Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN KETUBAN PECAH DINI (KPD)

DI RUANGAN PONEK

RSUD CIBABAT

OLEH :

ALDILA UMI NURSELA

NPM. 214118090

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

JENDERAL ACHMAD YANI

CIMAHI

2018
KETUBAN PECAH DINI (KPD)

A. KONSEP TEORI
1. Definisi
KPD adalah keadaan pecahnya kantong ketuban sebelum
persalinan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun
pertengahan kehamilan jauh sebelum waktu melahirkan. KPD preterm
yaitu KPD terjadi sebelum kehamilan 37 minggu , KPD yang memanjang
yaitu KPD yang terjadi lebih dari 12 jam sebelum waktu melahirkan
(Sarwono, 2012).
KPD adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda - tanda
persalinan dan setelah ditunggu satu jam belum dimulainya tanda
persalinan. Waktu sejak pecahnya ketuban sampai terjadi kontraksi
rahim disebut Kejadian ketuban pecah dini (Manuaba, 2010)
KPD adalah pecahnya ketuban sebelum waktu melahirkan yang
terjadi pada saat akhir kehamilan maupun jauh sebelumnya (Nugroho,
2010).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa KPD
adalah pecahnya selaput ketuban sebelum adanya tanda persalinan.
Ketuban pecah dini
yang terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu disebut KPD preterm
sedangkan
ketuban pecah dini yang terjadi setelah usia kehamilan 37 minggu
disebut KPD aterm.
2. Klasifikasi
Menurut POGI tahun (2014), KPD diklasifikasikan menjadi 2 kelompok,
yaitu :
a. KPD Preterm
Ketuban pecah dini preterm adalah pecahnya ketuban yang terbukti
dengan vaginal pooling, tes nitrazin dan, tes fern atau IGFBP-1 (+)
pada usia <37 minggu sebelum onset persalinan. KPD sangat
preterm adalah pecahnya ketuban saat umur kehamilan ibu antara
24 sampai kurang dari 34 minggu, sedangkan KPD preterm saat
umur kehamilan ibu antara 34 sampai kurang dari 37 minggu.

2). KPD Aterm


Ketuban pecah dini aterm adalah pecahnya ketuban sebelum
waktunya yang terbukti dengan vaginal pooling, tes nitrazin dan tes
fern (+), IGFBP-1 (+ ) pada usia kehamilan ≥ 37 minggu.
3. Etiologi
Terjadinya KPD dapat disebabkan beberapa faktor, yaitu :
a. Infeksi
Ada 2 penyebab dari infeksi, yaitu :
1) Infeksi genetalia
Dari berbagai macam infeksi yang terjadi selama kehamilan
disebabkan oleh candida candidiasis vaginalis, bakterial vaginosis
dan trikomonas yang bisa menyebabkan kekurangan kekuatan
membran selaput ketuban sehingga akan terjadi ketuban pecah
dini (Prawirohardjo, 2010).
2) Infeksi(amnionitis/koreoamnitis)
Koreoamnitis adalah keadaan dimana koreon amnion dan cairan
ketuban terkena infeksi bakteri. Amnionitis sering disebabkan
group bakteri streptococus microorganisme, selain itu bakteroide
fragilis, laktobacilli dan stapilococus epidermis adalah bakteri-
bakteri yang sering ditemukan pada cairan ketuban. Bakteri
tersebut melepaskan mediator inflamasi yang menyebabkan
kontraksi uterus. Hal ini akan menyebabkan pembukaan sercix
dan pecahnya selaput ketuban (Sualman, 2009).
b. Servik yang tidak mengalami kontraksi (Inkompetensia)
Inkompetensi servik dapat menyebabkan kehilangan kehamilan pada
trimester kedua. Kelainan ini berhubungan dengan kelainan uterus
yang lain seperti septum uterus dan bikornis. Bisa juga karena kasus
bedah servik pada konisasi, produksi eksisi elektrosurgical, dilatasi
berlebihan servik pada terminasi kehamilan atau bekas laserasi
(Sarwono, 2012).
c. Trauma
Trauma yang disebabkan misalnya hubungan seksual saat hamil baik
dari frekuensi yang lebih 3 kali seminggu, posisi koitus yaitu suami
diatas dan penetrasi penis yang terlalu dalam sebesar 37,50%
memicu terjadinya ketuban pecah dini (Sualman, 2009).

d. Faktor Paritas
Faktor paritas seperti primipara dan multipara
Primipara yaitu wanita yang pernah hamil sekali dengan janin
mencapai titik mampu bertahan hidup. Pada primipara berkaitan
dengan kodisi psikologis, mencakup sakit saat hamil, gangguan
fisiologis seperti emosi dan termasuk kecemasan pada kehamilan .
Pada ibu yang pernah melahirkan beberapa kali dan mengalami
ketuban pecah dini pada kehamilan sebelumnya serta jarak kelahiran
yang terlampau dekat, diyakini lebih beresiko akan mengalami
ketuban pecah dini pada kehamilan berikutnya (Cuningham, 2006)
e. Riwayat ketuban pecah dini
Riwayat ketuban pecah dini sebelumnya beresiko 2-4 kali mengalami
ketuban pecah dini kembali. Hal ini karena akibat adanya penurunan
kandungan kolagen dalam membrane sehingga memicu terjadinya
ketuban pecah dini dan pada preterm terutama pada pasien yang
beresiko tinggi karena membran yang menjadi mudah rapuh dan
kandungan kolagen yang semakin menurun pada kehamilan
berikutnya (Sarwono, 2012).
f. Tekanan intrauteri yang meningkat secara berlebihan
Misalnya pada hidramnion dan gemelli atau bayi besar (Cuningham,
2006).
g. Usia ibu kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun
Pada ibu hamil dengan usia yang terlalu muda keadaan uterus
kurang matur untuk melahirkan sehingga rentan untuk mengalami
ketuban pecah dini dan pada ibu hamil dengan usia lebih 35 tahun
tergolong usia terlalu tua untuk melahirkan ( primitua) sehingga
beresiko tinggi untuk terjadi ketuban pecah dini (Sarwono, 2009).
4. Manifestasi Klinis
Menurut Sujiyatini, Muflidah, dan Hidayat (2009) tanda yang terjadi
pada KPD adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina.
Ketuban yang pecah ditandai dengan adanya air yang mengalir dari
vagina yang tidak bisa dibendung lagi.
Untuk membedakan antara air ketuban dengan air seni dapat
diketahui dari bentuk dan warnanya. Biasanya, air seni berwarna
kekuning-kuningan dan bening, sedangkan air ketuban keruh dan
bercampur dengan lanugo (rambut hakus dari janin) dan mengandung
fernik caseosa (lemak pada kulit janin). Cairan ketuban adalah cairan
putih jernih agak keruh kadang-kadang mengandung gumpalan halus
lemak dan berbau amis dan akan berubah warna jika diperiksa dengan
kertas lakmus (Huiana, 2006).
Menurut Kasdu (2005) jika kebocoran kulit ketuban tidak disadari
oleh ibu maka sedikit demi sedikit air ketuban akan habis dan jika air
ketuban habis maka dapat menimbulkan rasa sakit ketika janin bergerak
karena janin langsung berhubungan dengan uterus.
5. Patofisiologi
Ketuban pecah dini berhubungan dengan kelemahan
menyeluruh membran fetal akibat kontraksi uteri dan peregangan
berulang. Membran yang mengalami ruptur prematur ini tampak
memiliki defek fokal. Daerah dekat tempat pecahnya membran ini
disebut “restricted zone of extreme altered morphology” yang
ditandai dengan adanya pembengkakan dan kerusakan jaringan
kolagen fibrilar pada lapisan kompakta, fibroblast maupun
spongiosa. Daerah ini akan muncul sebelum ketuban pecah dini
dan merupakan daerah yang rusak pertama kali. Patogenesis
terjadinya ketuban pecah dini secara singkat ialah akibat adanya
penurunan kandungan kolagen dalam membran sehingga memicu
terjadinya ketuban pecah dini dan ketuban pecah dini preterm
terutama pada pasien risiko tinggi.
Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini adalah selaput
ketuban tidak kuat sebagai akibat kurangnya jaringan ikat dan
vaskularisasi. Bila terjadi pembukaan serviks maka selaput
ketuban sangat lemah dan mudah pecah dengan mengeluarkan air
ketuban (Manuaba, 2010).
6. Pathway
(terlampir)
7. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Nugraha (2010), pemeriksaan penunjang untuk ketuban
pecah dini, yaitu :
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa: warna, konsentrasi,
bau dan pH nya
2) Cairan yang keluar dari vagina ada kemungkinan air ketuban, urine
atau secret vagina
3) Sekret vagina ibu hamil pH: 4-5, dengan kertas nitrazin tidak
berubah warna, tetap kuning.
4) Tes lakmus (tes Nitrazin), jika kertas lakmus merah berubah
menjadi biru menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). pH air
ketuban 7-7,5 darah dan infeksi vagina dapat menghasilkan tes
yang positif palsu.
5) Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada
gelas objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik
menunjukkan gambaran daun pakis.
b. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
1) Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban
dalam kavum uteri.
2) Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit.
Namun sering terjadi kesalahan pada penderita oligohidramnion.
8. Penatalaksanaan klinik
Macam-macam penatalaksanaan untuk ketuban pecah dini adalah
(Nugraha, 2010) :
a. Konservatif:
1) Rawat dirumah sakit
2) Beri antibiotika: bila ketuban pecah > 6 jam berupa: Ampisillin
4x500mg atau Gentamycin 1x80mg.
3) Umur kehamilan <32-34 minggu: dirawat selama air ketuban
masih keluar atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.
4) Bila usia kehamilan 32-34 minggu, masih keluar air ketuban, maka
usia kehamilan 35 minggu dipertimbangkan untuk terminasi
kehamilan (hal sangat tergantung pada kemampuan perawatan
bayi premature).
5) Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi
intrauterine).
6) Pada usia kehamilan 32-34 minggu, berikan steroid selama untuk
memacu kematangan paru-paru janin.
b. Aktif:
1) Kehamilan > 35 minggu: induksi oksitosin, bila gagal dilakukan
seksio sesaria.
c. Cara induksi: 1 ampul syntocinon dalam Dektrose 5% dimulai 4
tetes /menit, tiap 1/4 jam dinaikkan 4 tetes sampai maksimum 40
tetes/menit.
1) Pada keadaan CPD, letak lintang dilakukan Seksio sesaria.
2) Bila ada tanda-tanda infeksi: beri antibiotika dosis tinggi dan
persalinan diakhiri.
9. Pencegahan
a. Melakukan ANC secara rutin (melakukan pemeriksaan USG)
b. Ibu harus curiga jika ada cairan yang keluar secara berlebihan atau
sedikit tetapi terus menerus melalui vagina, biasanya berbau agak
amis, warnanya jernih dan tidak kental. Kemngkinan besar cairan
tersebut keluar/merembes karena selaput ketuban mengalami
robekan. Konsultasi segera untuk memastikan apakah itu cairan
ketuban/bukan
c. Lakukan perawatan perineum dan personal hygiene dengan benar
10. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada ketuban pecah dini antara lain
(Nugraha,2010) :
a. Komplikasi paling sering terjadi pada KPD sebelum usia kehamilan
37 minggu adalah sindrom distress pernafasan (RDS : Respiration
Dystress Syndrome), yang terjadi pada 10-40% bayi baru lahir
b. Resiko infeksi meningkatkan pada kejadian KPD
c. Selain itu kejadian prolapse atau keluarnya tali pusat dapat terjadi
pada KPD
d. Resiko kecacatan dan kematian janin meningkatkan pada KPD
preterm
e. Hypoplasia paru merupakan komplikasi fatal yang terjadi pada KPD
preterm. Kejadiannya mencapai hampir 100% apabila KPD preterm
ini terjadi pada usia kehamilan kurang dari 23 minggu.
f. Partus preterm : persalinan preterm atau partus prematur adalah
persalinan yang terjadi pada kehamilan kurang dari 37 minggu
( antara 20 – 37 minggu ) atau dengan berat janin kurang dari 2500
gram (Manuaba, 2010).

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Biodata klien
Biodata klien berisi tentang : nama, umur, pendidikan, pekerjaan,
suku, agama, alamat, no. medical record, nama suami, umur,
pendidikan, pekerjaan, suku, agama, alamat, tanggal pengkajian.
b. Keluhan utama : keluar cairan warna putih, keruh, jernih, kuning,
hijau / kecoklatan sedikit / banyak, pada periksa dalam selaput
ketuban tidak ada, air ketuban sudah kering, inspeksikula tampak
air ketuban mengalir / selaput ketuban tidak ada dan air
ketuban sudah kering
c. Riwayat haid : umur menarchi pertama kali, lama haid, jumlah darah
yang keluar, konsistensi, siklus haid, hari pertama haid dan terakhir,
perkiraan tanggal partus
d. Riwayat Perkawinan : kehamilan ini merupakan hasil pernikahan ke
berapa, apakah perkawinan sah atau tidak, atau tidak direstui
dengan orang tua
e. Riwayat Obstetris : berapa kali dilakukan pemeriksaan ANC, hasil
laboraturium : USG , darah, urine, keluhan selama kehamilan
termasuk situasi emosional dan impresi, upaya mengatasi keluhan,
tindakan dan pengobatan yang diperoleh
f. Riwayat penyakit dahulu : penyakit yang pernah di diderita pada
masa lalu, bagaimana cara pengobatan yang dijalaninya, dimana
mendapat pertolongan, apakah penyakit tersebut diderita sampai
saat ini atau kambuh berulang-ulang
g. Riwayat kesehatan keluarga : adakah anggota keluarga yang
menderita penyakit yang diturunkan secara genetic seperti panggul
sempit, apakah keluarga ada yg menderita penyakit menular,
kelainan congenital atau gangguan kejiwaan yang pernah di derita
oleh keluarga
h. Kebiasaan sehari-hari
1) Pola nutrisi : pada umum nya klien dengan KPD mengalami
penurunan nafsu makan, frekuensi minum klien juga mengalami
penurunan
2) Pola istirahat dan tidur : klien dengan KPD mengalami nyeri pada
daerah pinggang sehingga pola tidur klien menjadi terganggu,
apakah mudah terganggu dengan suara-suara, posisi saat tidur
(penekanan pada perineum)
3) Pola eliminasi : Apakah terjadi diuresis, setelah melahirkan,
adakah inkontinensia (hilangnya infolunter pengeluaran
urin),hilangnya kontrol blas, terjadi over distensi blass atau tidak
atau retensi urine karena rasa takut luka episiotomi, apakah perlu
bantuan saat BAK. Pola BAB, freguensi, konsistensi,rasa takut
BAB karena luka perineum, kebiasaan penggunaan toilet.
4) Personal Hygiene : Pola mandi, kebersihan mulut dan gigi,
penggunaan pembalut dan kebersihan genitalia, pola
berpakaian, tata rias rambut dan wajah
5) Aktifitas : Kemampuan mobilisasi klien dibatasi, karena klien
dengan KPD di anjurkan untuk bedresh total
6) Rekreasi dan hiburan : Situasi atau tempat yang menyenangkan,
kegiatan yang membuat fresh dan relaks.
i. Pemeriksaan fisik
1) Pemeriksaan kesadaran klie, BB/TB, tekanan darah, nadi,
pernafasan dan suhu
2) Head to toe
a) Rambut : warna rambut, jenis rambut, baunya, apakah ada luka
lesi/lecet
b) Mata : sklera nya apakah ikterik/tdk, konjungtiva anemis/tidak,
apakah palpebra oedema/tidak, bagaimana fungsi penglihatannya
baik/tidak, apakah klien menggunakan alat bantu
penglihatan/tidak. Pada umumnya ibu hamil konjungtiva anemis
c) Telinga : apakah simetris kiri dan kanan, apakah ada terdapat
serumen/tidak, apakah klien menggunakan alat bantu
pendengaran/tidak, bagaimana fungsi pendengaran klien
baik/tidak
d) Hidung : apakah klien bernafas dengan cuping hidung/tidak,
apakah terdapat serumen/tidak, apakah fungsi penciuman klien
baik/tidak
e) Mulut dan gigi : bagaimana keadaan mukosa bibir klien, apakah
lembab atau kering, keadaan gigi dan gusi apakah ada
peradangan dan pendarahan, apakah ada karies gigi/tidak,
keadaan lidah klien bersih/tidak, apakah keadaan mulut klien
berbau/tidak. Pada ibu hamil pada umum nya berkaries gigi, hal
itu disebabkan karena ibu hamil mengalami penurunan kalsium
f) Leher : apakah klien mengalami pembengkakan tiroid
g) Paru-paru
Inpeksi : warna kulit, apakah pengembangan dada nya
simetris kiri dan kanan, apakah ada terdapat
luka memar/lecet, frekuensi pernafasan nya
Palpasi : apakah ada teraba massa/tidak , apakah ada
teraba pembengkakan /tidak, getaran dinding
dada apakah simetris/tidak antara kiri dan
kanan
Perkusi : bunyi Paru
Auskultasi : suara nafas
h) Jantung
Inpeksi : warna kulit, apakah ada luka lesi / lecet, ictus
cordis apakah terlihat/tidak
Palpasi : frekuensi jantung berapa, apakah teraba ictus
cordis pada ICS% Midclavikula
Perkusi : bunyi jantung
Auskultasi : apakah ada suara tambahan/tidak pada jantung
klien
i) Abdomen
Inpeksi : keadaan perut, warna nya, apakah ada/tidak
luka lesi dan lecet
Auskultasi : bising usus klien, DJJ janin apakah masih
terdengar/tidak
Palpasi : tinggi fundus klien, letak bayi, persentase
kepala apakah sudah masuk PAP/belum
Perkusi : bunyi abdomen
j) Payudara : puting susu klien apakah menonjol/tidak,warna aerola,
kondisi mamae, kondisi ASI klien, apakah sudah mengeluarkan
ASI /belum
k) Ekstremitas
Atas : warna kulit, apakah ada luka lesi/memar, apakah ada
oedema/tidak
Bawah : apakah ada luka memar/tidak, apakah oedema/tidak
l) Genitalia : apakah ada varises atau tidak, apakah ada
oedema/tidak pada daerah genitalia klien
m) Integumen : warna kulit, keadaan kulit, dan turgor kulit baik/tidak
2. Analisa data
DATA ETIOLOGI MASALAH
DS: pasien Selaput ketuban pecah Resiko
mengatakan keluar ↓ tinggi infeksi
cairan berwarna putih Cairan ketuban keluar terus menerus maternal
jernih dari vagina ↓
seperti air ketuban , Ruptur membran amniotik
demam
DO:
Suhu lebih dari
37,5oC, adanya cairan
yang keluar dari vagina
berwarna putih jernih,
sel darah putih
meningkat lebih dari
10000 (rata-rata 8000)
millimeter kubik darah

DS: - Ketuban pecah dini Resiko


↓ tinggi gawat
Janin belum cukup bulan untuk janin
DO: DJJ cepat, selaput dikeluarkan
ketuban robek ketuban ↓
kering Pembukaan serviks belum sempurna

Janin sulit dikeluarkan

DS: - Ketuban pecah dini Resiko


↓ tinggi
DO: Janin belum cukup bulan untuk cedera
Selaput ketuban robek dikeluarkan pada janin
ketuban kering ↓
Pembukaan serviks belum
sempurna/belum membuka

Janin sulit dikeluarkan
DS : Bayi rewel dan Ketuban pecah dini Resiko
menangis ↓ hipotermi
DO : Suhu <36,5oC, Janin lahir prematur
bayi terlihat menggigil,
terlihat tanda-tanda
sianosis (akral dingin
dan pucat, bibir
berwarna biru)
DS: Ketuban pecah dini Ansietas
Pasien mengatakan ↓
takut dan khawatir akan Janin belum cukup bulan untuk
keselamatan janinnya dikeluarkan
DO: ↓
Pasien tampak cemas, Pembukaan serviks belum
gelisah dan khawatir sempurna/belum membuka

Janin lahir premature

3. Masalah keperawatan
a. Resiko tinggi infeksi maternal b.d ruptur membran amniotik
b. Resiko tinggi gawat janin b.d partus yang tidak segera
c. Resiko tinggi cedera pada janin b.d melahirkan bayi prematur/tidak
matur
d. Resiko hipotermi b.d bayi lahir prematur
e. Ansietas b.d krisis situasi, ancaman pada diri sendiri/janin
4. Rencana tindakan keperawatan

No DIAGNOSA PERENCANAAN

KEPERAWA Tujuan SMART Intervensi RASIONAL

TAN
1. Resiko tinggi NOC Kolaborasi
infeksi 1. Berikan cairan 1. Meski tidak
Setelah di lakukan
maternal b.d parenteral boleh sering
tindakan
ruptur sesuai indikasi. dilakukan,
keperawatan
membran Berikan enema namun evaluasi
diharapkan resiko
amniotik pembersih bila usus dapat
infeksi tidak terjadi,
sesuai indikasi meningkatkan
dengan kriteria hasil :

kemajuan
Ibu bebas dari
persalinan dan
tanda- tanda
menurunkan
infeksi (tidak
resiko infeksi
demam (suhu :
2. Mengetahui
36,5 - 37.5), cairan
2. Pemeriksaan ada tidaknya
amnion jernih,
spesimen invasi bakteri
hampir tidak
vagina yang dapat
berwarna, dan
menyebabkan
tidak berbau)

infeksi
Leukosit normal
3. Dapat
6000-10.000/mm3
3. Berikan drip meningkatkan
oksitosin bila kontraksi/his
pembukaan sehingga dapat
belum membantu
sempurna persalinan
4. Mencegah dan
4. Pemberian meminimalkan
antibiotik terjadinya
sebelum dan infeksi
sesudah
persalinan
sesuai indikasi 5. Janin harus
5. Lakukan induksi dikeluarkan
pada janin bila karena dapat
janin sudah terjadi fetal
cukup umur death
(persalinan
normal atau
seksio sesaria)
Mandiri 1. Setelah
1. Memantau membran
keadaan umum ruptur, insiden
klien, seperti korioamnionitis
kesadaran klien, menigkat
cairan yg keluar secara
dari vagina progresif
klien, TTV sesuai dengan
(terutama suhu) waktu yang
ditunjukkan
melalui TTV
(suhu dapat
menunjukkan
tanda-tanda
infeksi)
2. Mengurangi
2. Lakukan resiko
perawatan terjadinya
perineum dan infeksi
personal
hygiene dengan
benar
3. Monitoring DJJ
tiap 5-10 menit
4. Evaluasi cairan
yang keluar dari
vagina
2. Resiko tinggi NOC Mandiri
gawat janin 1. Pantau posisi 1. Menghindari
Setelah di lakukan
b.d partus janin janin dalam
tindakan
yang tidak posisi sungsang
keperawatan
segera 2. Monitor DJJ tiap 2. Mengontrol
diharapkan resiko
5-10 menit keadaan janin
tinggi gawat janin
tidak terjadi dengan
Kolaborasi
kriteria hasil :
Lakukan induksi Mencegah
 Janin dapat
persalinan terjadinya fetal
diinduksi
death
 Tidak keluar cairan
berwarna putih
dan keruh dari
vagina

3. Resiko tinggi NOC Mandiri


cedera pada 1. Monitor DJJ 1. Mengontrol
Setelah di lakukan
janin b.d sesuai indikasi keadaan janin
tindakan 2. Pantau tentang
melahirkan 2. Mengetahui
keperawatan pertumbuhan
bayi perkembangan
diharapkan resiko janin dan tinggi
prematur/tida janin sehingga
tinggi cedera pada fundus uteri
k matur dapat
janin tidak terjadi, janin
menentukan
dengan kriteria hasil :
waktu
 Bayi tidak Kolaborasi
persalinan
menunjukkan 1. Pantau
tanda-tanda pemeriksaan 1. Memantau
cedera (kondisi USG keadaan janin
fisik normal, RR
normal, tidak ada
tanda-tanda
infeksi)

4. Resiko NOC Mandiri


hipotermi b.d 1. Pertahankan 1. Untuk
Setelah di lakukan
bayi lahir suhu ruang mempertahank
tindakan
prematur perawatan pada an suhu normal
keperawatan
25◦C tubuh bayi
diharapkan resiko i
2. Pantau suhu 2. Menjaga suhu
hipotermi tidak
rektal bayi dan tubuh bayi
terjadi, dengan
suhu aksila dalam keadaan
kriteria hasil :
setiap 2 jam normal
 Bayi tidak rewel,
3. Tempatkan bayi 3. Menormalkan
 Suhu bayi normal
di bawah suhu tubuh bayi
(36,5-37,5oC),
pemanas atau
 Bayi tidak terlihat
inkubator sesuai
menggigil
indikasi
 Tidak terlihat
4. Hindarkan 4. Menghindarkan
tanda-tanda
meletakkan bayi bayi kehilangan
sianosis (akral
dekat dengan panas tubuh
dingin dan pucat,
sumber panas dengan cepat
bibir berwarna
atau dingin dan berlebihan
biru)
5. Ansietas b.d NOC 1. Ciptakan 1. Mempermudah
krisis situasi, hubungan asuhan
Setelah di lakukan
ancaman terapeutik atas keperawatan
tindakan
pada diri dasar saling untuk pasien
keperawatan
sendiri/janin percaya dan
diharapkan ansietas
saling
tidak terjadi, dengan
menghargai,
kriteria hasil :
berikan privasi
 Wajah ibu tidak
tegang dan 2. Kecemasan
 Klien tidak gelisah kepercayaan diri yang tinggi
 RR normal (12-
klien dapat
20x/mnt) 2. Pantau tingkat
menyebabkan
kecemasan
penurunan
yang dialami
penilaian
klien
objektif klien
tentang
keadaannya
3. Menggali
3. Anjurkan klien masalah yang
untuk dihadapi klien
mengungkapkan
ketakutan dan
4. Melibatkan
menanyakan
klien secara
masalah.
4. Bantu klien aktif dalam
mengidentifikasi tindakan
penyebab keperawatan
kecemasan merupakan
dukungan
yang mungkin
berguna bagi
klien dan
meningkatkan
kesadaran diri
5. Jelaskan pada
klien
klien dan 5. Konseling bagi
keluarga klien sangat
tentang kondisi diperlukan bagi
yang dialami klien untuk
dan hal lain meningkatkan
yang perlu pengetahuan
diketahui dan
membangun
support
system
keluarga untuk
mengurangi
kecemasan
klien dan
keluarga

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai