Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes Melitus atau penyakit gula merupakan salah satu penyakit kronis yang

ada di dunia seperti kanker, jantung, AIDS, diabetes, TB, vector borne, dan hepatitis.

Dikatakan penyakit gula karena memang jumlah atau konsentrasi glukosa atau gula di

dalam darah melebihi keadaan normal (Soegondo, 2008).

Menurut WHO (2013) terdapat lebih dari 200 juta orang diabetes di dunia.

Angka ini akan bertambah menjadi 333 juta orang di tahun 2025. Negara berkembang

seperti di Indonesia merupakan daerah yang paling banyak terkena pada abad ke 21.

Tahun 2035 jumlah penderita DM diprediksi melonjak hingga ke angka 14,1 juta

orang dengan tingkat prevalensi 6,67 persen untuk populasi orang dewasa. "Tidak

hanya itu, umur penderita diabetes pun kini semakin menurun atau semakin muda,"

katanya. Satu dari lima penderita diabetes masih berumur dibawah 40 tahun, yakni

diantara 20 hingga 39 tahun sebanyak 1.671.000 orang. Sedangkan usia 40 hingga 59

tahun sebanyak 4.651.000 orang, sisanya berusia 60 hingga 79 tahun (Who, 2013)

Berdasarkan data Riskesdas (2013) diketahui bahwa prevalensi diabetes di

Indonesia berdasarkan wawancara yang terdiagnosis dokter sebesar 1,5 persen dan

0,4 persen. DM terdiagnosis dokter atau gejala sebesar 2,1 persen. Prevalensi diabetes

yang terdiagnosis dokter tertinggi terdapat di DI Yogyakarta (2,6%), DKI Jakarta

(2,5%), Sulawesi Utara (2,4%) dan Kalimantan Timur (2,3%). Prevalensi diabetes

yang terdiagnosis dokter atau gejala, tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah (3,7%),

1
2

Sulawesi Utara (3,6%), Sulawesi Selatan (3,4%) dan Nusa Tenggara Timur 3,3

persen. Sedangkan di Gorontalo prevalensi diabetes sebesar 1,5%.

Komplikasi diabetes bisa terjadi pada penderita DM antara lain komplikasi akut

seperti kronik hipoglikemi, ketoasidosis untuk DM tipe 1, koma hiperosmolar non

ketotik untuk DM tipe II dan komplikasi kronik seperti makroangiopati mengenai

pembuluh darah besar, pembuluh darah jantung, pembuluh darah tepi dan pembuluh

darah otak. Pada penderita diabetes melitus, insulin yang dihasilkan tidak memadai

dikarenakan glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel sehingga terkumpul dalam

darah, menyebabkan timbulnya gejala diabetes melitus. Kecenderungan terkena

diabetes melitus tampaknya sering kali karena faktor keturunan, keadaan-keadaan

lain yang mendorong timbulnya penyakit ini adalah kehamilan, kegemukan, tekanan

fisik atau emosi. Komplikasi yang muncul yaitu hipoglikemi dan hiperglikemi.

Hiperglikemi terjadi karena paparan glukosa yang tinggi dan beredar dalam darah

sehingga menyebabkan kadar oksigen dalam darah menurun dan terjadi banyak

kerusakan pada banyak organ diantaranya kulit akan terjadi dermatitis sampai infeksi

hingga berakhir pada luka ulkus diabetik.

Ulkus diabetik adalah luka yang merah kehitam-hitaman dan berbau busuk

akibat sumbatan yang terjadi di pembuluh darah sedang atau besar pada bagian

tungkai. Ulkus diabetik merupakan suatu penyakit yang menakutkan karena

merupakan komplikasi lanjut, mempunyai dampak negatif yang komplek terhadap

kelangsungan kualitas hidup individu. Kejadian ulkus umumnya adalah kulit

mengalami kerusakan, memiliki semacam borok. Ulkus terutama muncul di telapak


3

kaki, namun, pada kasus terburuk di mana borok meluas dan tidak kunjung sembuh,

amputasi mungkin harus dilakukan agar infeksi tidak mengancam jiwa.

Ulkus pada kaki ditandai dengan kerusakan saraf, kerusakan saraf karena

diabetes menyebabkan hilangnya sensasi di kaki. Kondisi ini dikenal sebagai

neuropati perifer. Saraf yang biasanya membawa sensasi rasa sakit ke otak dari kaki

tidak berfungsi dengan baik. Penderita diabetes dapat mengalami luka karena

menginjak sesuatu, mengenakan sepatu ketat, atau tersandung tanpa menyadarinya

hingga berhari-hari atau minggu. Hilangnya sensasi juga menyebabkan berkurangnya

mekanisme perlindungan terhadap kaki. Orang yang sehat akan menyadari bila terlalu

banyak tekanan pada kaki dan secara otomatis menyesuaikan posisi. Tidak

demikian bila saraf telah rusak. Akibatnya, selain menimbulkan luka, kaki dapat

mengalami deformitas (perubahan bentuk), misalnya penebalan kulit di sebagian

telapak atau tumit.

Secara umum, semakin baik pengendalian diabetes maka semakin kecil

kemungkinan untuk mengembangkan komplikasi diabetes, termasuk ulkus kaki.

Selain itu, pengelolaan hipertensi dan kolesterol darah serta faktor risiko lain akan

mengurangi risiko komplikasi diabetes. Secara khusus, hal-hal berikut dapat

dilakukan untuk mencegah timbulnya ulkus (1) Periksa kaki secara teratur setiap hari,

terutama pada telapak kaki dan ruang antar jari. (2) Cuci kaki setiap hari dengan

sabun yang lembut. (3) Potonglah kuku-kuku di jari kaki dengan hati-hati. (4) Olesi

kaki dengan krim pelembab agar tidak retak, terutama pada ruang di antara jari kaki.

(5) Gunakan alas kaki, jangan berjalan tanpa alas kaki. (6) Pilih kaus kaki dengan
4

kandungan katun yang tinggi sehingga menyerap keringat dan tidak mudah

mengiritasi. (7) Jadwalkan kunjungan ke dokter, pasien diabetes perlu diperiksa

dokter setidaknya setahun sekali.

Berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan di Puskesmas Kota Timur

diketahui bahwa penderita diabetes melitus tergolong penyakit yang menonjol. Dari

data dokumentasi didapatkan data bahwa pada tahun 2015 jumlah penderita diabetes

melitus yakni 112 orang dan pada tahun 2016 berjumlah 122 orang dan yang

mengalami ulkus kaki berjumlah 5 orang. Masalah diabetes melitus ini sudah menjadi

masalah besar yang dihadapi oleh pasien diabetes di wilayah Puskesmas Kota Timur

sehingga perlu dilakukan upaya pencegahan yang meliputi beberapa kegiatan seperti

identifikasi resiko, manajemen perawatan kaki, pemeriksaan dan perawatan kaki

diabetes secara mandiri, perawatan mencuci dan membersihkan kaki, perawatan kuku

kaki, hal-hal yang harus dihindari dalam perawatan kaki diabetes.

Sehubungan dengan uraian di atas maka penulis tertarik melakukan penelitian

tentang “Pencegahan Ulkus Kaki pada Pasien Diabetes Melitus di Wilayah Kerja

Puskesmas Kota Timur Kota Gorontalo”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah

dalam penelitan sebagai berikut.

“Bagaimana pencegahan Ulkus Kaki pada pasien diabetes melitus di wilayah kerja

Puskesmas Kota Timur Kota Gorontalo?”


5

C. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan rumusan masalah maka ditetapkan tujuan penelitian yakni untuk

mengetahui pencegahan Ulkus Kaki pada pasien diabetes melitus di wilayah kerja

Puskesmas Kota Timur Kota Gorontalo

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk penelitian tentang pencegahan

Ulkus Kaki pada pasien diabetes melitus

2. Manfaat Praktis

a. Bagi pasien

Dapat meningkatkan pengetahuan pasien tentang pencegahan Ulkus Kaki

b. Bagi Puskesmas

Dapat dijadikan informasi untuk meminimalkan kejadian Ulkus Kaki pada

pasien diabetes melitus di wilayah kerja Puskesmas Kota Timur Kota

Gorontalo
6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Diabetes Mellitus

1. Pengertian Diabetes Melitus

Diabetes mellitus atau penyakit gula atau kencing manis adalah penyakit

yang ditandai dengan kadar glukosa darah yang melebihi normal (hiperglikemia)

akibat tubuh kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Fransisca, 2012). Di

jelaskan pula oleh Fransisca bahwa diabetes melitus adalah suatu kumpulan gejala

yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan

kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif.

Diabetes mellitus (DM) atau kencing manis merupakan penyakit menahun di mana

kadar glukosa darah menimbun dan melebihi nilai normal.

Diabetes adalah penyakit yang ditandai dengan kadar gula darah yang tinggi

(Toruan, 2012). Diabetes mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada

seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa darah

akibat penurunan sekresi insulin yang progresif dilatar belakangi oleh resistensi

insulin.

Menurut Tjahjadi (2002) diabetes mellitus adalah diabetes yang berkaitan

dengan kadar gula dala tubuh. Diabetes mellitus juga dikenal dengan nama

kencing manis. Sedangkan menurut (Tandra, 2013) diabetes telah menjadi

penyakit umum yang bisa kita temukan di mana-mana. Angka kejadiannya terus

melonjak tajam, bahkan cenderung menakutkan jika mengingat komplikasi pada


7

mata, jantung, ginjal, saraf, atau kemungkinan amputasi yang terjadi. Diabetes

mellitus merupakan penyakit metabolik dan heterogen dengan karakteristik

hiperglikemik (kadar gula darah tinggi) sebagai akibat dari kurangnya sekresi

insulin, aktifitas insulin ataupun keduanya (Sinaga, 2011).

Laporan statistik dari International Diabetes Federation (IDF)

menyebutkan, bahwa tahun 2012 sudah ada lebih 371 juta penderita diabetes

dengan tiap tahun angka kejadian diabetes naik 3 persen atau bertambah 7 juta

orang. American Diebetes Association melaporkan bahwa tiap 21 detik ada satu

orang yang terkena diabetes. Prediksi sepuluh tahun yang lalu bahwa jumlah

diabetes akan mencapai 350 juta pada tahun 2015, ternyata sudah jauh terlampaui.

Celakanya, lebih dari setengah populasi diabetes berada di asia, terutama di India,

China, Pakistan, dan Indonesia.

Kalau di tahun 1995 Indonesia berada di nomor tujuh sebagai negara dengan

jumlah diabetes terbanyak di dunia, maka pada tahun 2025 diperkirakan indonesia

akan naik menjadi nomor lima terbanyak, kini dilaporkan di masyarakat kota besar

seperti Jakarta dan Surabaya, sudah mencapai hampir 10 persen penduduk yang

mengidap diabetes.

Diabetes telah menjadi penyebab kematian kematian terbesar ke-4 di dunia.

Di tahun 2012 sudah ada 4,8 juta kematian yang disebabkan langsung oleh

diabetes. Tiap 10 detik ada satu atau tiap 1 menit ada 6 orang yang meninggal

akibat penyakit yang berkaitan dengan diabetes. Di Amerika yang sudah maju

sekalipun, angka kematian akibat diabetes bisa mencapai 200.000 orang per tahun.
8

World Diabetes Atlas (2012) bahkan mencatat bahwa 471 miliar dolar amerika

(atau lebih dari 4.500 triliun rupiah) telah dihabiskan pasien diabetes untuk biaya

berobat.

2. Macam - Macam Diabetes Mellitus

a. Diabetes Tipe 1 (IDDM = Insulin Dependent Diabetes Mellitus)

Menurut Tjahjadi (2002) bahwa diabetes mellitus tipe 1 dikenal dengan

sebutan lain yakni diabetes juvenil (diabetes yang terjadi pada anak-anak).

Diabetes ini terjadi pada anak-anak dan remaja yang mengalami kekurangan

insulin. Biasanya pada anak-anak ini, penyebab atau faktor resikonya bersifat

genetik, pada penderita diabetes mellitus tipe 1 sel-sel beta pankreas penghasil

insulin rusak. Bahkan sebagian dari mereka menderita diabetes bukan karena

apa yang mereka makan. Oleh karena itu, kadar glukosa dalam darah ada di atas

kadar normal. Menurut Fransisca, (2012) bahwa diabetes tipe 1 terjadi pada

anak-anak serta orang dewasa yang timbul secara mendadak yang disebabkan

oleh faktor keturunan. Diabetes tipe 1 terjadi adanya reaksi autoimun (serangan

antibodi) yang disebabkan karena adanya peradangan pada sel beta pankreas

sehingga terjadi keadaan insulinitis, yang bisa disebabkan antara lain oleh virus,

seperti cocksakie, rubella, CMV, herpes, dan lain-lain.

Menurut Hasdianah (2012), diabetes tipe 1 adalah diabetes yang terjadi

karena kurangannya rasio insulin dalam sirkulasi darah akibat hilangnya sel

beta penghasil insulin pada pulau-pulau langerhans pankreas. Diabetes ini dapat

diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa. Sampai saat ini diabetes ini
9

tidak dapat dicegah dan tidak dapat disembuhkan, bahkan dengan diet maupun

olahraga. Kebanyakan penderita diabetes tipe 1 memiliki kesehatan dan berat

badan yang baik saat penyakit ini mulai dideritanya. Penyebab terbanyak dari

kehilangan sel beta pada diabetes tipe 1 adalah kesalahan reaksi autoimunitas

yang menghancurkan sel beta pankreas.

Menurut Tandra (2013) bahwa diabetes tipe 1 adalah diabetes dengan

pankreas sebagai pabrik insulin tidak dapat atau kurang mampu membuat

insulin. Akibatnya, insulin tubuh kurang atau tidak ada sama sekali dan gula

akan menumpuk dalam peredaran darah karena tidak dapat diangkut ke dalam

sel. Penyakit ini biasanya timbul pada usia anak atau remaja, baik pria maupun

wanita. Gejala biasanya timbul mendadak dan bisa berat sampai koma apabila

tidak segera ditolong dengan suntikan insulin. Dari semua penderita diabetes, 5-

10 persen adalah tipe 1. Di indonesia, statistik mengenai diabetes tipe 1 belum

ada, diperkirakan hanya sekitar 2-3 persen. Hal ini mungkin disebabkan karena

sebagian tidak terdiagnosis atau tidak diketahui.

b. Diabetes Tipe 2 (NIDDM = non insulin dependent diabetes mellitus)

Menurut Tjahjadi (2002) bahwa diabetes mellitus tipe 2 jauh lebih banyak

terjadi daripada diabetes mellitus tipe 1. Diabetes mellitus tipe 2 masih dapat

menghasilkan insulin. Namun, tubuh malah melawan pengaruh insulin tersebut

sehingga kadar glukosa dalam tubuh menjadi tinggi. Gejala-gejala pada

penderita diabetes mellitus tipe 2 adalah rasa haus yang terjadi berulang kali,
10

sering buang air kecil, pandangan yang memudar dan gejala-gejala diabetes

mellitus lain pada umumnya.

Menurut (Fransisca, 2012) bahwa diabetes tipe 2 muncul pada umur

diatas 35 tahun, diabetes mellitus sering muncul tanpa gejala atau dengan gejala

sangat ringan sehingga penderita tidak menyadarinya. Jumlah insulin normal

tetapi jumlah reseptor insulin pada permukaan sel yang kurang atau berubah

struktur. Jumlah lubang kuncinya (reseptor) yang kurang sehingga anak

kuncinya (insulin) banyak, tetapi karena lubang kuncinya (reseptor) kurang,

maka glukosa yang masuk ke dalam sel sedikit, sehingga sel akan kekurangan

bahan bakar (glukosa) dan glukosa di dalam pembuluh darah meningkat.

Penyebab resistensi insulin pada DM tipe 2 yang tidak jelas itu,

kemungkinan yang berperan (1) Obesitas terutama yang bersifat sentral (bentuk

apel), (2) diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat, (3) kurang olahraga dan (4)

faktor keturunan. Menurut Hasdianah (2012) bahwa diabetes mellitus tipe 2

merupakan tipe diabetes yang terjadi bukan disebabkan oleh rasio insulin di

dalam sirkulasi darah, melainkan merupakan kelainan metabolisme yang

disebabkan oleh mutasi pada banyak gen termasuk yang mengekpresikan

disfungsi sel beta, gangguan sekresi hormon insulin, resistansi sel terhadap

insulin yang disebabkan oleh disfungsi Glut 10 dengan kofaktor hormon

resistin yang menyebabkan sel jaringan, terutama pada hati menjadi kurang

peka terhadap insulin serta RBP4 yang menekan penyerapan glukosa oleh otot

lurik namun meningkatkan sekresi gula darah oleh otot.


11

Sedangkan menurut Tandra (2013) bahwa diabetes tipe 2 adalah jenis

yang paling sering didapatkan. Biasanya timbul pada usia diatas 40 tahun,

namun bisa pula timbul pada usia di atas 20 tahun. Sembilan puluh hingga

sembilan puluh lima persen dari penderita diabetes adalah diabetes tipe 2. Pada

diabetes tipe 2, pankreas masih bisa membuat insulin, tetapi kualitas insulinnya

buruk dan tidak dapat berfungsi dengan baik sehingga glukosa dalam darah

meningkat. Pasien yang mengidap diabetes tipe ini biasanya tidak perlu

tambahan suntikan insulin dalam pengobatannya, tetapi memerlukan obat yang

bekerja untuk memperbaiki fungsi insulin, menurunkan glukosa, memperbaiki

pengolahan gula di hati, dan lain-lain. Kemungkinan lain terjadinya diabetes

tipe 2 adalah sel-sel jaringan tubuh dan otot si pasien tidak peka atau sudah

resisten terhadap insulin, yang dinamakan resistensi insulin atau insulin

resistance. Akibatnya, insulin tidak bisa bekerja dengan baik dan glukosa

akhirnya tertimbun dalam peredaran darah. Keadaan ini umumnya terjadi pada

pasien yang gemuk atau obesitas.

3. Ciri-Ciri Diabetes Mellitus

a. Ciri-Ciri Diabetes Tipe 1

Menurut Tjahjadi (2012) bahwa ciri-ciri orang yang terkena diabetes

mellitus 1 yaitu: (1) Berusia di bawah 40 tahun, (2) Kurus, (3) Antibodi pada

sel penghasil hormon (islet-cells) di pankreas positif, (4) Gejala-gejala cepat

muncul dan terlihat, (5) Muntah, (6) Pusing dan (7) Turunnya berat badan.

Menurut Fransisca (2012) bahwa ciri-ciri diabetes mellitus 1 :


12

1) Diabetes yng tergantung insulin : biasanya pada usia muda, di mana di dalam

tubuhnya tidak ada insulin

2) Diabetes yang tidak tergantung insulin : pada usia dewasa. Kadar insulin

dalam tubuh normal atau tinggi, tetapi tidak bekerja efektif

3) Diabetes pada kehamilan (gestasional)

4) Diabetes yang berhubungan dengan kekurangan gizi di mana muda

5) Diabetes yang disebabkan oleh penyakit lain

Menurut (FKUI, 2005), ciri-ciri dari diabetes mellitus tipe 1 adalah

sebagai berikut mudah terjadi ketoasidosis, pengobatan harus dengan insulin,

onset akut, biasanya kurus, biasanya pada umur muda, berhubungan dengan

HLA-DR3 & DR4, didapatkan Islet Cell Antibody (ICA), riwayat keluarga

diabetes (+) pada 10% dan 30-50% kembar identik terkena.

b. Ciri-ciri diabetes tipe 2

Ciri-ciri diabetes tipe 2 tidak mudah terjadi ketoasidosis, tidak harus

dengan insulin, onset lambat, gemuk atau tidak gemuk, biasanya > 45 tahun, tak

berhubungan dengan HLA, tak ada Islet Cell Antibody (ICA), riwayat keluarga

(+) pada 30% dan ±100% kembar identik terkena. Menurut Tjahjadi (2002:28)

ciri-ciri orang menderita diabetes mellitus tipe 2 yakni sebagai berikut usia di

atas 45 tahun, memiliki keluarga (ayah, ibu, atau saudara) yang terkena

diabetes, kegemukan, menderita penyakit jantung, kolesterol tinggi (HDL di

bawah 35 mg/dL atau trigyceride di atas 250 mg/dL, ras tertentu termasuk di

antaranya asia, pernah terdiagnosis prediabetes, jarang berolahraga, menderita


13

diabetes gestasional, pola makan yang tidak sehat, polycystic ovary disease

(adanya berbagai kista kecil pada rahim yang bisa berpengaruh pada

kemampuan seseorang untuk hamil).

4. Komplikasi Diabetes

Komplikasi diabetes melitus tipe 1 dan 2 dapat digolongkan menjadi

komplikasi akut dan kronik yaitu:

a. Komplikasi Akut

1) Ketoasidosis Diabetik

Komplikasi akut diabetes tipe 1 yang ditandai dengan perburukan semua

gejala diabetes, ketoasidosis diabetik dapat terjadi setelah stress fisik

seperti kehamilan atau penyakit akut atau trauma.

2) Coma non ketoktikhiperglikemia hiperosmolar

Komplikasi akut yang dijumpai pada pengidap diabetes II karena diabetes

tipe II dapat mengalami hipergikemia berat dengan kadar glukosa darah

lebih dari 300mg/dl. Biasanya dijumpai pada lansia pengidap diabetes

setelah mengkonsumsi makanan tinggi karbohidrat.

3) Hipoglikemia

Pengidap diabetes tipe 1 dapat mengalami komplikasi akibat hipoglikemia

setelah injeksi insulin. Gejala yang mungkin terjadi adalah hilangnya

kesadaran.
14

b. Komplikasi Jangka Panjang

1) Sistem Kardiovaskuler

Terjadinya kerusakan mikrovaskuler di arteriol kecil, kapiler venula.

Kerusakan makrovaskuler terjadi di arteri besar dan sedang.

2) Gangguan Penglihatan

Meliputi renopati, atau kerusakan pada retina karena tidak mendapatkan

oksigen

3) Sistem saraf perifer hiperglikemia, termasuk hiperglikolosisasi protein

yang menyebabkan fungsi saraf

4) Ulkus/gangren/kaki diabetik

Komplikasi kaki diabetik merupakan penyebab tersering dilakukannya

amputasi yang didasari oleh kejadian non traumatik. Risiko amputasi 15-40

kali lebih sering pada penderita DM dibandingkan dengan non-DM.

Komplikasi akibat kaki diabetik menyebabkan lama rawat penderita DM

menjadi lebih panjang. Lebih dari 25% penderita DM yang dirawat adalah

akibat kaki diabetik. Sebagian besar amputasi pada kaki diabetik bermula

dari ulkus pada kulit. Bila dilakukan deteksi dini dan pengobatan yang

adekuat akan dapat mengurangi kejadian tindakan amputasi. Ironisnya

evaluasi dini dan penanganan yang adekuat di rumah sakit tidak optimal

(Decroli E., dkk, 2010).


15

4. Kaki Diabetik

a. Pengertian Kaki Diabetik

Kaki diabetik adalah infeksi, ulserasi, dan atau destruksi jaringan ikat

dalam yang berhubungan dengan neuropati dan penyakit vaskuler perifer pada

tungkai bawah, (1) selain itu ada juga yang mendefinisikan sebagai kelainan

tungkai kaki bawah akibat diabetes melitus yang tidak terkendali dengan baik

yang disebabkan oleh gangguan pembuluh darah, gangguan persyarafan dan

infeksi. Kaki diabetik merupakan gambaran secara umum dari kelainan tungkai

bawah secara menyeluruh pada penderita diabetes melitus yang diawali dengan

adanya lesi hingga terbentuknya ulkus berupa luka terbuka pada permukaan

kulit yang dapat disertai adanya kematian jaringan setempat yang sering disebut

dengan ulkus diabetik karena adanya komplikasi makroangiopati sehingga

terjadi vaskuler insusifiensi dan neuropati, yang lebih lanjut terdapat luka pada

penderita yang sering tidak dirasakan dan dapat berkembang menjadi infeksi

disebabkan oleh bakteri aerob maupun anaerob yang pada tahap selanjutnya

dapat dikategorikan dalam gangren yang pada penderita diabetes melitus

disebut dengan gangren diabetik (Sudoyo, 2012).

b. Klasifikasi Kaki Diabetik

Ada berbagai macam klasifikasi kaki diabetik yaitu klasifikasi oleh

Edmonds dari King’s College Hospital London, klasifikasi Liverpool,

klasifikasi Wagner, klasifikasi Texas, serta yang lebih banyak digunakan adalah

yang dianjurkan oleh International Working Group On Diabetik Foot karena


16

dapat menentukan kelainan apa yang lebih dominan yakni vaskular, infeksi dan

neuropati, sehingga arah pengelolaan dalam pengobatan dapat tertuju dengan

baik, namun pada penelitian ini klasifikasi yang digunakan adalah klasifikasi

berdasarkan Wagner.

1) Klasifikasi Menurut Edmonds

a) Stage 1 : Normal foot

Gambar 2.1 Kaki yang normal

b) Stage 2 : High risk foot

Gambar 2.2 Kaki dengan risiko tinggi


17

c) Stage 3 : Ulcerated foot

Gambar 2.3 Kaki dengan luka terbuka

d) Stage 4 : Infected foot

Gambar 2.4 Kaki dengan luka terinfeksi


18

e) Stage 5 : Necrotic foot

Gambar 2.5 Kaki dengan luka disertai jaringan nekrosis

f) Stage 6 : Unsalvable foot

Gambar 2.6 Kaki yang tidak terselamatkan

2) Klasifikasi Menurut Wagner

a) Derajat 0
19

Derajat 0 ditandai antara lain kulit tanpa ulserasi dengan satu atau lebih

faktor risiko berupa neuropati sensorik yang merupakan komponen

primer penyebab ulkus; peripheral vascular disease; kondisi kulit yaitu

kulit kering dan terdapat callous (yaitu daerah yang kulitnya menjadi

hipertropik dan anastesi); terjadi deformitas berupa claw toes yaitu suatu

kelainan bentuk jari kaki yang melibatkan metatarsal phalangeal joint,

proximal interphalangeal joint dan distal interphalangeal joint.

Deformitas lainnya adalah depresi caput metatarsal, depresi caput

longitudinalis dan penonjolan tulang karena arthropati charcot.

b) Derajat I

Derajat I terdapat tanda-tanda seperti pada grade 0 dan menunjukkan

terjadinya neuropati sensori perifer dan paling tidak satu faktor risiko

seperti deformitas tulang dan mobilitas sendi yang terbatas dengan

ditandai adanya lesi kulit terbuka, yang hanya terdapat pada kulit, dasar

kulit dapat bersih atau purulen (ulkus dengan infeksi yang superfisial

terbatas pada kulit).

c) Derajat II

Pasien dikategorikan masuk grade II apabila terdapat tanda-tanda pada

grade I dan ditambah dengan adanya lesi kulit yang membentuk ulkus.

Dasar ulkus meluas ke tendon, tulang atau sendi. Dasar ulkus dapat bersih

atau purulen, ulkus yang lebih dalam sampai menembus tendon dan

tulang tetapi tidak terdapat infeksi yang minimal.


20

d) Derajat III

Apabila ditemui tanda-tanda pada grade II ditambah dengan adanya abses

yang dalam dengan atau tanpa terbentuknya drainase dan terdapat

osteomyelitis. Hal ini pada umumnya disebabkan oleh bakteri yang

agresif yang mengakibatkan jaringan menjadi nekrosis dan luka tembus

sampai ke dasar tulang, oleh karena itu diperlukan hospitalisasi/

perawatan di rumah sakit karena ulkus yang lebih dalam sampai ke

tendon dan tulang serta terdapat abses dengan atau tanpa osteomielitis.

e) Derajat IV

Derajat IV ditandai dengan adanya gangren pada satu jari atau lebih,

gangren dapat pula terjadi pada sebagian ujung kaki. Perubahan gangren

pada ekstremitas bawah biasanya terjadi dengan salah satu dari dua cara,

yaitu gangren menyebabkan insufisiensi arteri. Hal ini menyebabkan

perfusi dan oksigenasi tidak adekuat. Pada awalnya mungkin terdapat

suatu area focal dari nekrosis yang apabila tidak dikoreksi akan

menimbulkan peningkatan kerusakan jaringan yang kedua yaitu adanya

infeksi atau peradangan yang terus-menerus. Dalam hal ini terjadi oklusi

pada arteri digitalis sebagai dampak dari adanya edema jaringan lokal.

f) Derajat V

Derajat V ditandai dengan adanya lesi/ulkus dengan gangren-gangren

diseluruh kaki atau sebagian tungkai bawah Berdasarkan pembagian


21

diatas, maka tindakan pengobatan atau pembedahan dapat ditentukan

sebagai berikut :

1) Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada

2) Derajat I-IV : pengelolaan medik dan tindakan bedah minor

3) Derajat V : tindakan bedah minor, bila gagal dilanjutkan dengan

tindakan bedah mayor (amputasi diatas lutut atau amputasi bawah

lutut).

Beberapa tindakan bedah khusus diperlukan dalam pengelolaan

kaki diabetik ini, sesuai indikasi dan derajat lesi yang dijumpai seperti:

1) Insisi : abses atau selulitis yang luas

2) Eksisi : pada kaki diabetik derajat I dan II

3) Debridement/nekrotomi : pada kaki diabetik derajat II, III, IV dan V

4) Mutilasi : pada kaki diabetik derajat IV dan V

5) Amputasi : pada kaki diabetik derajat V

5. Epidemiologi Kaki Diabetik

Menurut laporan dari beberapa tempat di Indonesia, angka kejadian dan

komplikasi diabetes melitus cukup tersebar sehingga bisa dikatakan sebagai salah

satu masalah nasional yang harus mendapat perhatian, selain itu sampai saat ini

masalah kaki diabetik kurang mendapat perhatian sehingga masih muncul konsep

dasar yang kurang tepat bagi pengelolaan penyakit ini. Dampaknya banyak

penderita yang penyakitnya berkembang menjadi penderita osteomielitis dan

amputasi pada kakinya. Pada negara maju kaki diabetik memang masih merupakan
22

masalah kesehatan masyarakat, tetapi dengan kemajuan cara pengelolaan dan

adanya k linik kaki diabetik yang aktif maka nasib penyandang kaki diabetik

menjadi lebih baik sehingga angka kematian dan amputasi menurun 45%-85%.

Kaki diabetik merupakan penyebab tersering dilakukannya amputasi yang

didasari oleh kejadian non traumatik. Risiko amputasi 15-40 kali lebih sering pada

penderita diabetes melitus dibandingkan dengan non diabetes melitus. Kaki

diabetik juga menyebabkan lama rawat penderita diabetes melitus menjadi lebih

lama. Penderita diabetes melitus dengan kaki diabetik memerlukan biaya yang

cukup tinggi untuk perawatan dan pengobatan. Amerika Serikat memperkirakan

antara US$20.000 sampai dengan US$25.000 per tahun untuk seorang penderita.

Penderita kaki diabetik di Indonesia memerlukan biaya sebesar Rp. 1,3 juta sampai

dengan Rp. 1,6 juta perbulan dan Rp. 43,5 juta per tahun untuk seorang penderita.

Prevalensi penderita diabetes melitus dengan kaki diabetik di Amerika

Serikat sebesar 15-20%, risiko amputasi 15-46 kali lebih tinggi dibandingkan

dengan penderita non diabetes melitus. Prevalensi penderita diabetes melitus

dengan kaki diabetik di negara berkembang didapatkan jauh lebih besar

dibandingkan dengan negara maju, yaitu antara 20-40%. Prevalensi

penderitadiabetes melitus dengan kaki diabetik di Indonesia sekitar 15%, angka

mortalitas 32% dan kaki diabetik merupakan sebab perawatan rumah sakit yang

terbanyak sebesar 80% untuk diabetes melitus. Prevalensi angka kematian akibat

ulkus dan gangren berkisar 17-23%, sedangkan angka amputasi berkisar 15-30%.

Angka kematian 1 (satu) tahun pasca amputasi sebesar 14,8%. Jumlah itu
23

meningkat pada tahun ketiga menjadi 37%, rata-rata umur pasien hanya 23,8 bulan

pasca amputasi.

6. Patofisiologi Kaki Diabetik

Kaki diabetik terjadi diawali dengan adanya hiperglikemia yang

menyebabkan gangguan saraf dan gangguan aliran darah. Perubahan ini

menyebabkan perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki, kerentanan terhadap

infeksi meluas sampai ke jaringan sekitarnya. Faktor aliran darah yang kurang

membuat luka sulit untuk sembuh dan jika terjadi ulkus, infeksi akan mudah sekali

terjadi dan meluas ke jaringan yang lebih dalam bahkan sampai ke tulang.

a. Neuropati Diabetik

Neuropati diabetik adalah komplikasi kronis yang paling sering ditemukan pada

pasien diabetes melitus. Neuropati diabetik adalah gangguan metabolisme

syaraf sebagai akibat dari hiperglikemia kronis. Angka kejadian neuropati ini

meningkat bersamaan dengan lamanya menderita penyakit diabetes melitus dan

bertambahnya usia penderita. Tipe neuropati terbagi atas 3 (tiga) yaitu :(47-54)

1) Neuropati sensorik

Kondisi pada neuropati sensorik yang terjadi adalah kerusakan saraf sensoris

pertama kali mengenai serabut akson yang paling panjang, yang

menyebabkan distribusi stocking dan gloves. Kerusakan pada serabut saraf

tipe A akan menyebabkan kelainan propiseptif, sensasi pada sentuhan

ringan, tekanan, vibrasi dan persarafan motorik pada otot. Secara klinis akan

timbul gejala seperti kejang dan kelemahan otot kaki. Serabut saraf tipe C
24

berperan dalam analisis sensari nyeri dan suhu. Kerusakan pada saraf ini

akan menyebabkan kehilangan sensasi protektif. Ambang nyeri akan

meningkat dan menyebabkan trauma berulang pada kaki. Neuropati perifer

dapat dideteksi dengan hilangnya sensasi terhadap 10 g nylon monofilament

pada 2-3 tempat pada kaki. Selain dengan 10 g nylon monofilament, dapat

juga menggunakan biothesiometer dan Tunning Fork untuk mengukur

getaran.

2) Neuropati motorik

Neuropati motorik terjadi karena demyelinisasi serabut saraf dan kerusakan

motor end plate. Serabut saraf motorik bagian distal yang paling sering

terkena dan menimbulkan atropi dan otot-otot intrinsik kaki. Atropi dari otot

intraosseus menyebabkan kolaps dari arcus kaki. Metatarsal-phalangeal

joint kehilangan stabilitas saat melangkah. Hal ini menyebabkan gangguan

distribusi tekanan kaki saat melangkah dan dapat menyebabkan kallus pada

bagian-bagian kaki dengan tekanan terbesar. Jaringan di bawah kalus akan

mengalami iskemia dan nekrosis yang selanjutnya akan menyebabkan ulkus.

Neuropati motorik menyebabkan kelainan anatomi kaki berupa claw toe,

hammer toe, dan lesi pada nervus peroneus lateral yang menyebabkan foot

drop. Neuropati motorik ini dapat diukur dengan menggunakan pressure

mat atau platform untuk mengukur tekanan pada plantar kaki.

3) Neuropati otonom
25

Neuropati otonom menyebabkan keringat berkurang sehingga kaki menjadi

kering. Kaki yang kering sangat berisiko untuk pecah dan terbentuk fisura

pada kalus. Neuropati otonom juga menyebabkan gangguan pada saraf-saraf

yang mengontrol distribusi arteri-vena sehingga menimbulkan arteriolar-

venular shunting. Hal ini menyebabkan distribusi darah ke kaki menurun

sehingga terjadi iskemi pada kaki, keadaan ini mudah dikenali dengan

terlihatnya distensi vena-vena pada kaki.

b. Kelainan Vaskuler

Penyakit Arteri Perifer (PAP) adalah salah satu komplikasi makrovaskular

dari diabetes melitus. Penyakit arteri perifer ini disebabkan karena dinding

arteri banyak menumpuk plaque yang terdiri dari deposit platelet, sel-sel otot

polos, lemak, kolesterol dan kalsium. PAP pada penderita diabetes berbeda dari

yang bukan diabetes melitus. PAP pada pasien diabetes melitus terjadi lebih

dini dan cepat mengalami perburukan. Pembuluh darah yang sering terkena

adalah arteri tibialis dan arteri peroneus serta percabangannya. Risiko untuk

terjadinya kelainan vaskuler pada penderita diabetes adalah usia, lama

menderita diabetes, genetik, merokok, hipertensi, dislipidemia, hiperglikemia,

obesitas. Pasien diabetes melitus yang mengalami penyempitan pembuluh darah

biasanya ada gejala, tetapi kadang juga tanpa gejala, sebagian lain dengan

gejala iskemik, yaitu :

1) Intermitten Caudication
26

Nyeri dan kram pada betis yang timbul saat berjalan dan hilang saat

berhenti berjalan, tanpa harus duduk. Gejala ini muncul jika Ankle-

Brachial Index < 0,75.

2) Kaki terasa dingin

3) Nyeri

Terjadi karena iskemi dari serabut saraf, diperberat dengan panas, aktivitas,

dan elevasi tungkai dan berkurang dengan berdiri atau kaki menggantung.

4) Nyeri iskemia nokturnal

Terjadi malam hari karena perfusi ke tungkai bawah berkurang sehingga

terjadi neuritis iskemik.

5) Pulsasi arteri tidak teraba

6) Pengisian vena yang terlambat setelah elevasi tungkai dan Capillary

Refilling Time (CRT) yang memanjang

7) Atropi jaringan subkutan

8) Kulit terlihat licin dan berkilat

9) Rambut di kaki dan ibu jari menghilang

10) Kuku menebal, rapuh, sering dengan infeksi jamur

Untuk memastikan adanya iskemia pada kaki diabetik perlu dilakukan

beberapa pemeriksaan lanjutan, terutama jika diperlukan rekonstruksi vaskuler.

Pemeriksaan penunjang lanjutan yang non invasif antara lain:

1) Palpasi dari denyut perifer


27

Apabila denyut kaki bisa di palpasi, maka PAP tidak ada. Jika denyut

dorsalis pedis dan tibial posterial tidak teraba maka dibutuhkan pemeriksaan

yang lebih lanjut.

2) Doppler flowmeter

Dapat mengukur derajat stenosis secara kualitatif dan semi kuantitatif

melalui analisis gelombang doppler. Frekuensi sistolik doppler distal dari

arteri yang mengalami oklusi menjadi rendah dan gelombangnya menjadi

monofasik.

3) Ankle Brachial Index (ABI)

Tekanan diukur di beberapa tempat di ekstremitas menggunakan manset

pneumatik dan flow sensor, biasanya doppler ultrasound sensor. Tekanan

sistolik akan meningkat dari sentral ke perifer dan sebaliknya tekanan

diastolik akan turun. Karena itu, tekanan sistolik pada pergelangan kaki lebih

tinggi dibanding Brachium. Jika terjadi penyumbatan, tekanan sistolik akan

turun walaupun penyumbatan masih minimal. Rasio antara tekanan sistolik

di pergelangan kaki dengan tekanan sistolik di arteri brachialis (Ankle

Brachial Index) merupakan indikator sensitif untuk menentukan adanya

penyumbatan atau tidak.

4) Transcutaneous Oxymetri (TcPO2)

Berhubungan dengan saturasi O2 kapiler dan aliran darah ke jaringan.

TcPO2 pada arteri yang mengalami oklusi sangat rendah. Pengukuran ini

sering digunakan untuk mengukur kesembuhan ulkus maupun luka amputasi.


28

5) Magnetic Resonance Angiography (MRA)

Merupakan teknik yang baru, menggunakan magnetic resonance, lebih

sensitif dibanding angiografi standar. Arteriografi dengan kontras adalah

pemeriksaan yang invasif, merupakan standar baku emas sebelum

rekonstruksi arteri. Namun, pasien-pasien diabetes memiliki risiko yang

tinggi untuk terjadinya gagal ginjal akut akibat kontras meskipun kadar

kreatinin normal.

c. Infeksi

Infeksi dapat dibagi menjadi tiga yaitu superfisial dan lokal, selulitis dan

osteomyelitis. Infeksi akut pada penderita yang belum mendapatkan antibiotik

biasanya monomikrobial sedangkan pasien dengan ulkus kronis, gangrene dan

osteomyelitis bersifat polimikrobial. Kuman yang paling sering dijumpai pada

infeksi ringan adalah Staphylococcus Aereus dan streptococcal serta isolation

of Methycillin-resstant Staphyalococcus aereus (MRSA). Jika penderita sudah

mendapat antibiotik sebelumnya atau pada ulkus kronis, biasanya dijumpai juga

bakteri batang gram negatif (Enterobactericeae, enterococcus, dan

pseudomonas aeruginosa).

7. Diagnosis Kaki Diabetik

Diagnosis kaki diabetik harus dilakukan secara teliti, diagnosis kaki diabetik

ditegakkan melalui riwayat kesehatan pasien, pemeriksaan fisik, pemeriksaan

laboratorium dan pemeriksaan penunjang. Diagnosa kaki diabetes melitus dapat

ditegakkan melalui beberapa tahap pemeriksaan sebagai berikut :


29

a. Riwayat kesehatan pasien dan keluarga

Riwayat kesehatan pasien dan keluarga meliputi lama diabetes, managemen,

diabetes dan kepatuhan terhadap diet, olahraga dan obat-obatan, evaluasi dari

jantung, ginjal dan mata, alergi, pola hidup, medikasi terakhir, kebiasaan

merokok, minum alkohol. Selain itu, yang perlu diwawancara adalah tentang

pemakaian alas kaki, pernah terekspos dengan zat kimia, adanya kalus dan

deformitas, gejala neuropati dan gejala iskemi, riwayat luka atau ulkus.

Pengkajian pernah adanya luka dan ulkus meliputi lokasi, durasi, ukuran, dan

kedalaman, penampakan ulkus, temperatur dan bau.

b. Pemeriksaan fisik

1) Inspeksi meliputi kulit dan otot

Inspeksi pada kulit yaitu status kulit seperti warna, turgor kulit, pecahpecah;

berkeringat; adanya infeksi dan ulserasi; adanya kalus atau bula; bentuk

kuku; adanya rambut pada kaki. Inspeksi pada otot seperti sikap dan postur

dari tungkai kaki; deformitas pada kaki membentuk claw toe atau charcot

joint; keterbatasan gerak sendi; tendon; cara berjalan; dan kekuatan kaki.

2) Pemeriksaan neurologis yang dapat menggunakan monofilamen ditambah

dengan tunning fork 128-Hz, pinprick sensation, reflek kaki untuk mengukur

getaran, tekanan dan sensasi.

3) Pemeriksaan aliran darah dengan menggunakan palpasi denyut nadi pada

arteri kaki, capillary refiling time, perubahan warna, atropi kulit dan kuku

dan pengukuran ankle brachial index.


30

4) Pengukuran alas kaki meliputi bentuk alas kaki yang sesuai dan nyaman, tipe

sepatu dan ukurannya.

c. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium dibutuhkan untuk mengetahui status klinis pasien,

yaitu: pemeriksaan glukosa darah baik glukosa darah puasa atau sewaktu,

glycohemoglobin (HbA1c), Complete Blood Count (CBC), urinalisis, dan lain-

lain.

d. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan Penunjang: X-ray, EMG (Electromyographi) dan pemeriksaan

laboratorium untuk mengetahui apakah kaki diabetik menjadi infeksi dan

menentukan kuman penyebabnya.

e. Pemeriksaan sederhana yang dapat dilakukan untuk deteksi kaki diabetik adalah

dengan menilai Ankle Brachial Index (ABI) yaitu pemeriksaan sistolik brachial

tangan kiri dan kanan kemudian nilai sistolik yang paling tinggi dibandingkan

dengan nilai sistolik yang paling tinggi di tungkai. Nilai normalnya adalah O,9-

1,3. Nilai dibawah 0,9 itu diindikasikan bawah pasien penderita diabetes

melitus memiliki penyakit kaki diabetik dengan melihat gangguan aliran darah

pada kaki. Alat pemeriksaan yang digunakan ultrasonic doppler. Doppler dapat

dikombinasikan dengan manset pneumatic standar untuk mengukur tekanan

darah ekstremitas bawah.

8. Konsep Ulkus Diabetikum

a. Pengertian Ulkus Diabetikum


31

Ulkus kaki diabetes adalah kaki neuropati, iskemia dan neuroiskemia,

dengan tipe neuropati yang tersering. Ulkus kaki diabetes dapat berkembang

secara cepat, dengan kerusakan jaringan yang cepat dan sering disertai dengan

adanya infeksi, dan bila terjadi terjadi ulkus akan lambat untuk

penyembuhannya. Kaki diabetik merupakan tukak yang timbul pada penderita

diabetes mellitus yang disebabkan karena angiopati diabetik, neuropati diabetik

atau akibat trauma.

b. Penyebab Ulkus Diabetikum

Faktor patofisiologi yang terlibat dalam perkembangan ulkus kaki

diabetes adalah neuropati, insufisiensi arterial, abnormalitas musculoskeletal,

dan lemahnya wound healing. Mikroorganisme patogen juga terlibat pada

mekanisme ulkus kaki dibetes.

Rendahnya status nutrisi juga mempengaruhi proses penyembuhan luka.

Faktor resiko untuk ulkus kaki diabetes dapat dikategorikan ke dalam 3

kelompok yang berbeda, yaitu perubahan patofisiologi, deformitas anatomi, dan

pengaruh lingkungan. Perubahan patofisiologi pada level biomolekuler

mengakibatkan timbulnya neuropati sensori saraf periferal, penyakit vaskuler

perifer, dan kompromisasi sistem imun yang mengakibatkan gangguan pada

proses wound healing. Neuropati motorik dan neuroarthropati Charcot adalah

penyebab utama pada deformitas kaki penderita diabetes. Akhirnya faktor

eksternal akibat adanya trauma akut ataupun kronik sering menjadi penyebab

awal terbentuknya ulkus kaki diabetes.


32

Kombinasi dari 3 faktor resiko tersebut diatas memicu sebuah pathway

timbulnya ulkus kaki diabetes. Pathway ulkus kaki diabetes dapat tersusun dari

sejumlah komponen penyebab seperti neuropati periferal, trauma kaki,

deformitas kaki, iskemi tungkai bawah, edema kaki, dan pembentukan kalus.

Akan tetapi, pada hasil sebuah penelitian tiga serangkai faktor utama yaitu

neuropati, trauma kaki minor, dan deformitas kaki ditemukan lebih besar dari

63%. Faktor pertama pada perkembangan ulkus kaki diabetik yaitu neuropati

sensori perifer yang menyebabkan insensitifitas nyeri. Komponen selanjutnya

adalah trauma, biasanya berhubungan dengan tekanan yang terlalu tinggi pada

bagian telapak kaki selama proses berjalan. Komponen akhir adalah kegagalan

wound healing yang berhubungan dengan penurunan suplai darah pada area

luka dan ekspresi abnormal growth factor serta sitokin lain yang terlibat dalam

proses healing. Kombinasi faktor-faktor tersebut merupakan komponen utama

yang timbulnya ulkus kaki diabetik dan menjadi penyebab penting pada

amputasi ekstremitas bawah (Thanh, et al., dalam Putu, I, 2005).

c. Cara Mencegah Terjadinya Ulkus Diabetikum

Menurut Putu (2005) bahwa pencegahan ulkus diabetikum dimulai

dengan mengidentifikasi faktor-faktor resiko pada klien, kemudian memberikan

bimbingan tentang bagaimana meminimalkan resiko-resiko tersebut.

1) Identifikasi Resiko

Pemeriksaan kaki dan pelajaran tentang perawatan kaki merupakan

bahan yang paling penting untuk dibicarakan ketika menghadapi pasien yang
33

beresiko tinggi mengalami infeksi kaki. Hilangnya sensasi (penurunan

sensibilitas) memang merupakan salah satu faktor utama resiko terjadinya

ulkus, tetapi terdapat beberapa faktor resiko lain yang juga turut berperan

yaitu (a) Keadaan hiperglikemia yang tidak terkontrol, (b) Usia pasien yang

lebih dari 40 tahun, (c) Riwayat ulkus kaki atau amputasi, (d) Penurunan

denyut nadi perifer, (e) Riwayat merokok, (f) Deformitas anatomis atau

bagian yang menonjol (seperti bunion dan kalus).

2) Manajemen Perawatan Kaki

Dengan perawatan kaki yang tepat dan perubahan posisi yang sering

pasien dapat menjaga kesehatan kulit dengan mencegah penekanan di satu

titik. Disamping itu, perawatan juga harus dilakukan dengan program

latihan. Pasien dengan neuropati disarankan untuk memilih program

pelatihan yang sesuai seperti senam aerobic, berenang, bersepeda atau

menari (yoga). Berikut ini adalah program perawatan kaki yang harus

dilakukan klien dengan diabetes melitus:

a) Pemeriksaan dan perawatan kaki diabetes secara mandiri

Pemeriksaan dan perawatan kaki diabetes merupakan semua aktivitas

khusus (senam kaki, memeriksa dan merawat kaki) yang dilakukan oleh

para diabetesi atau individu yang beresiko sebagai upaya dalam mencegah

timbulnya ulkus diabetikum. Kegiatan ini sebaiknya dilakukan secara

rutin dan minimal sekali sehari. Cara melakukan pemeriksaan kaki

diabetes (inspeksi) yaitu menggunakan cermin untuk memeriksa seluruh


34

bagian kaki yang sulit dijangkau terutama telapak kaki dari luka atau

kelainan yang lain, menggunakan kaca pembesar (lop) untuk mengetahui

hasil yang lebih baik, jika penglihatan klien berkurang, maka klien dapat

meminta bantuan anggota keluarga atau orang lain untuk memeriksanya.

b) Area pemeriksaan kaki

Kuku jari: periksa adanya kuku tumbuh di bawah kulit (ingrown nail),

robekan atau retakan pada kuku. Kulit periksa kulit di sela-sela jari (dari

ujung hingga pangkal jari), apakah ada kulit retak, melepuh, luka, atau

perdarahan. Telapak kaki periksa kemungkinan adanya luka pada telapak

kaki, apakah terdapat kalus (kapalan), palantar warts, atau kulit telapak

kaki yang retak (fisura). Kelainan bentuk tulang pada kaki: periksa

adanya kelainan kaki. Kelembaban kulit: periksa kelembaban kulit dan

cek kemungkinan adanya kulit berkerak dan kekeringan kulit akibat luka.

Bau periksa kemungkinan adanya bau dari beberapa sumber pada daerah

kaki.

c) Perawatan (mencuci dan membersihkan) kaki

Perawatan (mencuci dan membersihkan) kaki meliputi ketigan

menyiapkan air hangat: uji air hangat dengan siku untuk mencegah

cedera, cuci kaki dengan sabun yang lembut (sabun bayi atau sabun cair)

untuk menghindari cedera ketika menyabun, keringkan kaki dengan

handuk bersih, lembut. Keringkan sela-sela jari kaki, terutama sela jari

kaki ke- 3-4 dan ke- 4-5, oleskan lotion pada semua permukaan kulit kaki
35

untuk menghindari kulit kering dan pecah pecah. Jangan gunakan lotion

di sela-sela jari kaki. Karena akan meningkatkan kelembapan dan akan

menjadi media yang baik untuk berkembangnya mikroorganisme (fungi).

d) Perawatan kuku kaki

Potong dan Rawat kuku secara teratur. Bersihkan kuku setiap hari pada

waktu mandi dan berikan cream pelembab kuku. Gunting kuku kaki lurus

mengikuti bentuk normal jari kaki, tidak terlalu pendek atau terlalu dekat

dengan kulit, kemudian kikir agar kuku tidak tajam. Jika ragu, Anda bisa

meminta bantuan keluarga atau dokter untuk memotong kuku Anda

Hindarkan terjadinya luka pada jaringan sekitar kuku. Bila kuku keras,

sulit dipotong, rendam kaki dengan air hangat selama ± 5 menit.

e) Hal-hal yang harus dihindari dalam perawatan kaki diabetes

Hal- hal yang harus dilakukan jangan berjalan tanpa menggunakan alas

kaki, hindari penggunaan plester pada kulit, jaga agar kaki tidak kontak

dengan air panas (jangan gunakan botol panas atau peralatan listrik untuk

memanaskan kaki ketika mengalami nyeri), jangan gunakan batu /silet

untuk mengurangi kapalan (callus), jangan gunakan pisau /silet untuk

memotong kuku kaki, jangan membiarkan luka kecil di kaki, sekecil apa

pun luka tersebut.

B. Kerangka Konsep
36

Puskesmas Kota Timur

Pasien Diabetes Melitus

Pencegahan Ulkus Kaki

Identifikasi Manajemen Mencuci dan Perawatan kuku


Resiko Perawatan Kaki membersihkan kaki kaki

Gambar 2.1 Kerangka Konsep

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Menurut Sugiyono (2010)

bahwa penelitian kuantitatif adalah penelitian yang berbentuk angka-angka.

Pendekatan yang di gunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif

presentase yakni dengan memperhitungkan tingkat presentase pencegahan Ulkus

Kaki pada pasien diabetes melitus di wilayah kerja Puskesmas Kota Timur Kota

Gorontalo.
37

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Kota Timur Kota

Gorontalo.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 1 (satu) bulan yakni sejak tanggal 19 April

sampai dengan 19 Mei 2017.

C. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah variabel mandiri yakni pencegahan

ulkus kaki pada pasien diabetes melitus.

D. Definisi Operasional

Tabel 1
Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Parameter Alat ukur Kategori


Pencegahan Kegiatan mengidentifi - Identifikasi Kuisioner Baik jika
ulkus kaki kasi faktor-faktor resiko pencegahan
pada pasien resiko terjadinya - Manajemen yang
diabetes ulkus kaki melalui perawatan dilakukan
> 80%-
melitus pemberian bimbingan kaki
100%
tentang bagaimana - Pemeriksaan
meminimalkan resiko dan perawatan Cukup jika
terjadinya ulkus kaki diabetes pencegahan
secara mandiri yang
- Perawatan dilakukan
38

mencuci dan >60%-79%


membersihkan
kaki Kurang jika
- Perawatan pencegahan
yang
kuku kaki
dilakukan
- Hal-hal yang <60%
harus dihindari
dalam
perawatan
kaki diabetes
(Sumber: Putu,
2005)

E. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi adalah seluruh penderita diabetes melitus di wilayah kerja

Puskesmas Kota Timur Kota Gorontalo yang berjumlah 112 orang.

2. Sampel Penelitian

Sampel dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan teknik simple

random sampling. Menurut Sugiyono (2010) bahwa simple random sampling

adalah teknik pengambilan sederhana karena pengambilan anggota sampel

dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada

dalam populasi tersebut. Penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan

teknik persentase jika populasi lebih dari 100 maka dapat ditarik sampel

sebesar 10%, 20% dan 30%. Sampel dalam penelitian ini diambil sebanyak

20% dari jumlah populasi (20% x 112 orang = 22). Jadi sampel dalam

penelitian ini berjumlah 22 orang.


39

Sampel dalam penelitian ini diambil berdasarkan kriteria inklusi dan

kriteria ekslusi sebagai berikut.

a. Kriteria inklusi

1) Pasien diabates melitus di wilayah kerja Puskesmas Kota Timur Kota

Gorontalo pada bulan Januari sampai Maret 2017.

2) Pasien diabetes melitus yang belum mengalami Ulkus Kaki di wilayah

kerja Puskesmas Kota Timur Kota Gorontalo.

3) Pasien diabetes melitus yang bersedia untuk menjadi responden.

b. Kriteria eksklusi

1) Penderita diabetes melitus tapi tidak terdaftar sebagai pasien di wilayah

kerja Puskesmas Kota Timur Kota Gorontalo

2) Pasien yang tidak bersedia untuk dijadikan responden penelitian.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan peneliti untuk mengumpulkan data dalam

penelitian ini adalah lembar observasi dan kuisioner yang dirancang sendiri oleh

penulis berdasarkan variabel yang diteliti. Menurut Sugiyono (2010) bahwa

lembar observasi adalah lembar pengamatan untuk mengetahui kegiatan

pencegahan ulkus kaki pada pasien diabetes melitus Kota Gorontalo.

G. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini adalah :

1. Data primer merupakan data yang diperoleh peneliti melalui lembar

pengamatan.
40

2. Data sekunder, merupakan data yang dikumpulkan melalui dokumen-

dokumen dan arsip di Puskesmas Kota Timur Kota Gorontalo.

H. Pengolahan dan Analisa Data

1. Pengolahan Data

Saat melakukan pengolahan data peneliti melakukan beberapa proses

yang terdiri dari :

a) Editing

Editing adalah pengguntingan data mulai dilaporkan pada saat penelitian

yakni memeriksa hasil jawaban responden tentang pertanyaan yang

terdapat dalam lembar observasi.

b) Koding

Koding atau pengkodean, pada tahap ini kegiatan yang dilakukan ialah

mengisi daftar kode yang ada dalam lembar observasi.

c) Scoring

Scoring atau pemberian skor dilakukan dengan memberi nilai atau skor

terhadap hasil jawaban responden. Melakukan pengaplikasian data yang

telah terkumpul kemudian dilakukan penjumlahan.

d) Tabulasi

Setelah selesai pembuatan kode selanjutnya dengan pengolahan data

kedalam satu tabel menurut sifat-sifat yang dimiliki yang mana sesuai
41

dengan tujuan penelitian ini dalam hal ini dipakai tabel untuk memudahkan

dalam menganalisa data.

2. Analisa data

Analisa data dalam penelitian ini adalah analisis presentase untuk mengetahui

pencegahan ulkus kaki pada pasien diabetes melitus di wilayah kerja

Puskesmas Kota Timur Kota Gorontalo. Adapun rumus analisa persentase

yang digunakan dalam bentuk formula sebagai berikut.

f
P = ---- x 100%
n

Keterangan

P = Persentase
f = Frekuensi
n = Sampel
100% = Nilai baku persentase (Arikunto, 2010)

I. Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian, peneliti menekankan pada masalah etika yang

meliputi :

1. Lembar Persetujuan (Informan Concent)

Lembaran persetujuan penelitian diberikan kepada responden. Jika subyek

bersedia diteliti maka harus menandatangani lembar persetujuan. Jika subyek


42

menolak untuk diteliti maka peneliti tidak memaksa dan tetap menghormati

haknya.

2. Tanpa Nama (Anonimity)

Untuk menjaga kerahasiaan identitas subyek, maka peneliti tidak

mencantumkan nama subyek pada lembar pengumpulan data

3. Kerahasiaan (Confidentiality)

Kerahasiaan informasi yang diberikan oleh subyek dijamin oleh peneliti

(Notoatmodjo, 2012).

J. Jalannya Penelitian

1. Penelitian ini diawali dengan melakukan pengumpulan data awal melalui studi

pendahuluan yaitu untuk mendapatkan masalah yang diteliti.

2. Meminta surat permohonan untuk melakukan penelitian dari Poltekes Gorontalo

yang ditujukan untuk Kesbangpol Kota Gorontalo sehingga mendapatkan

rekomdendasi melakukan penelitian di Puskesmas Kota Timur Kota Gorontalo

3. Mengajukan surat rekomendasi meneliti dari Kesbangpol Kota Gorontalo ke

Puskesmas Kota Timur Kota Gorontalo untuk melaksanakan penelitian.

4. Melaksanakan kegiatan penelitian sesuai dengan jadwal penelitan yang sudah

ditetapkan sebelumnya.

6. Melakukan pengumpulan data, pengolahan data, analisis data dan penyusunan

skripsi untuk diajukan kepada pembimbing.

7. Melakukan revisi skripsi berdasarkan hasil bimbingan untuk persiapan ujian

skripsi
43

K. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan yang merupakan hambatan dalam penelitian adalah sebagai

berikut:

1. Masih terbatasnya referensi atau literatur yang berhubungan dengan variabel yang

diteliti.

2. Keterbatasan waktu penelitian

3. Kesulitan untuk mengumpulkan pasien penderita diabetes di satu tempat agar

lebih efektif melakukan tindakan.

Anda mungkin juga menyukai