu

Intervensi Pendukung :
1. Pemberian Obat Subkutan
(I.03129)
Definisi : menyiapkan dan
memberikan obat melalui jalur
subkutan
Tindakan :
Observasi
- Identifiksi kemungkinan alergi,
interaksi, dan kontraindikasi obat
- Verifikasi order obat sesuai
dengan indikasi
- Periksa tanggal kadaluwarsa obat
- Monitor efek terapeutik obat
- Monitor efek samping, toksisitas,
dan interaksi obat
Terapeutik
- Lakukan prinsip enam benar
(pasien, obat, dosis, waktu, rute,
dokumentasi)
- Lakukan teknik aseptic
- Pilih jarum suntik yang sesuai
- Rotasikan lokasi injeksi secara
sistematis
- Hindari daerah penyuntikan yang
mengalami edema, massa, luka,
memar, abrasi, atau infeksi
- Gunakan daerah perut saat
memberikan heparin secara
subkutan
- Tusukkan jarum dengan cepat
pada sudut 45-90°, tergantung
pada ukuran tubuh
- Hindari memijat area suntikan
Edukasi
- Jelaskan jenis obat, alasan
pemberian, tindakan yang
diharapkan, dan efek samping
sebelum pemberian
- Ajarkan pasien dan keluarga
tentang cara injeksi obat secara
mandiri

20- 2. Luaran utama : Utama


04- berat badan 1. Manajemen nutrisi (I.03119)
202 (L.03018) Tindakan
1 Ekspetasi : membaik Observasi
Kriteria hasil : - Identifikasi status nutrisi
- Berat badan - Identifikasi laergi dan intoleransi makanan
ideal, kekuatan - Identifikasi makanan yang disukai
otot menelan, - Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis
lemas :dari nilai nutrient
memburuk (1) - Identifikasi perlunya penggunaan selang
menjadi nasogastric
membaik (5) - Monitor asupan makanan
- Monitor berat badan
Luaran tambahan : - Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
1. Status nutrisi Terapeutik
2. Tingkat - Lakukan oral hygne sebelum makan, jika
kepatuhan perlu
3. Tingkat - Fasilitasi menentukan pedoman diet
pengetahuan (misalnya piramida makanan)
- Sajikan makanan secara menarik, dan suhu
yang sesuai
- Berikan makanan tinggi serat untuk
mencegah konstipasi berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
- Berikan suplemen makanan jika perlu
- Hentikan pemberian makanan melalui selang
naso gastrik jika asupan oral dapat ditoleransi
Edukasi
- Anjurkan posisi duduk, jika mampu
- Ajarkan diet yang di programkan
Kolaborasi
- Pemberian medikasi sebelum makan,
(misalnya pereda nyeri, anti emettik)
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
memntukan jumlah kalori dan jenis nutrient
yang dibutuhkan,jika perlu

Utama
2. Promosi berat badan (I.03136)
Tindakan
Observasi
- Identifikasi kemungkinan penyebab BB
kurang
- Monitor adanya mual dan muntah
- Monitor jumlah kalori dikonsumsi sehari-hari
- Monitor BB
- Monitor albumin limfosit dan elektrolit
serum
Terapeutik
- Berikan perawatan mulut sebelum pemberian
makan, jika perlu
- Sediakan makanan yang tepat sesuai kondisi
pasien
- Hidangkan maknan secara menarik
- Berikan suplemen jika perlu
Edukasi
- Jelaskan jenis makanan yang bergizi tinggi,
namun tetp terjangkau
- Jelaskan peningkatan asupan kalori yang
dibutuhkan

20- 3. Luaran utama Intervensi utama


04- Perfusi perifer Perawatan Sirkulasi (I.02079)
202 (L.02011) Definisi : Mengidentifikasi dan merawat area
1 Tujuan : lokal dengan keterbatasan sirkulasi perifer
keadekuatan aliran Tindakan :
darah distal untuk Observasi
mempertahankan ₋ Periksa sirkulasi perifer (mis. nadi perifer,
jaringan edema, pengisian kapiler, warna, suhu,
Ekspetasi : ankle-brachial index)
meningkat ₋ Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau
Kriteria Hasil : bengkak lada ekstremitas
₋ Denyut nadi Terapeutik
perifer, ₋ Hindari pemasangan infus atau pengambilan
penyembuhan darah diarea keterbatasan perfusi
luka, sensasi: ₋ Hindari pengukuran tekanan darah pada
dari menurun ekstremitas dengan keterbatasan perfusi
(1) menjadi ₋ Hindari penekanan dan pemasangan
meningkat (5) torniquet pada area yang cedera
₋ Warna kulit ₋ Lakukan pencegahan infeksi
pucat : dari ₋ Lakukan perawatan kaki dan kuku
meningkat (1) ₋ Lakukan hidrasi
menjadi Edukasi
menurun (5) ₋ Anjurkan berhenti merokok
₋ Pengisian ₋ Anjurkan berolahraha rutin
kapiler, akral, ₋ Anjurkan melakukan perawatan kulit yang
turgor kulit, tepat (mis. melembabkan kulit kering pada
tekanan darah kaki)
sistolik dan
diastolic : dari Intervensi pendukung
memburuk (1) Edukasi latihan fisik (I.12389)
menjadi Definisi : mengajarkan aktivitas fisik regular
membaik (5) untuk mempertahankan atau meningkatkan
kebugaran dan kesehatan
Luaran tambahan : Tindakan
₋ Fungsi sensorik Observasi
₋ Penyembuhan ₋ Identifikasi kesiapan dan kemampuan
luka menerima informasi
Status sirku Terapeutik
₋ Sediakan materi dan media pendidikan
kesehatan
₋ Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
kesepakatan
₋ Berikan kesempatan untuk bertanya
Edukasi
₋ Jelaskan manfaat kesehatan dan efek
fisiologis olahraga
₋ Jelaskan jenis latihan yang sesuai dengan
kondisi kesehatan (senam kaki diabetes)
₋ Jelaskan frekuensi, durasi, dan intensitas
program latihan yang diinginkan
₋ Lakukan role play senam kaki diabetes
kepada pasien agar pasien lebih memahami
tindakan tersebut

20- 4. Luaran Utama : Intervensi Utama :


04- Pola Tidur 1. Dukungan Tidur (I.05174)
202 (L.05045) Definisi : Memfasilitasi siklus tidur dan
1 terjaga yang teratur.
Definisi :
Tindakan :
keadekuatan kualitas
Observasi
dan kuantitas tidur
₋ Identifikasi pola aktivitas dan tidur
Ekspektasi :
₋ Identifikasi faktor pengganggu tidur
membaik
(fisik dan/atau psikologis)
Kriteria Hasil :
₋ Identifikasi makanan dan minuman yang
- Keluhan sulit
mengganggu tidur (mis. Kopi, teh,
tidur, Keluhan
alcohol, makan mendekati waktu tidur,
sering terjaga,
minum banyak air sebelum tidur)
Keluhan tidak
₋ Identifikasi obat tidur yang dikonsumsi
puas tidur,
Terapeutik
Keluhan pola
₋ Modifikasi lingkungan (mis.
tidur berubah,
Pencahayaan, kebisingan, suhu, matras,
Keluhan istirahat
dan tempat tidur)
tidak cukup :
₋ Batasi waktu tidur siang, jika perlu
dari nilai
₋ Fasilitasi menghilangkan stress sebelum
menurun (1)
tidur
menjadi
₋ Tetapkan jadwal tidur rutin
meningkat (5)
₋ Lakukan prosedur untuk meningkatkan
- Kemampuan
kenyamanan (mis. Pijat, pengaturan
beraktivitas :
posisi, terapi akupresure)
dari meningkat
Sesuaikan jadwal pemberian obat
(1) menjadi dan/atau tindakan untuk menunjang
menurun (5) siklus tidur-terjaga
Edukasi :
Luaran
₋ Jelaskan pentingnya tidur cukup selama
Tambahan :
sakit
- Penampilan ₋ Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur
Peran ₋ Anjurkan menghindari makanan atau
- Status minuman yang mengganggu tidur
Kenyamanan ₋ Ajarkan faktor-faktor yang berkontribusi
- Tingkat Depresi terhadap gangguan pola tidur (mis.
- Tingkat Psikologis, gaya hidup, sering berubah
Keletihan shift bekerja)
₋ Ajarkan relaksasi otot autogenic atau cara
non farmakologi lainnya

2. Edukasi Aktivitas/Istirahat (I.12362)


Definisi : Mengajarkan pengaturan aktivitas
dan istirahat
Tindakan
Observasi
- Identifikasi kesiapan dan kemampuan
menerima informasi
Terapeutik
₋ Sediakan materi dan media pengaturan
aktivitas dan istirahat
₋ Jadwalkan pemberian Pendidikan
kesehatan sesuai kesepakatan
₋ Berikan kesempatan kepada pasien dan
keluarga untuk bertanya
Edukasi
₋ Jelaskan pentingnya melakukan
aktivitas/olahraga secara rutin
₋ Anjurkan terlibat dalam aktivitas
kelompok, aktivitas bermain atau
aktivitas lainnya
₋ Anjurkan menyusun jadwal aktivitas dan
istirahat
₋ Ajarkan cara mengidentifikasi kebutuhan
istirahat (mis. Kelelahan, sesak napas saat
aktivitas)
₋ Ajarkan cara mengidentifikasi target dan
jenis aktivitas sesuai kemampuan

Intevensi pendukung :
1. Dukungan kepatuhan program pengobatan
2. Foto terapi gangguan mood/tidur
3. Pengaturan posisi
4. Terapi musik
5. Terapi relaksasi

B. PEMBAHASAN KASUS

Pada pembahasan ini penulis akan membahas tinjauan kasus dan tinjauan teori,

selama melakukan asuhan keperawatan untuk lebih memudahkannya. Maka,

penulis membahas sesuai dengan langkah proses keperawatan yang terdiri dari

tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi.

1. Pengkajian

Pengkajian adalah proses pengumpulan data secara sistematis yang bertujuan

untuk menentukan serta kesehatan dan fungsional pada saat ini dan waktu

sebelumnya, serta untuk menentukan pola respons klien ini dan waktu

sebelumnya (Andarmoyo, 2012).


Pada hasil pengkajian pada Tn.F didapatkan hasil klien sering mengeluh

lemas tidak mau makan selama 4 hari SMRS, klien mengeluh sering mual,

dan batuk, klien juga mengatakan mengalami pernurunan berat badan

sebanyak 8 kg BB sebelum sakit 61 kg, BB saat sakit 53 kg, hasil TTV : Td :

120/90 mmHg, N : 102 x/menit, S : 37’5, Tb : 162 cm, dari pengkajian pola

makan klien mengalami penurunan nafsu makan sebelum sakit 3x sehari dan

habis 1 porsi tetapi pada saat sakit hanya makan ¼ porsi saja, dan pola

eliminasi klien mengalami peningkatan dari sebelumnya, sebelum sakit BAK

klien hanya 4-5 kali sehari, sedagkan saat sakit 8-10 kali sehari. Terdapat

penurunan sedikit pada eksteritas bawah klien yakni nilai nya 4. Hasil

pemeriksaan laboratorium terdapat penurunan albumin yaitu 34 dan terdapat

kenaikan kadar glukosa darah yaitu 259 gr/dL.

Hal ini sesuai dengan pernyataan(Smelter, Bare, Hinke, & Cheever, 2010

dalam Wahyuni dan Arista, 2016). Diabetes melitus yaitu suatu penyakit

kelompok gangguan metabolik yang ditandai oleh peningkatan kadar gula

darah yang disebabkan oleh kurang nya insulin, tidak mampu insulin bekerja

atau keduanya. Klasifikasi DM dibagi menjadi beberapa bagian yaitu DM tipe

1 (IDDM = insulin dependen diabetes melitus), DM tipe 2 (NIDDM = non

insulin diabetes melitus). dan Faktor yang berpengaruh pada kasus Diabetes

Mellitus terbagi menjadi 2 macam yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor

internal itu sendiri adalah faktor keturunan. Sedangkan faktor eksternalnya

antara lain adalah kegemukan atau obesitas, pola makan yang salah, minum
obat yang bisa menaikkan kadar gula darah, proses menua, stress pola tidur

dan aktifitasfisik yang kurang. (Dewi, 2013).

2. Diagnosa keperawatan

Secara teori terdapat 4 diagnosa keperawatan yaitu, ketidakstabilan kadar

glukosa darah (D.0027) b.d resistensi insulin , defisit nutrisi (D.0019)

berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan perfusi perifer

tidak efektif (D.0009) b.d hiperglikemi , gangguan pola tidur (D.005) b.d

hambatan lingkungan . Diagnose yang ditemukan pada pasien yaitu 2 yang

sesuai dengan teori yaitu , ketidak stabilan kadar glukosa darah (D.0027) b.d

resistensi insulin , defisit nutrisi (D.0019) b.d ketidakmampuan mencerna

makanan.

Masalah keperawatan yang menjadi prioritas utama adalah ketidak stabilan

kadar glukosa darah (D.0027) b.d resistensi insulin ditandai dengan

meningkatnya kadar glukosa darah sebanyak 259 gr/dL. Sedangkan untuk

intrvensi yang dipakai sesuai ebp yakni pada diagnose kedua yaitu perfusi

perifer tidakefektif (D.0009) didukung dengan data klien sering mengeluh

lemas dan mengeluh baal pada area kaki dan ditandai dengan data pengisian

kapiler >3 detik, akral dingin, klien terlihat pucat, nilai lab hb : 10g/dL dan

terdapat kenaikan pada nadi klien : 102x/menit, Dan rencana tindakan

keperawatan pada Tn.F yakni “ pengaruh senam kaki diabetes terhadap

sensitivitas kaki pasien diabetes melitus

3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan pada kasus ini menggunakan SIKI (Standar

Keperawatan Indonesia) dan Kriteria hasil pada kasus ini menggunakan SLKI

(Standar Luaran Keperawatan Indonesia) yaitu :

a. Diagnosa ketidakstabilan kadar glukosa darah (D.0027) : Luaran Utama:

KestabilanKadar Glukosa Darah (L.03022) Tujuan: kadar glukosa darah

berada pada rentang normal , kriteria hasil : dari menurun (1) menjadi

meningkat : (5) Mengantuk, Pusing, Lelah/lesu, Keluhan lapar, Mulut

kering, Rasa haus : dar meningkat (1) menjadi Menurun (5) Kadar

glukosa dalam darah, kadar glukosa dalam urine, jumlah urine : dari

memburuk (1) menjadi Membaik (5). Intervensi nya yaitu : manajemen

hiperglikemi (I.03115).

b. Diagnosa Defisit nutrisi (D.0019) : Luaran utama : berat badan (L.03018)

Ekspetasi : membaik, Kriteria hasil : Berat badan ideal, kekuatan otot

menelan, lemas, mual :dari nilai memburuk (1) menjadi membaik (5).

Intervensi nya yaitu : Manajemen nutrisi (I.03119) dan Promosi berat

badan (I.03136)

c. Diagnosa perfusi perifer tidak efektif (D.0009) : Luaran utama Perfusi

perifer (L.02011) Tujuan : keadekuatan aliran darah distal untuk

mempertahankan jaringan Ekspetasi : meningkat , Kriteria Hasil : Denyut

nadi perifer, penyembuhan luka, sensasi: dari menurun (1) menjadi

meningkat (5) Warna kulit pucat : dari meningkat (1) menjadi menurun

(5) Pengisian kapiler, akral, turgor kulit, tekanan darah sistolik dan

diastolic : dari memburuk (1) menjadi membaik (5). Intervensi

keperawatan nya yaitu : perawatan sirkulasi (I.02097) dan Edukasi latihan


fisik (I.12389) pada edukasi latihan fisik ini perawat mengajarkan teknik

senam kaki diabetes untuk sensitivas kaki pasien diabetes.

d. Diagnosa gangguan pola tidur (D.0055) : Luaran Utama : Pola Tidur

(L.05045) Definisi : keadekuatan kualitas dan kuantitas tidur Ekspektasi :

membaik, Kriteria Hasil : Keluhan sulit tidur, Keluhan sering terjaga,

Keluhan tidak puas tidur, Keluhan pola tidur berubah, Keluhan istirahat

tidak cukup : dari nilai menurun (1) menjadi meningkat (5) Kemampuan

beraktivitas : dari meningkat (1) menjadi menurun (5). Untuk intervensi

keperawatannya yaitu : dukungan tidur (I.05174) dan edukai

aktivitas/istirahat.

BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Data-data yang sudah ditemukan pada kasus pasien diabetes mellitus

dengan landasan teori yang ada sebagian besar sesuai, mulai dari tanda

dan gejala yang ditemukan dan diagnose keperawatan.

Salah satu masalah yang dirasakan pasien yaitu ketidakstabilan kadar

glukosa darah yang dapat menimbulkan masalah seperti sering

lapar,haus,dan rasa ingin buang air kecil secara terus menerus, dan juga

pada pasien diabetes mellitus sering merasakan kebas dan menurunnya

sensitivitas kaki maka untuk itu harus dilakukan tindakan keperawatan

seperti senam kaki.

B. SARAN

1. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai sumber untuk pengetahuan baru bagi mahasiswa keperawatan

mengenai pengaruh senam kaki terhadap sensitivitas pasien diabetes

mellitus serta dapat menjadi menjadi tambahan referensi evident base

practice dan sebagai acuan dalam melakukan asuhan keperawatan.

2. Bagi Profesi keperawatan

Diharapkan dapat terus meningkatkan pengetahuan, pengalaman, dan

kualitas dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan

diabetes . serta dapat membantu mengevaluasi guna meningkatkan mutu

pelayanan keperawatan.

Anda mungkin juga menyukai