Anda di halaman 1dari 81

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes melitus meningkat setiap tahun dan menjadi ancaman bagi

kesehatan global. Prevalensi diabetes mellitus tipe 2 menyumbang 90% dari

semua diabetes dan merupakan salah satu yang tertinggi di dunia. Menurut

International Diabetic Federation (IDF) (2019). Sekitar 500 juta orang

menderita diabetes. Menurut World Health Organization (WHO),

diperkirakan 2,2 juta kematian disebabkan oleh diabetes melitus.

Menurut International Diabetic Federation (IDF), diperkirakan

setidaknya 463 juta orang berusia 20 hingga 79 tahun menderita diabetes di

seluruh dunia pada tahun 2019, mewakili tingkat prevalensi 9,3% dari

semua orang penduduk dengan umur yang sama. Berdasarkan jenis kelamin,

IDF memperkirakan prevalensi diabetes pada tahun 2019 sebesar 9% pada

wanita dan 9,65% pada pria. Diperkirakan seiring bertambahnya usia

penduduk, prevalensi diabetes meningkat menjadi 19,9% atau 111,2 juta

orang berusia 65-79 tahun. Angka yang diprediksi terus meningkat menjadi

578 juta pada tahun 2030 dan 700 juta pada tahun 2045. Negara-negara di

negara-negara Arab Afrika Utara dan Pasifik Barat menempati peringkat

pertama dan kedua dengan prevalensi diabetes tertinggi di antara orang

berusia 20 hingga 79 tahun di antara 7 wilayah dunia, yaitu 12,2% dan

11,4%, wilayah Asia Tenggara, dimana Indonesia menempati urutan ketiga

dengan prevalensi 11,3%. IDF juga memperkirakan jumlah penderita

1
diabetes pada populasi berusia 20 hingga 79 tahun di beberapa negara di

dunia, yang mengidentifikasi 10 negara dengan total 116,4 juta, 77 juta dan

31 juta pasien. Indonesia menempati urutan ke-7 dari 10 negara dengan

jumlah pasien terbanyak, yaitu 10,7 juta. Penderita diabetes melitus di

Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya. Indonesia menempati urutan

keenam dari sepuluh negara dengan jumlah penderita diabetes terbanyak

yaitu H. 10,3 juta pasien per tahun pada tahun 2017 dan diperkirakan

meningkat menjadi 16,7 juta pasien per tahun pada tahun 2045 (Puspitasari,

2020). Gorontalo menempati urutan ketujuh penderita diabetes melitus dari

35 provinsi di Indonesia, dengan prevalensi meningkat dari 1,3% pada tahun

2013 menjadi 2,4% pada tahun 2018 (Riskesdas, 2018). Menurut Dinas

Kesehatan Kota Gorontalo, jumlah kasus diabetes melitus tipe 2 mencapai

1000 penduduk pada tahun 2019, dan pada tahun 2021 akan ada 4043 kasus

diabetes melitus di Kota Gorontalo.

DM dikenal sebagai penyakit yang erat kaitannya dengan asupan

makanan. Asupan makanan seperti karbohidrat/gula, protein, lemak dan

kelebihan energi dapat menjadi faktor risiko awal terjadinya DM. Semakin

tinggi asupan makanan, semakin tinggi kemungkinan menyebabkan DM.

Jadwal dan jenis makanan yang diterima seseorang. pola makan yang tidak

adekuat sesuai anjuran 3J (jadwal, jumlah, dan jenis) dapat menyebabkan

peningkatan kadar gula darah (Susanti, 2018). Peningkatan dapat menjaga

kadar gula darah dalam batas normal akibat hiperglikemia (kadar gula darah

tinggi). Tinjauan tentang pola makan pasien diabetes tipe 2 sangat berperan

2
penting dalam upaya menormalkan kadar gula darah pada diabetes mellitus

tipe 2 serta mencegah berbagai macam komplikasi yang timbul dari

penyakit. (Rudini, D, 2018).

Berdasarkan penelitian oleh Gustimigo tentang gambaran Kualitas

Tidur Penderita Diabetes Melitus dimana didapatkan Penderita penyakit

diabetes melitus, umumnya merasakan ketidaknyamanan akibat dari

simptom atau tanda dan gejala dari penyakit. Gejala klinis tersebut, pada

malam hari juga dialami oleh penderita penyakit diabetes melitus, hal ini

tentu dapat mengganggu tidurnya. Gangguantidurberupasulitmemulaitidur,

sering terbangun atau sulit terlelap ketika tidur. Gangguan ini menyebabkan

terjadinya penurunan kualitas tidur pada penderita. kurang tidur selama

periode yang lama dapat menyebabkan penyakit lain atau memperburuk

penyakit yang ada serta berdampak pada lamanya proses penyembuhan.

Terjadi penurunan kualitas tidur pada penderita diabetes melitus. Gangguan

tidur pada penderita diabetes dapat memperburuk kondisi penyakit yang

dialami penderita.

Penelitian oleh Veronika Marpaung, tentang gambaran pola makan

pasien diabetes, dimana didapatkan Tingginya kejadian peningkatan GDS

pada penderita diabetes ini disebabkan oleh beberapa hal salah satunya pola

makan pasien diabetes mellitus di wilayah kerja puskesmas cempaka putih.

Pola makan yang baik harus dipahami oleh penderita Diabetes Mellitus

dalam pengaturan pola makan seharihari. pola ini meliputi pengaturan

jadwal bagi penderita Diabetes Mellitus yang biasanya adalah 6 kali makan

3
per hari yang dibagi menjadi 3 kali makan besar dan 3 kali makan selingan

(Amir, 2015).

Berdasarkan Andi, dkk. (2017) penelitian tentang hubungan kualitas

tidur dengan kadar glukosa darah pada pasien diabetes melitus tipe 2

menemukan adanya hubungan yang signifikan antara jumlah karbohidrat

dengan pengendalian kadar glukosa darah. Makanan utama dan snack lebih

penting dari sumber karbohidrat tersebut. Hal ini karena jumlah karbohidrat

yang dikonsumsi pada makanan utama dan snack mempengaruhi kadar gula

darah dan sekresi insulin. Hal ini juga sejalan dengan Susanti et al. (2018)

tentang hubungan pola makan dengan kadar glukosa darah pada penderita

diabetes melitus bahwa ada hubungan pola makan dengan kadar glukosa

darah pada penderita DM. Penderita DM umumnya rentan terhadap kadar

gula darah yang tidak terkontrol, yang meningkat drastis setelah

mengonsumsi makanan tinggi karbohidrat dan/atau gula (Nurrahmani,

2016). Oleh karena itu, penderita DM perlu melakukan tindakan pencegahan

diet untuk mengontrol kadar gula darah agar kadar gula darahnya tetap

terkendali.

Selain pola makan, kualitas tidur juga menjadi faktor risiko diabetes

melitus. Hal tersebut merupakan masalah umum yang dialami oleh

penderita DM, sebaliknya DM juga dapat menyebabkan gangguan tidur

akibat keluhan nokturia dan nyeri. di University of Toronto menyatukan 8

koresponden. 600 orang dewasa dengan dugaan OSA (Obstruktive Sleep

Apnea). Dalam penelitian ini, tingkat keparahan OSA setiap orang dinilai

4
menggunakan ukuran yang dikenal sebagai indeks apnea-hypopnea (AHI),

yaitu berapa kali seseorang berhenti bernapas per jam. Selama masa studi

dari tahun 1994 hingga 2010, sekitar 11,7% peserta OSA cenderung

menderita DM tipe 2 (Tentero, 2016).

Berdasarkan hasil observasi awal, data yang diperoleh dari Dinas

Kesehatan Kota Gorontalo bahwa populasi dengan Diabetes Melitus Tipe II

pada posisi kedua paling banyak yaitu dibawah naungan Puskesmas Kota

Tengah pada tahun 2019 dengan jumlah 823 pasien. Dari jumlah tersebut

didapatkan pasien baru yang menderita penyakit DM tipe II pada tahun

2020 sebanyak 262 pasien. Berdasarkan hasil wawancara yang diwakili oleh

8 orang pasien diabetes didapatkan beberapa data yang bervariasi seperti

pola tidur yang baik maupun yang tidak baik hal ini terjadi karena gangguan

fisiologis pada pasien diabetes berupa sering BAK pada malam hari serta

perasaan tidak nyaman pada saat penderita akan tidur malam. Begitupun

dengan wawancara tentang pola makan pasien dimana didapatkan pola

makan baik maupun yang buruk dimana hal ini terjadi karena pola makan

yang telah menjadi kebiasaan sehari-hari sehingga sulit untuk dirubah.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

tentang “Gambaran Kualitas Tidur Dan Pola Makan Pada Pasien Diabetes

Melitus Di Puskesmas Kota Tengah”

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka diidentifikasi masalah yaitu

1. Diperkirakan ada 2,2 juta kematian akibat Diabetes Mellitus.

5
2. Terjadi Peningkatan sebanyak 463 jiwa di seluruh dunia pada tahun 2019

3. Penderita diabetes mellitus di Indonesia yaitu sebesar 10,7 juta dan

Indonesia berada di peringkat ke-7 di antara 10 negara dengan jumlah

penderita terbanyak.

4. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Gorontalo

bahwa populasi dengan Diabetes Melitus Tipe II pada posisi kedua

paling banyak yaitu dibawah naungan Puskesmas Kota Tengah pada

tahun 2019 dengan jumlah 823 pasien.

5. Berdasarkan hasil didapatkan bahwa asupan makan sehari-hari kurang

baik dan pada kualitas tidur didapatkan kualitas tidurnya kurang baik

karena sering mengalami susah untuk tidur kembali, merasa haus dan

sering keinginan untuk buang air kecil pada malam hari.

1.1 Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan tersebut maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “Bagaimana Gambaran Kualitas Tidur Dan Pola

Makan Pada Pasien Diabetes Melitus Di Puskesmas Kota Tengah Kota

Gorontalo”

1.3 Tujuan Penlitian

1.3.1 Tujuan umum

Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui Gambaran Kualitas

Tidur Dan Pola Makan Pada Diabetes Melitus Di Puskesmas Kota Tengah

Kota Gorontalo.

6
1.3.2 Tujuan khusus

1. Mengetahui Kualitas Tidur Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di

Puskesmas Kota Tengah Kota Gorontalo

2. Mengetahui Pola Makan Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di

Puskesmas Kota Tengah Kota Gorontalo

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini dapat menjadi sumber informasi dan referensi dalam ilmu

keperawatan Tentang Gambaran Kualitas Tidur Dan Pola Makan Pada

Pasien Diabetes Melitus di Puskesmas Kota Tengah Kota Gorontalo

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Bagi Masyarakat

Penelitian ini berguna bagi masyarakat agar dapat mengetahui Gambaran

Kualitas Tidur Dan Pola Makan Pada pasien Diabetes Melitus

2. Bagi Institusi

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber informasi bagi

instansi pendidikan, Kesehatan dan institusi terkait dalam menentukan

kebijakan.

3. Bagi Peneliti

Menjadi suatu pengalaman berharga bagi peneliti dalam memperluas

wawasan keilmuan, Khususnya tentang Gambaran Kualitas Tidur Dan

Pola Makan Pada Pasien Diabetes Melitus.

7
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Konsep Teoritis

2.1.1 Diabetes Mellitus

A. Definisi Diabetes Melitus

Diabetes melitus adalah penyakit metabolik yang ditandai dengan

hiperglikemia yang terjadi akibat ketidakmampuan pankreas mensekresi

insulin, gangguan kerja insulin, atau keduanya. Kerusakan dan kegagalan

jangka panjang dapat terjadi pada berbagai organ, seperti mata. , ginjal,

saraf, jantung, dan pembuluh darah saat dalam keadaan hiperglikemia

kronis (American Diabetes Association, 2020).

Diabetes melitus, atau sering disebut kencing manis, merupakan

penyakit kronis yang terjadi saat tubuh tidak dapat memproduksi atau

menggunakan cukup insulin (resistensi insulin) dan didiagnosis dengan

kadar gula darah. Insulin adalah hormon yang diproduksi oleh pankreas

yang berperan dalam penyerapan glukosa dari aliran darah ke dalam sel-sel

tubuh, yang digunakan sebagai sumber energi (IDF, 2019).

Kadar gula darah yang tinggi dalam jangka panjang dapat merusak

berbagai sistem tubuh, termasuk gagal ginjal, kerusakan retina yang dapat

menyebabkan kebutaan, kerusakan saraf (stroke), bahkan kematian.

Menurut kriteria diagnostik PERKENI (Perhimpunan Endokrenologi

Indonesia) 2019, diabetes didefinisikan sebagai seseorang yang memiliki

kadar glukosa darah puasa>126 mg/dL dan pada sewaktu >2000 mg/dL.

8
Banyak orang mengira bahwa penyakit diabetes melitus merupakan

penyakit keturunan atau penyakit yang timbul semata-mata karena faktor

keturunan, padahal semua orang bisa saja menderita DM.

Diabetes melitus tipe 2 disebut juga dengan Non Insulin Dependent

Diabetes Melitus (NIDDM) atau Diabetes Melitus tidak bergantung

insulin. Berbeda dengan penderita diabetes tipe 1, penderita diabetes tipe 2

dapat memproduksi insulin, tetapi sel-sel tubuh tidak dapat merespon

insulin dengan baik, sel-sel tubuh tidak mau menerima glukosa yang

diangkut oleh insulin, sehingga terjadi resistensi insulin, yang

menyebabkan tekanan darah tinggi menyebabkan kadar gula darah. Salah

satu penyebab diabetes melitus yaitu pola dan gaya hidup yang tidak sehat.

B. Klasifikasi Diabetes Melitus

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2020,

klasifikasi DM yaitu DM tipe 1, DM tipe 2, DM gestasional, dan DM tipe

lain. Namun jenis DM yang paling umum yaitu DM tipe 1 dan DM tipe 2.

1. Diabetes Melitus Tipe 1

DM Tipe 1 adalah proses autoimun atau idiopatik yang dapat menyerang

orang dari segala usia tetapi lebih sering terjadi pada anak-anak.Pasien

DM tipe 1 memerlukan suntikan insulin setiap hari untuk mengontrol

kadar gula darahnya (IDF, 2019). DM jenis ini sering disebut dengan

Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM), yang berhubungan dengan

antibody berupa Islet Cell Antibodies (ICA), Insulin Autoantibodies (IAA),

9
dan Glutamic Acid Decarboxylase Antibodies (GADA). 90% anak-anak

penderita IDDM mempunyai jenis antibodi ini.

2. Diabetes Melitus Tipe 2

DM tipe 2 atau yang sering disebut Non Insulin Dependent Diabetes

Mellitus (NIDDM) merupakan jenis DM yang paling banyak diderita,

mempengaruhi kurang lebih 85% pasien DM. Kondisi ini ditandai dengan

resistensi insulin yang disertai dengan kekurangan insulin yang relatif. DM

jenis ini lebih sering terjadi setelah usia 40 tahun. Namun, bisa juga terjadi

pada dewasa muda dan anak-anak.

3. Diabetes Melitus Gestational

Diabetes yang didiagnosis pada trimester kedua atau ketiga kehamilan dan

tidak ada riwayat diabetes sebelum kehamilan.

4. Diabetes Melitus Tipe Lain

Contoh dari DM tipe lain (ADA, 2020), yaitu:

1) Sindrom diabetes monogerik (diabetes neonatal)

2) Penyakit pada pankreas

3) Diabetes yang diinduksi bahan kimia (penggunaan glukortikoid pada

HIV/AIDS atau setelah transplantasi organ)

C. Etiologi

Menurut Decroli (2019), Diabetes mellitus disebabkan oleh

perubahan hormonal. Pada DM tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes

Melitus (NIDDM) disebabkan oleh kerusakan sel beta pankreas akibat

peruses autoimun, sedangkan DM tipe 2 atau Non Insulin Dependent

10
Diabetes Melitus (NIDDM) disebabkan oleh resistensi insulin gangguan

sekresi insulin. Resistensi insulin adalah penurunan kemampuan insulin

untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer, yang

menghambat produksinya di hati.

D. Faktor-Faktor Resiko Diabetes Melitus Tipe 2

1. Pola Makan

Pola makan atau yang biasaa dikenal dengan sebutan food pattern adalah

cara seseorang atau sekelompok orang menggunakan makanan yang

tersedia sebagai respon terhadap tekanan ekonomi dan sosial budaya.

Pengalaman. atau kebiasaan makan berkaitan erat dengan kebiasaan

makan (Rusyadi, 2017).

2. Kualitas Tidur

Kualitas tidur didefinisikan sebagai kepuasan seseorang terhadap tidur

sehingga orang tersebut tidak merasa lelah , bersemangat, tidak lesu, tidak

ada kehitaman di sekitar mata, kelopak mata tidak bengkak, konjungtiva

tidak merah, mata tidak sakit, perhatian fokus, tidak sakit kepala, tidak

sering menguap dan mengantuk (Damayanti, 2018).

3. Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik adalah istilah umum yang mencakup semua gerakan yang

meningkatkan pengeluaran energi (ADA, 2017). WHO (2016)

mendefinisikan aktivitas fisik sebagai gerakan tubuh yang dihasilkan oleh

otot rangka yang membutuhkan konsumsi energi mencakup aktivitas yang

11
dilakukan selama bekerja, bermain, pekerjaan rumah tangga, bepergian,

dan aktivitas santai.

4. Stress

Penderita diabetes juga akan mengalami stres sendiri. Stres dan diabetes

melitus memiliki hubungan yang sangat erat, terutama di kalangan

penduduk perkotaan, tekanan hidup dan gaya hidup yang tidak sehat

sangat berpengaruh, ditambah lagi dengan kemajuan teknologi yang

semakin cepat dan berbagai penyakit yang diderita seseorang,

menyebabkan semakin memburuknya kondisi seseorang , mengakibatkan

pemicu stres (Nugroho & Purwanti, 2016). Stres dapat berdampak total

pada orang-orang, yang berarti secara fisik, psikologis, intelektual, sosial

dan spiritual. Stres dapat membahayakan keseimbangan fisiologis.

5. Obesitas (Kegemukan)

Risiko diabetes melitus tipe 2 meningkat pada seseorang dengan derajat

kegemukan (obesitas), jika seseorang memiliki derajat kegemukan dengan

IMT > 23, maka akan mengakibatkan peningkatan kadar glukosa darah

hingga 200 mg% (Fatima , 2015)

6. Hipertensi

Peningkatan tekanan darah yang berhubungan dengan kekurangan

penyimpanan garam dan air yang belum tepat, atau peningkatan tekanan

dalam tubuh pada sirkulasi pembuluh darah tepi (Fatimah, 2015)

12
7. Riwayat Keluarga dengan Diabetes Mellitus

Seorang penderita diabetes melitus diduga memiliki gen diabetes. Bakat

diabetes diduga merupakan gen resesif. Hanya orang yang homozigot

dengan gen resesif ini yang dapat mengidap diabetes melitus (Fatimah,

2015).

8. Dislipidemi

Kondisi ini ditandai dengan peningkatan kadar lipid darah (trigliserida>

250 mg/dl). Terdapat hubungan antara peningkatan plasma insulin dan

rendahnya HDL (<35 mg/dl) yang sering ditemukan pada pasien diabetes

(Fatimah, 2015)

9. Usia

Menurut beberapa penelitian, penderita diabetes melitus tipe 2 rata-rata

berusia>45 tahun (Fatimah , 2015)

10. Faktor Genetik

kejadian diabetes melitus tipe 2 akan meningkat 2 sampai 6 kali lipat pada

seseorang yang memiliki orang tua atau kerabat dengan riwayat penyakit

tersebut (Fatimah, 2015).

11. Alkohol dan Rokok

Meskipun peningkatan kejadian diabetes melitus tipe 2 sebagian besar

terkait dengan peningkatan obesitas dan kurangnya aktivitas fisik, ada

faktor lain yang menyebabkan peningkatan kejadian diabetes melitus tipe

2, antara lain konsumsi alkohol dan rokok. Alkohol yang dikonsumsi

13
seseorang dapat mengganggu metabolisme gula darah, sehingga sulit

untuk mengatur gula darah dan menyebabkan peningkatan tekanan darah.

E. Patofisiologi

Diabetes melitus adalah penyakit metabolisme yang ditandai

dengan peningkatan kadar gula darah yang disebabkan oleh

ketidakseimbangan hormon berupa resistensi insulin dan/atau gangguan

produksi insulin. Glukosa normalnya beredar di dalam darah dalam jumlah

tertentu. Glukosa dibuat di hati dan berasal dari makanan yang Anda

makan. Kadar gula darah dikendalikan oleh insulin, hormon yang

diproduksi oleh pankreas.

Diabetes melitus tipe 2 adalah salah satu bentuk diabetes yang

disebabkan oleh resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Insulin

adalah hormon yang diproduksi oleh sel beta di pankreas yang mengatur

produksi dan penyimpanan glukosa. Ketika makanan masuk ke dalam

tubuh, sekresi insulin meningkat untuk mendistribusikan glukosa ke sel-sel

otot, hati, dan lemak, yang memiliki efek ganda, yaitu merangsang

penyimpanan glukosa dalam bentuk glikogen

di hati dan otot serta meningkatkan penyimpanan lemak dari

makanan ke adiposa. jaringan dan mempercepat transportasi asam amino

ke tubuh. dalam sel. Secara fisiologis, insulin berikatan dengan reseptor

khusus dan terjadi reaksi metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi

insulin saat melakukan tugasnya.

14
Resistensi insulin, atau berkurangnya kapasitas insulin,

mengakibatkan berkurangnya jumlah glukosa yang dimetabolisme.

Resistensi terhadap insulin ini juga disertai dengan penurunan respon

intraseluler yang membuat insulin tidak efektif dalam merangsang

pengambilan glukosa oleh jaringan sehingga menyebabkan keadaan

glukosa darah tinggi dan timbulnya DM tipe 2 (Damayanti, 2018).

F. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis atau tanda dan gejala pada diabetes mellitus

dapat dikaitkan dengan kosenkuensi metabolik defisiensi insulin. Tanda

dan gejala yang khas terjadi meliputi poliuria, polidipsi dan polifagi

(Aziza,2016).

1. Poliuri

Defisiensi insulin berarti kadar glukosa plasma normal tidak dapat

dipertahankan. Jika terjadi hiperglikemia yang melebihi ambang batas

ginjal, hal ini menyebabkan peningkatan kadar gula dalam urin

(glikosuria). Glikosuria ini dapat menyebabkan dierese osmotik dan

meningkatkan keluaran urin (poliuria).

2. Polidipsi

Diuresis osmotik, yang terjadi karena glikosuria dan menyebabkan

kelebihan cairan dikeluarkan melalui urin, menyebabkan rasa haus

(polidipsia).

15
3. Polifagi

Peningkatan pengeluaran urin menyebabkan hilangnya glukosa bersamaan

dengan pengeluaran urin, menciptakan ketidakseimbangan kalori. Hal ini

menyebabkan rasa lapar dan mengidam makanan yang berlebihan.

Penurunan penglihatan, impotensi pada pria dan gatal pada vulva pada

wanita.

G. Pencegahan

Pencegahan DM berdasarkan (PERKENI, 2019) terdiri dari tiga

tingkatan meliputi :

1. Pencegahan Primer

Pencegahan primer adalah upaya pencegahan yang menyasar kelompok

yang memiliki faktor risiko, yaitu: Kelompok yang belum mengalami DM

tipe 2 namun berpotensi mengalami DM tipe 2 karena memiliki faktor

risiko. Risiko Pencegahan primer dapat dilakukan melalui penjangkauan

dan penanganan terhadap kelompok masyarakat yang berisiko tinggi.

2. Pencegahan sekunder

Pencegahan sekunder adalah upaya untuk mencegah terjadinya komplikasi

pada penderita DM tipe 2. Pencegahan ini terjadi melalui pengobatan yang

memadai dan deteksi dini penyakit sejak awal penanganan penyakit DM

tipe 2. Program penyuluhan berperan penting dalam meningkatkan

kepatuhan pasien dalam program pengobatan dan menuju perilaku sehat.

16
3. Pencegahan tersier

adalah upaya pencegahan penderita DM tipe 2 dengan komplikasi guna

mencegah kecacatan lebih lanjut. Upaya rehabilitasi pasien dilakukan

secepat mungkin sebelum cacat berkembang dan bertahan. Konseling

dilakukan untuk pasien dan keluarganya, materi yang diberikan membahas

tentang upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk mencegah

kecacatan lebih lanjut guna mencapai kualitas hidup yang optimal.

H. Penatalaksanaan

Tujuan umum penatalaksanaan Diabetes Melitus adalah meningkatkan

kualitas hidup pasien diabetes (PERKENI, 2019). Tujuan lain

penatalaksanaan pada DM adalah membuat aktifitas insulin dan kadar gula

darah berada dalam batas normal dan mengurangi terjadinya komplikasi

baik komplikasi vaskuler ataupun neuropatik. Penatalaksanaan pada

Diabetes Melitus meliputi lima hal yaitu (1) diet ; (2) latihan; (3)

pemantauan; (4) terapi; dan (5) pendidikan (Soelistijo, 2019).

Berdasarkan consensus (PERKENI, 2019) terdapat empat pilar

penatalaksanaan DM tipe 2, antara lain

1. Edukasi

2. Diabetes dan gaya hidup sangat erat hubungannya, terutama pada DM tipe

2. Penatalaksanaan penderita DM memerlukan keterlibatan aktif dari

penderita, keluarga atau masyarakat. Partisipasi aktif dapat terjadi melalui

perubahan perilaku, sehingga diperlukan pendidikan pada klien dan

keluarga (PERKENI, 2019). Menurut Sutandi (2018), pemberian

17
pendidikan kesehatan merupakan salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi pengobatan pasien DM.

3. Terapi Gizi Medis

Terapi gizi dan diet merupakan salah satu kunci fundamental dalam

pengobatan DM. Prinsip penatalaksanaan nutrisi dan diet pada pasien DM

tipe 2 adalah diet seimbang dan kebutuhan kalori dan nutrisi individual.

Penatalaksanaan gizi dan pola makan tersebut memiliki tujuan, yaitu (a)

terpenuhinya unsur-unsur pangan yang esensial; (b) mencapai berat badan

yang sesuai dan mempertahankan berat badan ideal; (c) memenuhi

kebutuhan energi; (d) menjaga dan mempertahankan kadar glukosa darah

dalam kisaran normal serta mencegah kenaikan kadar glukosa darah dan

(e) menurunkan kadar lipid darah.

4. Latihan Jasmani

Latihan jasmani atau latihan fisik merupakan salah satu pilar yang harus

dilakukan secara rutin. Kegiatan latihan fisik dapat menjaga kebugaran

dan berdampak pada penurunan berat badan serta peningkatan sensitivitas

insulin. Hal ini berdampak pada peningkatan kontrol gula darah. Latihan

jasmani ini dapat dilakukan dengan berjalan kaki, berenang, atau aktifitas

fisik yang tidak terlalu berat. Pelaksanaan aktifitas jasmani ini dapat

disesuaikan dengan kemampuan klien dan dapat ditingkatkan sesuai

dengan perkembangan yang ada (PERKENI, 2019).

18
5. Intervensi Farmakologis

Terapi farmakologis dilakukan bersama dan dikoordinasikan dengan

penerapan standar diet dan latihan jasmani. Terapi farmakologis yang

dapat diberikan terdiri dari agen hipoglikemik oral yang menginduksi

sekresi insulin dan meningkatkan sensitivitas insulin, yang termasuk

dalam penginduksi sekresi insulin yaitu sulfonylurea dan glind, sedangkan

yang termasuk dalam golongan obat yang meningkatkan sensitivitas

insulin antara lain biguanid, tiazolidindion, penghambat glukosidase alfa

dan inkretin mimetic (Yusra, 2017). Terapi farmakologis lain yang dapat

dilakukan selain obat hipoglikemik oral adalah dengan terapi insulin.

Menurut (PERKENI, 2019) insulin dibagi menjadi lima jenis yaitu (a)

insulin kerja cepat (rapid acting insulin); (b) insulin kerja pendek (short

acting insulin); (d) insulin kerja panjang (long acting insulin); (e) insulin

campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed insulin).

I. Komplikasi

Komplikasi yang muncul akibat penyakit DM tipe 2 antaran lain

(Mansjoer et al, 2018).

1. Akut, termasuk koma hiperglikemik, ketoasidosis, dan koma

Hiperglikemik Hiperosmolar Nonketotik (HHNK); dan

2. Kronik, meliputi makrovaskuler (mengenai pembuluh darah besar seperti

pembulu darah jantung, pembulu darah tepi, dan pembulu darah otak).

Mikrovaskuler (mengenai pembulu darah kecil : retinopatik diabetik,

rentan infeksi, dan kaki diabetic. Komplikasi tersering dan paling penting

19
adalah neuropatik perifer yang berupa hilangnya sensasi distal dan

beresiko untuk terjadinya ulkus diabetic dan amputasi (PERKENI, 2019).

2.1.2 Konsep Pola Makan

A. Definsi Pola Makan

Pola makan adalah cara tertentu dalam mengatur jumlah dan jenis

makanan yang dimakan untuk menjaga kesehatan dan status gizi serta

mencegah dan/atau mendukung proses penyembuhan (Depkes, 2018). Pola

makan yang baik harus dipahami oleh para penderita DM dalam

pengaturan pola makan sehari-hari.

Pola makan merupakan asupan makanan yang menyediakan variasi

jumlah, waktu, dan jenis makanan yang dimakan seseorang. Pengaturan

pola makan yang tidak tepat seperti yang dianjurkan 3J (Jadwal, Jumlah

dan Jenis) dapat mengakibatkan peningkatan kadar gula darah (Susanti,

2018).

B. Klasifikasi Pola Makan

Secara umum, ada 3 klasifikasi yaitu:

1. Jenis makanan

Jenis makan adalah bahan makanan yang berbeda yang apabila

dimakan, dicerna dan diserap sehingga menghasilkan susunan menu yang

berbeda, sehat dan seimbang. Jenis makanan yang di konsumsi harus

variatif dan kaya nutrisi, diantaranya mengandung zat gizi yang

bermanfaat bagi tubuh yaitu karbohidrat, protein, vitamin, lemak dan

Mineral (Oetoro, 2018).

20
Hal utama dalam mengelola penyakit diabetes mellitus selalu

berkenaan dengan manajemen gaya hidup, diantaranya perencanaan

makan, latihan jasmani, penyuluhan, penggunaan obat hipoglikemik secara

teratur, pengendalian berat badan, dan pemantauan mandiri kadar glukosa

darah atau urin. (Mahendra, dkk, 2016).

Dalam hal diet, harus memperhatikan asupan karbohidrat. Ada 2

kelompok karbohidrat yaitu kompleks dan sederhana. Saat mengkonsumsi

karbohidrat kompleks seperti roti, nasi, atau kentang, zat-zat ini dipecah

menjadi satu rantai glukosa dan kemudian diserap ke dalam aliran darah.

Kadar gula memang meningkat, tetapi dalam jangka waktu yang relatif

lambat. Ini berbeda ketika Anda makan makanan karbohidrat sederhana

seperti selai, jeli, sirup, soda, dan es krim. Kadar gula darah naik dengan

cepat saat Anda mengonsumsi makanan ini. Oleh karena itu, penderita

diabetes melitus disarankan untuk menghindari makanan yang

mengandung karbohidrat sederhana. Mengonsumsi sumber alami

karbohidrat berserat, seperti roti gandum hitam, biskuit berserat, sayuran,

kacang-kacangan, dan buah segar rendah gula, lebih dianjurkan.

(Mahendra, Tobing, Krisnatuti, dan Alting, 2016)..

Bahan makanan yang tidak dianjurkan, dibatasi atau dihindari pada

penderita diabetes melitus adalah yang mengandung banyak gula

sederhana, seperti gula pasir, gula aren, sirup, selai, jelly, selai buah

dengan gula, susu kental manis, minuman ringan kemasan, minuman

21
ringan dan minuman beralkohol, es krim, kue manis, dodol dan tarcis.

(Almatsier, 2006).

2. Jumlah porsi makanan

Jumlah makan adalah banyaknya makanan yang dimakan oleh

setiap orang atau individu dalam kelompok. Data jumlah konsumsi

karbohidrat sederhana dikategorikan menurut rekomendasi WHO,

konsumsi karbohidrat dikatakan tinggi jika>10% dari total kebutuhan

energi (WHO, 2018).

Makanan sehat itu jumlahnya harus disesuaikan dengan ukuran

yang dikonsumsi. Bagi yang memiliki berat badan yang ideal, makan

mengkonsumsi makanan yang sehat tidak perlu menambahkan maupun

mengurangi porsi makanan cukup yang sedang-sedang saja. Sedangkan

bagi mereka yang kelebihan berat badan, jumlah makanan sehat sebaiknya

dikurangi jumlah atau porsi makanannya (Oetoro, 2018).

3. Frekuensi makan

Frekuensi makanan adalah jumlah makan sehari-hari. Secara

alamiah Makanan tentu diolah di dalam tubuh melalui organ pencernaan

mulai dari mulut hingga usus halus (Oetoro, 2018). Frekuensi makan

dalam sehari terdiri dari tiga kali makan utama yaitu sarapan, makan siang

dan makan malam. Rencana makan harian dibagi menjadi makan besok

(sebelum pukul 09.00) makan siang (12.

00-13.00) dan makan malam (18.00-19.00). Jadwal makan ini

sejalan dengan waktu pengosongan lambung yaitu 3-4 jam, jadi jadwal

22
makan yang baik masuk dalam rentang waktu tersebut agar perut tidak

kosong apalagi dalam waktu yang lama. Untuk mengetahui kebiasaan

makan, gunakan formulir Semi-FFQ (Food Frequency Questionnaire)

dengan 6 kategori:

a. Sering sekali (>1x/hari)

b. Sering (1x/hari atau 4-6x/minggu)

c. Biasa (3x/minggu)

d. Kadang-kadang (<3x/minggu atau 1-2x/minggu)

e. Jarang (<1x/minggu)

f. Tidak pernah

C. Faktor Yang Mempengaruhi Pola Makan

Menurut Mulyati (2018), faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

pola makan, yaitu:

1. Faktor ekonomi

Kebutuhan material meliputi peningkatan kemampuan untuk membeli

bahan makanan dengan kuantitas dan kualitas dalam pendapatan

menurunya daya beli pangan secara kualitas maupun kuantitas masyarakat.

2. Faktor budaya

Pantangan dalam mengkonsumi jenis makanan dapat dipengaruhi oleh

faktor budaya social dalam kepercayaan adat daerah yang menjadi

kebiasaan di daerah yang ditinggali. Dalam budaya mempunyai suatu cara

bantuk macam pola makan seperti, dimakan, bagaimana pengolahanya,

persiapan dan penyajian.

23
3. Pendidikan

Dalam pendidikan pola makan adalah salah satu pengetahuan, yang

dipelajari dengan berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan dan

penentuan kebutuhan gizi.

4. Lingkungan

Dalam lingkungan pola makan adalah berpengaruh terhadap pembentuk

perilaku makan berupa lingkungan. Contohnya seperti media elektronik.

5. Kebiasaan makanan

Kebiasaan makan adalah seseorang yang mempunyai keterbiasaanmakan

dalam jumlah tiga kali makan dengan frekuensi dan jenis makanan yang

dimakan.

2.1.3 Konsep Kualitas tidur

A. Definisi Kualitas Tidur

Menurut Potter & Perry (2012), tidur adalah keadaan berulang,

perubahan keadaan kesadaran yang terjadi selama periode waktu tertentu.

Ketika seseorang cukup tidur, dia merasa energinya kembali. Beberapa

penelitian mengklaim bahwa pemulihan energi setelah tidur menunjukkan

bahwa tidur memberi waktu pada sistem tubuh untuk memperbaiki dan

menyembuhkan untuk fase terjaga berikutnya (Hanifa, 2016).

Kualitas tidur adalah suatu keadaan tidur yang dijalani seorang

individu menghasilkan kesegaran dan kebugaran saat bangun. Kualitas

tidur mencakup aspek kuantitatif dari tidur seperti durasi tidur, latensi

tidur, serta aspek subjektif dari tidur. Kualitas tidur seseorang dikatakan

24
baik jika tidak menunjukan tanda-tanda kekurangan tidur seperti tidak

merasa segar saat bangun di pagi hari, mengantuk berlebihan di siang hari,

area gelap di sekitar mata, kepala terasa berat, rasa letih yang berlebihan

dan tidak mengalami masalah dalam tidurnya. Dikatakan bahwa orang

lanjut usia memiliki tidur malam yang baik ketika dia tidur cukup, yaitu 6

jam/ Hari, tidur maksimal 30 menit, frekuensi terbangun malam hari tidak

terlalu sering dan juga dapat diukur dari aspek subyektif seperti kedalaman

dan tidur lelap lansia

B. Klasifikasi Kualitas Tidur

Menurut M. Atoilah & Kusnadi (2013) Tidur dapat di klasifikasikan

kedalam dua kategori yaitu tidur dengan gerakan bola mata cepat (Ranid

Eye Movement-REM), dan tidur dalam gerakan bola mata lambat

(NonRanid Eye Movement-NREM).

1. Tidur REM

Tidur REM merupakan tidur dalam kondisi aktif atau tidur paradoksial.

Hal tersebebut berarti tidur REM ini bersifat nyenyak sekali, namun

fisiknya yaitu gerakan kedua bola matanya bersifat aktif. Tidur REM

ditandai dengan mimpi, otot-otot kendur, tekanan darah bertambah,

gerakan mata cepat (mata cenderung bergerak bolak-balik), sekresi

lambung meningkat, gerakan otot tidak teratur, kecepatan jantung dan

pernapasan tidak teratur sehingga lebih cepat, serta suhu dan metabolisme

meningkat.

25
2. Tidur NREM

Tidur NREM merupakan tidur yang nyaman dan dalam pola tidur NREM

gelombang otak lebih lambat dibandingkan dengan orang yang sabra dan

tidak tidur. Tanda-tanda tidur NREM antara lain: mimpi berkurang,

keadaan istirahat, tekanan darah turun, kecepatan pernapasan turun,

metabolisme turun dan gerakan bola mata lambat. Tidur NREM memiliki

empat tahap yang masing-masing tahap ditandai dengan pola perubahan

aktivitas gelombang otak. Keempat tahap tersebut yaitu:

1) Tahap 1

Tahap ini merupakan tahap dimana seseorang beralih dari sadar

menjadi tidur. Pada tahap I ini dengan seseorang merasa kabur dan

rileks, seluruh otot menjadi lemas, kelopak mata menutup, kedua bola

mata bergerak kekiri dan kekanan, kecepatan jantung menurun secara

jelas. Pada EEG terlihat terjadi penurunan voltasi gelombang-

gelombang alfa. Seseorang yang tidur pada tahap I dapat dibangunkan

dengan mudah.

2) Tahap 2

Merupakan tahap tidur ringan dan proses tubuh terus menurun. Tahap II

ditandai dengan kedua bola mata berhenti bergerak, suhu tubuh

menurun, tonus otot perlahan-lahan berkurang serta kecepatan jantung

dan pernapasan turun denganjelas. Pada EEG timbul gelombang beta

yang berfrekuensi 14-18 siklus/detik. Gelombang-gelombang ini

disebut gelombang tidur, tahap II berlangsung sekitar 10-15 menit.

26
3) Tahap 3

Pada tahap III keadaan fisil lemah lunglai karena tonus otot lenyap

secara menyeluruh. Kecepatan jantung, pernapasan dan proses tubuh

berlanjut mengalami penurunan akibat dinimasi system saraf

parasimpatis. Pada EGG memperlihatkan perubahan gelombang beta

menjadi 1-2 siklus/detik. Seseorang yang tidur pada tahap III ini sulit

untuk dibangunkan.

4) Tahap 4

Tahap IV merupakan tahap tidur dimana seseorang berada dalam

keadaan rileks, jarang bergerak karena keaadaan fisik yang sudah lemah

lunglai dan sulit dibangunkan. Pada EEG tampak hanya terlihat

gelombang delta yang lambat dengan frekuensi 1-2 siklus/detik. Denyut

jantung dan pernapasan menurun sekitasr 20-30 %. Pada tahap ini dapat

terjadi mimpi. Selain itu, tahap IV ini dapat memulihkan keadaan

tubuh.

5) Tahap 5

Tahap V Pada tahap V ini merupakan tidur REM dimana setelah tahap

IV seseorang masuk ketahap V. Hal ini ditandai dengan kembali

bergeraknya kedua bola mata yang berkecepatan lebihtinggi dari tahap

tahap sebelumnya. Tahap ini berlangsung sekitar 10 menit dan dapat

pula terjadi mimpi. Apabila seseorang mengalami kehilangan tidur

keduaduanya, yaitu REM dan NREM maka akan menunjukan gejala-

gejala sebagai berikut :

27
a) Kemampuan memberikan keputusanatau pertimbangan menurun.

b) Tidak mampu untuk konsentrasi (kurang perhatian)

c) Terlihat tanda-tanda keletihan seperti penglihatan kabur, mual dan

pusing

d) Sulit melakukan aktivitas sehari-hari

e) Daya ingat berkurang, bingung, timbul halusinasi dan ilusi

penglihatan atau pendengaran.

C. Faktor-Faktor Yang mempengaruhi Kualitas Tidur

Kualitas tidur merujuk pada kemampuan seseorang untuk dapat

tidur dan mendapatkan tidur REM dan NREM yang tepat. Faktor yang

mempengaruhi kualitas tidur:

1. Fisik

Kondisi fisik seseorang sangat erat kaitannya dengan kualitas tidur yang

dimilikinya. Terutama pada lansia dengan keluhan ketidaknyamanan fisik

seperti batuk, kram kaki, pegal-pegal pada tubuh dan perut kembung

cenderung mengalami penurunan kualitas tidur. Hal ini dikarenakan

keluhan fisik tersebut akan membangunkan seseorang secara spontan

akibat perasaan tidak nyaman, sehingga membuat tidurnya tertunda. Selain

itu keinginan untuk buang air kecil di malam hari sehinggamengharuskan

mereka untuk pergi ke toilet merupakan hal yang mengganggu tidur lansia

(Wahyuni dkk, 2015).

28
2. Psikososial

Memasuki fase lansia akan membuat seseorang mengalami perubahan

dalam hal psikososial. Lansia mudah mengalami kecemasan dan

kekhawatiran berlebih serta depresi yang dapat mengganggu tidur mereka.

Perasaan tidaklagi mampu menikmati kehidupan dan rasa kesepian

merupakan gangguan tidur yangberat. Lansia yang telah kehilangan

pasangan hidupnya cenderung mengalami stress emosional yang akhirnya

mengganggu tidur (Wahyuni dkk, 2015).

3. Lingkungan

Faktor lingkungan ikut berkontribusi dalam mempengaruhi kualitas tidur

seseorang. Kondisi seperti adanya suara bising dan aktifitas orang lain

disekitar dapat menganggu tidur, terutama pada lansia. Suhu ruangan yang

panas dan pencahayaan yang terlalu terang tergolong sebagai gangguan

tidur yang sedang, yang akhirnya menurunkan kualitas tidur (Wahyuni

dkk, 2015).

4. Gaya Hidup

Gaya hidup tentu memberikan pengaruh yang besar terhadap kualitas tidur

seseorang. Terutama pada lansia, tidur siang yang pendek dan diikuti

dengan latihan fisik sedang pada sore hari dapat memberikan kualitas tidur

yangbaik. Menghentikan aktivitas fisik seperti hubungan sosial dengan

teman, pekerjaan dan berada di dalam kamar sepanjang hari terbukti

meningkatkan kemungkinan terjadi insomnia (Leblanc dkk, 2015).

29
Kebiasaan mengkonsumsi alkohol dan merokok, serta minum kopi

sebelum tidur dapat mengganggu pola tidur normal (Wahyuni dkk, 2015).

5. Penyakit

Sakit yang menyebabkan nyeri dapat menimbulkan masalah tidur.

Seseorang yang sedang sakit membutuhkan waktu tidur lebih lama dari

padakeadaan normal. Sering sekali pada orang sakit pola tidurnya juga

akan terganggukarena penyakitnya seperti rasa nyeri yang ditimbulkan

oleh luka, tumor atau kanker pada stadium lanjut (Ibrahim, 2013). Selain

itu, lansia dengan stroke, penyakit jantung, penyakit paru, diabetes, artritis,

atau hipertensi sering melaporkan bahwa kualitas tidurnya buruk dan

durasi tidurnya kurangbiladibandingkan dengan lansia yang sehat.

D. Jenis Gangguan Tidur Pada Lansia

Menurut Anggara & Annisa (2019), gangguan tidur pada lansia, yaitu:

1. Insomnia

Insomnia adalah suatukesulitan dalam memulai tidur, mempertahankan

tidur, atau tidur yangtidak menyegarkan selama 1 bulanatau lebihdan

keadaan sulit tidur iniharus menyebabkan gangguan klinisyang signifikan.

2. Hipersomnia

Hipersomnia adalah kebalikan dari insomnia, yaitu tidur yang

berkelebihan terutama pada siang hari. Gangguan inidapat disebabkan oleh

kondisi tertentu, seperti kerusakan sistem saraf, gangguan pada hati atau

ginjal, atau karena gangguan metabolisme (misalnya: hipertiroidisme).

30
Hipersomnia pada kondisi tertentu dapat digunakan sebagai mekanisme

koping untuk menghindari tanggung jawab pada siang hari.

E. Perubahan Tidur Pada Lansia

Seiring dengan peningkatan usia dan proses penuaan, akan

berdampakpada terjadinya perubahan pola tidur seseorang (Wolkove dkk,

2007). Umumnyapada lansia ditemukan perubahan berupa kedalaman tidur

yang terganggu, apabila terdapat stimulus dari lingkungan sekitarnya maka

lansia akan lebih seringterbangun dibandingkan dengan orang dewasa

muda normal yang terbangunhanya 2-4 kali dalam semalam.

Terdapat penurunan jumlah total waktu tidur, mudah terbangunsaat

malam hari dan terbangun lebih awal dapat memberikan perasaan tidak

segar saat pagi hari dan kepuasa tidur yang berkurang (Wahyuni &

Darmayanti, 2018). Hal tersebut mengakibatkan munculnya keluhan

mengantuk, keletihan dan mudahtidur di siang hari. Lansia cenderung

pergi ke tempat tidur lebih awal dibandingkan dengan orang dewasa muda

(Voinescu & Tatar, 2015). Tetapi membutuhkan waktu yang lama untuk

bisa tidur dimalam hari (Wahyuni &Darmayanti, 2018).

31
2.2 Kajian Penelitian Yang Relevan

No Peneliti Judul Metode Hasil Perbedaan


1. Tri Gambaran Jenis penelitian ini termasuk Penelitian ini - Jenis penelitian ini
Damayanti Kualitas penelitian deskriptif dengan ditemukan bahwa termasuk penelitian
Simanjunt Tidur Pada pendekatan cross sectional. seluruh penderita deskriptif dengan
ak (2018) Penderita Analisis univariat dan diabetes mellitus tipe 2 pendekatan cross
Diabetes bivariat. Populasi dalam yang mengalami stress sectional.
Melitus penelitian ini adalah semua tingkat tinggi memiliki - Variabel Penelitian
Tipe-2 Di pasien diabetes mellitus tipe kualitas tidur buruk. yang di teliti hanya
Wilayah 2 yang berkunjung ke Kualitas Tidur.
Kerja puskesmas Ngesrep yang - Analisis data yang
Puskesmas tercatat dalam daftar pasien dilakukan yaitu
Ngesrep penderita diabetes mellitus analisis univariat dan
tipe 2 tahun 2016 sejumlah bivariat.
199 orang. Sampel minimal - Teknik pengambilan
dalam penelitian ini sebesar sampel menggunakan
80 orang yang akan diambil teknik teknik simple
menggunakan tehnik tehnik random sampling dan
simple random sampling sample frame listing
dan sample frame listing untuk menentukan
untuk menentukan penderita penderita diabetes
diabetes mellitus tipe-2. melitus tipe-2
2. Veronika Gambaran Penelitian ini bertujuan Hasil penelitian ini - Teknik sampling yang
Marpaung Pola untukmengetahui gambaran menunjukan pola digunakan oleh peneliti
(2022) Makan pola makan pada pasien makan pasien diabetes yaitu convencience-
Pada diabetes mellitus. Penelitian mellitus sangat baik sampling
Pasien ini adalah penelitian sebanyak 70 orang - Variabel Penelitian
Diabetes kuantitatif dengan desain (76,9%) . yang di teliti hanya
Melitus Di deskriptif. Jumlah sampel Pola Makan.
Puskesmas dalam penelitian ini - Lokasi penelitian
Cemapaka sebanyak 91 yang diperoleh dilakukan di poli rawat
Putih melalui convencience jalan Puskesmas
Jakarta sampling dan pengambilan Cempaka Putih Jakarta
data menggunakan
kuesioner.
3. Sulastini Gambaran Metode penelitian yang Hasil penelitian dan - Variabel Penelitian
(2022) Pola digunakan adalah deskriptif, kesimpulan pola makan yang di teliti hanya
Makan dengan tehnik pengambilan berdasarkan jenis Pola Makan.
Pada sampel secara purposive makanan yang
Pasien sampling, jumlah sampel 97 dikonsumsi lebih dari
Diabetes responden dengan criteria setengah besar
Melitus pasien terdiagnosa DM responden tidak teratur
Tipe 2 di lebih dari 6 bulan, tidak dan pola makan pasien
RSUD dr. memiliki komplikasi. berdasarkan jadwal
Slamet makanan lebih dari

32
Garut setengah responden
tidak teratur.
4. Nurmujaa Hubungan Penelitian ini menggunakan Penelitian ini dilakukan - Penelitian ini
hida Tingkat desain cross sectional. pada pasien diabetes menggunakan desain
(2022) Pengetahu Responden penelitian ini mellitus yang sedang cross-sectional.
an Terkait adalah penderita diabetes melakukan rawat jalan
Pola mellitus rawat jalan. Data pada poli penyakit
Makan diambil dengan dalam I dan II di
Dan menggunakan “Kuesioner Rumah Sakit Umum
Aktivitas Penelitian Pola Makan Daerah Kota Mataram,
Fisik (Pengetahuan) dan pengambilan data
Dengan kuesioner penelitian dilakukakan pada bulan
Status Aktifitas Fisik Hubungan mei 2021. Kuesioner
Kadar Tingkat Pengetahuan penelitian ini berbentuk
Gula Terkait Pola Makan Dan lembar kuesioner,
Darah Aktivitas Fisik Dengan dengan jumlah
Pada Status Kadar Gula Darah responden yang
Pasien (Pengetahuan), sementara mengikuti penelitian ini
Diabetes data status kadar gula darah sebanyak 50 orang.
Melitus di ambil menggunakan data
rekam medis.
5. Abdul Gambaran Penelitian ini menggunakan Berdasarkan hasil - Penelitian ini
Mukti Kualitas rancangan metodepengumpulan data yang menggunakan
(2022) Tidur pada kuantitatif dengantelah dilakukan oleh rancangan metode
Diabetes menggunakandesain peneliti melalui kuantitatif dengan
Melitus pendekatan quasypenyebaran kuesioner menggunakan desain
yang eksperiment. Lokasipada 59 responden di pendekatan quasy
dilakukan penelitian di puskesmas puskesmas lapang eksperiment.
pada lapang dengan 59 sampel “Pengaruh Latihan - Analisa data yang
latihan dengan tehnik pengambilan Fisik Terhadap Kualitas digunakan yaitu
fisik di sampel wilcoxson signed Tidur Pada Pasien univariat dan bivariat
wilayah ranks test. InstrumentDiabetes Melitus Di dengan menggunakan
kerja di penelitian yang digunakan Wilayah Kerja uji stastistik wilcoxson
Puskesmas yaitu kuesioner tentang Puskesmas Lapang” Signed Ranks Test.
Lapang kualitas tidur. Analisa data - Lokasi penelitian di
yang digunakan yaitu Puskesmas Lapang
univariat dan bivarita dengan 59 sampel
dengan menggunakan uji dengan teknik
statistic wilcoxsonsigned pengambilan sampel
ranks test. wilcoxson Signed
Ranks Test
Tabel 2.1 Kajian Penelitian Relevan

33
2.3 Kerangka Berpikir

2.3.1 Kerangka Teori

Pasien Diabetes Mellitus


tipe 2

Respon fisiologis
Pola makan yang sudah
Pola makan yang
menjadi kebiasaan
dimasa lalu tepat
Gangguan Tidur

-rendah gula
-rendah
Pola makan yang karbohidrat Kualitas Tidur
tidak tepat -tinggi serat dan
protein
1. Insomnia
1. Jumlah kadar kalori 2. Hipersomnia
yang berlebihan
2. Jenis makanan yang
tinggi gula

Sumber: American Diabetes Association tahun 2020, IDF tahun 2019, ADA tahun
2020, Decroli tahun 2019, Rusyadi tahun 2017, Damayanti tahun 2018, Fatima
tahun2015, Damayanti tahun 2018, PERKENI tahun 2019, Soelistijo tahun 2019,
Mansjoer et al tahun 2018.

34
BAB III

DESAIN KAJIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.1.2 Lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tengah Kota

Gorontalo

3.1.2 Waktu penelitian

Waktu penelitian dilakukan pada bulan Februari 2023

3.2 Desain Penelitian

Desain penelitian ini menggunakan jenis kuantitatif dengan desain

penelitian deskriptif analitik antara variabel dependen dengan variabel

independen. Desain ini dipilih karena tidak akan ada dilakukan intervensi

apapun dalam pengambilan data hanya dilakukan sekali. Pengukuran

dilakukan secara bersamaan kemudian dianalisa korelasi dari kedua

variabel tersebut (Notoatmodjo, 2012).

3.3 Variabel penelitian

Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari

orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulanya

(Sugiyono, 2017)

3.2.1 Variabel independen

Variabel independen (bebas) adalah variabel yang mempengaruhi

atau menjadi sebab perubahanya atau timbulnya variabel dependen

35
(Sugiyono, 2017). Variabel independen dalam penelitian ini yaitu kualitas

tidur dan pola makan

3.4 Definisi operasional

Definisi operasional adalah karakteristik yang dapat diamati (diukur)

sehingga memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau

pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena yang

kemudian dapat diulangi oleh orang lain. Definisi operasional dirumuskan

untuk kepentingan akurasi, komunikasi, dan replikasi (Nursalam, 2020).

Tabel 3.1 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala


Operasional
1 Variabel Kualitas tidur Instrumen Hasil Ordinal
Independen: adalah suatu Pittburgh pengukuran
Kualitas keadaan tidur Sleep dinyatakan
Tidur yang dijalani Quality skor
seorang Index
individu (PSQI) > 5= kualitas
menghasilkan tidur buruk
kesegaran dan
kebugaran ≤ 5= kualitas
saat bangun. tidur baik
Kualitas tidur
mencakup
aspek
kuantitatif
dari tidur,
seperti durasi
tidur, latensi
tidur, dan
aspek
subjektif dari
tidur.
2 Pola Makan Pola makan Kueisioner Baik jika skor Ordinal
merupakan 26 item dari kuisioner
asupan ≥ 10
makanan Kurang baik
yang jika skor

36
memberikan kuisoner < 10
berbagai
macam
jumlah,
jadwal dan
jenis makanan
yang
didapatkan
seseorang.

3.5 Populasi dan Sampel

3.5.1 Populasi

Populasi dalam penelitian merupakan subjek yang memenuhi

kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2017). Populasi dalam penelitian

ini adalah seluruh lansia yang memiliki Diabetes Melitus Tipe II di

Puskesmas Kota Tengah Kota Gorontalo yakni sebanyak 110 orang.

3.5.2 Sampel

Sampel terdiri dari bagian populasi terjangkau yang dapat

dipergunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling (Nursalam,

2017). Sampel dalam penelitian ini adalah bagian dari populasi yaitu lansia

yang memiliki Diabetes Melitus Tipe 2. Dalam penelitian ini teknik

pengambilan sampel digunakan adalah Non Probability Sampling. Jenis

Accidental Sampling, yaitu penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu

responden yang secara kebetulan atau Insidental bertemu dengan peneliti

dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan

yang ditemui itu cocok sebagai sumber data.

37
a. Kriteria inklusi

Kriteria inklusi adalah karateristik umum subjek penelitian dari suatu

populasi target yang terjangkau dan akan diteliti (Nursalam, 2017).

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1) Pasien DM tipe 2 yang bersedia menjadi responden dengan

menandatangani inform consent saat pengambilan data

2) Pasien DM tipe 2 dalam rentang usia 46-65 tahun.

3) Pasien DM tipe 2 yang melaksanakan program pengobatan di PKM

kota tengah

b. Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek

yang tidak memenuhi criteria inklusi studi karena berbagai sebab

(Nursalaam, 2017). Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut.

1) Pasien Diabetes Melitus yang tidak bersedia untuk menjadi responden.

2) Pasien Diabetes Melitus yang memiliki komplikasi penyakit lain.

3.6 Teknik Sampling

Teknik sampling merupakan cara-cara yang ditempuh dalam

pengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang benar-benar sesuai

dengan keseluruhan objek penelitian (Nursalam, 2020).

Tehnik sampling yang digunakan dalam penelitian ini purposive

sampling. Purposive sampling adalah suatu tehnik penetapan sampel

dengan cara memilih sampel diantara populasi berdasarkan sesuai dengan

38
yang dikehendaki peneliti (tujuan/masalah dalam penelitian), sehingga

sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal

sebelumnya (Nursalam, 2017).

3.7 Instrumen Penelitian

Alat pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah:

1. Data demografi tentang karateristik responden

2. Kuesioner pada Kualitas Tidur (The Pittsburgh Sleep Quality Index PSQI),

a) Kuesioner ini digunakan untuk mengukur kualitas tidur yang terdiri

dari tujuh komponen yang menggambarkan tentang kualitas tidur

secara subyektif, waktu mulainya tidur, lamanya tidur, efisiensi tidur,

gangguan tidur, kebiasaan penggunaan obat-obatan dan aktifitas yang

dapat menggangu tidur serta aktifitas sehari-hari terkait dengan tidur.

Cara skoring: Pertanyaan 9 = jumlah skor, Pertanyaan 2 skor (<15

menit =0), (16-30 menit=1) (31-60 menit=2) (>60 menit=3) ditambah

pertanyaan 5 jika jumlahnya sama dengan 0=0, 1-2=1, 3-4=2, 5-6=3,

Pertanyaan 4 skor >7=0, 6-7=1, 5-6=2, <5=3, Jumlah jam tidur pulas/

jumlah jam di tempat tidur dikali 100, >85%=0, 75-84%=1, 65-74%=2,

<65%=3, Jumlah skor 5b hingga 5j (0=0, 1-9=1, 10-18=2, 19-27=3),

Pertanyaan 6 jumlah skor dan Pertanyaan 7 ditambah pertanyaan 8

(0=0, 1-2=1,3-4=2, 5-6=3)

b) Kuesioner Pola Makan dilakukan sesuai dengan aturan 3J (jumlah,

jenis, jadwal makan) yang dilakukan oleh fahrudini dalam skripsi

tahun 2015

39
1) Jumlah, sesuaikan jumlah asupan makanan dengan berat badan

yang sesuai, yaitu berat badan yang nyaman bagi penderita

diabetes.

2) Jenis, jenis makanan utama yang dikonsumsi dapat disesuaikan

dengan konsep T-plate yang terdiri dari kelompok sayuran seperti

(mentimun, tomat, bayam wortel, dll). Karbohidrat (nasi, kentang,

jagung). Protein (ikan, telur tempe). Olahan sayuran, karbohidrat

dan protein tidak menggunakan gula, garam dan lemak yang

berlebihan. Dan yang kedua adalah jenis selingan (di antara waktu

makan) diutamakan memilih kelompok buah-buahan dengan

kandungan gula yang relative aman, yaitu papaya, salad, melon,

jeruk, ubi dll. Hindari buah musiman dan diawetkan.

3) Jadwal, jadwal makan meliputi 3x makanan utama dan 2-3x

makanan ringan, mengikuti prinsip porsi kecil.

3.8 Teknik Pengumpulan Data

1. Kueisioner

kueisioner ini dilakukan untuk menggali keterangan yang lebih mendalam

tentang data-data yang akan diperlukan oleh peneliti. Wawancara

dilakukan untuk mengetahui tentang identitas seperti (nama, jenis kelamin,

umur, dan alamat), namun begitu peneliti tetap memberikan arahan dan

penjelasan apabila ada yang tidak jelas dalam pengisian kuisioner

40
2. Dokumentasi

Data dokumentasi atau data laporan yang sudah tersedia dalam penelitian

ini adalah sumber data diperoleh dari bagian pengelola program kesehatan

lansia di Puskesmas Kota Tengah.

3.9 Pengolahan dan Analisa Data

3.9.1 Pengolahan data

Pengolahan data pada dasarnya merupakan suatu proses untuk

memperoleh data atau data ringkasan berdasarkan suatu kelompok data

mentah dengan menggunakan rumus tertentu sehingga menghasilkan

informasi yang diperlukan (setiadi, 2013). Terdapat beberapa kegiatan

yang dilakukan oleh peneliti dalam pengolahan data yaitu.

1. Editting

Editing adalah pemeriksaan data termasuk melengkapi data-data yang

belum lengkap dan memilih data yang diperlukan (setiadi, 2013).Pada

penelitian ini kegiatan editing dilakukan untuk memeriksa ulang

kelengkapan pengisian formulir kuisioner meliputi data demografi

responden dan jawaban di masing-masing pernyataan pada kuisioner

kualitas tidur dan pola makan.

2. Coding

Coding adalah mengklasifikasikan atau mengelompokan data sesuai

dengan klasifikasinya dengan cara mempermudah pada saat analisis data

dan juga mempercepat pada saat entry data (setiadi, 2013). Data yang

sudah terkumpul selanjutnya akan dilakukan pengkodingan untuk

41
memudahkan dalam pengolahan data dan analisa data. Pada penelitian ini,

data yang diberikan kode yaitu data demografi : Jenis kemalin : Laki-laki

(1), Perempuan (2): Pekerjaan : bekerja (1), tidak bekerja (2).

3. Entry

Setelah semua data terkumpul, serta sudah melewati pengkodeaan, maka

langkah selanjutnya adalah di-entry. Meng-entry data dilakukan dengan

memasukan data dari lembar pengumpulan data ke paket program

computer (setiadi,2013).

4. Cleaning

Pembersihan data dilakukan dengan melihat variabel apakah data sudah

benar atau belum. Cleaning (pembersihan data) merupakan kegiatan

pengecekan kembali datayang sudah di-entry apakah ada kesalahan atau

tidak. Kesalahan tersebut dimungkinkan terjadi pada saat meng-entry data

ke computer (setiadi, 2013).

5. Processing

Setelah semua kuisioner terisi penuh dan benar, serta sudah melewati

pengkodean, maka langkah selanjutnya adalah memproses data yang di-

entry dapat dianalisis. Peneliti memasukan data dari setiap responden yang

telah diberi kode kedalam program computer untuk diolah (setiadi, 2013).

3.10 Analisa data

Analisa data adalah digunakan untuk mendapatkan makna dari

masalah yang telah disimpulkan (Nursalam, 2017). Analisis data dari

penelitian ini dilakukan dengan analisis univariat. Analisis univariat

42
adalah suatu prosedur pengolahan data dengan menggunakan dan

meringkas data dengan cara ilmiah dalam bentuk table atau grafik

(Nursalam, 2017). Analisis univariat dari penelitian ini yaitu untuk

mengetahui Gambaran distribusi frekuensi Variabel tungal dalam

penelitian ini, yaitu kualitas tidur dan pola makan pada pasien diabetes

melitus.

3.11 Etika Penelitian

Menurut Nursalam (2020), secara umum prinsip etika dalam

penelitian dapat dibedakan menjadi tiga bagian, antara lain:

1. Prinsip manfaat

a) Bebas dari penderitaan

Dalam melakukan penelitian, seorang peneliti harus menghindari

melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan penderitaan kepada

responden.

b) Bebas dari eksploitasi

Responden yang berpartisipasi dalam penelitian harus dihindarkan dari

keadaan yang tidak menguntungkan. Peneliti harus meyakinkan

responden bahwa partisipasinya dalam penelitian tidak akan

dipergunakan dalam hal-hal yang dapat merugikan dalam bentuk

apapun.

c) Risiko (Benefits Rasio)

43
Dalam melakukan penelitian, seorang peneliti harus berhati-hati dalam

mempertimbangkan risiko dan keuntungan yang akan berakibat kepada

responden pada setiap tindakan.

2. Prinsip menghargai hak asasi manusia

a) Hak untuk ikut/tidak menjadi responden (right to self determination)

Peneliti harus memperlakukan responden secara manusiawi. Responden

mempunyai hak memutuskan apakah mereka bersedia menjadi responden

ataupun tidak, tanpa adanya sanksi apapun atau akan berakibat terhadap

kesembuhannya, jika mereka seorang klien.

b) Hak untuk mendapatkan jaminan dari perlakuan yang diberikan (right to

full disclosure)

Seorang peneliti harus memberikan penjelasan secara terperinci serta

bertanggung jawab jika ada sesuatu yang terjadi kepada responden.

c) Infomed consent

Peneliti harus memberikan informasi secara lengkap tentang tujuan

penelitian yang akan dilaksanakan kepada responden, seorang responden

juga mempunyai hak untuk berpartisipasi atau menolak menjadi

responden. Pada informed consent juga perlu dicantumkan bahwa data

yang diperoleh hanya akan dipergunakan untuk pengembangan ilmu.

3. Prinsip keadilan (rigth to justice)

a) Hak untuk mendapatkan pengobatan yang adil (right in fair treatment)

44
Subjek harus diperlakukan secara adil baik sebelum, selama, dan sesudah

keikutsertaannya dalam penelitian tanpa adanya diskriminasi apabila

ternyata mereka tidak bersedia atau dikeluarkan dari penelitian.

b) Hak dijaga kerahasiaannya (right to privacy)

Subjek mempunyai hak untuk meminta bahwa data yang diberikan harus

dirahasiakan, untuk itu perlu adanya tanpa nama (anonymity) dan rahasia

(confidentiality).

45
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1. Gambaran Lokasi Penelitian

Letak Puskesmas berada tepat ditengah perkotaan sehingga sangat ideal dalam

memberikan pelayanan serta menjalankan program puskesmas yang meliputi

pelayanan minimal hingga pelayanan perorangan. Puskesmas Kota Tengah

terletak di Jl. Sulawesi, Dulalowo, Gorontalo, Kota Gorontalo, Gorontalo 96138,

Indonesia

Visi Puskesmas Kota Tengah

Visi adalah suatu gambaran tentang keadaan masa depan yang

berisikan cita – cita yang ingin diwujudkan, Visi diarahkan agar dapat

berkarya secara produktif, inovatif, dan antisifatif sebagai pelayanan

kesehatan tingkat pertama di masyarakat. Visi Puskesmas Kota Tengah

adalah ” Tercapainya Masyarakat Yang Sehat Dan Smart”

Misi Puskesmas Kota Tengah

1. Menggerakkan Pembangunan berwawasan Kesehatan.

2. Mendorong kemandirian masyarakat dan keluarga untuk hidup sehat.

3. Memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu,

merata dan terjangkau

4. Memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga, masyarakat

dan lingkungannya

46
Pelayanan kesehatan dasar pada Puskesmas ini meliputi; Pelayanan kesehatan

ibu dan bayi, Pelayanan kesehatan anak pra sekolah usia sekolah dan remaja,

Pelayanan keluarga berencana, Pelayanan imunisasi serta perbaikan gizi 61

masyarakat dan promosi kesehatan serta kesehatan lingkungan, Pelayanan

kesehatan pra-usia lanjut dan usia lanjut.

Jumlah Tenaga Kesehatan di Puskesmas Telaga ini yaitu; Dokter umum 3

orang, Dokter gigi 1 orang, Apoteker/Farmasi 1 orang, Perawat 9 orang, Perawat

gigi 1 orang, Analisis 1 orang, Bidan 5 orang, Gizi/Nutrition 6 orang, Sanitarian 2

orang, Kesmas 2 orang, Tenaga magang 6 orang, Tenaga kesehatan lainnya 3

orang, dan Tenaga non kesehatan berjumlah 4 orang. Sarana dan Prasarana dari

Puskesmas Telaga ini meliputi; 1 Puskesmas pembantu (pustu), 2 Puskesmas

keliling (pusling), 2 Poskesdes, 5 Posyandu, 1 Gudang Obat, 3 Rawat jalan, dan 1

Apotik

4.1.2. Karakteristik Responden

1. Jenis Kelamin

Berdasarkan Penelitian Yang Dilakukan, Diperoleh Distribusi Responden

Berdasarkan Jenis Kelamin Yakni Sebagai Berikut.

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin pada Pasien


diabetes melitus tipe 2 di Puskesmas Kota Tengah
No Jenis Kelamin N %
1 Laki-Laki 33 30
2 Perempuan 77 70
Total 110 100
Sumber: Data Primer, 2023

47
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa responden terdiri dari

perempuan sebanyak 77 responden (70%) dan laki-laki sebanyak 33 orang

(30%). Frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin yang dominan adalah

perempuan.

2. Usia

Berdasarkan Penelitian Yang Dilakukan, Diperoleh Distribusi Responden

Berdasarkan Usia Yakni Sebagai Berikut.

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia pada Pasien diabetes


melitus tipe 2 di Puskesmas Kota Tengah
No Motif N %
1 45-54 47 42,7
2 55-65 47 42,7
3 66-74 16 14,5
4 75-90 0 0
Total 110 100
Sumber: Data Primer, 2023

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa ada empat kelompok

usia berdasarkan WHO, usia 45-54 sebanyak 47 responden (42,7%), usia 55-

65 sebanyak 47 (42,7%), dan usia 66-74 sebanyak 16 responden (14,5).

3. Keturunan diabetes

Berdasarkan Penelitian Yang Dilakukan, Diperoleh Distribusi Responden

Berdasarkan Keturunan diabetes Yakni Sebagai Berikut.

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Keturunan diabetes pada


Pasien diabetes melitus tipe 2 di Puskesmas Kota Tengah
No Jenis Kelamin N %
1 Keturunan diabetes 20 18,2
2 Bukan keturunan diabetes 90 81,8
Total 110 100
Sumber: Data Primer, 2023

48
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa responden Berdasarkan

keturunan diabetes 20 responden (18,2%) dan bukan keturunan diabetes

sebanyak 90 (81,8%). Frekuensi responden berdasarkan keturunan diabetes

yang dominan adalah responden yang bukan keturunan diabetes.

4.1.3. Analisa Univariat

1. Distribusi Frekuensi kualitas tidur pasien Diabetes di Puskesmas Kota

Tengah

Berdasarkan Penelitian Yang Dilakukan, Diperoleh Distribusi Responden

Berdasarkan Kualitas Tidur Yakni Sebagai Berikut.

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kualitas Tidur pada Pasien diabetes
melitus tipe 2 di Puskesmas Kota Tengah
No kualitas tidur N %
1 baik 83 75,4
2 buruk 27 24,5
Total 110 100
Sumber: Data Primer, 2023

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar

responden frekuensi kualitas tidur baik yaitu sebanyak 83 responden (75,4%)

sedangkan kualitas tidur buruk sebanyak 27 responden (24,5%)

2. Frekuensi berdasarkan Pola Makan pasien Diabetes di Puskesmas Kota

Tengah

Berdasarkan Penelitian Yang Dilakukan, Diperoleh Distribusi Responden

Berdasarkan Pola Makan Yakni Sebagai Berikut.

49
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pola Makan pada Pasien diabetes
melitus tipe 2 di Puskesmas Kota Tengah
No Pola Makan N %
1 Baik 97 88,1
2 Buruk 13 11,8
Total 110 100
Sumber: Data Primer, 2022

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar

responden memiliki pola makan baik yaitu sebanyak 97 responden (88,1%)

sedangkan yang memiliki pola makan buruk sebanyak 13 responden (11,8%)

4.2 Pembahasan

4.2.1. Kualitas Tidur Pasien Diabetes di Puskesmas Kota Tengah

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar responden

kualitas tidur baik yaitu sebanyak 83 responden (75,4%).

Kualitas tidur yang baik pada pasien diabetes berhubungan dengan tingkat

HbA1c, dimana HbA1c memiliki korelasi linier negatif dengan jumlah segmen

tidur dan durasi tidur. Dengan kata lain, pasien yang membagi tidurnya menjadi

lebih dari satu segmen selama 24 jam memiliki HbA1c yang lebih

rendah. Demikian pula, semakin lama pasien tidur dalam 24 jam, semakin baik

pengendalian diabetesnya. Meskipun beberapa penelitian sebelumnya

menunjukkan bahwa durasi tidur berhubungan dengan risiko diabetes atau kontrol

glikemik yang lebih buruk pada penderita diabetes, berdasarkan hasil penelitian

oleh Gozasht tahun2016 didapatkan hubungan antara kontrol glikemik dan

segmen tidur. sehingga partisipan yang membagi waktu tidurnya memiliki kontrol

glikemik yang lebih baik dibandingkan mereka yang memiliki tidur malam

monofasik tanpa gangguan. Efek pada kontrol glikemik ini tidak bergantung pada

50
durasi atau kualitas tidur. Sehingga peserta dengan pola tidur monofasik

menunjukkan kontrol glikemik yang lebih buruk dibandingkan dengan mereka

yang memiliki pola tidur terbagi (Mohammad Hossein Gozasht. 2016)

Penelitian ini menunjukkan responden dengan kualitas tidur buruk sebanyak

27 responden (24,5%). Berdasarkan hasil telaah kuisioner pada responden dengan

kualitas tidur buruk dikarenakan sering ke kamar kecil pada malam hari serta

tidak dapat tidur dalam waktu setengah jam, serta sering terbangun dimalam hari.

Beberapa responden juga mengatakan bahwa tidak tertidur pulas pada malam hari

Bedasarkan hasil penelitian oleh Zelta Pratiwi Gustimigo tahun 2015.

Terdapat beberapa faktor gangguan tidur yang dapat mempengaruhi kualitas tidur

pada penderita Diabetes Mellitus yaitu, faktor fisik, psiksosial, dan lingkungan.

Faktor fisik yang menyebabkan gangguan tidur pada penderita Diabetes Mellitus

meliputi nokturia, sering merasa haus, sering merasa lapar, gatal-gatal pada kulit,

kesemutan dan kram pada kaki, nyeri dan ketidaknyamanan fisik. Nokturia adalah

berkemih pada malam hari yang mengganggu tidur dan siklus tidur. Kondisi ini

yang paling umum pada lansia dengan penurunan tonus kandung kemih atau pada

orang yang berpenyakit jantung, diabetes, uretritis, atau penyakit prostat. Setelah

seseorang berulang kali terbangun untuk berkemih, menyebabkan sulit untuk

kembali tidur.

Jika kadar gula darah sampai diatas 160 – 180mg/dl, maka glukosa akan

sampai ke air kemih. Jika kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal akan membuang air

tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa yang hilang. Karena ginjal

menghasilkan air kemih dalam jumlah yang berlebihan, maka penderita sering

51
berkemih dalam jumlah yang banyak. Akibatnya penderita merasakan haus yang

berlebihan sehingga penderita banyak minum. Dengan kondisi yang seperti ini

penderita sering terbangun untuk minum.18 Sejumlah besar kalori hilang kedalam

air kemih, penderita Diabetes Mellitus mengalami penurunan berat badan. Untuk

mengkompensasikan hal ini penderita seringkali merasakan lapar yang luar biasa

Sehingga banyak makan. Hal ini dapat mengganggu tidur penderita pada malam

hari karena sering bangun. (Zelta Pratiwi Gustimigo. 2015)

Gatal-gatal pada kulit merupakan salah satu gejala klinis penyakit diabetes

mellitus. Hal ini membuat penderita DM tidak nyaman untuk tidur dan dapat

menyebabkan terbangun dari tidur. Bila gula tidak dikontrol atau tidak diobati,

gejala kronis ini akan timbul dan ini akan menyebabkan penderita merasa tidak

nyaman dan susah untuk tidur. Keluhan nyeri pada ekstremitas merupakan

keluhan umum pada penderita diabetes mellitus, terutama pada penderita

menahun apalagi dengan kendali glukosa yang tidak baik. Sensasi yang dirasakan

dapat bermacam-macam seperti rasa terbakar, tertusuk. Hal ini ini menyebabkan

penderita susah untuk tidur. Ketidaknyamanan fisik merupakan penyebab utama

kesulitan untuk tidur atau sering terbangun pada malam hari. (Zelta Pratiwi

Gustimigo. 2015)

Menurut riset University of Chicago, Amerika Serikat, keseimbangan

metabolisme terganggu bila kurang tidur minimal tiga hari dan dapat dihubungkan

dengan kuantitas dan kualitas tidur. Kurang tidur dapat menyebabkan seseorang

merasa mengantuk yang berlebihan pada siang hari dan kurang berenergi serta

menyebabkan gangguan konsentrasi. Penderita diabetes mellitus, umumnya

52
mengeluh sering berkemih, merasa haus, merasa lapar, rasa gatal-gatal pada kulit,

dan keluhan fisik lainnya seperti mual, pusing dan lain-lain. Gejala klinis tersebut,

pada malam hari juga dialami oleh penderita penyakit diabetes mellitus, hal ini

tentu dapat mengganggu tidurnya. Terjadinya gangguan tidur akan berdampak

pada meningkatnya frekuensi terbangun, sulit tertidur kembali, ketidakpuasan

tidur yang akhirnya mengakibatkan penurunan kualitas tidur. Disamping itu,

kurang tidur selama periode yang lama dapat menyebabkan penyakit lain atau

memperburuk penyakit yang ada serta berdampak pada lamanya proses

penyembuhan.

Penelitian yang dilakukan oleh ginting tahun 2021, Hubungan sebab akibat

antara kualitas tidur dan diabetes melitus memang belum bisa dipastikan. Namun,

para ahli yakin bahwa tidur jangka pendek dan kualitas tidur yang buruk akan

memicu perubahan metabolisme tubuh. Oleh karena itu, sangat penting bagi orang

yang sehat atau yang menderita diabetes untuk menjaga pola tidurnya. Bukan

hanya durasinya saja yang perlu diperhatikan, tapi kualitas tidur juga perlu

diperhatikan.

Kualitas tidur adalah dimana suatu keadaan dimana tidur yang dijalani

seorang individu menghasilkan kesegaran dan kebugaran ketika terbangun.

Kualitas tidur mencakup aspek kuantitatif seperti durasi tidur, latensi tidur, serta

aspek subjektif seperti tidur dalam dan istirahat. Kualitas tidur seseorang

dikatakan baik apabila tidak menunjukan tanda-tanda kekurangan tidur dan tidak

mengalami masalah dalam tidurnya. Tanda-tanda kekurangan tidur dapat

dibedakan menjadi tanda fisik dan tanda psikologis (Khasanah & Hidayati, 2012).

53
Perubahan hormonal yang terjadi terkait dengan gangguan tidur dapat

disebabkan adanya aktivitas Hipotalamus-Pituitari-Adrenal (HPA) dan sistem

saraf simpatis. Aktivitas HPA dan sistem saraf simpatis dapat merangsang

pengeluaran hormon seperti katekolamin dan kortisol yang menyebabkan

gangguan toleransi glukosa dan resistensi insulin dan berhubungan dengan DM

tipe 2 (Taub & Redeker, 2008). Perubahan respon tubuh yang terjadi akibat

adanya gangguan tidur adalah terjadinya peningkatan resistensi insulin sehingga

sel tidak dapat menggunakan hormon secara efisien (Smith, 2010). Kualitas tidur

yang buruk bagi pasien DM adalah sering berkemih pada malam hari, makan

berlebihan sebelum waktu tidur, stress dan kecemasan yang berlebihan serta

peningkatan suhu tubuh dapat menggangu pola tidur di malam hari, sehingga

menyebabkan kurangnya kualitas tidur. Beberapa gangguan pada respon imun,

metabolisme endokrin dan fungsi kardiovaskuler (Nanda Demur. 2018)

Menurut asumsi penelitiKualitas tidur yang baik akan memberikan

kenyamanan dalam beristirahat, jika kualitas tidur buruk bagi pasien DM adalah

sering berkemih pada malam hari, makan berlebihan sebelum waktu tidur, stress

dan kecemasan yang berlebihan serta peningkatan suhu tubuh dapat menggangu

pola tidur di malam hari, sehingga menyebabkan kurangnya kualitas tidur.

Sehingga dengan kurang nya tidur juga akan berpengaruh terhadap perubahan

hormon leptin dan ghrelin. Hormon leptin bertanggung jawab terhadap rasa

kenyang, kurangnya waktu untuk tidur akan menurunkan kadar hormon leptin,

dan membuat seseorang menjadi lebih banyak makan.

54
4.2.2. Pola Makan pasien diabetes diabetes di Puskesmas Kota tengah

Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan, menunjukkan bahwa sebagian

besar responden memiliki pola makan baik yaitu sebanyak 97 responden (88,1%)

sedangkan yang memiliki pola makan buruk sebanyak 13 responden (11,8%).

Dari hasil telaah kusioner didapatkan pola makan buruk diakibatkan karena

responden sering mengkonsumsi makanan dengan jumlah yang banyak pada saat

lapar dengan tidak memperhatikan karbohidrat yang terkadung dalam makanan,

makanan tersebut berupa nasi. Selain itu terdapat juga responden yang memilki

kebiasaan konsumsi cemilan atau janjanan hal ini menurut responden sudah

menjadi kebiasaan sejak dulu, item kuisioner juga memperlihatkan pasien yang

memiliki pola makan buruk karena sering mengkonsumsi soft drink, roti dan

pasta.

Peningkatan jumlah penderita DM yang sebagian besar DM tipe 2, berkaitan

dengan beberapa faktor yaitu faktor risiko yang tidak dapat diubah, faktor risiko

yang dapat diubah dan faktor lain. Menurut Soegondo (2011) bahwa DM

berkaitan dengan faktor risiko yang tidak dapat diubah meliputi riwayat keluarga

dengan DM (first degree relative), umur ≥45 tahun, etnik, riwayat melahirkan bayi

dengan berat badan lahir bayi >4000 gram atau riwayat pernah menderita DM

gestasional dan riwayat lahir dengan berat badan rendah. Faktor risiko yang dapat

diubah meliputi obesitas berdasarkan IMT ≥25 kg/m2 atau lingkar perut ≥80 cm

pada wanita dan ≥90 cm pada lakilaki, kurangnya aktivitas fisik, hipertensi,

dislipidemi dan pola makan yang tidak sehat

55
Sumber karbohidrat utama yang sering dikonsumsi adalah nasi, dimana nasi

merupakan salah satu sumber karbohidrat terbesar. Karbohidrat memiliki fungsi

utama, yaitu sebagai penyedia energi bagi tubuh. Jika mengkonsumsi karbohidrat

dalam jumlah yang berlebih maka akan menyebabkan asupan energi meningkat

dan mengakibatkan diabetes. Selain itu mereka juga sering mengkonsumsi dari

jenis makanan jajanan seperti kolak pisang, bubur kacang hijau, gorengan.

Dimana kacang dan pisang merupakan salah satu sumber karbohidrat. Hasil

penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mustika (2018)

menyatakan bahwa konsumsi sumber karbohidrat sebagian besar lebih sebesar

62,1%

Hasil penelitian membuktikan bahwa pasien DM tipe 2 yang memiliki

asupan karbohidrat kurang dari kebutuhan cenderung tidak mampu melakukan

kontrol kadar gula darah dibandingkan dengan pasien yang asupan karbohidratnya

sesuai kebutuhan, dan hasil uji pearson chi square menunjukkan bahwa ada

hubungan yang bermakna jumlah asupan karbohidrat dengan kontrol kadar gula

darah. Jumlah karbohidrat yang dikonsumsi dari makanan utama dan selingan

lebih penting daripada sumber karbohidrat tersebut. Hal ini disebabkan jumlah

karbohidrat yang dikonsumsi dari makanan utama dan selingan mempengaruhi

kadar gula darah dan sekresi insulin. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian

Samaha dkk, menyatakan bahwa pengurangan asupan karbohidrat dapat

meningkatkan sensitivitas insulin pada individu sehat dan penurunan kadar gula

darah puasa pada pasien DM tipe 2. (Mardhiyah Idris. 2018)

56
Secara teori, tidak terkontrolnya kadar gula darah pada pasien DM tipe 2 yang

asupan karbohidratnya melebihi kebutuhan disebabkan oleh tingginya

pembentukan gula yang bersumber dari karbohidrat dan rendahnya reseptor

insulin, seperti yang diungkapkan oleh Edgren, bahwa pada pasien DM tipe 2,

jumlah insulin bisa normal atau lebih, tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat

dalam permukaan sel yang kurang.

Pola makan baik dilihat dari bahan makanan pada penelitian ini adalah

responden yang memiliki pola makan berupa sayuran yang kaya akan serat, hal ini

sejalan dengan penelitian oleh Mardhiyah Idris tahun 2018 dimana Adanya

hubungan konsumsi sayuran dengan kontrol kadar gula darah pada pasien DM

tipe 2 dapat dijelaskan bahwa dengan konsumsi serat sesuai kebutuhan dapat

menimbulkan rasa kenyang akibat masuknya karbohidrat komplek yang

menyebabkan menurunnya selera makan dan akhirnya menurunkan konsumsi

makan, disamping itu serat juga mengandung kalori rendah sehingga dapat

menurunkan kadar gula darah dan lemak dalam tubuh.

Selain serat dari sayuran, pola makan baik pada peneltian ini terlihat dari

konsumsi buah dimana pada buah memiliki indeks glikemik yang relatif rendah

buah-buahan juga mengandung serat yang cukup tinggi sehingga dapat

menimbulkan perasaan kenyang dan puas yang membantu mengendalikan nafsu

makan dan menghindari intake energi yang berlebihan,13 sehingga dapat

dijelaskan bahwa pada pasien yang mengkonsumsi buah dalam jumlah yang

kurang akan cenderung memiliki intake energi yang melebihi kebutuhan karena

pasien DM cenderung merasa lapar akibat selsel yang kekurangan gula. Hal ini

57
didukung oleh Gropper, bahwa gel dapat memperlambat gerak peristaltik zat gizi

(gula darah) dari dinding usus halus menuju daerah penyerapan sehingga terjadi

penurunan kadar gula darah. (Mardhiyah Idris. 2018)

Setiap jenis makanan mempunyai karakteristik kimia yang beragam, dan

sangat menentukan tinggi rendahnya kadar glukosa dalam darah ketika

mengonsumsinya atau mengombinasikannya dalam pembuatan menu sehari-hari

(Susanto, 2013).

a. Kebiasaan pasien diabetes melitus mengkonsumsi Karbohidrat

Kebiasaan makan pada pasien dengan diabetes melitus adalah karbohidrat

yang tidak mudah dipecah menjadi glukosa yang banyak terdapat pada kacang-

kacangan, serat (sayur dan buah), pati, dan umbi-umbian. Oleh karena itu,

penyerapannya lebih lambat sehingga mencegah peningkatan kadar gula darah

secara drastis. Sebaliknya, karbohidrat yang mudah diserap, seperti gula (baik

gula pasir, gula merah maupun sirup), produk padi-padian (roti, pasta) justru akan

mempercepat peningkatan gula darah.

Karbohidrat kompleks adalah karbohidrat yang sulit dicerna oleh usus.

Penyerapan karbohidrat kompleks ini relatif pelan, memberikan rasa kenyang

lebih lama dan tidak cepat menaikkan kadar gula darah dalam tubuh. Karbohidrat

kompleks diubah menjadi glukosa lebih lama daripada karbohidrat sederhana

sehingga tidak mudah menaikkan kadar gula darah dan lebih bisa menyediakan

energi yang bisa dipakai secara bertingkat sepanjang hari (Susanto, 2013).

58
b. Konsumsi Protein Hewani dan Nabati

Pola makan pasien diabetes meliputi Makanan yang bersumber dari protein

dibagi menjadi dua, yaitu sumber protein nabati dan sumber protein hewani.

Protein nabati adalah protein yang didapatkan dari sumber-sumber nabati. Sumber

protein nabati yang baik dianjurkan untuk dikonsumsi adalah dari kacang-

kacangan, di antaranya adalah kacang kedelai (termasuk produk olahannya,

seperti tempe, tahu, susu kedelai dan lainlain), kacang hijau, kacang tanah, kacang

merah dan kacang polong

Selain berperan membangun dan memperbaiki sel-sel yang sudah rusak,

konsumsi protein juga dapat mengurangi atau menunda rasa lapar sehingga dapat

menghindarkan penderita diabetes dari kebiasaan makan yang berlebihan yang

memicu timbulnya kegemukan. Makanan yang berprotein tinggi dan rendah

lemak dapat ditemukan pada ikan, daging ayam bagian paha dan sayap tanpa

kulit, daging merah bagian paha dan kaki, serta putih telur (Susanto, 2013)

c. Konsumsi Serat

Pada penelitian ini didapatkan pola makan yang baik seperti Konsumsi

serat, terutama serat larut air pada sayur-sayuran dan buah-buahan. Serat ini dapat

menghambat lewatnya glukosa melalui dinding saluran pencernaan menuju

pembuluh darah sehingga kadarnya dalam darah tidak berlebihan. Selain itu, serat

dapat membantu memperlambat penyerapan glukosa dalam darah dan

memperlambat pelepasan glukosa dalam darah. American Diabetes Association

merekomendasikan kecukupan serat bagi penderita DM adalah 20-35 gram per

hari, sedangkan di Indonesia asupan serat yang dianjurannya sekitar 25 g/hari.

59
Serat banyak terdapat dalam sayur dan buah, untuk sayur dibedakan menjadi dua

golongan, yaitu golongan A dan golongan B. Sayur golongan A bebas dikonsumsi

yaitu oyong, lobak, selada, jamur segar, mentimun, tomat, sawi, tauge, kangkung,

terung, kembang kol, kol, lobak dan labu air. Sementara itu yang termasuk sayur

golongan B diantaranya buncis, daun melinjo, daun pakis, daun singkong, daun

papaya, labu siam, katuk, pare, nangka muda, jagung muda, genjer, kacang kapri,

jantung pisang, daun beluntas, bayam, kacang panjang dan wortel. Untuk buah-

buahan seperti mangga, sawo manila, rambutan, duku, durian, semangka dan

nanas termasuk jenis buah-buahan yang kandungan HA diatas 10gr/100gr bahan

mentah.

Peneliti berasumsi pola makan baik pada penderita diabetes dikarenakan

kesadaran dari penderita diabetes tentang jenis makanan serta jumlah yang

dianjurkan bagi penderita diabetes, kadar glukosa darah sangat dipengaruhi oleh

jenis makanan yang dikonsumsi oleh peneritas diabetes, pola makan baik pada

penelitian ini terliha dari jenis makanan dimana makanan yang dikonsum berupa

sayur serta sumber serat dari buah, sedangkan konsumsi karbohidrat merupakan

sumber energi dari nasi dikonsumsi dalam batas yang seimbang dengan sayur

serta buah, sedangkan pada pola makan buruk pada penelitian ini terlihat dari pola

makan yang sudah menjadi kebiasaan sejak dulu, seperti mengkonsumsi makanan

yang mengandung gula yang berasal dari soft drink serta beberapa makanan

cemilan. Selain makanan yang mengandung gula didapatkan juga pola makan

buruk dilihat dari banyaknya konsumsi karbohidrat yang bersumber dari nasi yang

tidak diimbangi dengan serat dari sayur maupun buah-buahan.

60
4.3 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini mempunyai keterbatasan dalam prosesnya yaitu terdapat

variabel atau faktor yang tidak teliti yaitu budaya makan, pekerjaan dan ekonomi

keluarga yang dapat melatarbelakangi pola makan serta kualitas tidur pasien

diabetes.

61
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya dapat

disimpulkan sebagai berikut:

1. Kualitas tidur didapatkan kategori baik yaitu sebanyak 83 responden (75,4%)

dan buruk sebanyak 27 responden (24,5%)

2. Pola makan didapatkan kategori baik sebanyak 97 responden (88,1%) dan

buruk sebanyak 13 responden (11,8%)

5.2 Saran

1. Bagi Pihak Puskesmas

Pihak Puskesmas dapat memberikan program tambahan bagi penderita

diabetes berupa sosialisasi serta kontrol pola makan dan kualitas tidur pada

pasien dengan diabetes

2. Bagi pasien diabetes/responden

Diharapkan pada pasien diabetes dapat memperhatikan diit yang benar sesuai

dengan anjuran diit dibetes serta menignkatkan kualitas tidur untuk menjaga

kadar glukosa darah dalam batas normal.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Peneliti selanjutnya diharapkan meneliti faktor-faktor lain yang tidak diteliti

dalam penelitian ini yaitu budaya makan, pekerjaan dan ekonomi keluarga.

62
DAFTAR PUSTAKA

ADA. 2017. Standart of Medical Care in Diabetes. American Diabetes


Association.

Adi, Soelistijo, dkk. 2016. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes


Melitus Tipe 2 di Indonesia. PB PERKENI.

American Diabetes Association. (2020). Introduction: Standars of MedicalCare in


Diabetes. Retrieved from https://care.diabetesjournals.org

Azizah (2016). Keperawatan Lanjut Usia Edisi I. Yogyakarta : Graha Ilmu

Bruno, L. (2019). Pola Tidur. Journal of Chemical Information and Modeling,


53(9), 1689–1699.

Damayanti, F. (2018). Hubungan Manajemen Diri Diabetes Dengan Kontrol Gula


Darah Pasien Diabetes Melitus Tipe II Pada Peserta Prolanis Di Bandar
Lampung (Skripsi) (p.39). Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Decroli, E. 2019. Diabetes Melitus Tipe 2. Padang: Pusat Penerbitan Bagian Ilmu
Penyakit Dalam Fakulltas Kedokteran Universitas Andalas.

IDF. (2019). IDF DIABETES ATLAS (9th ed.). BELGIUM : International


Diabete sfederation. Retrieved from
https://www.diabetesatlas.org/en/resources

Fatimah RN. Diabetes melitus tipe 2. Jurnal Majority. 2015;4(5):93–101.

Kurnia. J, Mulyadi, Julia V.R. 2017. Hubungan Kualitas Tidur dengan Kadar
Glukosa Darah

Kemeterian Kesehatan RI. Diabetes Melitus Penyebab Kematian Nomor 6 di


Dunia. [Online] 2018. Dari: http://www.depkes.go.id

Mauliza. 2018. Obesitas Dan Pengaruhnya Terhadap Kardiovaskular. Jurnal


Averrous. 4(2): 1-10.

Mahendra, dkk. (2016). Care yourself diabetes mellitus. Jakarta : Penebar Plus

63
Mubarak W.I., Lilis I., Joko S. 2015. Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar. Jakarta:
Salemba Medika.

Adnan, M., Mulyati, T., & Isworo, J. T. (2018). Hubungan Indeks Massa Tubuh
(IMT) Dengan Kadar Gula Darah Penderita Diabetes Melitus Tipe 2
Rawat Jalan Di RS Tugurejo Semarang. Jurnal Gizi Universitas
Muhammadiyah Semarang, 23.

Notoatmodjo, S. 2017.. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Nurrahmani. 2016 Stop Diabetes. Yogyakarta: Familia

Nursalam. 2020. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis.


Cet. 2. Jakarta: Salemba Medika.

Nugroho, A.S. & Purwanti, S.O. (2016). Hubungan Antara Tingkat Stres Dengan
Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Melitus Di Wilayah Kerja
Puskesmas Sukoharjo I Kabupaten Sukoharjo. Jurnal S1 Keperawatan FIK
UMS Jln. Ahmad Yani Tromol Pos I Pabelan Kartasura.

Oetoro, S., Parengkuan, E., Parengkuan, J. 2013. Smart Eating:1000 Jurus makan
pintar & hidup bugar. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Infodatin Diabetes Melitus
In: PUSDATIN, editor. Jakarta: Kementerian Kesehatan; 2014.

[PERKENI] Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Pedoman Pengelolaan dan


Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Dewasa di Indonesia 2019. Pb.
Perkeni. 2019.

Potter & Perry, 2010. Fundamental KeperawatanVol 2, Edi., Salemba Medika.

Rudini, D. Sulistiawan, A. Yusnilawati. 2018. Analisis Pengaruh Kepatuhan Pola


Diet DM Terhadap Kadar Gula Darah Dm Tipe II.

Soewondo, P. Subekti, I. Editor. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu bagi


dokter maupun edukator diabetes.Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.

64
Sugiyono. 2017. MetodePenelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: PT
Alfabet.

Susilo, R. (2017). Hubungan Kualitas Tidur Dengan Tekanan Darah Pada


Mahasiswa Semester VIII Program Studi Keperawatan Stikes
BHMMadiun. S, 1–102.

Susanti., Bistara, D.N. 2018. Hubungan Pola Makan dengan Kadar Gula Darah
pada Penderita Diabetes Melitus. Kesehatan Vokasional, [e-journal] 3(1):
pp.29-34.

Soelistijo SA, Lindarto D, Decroli E, Permana H, Sucipto KW, Kusnadi Y, et al.


Pedoman pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 dewasa di
Indonesia 2019. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. 2019;1–117.

Tentero, et al. 2016. Hubungan diabetes melitus dengan kualitas tidur. Jurnal E-
Biomedik, 4(2).

World Health Organization 2017. Diabetes. Media Centre. Diunduh dari


http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs312/en/. Diakses November
2018.

Wahyuni, Y., Nursiswati, & Anna, A. (2015). Kualitas Hidup berdasarkan


Karekteristik Pasien Diabetes Melitus Tipe 2. volume 2 No 1.

65
Lampiran 1
Master tabel

No. Nama/Ini Umur/ Keturunan Kualitas Tidur Pola Makan


nsial label Jenis Diabetes
Kelamin Ya Tidak Baik Tidak Baik Tidak
Baik Baik
1. E.L 65 P   

2. S.B 54 L   

3. R.S 48 L   
4. D.K 64 P   
5. A.B 65 P   
6. S.M 50 P   

7. N.A 47 P   

8. E.P 50 P   

9. N.O 43 L   

10. S.T 48 P   

11. K.T 65 L   

12. L.A 47 L   

13. A.D 55 L   

14. A.H 50 P   

15. T.U 55 P   

16. R.A 49 L   

17. F.A 55 P   

18. M.Y 65 P   

19. N.E 54 P   

20. N.S 49 P   

21. C.P 54 P   

22. L.S 50 P   

66
23. Y.S 47 P   

24. B.A 47 P   

25. S.M 60 P   

26. S.P 46 L   

27. M.A 65 P   

28. N.M 54 P   

29. P.U 65 P   

30. K.C 65 P   

31. H.B 67 P   

32. M.A 52 P   

33. H.H 68 L   

34. C.M 47 P   

35. A.A 51 L   

36. N.S 62 P   

37. N.H 60 L   

38. K.M 65 P   

39. S.M 50 P   

40. Y.N 49 P   

41. P.S 50 L   

42. M.P 65 P   

43. I.L 52 L   

44. R.Y 45 L   

45. C.P 48 P   

46. Z.H 52 L   

67
47. Y.K 49 P   

48. L.H 46 P   

49. M.K 67 L   

50. D.A 65 P   

51. F.K 61 L   

52. M.S 68 P   

53. R.L 45 P   

54. N.A 65 P   

55. H.N 56 P   

56. A.T 62 P   

57. H.S 69 L   

58. N.H 48 P   

59. Z.H 53 P   

60. S.Y 67 P   

61. A.R 60 P   

62. A.A 56 P   

63. A.M 46 P   

64. C.M 50 P   

65. K.I 65 L   

66. K.M 56 P   

67. Z.P 65 P   

68. R.I 68 L   

69. S.U 50 P   

70. V.S 56 P   

68
71. P.M 46 P   

72. S.H 66 L   

73. Y.B 65 P   

74. R.K 59 L   

75. L.K 69 P   

76 F.S 65 P   

77. N.K 65 P   

78. S.A 60 P   

79. M.A 65 P   

80. Z.H 57 L   

81. Y.A 67 L   

82. A.M 62 P   

83. R.A 48 L   

84. N.P 67 P   

85. P.M 50 P   

86. I.S 65 L   

87. K.A 67 P   

88. A.Y 67 P   

89. R.W 55 P   

90. F.M 68 P   

91. F.P 51 L   

92. S.D 58 L   

93. N.A 47 P   

94. M.L 49 P   

69
95. J.A 55 L   

96. B.W 60 L   

97. E.H 49 P   

98. A.R 54 L   

99. M.A 58 P   

100. Y.H 65 L   

101. S.C 56 P   

102. A.P 66 L   

103. E.H 65 P   

104. S.C 60 P   

105. I.H 63 P   

106. A.M 60 P   

107. J.M 67 P   

108. W.S 60 P   

109. S.I 45 P   

110. Y.I 47 P   

Keterangan usia:

Merah usia 45-54

Kuning usia 55- 65

Hijau usia 66-74

70
Lampiran 2

LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama :

Usia :

Jenis kelamin :

Alamat :

Bersedia menjadi responden dari peneliti yang bernama Ni wayan nadia Puspasari,
mahasiswa Universitas Negri Gorontalo Jurusa Keperawatan, yang akan melakukan
penelitian dengan judul “Gambaran Kualitas Tidur Dan Pola Makan Pada Pasien
Diabetes Melitus”.

Saya memahami bahwa penelitian ini tidak berakibat negative terhadap saya,
sehingga jawaban yang saya berikan adalah yang sebenarnya dan tanpa ada paksaan dari
siapapun.

Gorontalo, 2023

Yang menyatakan

Responden

71
Lampiran 3

KUESIONER PENELITIAN PSQI (PIRTZBURG SLEEP


QUALITY INDEX)

Nama:

Umur:

Jenis kelamin:

Tekanan darah:

Selama sebulan ini:

1. Jam berapa anda tidur malam hari?


2. Berapa meni tanda perlukaan sampai anda tidur dimalam hari?
3. Jam berapa anda bangun di pagi hari?
4. Berapa jam anda tidur pulas di malam hari?
5.Dalam sebulan ini Tidak pernah Sekali 2kali 3 atau lebih
berapa sering anda seminggu seminggu dalam
mengalami masalah seminggu
Tidur
A.Tidak dapat tidur dalam
30 menit
B.Bangun di tengah malam
atau dini hari
C.Sering bangun untuk ke
Kamar kecil
D.Tidak dapat bernafas
Dengan baik
E.Batuk atau mendengkur
Secara nyaring
F. Merasa terlalu dingin

72
G.Merasa terlalu panas

H.Mengalami mimpi buruk


I. Merasa sakit

J. Berapa sering kamu


mengalami masalah
Tidur
6.Selama sebulan ini berapa Tidak pernah sekali 2 kali 3 atau lebih
sering menggunakan
obat obatan untuk
membuat
kamutidur

73
7.Dalam sebulan ini Tidak pernah sekali 2 kali 3 atau lebih
berapa sering kamu
mengalami masalah
dalam mengemudi,
makan, ataupun
aktivitas sosial
8.Dalam sebulan ini berapa Tidak pernah sekali 2 kali 3 atau lebih
banyak masalah yang
membuat anda tidak
antusias untuk
menyelesaikannya
9.Dalam sebulan ini Sangat baik Baik Buruk Sangat
bagaimana kualitas Buruk
tidurmu secara
keseluruhan

74
Lampiran 4

KUESIONER POLA MAKAN

Jawaban
No PERTANYAAN
Ya Tidak
Apakah dahulu anda secara teratu rmakan 3 kali
1
sehari ?
Apakah dahulu anda Makan pagi pada pukul 07.00-
2
08.00?
Apakah dahulu anda makan siang pada pukul
3
13.00-14.00?
Apakah dahulu anda makan malam pada pukul
4
19.00
5 Adakah dahulu makanan pokok selain nasi ?
Apakah dahulu setiap hariyang anda maka nterdiri
6 dari nasi (makanan pokok), lauk pauk, sayuran,buah
buahan serta susu?
Apakah dahulu lauk pauk di rumah mengandung
7
protein (contoh:tempe,daging atau telur)?
Apakah dahulu setiap hari anda makan buah-
8
buahan ?
Apakah dahulu anda menyukai sayuran sebagai
9
makanan sehari-hari?
Apakah dahulu anda akan makansebanyak-
10
banyaknya saat anda merasa lapar?

67
Apakah dahulu anda sering makan-makanan ringan
11
Sebagai camilan atau jajanan?
Apakah dahulu anda mempunyai kebiasaan tidur
12
setelah merasa kenyang?
Apakah dahulu anda gemar mengkonsums imakan
13
Cepat saji ( contoh :mieinstan, hamburger, dll )
Apakah dahulu anda gemar mengkonsumsi soft
14
drink atau minuman bersoda?
Apakah dahulu anda lebih mengutamakan porsi
15
nasi dibandingkan porsi lauk pauk dan sayur sayuran ?
Apakah dahulu anda selalu mengkonsumsi makan
16
manis setiap hari ?
Apakah dahulu anda mengkonsumsi minuman
17
beralkohol ?
Apakah dahulu anda sering mengkonsumsi buah-
18
buahaan yang tinggi kandungan karbohidratnya seperti
pisang, sirsak, nangka, mangga dan durian ?
Apakah dahulu anda sering mengkonsumsi makan yang
19
tinggi kandungan karbohidratnya seperti mie,
roti, dan pasta ?
Apakah dahulu anda makan malam pukul 21.00
20
malam atau lebih ?

68
Lampiran 5

Dokumentasi

69
Lampiran Administratif

70
71
72
73

Anda mungkin juga menyukai