Anda di halaman 1dari 57

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan

nasional, yang pada hakekatnya merupakan upaya penyelenggaraan kesehatan

oleh bangsa Indonesia untuk mencapai kemampuan hidup sehat bagi setiap

penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal, sebagai

salah satu unsur kesejahteraan umum dari tujuan nasional. Pembangunan

nasional dapat terlaksana sesuai dengan cita-cita bangsa jika diselenggarakan

oleh manusia yang cerdas dan sehat.

Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat dipengaruhi oleh

tersedianya sumber daya manusia yang sehat, terampil dan ahli, serta memiliki

perencanaan kesehatan dan pembiayaan terpadu dengan justifikasi kuat dan

logis yang didukung oleh data dan informasi epidemiologi yang valid.

Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini mempunyai

beban ganda (double burden). Penyakit infeksi dan menular masih

memerlukan perhatian besar dan sementara itu telah terjadi peningkatan

penyakit-penyakit tidak menular seperti penyakit karena perilaku tidak sehat

serta penyakit degeneratif.

Kemajuan transportasi dan komunikasi, membuat penyakit dapat

berpindah dari satu daerah atau negara lain dalam waktu yang relatif singkat

serta tidak mengenal batas wilayah admininstrasi.Selanjutnya secara global

maupun nasional, transisi epidemiologi penyakit pada saat ini dan masa

mendatang cenderung beralih dari Penyakit Menular ke Penyakit Tidak

1
Menular, diantaranya penyakit Diabetes Mellitus dan penyakit Metabolik. Hal

ini dibuktikan dengan kecenderungan peningkatan jumlah penduduk dunia

yang mengidap Diabetes Mellitus, makin hari makin bertambah dan daerah

penyebarannyapun makin meluas.

Diabetes telah menjadi penyebab kematian terbesar ke empat di dunia

dimana setiap tahun ada 3,2 juta kematian yang disebabkan langsung oleh

diabetes dan ini berarti 1 orang setiap detik atau 6 orang setiap menit yang

meninggal akibat penyakit yang berkaitan dengan diabetes (Hans T. 2007).

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang beranggotakan 191 negara

menyatakan bahwa Prevalensi Diabetes diseluruh dunia mencapai sekitar

2,8% pada tahun 2000 diperkirakan meningkat menjadi 4,4% pada tahun

2030. Atau dengan kata lain, penderita Diabetes meningkat dari 171.000.000

jiwa pada tahun 2000 menjadi 366.000.000 jiwa pada tahun 2030. Prevalensi

diabetes pada pria lebih tinggi dari pada wanita tetapi jumlah wanita yang

menderita diabetes lebih banyak ketimbang pria (Ethical Digest.2005).

Berdasarkan hasil penelitian dibidang penyakit tidak menular

prevalensi Diabetes Melitus mengalami peningkatan yang cukup bermakna.

Pada kurun waktu tahun 1980-1990 sebesar 1,4 2,3% pada penduduk usia

diatas 15 tahun dan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) oleh BPS

tahun 2003, sebanyak 14,7% terjadi di perkotaan dan 7,2% di perdesaan

Sedangkan menurut prediksi WHO penderita DM di Indonesia pada tahun

2000 8,4 juta (1,9 %). Angka ini akan meningkat terus di mana tahun 2030 di

perkirakan mencapai 21,3 juta (2,8 %) penderita Diabetes Melitus (Depkes RI,

2006).

2
Penemuan tersebut mengindikasikan bahwa epidemi diabetes akan

terus berlanjut dan meningkat. Peningkatan jumlah penderita diabetes terjadi

akibat pertumbuhan populasi, penuaan, urbanisasi, peningkatan prevalensi

obesitas, berkurangya aktivitas fisik dan perubahan gaya hidup akibat dari

perbaikan kemakmuran.

Bagian terbesar dari peningkatan di negara-negara berkembang

diramalkan menghinggapi penduduk usia 45-64 tahun. Sementara itu di

negara-negara maju kenaikan diramalkan lebih kecil dan terutama akan

menimpa penduduk yang berusia 65 tahun ke atas (Ethical Digest, 2005).

Di Propinsi Nusa Tenggara Barat, jumlah penderita Diabetes Mellitus

juga menunjukkan angka yang cukup tinggi. Berdasarkan catatan laporan

tahunan program pengendalian penyakit tidak menular Dinas Kesehatan

Propinsi Nusa Tenggara Barat pengidap Diabetes Melitus dan Metabolik di

Nusa Tenggara Barat tahun 2007 berjumlah 12.259 jiwa.

Dari data Instalasi Rekam Medis Rumah Sakit Umum Provinsi

(RSUP) NTB menunjukkan bahwa terjadi trend kenaikan kunjungan pasien

Diabetes Mellitus dari tahun ke tahun. Tahun 2006 terdapat 2510 kunjungan

dan di tahun 2007 meningkat menjadi 5063 kunjungan penderita Diabetes

Mellitus dimana kunjungan pasen tersebut menempati urutan ke dua jumlah

kunjungan terbanyak pasen rawat jalan. Dalam tiga tahun terakhir (2005-

2007) dari 1080 pengidap Diabetes Mellitus yang dirawat di Instalasi Rawat

Inap sebanyak 81 orang meninggal yang diakibatkan komplikasi Diabetes

Mellitus (CFR 8%).

3
Dalam catatan poli penyakit dalam RSU Provinsi NTB pada bulan

Oktober 2008 dari 568 penderita Diabetes Mellitus sebanyak 75 penderita

mengalami komplikasi.

Peningkatan prevalensi Diabetes Melitus tersebut seiring dengan

peningkatan faktor risikonya antara lain obesitas, kurang aktivitas, kurang

konsumsi serat, konsumsi lemak tingi, merokok, hiperkolesterol,

hiperglekemia, dan Toleransi Glukosa Terganggu. Hal ini sesuai dengan hasil

Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) yang juga menunjukkan

peningkatan prevalensi faktor risiko Diabetes Mellitus dari tahun 2001 ke

tahun 2004, yaitu obesitas (dari 12,7% menjadi 18,3%), hiperglekemia (dari

7,9% menjadi 11,3%), dan hiperkolesterol (dari 6,5% menjadi 12,9%)

(Depkes RI, 2006).

Bertitik tolak dari uraian diatas maka peneliti merasa tertarik untuk

meneliti tentang Faktor Risiko Diabetes Mellitus terhadap Kejadian

Komplikasi yang banyak terjadi pada Diabetisi di RSU Provinsi NTB, dengan

judul Hubungan Kepatuhan Pengendalian Faktor Risiko Terhadap

Kejadian Komplikasi Diabetes Mellitus Pada Diabetisi Di Poli Penyakit

Dalam Rumah Sakit Umum Provinsi NTB Tahun 2008.

B. Identifiksi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat diidentifikasi beberapa

permasalahan terkait Penyakit Diabetes Melitus dan kejadian komplikasi

sebagai berikut :

1. Prevalensi Penyakit Diabetes Melitus kecenderungannya makin meningkat

dari tahun ke tahun. Berdasarkan rekapitulasi Instalasi Rekam Medik RSU

4
Provinsi NTB menunjukkan bahwa telah terjadi trend kenaikan kunjungan

pasen dengan Diabetes Mellitus baik rawat jalan maupun rawat inap

dengan jumlah kematian yang cukup tinggi dalam tiga tahun terakhir.

2. Penyakit Diabetes Mellitus merupakan masalah kesehatan masyarakat

yang cukup serius dimasa mendatang hal ini ditandai adanya peningkatan

prevalensi faktor risiko Diabetes Melitus dari tahun ke tahun.

3. Kecenderungan penyakit Diabetes Melitus berakibat pada kejadian

komplikasi penyakit lain seperti jantung, paru, mata, stroke, kebutaan,

penyakit ginjal kronik, luka kaki yang sulit sembuh, dan impotensi yang

merupakan masalah besar bagi kelangsungan hidup dan produktivitas

penderita serta memberikan beban biaya kesehatan yang cukup mahal.

4. Sebagian besar faktor risiko Diabetes Mellitus berhubungan dengan

perilaku tidak sehat, yang sebenarnya dapat dicegah dan diubah. Di lain

pihak, penderita Diabetes Mellitus yang telah mengetahui penyakitnya

juga belum atau tidak mendapatkan pengobatan yang rasional. Hal ini

antara lain disebabkan keterbatasan kemampuan untuk berobat,

keterbatasan tenaga medis, keterbatasan sarana dan obat yang tersedia,

serta ketidak patuhan penderita dalam pengendalian diri terhadap faktor

risiko Diabetes Mellitus, terutama faktor risiko perilaku yakni merokok,

konsumsi alkohol, kurang aktivitas fisik, kurang konsumsi serat, konsumsi

lemak tinggi, dan perilaku sakit dan pencarian kesehatan.

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah diatas, terlihat

permasalahan Diabetes Mellitus cukup luas, sehingga pada penelitian ini

5
Penulis membatasi permasalahan pada lingkup Kepatuhan Pengendalian

Faktor Risiko dengan Kejadian Komplikasi saja.

Dari pembatasan permasalahan diatas, maka Perumusan Masalah pada

penelitian ini adalah Apakah ada Hubungan Kepatuhan Pengendalian

Faktor Risiko Terhadap Kejadian Komplikasi Diabetes Mellitus Pada

Diabetisi Di Poli Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Provinsi NTB

Tahun 2008 ?.

D. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan penelitian

a. Tujuan Umum

Tujuan Umum penelitian ini adalah untuk :

Mengetahui hubungan kepatuhan pengendalian faktor risiko terhadap

kejadian komplikasi Diabetes Mellitus pada diabetisi di Poli Penyakit

Dalam Rumah Sakit Umum Provinsi NTB Tahun 2008.

b. Tujuan Khusus

Tujuan khusus Penelitian ini adalah :

1) Mengidentifikasi hubungan tingkat kepatuhan pengendalian pola

makan terhadap kejadian komplikasi Diabetes Mellitus pada

diabetisi di Poli Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Provinsi

NTB Tahun 2008.

2) Mengidentifikasi hubungan tingkat kepatuhan pengendalian

aktivitas fisik terhadap kejadian komplikasi Diabetes Mellitus pada

diabetisi di Poli Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Provinsi

NTB Tahun 2008.

6
3). Mengidentifikasi hubungan tingkat kepatuhan pengendalian

pengobatan intensif terhadap kejadian komplikasi Diabetes

Mellitus pada diabetisi di Poli Penyakit Dalam Rumah Sakit

Umum Provinsi NTB Tahun 2008.

4). Menganalisa hubungan kepatuhan pengendalian pola makan,

aktivitas fisik dan pengobatan intensif terhadap kejadian

komplikasi Diabetes Mellitus pada diabetisi di Poli Penyakit

Dalam Rumah Sakit Umum Provinsi NTB Tahun 2008.

2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat terutama :

a. Manfaat bagi peneliti.

Sebagai tambahan ilmu pengetahuan bidang Epidemiologi terutama

berkaitan dengan Pengendalian Faktor Risiko Penyakit Diabetes Mellitus

terhadap Kejadian Komplikasi.

b. Manfaat bagi Instansi.

Sebagai sumbangan informasi bagi RSU Provinsi NTB dalam upaya

memeberikan pelayanan kesehatan yang lebih baik kepada penderita

Diabetes Mellitus terutama dalam hal pencegahan terjadinya komplikasi.

c. Manfaat bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat UNTB dan Ilmu

Pengetahuan.

Memberikan sumbangan informasi pengetahuan tentang hubungan

kepatuhan pengendalian faktor risiko terhadap kejadian komplikasi

diabetes mellitus yang mungkin dapat dijadikan sebagai data pembanding

atau dasar pertimbangan untuk penelitian selanjutnya.

7
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Tinjauan tentang Diabetes Melitus

1. Pengertian Diabetes Melitus

Diabetes Mellitus berasal dari bahasa Yunani. Diabetes artinya

mengalir terus, mellitus berarti madu atau manis. Jadi istilah ini

menunjukkan tentang keadaam tubuh penderita yaitu adanya cairan manis

yang mengalir terus. yakni banyak keluar air seni yang manis karena

mengandung gula. Itulah sebabnya penyakit ini di sebut kencing manis.

Diabetes Mellitus merupakan penyakit metabolik kronis yang

disebabkan oleh ketidakmampuan sel menggunakan glukosa akibat

kurangnya produksi atau tidak adekuatnya insulin dari sel beta pankreas

yang ditandai dengan kadar glukosa darah yang melebihi nilai normal

(hyperglikemia). Ini terjadi karena ada gangguan metabolisme karbohidrat

dalam tubuh. Insulin adalah hormon pankreas zat utama yang bertanggung

jawab mempertahankan kadar gula darah yang tepat. Insulin menyebabkan

gula berpindah kedalam sel sehingga bisa menghasilkan energi atau

disimpan sebagai cadangan energi. Gangguan fungsi hormon insulin tidak

hanya berpengaruh pada metabolisme karbohidrat tetapi juga

menyebabkan gangguan metabolisme lemak yang ditandai dengan

meningkatnya kadar beberapa zat turunan lemak seperti trigliserida dan

kolesterol. Peningkatan trigliserida dan kolesterol merupakan akibat

penurunan pemecahan lemak yang terjadi karena turunnya enzim pemecah

lemak.

8
Bustan, M.N. (2007), mengemukakan bahwa Diabetes Mellitus

(DM) atau disingkat Diabetes adalah gangguan kesehatan yang berupa

kumpulan gejala yang disebabkan oleh peningkatan kadar gula (glukosa)

darah akibat kekurangan atau resistensi insulin.

Definisi Diabetes Melitus juga dikemukakan oleh Depkes RI

(2006), bahwa Diabetes Mellitus adalah suatu penyakit gangguan

metabolik menahun yang ditandai oleh kadar glukosa darah yang melebihi

nilai normal.

2. Gejala dan Keluhan Diabetes Mellitus.

Pada survei di Jakarta, Poliurea ditemukan pada 53,4% pasen

Diabetes Mellitus, Polidipsia 56,1%, Berat Badan Menurun 41,5%,

sedangkan Kesemutan 63,4% pada pasen Diabetes Mellitus dan Mata

kabur/visus menurun 51,2%.

a. Keluhan khas DM / gejala akut :

1). Rasa haus

Rasa haus yang berkelebihan terjadi karena kencing yang

terlalu banyak sehingga tubuh kekurangan air. Akibatnya timbul

rangsangan ke susunan saraf pusat sehingga penderita merasa haus

dan ingin minum terus (polidipsi).

2). Rasa lapar

Banyak makan (poliphagia) terjadi karena adanya

rangsangan ke susunan saraf pusat karena kadar glukosa didalam

sel berkurang. Kekurangan glukosa ini terjadi akibat tubuh

kekurangan/tidak adekuatnya insulin sehingga glulosa tidak dapat

9
masuk kedalam sel. Akibat kekurangan glukosa intraselluler maka

timbullah rangsangan ke Susunan Saraf Pusat sehingga penderita

merasa lapar dan ingin makan.

3). Banyak/sering kencing (poliuria).

Saat kadar glukosa darah melebihi ambang ginjal (renal threshold)

maka glukosa yang berlebihan ini akan dikeluarkan (ekskresi)

melalui kencing. Untuk mengeluarkan glukosa melalui ginjal

diperlukan air. Hal inilah yang menyebabkan penderita sering

kencing (poliuria) yang rasanya manis.

4). Berat badan turun.

Jika tubuh kekurangan insulin atau sama sekali tidak mempunyai

insulin maka tubuh akan membakar jaringan lemak supaya

terbentuk energi yang dibutuhkan untuk bisa bertahan hidup.

Apabila keadaan ini berlangsung terus maka dalam waktu relatif

singkat berat badan penderita akan menurun drastis, bisa 5-10 kg

dalam waktu 2- 4 minggu.

b. Keluhan tidak khas DM/gejala kronik

1). Badan terasa lemah.

Hal ini terjadi akibat tubuh kehilangan banyak cairan dan elektrolit

karena ikut terbuang melalui kencing yang berlebihan. Disamping

itu energi yang terbentuk sangat kurang karena tubuh kekurangan

insulin dan cadangan lemak yang bisa dibakar menjadi tenaga

sudah tipis.

10
2). Rasa kesemutan.

Kerusakan saraf yang disebabkan oleh glukosa yang tinggi

merusak dinding pembuluh darah dan akan mengganggu nutrisi

pada saraf. Karena saraf sensoris yang mengalami kerusakan maka

keluhan yang paling sering muncul adalah rasa kesemutan atau

kurang terasa terutama pada kaki dan tangan.

3). Mata Kabur

Glukosa darah yang tinggi akan menarik cairan dari dalam lensa

mata sehingga lensa menjadi tipis. Mata mengalami kesulitan

untuk fokus dan penglihatan menjadi kabur.

4). Luka yang sukar sembuh.

Penyebab luka yang sukar sembuh adalah :

(a) Infeksi yang hebat, kuman atau jamur yang mudah tumbuh

pada kondisi gula darah yang tinggi.

(b) Kerusakan dinding pembuluh darah, aliran darah yang tidak

lancar pada kapiler yang dapat menghambat penyembuhan

luka.

(c) Kerusakan saraf dan luka yang tidak terasa menyebabkan

penderita DM tidak menaruh perhatian dan membiarkannya

makin memburuk.

5). Gejala lain

Gejala lain yang mungkin dikeluhkan penderita DM antara lain

kejang pada kaki atau betis akibat kekurangan cairan dan elektrolit.

Rasa gatal di badan, pada wanita dapat terjadi rasa gatal pada

11
lubang dubur, atau kemaluan (keputihan) karena infeksi jamur juga

menyukai suasana glukosa tinggi. Juga bisul-bisul, infeksi sulit

sembuh, mudah mengantuk dan sebagainya.

3. Klasifikasi penyakit Diabetes Mellitus.

Klasifikasi yang sampai sekarang dianut adalah klasifikasi yang

dibuat oleh WHO 1985 yang telah mengalami modifikasi, sebagaimana

yang termuat dalam WHO technical report series 844/1994

a. Kelas klinis

1). Diabetes Mellitus (DM)

a). DM tipe I yaitu Diabetes Mellitus tergantung insulin (DMTI)

atau insulin dependent Diabetes Mellitus (IDDM).

b). DM tipe II yaitu Diabetes Mellitus Tidak Tergantung Insulin

(DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus

(NIDDM).DM tipe II terbagi atas penderita tidak gemuk (non

obese) dan Penderita gemuk (obese).

c). DM terkait malnutrisi (DMTM) atau Malnutrition Related

Diabetes Mellitus (MRDM) terbagi atas Fibrocalculous

Pancreatic DM ( FCPD ) dan Protein Deficient Pancreatic DM

(PDRD )

d). DM tipe lain yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom

tertentu, seperti penyakit pankreas, penyakit hormonal, obat-

obatan/bahan kimia lain, kelainan insulin atau reseptornya,

sindrom genetik tertentu dan lain-lain yang belum diketahui.

12
2). Gangguan Toleransi Glukosa ( GTG ), yang terbagai atas tidak

gemuk, gemuk, yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom

tertentu.

3). DM pada kehamilan (Gestational Diabetes Mellitus)

b. Kelas Risiko Statistik

Semua orang dengan toleransi glukosa yang normal tetapi mempunyai

risiko yang lebih besar untuk mengidap DM. Yang termasuk dalam

kelas ini adalah toleransi glukosa pernah abnormal, toleransi glukosa

potensial abnormal.

Kelas klinis dibedakan menjadi Diabetes Mellitus, Gangguan

Toleransi Glukosa dan Diabetes pada kehamilan. Seseorang termasuk

kelompok penderita DM jika kadar glukosa darahnya dalam keadaan

puasa 126 mg/dl atau 2 jam sesudah makan (post prandial) kadarnya

200 mg/dl (plasma vena).

Kelompok DM tipe I (DMTI), Diabetes Tergantung Insulin

adalah penderita penyakit Diabetes Mellitus yang sangat tergantung

pada suntikan insulin. Kebanyakan penderitanya masih muda dan tidak

gemuk kurang dari 30 tahun. Prevalensi DMTI di negara barat 10%

dari DMTTI (Diabetes Mellitus Tidak Tergantung Insulin). Di

Indonesia kekerapan tipe ini secara pasti belum diketahui tetapi diakui

sangat jarang diperkirakan 5 - 10%.

Diabetes Mellitus tipe II (DMTTI), penderita tidak tergantung

pada insulin merupakan suatu kelompok penyakit yang disifati oleh

hiperglikemia akibat kelainan sekresi insulin oleh sel beta pankreas,

13
gangguan kerja insulin/resistensi insulin atau keduanya. Resitensi

insulin berarti ketidaksanggupan insulin memberi efek biologik yang

normal pada kadar gula darah tertentu. Pada kelompok DM type II

kebanyakan timbul pada penderita diatas usia 30 - 40 tahun tetapi bisa

timbul pada usia diatas 20 tahun. Penderita Diabetes Mellitus tipe II

inilah yang terbanyak di Indonesia mencapai lebih 90-95% dari semua

populasi diabetes dimana faktor lingkungan yang meliputi gaya hidup

berisiko seperti makan berlebih, kurang sport, stress.

Diabetes Mellitus yang terkait malnutrisi (DMTM) biasanya

tedapat pada daerah tropis dan negara berkembang. Bentuk ini

biasanya disebabkan oleh adanya malnutrisi disertai kekurangan

protein yang nyata. Diduga zat sianida yang terdapat pada singkong

yang berperan dalam patogenesisnya. Diperkirakan 21,2% dari kasus

diabetes di pedesaan adalah tipe DMTM.

Diabetes mellitus tipe lain yang berhubungan dengan keadaan

atau sindrom tertentu adalah mereka yang menjadi penderita DM

akibat berbagai penyakit yang dideritanya seperti terkena penyakit

pankreas, karena minum obat-obat tertentu untuk pengobatan penyakit

lain.

Gangguan Toleransi Glukosa dinyatakan dengan adanya

peninggian kadar glukosa darah pada test toleransi glukosa oral

dimana nilainya ada didaerah perbatasan yaitu diatas normal tetapi

dibawah nilai diagnostik untuk diabetes mellitus. glukosa darahnya

dalam keadaan puasa 110 125 mg/dl atau 2 jam sesudah makan (post

14
prandial) kadarnya 140 199 mg/dl (plasma vena). Penderita tipe ini

mempunyai risiko menjadi penderita Diabetes Mellitus tidak

tergantung insulin.

Diabetes mellitus pada kehamilan (Gestasional) adalah penyakit

DM yang timbul selama penderita hamil, sebelumnya glukosa darah

selalu normal.Diperkirakan diabetes tipe ini meliputi 2-5% dari pada

seluruh Diabetes.

Adapun yang termasuk kelas risiko statistik jika hasil

pemeriksaan menunjukkan kadar glukosa darahnya masih normal

tetapi orang tersebut potensial untuk mendapat penyakit ini (kelompok

risiko tinggi). (Dalimartha S. 2001)

4. Pencegahan DM

Mengingat jumlah pasen yang akan membengkak dan besarnya

biaya perawatan pasen Diabetes yang terutama disebabkan oleh karena

komplikasinya, maka upaya yang paling baik adalah pencegahan.

Menurut WHO tahun 1994 upaya pencegahan pada Diabetes

Mellitus ada tiga jenis/tahap yaitu :

a. Pencegahan primer

Semua aktivitas yang ditujukan untuk mencegah timbulnya

hiperglikemia pada individu yang berisiko untuk jadi Diabetes atau

pada populasi umum.

b. Pencegahan sekunder

Kegiatan untuk menemukan DM sedini mungkin, misalnya dengan

tes penyaringan terutama pada populasi risiko tinggi sehingga pasen

15
yang sebelumnya belum terdiagnosa dapat terjaring. Dengan

demikian dapat dilakukan upaya-upaya untuk mencegah komplikasi

ataupun kalau sudah ada komplikasi masih reversibel.

c. Pencegahan tersier

Semua upaya untuk mencegah komplikasi/kecacatan akibat

komplikasi itu. Usaha tersebut meliputi mencegah timbulnya

komplikasi, mencegah progresi dari pada komplikasi itu supaya tidak

menjadi kegagalan organ, mencegah kecacatan tubuh.

B. Tinjauan tentang Faktor Risiko

1. Pengertian

Pengertian Faktor Risiko menurut Bustan (2007) dapat dinyatakan


sebagai berikut : Risk factor are characteristics, signs, symptoms in
disease-free individual which are statistically associated with an increased
incidency of sub-sequent disease (simborg DW).

2. Faktor Risiko Diabetes Mellitus

a. Faktor Risiko melekat : umur, jenis kelamin, keturunan, budaya.

b. Faktor Risiko perilaku : merokok, konsumsi alkohol, kurang aktivitas

fisik, kurang konsumsi serat, konsumsi lemak dan kalori tinggi.

c. Faktor Risiko fisik dan biologi : obesitas, hiperglikemia, dislipidemia,

toleransi glukosa terganngu.

d. Faktor Risiko Lingkungan : sosio ekonomi, adat istiadat, modernisasi.

(DepKes, RI 2006).

3. Faktor risiko komplikasi DM

Faktor risiko komplikasi Diabetes Mellitus meliputi Obesitas, Kurang

aktivitas Fisik, Diet, Hiperglikemia, Merokok, Hiperlipidema (Ilmu

Penyakit Dalam I, FKUI 1996).

16
C. Tinjauan tentang Komplikasi Diabetes Mellitus

Diabetes jika tidak ditangani akan mengakibatkan timbulnya

komplikasi pada berbagai organ tubuh. DM dapat menyerang hampir seluruh

system tubuh manusia, mulai dari kulit sampai jantung. Bentuk-bentuk

komplikasi itu meliputi Sistem kardiovaskuler (hipertensi, infark miokard,

insufiensi, koroner), Mata (retinopati diabetika, katarak), Saraf (neuropati

diabetika), Paru-paru (TBC), Ginjal (pieloneftiris, glumeruloskelrosis), Hati

(sirosis hepatis), Kulit (gangrene, ulkus, furunkel). Komplikasi bisa bersifat

akut, maupun kronik.

1. Komplikasi akut

a. Ketoasidosis Diabetikum

Ketika kadar insulin rendah, tubuh tidak bisa menggunakan glukosa

sebagai energi dan karenanya lemak tubuh dimobilisasi dari tempat

penyimpanannya. Penghancuran lemak untuk melepaskan energi

menghasilkan formasi asam lemak. Asam lemak ini melewati hepar

membentuk satu kelompok senyawa kimia bernama keton. Kadar

keton yang meningkat dalam tubuh (ketosis) bisa meningkatkan

keasaman cairan tubuh dan jaringan (asidosis). Asidosis akibat keton

disebut ketoasidosis.

b. Hipoglikemia

Komplikasi yang sering terjadi dan sering kali membahayakan hidup

penderitanya yang ditandai dengan kadar gula darah yang melonjak

turun dibawah 50 60 mg/dl. Komplikasi ini dapat disebabkan oleh

17
pemakaian insulin atau obat hipoglikemia oral yang tidak terkontrol

dan tidak diikuti asupan kalori yang memadai.

2. Komplikasi kronik

a. Nefropati Diabetik (Ginjal)

Penderita DM dikatakan dalam stadium nefropati diabetik bila

ditemukan albuminuria (adanya protein di dalam air kencing) tanpa

kelainan ginjal lainnya. Proteinurea ditemukan pada 13,1%-54,8%

pasen Diabetes Mellitus. Keadaan ini sering disertai naiknya tekanan

darah dan menurunnya fungsi ginjal. Komplikasi pada ginjal ini

akhirnya akan menyebabkan kerusakan baik pada jaringannya maupun

pada pembuluh darah ginjal. Akibatnya fungsi ginjal menurun bahkan

sampai memerlukan cuci darah ataupun tranplantasi ginjal.

b. Retinopati Diabetik (Mata)

Retinopati diabetik merupakan komplikasi penyakit diabetes mellitus

yang timbul pada mata. Penglihatan yang mendadak menjadi buram

atau terasa seperti berkabut merupakan keluhan yang paling sering

ditemui. Keadaan diatas sebenarnya disebabkan oleh kadar gula darah

yang tinggi yang menyebabkan sembab pada lensa mata. Kekeruhan

pada lensa mata (katarak) juga sering terjadi pada penderita, di

samping gangguan saraf mata, Pendarahan bola mata, dan berbagai

kelainan pada mata akibat kadar gula darah yang tinggi. Retinopati

dilaporkan terjadi pada 10%-32% pasen Diabetes Mellitus.

18
c. Neuropati Diabetik (Saraf)

Neuropati diabetik adalah kerusakan pada saraf, baik saraf perifer

maupun saraf autonom. Neuropati perifer diketemukan terjadi pada

60% penderita Diabetes Mellitus dengan gejala dan keluhan seperti

berkurangnya perasaan terhadap getaran (vibrasi), rasa panas seperti

terbakar dibagian ujung tubuh, rasa nyeri seperti disayat umumnya

timbul di ujung jari kaki, rasa kesemutan (paresthesia) dan rasa nyeri

pada tangan dan kaki, rasa terhadap panas dan dingin berkurang

sehingga sulit merasakan perbedaan temperatur, kelemahan otot lengan

atas dan tungkai atas. Neuropati autonom diabetik dengan manifestasi

seperti Impotensi dapat terjadi pada 53% pasen Diabetes Mellitus

(Adam) sedangkan Arriyanto menemukan impotensi pada semua pasen

Diabetes Mellitus yang diselidikinya.

d. Kelainan Jantung

Diabetes mellitus menyebabkan terganggunya kadar lemak darah

(dislipidemia) dan merupakan salah satu faktor yang menimbulkan

atherosklerosis pada pembuluh darah jantung. Adanya kelainan

koroner yang dinyatakan sebagai kelainan elektrokardiogram

ditemukan pada 8,4% sampai 27,7% Keadaan ini merupakan tanda

khas bagi penderita diabetes mellitus dan merupakan penyebab

kematian mendadak. Kelainan jantung lain yang mungkin timbul pada

penderita diabetes mellitus adalah jantung berdebar cepat (takikardia)

sewaktu istirahat.

19
e. Kelainan Kulit (Ulkus/ganggren)

Dengan adanya neuropati menyebabkan perasaan sakit berkurang.

Selain itu pembuluh darah penderita umunya juga sudah mengalami

pengerasan dan penyempitan sehingga tidak dapat mengalirkan darah

dengan sempurna kejaringan tubuh seperti kulit. Bila kulit yang sudah

mengalami iskemia jaringan dan kehilangan rasa sakit ini pada satu

saat mendapat luka maka luka tersebut akan sukar sembuh bahkan

mudah terjadi infeksi. Tanpa penanganan yang serius luka tadi cepat

meluas menjadi tukak yang lebar, membusuk, berbau, dan akhirnya

berkembang menjadi ganggren. Pasen dengan ulkus/ganggren diabetik

ditemukan pada 2,4% sampai 14% pasen Diabetes mellitus.

f. Infeksi

Pengidap diabetes cenderung mudah terkena infeksi karena tiga alasan

utama yaitu bakteri tumbuh baik jika kadar glukosa darah tinggi,

mekanisme pertahanan tubuh rendah pada orang yang terkena diabetes,

komplikasi terkait diabetes meningkatkan risiko infeksi. Infeksi yang

sering terjadi seperti infeksi kulit, infeksi saluran kencing, TBC dan

beberapa infeksi jamur (Misnadiarly, 2006).

D. Tinjauan tentang pengendalian Diabetes Mellitus

Secara umum pengendalian Diabetes Mellitus dimaksudkan untuk

mengurangi gejala, membentuk berat badan ideal dan mencegah komplikasi.

Dengan demikian prinsip dasar manajemen pengendalian atau penanganan

DM meliputi :

20
1. Pengaturan makanan, yang pertama dan kunci manajemen DM, yang

sekilas tanpaknya mudah tapi kenyataanya sulit mengendalikan diri

terhadap nafsu makan.

2. Latihan jasmani.

3. Perubahan perilaku risiko.

4. Obat anti diabetik.

5. Intervensi bedah : sebagai pilihan terakhir, kalau memungkinkan dengan

cangkok pangkreas. (Bustan, 2007).

a. Perencanaan pola makan

Tujuan dari perencanaan makan adalah mempertahankan kadar

glukosa darah senormal mungkin serta mengusahakan agar berat badan

penderita mencapai batas-batas normal. Perencanaan makan sebenarnya

merupakan penyesuaian pola makan dengan kebutuhan kalori penderita

sesuai dengan usia, berat badan (status gizi), aktivitas sehari-hari, jenis

kelamin serta beratnya penyakit yang diderita.

Perencanaan pola makan pada Diabetes Mellitus pada prinsipnya

meliputi 3 J yaitu jadwal, jumlah dan jenis yang senantiasa harus dipatuhi

dan ditepati.

1). Tepat jadwal

Penderita diabetes harus membiasakan diri untuk makan tepat pada

waktu yang telah ditentukan.Misalnya makan pagi penderita

ditentukan pukul 7.00 makan selingan pukul 10.00 makan siang pukul

13.00 makan selingan pukul 14.00 makan malam pukul 19.00 makan

selingan pukul 21.00. Maka pada waktu yang telah ditentukan

21
penderita harus makan makanan yang telah disediakan sehingga tidak

terjadi perubahan pada kandungan gula darahnya.

2). Tepat jumlah

Jumlah makanan yang disediakan bagi penderita diabetes untuk setiap

kali makan sudah ditetapkan berdasarkan kandungan hidrat arang dan

kalori dalam makanan itu. Apabila penderita tidak dapat menghabiskan

porsi makan yang disajikan atau makan lebih banyak dari yang boleh

dimakannya akan mengakibatkan terjadi hipoglikemia atau

hiperglikemia dimana keadaan itu harus dihindari.

3). Tepat Jenis

Penderita diabetes mutlak harus mengetahui apa makan yang boleh

dimakan secara bebas, apa makanan yang harus dibatasi dan makanan

apa yang harus dibatasi secara ketat. Sayuran dari jenis oyong,

ketimun, kol, labu air, labu siam, lobak sawi, rebung, selada, taoge,

terong dan tomat adalah jenis sayuran yang boleh dimakan agak

banyak karena kandungan kalorinya rendah. Tetapi sayuran berupa

buncis, kacang panjang, wortel, kacang karpri, daun singkong, bit dan

bayam harus dibatasi karena kandungan hidrat arangnya agak tinggi

demikian juga halnya dengan berbagai macam buah-buahan seperti

pisang, pepaya, mangga, sawo manila, rambutan, apel, duku, durian,

jeruk dan nanas termasuk jenis buah-buahan yang kandungan hidrat

arangnya diatas 10 gram per 100 gram bahan mentah harus dibatasi.

Gula murni dan makanan yang diolah dengan gula murni seperti gula

pasir, gula jawa, gula batu, madu, sirup, limun, es krim, kue-kue

22
manis, buah kaleng, soft drink, kecap mains harus dihindari atau

dibatasi secara ketat.

Frekuensi makan penderita diabetes mellitus juga diusahakan

lebih sering dari tiga kali sehari, dengan porsi makan yang lebih kecil

tentunya. Hal ini untuk mencegah naiknya kadar glukosa darah yang

sekaligus tinggi, disamping mencegah hipoglikemia bagi penderita

yang memakai suntikan insulin.

Apabila terjadi keseimbangan antara makanan yang masuk

dengan kebutuhan dan kemampuan tubuh untuk mengelolanya maka

diharapkan glukosa darah terkontrol dalam batas-batas normal. Selain

itu, tersedia juga cukup tenaga (energi) untuk kegiatan sehari-hari

penderita dan berat badan pun diharapkan menjadi ideal (PERSAGI.

2002).

b. Latihan Jasmani

Dengan melakukan latihan secara teratur dan berkesinambungan

diharapkan kadar glukosa darah akan menurun. Olah raga akan

memperbaiki ikatan insulin dengan reseptornya dan memperbaiki

sensitivitas insulin sehingga mempermudah glukosa menembus membran

sel dan masuk kedalam sel-sel tubuh yang membutuhkan. Olah raga juga

dapat menurunkan kadar trigleserida dan very low density lipoprotein

(VLDL) dan kolesterol low density lipoprotein (LDL). Selain itu latihan

jasmani akan menaikkan kadar kolesterol high density lipoprotein (HDL)

yang merupakan faktor protektif terjadinya atherosklerosis dan penyakit

jantung koroner. Namun, tidak semua penderita dapat melakukan latihan

23
jasmani tanpa risiko. Hanya penderita DM tipe II atau tidak tergantung

suntikan insulin yang dapat melakukannya dengan aman, terutama

penderita DM tipe II yang ringan atau sedang.

Latihan jasmani yang baik bagi penderita diabetes mellitus ialah

aerobik, yaitu olah raga yang berjalan terus menerus dan berlangsung

dalam waktu cukup lama. Intensitas latihan dapat diukur secara sederhana

dengan menghitung denyut nadi antara 72% - 87% Denyut Nadi Maksimal

(training zone). Frekuensi latihan dikakukan secara teratur 3 5 kali

seminggu dan selama latihan, denyut nadi harus mencapai zone latihan

atau training zone dan dipertahankan minimal 30-60 menit supaya latihan

tersebut ada manfaatnya.Latihan jasmani sebaiknya dilakukan sesuai

dengan program CRIPE yaitu continuous, rhythmical, interval,

progressive, dan endurance training (Arcole M. 1997).

c. Pengobatan intensif

Obat untuk penderita diabetes mellitus dikenal sebagai obat

hipoglikemik. Bahaya yang terjadi bila dosis obat terlau rendah

mengakibatkan timbulnya komplikasi terlalu dini dan jika dosis terlalu

berlebih dapat menimbulkan hipoglikemia.

Ada 2 macam obat hipoglikemik, yaitu berupa suntikan dan berupa

tablet yang dapat diminum. Yang berupa tablet disebut juga obat

hipoglikemik oral (OHO) atau obat antidiabetes (OAD).

Obat hipoglikemik oral berdasarkan cara kerjanya dibagi menjadi 3

golongan yaitu :

1). Pemicu sekresi insulin : Sulfonilurea , glinid

24
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi

insulin oleh sel beta pankreas dan merupakan pilihan utama untuk

pasen dengan berat badan normal dan kurang serta tidak pernah

mengalami ketoasidosis sebelumnya.

2). Penambah sensitivitas terhadap insulin : Biguanid

Biguanid bekerja dengan cara meningkatkan kepekaan tubuh terhadap

insulin yang diproduksi oleh tubuh juga dapat menghambat absorbsi

karbohidrat, menghambat glukoneogenesis di hati, meningkatkan

afinitas pada reseptor insulin, meningkatkan jumlah reseptor insulin

dan memperbaiki defek respon insulin.

3). Penghambat Alfa Glukosinase : Acarbose ( Glucobay).

Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim alfa

glukosidase didalam saluran pencernaan sehingga dengan demikian

dapat menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan hipoglikemia

postprandial.

4). Suntikan Insulin.

Insulin kadang juga dibutuhkan pada penderita tipe 2 dan ibu hamil

yang disertai diabetes walaupun pemakaiannya mungkin hanya dalam

waktu yang singkat. (Depkes RI, 2006)

25
BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

A. Kerangka Konseptual

Berdasarkan landasan teori diatas maka dapat diuraikan kerangka konsep

sebagai berikut

Faktor Risiko Fisik & Biologi


Faktor Risiko Melekat
Berat Bayi Lahir> 4 kg
Umur Obesitas
Jenis kelamin Dislipidemia
Keturunan Hiperglikemia
Budaya Toleransi glukosaTerganggu

Faktor Risiko Perilaku

Kurang aktifitas fisik Komplikasi DM


Kurang konsumsi serat
Konsumsi lemak tinggi Jantung
Konsumsi kalori tinggi Saraf (Neuropati)
Diabetes Mellitus Ginjal (Nefropati)
Konsumsi alcohol
Merokok Hipertensi, Stroke
Perilaku sakit dan Mata (Retinopati)
pencarian kesehatan Paru-paru (TBC)
Kulit

Faktor Risiko Lingkungan Faktor Risiko


Mempercepat Komplikasi
Sosio Ekonomi
Adat istiadat/norma Kepatuhan Pola makan
Modernisasi Kepatuhan Aktifitas fisik
Kebijakan publik Kepatuhan Pengobatan
Edukasi
Keterangan : Obesitas
Hiperglikemia
: Di teliti Dislipedemia

: Tidak diteliti

26
B. Hipotesis Penelitian

Hipotesis Penelitian ini adalah :

Ada hubungan kepatuhan pengendalian faktor risiko terhadap kejadian

komplikasi diabetes mellitus pada diabetisi di Poli Penyakit Dalam Rumah

Sakit Umum Provinsi NTB Tahun 2008.

27
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Rancang Bangun Penelitian

Rancang Bangun Penelitian ini adalah Penelitian Case Control.

Notoatmojo,S. (2005), menyatakan bahwa Penelitian Case Control adalah

suatu penelitian (survey) analitik yang menyangkut bagaimana faktor risiko

dipelajari dengan menggunakan pendekatan retrospective. Dengan kata lain,

efek (penyakit atau status kesehatan diidentifikasi pada saat ini, kemudian

faktor risiko diidentifikasi adanya atau terjadinya pada waktu yang lalu.

Penetapan ada tidaknya kontribusi pengaruh faktor risiko terhadap

terjadinya efek, dilakukan dengan membandingkan adanya kekerapan pajanan

faktor-faktor risiko tersebut pada subyek-subyek kontrol (kontrol adalah

subyek dengan karakter efek negatif), yang dilihat secara retrospektif dengan

cara matching/ penyetaraan. Kelompok subyek kontrol dipilih dari individu

yang sejauh mungkin sama kondisinya dengan subyek kasus.

Dengan demikian pada penelitian ini, variabel dependen (efek/kasus)

adalah Kejadian Komplikasi Diabetes, diidentifikasi pada saat ini, kemudian

secara retrospektif diteliti Faktor Risiko komplikasi Diabetes Melitus (sebagai

variabel independent) yang mungkin dapat menerangkan mengapa kasus

terkena komplikasi sedangkan kontrol tidak. Atau dengan kata lain untuk

melihat hubungan kepatuhan pengendalian faktor risiko DM dengan kejadian

komplikasi pada Penderita Diabetes Mellitus.

28
Adapun skema rancangan kasus kontrol pada penelitian ini adalah :

Faktor Resiko +
retrospektif Kasus

Faktor Resiko -

Matching Populasi
(Sampel )

Faktor Resiko +
retrospektif Kontrol
Faktor Resiko -

B. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah semua penderita Diabetes

Mellitus type 2 yang berobat pada bulan Oktober di Poli Penyakit Dalam

Rumah Sakit Umum Provinsi NTB. Pada bulan November dilakukan skrining

terhadap pasen sebagai sampel kemudian bulan Desember mulai dilakukan

penelitian. Dari data Poli Penyakit Dalam RSUP NTB diketahui jumlah

populasi tersebut pada bulan Oktober 2008 sebanyak 568 orang dan diantara

jumlah terebut 75 orang mengalami komplikasi

C. Sampel, Besar Sampel, Cara Penentuan Sampel dan Cara

Pengambilan Sampel

1. Sampel

Dalam penelitian ini pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan

metode purposive sampling.

29
Kriteria inklusi :

a. Kasus : 1. Penderita Diabetus Melitus type 2 yang mengalami

komplikasi selama masa perawatan.

2. Penderita telah menjalani perawatan 1 tahun sebelum

mengalami komplikasi

3. Umur penderita 60 tahun.

b. Kontrol : 1.Penderita Diabetes Melitus type 2 yang tidak mengalami

komplikasi selama masa perawatan.

2. Penderita telah menjalani perawatan lebih dari satu tahun

3. Umur penderita 60 tahun

Kriteria eksklusi meliputi :

1. Penderita berobat ke RSUP sudah mengalami komplikasi

DM.

2. Umur penderita lebih dari 60 tahun

3. Lama perawatan kurang dari 1 tahun

2. Besar Sampel

Besarnya sampel kasus yang sesuai kriteria pada penelitian ini adalah

sebanyak 43 orang dari 75 penderita DM dengan komplikasi. Besar

sampel kontrol adalah sama dengan jumlah sampel kasus sebanyak 43

orang dengan matching/penyeteraan satu banding satu (1 : 1), sehingga

jumlah keseluruhan sampel berjumlah 86 orang (Azrul Aswar, 1998).

3. Cara Pengambilan Sampel

Cara pengambilan sampel dilakukan dengan mengobservasi dokumen

kartu status penderita Diabetes Melitus yang berobat pada bulan Oktober

30
di Instalasi Rekam Medik RSU Provinsi NTB. Untuk sampel kasus,

sampel yang sesuai kriteria diambil secara langsung dengan memilah 75

kartu status penderita Diabetes dengan komplikasi sehingga didapatkan 43

orang sedangkan untuk sampel kontrol diambil secara simple random

sampling pada penderita diabetes tanpa komplikasi sesuai kriteria

sebanyak 43 orang, sehingga didapat kontrol sebesar kasus. Pemilihan

sampel dilakukan berpasangan (matching) dimana sampel yang dijadikan

kasus dan kontrol dipilih dalam bentuk berpasangan.

D. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi Penelitian ini adalah Poli Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum

Provinsi NTB. Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember dan Januari

2008.

E. Variabel, Cara Pengukuran dan Definisi Operasional Variabel

1. Variabel pada Penelitian ini adalah :

a. Variabel Bebas (Independent) : Kepatuhan pola makan, kepatuhan

aktivitas fisik, kepatuhan pengobatan intensif

b. Variabel Terikat (dependent) : Kejadian komplikasi Diabetes Mellitus

2. Cara Pengukuran :

Cara pengukuran variabel adalah dengan wawancara menggunakan

kuesioner dan observasi dokumen rekam medik. Karena penyebab

penyakit DM adalah multi causa maka penderita harus mempuyai tingkat

kepatuhan dengan grade yang tinggi. Penderita dikatakan patuh jika

menjawab ya 80% dari 5 pertanyaan kuesioner (jawaban ya 4 ) dan

dikatakan tidak patuh jika menjawab ya < 4 pada masing-masing variabel.

31
3. Definisi Operasional variabel

No Variabel Definisi Operasional Cara Pengukuran Skala Data


A Independent Kepatuhan penderita Patuh
Diabetes Mellitus Jika menjawab
a. Kepatuhan dalam menghindari dan Ya 4 Nominal
Pola Makan mengkonsumsi
makanan sesuai yang Tidak patuh
diananjurkan. Jika menjawab
Ya 4

Kepatuhan penderita Patuh


b. Kepatuhan DM dalam melakukan Jika menjawab
Aktivitas Kegiatan olah raga atau Ya 4 Nominal
Fisik gerakan tubuh yang
dilakukan sehari-hari.Tidak patuh
Jika menjawab
Ya 4
Kepatuhan penderita Patuh
c. Kepatuhan DM dalam melakukan Jika menjawab
Pengobatan pemeriksaan kesehatan Ya 4 Nominal
Intensif dan keteraturan dalam
minum obat. Tidak patuh
Jika menjawab
Ya 4

B. Dependent Kejadian penyakit lain


sebagai akibat dari komplikasi Nominal
Komplikasi Penyakit Diabetus
DM Melitus yang dialami Tidak komplikasi
Penderita.

F. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

1. Teknik Pengumpulan Data

Data yang akan dikumpulkan pada penelitian ini meliputi Data Primer dan

Data Sekunder. Data Primer terdiri dari nama responden, umur, jenis

kelamin, alamat, status penyakit, pola makan, aktivitas fisik, dan

pengobatan intensif. Data primer akan dikumpulkan dengan tehnik

pengumpulan data secara langsung pada subyek penelitian dengan

32
menggunakan kuesioner. Sedangkan data sekunder yang meliputi sejarah

dan geografi, jenis pelayanan dan sumber daya manusia dikumpulkan

dengan cara mempelajari profil RSU Provinsi NTB.

2. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen pengumpulan data yang utama pada penelitian ini adalah

kuesioner, dalam bentuk pertanyaaan-pertanyaan yang diberikan kepada

sampel kasus maupun sampel kontrol dan lembar observasi terhadap

dokumen-dokumen yang terkait dengan penelitian ini

G. Teknik Analisa Data

1. Analisa univariat

Untuk mendiskripsikan seluruh variabel bebas dan terikat dalam bentuk

tabel distribusi frekuensi.

2. Analisa bivariat

Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel bebas

(kepatuhan pola makan, kepatuhan aktivitas fisik, kepatuhan pengobatan

intensif) dengan variabel terikat ( kejadian komplikasi DM ).

3. Untuk menilai besarnya risiko terjadinya komplikasi DM karena ketidak

patuhan terhadap pola makan, aktivitas fisik, pengobatan intensif dengan

menggunakan Odds Ratio (OR).

4. Teknik analisa data pada penelitian ini dilakukan dengan pengujian

hiptesis yang diuji adalah (Ha) dengan menggunakan uji hubungan Chi

Square dengan bantuan komputer program SPSS versi 13.0

33
BAB V

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran umum RSU Provinsi NTB

1. Sejarah dan Geografi RSU Provinsi NTB

Rumah sakit Umum Provinsi NTB (RSUP) merupakan Rumah

Sakit tipe B Pendidikan milik Pemerintah Daerah Provinsi NTB yang

berdiri diatas tanah seluas 22.697 m2 terletak ditengah kota Mataram yang

berkapasitas 286 tempat tidur.

Bangunan gedung yang digunakan sebagai Rumah Sakit berasal

dari perubahan gedung peninggalan Belanda yang didirikan sekitar tahun

1915 terletak ditengah kota mataram yang awalnya merupakan gedung

Sekolah Dasar (HIS). Pada zaman jepang digunakan sebagai tempat

pendidikan sekolah menengah Tji Gako dan Sekolah Guru (Kyo In dan Si

Hang Gako). Setelah Indonesia merdeka digunakan sebagai tempat Palang

Merah Indonesia kemudian menjadi Rumah Sakit dengan nama Rumah

Sakit Beatrix.

Antara tahun 1947-1948 baru berganti nama menjadi Rumah Sakit

Umum Mataram dan menjadi bagian dari Dinas Kesehatan Rakyat Daerah

Lombok. Pada tahun 1959 Daerah Nusa Tenggara Barat terbagi menjadi 6

Kabupaten dimana Rumah Sakit menjadi milik daerah Lombok Barat.

Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkai I Nusa

Tenggara Barat No. 448/Pem.47/5/151 tanggal 5 November 1969

mengubah status Rumah Sakit Umum Mataram yang dikelola Pemerintah

34
Kabubaten Lombok Barat menjadi milik dan dikelola Pemerintah Daerah

Provinsi NTB dan disebut Rumah Sakit Umum Provinsi NTB. Hal ini

berjalan sampai sekarang namun lebih dikenal dengan nama Rumah Sakit

Umum Mataram (RSU Mataram).

Dalam perkembangannya tahun 2006 RSU Mataram berubah tipe

dari tipe B menjadi tipe B Pendidikan sesuai SK Menkes No 15/2006

tanggal 6 januari 2006. Pada tahun 2006 berdasarkan Peraturan Gubernur

No 18/2006 RSU Mataram menjadi RSUD Mataram.

Selanjutnya berdasarkan Perda no 8 tahun 2008 tentang Organisasi

dan Tatakerja Inspektorat, Bapeda dan Lembaga Teknis Daerah Prov.NTB

nama RSUD Mataram berubah menjadi Rumah Sakit Umum Provinsi

Prov.NTB.

Posisi RSUD Mataram sangat strategis yaitu terletak pada jalur

lalu lintas utama yang sangat padat dan rawan kecelakaan yang dikelilingi

oleh pemukiman penduduk yang sangat padat. Walaupun secara geografis

RSU Mataram sangat strtegis akan tetapi tidak memungkinkan lagi untuk

dikembangkan sehubugan dengan luas area yang terbatas.

Ditahun 2007 telah dimulai peletakan batu pertama pembangunan

relokasi RSUD Mataram secara bertahap sampai tahun 2011 di Kelurahan

Dasan Cermen Kota Mataram dengan luas area 122.416 m 2 dengan

kapasitas total menjadi 786 tempat tidur.

2. Pelayanan di RSU Provinsi NTB

RSUP mempunyai berbagai fasilitas penunjang pelayanan untuk

melayanai masyarakat antara lain pelayanan Rawat Jalan dan Rawat

35
Darurat, pelayanan Rawat Inap dan pelayanan Instalasi penunjang lainnya.

Pelayanan Rawat Jalan terdiri pelayanan Instalasi Rawat Darurat

dan Instalasi Rawat Jalan yang terdiri 21 poliklinik yaitu poliklinik

Penyakit Dalam, Bedah, Bedah Tulang, Kebidanan, Kandungan, KB,

Penyakit anak, Immuisasi, Tumbuh Kembang, Mata, Kulit dan Kelamin,

THT, Gigi dan Mulut, Syaraf, Jantung, Paru, Fisioterapi, Gizi, Jiwa, TKI

dan poliklinik Khusus.

Pelayanan Rawat Inap terdiri dari pelayanan Instalasi Rawat

Intensive Care Unit yang terdiri dari ICU, ICCU, NICU, PICU dan

Instalasi Rawat Inap yang meliputi ruang bersalin (teratai), ruang nifas

(melati), ruang isolasi (flamboyan), ruang anak (dahlia) dan ruang VIP

(anggrek), kelas I (cempaka), kelas II (kenanga) dan kelas III bedah

(seruni), penyakit dalam dan saraf (mawar) dan penyakit paru/penyakit

menular (bougenville).

Sedangkan untuk mendukung pelayanan kesehatan tersebut RSUP

mempunyai 17 pelayanan instalasi penunjang yang meliputi Instalasi

Anestesi dan Reanimasi, Instalasi Sistem Informasi Management Rumah

Sakit, Instalasi Sterilisasi Sentral dan Binatu, Instalasi Pemeliharaan

Sarana RS, Instalasi Rekam Medis, Instalasi Kesehatan Lingkungan,

Instalasi Bedah Sentral, Instalasi Diklat dan Promosi Kesehatan RS,

Instalasi Keterapian Fisik dan Rehabilitasi Medis, Instalasi Gizi, Instalasi

Farmasi, Instalasi Forensik dan Pemulasaraan jenazah, Instalasi Pelayanan

Darah, Instalasi Radiologi, Instalasi Laboratorium klinik, Instalasi

36
Pengendalian dan Pengembangan Mutu RS dan Instalasi Penelitian,

Pengembangan Teknologi Kesehatan.

3. Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia dalam hal ini adalah para tenaga medis dan

non medis yang memadai sangat diperlukan untuk melayani pasen secara

efektif dan efisien. RSUP memiliki sekitar 639 orang pegawai negeri sipil

yang terdiri atas 34 dokter umum, 4 dokter gigi, 39 dokter spesialis, 454

orang para medis dan 186 orang tenaga non medis. Disamping tenaga yang

bersatus PNS, RSUP juga memiliki 238 orang PTT dan 101 THL.

B. Karakteristik Responden.

1. Umur

Tabel V.1. Distribusi Frekuensi Umur responden di RSU Provinsi NTB


Tahun 2008

Umur Jumlah %

35 tahun 2 2,3

36 45 tahun 13 15,1

46 - 55 tahun 45 52,3

56 60 tahun 26 30,2

Total 86 100,0

Umur responden terdistribusi paling banyak pada kelompok umur 46 55

tahun sebesar 52,3% dan paling sedikit terdistribusi pada kelompok umur

< 35 tahun sebesar 2,3%. Umur dalam kriteria inklusi ditetapkan kurang

atau sama dengan 60 tahun.

37
2. Jenis kelamin

Tabel V.2. Distribusi Frekuensi Jenis kelamin responden di RSU Provinsi


NTB Tahun 2008

Jenis Kelamin Jumlah %


Laki laki 46 53,5

Perempuan 40 46,5
Total 86 100,0

Jumlah responden berjenis kelamin laki - laki sebesar 53,5% dan 46,5%

berjenis kelamin perempuan.

3. Jenis komplikasi

Tabel. V.3. Distribusi Frekuensi jenis komplikasi DM di RSUP NTB 2008

Komplikasi DM jumlah %

Retinopati 4 kppp
Neuropati 8 ppppppkp
Nefropati 3 mll
Hipertensi 6 oopkpp
PJK 4 ppoo
CVD 3 ppp
Ganggren/ulkus 3 ppl
TBC Paru 5 lpppp
Infeksi sal. Kemih 6 pmmppl

C. Analisis Univariat Variabel Penelitian

1. Kepatuhan Pola Makan

Responden yang tidak patuh dalam perencanaan pola makan atau

yang tidak sesuai anjuran ahli gizi 49 (57%) lebih banyak dibandingkan

38
dengan responden yang patuh 37 (43%). Hasil selengkapnya dapat dilihat

pada tabel V.3

Tabel V.3 Frekuensi Kepatuhan pola makan responden di RSU Provinsi


NTB 2008

Kepatuhan Pola Makan Jumlah %


Patuh 37 43.0

Tidak Patuh 49 57.0


Total 86 100

2. Kepatuhan Aktivitas Fisik

Responden yang tidak patuh dalam menjalankan aktivitas fisik atau

yang tidak sesuai dengan anjuran dokter sebanyak 44 (51,2%) sedangkan

yang patuh sebanyak 42 (48,2%). Keterangan selengkapnya dapat dilihat

pada tabel V.4

Tabel V.4. Frekuensi Kepatuhan aktivitas fisik responden di RSU Provinsi

Kepatuhan aktivitas fisik Jumlah %


Patuh 42 48,2

Tidak Patuh 44 51,2


Total 86 100
3. Kepatuhan pengobatan intensif.

Frekuensi kepatuhan pengobatan intensif berbeda dengan frekuensi

kepatuhan pola makan dan kepatuhan aktivitas fisik dimana jumlah

responden yang patuh terhadap anjuran dokter sebesar 54 (62,8%) lebih

banyak dari responden yang tidak patuh sebesar 32 (37,2%). Keterangan

selengkapnya dapat dilihat pada tabel V.5

Tabel V.5 Frekuensi Kepatuhan pengobatan intensif responden di RSU


Provinsi NTB 2008

39
Kepatuhan pengobatan intensif Jumlah %
Patuh 54 62,8

Tidak Patuh 32 37,2


Total 86 100

4. Kejadian komplikasi Diabetes Mellitus.

Karena penelitian ini merupakan penelitian Case-Control dengan

matching individual maka jumlah kontrol atau tidak komplikasi sebanyak

jumlah kasus atau komplikasi DM. Keterangan selengkapnya dapat dilihat

pada tabel V.6.

Tabel V.6. Frekuensi Kejadian komplikasi DM responden di RSU Provinsi


NTB 2008

Kejadian komplikasi DM jumlah %

Komplikasi DM 43 50
Tidak komplikasi DM 43 50
Total 86 100

D. Analisa Bivariat Variabel Penelitian.

1. Hubungan kepatuhan pengendalian pola makan dengan kejadian

komplikasi Diabetes Mellitus.

Hasil statistik Chi Square dengan = 0,05 diperoleh nilai p = 0,005

dimana p < 0,05 yang menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara

kepatuhan pengendalian pola makan terhadap kejadian komplikasi DM

pada responden.

Tabel V.7 Tabulasi silang kepatuhan pengendalian pola makan dengan


kejadian komplikasi DM pada responden di RSU Provinsi
NTB 2008

40
Kepatuhan Kejadian komplikasi DM Total
Tidak komplikasi Komplikasi
Pola makan
Patuh 25 12 37

67,6% 32,4% 100%


Tidak patuh 18 31 49
36,7% 63,3% 100%
Total 43 43 86

Tabel V.7 menunjukkan bahwa responden dengan komplikasi DM lebih

banyak tidak mematuhi pola makan seperti yang dianjuran ahli gizi/dokter

49 (63,3%) dari pada responden tanpa komplikasi 18 (36,7%). Sebaliknya

responden dengan tidak komplikasi lebih banyak mematuhi pola makan

sesuai anjuran ahli gizi/dokter 25 (67,6%) dari pada responden dengan

komplikasi 12 (32,4%).

2. Hubungan kepatuhan pengendalian aktivitas fisik dengan kejadian

komplikasi Diabetes Mellitus.

Hasil statistik Chi Square dengan = 0,05 diperoleh nilai p = 0,010

dimana p < 0,05 yang menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara

kepatuhan pengendalian aktivitas fisik terhadap kejadian komplikasi DM

pada responden.

Tabel V.8. Tabulasi silang kepatuhan pengendalian aktivitas fisik dengan


kejadian komplikasi DM pada responden di RSU Provinsi
NTB 2008

Kepatuhan Kejadian komplikasi DM Total


Tidak komplikasi Komplikasi
Aktivitas fisik

41
Patuh 27 15 42

64,3% 35,7% 100%


Tidak patuh 16 28 44
36,4% 63,6% 100%
Total 43 43 86

Dari tabel V.8 seperti pada kepatuhan pengendalian pola makan dapat

dilihat bahwa responden dengan komplikasi DM lebih banyak tidak

mematuhi aktivitas fisik seperti yang dianjuran ahli dokter 28 (63,6%) dari

pada responden tanpa komplikasi 16 (36,4%). Sebaliknya responden

dengan tidak komplikasi lebih banyak mematuhi aktivitas fisik sesuai

anjuran ahli gizi/dokter 27 (64%) dari pada responden dengan komplikasi

15 (35,7%).

3. Hubungan kepatuhan pengendalian pengobatan intensif dengan

kejadian komplikasi Diabetes Mellitus.

Hasil statistik Chi Square dengan = 0,05 diperoleh nilai p = 0,026

dimana p < 0,05 yang menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara

kepatuhan pengendalian pengobatan intensif terhadap kejadian komplikasi

DM pada responden.

Tabel V.9 Tabulasi silang kepatuhan pengendalian pengobatan intensif


dengan kejadian komplikasi DM pada responden di RSU
Provinsi NTB 2008

Kepatuhan Kejadian komplikasi DM Total


Tidak komplikasi Komplikasi
Pengobatan intensif
Patuh 32 22 54

59,3% 40,7% 100%


Tidak patuh 11 21 32
34,4% 65,6% 100%
Total 43 43 86

42
Dari tabel V.9 menunjukkan bahwa responden dengan komplikasi DM

lebih banyak tidak mematuhi pengobatan intensif seperti yang dianjuran

dokter 21 (65,6%) dari pada responden tanpa komplikasi 11 (34,4%).

Sebaliknya responden dengan tidak komplikasi lebih banyak mematuhi

pengobatan intensif sesuai anjuran dokter 32 (59,3%) dari pada responden

dengan komplikasi 22 (40,7%). Namun dari 86 responden lebih banyak

responden yang patuh terhadap pengobatan intensif (54 orang)

dibandingkan dengan yang tidak patuh (32 orang).

BAB. VI

PEMBAHASAN

A. Karateristik Responden

Penelitian mengenai hubungan kepatuhan pengendalian faktor risiko

terhadap kejadian komplikasi diabetes mellitus pada diabetisi di poliklinik

penyakit dalam RSU Provinsi NTB ini mengambil 86 respoden yang terbagi

atas 43 responden dengan komplikasi DM sebagai kasus dan 43 respoden

tanpa komplikasi DM sebagai kontrol berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi

yang telah ditetapkan. Dari 86 responden tersebut sebanyak 45 orang (52,3%)

berumur antara 46 55 tahun, 26 orang (30,2%) berumur antara 56 60

tahun dan 13 orang (15,1%) berumur antara 36 45 tahun sedangkan

43
responden yang berumur kurang dari 35 tahun sebanyak 2 orang (2,3%)

diabetisi. Diabetisi yang berumur lebih dari 60 tahun tidak diambil sebagai

sampel untuk mengurangi pengaruh timbulnya kejadian komplikasi DM

tersebut ada kaitannya dengan proses degeneratif. Pengambilan sampel

berdasarkan variasi umur tersebut sesuai dengan majalah kedoteran ethical

digest 2005 yang meyebutkan bahwa kejadian DM di negara berkembang

akan banyak mengenai usia 40 64 tahun. Jenis kelamin responden dalam

penelitian ini lebih banyak laki laki (53,5%) dibandingkan dengan

responden perempuan (46,5%) baik di kasus maupun di kontrol hal inipun

seperti yang termuat dalam majalah kedoteran.ethical digest tahun 2005 yang

menyebutkan bahwa prevalensi pria lebih banyak dari pada wanita.

B. Hubungan kepatuhan pengendalian pola makan terhadap kejadian

komplikasi diabetes mellitus pada diabetisi di poli penyakit dalam RSU

Provinsi NTB.

Pada analisa statistik yang dilakukan didapatkan nilai p sebesar 0,005

dimana p < 0,05 sehingga dapat dikatakan bahwa kepatuhan pengendalian

pola makan berhubungan secara signifikan terhadap kejadian komplikasi

diabetes mellitus. Dari 86 responden, yang tidak patuh terhadap pola makan

sebanyak 49 orang, 31 orang responden dari kelompok komplikasi DM dan 18

responden dari kelompok tidak komplikasi. Sedangkan yang patuh terhadap

pola makan sebanyak 37 responden, 25 responden dari kelompok tidak

komplikasi dan 12 responden dari kelompok komplikasi DM.

44
Dari uraian tersebut menunjukkan bahwa semakin banyak responden

yang patuh terhadap pola makan maka risiko terjadi komplikasi yang dialami

responden akan semakin kecil, demikian juga sebaliknya semakin banyak

responden yang tidak patuh terhadap pola makan maka akan semakin besar

pula risiko terjadi komplikasi yang dialami responden. Responden yang telah

menjalankan pola makan sesuai dengan anjuran ahli gizi kemungkinan

terhindar dari komplikasi DM akan lebih besar dibandingkan dengan

responden yang tidak menjalankan pola makan sesuai anjuran ahli gizi.

Gangguan fungsi hormon insulin tidak hanya berpengaruh pada

metabolisme karbohidrat tetapi juga menyebabkan gangguan metabolisme

lemak (dislipidemia) yang ditandai dengan meningkatnya kadar beberapa zat

turunan lemak seperti trigliserida, kolesterol LDL dan rendahnya kadar

kolesterol HDL dimana Triad lipid tersebut yang bertanggung jawab terhadap

proses aterogenesis.

Pola makan yang dipatuhi akan membuat keseimbangan antara

makanan yang masuk dengan kebutuhan tubuh untuk mengelolanya sehingga

berat badan, glukosa darah, kolesterol, trigliserida terkendali dalam batas-

batas normal. Sarwono Waspaji (1996) mengemukakan bahwa menurut teori

Sorbitol, hiperglikemia akan menyebabkan penumpukan kadar glukosa pada

sel dan jaringan tertentu yang dapat mentransport glukosa tanpa memerlukan

insulin. Glukosa yang berlebihan ini tidak akan termetabolasi habis secara

normal melalui glikolisis tetapi sebagian dengan perantaraan enzim aldose

reduktase akan diubah menjadi sorbitol. Sorbitol akan tertumpuk dalam

sel/jaringan dan menyebabkan kerusakan dan perubahan fungsi.

45
Melihat nilai Odds Ratio Estimated dari Mantel-Haenszel

sebesar 3,88 maka dapat disimpulkan bahwa penderita diabetes mellitus yang

mengalami komplikasi, 3,88 kali lebih banyak pada penderita yang tidak patuh

terhadap pola makan dibandingkan dengan penderita yang patuh terhadap pola

makan.

Beberapa alasan yang dikemukakan responden yag tidak patuh

terhadap pola makan antara lain sulit menahan nafsu makan, perut terasa sakit,

anggapan dengan cukup minum obat gula darah dapat terkendali. M.N Bustan

(2007) mengemukakan bahwa pengaturan makanan, yang pertama dan kunci

manajemen DM, yang sekilas tanpaknya mudah tapi kenyataanya sulit

mengendalikan diri terhadap nafsu makan.

C. Hubungan kepatuhan pengendalian aktivitas fisik terhadap kejadian

komplikasi diabetes mellitus pada diabetisi di poli penyakit dalam RSU

Provinsi NTB.

Pada analisa statistik yang dilakukan didapatkan nilai p sebesar 0,010

dimana p < 0,05 sehingga dapat dikatakan bahwa kepatuhan pengendalian

aktivitas fisik berhubungan secara signifikan terhadap kejadian komplikasi

diabetes mellitus. Seperti pada kepatuhan pola makan, dari 86 responden,

yang tidak patuh terhadap aktivitas fisik sebanyak 44 orang, 28 orang

diantaranya responden dari kelompok DM dengan komplikasi dan 16

responden dari kelompok tidak komplikasi sedangkan responden yang patuh

terhadap aktivitas fisik sebanyak 42 orang, 27 orang diantaranya responden

dari kelompok DM tanpa komplikasi dan 15 responden dari kelompok

komplikasi.

46
Dari uraian tersebut dapat dikatakan bahwa semakin banyak responden

yang patuh terhadap aktivitas fisik maka risiko terjadi komplikasi yang

dialami responden akan semakin kecil, demikian juga sebaliknya semakin

banyak responden yang tidak patuh terhadap aktivitas fisik maka akan

semakin besar pula risiko terjadi komplikasi yang dialami responden.

Responden yang telah menjalankan aktivitas fisik sesuai yang dianjurkan

dokter kemungkinan terhindar dari komplikasi DM akan lebih besar

dibandingkan dengan responden yang tidak benar menjalankan aktivitas fisik.

Aktivitas fisik/olah raga akan memperbaiki ikatan insulin dengan

reseptornya dan memperbaiki sensitivitas insulin sehingga mempermudah

glukosa menembus membran sel dan masuk kedalam sel-sel tubuh yang

membutuhkan. Olah raga juga dapat menurunkan kadar trigleserida dan very

low density lipoprotein (VLDL) dan kolesterol low density lipiprotein (LDL).

Selain itu latihan jasmani akan menaikkan kadar kolesterol high density

lipoprotein (HDL) yang merupakan faktor protektif terjadinya atherosklerosis

dan penyakit jantung koroner (Arcole M. 1997).

Melihat nilai Odds Ratio Estimated dari Mantel-Haenszel sebesar 3,15

maka dapat disimpulkan bahwa penderita diabetes mellitus yang mengalami

komplikasi, 3,15 kali lebih banyak pada penderita yang tidak patuh melakukan

aktivitas fisik dibandingkan dengan penderita yang patuh melakukan aktivitas

fisik.

Beberapa alasan responden yang tidak patuh terhadap aktivitas fisik

antara lain malas, tidak ada waktu, sakit sendi. Keadaan ini juga terlihat pada

hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional tahun 2004 yang mendapatkan

47
prevalensi kurang aktivitas fisik yang merupakan faktor risiko DM dan

komplikasi sebasar 82,9%.

D. Hubungan kepatuhan pengendalian pengobatan intensif terhadap

kejadian komplikasi diabetes mellitus pada diabetisi di poli penyakit

dalam RSUP Prov.NTB.

Setelah dilakukan analisa statistik didapatkan nilai p sebesar 0,026

dimana p < 0,05 sehingga dapat dikatakan bahwa kepatuhan pengobatan

berhubungan secara signifikan terhadap terjadinya komplikasi diabetes

mellitus. Dari 86 responden, yang tidak patuh terhadap pengobatan sebanyak

32 orang, 21 orang diantaranya responden dari kelompok DM dengan

komplikasi dan 11 responden dari kelompok tidak komplikasi, sedangkan

responden yang patuh terhadap pengobatan intensif sebanyak 54 orang, 32

orang diantaranya responden dari kelompok DM tanpa komplikasi dan 22

responden dari kelompok komplikasi.

Dari uraian tersebut dapat dikatakan bahwa semakin banyak responden

yang patuh terhadap pengobatan intensif maka risiko terjadi komplikasi yang

dialami responden akan semakin kecil, demikian juga sebaliknya semakin

banyak responden yang tidak patuh terhadap pengobatan intensif maka akan

semakin besar pula risiko terjadi komplikasi yang dialami responden.

Responden yang telah mentaati pengobatan intensif sesuai anjuran dokter

kemungkinan terhindar dari komplikasi DM akan lebih besar dibandingkan

dengan responden yang tidak mentaati pengobatan yang dianjurkan dokter.

Diabetes mellitus jika tidak dikelola dengan baik akan dapat

mengakibatkan terjadinya berbagai kompliksi kronis seperti penyakit

48
serebrovaskuler, penyakit jantung koroner, penyakit pembuluh darah tungkai,

komplikasi pada mata, ginjal dan syaraf. Jika kadar glukosa dapat selalu

dikendalikan dengan baik diharapkan semua komplikasi tersebut dapat

dicegah. Mekanisme obat hipoglikemik oral golongan Sulfonilurea dalam

mengendalikan gula darah dengan menstimulasi pelepasan insulin yang

tersimpan, menurunkan ambang insulin, meningkatkan sekresi insulin

sedangkan mekanisme obat golongan Biguanid menurunkan glukosa darah

dengan cara meningkatkan kepekaan tubuh terhadap insulin yang diproduksi

oleh tubuh juga dapat menghambat absorbsi karbohidrat, menghambat

glukoneogenesis di hati, meningkatkan afinitas pada reseptor insulin,

meningkatkan jumlah reseptor insulin dan memperbaiki defek respon insulin

dan obat golongan Penghambat Alfa Glukosinase bekerja menghambat kerja

enzim alfa glukosidase didalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan

penyerapan glukosa dan menurunkan hipoglikemia posprandial (Misnadiarly,

2006).

Melihat nilai Odds Ratio Estimated dari Mantel-Haenszel sebesar

2,77 maka dapat disimpulkan bahwa penderita diabetes mellitus yang

mengalami komplikasi, 2,77 kali lebih banyak pada penderita yang tidak patuh

terhadap pengobatan intensif dibandingkan dengan penderita yang patuh

terhadap pengobatan intensif.

Berbeda dengan kepatuhan pola makan maupun aktivitas fisik. Pada

kepatuhan pengobatan intensif jumlah reponden yang patuh terhadap

pengobatan lebih banyak dari pada yang tidak patuh. Beberapa alasan yang

dikemukakan responden yang patuh antara lain karena mudah

49
melaksanakannya, lebih percaya obat sebagai solusi yang terbaik untuk

mengatasi penyakit DM yang diderita sedangkan alasan responden yg tidak

patuh terhadap pengobatan intensif antara lain takut efek pemakaian obat

berbahan kimia dalam waktu yang lama sehingga mengganti dengan suplemen

atau obat/jamu tradisional, percaya dengan diet dan olah raga mampu

mengendalikan gula darah.

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Responden yang berobat di RSU Provinsi NTB belum patuh terhadap

saran dan anjuran petugas kesehatan dalam upaya mencegah komplikasi

DM, seperti pada ketidakpatuhan pengendalian pola makan sebesar 57%

responden, ketidakpatuhan pengendalian aktivitas fisik sebesar 51,2%

responden dan ketidakpatuhan pengendalian pengobatan intensif sebesar

37,2%.

2. Ada hubungan antara kepatuhan pengendalian pola makan terhadap

kejadian komplikasi DM pada diabetisi di poli penyakit dalam RSU

Provinsi NTB 2008.

50
3. Ada hubungan antara kepatuhan pengendalian aktifitas fisik terhadap

kejadian komplikasi DM pada diabetisi di poli penyakit dalam RSU

Provinsi NTB 2008.

4. Ada hubungan antara kepatuhan pengendalian pengobatan intensif

terhadap kejadian komplikasi DM pada diabetisi di poli penyakit dalam

RSU Provinsi NTB 2008.

B. Saran

1. Kepada dokter di SMF penyakit dalam dan para medis di poli penyakit

dalam untuk lebih mengoptimalkan penyuluhan mengenai kepatuhan pola

makan, aktivitas fisik, pengobatan intensif dalam upaya mencegah

terjadinya komplikasi DM atau paling tidak menghambat terjadinya

komplikasi DM diusia produktif.

2. Perlu dididik tenaga khusus sebagai edukator diabetes mellitus rumah sakit

untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman diabetisi dan keluarga

sehingga dapat mencegah komplikasi dan akhirnya dapat mengurangi

biaya pengobatan.

3. Perlu dipertimbangkan untuk membentuk poli khusus DM (Poli Diabetes

Mellitus dan Metabolik) dengan suatu tim yang menangani penyakit DM

yang komplek ini karena dokter tidak mungkin menangani semua

permasalahan.

4. Untuk peneliti lain, penelitian ini hanya meneliti beberapa variabel

independent sehingga diharapkan bagi peneliti selanjutnya untuk

mengontrol variabel pengganggu yang memiliki hubungan terhadap

kejadian komplikasi.

51
5. Disadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna sehingga untuk

mendapatkan hasil yang lebih baik diperlukan penelitian lebih lanjut.

DAFTAR PUSTAKA

Azrul Azwar (1999), Pengantar Epidemiologi, Jakarta : Binarupa Aksara

Azrul Azwar (1999), Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan


Masyarakat, Jakarta : Binarupa Aksara

Arcole Margatan (1997), Kiat Sehat Bagi Diabetisi, Solo : CV.Aneka

Bustan, M.N. (2007), Epidemiologi Penyakit Tidak Menular, Jakarta : Rineka


Cipta.

Dalimartha, Setiawan (2001), Ramuan Tradisional Untuk Pengobatan DM,


Jakarta : PT Penebar Swadaya.

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (1996), Ilmu Penyakit Dalam Jilid I


Edisi ketiga, Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Misnadiarly (2006), Diabetes Mellitus : Ulcer, gangren, infeksi, mengenal gejala,


menanggulangi dan mencegah komplikasi, Jakarta : Pustaka Populaer Obor.

Notoatmodjo, Soekidjo (2005), Metodelogi Penelitian Kesehata, Jakarta : Rineka


Cipta.

Persatuan Ahli Gizi (2002), Penuntun Diit, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama

52
RI, Depkes (2006), Berita Epidemiologi Republik Indonesia, Jakarta : Ditjen PP &
PL

RI, Depkes (2006), Pedoman Pengendalian Diabetes Millitus dan Penyakit


Metabolik, Jakarta : Ditjen PP & PL.
RI, Depkes (2006), Pedoman Umum Pengendalian Penyakit Tidak Menular,
Jakarta : Ditjen PP & PL.
RI, Depkes (2006), Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Diabetes Mellitus,
Jakarta : Ditjen Bina Farmasi & Alkes.

Tandra, Hans (2007), Deabetes Penduan Lengkap Mengenal dan Mengetasi


Diabetes dengan cepat dan mudah, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

................... .(2005) Diabetes mellitus, Semijurnal Farmasi & Kedokteran


Ethical Digest, Jakarta : PT Etika Media Utama

----------------- (2003), Ilmu Kesehatan Masyarakat : Prinsip-Prinsip Dasar.


Jakarta, Rineka Cipta.

53
54
Jumlah kunjungan 609
Jumlah penderita 568
Proporsi antara laki perempuan 291 : 277
E. Keterbatasan Penelitian

1. Karena keterbatasan waktu, biaya dan tenaga, penelitian ini membatasi

hanya pada kepatuhan pola makan, aktivitas fisik dan pengobatan intensif

55
dimana ketiga hal tersebut selalu menjadi pilar yang selalu dikerjakan

responden sebagai penderirta DM di RSUP Prov.NTB.

2. Penelitian ini hanya meneliti beberapa variabel independent sehingga

diharapkan bagi peneliti selanjutnya untuk mengontrol variabel penggangu

yang memiliki hubungan terhadap kejadian komplikasi DM

Tabel 1. Kekerapan Terjadinya Keluhan Diabetes Mellitus

Presentase gejala yang ditemukan pada suevei di


Gejala Surabaya U.Pandang Jakarta Padang Semarang Palangka Raya
* *** *** ** ** ****
Poliuria 38,3 62,9 53,4 78,5 49,0 86,4
Polidipsia 37,6 45,7 56,1 75,0 48,0 86,4
Polifagia --- --- 2,4 45,9 30,0 84,1
Beratbadan menurun 23,3 42,9 41,5 54,0 25,0 70,5
Lemah 36,1 ---- 56,1 61,8 41,0 90,9
Kesemutan 20,3 75,0 63,4 59,7 43,0 84,1
Gatal 2,3 54,0 19,5 20,8 15,0 45,5
Visus menurun 15,0 ---- 51,2 48,8 32,0 63,6
Bisul/luka 6,0 14,3 ----- 10,8 ---- 29,5
Keputihan ----- ------ ----- ------ 6,0 -----
* Pengunjung puskesmas **Pasen dirawat *** Survei penduduk **** Pasen rawat jalan & rawat inap

Komplikasi kronis yang biasa terjadi dapat dilihat pada tabel II.1.

Tabel II.1. Komplikasi Diabetes Mellitus di RS Dr.Ciptomangunkusumo


tahun 1967 1971 dan tahun 1988
Komplikasi 1967-1971 1988
% %
Retinopati 10 27,1
Neuropati 50 68,2
Nefropati 25 31,6
Hipertensi 23 39,9
PJK - 29,7
CVD - 2,3
Ganggren/ulkus 14 3,9
TBC Paru 15 20,9

56
Infeksi sal. Kemih 15 20,5
Sumber : Supartondo dan Sutarjo

Hal ini berhubungan dengan gaya hidup responden yang terkait dengan

pengetahuan, sosio-ekonomi dan budaya.

57

Anda mungkin juga menyukai